Makalah Muamalah Bagus Nugroho

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    1/14

    MAKALAH MUAMALAH

    HUKUM POLIGAMI DAN KAWIN SIRRI DALAM ISLAM

    DISUSUN OLEH :

    Bagus Nugroho 0704015033

    KELAS : D

    JURUSAN FARMASI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

    JAKARTA

    2011

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    2/14

    Poligami dan kawin sirri, sebuah istilah yang tak kunjung basi mewakili keadaan yang

    tak lekang dibahas hingga kini. Dengan perubahan keragaman jaman dan sudut pandang, hal

    yang satu ini menjadi tak bosan tuk dijadikan bahan pembicaraaan. Berikut kami share sebuah

    tulisan yang diambil langsung dari Note sahabat kami di FB, Gus Im (Imam Puji Hartono), yang

    mana tulisan ini Beliau dokumentasikan dari hasil karya dari Ustadz Quraish Shihab tentang

    Poligami dan Kawin Sirri Menurut Islam. Tulisan yang diambil dari makalah beliau pada

    Semiloka Sehari Poligami di Mata Kita yang diselenggarakan di Denpasar tahun 2007 lalu.

    Semoga menjadi tambahan referensi dan penjelasan dari informasi yang selama ini kita dapatkan

    tentang poligami dan kawin sirri menurut Islam. Selamat Membaca.

    POLIGAMI DAN KAWIN SIRRI MENURUT ISLAM

    Oleh : M. Quraish Shihab

    Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang lelaki dan seorang perempuan

    untuk hidup bersama. Dalam bahasa agama Islam, ia dinamai aqd nikah. Perkawinan yang

    merupakan ikatan batin itu memiliki tali temali dari tiga rangkaian pengikat: Cinta (mawaddah),

    Rahmah (kondisi psikologis yang muncul di dalam hati untuk melakukan pemberdayaan), &

    Amanah (ketenteraman).

    PENDAHULUAN

    Poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ikatan perkawinan yang salah

    satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Kata

    tersebut dapat mencakup pologini yakni sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria

    mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama, maupun sebaliknya, yakni poliandri, dimana seorang wanita memiliki/mengawini sekian banyak lelaki.

    Poligami dalam kedua makna di atas dahulu kala dikenal oleh masyarakat umat manusia,

    tetapi kemudian agama dan budaya melarang poliandri dan masih membuka pintu untuk

    terlaksananya poligami.

    Makalah ini akan membahas poligami secara terbatas, bukan poliandri, bukan saja karena

    secara umum orang memahami kata poligami dalam arti terbatas itu, tetapi juga karena poliandri

    tidak dikenal dalam masyarakat beradab, apalagi masyarakat Indonesia.

    Poligami dahulu dilakukan oleh banyak lelaki terhormat, serta diterima tanpa menggerutu

    oleh perempuan-perempuan yang dimadu. Sementara orang berkata bahwa poligami lahir akibat

    penguasaan dan penindasan lelaki atas perempuan. Tetapi pendapat ini tidak sepenuhnya benar,

    karena sejarah umat manusia pun pernah mengenal dan membenarkan sistem poliandri.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    3/14

    Will Durant sejarawan Amerika dalam bukunya The Lesson of History menunjuk antara

    lain Tibet, sebagai lokasi maraknya poliandri. Nah apakah ini berarti bahwa di sana terjadi

    dominasi kekuasaan perempuan atas lelaki?

    Ternyata tidak! Kondisi perempuan di Barat pada abad-abad pertengahan tidak lebih baik

    kalau enggan berkata lebih buruk daripada kondisi perempuan di Timur, sebagaimana

    diakui oleh penulis-penulis Barat yang objektif. Namun demikian, mengapa poligami di Barat

    tidak semarak di Timur? Jadi, masalahnya bukan akibat penindasan lelaki atas perempuan,

    apalagi bukankah sekian banyak perempuan yang dijadikan isteri kedua atau ketiga, justru secara

    sadar dan suka rela bersedia untuk dimadu ? Seandainya mereka dahulu atau kini tidak

    bersedia, pasti jumlah lelaki yang berpoligami akan sangat sedikit.

    Agaknya poligami marak pada masa lalu karena nurani dan rasa keadilan lelaki

    maupun perempuan tidak terusik olehnya. Kini rasa keadilan berkembang sedemikian rupa

    akibat maraknya seruan HAM dan persamaan gender, sehingga mengantar kepada perubahan

    pandangan terhadap banyak hal, termasuk poligami. Apalagi, ketergantungan perempuam kepada

    lelaki tidak lagi serupa dengan masa lalu akibat pencerahan dan kemajuan yang diraih

    perempuan dalam berbagai bidang.

    POLIGAMI & AGAMA-AGAMA

    Secara umum dapat dikatakan bahwa poligami pada dasarnya dibenarkan oleh agama-

    agama. Dalam Perjanjian Lama misalnya disebutkan bahwa Nabi Sulaiman memiliki tujuh

    ratus isteri bangsawan dan tiga ratus gundik (Perjanjian Lama, Raja-Raja I-11-4). Nabi Ibrahim

    juga berpoligami, paling tidak beliau memiliki dua orang isteri. Gereja-gereja di Eropa punmengakui poligami hingga akhir abad XVII atau awal abad XVIII. Ini karena tidak ada teks yang

    jelas dalam Perjanjian Baru yang melarang poligami. Bahkan, kalau kita menyatakan bahwa

    dalam Perjanjian Lama poligami dibenarkan, terbukti antara lain dengan apa yang dikutip di atas,

    sedang Nabi Isa As. tidak datang untuk membatalkan Perjanjian Lama, sebagaimana pernyataan

    beliau sendiri (Baca Matius V-17), maka itu berarti beliau juga membenarkannya.

    Sekian banyak alasan logika yang dikemukakan oleh para pendukung poligami

    menyangkut bolehnya poligami. Mereka berkata Perbandingan jumlah lelaki dan perempuan

    menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak, baik karena kelahiran dan ketangguhan wanita

    menghadapi penyakit, maupun karena dampak peperangan yang mengakibatkan banyaknyalelaki yang gugur.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    4/14

    Di sisi lain, kemandulan atau penyakit parah merupakan satu kemungkinan yang dapat

    terjadi bagi siapapun? Ketika itu, apakah jalan keluar yang diusulkan menghadapi kasus

    demikian? Bagaimana menyalurkan kebutuhan biologis seorang lelaki untuk memperoleh

    keturunan? Menahannya sehingga menimbulkan stess atau berhubungan gelap dengan

    perempuan lain, atau kawin secara sah (berpoligami) tetapi dengan syarat adil dan baik-baik?

    Tentu saja, alasan-alasan di atas dapat didiskusikan sehingga bisa saja diterima atau ditolak

    sesuai dengan pandangan dasar masing-masing atau agama dan budaya yang dianutnya.

    ISLAM dan POLIGAMI

    Islam pada dasarnya membolehkan poligami berdasarkan firman-Nya: Dan jika kamu

    takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan (yatim), maka kawinilah apa yang kamu

    senangi dari wanita-wanita (lain): dua-dua, tiga-tiga atau empat-empat. Lalu, jika kamu takut

    tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak wanita yang kamu miliki.

    Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nis[4}: 3 ).

    Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi pada ayat di atas: Pertama, ayat ini tidak

    membuat peraturan baru tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh

    penganut berbagai syariat agama dan adat istiadat masyarakat. Ia tidak juga menganjurkan

    apalagi mewajibkanya. Ia, hanya berbicara tentang bolehnya poligami bagi orang-orang dengan

    kondisi tertentu. Itu pun diakhiri dengan anjuran untuk ber-monogami dengan firman-Nya:

    Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

    Adalah wajar bagi satu perundangan, apalagi agama yang bersifat universal dan berlaku

    untuk setiap waktu dan tempat , untuk mempersiapkan ketetapan hukum bagi kasus yang bisajadi terjadi satu ketika, walaupun baru merupakan kemungkinan.

    Seandainya ayat itu berupa anjuran, pastilah Tuhan menciptakan perempuan empat kali

    lipat dari jumlah lelaki, karena tidak ada arti Anda apalagi Tuhan menganjurkan sesuatu,

    kalau apa yang dianjurkan itu tidak tersedia. Ayat ini hanya memberi wadah bagi mereka yang

    memerlukannya ketika menghadapi kondisi atau kasus tertentu, seperti yang dikemukakan

    contohnya di atas. Tentu saja, masih bisa ada kondisi atau kasus selain yang disebut itu, yang

    juga merupakan alasan logis untuk mengunci mati pintu poligami yang dibenarkan dengan syarat

    yang tidak ringan itu. Bahkan, dapat dikatakan bahwa kondisi dan situasi apapun yang

    dibenarkan itu tidak mengandung makna anjuran berpoligami. Justru sebaliknya, tuntunan dantujuan perkawinan dapat dinilai ajakan untuk tidak berpoligami, apapun kondisi dan situasi yang

    dihadapi oleh suami-isteri, sebagaimana akan disinggung nanti.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    5/14

    Kedua, firman-Nya jika kamu takut mengandung makna jika kamu mengetahui. Ini

    berarti siapa yang yakin atau menduga, bahkan menduga keras, tidak akan berlaku adil terhadap

    isteri-isterinya, yang yatim maupun yang bukan, maka mereka itu tidak diperkenankan

    melakukan poligami. Yang diperkenankan hanyalah yang yakin atau menduga keras dapat

    berlaku adil. Yang ragu, apakah bisa berlaku adil atau tidak, sayogianya tidak diizinkan

    berpoligami.

    Kita tidak dapat membenarkan siapa yang berkata bahwa poligami adalah anjuran,

    dengan alasan bahwa Nabi Muhammad Saw. kawin lebih dari satu, karena tidak semua yang

    dilakukan Rasul perlu diteladani, sebagaimana tidak semua yang wajib atau terlarang bagi beliau,

    wajib dan terlarang pula bagi umatnya. Memang tidak jarang bagi yang menyandang tugas

    tertentu, memperoleh kelebihan-kelebihan, baik kewajiban maupun hak. Itu adalah konsekuensi

    dari tugas yang diemban. Belum tentu, apa yang terlihat sebagai keistimewaan dalam hakikat dan

    kenyataannya demikian. Perkawinan Nabi Muhammad Saw. dengan sekian banyak isteri jelas

    bukan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan seksual, karena isteri-isteri beliau itu pada umumnyaadalah janda-janda yang sedang atau segera akan memasuki usia senja. Di sisi lain, perlu disadari

    bahwa Rasul Saw. baru berpoligami setelah isteri pertamanya wafat. Perkawinan beliau dalam

    bentuk monogami itu berjalan selama 25 tahun. Setelah tiga atau empat tahun sesudah wafatnya

    isteri pertama beliau (Kahdijah) barulah beliau berpoligami (menggauli Aisyah Ra). Beliau

    ketika itu berusia sekitar 55 tahun, sedangkan beliau wafat dalam usia 63 tahun. Ini berarti beliau

    berpoligami hanya dalam waktu sekitar delapan tahun, jauh lebih pendek daripada hidup ber-

    monogami, baik dihitung berdasar masa kenabian lebih-lebih jika dihitung seluruh masa

    perkawinan beliau. Jika demikian, maka mengapa bukan masa yang lebih banyak itu yang

    diteladani? Mengapa juga tidak meneladaninya dalam memilih calon-calon isteri yang

    telah/hampir mencapai usia senja?

    Kendati penulis tidak sependapat dengan mereka yang ingin menutup mati pintu

    poligami, namun penulis menilai bahwa berpoligami bagaikan pintu darurat dalam pesawat

    udara, yang tidak dapat dibuka kecuali saat situasi sangat gawat dan setelah diizinkan oleh pilot.

    Yang membukanya pun haruslah mampu, karena itu tidak diperkenankan duduk di samping

    emergency door kecuali orang-orang tertentu.

    Sementara orang melarang poligami dengan alasan dampak buruk yang diakibatkannya.

    Longgarnya syarat, ditambah dengan rendahnya kesadaran dan pengetahuan tentang tujuan

    perkawinan, telah mengakibatkan mudhrat yang bukan saja menimpa isteriisteri yangseringkali saling cemburu berlebihan, tetapi juga menimpa anak-anak, baik akibat perlakuan ibu

    tiri maupun perlakuan ayahnya sendiri, bila sangat cenderung kepada salah satu isterinya.

    Perlakuan buruk yang dirasakan oleh anak dapat mengakibatkan hubungan antar anak-anak pun

    memburuk, bahkan sampai kepada memburuknya hubungan antar keluarga. Dampak buruk

    inilah yang mengantar sementara orang melarang poligami secara mutlak.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    6/14

    Tetapi, perlu diketahui bahwa poligami yang mengakibatkan dampak buruk yang

    dilukiskan di atas adalah yang dilakukan oleh mereka yang tidak mengikuti tuntunan hukum dan

    agama. Terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan hukum bukanlah alasan yang tepat untuk

    membatalkan ketentuan hukum itu, apalagi bila pembatalan tersebut mengakibatkan dampak

    buruk bagi masyarakat. Di sini perlu disadari bahwa dalam masyarakat yang melarang poligami

    atau menilainya buruk, baik di Timur lebih-lebih di Barat, telah mewabah hubungan seks tanpa

    nikah, muncul wanita-wanita simpanan, dan pernikahan-pernikahan di bawah tangan. Ini

    berdampak sangat buruk, lebih-lebih terhadap perempuan-perempuan.

    Di sini kalau kita membandingkan hal tersebut dengan poligami bersyarat, maka kita

    akan melihat betapa hal itu jauh lebih manusiawi dan bermoral dibanding dengan apa yang

    terjadi di tengah masyarakat yang melarang poligami.

    HUKUM POLIGAMI

    Syaikh bin Baz mengatakan [Majalah Al-Balagh, edisi 1028 Fatwa Ibnu Baz] :

    Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu, karena firmanNya Dan jika

    kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama

    kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga

    atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)

    seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat

    kepada tidak berbuat aniaya [An-Nisa : 3]

    Dan praktek Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu sendiri, dimana beliau

    mengawini sembilan wanita dan dengan mereka Allah memberikan manfaat besar bagi ummat

    ini. Yang demikian itu (sembilan istri) adalah khusus bagi beliau, sedang selain beliau

    dibolehkan berpoligami tidak lebih dari empat istri. Berpoligami itu mengandung banyak

    maslahat yang sangat besar bagi kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam secara

    keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai oleh semua pihak, tunduknya pandangan

    (ghaddul bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang banyak, lelaki dapat berbuat

    banyak untuk kemaslahatan dan kebaikan para istri dan melindungi mereka dari berbagai faktor

    penyebab keburukan dan penyimpangan.

    Tetapi orang yang tidak mampu berpoligami dan takut kalau tidak dapat berlaku adil,maka hendaknya cukup kawin dengan satu istri saja, karena Allah berfirman Kemudian jika

    kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. [An-Nisa : 3]

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    7/14

    TAFSIR AYAT POLIGAMI

    Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang

    saja [An-Nisa : 3]

    Dan dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Taala berfirman Dan kamu sekali-kalitidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu) walaupun kamu sangat ingin

    berbuat demikian [An-Nisa : 129]

    Dalam ayat yang pertama disyaratkan adil tetapi dalam ayat yang kedua ditegaskan

    bahwa untuk bersikap adail itu tidak mungkin. Apakah ayat yang pertama dinasakh (dihapus

    hukumnya) oleh ayat yang kedua yang berarti tidak boleh menikah kecuali hanya satu saja, sebab

    sikap adil tidak mungkin diwujudkan ?

    Mengenai hal ini, Syaikh bin Baz mengatakan [Fatawa Mar'ah. 2/62] :

    Dalam dua ayat tersebut tidak ada pertentangan dan ayat yang pertama tidak dinasakh

    oleh ayat yang kedua, akan tetapi yang dituntut dari sikap adil adalah adil di dalam membagi

    giliran dan nafkah. Adapun sikap adil dalam kasih sayang dan kecenderungan hati kepada para

    istri itu di luar kemampuan manusia, inilah yang dimaksud dengan firman Allah Subhanahu wa

    Taala Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu)

    walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian [An-Nisa : 129]

    Oleh sebab itu ada sebuah hadits dari Aisyah Radhiallahu anha bahwasanya Rasulullah

    Shallallahu alaihi wa sallam telah membagi giliran di antara para istrinya secara adil, lalu

    mengadu kepada Allah Subhanahu wa Taala dalam doa: Ya Allah inilah pembagian

    giliran yang mampu aku penuhi dan janganlah Engkau mencela apa yang tidak mampu

    aku lakukan [Hadits Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh

    Ibnu Hibban dan Hakim]

    KERIDHAAN ISTRI TIDAK MENJADI SYARAT DI DALAM PERNIKAHAN KEDUA

    Syaikh bin Baz mengatakan [Fatwa Ibnu Baz : Majalah Al-Arabiyah, edisi 168] :

    Jika realitasnya kita sanggup untuk menikah lagi, maka boleh kita menikah lagi untuk

    yang kedua, ketiga dan keempat sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anda untuk menjaga

    kesucian kehormatan dan pandangan mata anda, jikalau anda memang mampu untuk berlaku

    adil, sebagai pengamalan atas firman Allah Subhanahu wa Taala Dan jika kamu takut tidak

    akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu

    mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau

    empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)

    seorang saja [An-Nisa : 3]

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    8/14

    Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Wahai sekalian pemuda,

    barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah, karena

    menikah itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji ;

    dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa dapat

    menjadi benteng baginya [Muttafaq Alaih]

    Menikah lebih dari satu juga dapat menyebabkan banyak keturunan, sedangkan Syariat

    Islam menganjurkan memperbanyak anak keturunan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu

    alaihi wa sallam Kawinilah wanita-wanita yang penuh kasih sayang lagi subur (banyak

    anak), karena sesungguhnya aku akan menyaingi umat-umat yang lain dengan bilangan

    kalian pada hari kiamat kelak [Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban]

    Yang dibenarkan agama bagi seorang istri adalah tidak menghalang-halangi suaminya

    menikah lagi dan bahkan mengizinkannya. Selanjutnya hendak kita berlaku adil semaksimal

    mungkin dan melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya terhadap istri-istri kita. Semua hal

    diatas adalah merupakan bentuk saling tolong menolong di dalam kebaikan dan ketaqwaan.

    Allah Subhanahu wa Taala telah berfirman Dan saling tolong menolong kamu di dalam

    kebajikan dan taqwa [Al-Maidah : 2]

    Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Dan Allah akan menolong seorang

    hamba selagi ia suka menolong saudaranya [Riwayat Imam Muslim]

    Anda adalah saudara seiman bagi istri anda, dan istri anda adalah saudara seiman anda.

    Maka yang benar bagi anda berdua adalah saling tolong menolong di dalam kebaikan. Dalam

    sebuah hadits yang muttafaq alaih bersumber dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhumabahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Barangsiapa yang

    menunaikan keperluan saudaranya, niscaya Allah menunaikan keperluannya

    Akan tetapi keridhaan istri itu bukan syarat di dalam boleh atau tidaknya poligami

    (menikah lagi), namun keridhaannya itu diperlukan agar hubungan di antara kamu berdua tetap

    baik.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    9/14

    BERPOLIGAMI BAGI ORANG YANG MEMPUNYAI TANGGUNGAN ANAK-ANAK

    YATIM

    Ada sebagian orang yang berkata, sesungguhnya menikah lebih dari satu itu tidak

    dibenarkan kecuali bagi laki-laki yang mempunyai tanggungan anak-anak yatim dan ia takut

    tidak dapat berlaku adil, maka ia menikah dengan ibunya atau dengan salah satu putrinya

    (perempuan yatim). Mereka berdalil dengan firman Allah Dan jika kamu takut tidak akan

    dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),

    maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat [An-Nisa :

    3]

    Syaikh bin Baz mengatakan [Fatwa Ibnu Baz, di dalam Majalah Al-Arabiyah, edisi 83]:

    Ini adalah pendapat yang bathil. Arti ayat suci di atas adalah bahwasanya jika seorang

    anak perempuan yatim berada di bawah asuhan seseorang dan ia merasa takut kalau tidak bisa

    memberikan mahar sepadan kepadanya, maka hendaklah mencari perempuan lain, sebab

    perempuan itu banyak dan Allah tidak mempersulit hal itu terhadapnya.

    Ayat diatas memberikan arahan tentang boleh (disyariatkan)nya menikahi dua, tiga atau

    empat istri, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam menjaga kehormatan, memalingkan

    pandangan mata dan memelihara kesucian diri, dan karena merupakan pemeliharaan terhadap

    kehormatan kebanyak kaum wanita, perbuatan ikhsan kepada mereka dan pemberian nafkah

    kepada mereka.

    Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya perempuan yang mempunyai separoh laki-laki

    (suami), sepertiganya atau seperempatnya itu lebih baik daripada tidak punya suami sama sekali.

    Namun dengan syarat adil dan mampu untuk itu. Maka barangsiapa yang takut tidak dapat

    berlaku adil hendaknya cukup menikahi satu istri saja dengan boleh mempergauli budak-budak

    perempuan yang dimilikinya. Hal ini ditegaskan oleh praktek yang dilakukan oleh Rasulullah

    Shallallahu alaihi wa sallam dimana saat beliau wafat meninggalkan sembilan orang istri. Dan

    Allah telah berfirman Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada Rasulullah suri teladan

    yang baik [Al-Ahzab : 21]

    Hanya saja Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada ummat

    Islam (dalam hal ini adalah kaum laki-laki, pent) bahwa tidak seorangpun boleh menikah lebihdari empat istri. Jadi, meneladani Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam menikah adalah

    menikah dengan empat istri atau kurang, sedangkan selebihnya itu merupakan hukum khusus

    bagi beliau.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    10/14

    TUJUAN & TALI TEMALI PERKAWINAN

    Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang lelaki dan seorang perempuan

    untuk hidup bersama. Dalam bahasa agama Islam, ia dinamai aqd nikah. Kata aqd berarti

    ikatan, sedang nikh berarti penyatuan.

    Perkawinan yang merupakan ikatan batin itu memiliki tali temali dari tiga rangkaian

    pengikat: Pertama, cinta atau mawaddah, menurut bahasa kitab suci al-Quran. Mawaddah adalah

    cinta yang disertai dengan kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Karena

    itu, yang bersemai mawaddah dalam hatinya tidak lagi akan memutuskan hubungan, ini

    disebabkan oleh karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan, sehingga pintu-pintu

    hatinya telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin (yang mungkin datang dari

    pasangannya).

    Kedua, Rahmah. Ia adalah kondisi psikologis yang muncul di dalam hati karena

    menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan

    pemberdayaan. Rahmat menghasilkan kesabaran, murah hati. Rahmat diperlukan sebagai

    pengikat perkawinan. Karena, betapapun hebatnya seseorang, ia pasti memiliki kelemahan, dan

    betapa pun lemahnya seseorang, pasti ada juga unsur kekuatannya. Suami dan istri tidak luput

    dari keadaan demikian, sehingga suami dan istri harus berusaha untuk saling melengkapi. Di

    samping itu, bisa jadi potensi mawaddah yang terdapat dalam lubuk hati setiap suami atau isteri,

    belum terasah dengan baik. Sehingga, mawaddah belum mencapai tingkat yang dapat menjamin

    kelanggengan hubungan harmonis. Bisa jadi, juga ada unsur lain katakanlah kelahiran anak

    yang menjadikan mawaddah mengalami erosi . Nah, di sinilah faktor rahmat berperanan.

    Rahmat walau tanpa cinta mempunyai peranan yang sangat besar dalam

    membendung kebutuhan pribadi dan berkorban. Seorang suami boleh jadi mendambakan anak,

    tetapi isterinya mandul. Atau, bisa jadi dorongan seksualnya tidak terpenuhi melalui seorang

    isteri, sehingga mendorongnya berpoligami. Tetapi, jika ia menyadari bahwa hal tersebut akan

    sangat menyakitkan isterinya, maka rahmat yang menghiasi dirinya terhadap isterinya

    membendung keinginan tersebut. Ketika itu, si suami akan berkorban demi mawaddah dan

    kasihnya. Demikian juga dapat terjadi pada isteri, ia akan merasakan kepedihan karena

    kebutuhan suami atau keinginannya yang tidak terpenuhi, sehingga rahmat yang terhunjam

    dalam jiwanya akan mengundangnya berkorban dan menutup mata.

    Ketiga, Amanah. Amanah berasal dari akar kata yang sama dengan kata aman, yang

    bermakna tenteram. Juga, sama dengan kata iman yang berarti percaya. Ketiganya

    berbeda, tetapi dalam saat yang sama masing-masing memilikinya.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    11/14

    Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman dari

    pemberinya karena kepercayaannya bahwa apa yang diamanatkan itu akan dipelihara dengan

    baik, serta aman keberadaannya di tangan yang diberi amanat itu.

    Isteri adalah amanah di pelukan sang suami dan suami pun amanah di pelukan sang istri.

    Tidak mungkin orang tua dan keluarga masing-masing akan merestui perkawinan tanpa adanya

    rasa percaya dan aman itu. Suami, demikian juga isteri, tidak akan menjalin hubungan kecuali

    jika masing-masing merasa aman dan percaya kepada pasangannya. Perkawinan bukan hanya

    amanat dari mereka, tetapi juga amanat dari Tuhan Yang Mahakuasa.

    Ketiga hal tersebut yang melahirkan sakinah (ketenangan batin) yang merupakan tujuan

    perkawinan. Sekali lagi, di sini ditemukan penghalang bagi poligami, karena dengan berpoligami

    terjadi keresahan, khususnya bagi mereka yang peka terhdap rasa keadilannya.

    Pakar hukum Islam Mesir, Abu Zahrah, dalam bukunya Al-Ahwl Asy-Syakhshiyyah

    menegaskan bahwa tidak terdapat dalam teks ayat al-Quran yang menghalangi pemerintah

    menetapkan syarat-syarat yang mengantar kepada keadilan, pergaulan baik, dan kewajiban infak

    dalam hal perkawinan. Tidak ada teks keagamaan yang melarang untuk menempuh jalan itu.

    Yang ingin penulis kemukakan dengan kutipan di atas, bahwa banyak jalan yang dapat

    ditempuh guna menghalangi ketidakadilan terhadap perempuan, termasuk dalam hal poligami,

    tanpa harus mengorbankan teks atau memberinya penafsiran yang sama sekali tidak sejalan

    dengan kandungannya.

    KAWIN SIRRI

    Dalam ajaran Islam, pernikahan tidak boleh dilakukan secara diam-diam, tanpa saksi-

    saksi, bahkan seharusnya atau paling tidak dengan restu wali. Islam menganjurkan agar

    dilakukan pesta , walau sederhana, dan dirayakan dengan bunyi-bunyian (musik). Karena itu

    pula, siapa yang diundang ke walimah (pesta pernikahan), maka dia sangat dianjurkan untuk

    menghadirinya. Jika dia tidak berpuasa, maka hendaklah dia makan, tapi bila berpusa cukup

    menghadirinya saja. Ini bukan saja untuk menampakkan kegembiraan dengan terjalinnya

    pernikahan itu, tetapi juga sebagai kesaksian, sehingga dapat menampik sekian banyak isu

    negatif yang boleh jadi muncul atau penganiayaan yang dapat terjadi atas salah satu pasangan.

    Saksi pernikahan minimal dua orang. Memang terjadi perbedaan pendapat, apakah jika

    telah hadir dua orang saksi pernikahan, lalu mereka diminta untuk merahasiakan pernikahan itu,

    apakah ini termasuk nikah sirri atau bukan? Imam Malik berpendapat bahwa itu termasuk

    perkawinan sirri, yakni terlarang. Pendapat ini sangat logis dan tepat karena sejalan dengan

    fungsi penyebarluasan berita perkawinan serta lebih mendukung penampikan isu-isu negatif

    terhadap pasangan lelaki dan perempuan.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    12/14

    Dengan diumumkannya perkawinan, maka tidak juga akan hilang hak-hak masing-

    masing jika seandainya terjadi perceraian, baik perceraian mati maupun perceraian hidup. Hak

    anak yang dilahirkan pun akan menjadi jelas siapa orang tuanya. Dalam kompilasi Hukum Islam

    yang berlaku di Indonesia, diharuskan adanya pencatatan pernikahan demi terjaminnya

    ketertiban dan menghalangi terjadinya persengketaan tanpa penyelesaian. Hal ini berlaku hampir

    di seluruh negeri bermasyarakat Islam.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    13/14

    Daftar Referensi:

    1. Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad

    Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq2. Dari Note Sahabat kami, Gus Im (Imam Puji Hartono)-Jakarta, 2 Maret 2010, setelah

    proses sunting tanpa izin dari dari makalah M. Quraish Shihab pada Semiloka SehariPoligami di Mata Kita yang diselenggarakan di Denpasar oleh BKOW Daerah Bali

    pada tanggal 26 Mei 2007 dalam rangka Hari Kartini.

  • 8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho

    14/14