Upload
bagoes-nugroho
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
1/14
MAKALAH MUAMALAH
HUKUM POLIGAMI DAN KAWIN SIRRI DALAM ISLAM
DISUSUN OLEH :
Bagus Nugroho 0704015033
KELAS : D
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2011
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
2/14
Poligami dan kawin sirri, sebuah istilah yang tak kunjung basi mewakili keadaan yang
tak lekang dibahas hingga kini. Dengan perubahan keragaman jaman dan sudut pandang, hal
yang satu ini menjadi tak bosan tuk dijadikan bahan pembicaraaan. Berikut kami share sebuah
tulisan yang diambil langsung dari Note sahabat kami di FB, Gus Im (Imam Puji Hartono), yang
mana tulisan ini Beliau dokumentasikan dari hasil karya dari Ustadz Quraish Shihab tentang
Poligami dan Kawin Sirri Menurut Islam. Tulisan yang diambil dari makalah beliau pada
Semiloka Sehari Poligami di Mata Kita yang diselenggarakan di Denpasar tahun 2007 lalu.
Semoga menjadi tambahan referensi dan penjelasan dari informasi yang selama ini kita dapatkan
tentang poligami dan kawin sirri menurut Islam. Selamat Membaca.
POLIGAMI DAN KAWIN SIRRI MENURUT ISLAM
Oleh : M. Quraish Shihab
Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang lelaki dan seorang perempuan
untuk hidup bersama. Dalam bahasa agama Islam, ia dinamai aqd nikah. Perkawinan yang
merupakan ikatan batin itu memiliki tali temali dari tiga rangkaian pengikat: Cinta (mawaddah),
Rahmah (kondisi psikologis yang muncul di dalam hati untuk melakukan pemberdayaan), &
Amanah (ketenteraman).
PENDAHULUAN
Poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ikatan perkawinan yang salah
satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Kata
tersebut dapat mencakup pologini yakni sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria
mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama, maupun sebaliknya, yakni poliandri, dimana seorang wanita memiliki/mengawini sekian banyak lelaki.
Poligami dalam kedua makna di atas dahulu kala dikenal oleh masyarakat umat manusia,
tetapi kemudian agama dan budaya melarang poliandri dan masih membuka pintu untuk
terlaksananya poligami.
Makalah ini akan membahas poligami secara terbatas, bukan poliandri, bukan saja karena
secara umum orang memahami kata poligami dalam arti terbatas itu, tetapi juga karena poliandri
tidak dikenal dalam masyarakat beradab, apalagi masyarakat Indonesia.
Poligami dahulu dilakukan oleh banyak lelaki terhormat, serta diterima tanpa menggerutu
oleh perempuan-perempuan yang dimadu. Sementara orang berkata bahwa poligami lahir akibat
penguasaan dan penindasan lelaki atas perempuan. Tetapi pendapat ini tidak sepenuhnya benar,
karena sejarah umat manusia pun pernah mengenal dan membenarkan sistem poliandri.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
3/14
Will Durant sejarawan Amerika dalam bukunya The Lesson of History menunjuk antara
lain Tibet, sebagai lokasi maraknya poliandri. Nah apakah ini berarti bahwa di sana terjadi
dominasi kekuasaan perempuan atas lelaki?
Ternyata tidak! Kondisi perempuan di Barat pada abad-abad pertengahan tidak lebih baik
kalau enggan berkata lebih buruk daripada kondisi perempuan di Timur, sebagaimana
diakui oleh penulis-penulis Barat yang objektif. Namun demikian, mengapa poligami di Barat
tidak semarak di Timur? Jadi, masalahnya bukan akibat penindasan lelaki atas perempuan,
apalagi bukankah sekian banyak perempuan yang dijadikan isteri kedua atau ketiga, justru secara
sadar dan suka rela bersedia untuk dimadu ? Seandainya mereka dahulu atau kini tidak
bersedia, pasti jumlah lelaki yang berpoligami akan sangat sedikit.
Agaknya poligami marak pada masa lalu karena nurani dan rasa keadilan lelaki
maupun perempuan tidak terusik olehnya. Kini rasa keadilan berkembang sedemikian rupa
akibat maraknya seruan HAM dan persamaan gender, sehingga mengantar kepada perubahan
pandangan terhadap banyak hal, termasuk poligami. Apalagi, ketergantungan perempuam kepada
lelaki tidak lagi serupa dengan masa lalu akibat pencerahan dan kemajuan yang diraih
perempuan dalam berbagai bidang.
POLIGAMI & AGAMA-AGAMA
Secara umum dapat dikatakan bahwa poligami pada dasarnya dibenarkan oleh agama-
agama. Dalam Perjanjian Lama misalnya disebutkan bahwa Nabi Sulaiman memiliki tujuh
ratus isteri bangsawan dan tiga ratus gundik (Perjanjian Lama, Raja-Raja I-11-4). Nabi Ibrahim
juga berpoligami, paling tidak beliau memiliki dua orang isteri. Gereja-gereja di Eropa punmengakui poligami hingga akhir abad XVII atau awal abad XVIII. Ini karena tidak ada teks yang
jelas dalam Perjanjian Baru yang melarang poligami. Bahkan, kalau kita menyatakan bahwa
dalam Perjanjian Lama poligami dibenarkan, terbukti antara lain dengan apa yang dikutip di atas,
sedang Nabi Isa As. tidak datang untuk membatalkan Perjanjian Lama, sebagaimana pernyataan
beliau sendiri (Baca Matius V-17), maka itu berarti beliau juga membenarkannya.
Sekian banyak alasan logika yang dikemukakan oleh para pendukung poligami
menyangkut bolehnya poligami. Mereka berkata Perbandingan jumlah lelaki dan perempuan
menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak, baik karena kelahiran dan ketangguhan wanita
menghadapi penyakit, maupun karena dampak peperangan yang mengakibatkan banyaknyalelaki yang gugur.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
4/14
Di sisi lain, kemandulan atau penyakit parah merupakan satu kemungkinan yang dapat
terjadi bagi siapapun? Ketika itu, apakah jalan keluar yang diusulkan menghadapi kasus
demikian? Bagaimana menyalurkan kebutuhan biologis seorang lelaki untuk memperoleh
keturunan? Menahannya sehingga menimbulkan stess atau berhubungan gelap dengan
perempuan lain, atau kawin secara sah (berpoligami) tetapi dengan syarat adil dan baik-baik?
Tentu saja, alasan-alasan di atas dapat didiskusikan sehingga bisa saja diterima atau ditolak
sesuai dengan pandangan dasar masing-masing atau agama dan budaya yang dianutnya.
ISLAM dan POLIGAMI
Islam pada dasarnya membolehkan poligami berdasarkan firman-Nya: Dan jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan (yatim), maka kawinilah apa yang kamu
senangi dari wanita-wanita (lain): dua-dua, tiga-tiga atau empat-empat. Lalu, jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak wanita yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nis[4}: 3 ).
Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi pada ayat di atas: Pertama, ayat ini tidak
membuat peraturan baru tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh
penganut berbagai syariat agama dan adat istiadat masyarakat. Ia tidak juga menganjurkan
apalagi mewajibkanya. Ia, hanya berbicara tentang bolehnya poligami bagi orang-orang dengan
kondisi tertentu. Itu pun diakhiri dengan anjuran untuk ber-monogami dengan firman-Nya:
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Adalah wajar bagi satu perundangan, apalagi agama yang bersifat universal dan berlaku
untuk setiap waktu dan tempat , untuk mempersiapkan ketetapan hukum bagi kasus yang bisajadi terjadi satu ketika, walaupun baru merupakan kemungkinan.
Seandainya ayat itu berupa anjuran, pastilah Tuhan menciptakan perempuan empat kali
lipat dari jumlah lelaki, karena tidak ada arti Anda apalagi Tuhan menganjurkan sesuatu,
kalau apa yang dianjurkan itu tidak tersedia. Ayat ini hanya memberi wadah bagi mereka yang
memerlukannya ketika menghadapi kondisi atau kasus tertentu, seperti yang dikemukakan
contohnya di atas. Tentu saja, masih bisa ada kondisi atau kasus selain yang disebut itu, yang
juga merupakan alasan logis untuk mengunci mati pintu poligami yang dibenarkan dengan syarat
yang tidak ringan itu. Bahkan, dapat dikatakan bahwa kondisi dan situasi apapun yang
dibenarkan itu tidak mengandung makna anjuran berpoligami. Justru sebaliknya, tuntunan dantujuan perkawinan dapat dinilai ajakan untuk tidak berpoligami, apapun kondisi dan situasi yang
dihadapi oleh suami-isteri, sebagaimana akan disinggung nanti.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
5/14
Kedua, firman-Nya jika kamu takut mengandung makna jika kamu mengetahui. Ini
berarti siapa yang yakin atau menduga, bahkan menduga keras, tidak akan berlaku adil terhadap
isteri-isterinya, yang yatim maupun yang bukan, maka mereka itu tidak diperkenankan
melakukan poligami. Yang diperkenankan hanyalah yang yakin atau menduga keras dapat
berlaku adil. Yang ragu, apakah bisa berlaku adil atau tidak, sayogianya tidak diizinkan
berpoligami.
Kita tidak dapat membenarkan siapa yang berkata bahwa poligami adalah anjuran,
dengan alasan bahwa Nabi Muhammad Saw. kawin lebih dari satu, karena tidak semua yang
dilakukan Rasul perlu diteladani, sebagaimana tidak semua yang wajib atau terlarang bagi beliau,
wajib dan terlarang pula bagi umatnya. Memang tidak jarang bagi yang menyandang tugas
tertentu, memperoleh kelebihan-kelebihan, baik kewajiban maupun hak. Itu adalah konsekuensi
dari tugas yang diemban. Belum tentu, apa yang terlihat sebagai keistimewaan dalam hakikat dan
kenyataannya demikian. Perkawinan Nabi Muhammad Saw. dengan sekian banyak isteri jelas
bukan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan seksual, karena isteri-isteri beliau itu pada umumnyaadalah janda-janda yang sedang atau segera akan memasuki usia senja. Di sisi lain, perlu disadari
bahwa Rasul Saw. baru berpoligami setelah isteri pertamanya wafat. Perkawinan beliau dalam
bentuk monogami itu berjalan selama 25 tahun. Setelah tiga atau empat tahun sesudah wafatnya
isteri pertama beliau (Kahdijah) barulah beliau berpoligami (menggauli Aisyah Ra). Beliau
ketika itu berusia sekitar 55 tahun, sedangkan beliau wafat dalam usia 63 tahun. Ini berarti beliau
berpoligami hanya dalam waktu sekitar delapan tahun, jauh lebih pendek daripada hidup ber-
monogami, baik dihitung berdasar masa kenabian lebih-lebih jika dihitung seluruh masa
perkawinan beliau. Jika demikian, maka mengapa bukan masa yang lebih banyak itu yang
diteladani? Mengapa juga tidak meneladaninya dalam memilih calon-calon isteri yang
telah/hampir mencapai usia senja?
Kendati penulis tidak sependapat dengan mereka yang ingin menutup mati pintu
poligami, namun penulis menilai bahwa berpoligami bagaikan pintu darurat dalam pesawat
udara, yang tidak dapat dibuka kecuali saat situasi sangat gawat dan setelah diizinkan oleh pilot.
Yang membukanya pun haruslah mampu, karena itu tidak diperkenankan duduk di samping
emergency door kecuali orang-orang tertentu.
Sementara orang melarang poligami dengan alasan dampak buruk yang diakibatkannya.
Longgarnya syarat, ditambah dengan rendahnya kesadaran dan pengetahuan tentang tujuan
perkawinan, telah mengakibatkan mudhrat yang bukan saja menimpa isteriisteri yangseringkali saling cemburu berlebihan, tetapi juga menimpa anak-anak, baik akibat perlakuan ibu
tiri maupun perlakuan ayahnya sendiri, bila sangat cenderung kepada salah satu isterinya.
Perlakuan buruk yang dirasakan oleh anak dapat mengakibatkan hubungan antar anak-anak pun
memburuk, bahkan sampai kepada memburuknya hubungan antar keluarga. Dampak buruk
inilah yang mengantar sementara orang melarang poligami secara mutlak.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
6/14
Tetapi, perlu diketahui bahwa poligami yang mengakibatkan dampak buruk yang
dilukiskan di atas adalah yang dilakukan oleh mereka yang tidak mengikuti tuntunan hukum dan
agama. Terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan hukum bukanlah alasan yang tepat untuk
membatalkan ketentuan hukum itu, apalagi bila pembatalan tersebut mengakibatkan dampak
buruk bagi masyarakat. Di sini perlu disadari bahwa dalam masyarakat yang melarang poligami
atau menilainya buruk, baik di Timur lebih-lebih di Barat, telah mewabah hubungan seks tanpa
nikah, muncul wanita-wanita simpanan, dan pernikahan-pernikahan di bawah tangan. Ini
berdampak sangat buruk, lebih-lebih terhadap perempuan-perempuan.
Di sini kalau kita membandingkan hal tersebut dengan poligami bersyarat, maka kita
akan melihat betapa hal itu jauh lebih manusiawi dan bermoral dibanding dengan apa yang
terjadi di tengah masyarakat yang melarang poligami.
HUKUM POLIGAMI
Syaikh bin Baz mengatakan [Majalah Al-Balagh, edisi 1028 Fatwa Ibnu Baz] :
Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu, karena firmanNya Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama
kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya [An-Nisa : 3]
Dan praktek Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu sendiri, dimana beliau
mengawini sembilan wanita dan dengan mereka Allah memberikan manfaat besar bagi ummat
ini. Yang demikian itu (sembilan istri) adalah khusus bagi beliau, sedang selain beliau
dibolehkan berpoligami tidak lebih dari empat istri. Berpoligami itu mengandung banyak
maslahat yang sangat besar bagi kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam secara
keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai oleh semua pihak, tunduknya pandangan
(ghaddul bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang banyak, lelaki dapat berbuat
banyak untuk kemaslahatan dan kebaikan para istri dan melindungi mereka dari berbagai faktor
penyebab keburukan dan penyimpangan.
Tetapi orang yang tidak mampu berpoligami dan takut kalau tidak dapat berlaku adil,maka hendaknya cukup kawin dengan satu istri saja, karena Allah berfirman Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. [An-Nisa : 3]
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
7/14
TAFSIR AYAT POLIGAMI
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja [An-Nisa : 3]
Dan dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Taala berfirman Dan kamu sekali-kalitidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu) walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian [An-Nisa : 129]
Dalam ayat yang pertama disyaratkan adil tetapi dalam ayat yang kedua ditegaskan
bahwa untuk bersikap adail itu tidak mungkin. Apakah ayat yang pertama dinasakh (dihapus
hukumnya) oleh ayat yang kedua yang berarti tidak boleh menikah kecuali hanya satu saja, sebab
sikap adil tidak mungkin diwujudkan ?
Mengenai hal ini, Syaikh bin Baz mengatakan [Fatawa Mar'ah. 2/62] :
Dalam dua ayat tersebut tidak ada pertentangan dan ayat yang pertama tidak dinasakh
oleh ayat yang kedua, akan tetapi yang dituntut dari sikap adil adalah adil di dalam membagi
giliran dan nafkah. Adapun sikap adil dalam kasih sayang dan kecenderungan hati kepada para
istri itu di luar kemampuan manusia, inilah yang dimaksud dengan firman Allah Subhanahu wa
Taala Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu)
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian [An-Nisa : 129]
Oleh sebab itu ada sebuah hadits dari Aisyah Radhiallahu anha bahwasanya Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam telah membagi giliran di antara para istrinya secara adil, lalu
mengadu kepada Allah Subhanahu wa Taala dalam doa: Ya Allah inilah pembagian
giliran yang mampu aku penuhi dan janganlah Engkau mencela apa yang tidak mampu
aku lakukan [Hadits Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh
Ibnu Hibban dan Hakim]
KERIDHAAN ISTRI TIDAK MENJADI SYARAT DI DALAM PERNIKAHAN KEDUA
Syaikh bin Baz mengatakan [Fatwa Ibnu Baz : Majalah Al-Arabiyah, edisi 168] :
Jika realitasnya kita sanggup untuk menikah lagi, maka boleh kita menikah lagi untuk
yang kedua, ketiga dan keempat sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anda untuk menjaga
kesucian kehormatan dan pandangan mata anda, jikalau anda memang mampu untuk berlaku
adil, sebagai pengamalan atas firman Allah Subhanahu wa Taala Dan jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja [An-Nisa : 3]
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
8/14
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Wahai sekalian pemuda,
barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah, karena
menikah itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji ;
dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa dapat
menjadi benteng baginya [Muttafaq Alaih]
Menikah lebih dari satu juga dapat menyebabkan banyak keturunan, sedangkan Syariat
Islam menganjurkan memperbanyak anak keturunan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam Kawinilah wanita-wanita yang penuh kasih sayang lagi subur (banyak
anak), karena sesungguhnya aku akan menyaingi umat-umat yang lain dengan bilangan
kalian pada hari kiamat kelak [Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban]
Yang dibenarkan agama bagi seorang istri adalah tidak menghalang-halangi suaminya
menikah lagi dan bahkan mengizinkannya. Selanjutnya hendak kita berlaku adil semaksimal
mungkin dan melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya terhadap istri-istri kita. Semua hal
diatas adalah merupakan bentuk saling tolong menolong di dalam kebaikan dan ketaqwaan.
Allah Subhanahu wa Taala telah berfirman Dan saling tolong menolong kamu di dalam
kebajikan dan taqwa [Al-Maidah : 2]
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Dan Allah akan menolong seorang
hamba selagi ia suka menolong saudaranya [Riwayat Imam Muslim]
Anda adalah saudara seiman bagi istri anda, dan istri anda adalah saudara seiman anda.
Maka yang benar bagi anda berdua adalah saling tolong menolong di dalam kebaikan. Dalam
sebuah hadits yang muttafaq alaih bersumber dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhumabahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Barangsiapa yang
menunaikan keperluan saudaranya, niscaya Allah menunaikan keperluannya
Akan tetapi keridhaan istri itu bukan syarat di dalam boleh atau tidaknya poligami
(menikah lagi), namun keridhaannya itu diperlukan agar hubungan di antara kamu berdua tetap
baik.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
9/14
BERPOLIGAMI BAGI ORANG YANG MEMPUNYAI TANGGUNGAN ANAK-ANAK
YATIM
Ada sebagian orang yang berkata, sesungguhnya menikah lebih dari satu itu tidak
dibenarkan kecuali bagi laki-laki yang mempunyai tanggungan anak-anak yatim dan ia takut
tidak dapat berlaku adil, maka ia menikah dengan ibunya atau dengan salah satu putrinya
(perempuan yatim). Mereka berdalil dengan firman Allah Dan jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat [An-Nisa :
3]
Syaikh bin Baz mengatakan [Fatwa Ibnu Baz, di dalam Majalah Al-Arabiyah, edisi 83]:
Ini adalah pendapat yang bathil. Arti ayat suci di atas adalah bahwasanya jika seorang
anak perempuan yatim berada di bawah asuhan seseorang dan ia merasa takut kalau tidak bisa
memberikan mahar sepadan kepadanya, maka hendaklah mencari perempuan lain, sebab
perempuan itu banyak dan Allah tidak mempersulit hal itu terhadapnya.
Ayat diatas memberikan arahan tentang boleh (disyariatkan)nya menikahi dua, tiga atau
empat istri, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam menjaga kehormatan, memalingkan
pandangan mata dan memelihara kesucian diri, dan karena merupakan pemeliharaan terhadap
kehormatan kebanyak kaum wanita, perbuatan ikhsan kepada mereka dan pemberian nafkah
kepada mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya perempuan yang mempunyai separoh laki-laki
(suami), sepertiganya atau seperempatnya itu lebih baik daripada tidak punya suami sama sekali.
Namun dengan syarat adil dan mampu untuk itu. Maka barangsiapa yang takut tidak dapat
berlaku adil hendaknya cukup menikahi satu istri saja dengan boleh mempergauli budak-budak
perempuan yang dimilikinya. Hal ini ditegaskan oleh praktek yang dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam dimana saat beliau wafat meninggalkan sembilan orang istri. Dan
Allah telah berfirman Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada Rasulullah suri teladan
yang baik [Al-Ahzab : 21]
Hanya saja Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada ummat
Islam (dalam hal ini adalah kaum laki-laki, pent) bahwa tidak seorangpun boleh menikah lebihdari empat istri. Jadi, meneladani Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam menikah adalah
menikah dengan empat istri atau kurang, sedangkan selebihnya itu merupakan hukum khusus
bagi beliau.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
10/14
TUJUAN & TALI TEMALI PERKAWINAN
Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang lelaki dan seorang perempuan
untuk hidup bersama. Dalam bahasa agama Islam, ia dinamai aqd nikah. Kata aqd berarti
ikatan, sedang nikh berarti penyatuan.
Perkawinan yang merupakan ikatan batin itu memiliki tali temali dari tiga rangkaian
pengikat: Pertama, cinta atau mawaddah, menurut bahasa kitab suci al-Quran. Mawaddah adalah
cinta yang disertai dengan kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Karena
itu, yang bersemai mawaddah dalam hatinya tidak lagi akan memutuskan hubungan, ini
disebabkan oleh karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan, sehingga pintu-pintu
hatinya telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin (yang mungkin datang dari
pasangannya).
Kedua, Rahmah. Ia adalah kondisi psikologis yang muncul di dalam hati karena
menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan
pemberdayaan. Rahmat menghasilkan kesabaran, murah hati. Rahmat diperlukan sebagai
pengikat perkawinan. Karena, betapapun hebatnya seseorang, ia pasti memiliki kelemahan, dan
betapa pun lemahnya seseorang, pasti ada juga unsur kekuatannya. Suami dan istri tidak luput
dari keadaan demikian, sehingga suami dan istri harus berusaha untuk saling melengkapi. Di
samping itu, bisa jadi potensi mawaddah yang terdapat dalam lubuk hati setiap suami atau isteri,
belum terasah dengan baik. Sehingga, mawaddah belum mencapai tingkat yang dapat menjamin
kelanggengan hubungan harmonis. Bisa jadi, juga ada unsur lain katakanlah kelahiran anak
yang menjadikan mawaddah mengalami erosi . Nah, di sinilah faktor rahmat berperanan.
Rahmat walau tanpa cinta mempunyai peranan yang sangat besar dalam
membendung kebutuhan pribadi dan berkorban. Seorang suami boleh jadi mendambakan anak,
tetapi isterinya mandul. Atau, bisa jadi dorongan seksualnya tidak terpenuhi melalui seorang
isteri, sehingga mendorongnya berpoligami. Tetapi, jika ia menyadari bahwa hal tersebut akan
sangat menyakitkan isterinya, maka rahmat yang menghiasi dirinya terhadap isterinya
membendung keinginan tersebut. Ketika itu, si suami akan berkorban demi mawaddah dan
kasihnya. Demikian juga dapat terjadi pada isteri, ia akan merasakan kepedihan karena
kebutuhan suami atau keinginannya yang tidak terpenuhi, sehingga rahmat yang terhunjam
dalam jiwanya akan mengundangnya berkorban dan menutup mata.
Ketiga, Amanah. Amanah berasal dari akar kata yang sama dengan kata aman, yang
bermakna tenteram. Juga, sama dengan kata iman yang berarti percaya. Ketiganya
berbeda, tetapi dalam saat yang sama masing-masing memilikinya.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
11/14
Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman dari
pemberinya karena kepercayaannya bahwa apa yang diamanatkan itu akan dipelihara dengan
baik, serta aman keberadaannya di tangan yang diberi amanat itu.
Isteri adalah amanah di pelukan sang suami dan suami pun amanah di pelukan sang istri.
Tidak mungkin orang tua dan keluarga masing-masing akan merestui perkawinan tanpa adanya
rasa percaya dan aman itu. Suami, demikian juga isteri, tidak akan menjalin hubungan kecuali
jika masing-masing merasa aman dan percaya kepada pasangannya. Perkawinan bukan hanya
amanat dari mereka, tetapi juga amanat dari Tuhan Yang Mahakuasa.
Ketiga hal tersebut yang melahirkan sakinah (ketenangan batin) yang merupakan tujuan
perkawinan. Sekali lagi, di sini ditemukan penghalang bagi poligami, karena dengan berpoligami
terjadi keresahan, khususnya bagi mereka yang peka terhdap rasa keadilannya.
Pakar hukum Islam Mesir, Abu Zahrah, dalam bukunya Al-Ahwl Asy-Syakhshiyyah
menegaskan bahwa tidak terdapat dalam teks ayat al-Quran yang menghalangi pemerintah
menetapkan syarat-syarat yang mengantar kepada keadilan, pergaulan baik, dan kewajiban infak
dalam hal perkawinan. Tidak ada teks keagamaan yang melarang untuk menempuh jalan itu.
Yang ingin penulis kemukakan dengan kutipan di atas, bahwa banyak jalan yang dapat
ditempuh guna menghalangi ketidakadilan terhadap perempuan, termasuk dalam hal poligami,
tanpa harus mengorbankan teks atau memberinya penafsiran yang sama sekali tidak sejalan
dengan kandungannya.
KAWIN SIRRI
Dalam ajaran Islam, pernikahan tidak boleh dilakukan secara diam-diam, tanpa saksi-
saksi, bahkan seharusnya atau paling tidak dengan restu wali. Islam menganjurkan agar
dilakukan pesta , walau sederhana, dan dirayakan dengan bunyi-bunyian (musik). Karena itu
pula, siapa yang diundang ke walimah (pesta pernikahan), maka dia sangat dianjurkan untuk
menghadirinya. Jika dia tidak berpuasa, maka hendaklah dia makan, tapi bila berpusa cukup
menghadirinya saja. Ini bukan saja untuk menampakkan kegembiraan dengan terjalinnya
pernikahan itu, tetapi juga sebagai kesaksian, sehingga dapat menampik sekian banyak isu
negatif yang boleh jadi muncul atau penganiayaan yang dapat terjadi atas salah satu pasangan.
Saksi pernikahan minimal dua orang. Memang terjadi perbedaan pendapat, apakah jika
telah hadir dua orang saksi pernikahan, lalu mereka diminta untuk merahasiakan pernikahan itu,
apakah ini termasuk nikah sirri atau bukan? Imam Malik berpendapat bahwa itu termasuk
perkawinan sirri, yakni terlarang. Pendapat ini sangat logis dan tepat karena sejalan dengan
fungsi penyebarluasan berita perkawinan serta lebih mendukung penampikan isu-isu negatif
terhadap pasangan lelaki dan perempuan.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
12/14
Dengan diumumkannya perkawinan, maka tidak juga akan hilang hak-hak masing-
masing jika seandainya terjadi perceraian, baik perceraian mati maupun perceraian hidup. Hak
anak yang dilahirkan pun akan menjadi jelas siapa orang tuanya. Dalam kompilasi Hukum Islam
yang berlaku di Indonesia, diharuskan adanya pencatatan pernikahan demi terjaminnya
ketertiban dan menghalangi terjadinya persengketaan tanpa penyelesaian. Hal ini berlaku hampir
di seluruh negeri bermasyarakat Islam.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
13/14
Daftar Referensi:
1. Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad
Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq2. Dari Note Sahabat kami, Gus Im (Imam Puji Hartono)-Jakarta, 2 Maret 2010, setelah
proses sunting tanpa izin dari dari makalah M. Quraish Shihab pada Semiloka SehariPoligami di Mata Kita yang diselenggarakan di Denpasar oleh BKOW Daerah Bali
pada tanggal 26 Mei 2007 dalam rangka Hari Kartini.
8/6/2019 Makalah Muamalah Bagus Nugroho
14/14