Upload
kurnia-gilang-ramadhana
View
42
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah PE Hipertensi
Citation preview
LAPORAN PATIENT ENCOUNTER
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PENDIDIKAN DOKTER
2012/2013
Disusun oleh:
Nama : Kurnia Gilang Ramadhana
Kelas : A-03
NIM : 1107101010134
LAPORAN
PATIENT ENCOUNTER
Disusun Oleh
Kelompok I kelas A-03
1. Deppy Fitria (1107101010173)
2. Didya Hafsah Fitrianda (1107101010143)
3. Kurnia Gilang Ramadhana (1107101010134)
4. Rika Asmasari (1107101010001)
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PENDIDIKAN DOKTER
2012/2013
PENDAHULUAN
1.1. Defenisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic dengan konsistensi di
atas 140/90mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan darah
yang hanya sekali, tekanan darah harus diukur dalam posisi duduk dan berbaring serta dalam
kurun waktu tertentu (Baradero, 2008)
Hipertensi dengan peningkatan tekanan systole tanpa disertai peningkatan tekanan
diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastole tanpa
disertai peningkatan tekana systole lebih sering terdapat pada dewasa muda (Tambayong,
2000)
1.2. Etiologi
1.2.1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer merupakan bentuk hipertensi yang lazim ditemukan pada
semua kelompok usia kecuali anak-anak.. Hipertensi ini belum diketahui penyebab
pastinya, namun factor keturunan dijadikan sebagai dugaan utama sementara
(Graber, 2006)
1.2.2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa proses patologik yang dapat
dikenali, biasanya yang terkait dengan fisiologi ginjal. Penyebab hipertensi
sekunder antara lain stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, obat-obatan,
dan peningkatan kadar katekolamin (Graber, 2006)
1.3. Patofisiologi
Berdasarkan rumus tekanan darah yaitu
TD = Curah Jantung x Tahanan Retensi Perifer
Tekana darah dipengaruhi oleh beberapa factor utama,yaitu :
1.3.1. Curah Jantung
Terdiri dari
a. Volume Sekuncup
Dipengaruhi oleh
1. Daya kontraktilitas jantung
2. Volume preload yaitu jumlah darah yang masuk ke dalam ventrikel kiri
3. Volume afterload yaitu jumlah darah yang dipompakan keseluruh tubuh
b. Denyut Jantung
Dipengaruhi oleh
1. Saraf simpatik yaitu saraf yang merangsang jantung untuk memompakan
darah lebih cepat
2. Saraf parasimpatik yaitu saraf yang merangsang jantung untuk memompakan
darah lebih lambat
1.3.2. Tahanan Retensi Perifer
Dipengaruhi oleh
a. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis (SNS)
Respon maladaptif terhadap stimulasi saraf simpatis.
Perubahan gen pada reseptor ditambah kadar katekolamin serum yang
menetap.
b. Peningkatan aktivitas sistem renin - angiotensin - aldosteron (RAA).
Secara langsung menyebabkan vasokonstriksi tetapi juga meningkatkan
aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostagladin vasodilator dan oksida
nitrat.
Memediasi remodeling arteri (perubahan struktural pada dinding pembuluh
darah).
Memediasi kerusakan organ akhir pada jantung (hipertrofi), pembuluh darah
dan ginjal
c. Defek pada transpor garam dan air.
Gangguan aktivitas peptida natriuretik otak, peptida natriuretik atrial,
adrenomedulin, urodilatin, dan endotelin.
Berhubungan dengan asupan diet kalsium, magnesium, dan kalium yang
rendah.
(Brashers, 2008)
1.4. Klasifikasi
Klasifikasi Hipertensi menurut ASA (American Society of Anesthesiologist)
Tekanan (mmHg) Klasifikasi ASA Pertimbangan dalam Perawatan
< 140/90
140-160/90-95
160-200/95-115
I
II
III
Tidak ada
Ajukan pertanyaan dengan
kemungkinan riwayat hipertensi.
Lakukan pemeriksaan ulang seseudah
5-10 menit dan setelah dilakukan
perawatan. Petimbangkan perlunya
sedasi.
Periksa lagi tekanan darah setelah 5-10
menit dan sesudah perawatan, apabila
dilakukan. Tanyakan mengenai riwayat
dan pengobatan terakhir sehubungan
dengan hipertensi tersebut, termasuk
obat-obatan yang digunakan. Apabila
hipertensi cukup tinggi sebaiknya
perawatan ditunda sementara
menghubungi dokter umum pasien.
Pertimbangkan perlunya sedasi dan
anestesi yang tidak mengandung
vasokonstriktor misalnya mepivacain
3% (Carbocaine).
>200/>115 IV
Periksa uang tekanan darah setelah 5-10
menit. Apabila tidak terjadi perubahan,
rujuk ke dokternya sesegera mungkin.
(Pedersen, 1996)
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7 2003
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
(Robert, 2010)
1.5. Management dan Edukasi
1.5.1. Terapi non Farmakologis (edukasi)
Semua pasien prehipertensi dan hipertensi sebaiknya melakukan modifikasi gaya
hidup. Modifikasi gaya hidup selain akan membantu menurunkan tekanan sistolik
darah juga akan membantu menghambat perkembangan hipertensi untuk tidak
mengakibatkan kerusakan/komplikasi pada organ-organ. JNC VII merekomendasikan
modifikasi gaya hidup yang telah terbukti mampu menurunkan tekanan sistolik darah
sebagai berikut:
a. Mengurangi bobot badan pada penderita obesitas dan mempertahankan agar
indeks massa tubuh berkisar antara 18,5-24,9 kg/m2
b. Melakukan diet terkontrol dengan mengkonsumsi cukup buah-buahan dan sayur,
rendah lemak, dan mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total
c. Melakukan aktivitas olahraga secara teratur minimal 30 menit/hari
Mengurangi/menghindari konsumsi alcohol (Robert, 2010).
1.5.2. Terapi Farmakologis
Terdapat 9 kelompok obat antihipertensi, yaitu: diuretik, beta-bloker, inhibitor
ACE, pemblok reseptor angiotensin II, pemblok kanal kalsium yang merupakan
antihipertensi primer. Sedangkan kelompok antihiperetnsi lainnya adalah alfa-bloker,
vasodilator, agonis reseptor alfa2, dan inhibitor adrenergik.
Pada sebagian besar pasien terapi hipertensi esensial adalah dengan menggunakan
diuretik golongan tiazid sebagai terapi pilihan pertama. Diurretik tiazid diantaranya:
hidroklorotiazid (HCT), klortalidon, indapamid, dan metolazon. Sebagaimana
direkomendasikan oleh JNC7, bagi pasien hipertensi esensial tanpa diagnosa penyerta.
Meskipun diuretik juga sering digunakan dalam kombinasi dengan agen antihipertensi
lainnya.
Sedangkan pada pasien-pasien dengan diagnosa penyerta (komplikasi) terapi
hiperetnsinya sebagai berikut:
a. Gagal jantung. Pada penderita hipertensi dengan komplikasi gagal jantung,
terdapat 5 kelas antihipertensi yang dapat dijadikan pilihan. Inhibitor ACE
(Angiotensin Converting Enzime) merupakan pilihan utama dalam terapi ini.
Kaptopril, lisinopril, fisinopril, dan enalapril adalah contoh agen antihipertensi
golongan inhibitor ACE ini. Penggunanaan diuretik sebagai agen tunggal maupun
dalam kombinasinya juga diperbolehkan, terutama dari Loop diuretik seperti:
furosemid dan bumetanid. Selain itu, dalam kasus hipertensi ini dapat pula
digunakan adalah golongan beta-bloker, pemblok reseptor angiotensin II dan
Pemblok kanal kalsium.
b. Pasca infark myokardiak. Hipertensi merupakan faktor resiko yang penting
terhadap timbulnya infark miokardiak, sehingga pada pasien hipertensi yang
pernah mengalami infark miokardiak harus dapat mengontrol tekanan darahnya
untuk menghindari terjadinya infark miokardiak terulang kembali. Agen
antihipertensi yang digunakan dapat berupa inhibitor ACE atau beta-bloker.
c. Pasien dengan resiko tinggi penyakit jantung koroner. Angina stabil kronis, angina
unstabil, infark miokardiak adalah manivestasi dari penyakit koroner. Dalam kasus
ini direkomendasikan penggunaan beta-bloker dan pemblok kanal kalsium kerja
panjang.
d. Diabetes melitus. Pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus disarankan
menggunakan Inhibitor ACE dan atau pemblok reseptor bloker, sebagai pilihan
utama dan kombinasi dengan diuretik sebagai pilihan kedua. Begitu pun dengan
beta-bloker.
e. Penyakit ginjal kronis. Inhibitor ACE dab pemblok kanal kalsium menjadi pilihan
utama
f. Pencegahan stroke, direkomendasikan kombinasi inhibitor ACE dan diuretik
tiazid.
g. Kehamilan. Hipertensi pada kasus kehamilan dapat diterapi dengan pemberian
metildopa sebagai pilihan utama. Beta-bloker, labetolol, dan klonidin dapat
dijadikan alternatif berikutnya.
(Robert, 2010)
1.6. Komplikasi
1.6.1.1. Penyakit Jantung Koroner
Timbul sebagai akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah
jantung. Penyempitan dinding pembuluh darah pada jantung menyebabkan
berkurangnya lairan darah pada beberapa bagian otot jantung.
1.6.1.2. Gagal Jantung
Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah sehingga otot jantung akan menebal dan meregang sehingga
daya pompa otot menurun, hingga pada akhirnya dapat terjadi kegagalan jantung.
1.6.1.3. Kerusakan Pembuluh Otak
Ada dua macam kerusakan pada pembuluh darah otak, yaitu pecahnya
pembuluh darah dan rusaknya dinding pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan stroke dan kematian.
1.6.1.4. Gagal Ginjal
Terjadinya nefrosklerosis benigna dan maligna, dimana nefrosklerosis benigna
terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan
fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat penuaan. Adapun nefrosklerosis
maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan
diastole di atas 130mmHg.
(Dalimartha, 2008)
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN PASIEN
1.7. Riwayat Penyakit Pasien
1.7.1. RPS
Pasien datang dengan keluhan mual tanpa disertai muntah dan beliau mengeluhkan
sakit pada perutnya, perut terasa keras
1.7.2. RPD
Penderita pernah memiliki penyakit hipertensi dan mengeluhkan kencing tertahan
sejak 2 tahun yang lalu
1.7.3. RPK
Tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga pasien
1.8. Faktor Resiko Pada Pasien
Pasien memiliki kebiasaan merokok, namun beliau tidak ingat sejak kapan ia mulai
merokok, menderita retensi urin.
1.9. Riwayat Pengobatan
Tanggal 15-11-2010 (TD 140/70mmHg)
As. Mefenamat : 3x500mg
Captopril : 3x12,5mg
Tanggal 3-1-2011 (kencing tertahan, tidur terganggu)
As. Mefenamat : 3x500mg
Ranitidin : 2x1
Tanggal 13-9-2011 (TD 140/80mmHg, mual)
As. Mefenamat : 3x500mg
Tanggal 26-7-2012 (nyeri dada, TD 150/60mmHg)
Ranitidin : 2x1
Captopril : 2x12,5mg
HCT : 1x1 pagi
DZP : 1x1 malam
Efek Obat
As. Mefenamat
Merupakan obat golongan COX nonselektif, Dapat menghilangkan nyeri akut
dan kronik ringan sampai sedang sehubungna dengan sakit kepala, sakit gigi,
dismenore primer, nyeri karena trauma, nyeri sendi, dan nyeri pada persalinan
Captopril
Merupakan obat golongan ACE inhibitor. Aktivitas hipotensif captopril
dihasilkan dari kerja penghambatpada system RAA dan suatu kerja rangsangan
pada system kinin-kalikrein dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah.
Ranitidin
Merupakan obat golongan H2 bloker (antihistamin), yang sering digunakan untuk
terapi ulkus duodenum dan ulkus lambung aktif.
HCT
Merupakan obat golongan diuretic, yang berfungsi untuk merangsang laju filtrasi
ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan melalui urin.
DZP
Merupakan obat golongan obat spasmolitik, diazepam memfasilitasi kerja
Gamma Aminobutric Acid dalam system saraf pusat dan sebagian mengurangi
spasitisitas setidaknya diperantaraidi medulla spinalis.
(Katzung, 2007)
1.10. Masalah Lain Pada Pasien
Pasien punya kebiasaan merokok
1.11. Keterkaitan Hasil Observasi
Berdasarkan hasil wawancara dan pemeriksaan fisik terhadap Tn. Hamid (70th),
didiagnosa bahwa pasien menderita hipertensi dengan tekanan rata-rata 150/70mmHg yang
disertai retensi urin. Tidak dapat dipastikan apakah retensi urin yang menjadi penyebab
hipertensi ataupun hipertensi muncul tanpa disertai penyaki lain, karena setiap kali berobat
pasien tidak mengeluhkan sakit kepala. namun diduga hipertensi pada pasien disebabkan oleh
penimbunan garam dalam tubuh pasien karena retensi yang merupakan salah satu penyebab
hipertensi. Selain itu kebiasaan merokok pasien menjadi predisposisi tambahan dalam
menegakkan diagnosa hipertensi.
EVALUASI
1.12. Hal Positif Selama Kunjungan
a. Menambah wawasan
b. Mempraktekkan hasil pembelajaran selama ini kepada pasien secara langsung
c. Mengasah kemampuan berbahasa dan berkomunikasi pada pasien
1.13. Hal Negatif Selama Kunjungan
a. Keterbatasan dalam menganamnesa karena pasien hanya mampu berbahasa daerah
b. Pasien sedikit takut ketika dilakukan pemeriksaan
c. Pasien kurang terbuka dalam menceritakan penyakitnya
REFERENSI
Baradero, M., et al. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta: EGC.
Brashers, V. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dalimartha, S., et al. 2008. Care Your Self Hipertensi. Jakarta:Penebar Plus.
Graber, M., et al. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. Jakarta: EGC.
Katzung, B. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta:EGC.
Pedarsen. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.
Robert, E.2010. Terapi Hipertensi. Jakarta: Mizan Pustaka.
Tambayong, J.2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.