7
MAKALAH PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA REGULASI DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH oleh: ZULFAKAR Nim : 140920070038 Dosen Pengasuh : Dr. Islahuddin, M.E, !", #! $E%!& &'!( )P$P '!*!P II &EME&'E( III+ !N-I% P( (!M &'/DI M! I&'E( !$/N'!N&I P( (!M P!&#!&!(-!N! /N& I!* 201 Pengelolaan Keuangan Pemerintah Page 0

Makalah Pengelolaan Keuangan Negara.doc

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAHPENGELOLAAN KEUANGAN NEGARAREGULASI DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHoleh:

ZULFAKAR

Nim : 140920070038Dosen Pengasuh : Dr. Islahuddin, M.Ec, Ak, CA

KELAS STAR BPKP TAHAP II

SEMESTER III/GANJILPROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA UNSYIAH2015

Pendahuluan

Pengelolaan keuangan daerah sebagai sub sistem keuangan negara telah mengalami perubahan mendasar seiring dengan semangat reformasi manajemen keuangan negara sebagaimana telah diamanatkan Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Undang-Undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berbagai peraturan perundangan tersebut, lebih memperjelas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan daerah agar dapat lebih mandiri, transparan, dan akuntabel, sebagai upaya untuk mewujudkan good local governance dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Definisi Pengelolan Keuangan Negara

Keuangan negara berdasarkan UU nomor 17 tahun 2003 pada pasal 1 butir 1 menjelaskan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai denga uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, palaksanaan dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang transparan, efektif dan efesien akan menambah akuntabilitas pemerintah daerah terhadap masyarakatnya. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan.

Kewenangan Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah didalam Pengelolaan Keuangan Negara Berdasarkan Undang-undang No. 32 dan 33 tahun 2004Dalam perkembangannya, kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kebijakan ini memberikan tantangan pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif sesuai dengan kapasitas kemampuan daerah masing- masing. Akibatnya, kebijakan ini memunculkan kesiapan daerah yang berbeda antara satu dengan yang lain mengingat sistem pengelolaan daerah sebelumnya masih tersentralisasi. Hal tersebut sejalan dengan prinsip kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana disebutkan Pasal 2 UU 33/2004 yang menyatakan bahwa: (1) Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; (2) Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal; (3) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah merupakan sistem yang menyeluruh mengenai pendanaan dalam pelaksanaan Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

Adapun sumber-sumber keuangan daerah, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (2) UU 33/2004, yakni terdiri dari:1. Pendapatan Asli Daerah; Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU 33/2004 disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari: a) Pajak Daerah; b) Retribusi Daerah; c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2. Dana Perimbangan; Berdasarkan Pasal 1 butir 18 UU 33/2004 disebutkan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Adapun tujuan Dana Perimbangan adalah: (a) Dapat lebih memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah; (b) Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab; dan (c) Memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan. Sedangkan susunan Dana Perimbangan sesuai dengan Pasal 10 Ayat 1 dan 2 UU 33/2004 terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.a) Dana Bagi Hasil; Dana Bagi Hasil berdasarkan Pasal 11 Ayat (1 s.d 3) adalah:

(1) Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

(2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas:

a). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); b). Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan c). Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

(3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:

a). kehutanan; b). pertambangan umum; c). perikanan; d). pertambangan minyak bumi; e). pertambangan gas bumi; f). pertambangan panas bumi.

b) Dana Alokasi Umum.

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Berkaitan dengan besarnya Dana Alokasi Umum Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa: Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam perseratus) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN;

c) Dana Alokasi Khusus.

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pasal 38 menyatakan bahwa Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN berdasarkan masing-masing bidang kegiatan disesuaikan dengan ketersediaan dana dalam APBN..

3. Pinjaman Daerah; Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan. Berdasarkan Pasal 51 Ayat (1) UU 33/2004 disebutkan bahwa: pinjaman daerah bersumber dari: (a) Pemerintah Pusat; (b) Pemerintah daerah lain; (c) Lembaga Keuangan bank; (d) Lembaga Keuangan bukan bank; dan Masyarakat.Pengelolaan Keuangan Negara Berdasarkan Undang-undang No. 17 tahun 2003Undang-undang No. 17 tahun 2003 merupakan reformasi sistem keuangan negara yang meliputi : a.) Reformasi penyusunan dan penetapan anggaran, b.) Reformasi pelaksanaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran, c.) Reformasi pengawasan anggaran (audit)Adapun Pokok-pokok isi yang terkandung didalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah a). Umum, b). Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara, c). Penyusunan dan Penetapan APBN, d). Penyusunan dan Penetapan APBD, e). Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah/Lembaga Asing, f). Hubungan Keuangan Antara Pemerintah dan Perusahaan Negara/Daerah/Swasta Serta Badan Pengelola Dana Masyarakat, g). Pelaksanaan APBN dan APBD, h). Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD, i). Ketentuan Pidana, Sanksi Administrasi dan Ganti Rugi.Sementara Lingkup keuangan Negara sebagaimana dimaksud pada pasal 2 butir a meliputi: a.) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan melakukan pinjaman, b.) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga, c.) Penerimaan Negara, d.) Pengeluaran Negara, e.) Penerimaan Daerah, f.) Pengeluaran Daerah, g.) Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah, h.) Kekayaan lain yang dikuasai pemerintah dengan rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum, i.) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintahSelanjutnya Bidang Pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokan kedalam: a.) Sub Biang Pengelolaan Fiskal, b.) Sub Bidang Pengelolaan Moneter, c.) Sub Bidang Pengelolaan Keuangan Negara yang Disahkan (Penjelasan UU No. 17 tahun 2003 butir 3). Pengaturan Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara sebagaimana disebutkan didalam pasal 6, menjelasakan: a.) Presiden : selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan/diserahkan: b.) Menteri Keuangan : selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, c.) Menteri/pimpinan lembaga : Pengguna anggaran/pengguna barang kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya, d.) Gubernur/bupati/walikota : selaku kepala pemerintahan di daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan, e.) Tidak termasuk kewenangan dibidang moneter yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.Pengelolaan Keuangan Negara Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sesuai dengan pengertian tersebut, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan negara,pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah,pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah,penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum.Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakandengan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan keuangan daerah.Oleh karena itu Undang-undang Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan Keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, berfungsi pulauntuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomidaerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik IndonesiaPemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 2004Undang-undang Republik Indonesia no. 15 tahun 2004 yaitu undang-undang yang mengatur tentang pemeriksaan, pengelolaan, dan tanggung jawab keuangan Negara. Yang meliputi:

I. Ketentuan Umum

1. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

2. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban.

3. Tanggung jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan Keuangan Negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

4. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa

II. Lingkup Pemeriksaan

1. Ada 3 (tiga) lingkup pemeriksaan BPK :

a. Pemeriksaan keuangan dalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan.b. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi serta efektivitas.c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

2. Pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.III. Pelaksanaan Pemeriksaan

1. Kebebasan dan kemandirian BPK

2. Perencanaan Pemeriksaan

a. Memperhatikan permintaan, saran dan pendapat lembaga perwakilan.

b. Dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral dan masyarakat. 3. Pelaksanaan Pemeriksaan

a. Dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

b. Dapat meminta dokumen, mengakses data, melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, meminta keluarga, memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.

c. Dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang untuk meminta keterangan.

d. Melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah.

e. Dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.

f. Melaporkan temuan unsur pidana kepada instansi berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, penyampaian laporan dimaksud diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah.

IV. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut

1. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) disusun pemeriksa setelah pemeriksaan selesai dilakukan.

2. Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan oprin

3. Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan dan rekomendasi.

4. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan kesimpulan.

5. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPR/DPRD sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti antara lain dengan membahas bersama pihak terkait.

6. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK juga disampaikan kepada pemerintah.

7. BPK menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan pemester yang disampaikan ke lembaga perwakilan dan Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota.

8. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum.

9. Pemerintah menidaklanjuti rekomendasi BPK

10. BPK mamantau dan menginformasikan hasil pamantauan atas tindak lanjut rekomendasi kepada DPR/DPRD.

V. Pengenaan Kerugian Negara

1. BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggung jawaban bendahara atas kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah.

2. Bendahara dapat mengajukan keberatan atas pembelaan diri terhadap putusan BPK.

3. Pengaturan tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah ini ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.

4. Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK.

5. BPK mamantau penyelesaian pengenaan ganti rugi kerugian negara/ daerah terhadap pegawai negeri bukan berdasarkan dan/atau pejabat lain pada kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

VI. Ketentuan Pidana

1. Sanksi pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp. 500 juta2. Sanksi pidana selama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 milyarPengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005Untuk melihat pengelolaan daerah yang efisien, kita perlu mengetahui ruang lingkup keuangan daerah yang terdiri dari: (PP no 58 tahun 2005 pasal 2)

1. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman

2. Kewajiban daerah untuk menyelangggarakan urusan pemerintah daerah dan membayar tagihan pada pihak ketiga

3. Penerimaan daerah

4. Pengeluaran daerah

5. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah

6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan/atau kepentingan umum.Sementara berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah sebagai berikut:

(1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

(2) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerahKesimpulan Keuangan negara harus dikelola secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan keuangan negara harus mengikuti ketentuan dan menghasilkan out put dan out come yang efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan serta harus dikelola oleh orang-orang yang berkompeten, profesional disertai pedoman yang jelas sesuai dengan azas-azas tata kelola yang baik.

Sesuai amanat konstitusi, BPK RI diberi mandat untuk mengawal agar pengelolaan keuangan negara mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, akuntabel, dan transparan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI bertujuan untuk memberikan pendapat/opini tentang kewajaran penyajian laporan sesuai dengan kriteria yang digunakan dalam menilai kewajaran laporan keuangan yaitu kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kehandalan Sistem Pengendalian Intern (SPI), kecukupan pengungkapan, dan kapatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.Daftar Pustaka

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Jakarta.Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Jakarta.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, Jakarta.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, Jakarta.

Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta.Pengelolaan Keuangan PemerintahPage 2