25
KAJIAN PERBANDINGAN SEKTOR PARIWISATA DAN SEKTOR PERTAMBANGAN SEBAGAI SEKTOR ANDALAN PENGEMBANGAN PULAU BANGKA SECARA BERKELANJUTAN PWK-4148b Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN DESAIN INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS BANDUNG 2015 Disusun Oleh: - Billy Achmad Bhaskara (113.11.001) - Robi Piliang (113.10.007) - Samuel Rigen Ruhukail (113.11.007) - Sunandar (113.10.005)

Makalah Pesisir kELOMPK.docx

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN PERBANDINGAN SEKTOR PARIWISATA DAN SEKTOR PERTAMBANGAN SEBAGAI SEKTOR ANDALAN PENGEMBANGAN PULAU BANGKA secara berkelanjutan

KAJIAN PERBANDINGAN SEKTOR PARIWISATA DAN SEKTOR PERTAMBANGAN SEBAGAI SEKTOR ANDALAN PENGEMBANGAN PULAU BANGKA secara berkelanjutan

PWK-4148b Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Disusun Oleh:Billy Achmad Bhaskara (113.11.001)Robi Piliang (113.10.007)Samuel Rigen Ruhukail (113.11.007) Sunandar (113.10.005)Hendrik E.B.S (113.14.025)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK DAN DESAININSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS BANDUNG2015

BAB 1 PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSecara luas, pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik (Spillane, 1994)1. Pernyataan tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa (pasal 4). Selain sektor pariwisata, sektor lain yang memiliki potensi besar di Indonesia ialah sektor pertambangan. Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi Indonesia2. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (pasal 1, ayat 1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Jadi, baik sektor pariwisata maupun sektor pertambangan pada dasarnya memiliki peran yang sama sebagai sektor tools untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meskipun perbedaannya terletak pada sumberdaya yang dimanfaatkan.Setiap wilayah di Indonesia memiliki karakteristik dan kekayaan alam yang berbeda untuk dimanfaatkan, baik untuk kegiatan pariwisata, pertambangan maupun sektor lainnya yang dapat saling dipadukan untuk membangun wilayahnya. Berbeda dengan wilayah lainnya, daerah yang memiliki wilayah pesisir terkadang memiliki keuntungan lebih dari wilayah lainnya. Begitu juga dengan Pulau Bangka. Pulau Bangka merupakan satu dari sekian banyak pulau kecil di Indonesia yang dianugerahi banyak kekayaan alam. Bon Tamon, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Utara, mengatakan bahwa Pulau Bangka memiliki potensi tambang biji besi cukup besar atau sekitar 17.500.000 ton 5. Sedangkan kekayaan alam laut, pesisir, dan bawah laut Pulau Bangka sepertinya sudah tidak diragukan lagi. Surga bagi para turis ini merupakan bagian dari coral reef triangle (segitiga karang dunia) dan merupakan kesatuan bagian dari wilayah laut bunaken yang terkenal keindahannya, itu artinya keindahan alam pesisir dan laut Pulau Bangka sudah tidak diragukan lagi. Sudah sejak lama masyarakat Pulau Bangka lebih bergantung pada sektor perikanan (minawisata) dan pariwisata dibandingkan pertambangan. Namun sejak 2008 Pulau Bangka menjadi perhatian pemerhati lingkungan dan terus menjadi berita di Sulawesi Utara, sejak kehadiran PT. MMP (Mikgro Metal Perdana) yang pada 2008 mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi biji besi dari Bupati Minahasa Utara, Sompie Singal. Sejak Februari 2014 (dalam harian Suara Pembaruan edisi 1 Juni 2014), PT MMP tidak saja melakukan aktivitas eksplorasi penambangan, tetapi juga melakukan kegiatan/tahapan konstruksi yang merupakan bagian dari operasi produksi (tahapan eksploitasi). Bupati Minahasa Utara menyatakan bahwa kegiatan pertambangan biji besi di Pulau Bangka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui masuknya investasi besar, dana CSR PT. MMP, dan terbukanya lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal. Sedangkan menurut Cipto Aji (2015)6, ahli dan praktisi wisata bahari, menyatakan bahwa sepanjang pengalamannya bergelut dengan dunia pariwisata selama 23 tahun, tidak pernah menemukan praktek pertambangan yang berdampingan dan sejalan dengan ekowisata, karena tambang bersifat membongkar, merusak bentang alam, sedangkan ekowisata jelas memanfaatkan keutuhan panorama keindahan alam tanpa merusaknya. Melihat kasus tersebut, tentunya saat ini terjadi dilema antara mempertahankan sektor pariwisata yang sejak dulu diandalkan dengan syarat meniadakan pertambangan, atau bergeser ke sektor pertambangan untuk mengoptimalkan kekayaan biji besi Pulau Bangka sesuai kebijakan bupati Minahasa Utara. Karena cukup merugikan jika kegiatan pariwisata berdampingan dengan kegiatan pertambangan. Berdasarkan latarbelakang tersebutlah kajian perbandingan antara sektor pariwisata dan pertambangan sebagai sektor andalan pengembangan Pulau Bangka ini dilakukan, dengan harapan akan diketahui sektor andalan yang lebih sesuai untuk mengembangkan kawasan pesisir dan laut Pulau Bangka secara berkelanjutan. 1.2 Rumusan PersoalanDalam Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Utara Nomor 01 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2013 - 2033 disebutkan bahwa kawasan Pulau Bangka diperuntukkan sebagai kawasan budidaya berupa pertambangan mineral biji besi (pasal 53, ayat 3a). Pulau Bangka memang menyimpan kekayaan biji besi yang cukup menjanjikan dan dinilai cukup potensial untuk meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Bahkan sejak tahun 2008 PT.MMP sudah mendapatkan IUP (Ijin Usaha Pertambangan) dari pemerintah daerah dengan total investasi sebesar ratusan miliar rupiah. Namun eksplorasi tambang di Pulau Bangka tersebut, menuai banyak persoalan, mulai dari persoalan sosial, ekonomi, lingkungan, dan hukum.Di sisi lain, kekayaan alam pesisir dan laut Pulau Bangka pun tak kalah bersinar, yaitu memiliki kekayaan bawah laut, deretan tebing karang, pasir putih, dan sebagai tempat hidup satwa-satwa endemik yang indah. Semua kekayaan alam tersebut menjadi penarik terbesar bagi para wisatawan yang hingga kini menjadikan sektor pariwisata masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di Pulau Bangka, ditambah lagi dengan keberadaannya sebagai bagian dari world coral reef triangle (segitiga terumbu karang dunia). Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2013-2033 bahkan ditetapkan bahwa kawasan pariwisata sebagai salah satu kawasan startegis pertumbuhan ekonomi (pasal 65, ayat 2c). Melihat potensi sektor-sektor tersebut sepertinya sulit mengesampingkan salah satunya, namun issu yang menguak jika pertambangan tetap terjadi di pulau nan indah tersebut, yaitu kegiatan eksplorasi tambang biji besi yang seluas sekitar 30% dari luas pulau tersebut mengancam keberlanjutan ekosistem darat dan laut Pulau Bangka. Dari issu tersebut, persoalan yang kami angkat dalam studi ini adalah belum diketahuinya sektor yang paling optimal dan berkelanjutan antara sektor pariwisata dan pertambangan sebagai sektor andalan untuk mengembangkan Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara. Berdasarkan persoalan tersebutlah dibutuhkan studi yang mampu melihat potensi kedua sektor secara objeketif untuk menentukan sektor yang paling optimal dan sustainable dari setiap aspek pengembangan kawasan peisisir dan pulau kecil, Pulau Bangka.Berdasarkan rumusan persoalan tersebut, maka pertanyaan yang perlu dijawab dalam studi ini adalah sebagai berikut.1) Bagaimana potensi sektor pertambangan sebagai sektor andalan untuk mengembangkan Pulau Bangka?2) Bagaimana potensi sektor pariwisata sebagai sektor andalan untuk mengembangkan Pulau Bangka?3) Sektor manakah yang lebih optimal diandalkan untuk mengembangkan Pulau Bangka secara berkelanjutan?1.3 Tujuan dan SasaranBerdasarkan latar belakang dan rumusan persoalan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui sektor yang paling optimal dan berkelanjutan antara sektor pariwisata dan pertambangan sebagai sektor andalan untuk mengembangkan kawasan Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara. Mengacu pada tujuan tersebut, maka dibutuhkan beberapa sasaran untuk dapat mencapainya. Sasaran tersebut dirumuskan sebagai berikut.1. Teridentifikasinya potensi sektor pertambangan di Pulau Bangka.2. Teridentifikasinya potensi sektor pariwisata di Pulau Bangka.3. Diketahuinya sektor yang paling optimal diandalkan untuk mengembangkan Pulau Bangka secara berkelanjutan.

1.4 Ruang Lingkup1.4.1 Ruang Lingkup WilayahFokus wilayah dari studi ini adalah di Pulau Bangka. Secara administratif Pulau Bangka berada di Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Pulau Bangka terdiri dari 4 desa, yaitu Desa Lihunu, Desa Kahuku, Desa Libas, dan Desa Ehe Pulau Bangka merupakan kategori pulau kecil dengan luas + 2.729 ha yang secara geografis terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi. Pulau ini dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan darat, kemudian berlanjut ditempuh menggunakan perahu motor sekitar 45 menit dari Kota Manado. 1.4.2 Ruang Lingkup MateriSecara garis besar, studi ini akan difokuskan untuk membahas potensi 2 sektor ekonomi yang cukup potensial dikembangkan di Pulau Bangka, yaitu sektor pariwisata dan sektor pertambangan. Substansi dalam menilai kedua sektor tersebut dititikberatkan pada kelebihan, kelemahan, peluang, dan ancaman masing-masing sektor ditinjau dari semua perspektif aspek pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil, serta tantangan nasional dan global dalam konteks pengembangan kawasan pesisir.1.5 Metodologi1.5.1 Metode Pengumpulan DataPengumpulan data dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan metode survei sekunder. Survei sekunder yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan dan pencarian data dalam web browsing/internet. 1.5.2 Metode Analisis DataAdapun metode analisis yang digunakan dalam studi ini, yaitu metode analisis deskriptif kualitatif dengan teknik analisis S.W.O.T dan analisis komparatif. Analisis S.W.O.T merupakan teknik analisis yang digunakan dalam mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2006) 1. Analisis ini digunakan untuk menganalisis sasaran 1 dan sasaran 2, yaitu menganalisis potensi sektor pertambangan dan pariwisata berdasarkan kekuatan, kelebihan, peluang, dan ancaman masing-masing di Pulau Bangka. Sedangkan anlisis komparatif adalah analisis yang dilakukan untuk mencari dan menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan fenomena (Arikunto, 1989:197) 2.. Pada studi ini, analisis komparatif digunakan untuk menganalisis sasaran ketiga, yaitu membandingkan kedua sektor yang telah teranalisis sebelumnya dengan melihat kesamaan dan perbedaannya. 1.6 Sistematika PembahasanAdapun pembahasan dalam studi ini dibagi ke dalam bab selanjutnya, yaitu sebagai berikut.BAB 2TINJAUAN LITERATURBab ini terbagi dalam 2 jenis substansi bahasan, yaitu pembahasan mengenai konsep dan teori, serta gambaran umum wilayah studi (Pulau Bangka). Pada konsep/teori akan dibahas pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan dalam konteks penataan ruang wilayah dan kota secara komprehensif, sedangkan gambaran umum Pulau Bangka akan membahas setiap karaktersitik Pulau Bangka dari setiap aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil. BAB 3 ANALISIS KASUSBab ini akan mengkaji 2 hal, yaitu secara khusus tentang potensi masing-masing, baik sektor pariwisata maupun pertambangan di Pulau Bangka dan selanjutnya membandingkan keduanya sebelum menentukan sektor andalan terpilih dengan mnititikberatkan pada peluang, ancaman, kelebihan, dan kelemahan masing-masing sektor dari semua perspektif aspek pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil, serta tantangan nasional dan global dalam konteks pengembangan kawasan di Pulau Bangka. BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASIBab terakhir akan membahas mengenai kesimpulan dan rekomendasi studi. Dalam kesimpulan akan menggambarkan hasil dan temuan studi, sedangkan rekomendasi berisi saran serta ide-ide solusi kritis dari persoalan berdasarkan hasil studi terkait dengan pengembangan kawasan Pulau Bangka tersebut.

BAB 2 TINJAUAN LITERATURDalam bab ini akan dipaparkan mengenai berbagai literatur yang menjadi dasar dalam menganalisis, yang pada akhirnya untuk mengetahui sektor yang harus lebih dikembangkan sebagi sektor andalan dalam mengembangkan kawasan Pulau Bangka. Adapun literatur-literatur tersebut terbagi dalam 2 subbab, yaitu konsep dasar pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dan gambaran umum Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara.2.1 Konsep Dasar Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau KecilDalam Undang-Undang Nomor 01 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dijelaskan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (pasal 1, ayat 1). Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan ekosistemnya (pasal 1, ayat 3). Pulau-pulau kecil tersebut dinilai memiliki kerentanan terhadap perubahan alam yang lebih tinggi dibandingkan wilayah/pulau besar. Oleh sebab itu, pengembangan dan pengelolaannya membutuhkan konsep yang berbeda dibandingkan dengan wilayah pada umumnya. Berikut ini akan dibahas konsep dasar dan paradigma pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. 2.1.1 Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau Kecil dalam Konteks Perencanaan Wilayah dan KotaSecara lebih luas, dalam konteks perencanaan wilayah dan kota, pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil merupakan bagian dan perencanan wilayah nasional yang dilakukan secara komprehensif. Berikut ini digambarkan secara teoritis perencanaan wilayah dan keterkaitannya dengan perencanaan pesisir.

Gambar 1. Teori Perencanaan Wilayah dalam Pengembangan Kawasan PesisirSumber: Oetomo, 2015

Pemanfaatan dan pengembangan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya seharusnya memang dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya. Hal ini sejalan dengan konsep pendekatan penataan ruang untuk pengembangan kawasan pesisir yang terdiri dari 4 konsep utama, yaitu (Oetomo, 2015): Berorientasi Pertumbuhan (Nilai Tambah) Ekonomi Berorientasi Kesejahteraan Masyarakat Berorientasi Pada Keberlanjutan Lingkungan Penataan Ruang Partisipatif (implikasi good governance)

2.1.2 Potensi Sumber Daya Pesisir dan Kelautan serta Pola PemanfaatannyaBerdasarkan undang-undang nomer 01 tahun 2014, disebutkan bahwa sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan. Sumber daya hayati tersebut meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain, sedangakn sumber daya nonhayati, meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sementara sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir (pasal 1, ayat 4). Sedangkan menurut Oetomo (2015), sumberdaya yang dimiliki pesisir dan pulau kecil bukan hanya itu, yang paling besar ialah potensi energi terbarukan yang dimilikinya, antara lain wave power, tidal power, wind power, solar-energy, dan osmosis-energy, bahkan potensi kekayaan laut, seperti off-shore mining dan treasure (harta karun). Jika semuanya dikelola dengan baik dan optimal persoalan keterganttungan energi pada wilayah induk dapat teratasi. Dari perspektif pemanfaatannya, ditegaskan dalam undang-undang 01 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditegaskan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan; budi daya laut; pariwisata; usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari; pertanian organik; peternakan; dan/atau pertahanan dan keamanan negara. 2.1.3 Konsepsi Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Secara BerkelanjutanKonsep keberlanjutan mengandung 2 dimensi, yaitupertamaadalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa mendatang, dankeduaadalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumberdaya alam dan lingkungan (Heal, 1998dalamFauzi, 2006) 8. Pembangunan berkelanjutan sendiri didefinisikan sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987dalamDahuriet al.,1996).Menurut Oetomo (2015), konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu mencakup tiga keseimbangan dan keterpaduan, yaitu: pengelolaan wilayah pesisir baik lowland maupun upland yang kita kenal sebagai integrated coastal zone management, pemanfaatan sumberdaya baik perikanan maupun non perikanan atau integrated fisheries management, dan mitigasi lingkungan di wilayah pesisir atau integrated coastal mitigation.Banyak definisi mengenai pulau kecil. Menurut Hess (1990 dalam slide perkuliahan Oetomo, 2015), pulau kecil adalah pulau yang memiliki luasan sama atau kurang dari 10.000 km2 dengan jumlah penduduk maksimal 500.000 jiwa. Hal ini sejalan dengan Kepmen No. 41 Tahun 2000 Tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat, yang menjelaskan bahwa pulau kecil merupakan pulau yang mempunyai luas kurang atau sama dengan 10.000 km2, namun dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan juga UNESCO (1991), pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan ekosistemnya (pasal 1, ayat 3). Menurut Bengen (2002), pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari terwujud apabila terpenuhi tiga persyaratan ekologis yaitu:a. keharmonisan spasial; b. kapasitas asimilasi atau daya dukung lingkungan: dan c. pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya.Keharmonisan spasial berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau kecil bagi peruntukan pembangunan (pemanfaatan sumberdaya) berdasarkan kesesuaian (suitability) lahan (pesisir dan laut) dan keharmonisan antara pemanfaatan.Keharmonisan spasial mensyaratkan suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak sepenuhnya diperuntukkan bagi zona preservasi dan konservasi.Keharmonisan spasial menuntut penataan dan pengelolaan pembangunan dalam zona pemanfaatan dilakukan secara bijaksana, artinya suatu kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada kawasan yang secara biofisik sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang dimaksud, oleh karena itu diperlukan suatu analisis kesesuaian lahan bagi setiap peruntukan pesisir dan laut pulau-pulau kecil(Bengen, 2002).Sedangkan konsep daya dukung dikategorikan atas daya dukung fisik, daya dukung ekologi, daya dukung sosial dan daya dukung ekonomi (MacLeod and Cooper, 2005) adalah sebagai berikut.

a) Daya dukung fisik. Didasarkan pada batas spasial sebuah areal dengan memperhatikan berapa materi (unit) yang dapat ditampung dalam areal tersebut.b) Daya dukung ekologi. Secara sederhana adalah berapa ukuran populasi pada suatu ekosistem agar ekosistem tersebut dapat berkelanjutan, batas kepadatan populasi yang melebihi daya dukung dapat menyebabkan laju tingkat kematian spesies menjadi lebih besar dibandingkan angka kelahiran. Pada prakteknya, hubungan antar spesies amatlah kompleks dan angka kelahiran maupun kematian rata-rata dapat menyeimbangkan kepadatan populasi pada suatu tempat.c) Daya dukung sosial. Intinya jumlah orang pada suatu tempat yang masih dapat ditoleransi. Atau dapat didefinisikan sebagai jumlah maksimum pengunjung pada suatu lokasi wisata dimana wisatawan masih mendapatkan kenyamanan.d) Daya dukung ekonomi. Dapat digambarkan sebagai tingkat dimana suatu area dapat diubah sebelum aktivitas ekonomi terjadi sebelum mendapat pengaruh yang merugikan.Menurut Oetomo (2015), dalam hal pemenfaatan tata ruang pulau kecil secara berkelanjutan perlu mempertimbangkan banyak faktor yang ada, seperti yang tercantum dalam gambar berikut ini.Gambar 2. Faktor-faktor Pertimbangan Pererncanaan Tata Ruang (Pemanfaatan RUang) Pulau-Pulau Kecil

Sumber: Oetomo, 2015 (dalam slide presentasi perkuliahan Perencanaan Kawasan Peisisr dan Pulau-Pulau Kecil-ITSB)Dari gambar tersebut, selain faktor-faktor pertimbangan berupa keharusan menggunakan pertimbangan pembangunan yang berkelanjutan dalam pemanfaatan ruang pulau kecil, keharusan menggunakan wawasan global, geopolitik: kedaulatan negara, khususnya untuk pulau-pulau kecil terdepan/terluar, norma dasar dan standar nasional (yang sulit diterapkan) dalam kasus pengembangan pulau-pulau kecil, serta biaya pembangunan (yang sangat tinggi), ada faktor penting lain yang perlu diperhatikan, yaitu faktor pembatas (Oetomo, 2015).Garis biru putus-putus pada gambar 1, menggambarkan adanya faktor pembatas yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pemanfaatan ruang pulau kecil. Faktor pembatas tersbut adalah karakteristik pulau kecil itu sendiri, antara lain terdiri dari kepentingan pengembangan sosial, pengembangan ekonomi, sosial-budaya (lokal), serta fisik lingkungan karena kerentanannya (Oetomo, 2015). Menurut Oetomo (2015), pulau kecil memiliki karakteristik sebagai beikut. Terpisah dari Pulau Besar; Dapat membentuk satu gugus pulau atau berdiri sendiri; Sangat dipengaruhi faktor hidro-klimat laut; Luasannya kecil sehingga sangat rentan terhadap perubahan alam atau manusia: bencana angin/badai, gelombang, gempa & tsunami, letusan gunung api, banjir, kenaikan muka air laut, cuaca ekstrim (La-Nina & El-Nino), penambangan; Substrat yang ada di pesisirnya bergantung pada jenis biota yang ada di sekitar pulau, biasanya didominasi terumbu karang dan/atau jenis batuan yang ada; Kedalaman laut rata-rata antar pulau-pulau kecil sangat bervariasi, ditentukan oleh kondisi geografis dan letak pulau-pulau tersebut Sedangkan secara ekologi Oetomo (2015) menambahkan bahwakarakteristik ekologi pulau kecil sebagi berikut. Habitat pulau kecil cenderung mempunyai spesies endemik yang tinggi dibanding proporsi ukuran pulaunya Memiliki resiko perubahan lingkungan yang tinggi (akibat pencemaran dan kerusakan akibat transportasi laut dan aktivitas penangkapan ikan, serta aktivitas budidaya lainnya) Mempunyai daya dukung pulau yang rendah (ketersediaan air tawar/bersih dan tanaman pangan) Mempunyai biodiversitas laut yang tinggi. 2.1.4 Konteks Ekonomi Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau Kecil Dari sudut pandang ekonomi masyarakatnya (sosio-ekonomi), pulau kecil memiliki karakteristik sebagai berikut (Oetomo, 2015). Ada pulau yang berpenghuni dan tidak Penduduk asli mempunyai budaya dan kondisi ekonomi yang khas; Kepadatan fungsional penduduk biasanya tinggi (karena terkumpul di kawasan yang mempunyai daya dukung pulau dan air tanah saja) -> kawasan kumuh padat; meskipun banyak pulau kecil mempunyai rata-rata kepadatan penduduk yang rendah; Ketergantungan ekonomi dari ekonomi luar pulau induk atau kontinen; Kualitas SDM yang terbatas; Aksesibilitas (ketersediaan prasarana dan sarana) yang rendah (baik transportasi menuju & keluar pulau, maupun PSD Permukiman di dalam pulau). Dalam konteks pembelajaran dari kasus pulau yang di eksploitasi ekonomi secara besar-besar, banyak pakar berpendapat bahwa biaya kerusakan lingkungan akan menjadi lebih tinggi karena kerugian yang diakibatkannya. Untuk pengelolaan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk bahkan akan menjadi lebih kompleks karena adanya aktivitas masyarakat yang dominan di atasnya. Pendekatan pembangunannya tidak hanya pertahanan dan keamanan semata, tetapi juga menitik-beratkan kepada pendekatan sosial-ekonomi dan lingkungan. Keempatnya, harus saling bersinergi dalam pendekatan pembangunan 9.Namun untuk melakukan sinerginya pulau kecil dan pesisir dihadapakan pada adanya faktor penghambat dan pendukung perekonomian wilayahnya, yaitu (Oetomo, 2015):1) Faktor Pokok Modal Tenaga Kerja Bahan Mentah/Bahan Baku Transportasi Sumber Energi/Tenaga Marketing/Pemasaran Hasil Output Produksi2) Faktor Pendukung/Penunjang Kebudayaan Masyarakat Teknologi Pemerintah Dukungan Masyarakat Kondisi Alam Kondisi Perekonomian

2.1.5 Konteks Sosial-Budaya Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau KecilManusia merupakan subjek sekaligus objek dalam perencanaan. Sehingga manusia yang melakukan perencaan bertujuan mengupayakan pemanfaatn sumberdaya secara berkelnjutan demi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Masyarakat lokal memiliki peran sentral dalam pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil di Indonesia. Mengacu pada UU No.1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, masyarakat disebutkan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berkewajiban memberikan informasi berkenaan dengan Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; memantau pelaksanaan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan/atau melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang disepakati di tingkat desa. Dalam undang-undang yang sama dikatakan bahwa, pemangku kepentingan utama adalah para pengguna sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudi daya ikan, Bahkan pemanfaata ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil pada wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat setempat (pasal 21, ayat 1). Sebagai contoh dalam pengembangan pariwisata di Pulau Kecil, harus terdapat keseimbangan antara kebutuhan dan masukan pariwisata, capacity building masyarakat, carrying capacity pulau, infrastruktur pendukung, dan kearifan lokal untuk mencapai pariwsata berkelanjutan (Rancak, 2013:2). Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan, atau bantuan kepada Masyarakat dan nelayan tradisional agar mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara lestari (pasal 1, ayat 31).Menurut Oetomo (2015), semakin tinggi pendidikan (ataupun pengetahuan/wawasan penduduk), maka semakin besar daya dukung sosial ini terhadap perkembangan kegiatan yang berlangsung di pesisir dan pulau kecil tersebutbanyak masyarakat pesisir/pulau kecil dapat mengelola lingkungannya secara arif dengan menggunakan sistem adat tertentu, dan terbukti dapat mengelola ekosistem secara berkelanjutan. Adat istiadat, budaya, dan kebiasaan-kebiasaan lokal seringkali menjadi faktor kunci dalam menjaga lingkungan pesisir/pulau kecil setempat dan menentukan keberhasilan dan perkembangan kegiatan prime mover dalam suatu kawasan pesisir dan/atau pulau kecil. 2.2 Gambaran Umum Pulau Bangka2.2.1 Administratif dan Geografis2.2.2 Aspek Fisik dan Lingkungan2.2.3 Aspek Sosial dan Budaya2.2.4 Aspek EkonomiBAB 3 ANALISIS KASUS3.1 Kesesuaian Sektor Pariwisata sebagai Sektor Andalan Pengembangan Kawasan Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara

3.2 Kesesuaian Sektor Pertambangan sebagai Sektor Andalan Pengembangan Kawasan Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara

3.3 Sektor yang Lebih Potensial sebagai Sektor Andalan Pengembangan Kawasan Pesisir

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI4.1 Kesimpulan

4.2 Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKAhttps://arulmtp.wordpress.com/2008/08/03/analisa-swot-sebagai-alat-perumusan-strategi/ (diakses pada 3 Juni 2015, pkl.13.00 WIB)http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-17-373928687-bab%20iii.pdf (diakses pada 3 Juni 2015, pkl.13.04 WIB)http://coraleye.net/bangka_island_north_sulawesi.html (diakses pada 3 Juni 2015, pkl.13.18 WIB)1http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-438-1409560019-pengaruh%20jumlah%20kunjungan%20wisatawan%20terhadap%20penerimaan%20retr.pdf (diakses pada 3 Juni 2015, pkl.14.08 WIB)2http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37041/5/Chapter%20III-V.pdf (diakses pada 3 Juni 2015, pkl.14.20 WIB)5http://www.mongabay.co.id/2013/09/27/konflik-tambang-pulau-bangka memanas-kaka-slank-bikin-petisi/ (diakses pada 3 Juni 2015, pkl.14.37 WIB)6http://www.jatam.org/pt-mmp-terbukti-illegal-melakukan-penambangan-di-pulau-bangka-sulawesi-utara/ (diakses 5 Juni 2015, pkl. 17.31 WIB)7http://sp.beritasatu.com/nasional/konflik-tambang-pulau-bangka-sulut-4-wisatawan-asing-disandera/56517 (diakses 5 Juni 2015, pkl. 17.28 WIB)Rancak, Gandewa Tunas. 2013. Pengembangan dan Pengelolaan Pulau Kecil. Pengelolaan Pulau Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. ITS: Surabaya. (diakses dari https://www.academia.edu/6200454/Pengelolaan_Pulau_Kecil_Secara_berkelanjutan_-_Pulau_Gili_Air, pada 6 Juni 2015, pkl.21.46 WIB). Dokumen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Dokumen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10.Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Dokumen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Barat.Footnote:Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 1, ayat 33).8http://pulaupulaukecil.blogspot.com/2010/12/pengembangan-pulau-pulau-kecil-secara.html (diakses 6 Juni 2015, pkl. 15.33 WIB)9http://berandainovasi.com/pendekatan-pembangunan-berkelanjutan-sustainable-development-untuk-pengelolaan-pulau-pulau-kecil-terluar-di-indonesia/#prettyPhoto (diakses 6 Juni 2015, pkl. 16.45 WIB)Oetomo, Andi. 2015. Pengembangan Kawasan Pesisir dalam Konteks Perencaan Wilayah dan Kota [Slide Presentasi Perkuliahan Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil-ITSB]. SAPPK-ITB:Bandung.. Oetomo, Andi. 2015. Potensi Sumberdaya Pesisir & Kelautan Non-Perikanan & Pola Pemanfaatannya [Slide Presentasi Perkuliahan Perencanaan Kawasan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil ITSB]. SAPPK-ITB:Bandung. Oetomo, Andi. 2015. Perencanaan Ruang Pulau-pulau Kecil dalam Konteks Pesisir dan Laut [Slide Presentasi Perkuliahan Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ITSB].. SAPPK-ITB:Bandung. Oetomo, Andi. 2015. Aspek Perekonomian Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut[Slide Presentasi Perkuliahan Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ITSB].. SAPPK-ITB:Bandung. Oetomo, Andi. 2015. Aspek Sosial-Budaya Dalam Pengembangan Kawasan Pesisir & Laut [Slide Presentasi Perkuliahan Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ITSB].. SAPPK-ITB:Bandung Oetomo, Andi. 2015. Kelembagaan & Pranata Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan[Slide Presentasi Perkuliahan Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ITSB].. SAPPK-ITB:Bandung

Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil10