20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pajak dalam sejarah dunia ini telah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu. Bebagai jenis sistem pemerintahan yang ada seperti kerajaan, monarki, dan lain-lain memliki istilah dan peraturan tentang pajak walaupun dalam bahasa yang berbeda- beda. Sejalan dengan perkembangan zaman, pajak pun terus berkembang, temasuk pengertian, fungsi, tujuan, teknis, dan teori tentang pajak serta pemungutan pajak. Asas pemungutan pajak, seperti yang telah dipaparkan di atas, bukanlah barang baru di dunia perpajakan. Adam Smith, yang disebut-sebut sebagai bapak ekonomi, pun telah memaparkan teori pemungutan pajak dalam bukunya “An Inquiry into the nature and causes of Th Wealth of Nations” dalam The Four Maxim pada abad ke-18. Mengingat pentingnya pemungutan pajak ini, patut kiranya penduduk Indonesia mengetahui asas-asas pemungutan pajak dan yurisdiksi pemungutan pajak agar potensi pajak dapat tercapai dan tertanam kesadaran wajib pajak. B. Rumusan Masalah 1

Makalah PHP (Bab 4) Asas Dan Yurisdiksi Pemungutan Pajak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah. Asas dan Yurisdiksi Pemungutan Pajak. Pengantar Hukum Pajak. HUkum. Pajak.

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangIstilah pajak dalam sejarah dunia ini telah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu. Bebagai jenis sistem pemerintahan yang ada seperti kerajaan, monarki, dan lain-lain memliki istilah dan peraturan tentang pajak walaupun dalam bahasa yang berbeda-beda. Sejalan dengan perkembangan zaman, pajak pun terus berkembang, temasuk pengertian, fungsi, tujuan, teknis, dan teori tentang pajak serta pemungutan pajak.Asas pemungutan pajak, seperti yang telah dipaparkan di atas, bukanlah barang baru di dunia perpajakan. Adam Smith, yang disebut-sebut sebagai bapak ekonomi, pun telah memaparkan teori pemungutan pajak dalam bukunya An Inquiry into the nature and causes of Th Wealth of Nations dalam The Four Maxim pada abad ke-18.Mengingat pentingnya pemungutan pajak ini, patut kiranya penduduk Indonesia mengetahui asas-asas pemungutan pajak dan yurisdiksi pemungutan pajak agar potensi pajak dapat tercapai dan tertanam kesadaran wajib pajak.

B.Rumusan Masalah1. Bagaimana hubungan Pancasila dengan pajak?2. Apa saja asas-asas pemungutan pajak?3. Bagaimanakah yurisdiksi pemungutan pajak?

C. Tujuan1. Untuk mengetahui hubungan Pancasila dengan pajak.2. Untuk mengetahui asas-asas pemungutan pajak.3. Untuk mengetahui yurisdiksi pemungutan pajak.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pancasila dan PajakPancasila merupakan sumber hukum dasar nasional yang menjiwai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pancasila memiliki kedudukan sebagai alat penguji terhadap sumber hukum tertulis, apakah sudah sesuai atau malah bertentangan dengan Pancasila. Pancasila merupakan tolok ukur untuk menentukan kebenaran substansi hukum yang terkandung dalam setiap Undang-Undang Pajak.Sebagai falsafah negara, Pancasila merupakan landasan idiil dari pungutan pajak. Pancasila yang bersifat kekeluargaan dan kegotong royongan sudah terjelma dalam peraturan perpajakan. Pajak-pajak yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum sudah nyata berdasarkan kegotong royongan dan kekeluargaan. Gotong royong yang mengandung sifar secara bersama melakukan usaha atau membiayai kepentingan umum, tanpa secara langsung mendapatkan imbalan tersimpul dalam pengertian pajak. Rasa kekeluargaan menimbulkan pengertian dan kesukarelaan pada setiap bangsa Indonesia untuk ikut serta dalam pembiayaan untuk kepentingan umum. Pancasila mendapatkan penjabarannya dalam pajak-pajak, Karena pajak itu tidak lain daripada penjelmaan kekeluargaan dan kegotong royongan rakyat, dimana rakyat memberikan baktinya berupa uang dengan tiada mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum, yang akhirnya juga mencakup kepentingan individu. Berikut penjabaran dari hubungan setiap sila dalam Pancasila dengan pajak.1. Sila PertamaHubungan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, dengan pajak adalah bahwa pajak yang dipungut oleh negara merupakan ciptaan manusia, tidak bertentangan dengan ketuhanan, karena dalam Al-Quran atau kitab suci lainnya Tuhan juga memerintahkan manusia untuk membayar zakat atau sepersepuluhan untuk digunakan bagi kepentingan orang-orang yang miskin atau untuk kepentingan masyarakat umum tanpa mendapatkan imbalan secara langsung.2. Sila KeduaSila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, tersirat dalam segi yuridis dari pajak. Pajak selain harus memenuhi keadilan juga harus sesuai dengan peradaban manusia. Keadilan yang merupakan salah satu syarat yuridis dari pajak tercermin dalam prinsip non-diskriminasi, prinsip daya pikul, artinya bahwa orang dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama, dan tidak dibenarkan mengadakan perlakukan yang berlainan terhadapnya,tidak pandang bangsa, golongan, aliran, ideologi dan lain sebagainya. Kemanusiaan artinya bahwa perlakukan wajib harus secara manusiawi tidak boleh melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan harus layak bagi manusia dan tindakan sewenag-wenang terhadap wajib pajak harus dihindarkan.3. Sila KetigaSila ketiga, Persatuan Indonesia, dijabarkan dalam pajak-pajak karena pajak merupakan sumber keuangan utama untuk mempertahankan persatuan yang telah diproklamirkan, karena hidup suatu bangsa tergantung pada adanya pendapatan negara yang merupakan jiwa untuk kelangsungan dan kesinambungan hidup bangsa. 4. Sila KeempatSila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, tertera dalam ketentuan mengenai pajak yang sebelum amandemen UUD 1945 diatur pada Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan undang-undang. Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang meletakkan kewenangan pada negara untuk memungut pajak apabila negara membutuhkannya, tetapi dengan syarat harus berdasarkan undang-undang. Tidak ada pajak tanpa persetujuan antara rakyat melalui wakilnya di dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah yang diatur dengan undang-undang atau No taxation without representation. Artinya, rakyat ikut menentukan adanya pungutan yang disebut pajak, namun dalam menentukan pajak-pajak tersebut, rakyat tidak bertindak secara langsung, melainkan melalui wakil-wakilnya dalam DPR yang dipimpin secara langsung dan demokratis oleh rakyat sendiri.Setelah UUD 1945 diamandemen, ternyata ketentuan mengenai pajak mengalami perubahan yang sangat prinsipil. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Terdapat perubahan yang prinsipil karena bukan hanya pajak, melainkan pungutan yang bersifat memaksa juga harus diatur dengan undang-undang. Hal ini merupakan suatu perkembangan positif agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam pembebanan pungutan yang bersifat memaksa kepada warga negara.5. Sila KelimaSila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sudah terjabar dalam pajak-pajak. Pajak merupakan suatu alat untuk pembiayaan masyarakat, yaitu untuk membiayai pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum. Pembangunan yang sebagain besar dibiayai dari hasil pajak dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, tidak melihat apakah rakyat itu turut membayar pajak atau tidak.

B. Asas-Asas Pemungutan PajakUntuk mencapai tujuan pemungutan pajak, dalam memilih alternatif pemungutannya perlu berdasar pada asas-asas pemungutan pajak, sehingga terdapat keserasian antara pemungutan pajak dengan tujuan dan asasnya.1.Asas Keadilana.Menurut teori yang mendasari pengertiannyaAdam Smith dalam bukunya An inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas:1) EqualityPemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (Ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Wajib Pajak (WP) yang berada dalam kondisi yang sama harus dikenai pajak yang sama besar. Adil dimaksudkan bahwa setiap WP menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta. Asas keadilan dalam prinsip perundang-undangan perpajakan maupun dalam hal pelaksanaannya harus dipegang teguh walaupun keadilan itu sangat relatif.2) CertaintyPenetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, WP harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta waktu pembayaran sehingga memiliki kepastian hukum yang tinggi.3) ConvenienceKapan WP itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan WP, contoh pada saat WP baru saja memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pay As You Earn (PAYE).4) EconomicalSecara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi WP diharapkan seminimal mungkin, demikian pula beban yang dipikul WP. Jadi pajak yang dipungut harus lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut.b.Teori pemungutan pajakTelah dijelaskan berbagai teori tentang dasar pemungutan pajak. Pembayaran pajak pada umumnya tetap dianggap sebagai sebuah beban ketimbang sebagai sebuah kewajiban apabila sebuah kesadaran bahwa pemungutan pajak memang perlu didukung. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya kontraprestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.Berikut ini merupakan beberapa teori yang menjadi dasar bagi negara untuk memungut pajak, antara lain:1)Teori AsuransiDalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala resiko dan kepentingannya, misalnya keselamatan jiwanya kepada negara atau keamanan harta bendanya. Untuk itu, masyarakat harus membayar premi kepada negara. Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan pembayaran pajak. Walaupun pada kenyataannya menyamakan pajak dengan premi tidaklah tepat, karena jika masyarakat mengalami kerugian, maka negara tidak dapat memberikan penggantian layaknya perusahaan asuransi.2)Teori KepentinganTeori kepentingan diartikan bahwa negara yang melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara dengan memperhatikan pembagian beban yang harus dipungut dari masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa teori ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang, termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan kepada masyarakat. Untuk melindungi kepentingannya, warga negara yang memiliki harta lebih banyak akan membayar pajak yang lebih besar, dan sebaliknya.3)Teori Gaya PikulTeori ini berpangkal dari asas keadilan, yaitu setiap orang yang dikenakan pajak berbobot sama. Pajak yang dibayar adalah menurut daya pikul dengan ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang. Kekuatan (daya pikul) untuk membayar pajak baru ada setelah terpenuhinya kebutuhan primer seseorang.Dalam Pajak Penghasilan (PPh), dikenal konsep Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)/Tax Exemption. Apabila seseorang berpenghsilan di bawah PTKP, berarti daya pikulnya tidak ada, sehingga ia tidak harus membayar pajak. Teori ini lebih menekankan unsur kemampuan seseorang dan rasa keadilan.4)Teori Asas Daya BeliPembayaran pajak dimaksudkan untuk memelihara masyarakatnya. Pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara lebih ditekankan pada fungsi mengatur dari pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori ini mendasarkan pada penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu atau Negara, sehingga pajak lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur. Dalam teori ini kemaslahatan masyarakat akan tetap terjamin dengan pembayaran pajak.5)Teori BaktiTeori ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini mendasarkan bahwa negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa membayar pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. Dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.2.Asas ManfaatPengenaan pajak hendaknya seimbang dengan keuntungan (manfaat) yang didapat wajib pajak dari jasa-jasa public yang diberikan oleh pemerintah. Berdasarkan kriteria ini, maka pajak dikatakan adil bila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi lebih besar. Pajak Bumi dan/atau Bangunan (PBB) menggunakan prinsip benefit dalam mengukur aspek keadilan dalam perpajakan. Fungsi negara adalah memberikan perlindungan terhadap kekayaan warga, dan karenanya pemiliknya berkewajiban ikut membayar keperluan-keperluan negara.3.Asas Pembuatan Undang-undanga.Asas YuridisUntuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.b.Asas EkonomisSeperti yang telah diuraikan pada makalah sebelumnya, pajak mempunyai fungsi reguler dan budgeter. Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu.c.Asas FinansialBerkaitan dengan hal ini, fungsi pajak yang terpenting adalah fungsi budgeter, yakni untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara. Sehubungan dengan itu, agar diperoleh hasil yang besar, maka biaya pemungutannya harus sekecil-kecilnya.

C. Yurisdiksi Pemungutan PajakNegara, dalam melakukan pemungutan pajak, terikat pada yurisdiksi dari negara yang bersangkutan. Yurisdiksi adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar pemungutannya tidak menjadi berulang-ulang yang bisa memberatkan orang yang dikenakan pajak.Dalam memungut pajak, negara mempunyai batas kewenangan yang didasarkan atas asas tempat tinggal, kewarganegaraan, atau sumber penghasilan, sehingga pemungutan pajak tidak berulang-ulang serta memberatkan Wajib Pajak.Berikut tiga hal yang digunakan sebagai dasar untuk memungut pajak.1. Asas Tempat TinggalMenurut yurisdiksi ini, pemungutan pajak dilakukan oleh negara berdasarkan tempat tinggal atau kedudukan dari Wajib Pajak. Negara berwenang memungut pajak atau seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak tanpa memperhatikan apakah ia sebagai warga negaranya atau sebagai Warga Negara Asing (WNA). Segala objek pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang bertempat tinggal atau berkedudukan pada negara yang bersangkutan dikenakan pajak. Misalnya, warga negara Australia yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia memperoleh atau mendapat penghasilan di Indonesia, maka atas penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan. Seperti yang tercantum pada Pasal 4 UU PPh, Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh berasal dari Indonesia atau berasal dari luar negeri.2. Asas KewarganegaraanMenurut asas ini, yurisdiksi pemungutan pajak dikenakan bukan berdasarkan tempat objek pajak, melainkan berdasarkan status atau kedudukan warga negara dari setiap orang pribadi yang berasal dari negara yang mengenakan pajak. Walaupun orang pribadi yang bersangkutan tidak bertempat tinggal atau berkedudukan pada negara yang hendak melakukan pemungutan pajak, tetapi orang pribadi itu merupakan warga negara tersebut, maka tetap dapat dilakukan pemungutan pajak terhadap yang bersangkutan. Misalnya, untuk Indonesia yang juga menganut asas kewarganegaraan, pemungutan pajak bukan hanya dilakukan pada warga negaranya yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia, tetapi termasuk juga yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Indonesia.Singkatnya, pengenaan pajak dihubungkan dengan kewarganegaraan suatu warga negara. Suatu negara memungut pajak atas orang yang mempunyai kewarganegaraan negara tersebut tanpa memperhatikan di mana ia tinggal.3. Asas Sumber PenghasilanBerdasarkan yurisdiksi ini, pemungutan pajak tidak dapat dilepaskan dari sumber atau tempat objek pajak itu berada. Jika objek pajak itu berada di negara Indonesia, negara Indonesia berwenang memungut pajak terhadap orang pribadi atau badan yang memiliki objek pajak tersebut. Misalnya, terhadap objek Pajak Bumi dan/atau Bangunan (PBB) yang berada di Indonesia, negara Indonesia memiliki kewenangan untuk mengenakan dan memungut pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki, menguasai, atau memperoleh manfaat atas objek pajak yang dikenakan PBB tersebut.Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari suatu negara. Dengan demikian orang atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpuanBerdasarkan pembahasan yang telah kami jelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan sumber hukum dasar nasional yang menjiwai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, serta merupakan tolok ukur untuk menentukan kebenaran substansi hukum yang terkandung dalam setiap Undang-Undang Pajak.Terdapat beberapa macam asas-asas pemungutan pajak, antara lain adalah asas keadilan, asas manfaat, dan asas pembuatan undang-undang. Asas keadilan meliputi teori yang mendasari pengertiannya (equality, certainty, convenience, economical) dan teori pemungutan pajak (teori asuransi, teori kepentingan, teori gaya pikul, teori asas daya beli, dan teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti). Asas pembuatan udang-undang meliputi asas yuridis, asas ekonomis, dan asas finansial.Sementara itu, yurisdiksi pemungutan pajak meliputi asas tempat tinggal, asas kewarganegaraan, dan asas sumber penghasilan. Yurisdiksi adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memungut pajak, agar tidak berulang-ulang yang dan memberatkan Wajib Pajak.

D. SaranDari penjelasan di atas, semoga pembaca semakin paham mengenai asas dan yurisdiksi pemungutan pajak. Bagi punggawa keuangan, semoga dapat melakukan pungutan sesuai dengan asas dan yurisdiksi pemungutan pajak. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Kami selaku penulis makalah meminta maaf serta mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun demi terciptanya sebuah makalah yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

---. Falsafah Pajak. http://fussylaint.blogspot.com/, diakses pada Kamis, 23 Oktober 2014, pukul 16.05 WIB.---. Pengantar Hukum Pajak. http://www.cakra-nusantara.net/, diakses pada Kamis, 23 Oktober 2014, pukul 16.17Brotodihardjo, Santoso. 2004. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika AditamaEdhi, Djaka Saranita S. 2003. Dasar Dasar Perpajakan di Indonesia. Jakarta : BPPKNainngolan, Pahala. 2004. Perpajakan untuk Yayasan dan Lembaga Nirlaba Sejenis. Jakarta: CV. Teruna GraficaRaharjo, Wiji. Asas-Asas Pemungutan Pajak. http://wijiraharjo.wordpress.com/, diakses pada Kamis, 23 Oktober 2014, pukul 16.23 WIBZulvina, Susi. 2011. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta.

1