Makalah Ppd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas kuliah

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANGDalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses transformasi yang disebut pendidikan. Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai raw material atau bahan mentah (Desmita, 2009: 39). Dalam hal ini, peserta didik dipandang sebagai mahluk yang membutuhkan binaan, bimbingan dan dorongan agar menjadi manusia yang berintelektual maupun cakap moralnya. Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor yang kemungkinan akan berkembang ke proses penyesuaian yang baik atau tidak baik.Menurut Arifin dalam Desmita (2009: 39) mengenai perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.Berkaitan dengan bimbingan dan pengarahan, dimana pada masa-masa sekarang perkembangan emosi yang yang tidak terarah seperti mengakibatkan kenakalan remaja, tawuran, anak broken home dan lain-lainnya yang sangat berkembang pesat dikalangan pelajar usia sekolah menengah (remaja), hal ini disebabkan karena kurangnya bimbingan dan pengarahan tersebut. Mengenai hal itu, pentingnya kemandirian dan penyesuaian diri bagi peserta didik, dapat dilihat dari situasi kompleksitas kehidupan dewasa ini, yang secara langsung memengaruhi kehidupan peserta didik.Oleh karena itu kami membuat makalah tentang penyesuaian diri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya agar kita dapat melihat perkembangan emosi yang semakin tidak fleksibel dan mudah terprofokasi, sehingga bimbingan maupun pengarahan mengenai penyesuaian diri dan kemandirian sangat diperlukan agar perkembangan emosi peserta dapat terkontrol dan menjadi penerus bangsa yang kritis, idealis dan penuh wibawa.

BAB IIPEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PENYESUAIAN DIRIPenyesuaian diri sangat diperlukan bagi setiap individu untuk merubah tingkah laku dan dari sifat kurang baik menjadi lebih baik. Setiap individu pastinya memiliki sisi negatif dalam dirinya, disinilah perlunya penyesuaian diri untuk beradaptasi demi menghilangkan sisi negatif tersebut. Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2008: 222) penyesuaian diri dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi-frustasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat/memenuhi syarat.Penyesuaian diri merupakan suatu konstruk psikologi yang luas dan kompleks, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri (Desmita, 2009: 191). Sedangkan dalam Fatimah (2010: 194) menyatakan, penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya. Jadi dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri yaitu mengindikasikan kemampuan individu untuk mengorganisasi respon-respon terhadap tuntutan dari dalam maupun luar lingkungan individu yang dinamis, yang bertujuan mengubah perilaku individu tersebut.

2. KARAKTERISTIK PENYESUAIAN DIRIIndividu atau peserta didik tidak selamanya berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena terkadang ada rintangan atau hambatan tertentu yang menyebabkan ia tidak mampu melakukan penyesuaian diri secara menyeluruh. Seperti yang kita ketahui, rintangan-rintangan itu dapat bersumber dari dalam diri atau mungkin dari luar diri peserta didik. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut, ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, tetapi ada pula yang melakukan penyesuaian diri secara tidak tepat atau penyesuaian diri yang salah.Mengenai hal itu, dalam Fatimah (2010: 195-198) menguraikan karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah yaitu sebagai berikut.A.Penyesuaian Diri yang Positif.Individu tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut: Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan yang salah Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi Memilik pertimbangan yang rasional dalam pengarahan diri Mampu belar dari pengalaman Bersikap realistik dan objektif.

Dalam penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan berbagai bentuk upaya berikut ini.1)Penyesuaian diri dalam menghadapi masalah yang secara langsungDalam situasi ini, individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Ia akan melakukan tindakan yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya, seorang remaja yang hamil sebelum menikah akan menghadapinya secara langsung dan berusaha mengemukakan segala alasan kepada orang tuanya.2) Penyesuaian diri dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)Dalam situasi ini, individu mencari berbagai pengalaman untuk menghadapi dan memecahkan masalah-masalahnya. Misalnya, seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas membuat makalah akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.3)Penyesuaian diri dengan trial and errorDalam cara ini, individu melakukan tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan. Misalnya, seorang pengusaha mengadakan spekulasi untuk meningkatkan usahanya.

4)Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti)Apa bila individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya, gagal berpacaran secara fisik, ia akan berfantasi tentang gadis idamannya.5)Penyesuaian diri dengan belajarDengan belajar, individu dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membantu penyesuaian dirinya. Misalnya, seorang guru akan berusaha belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya.6) Penyesuaian diri dengan pengendalian diriDalam situasi ini, individu akan memilih berusahan memilih tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibsi.7)Penyesuaian diri dengan perencanaan yang cermatDalam hal ini, sikap dan tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat atau matang. Keputusan diambil setelah dipertimbangkan dari berbagai segi, seperti untung dan ruginya.

B. Penyesuaian Diri yang SalahKegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, membabi buta, dan sebagainya.

3. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN PENYESUAIAN DIRI Permasalahan penyesuaian diri merupakan momok menakutkan bagi orang tua, lebih khususnya remaja atau peserta didik itu sendiri. Diantara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orangtua. Perlu kita ketahui juga, tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orangtua dan suasana psikologi dan sosial.Sikap orangtua yang memberikan perlindungan yang berlebihan juga berakibat tidak baik. Remaja yang mendapatkan perhatian dan kasih saying secara berlebihan akan menyebabkan ia tidak dapat hidup mandiri. Ia selalu mengharapkan bantuan dan perhatian orang lain dan ia berusaha menarik perhatian mereka, serta beranggapan bahwa perhatian seperti itu adalah haknya. Sikap orangtua yang otoriter, yang memaksakan otoritasnya kepada remaja, juga akan menghambat proses penyesuaian diri mereka. Remaja akan berani melawan atau menentang orangtuanya. Pada gilirannya, ia cenderung akan bersikap otoriter terhadap teman-temannya dan bahkan menentang otoritas orang dewasa, baik disekolah maupun dimasyarakat (Fatimah, 2010: 210-211).Dalam Sunarto dan Agung Harotono (2008: 237-328) mengemukakan bahwa permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup didalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecenderungan yang besar untuk marah, suka menyendiri, di samping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar. Terbukti pula bahwa kebanyakan anak-anak yang dikeluarkan dari sekolah, karena tidak dapat menyesuaiakan diri adalah mereka yang datang dari rumah tangga pecah/retak itu.

4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYESUAIAN DIRI Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bartahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:1.Kondisi JasmaniahKondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur/konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik bekaitan erat dengan susunan/konstitusi tubuh.Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh.Surya, 1977).Misalnya orang yang tergolong ektomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktifitas sosial, pemalu, dan sebagainya.Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa system saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam system saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian.Dengan demikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.

2.Perkembangan, Kematangan dan Penyesuaian DiriDalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian dirinya.Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Disamping itu, hubungan antara penyesuaian dengan perkembangan dapat berbeda menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai.Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual.

3.Penentu Psikologis terhadap Penyesuaian diri PengalamanTidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri.Pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatik (menyusahkan). BelajarProses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian. Determinasi DiriDalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak diri. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri. Konflik dan PenyesuaianAda beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan. Lingkungan Sebagai Penentu Penyesuaian DiriBerbagai lingkungan anak seperti keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.1) Pengaruh rumah dan keluarga.Dari sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting, karena keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil.Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.2) Hubungan Orang Tua dan Anak Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai pengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain : Menerima (acceptance) Menghukum dan disiplin yang berlebihan Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan Penolakan.

3) Hubungan saudaraSuasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik.Sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.4) MasyarakatKeadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala tingkah laku salah bersumber dari keadaan masyarakat.Pergaulan yang salah di kalangan remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.5) SekolahSekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu, hasil pendidikan yang diterima anak disekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.

5. PERANAN PENYESUAIAN DIRI DAN KEMANDIRIAN TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI PESERTA DIDIK

Peranan penyesuaian diri dan kmandirian sangat mempengaruhi terhadap perkembangan emosi peserta didik. Adapun yang perlu orang tua maupun guru tahu dalam menangani emosi anak dengan penyesuaian diri dan kemandirian. Yang pertama, kita harus mengetahui faktor pendukung yang memengaruhi penyesuaian diri yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Fatimah (2010: 199) menjelaskan faktor-faktor itu dapat dikelompokkan sebagai berikut.a.Faktor fisologisStruktur jasmanisah merupakan kondisi yang primer bagi tingkah laku, dapat diperkirakan bahwa sistem syaraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri.

b.Faktor PsikologisBanyak faktor psikologis yang memengaruhi kemampuan penyesuaian diri seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya.c.Faktor perkembangan dan kematanganDalam proses perkembangan, respons berkembang dari respons yang bersifat instinktif menjadi respons yang bersifat hasil belajar dan perkembangan.d. Faktor lingkunganBerbagai faktor lingkungannya, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, kebudayaan, dan agama yang berpengaruh kuat terhadap penyesuaian diri seseorang.e.Faktor budaya dan agamaLingkungan kultural tempat individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Kemudian agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi, dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak.

Yang kedua, yaitu bagaimana perkembangan kemandirian peserta didik dan implikasinya bagi pendidikan. Menurut Desmita (2009: 190) kemandirian adalah kecakapan yang berkembangan sepanjang rentang kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik, yaitu sebagai berikut:a. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai.b. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.c. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengekplorasi lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka.d. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain.e. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.

Yang ketiga, yaitu bagaimana kegiatan belajar peserta didik. Menurut Fatimah (2010: 109) kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi remaja. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain sebagai berikut.a.Belajar dengan coba-cobaAnak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan, cara belajar ini lebih umum digunakan pada masa remaja awal disbanding masa sesudahnya.b.Belajar dengan cara meniruDengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, remaja bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. Remaja yang suka ribut atau merasa popular dikalangan teman-temannya biasanya akan marah bila mendapat teguran gurunya.c. Belajar dengan cara mempersamakan diriAnak akan menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi yang ditiru. Di sini anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunya ikatan emosional yang kuat dengannya.d. Belajar melalui pengondisianDengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan karena anak kecil kurang mampu menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka. Setelah melewati masa kanak-kanak, penggunaan metode pengondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka.e. Belajar di bawah bimbingan dan pengawasanAnak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasnya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.Anak memperhalus ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak ke masa remaja. Pelatihan pernyataan emosi yang bersifat umum ke emosinya sendiri yang bersifat individual ini dan memperhalus perasaan merupakan petunjuk adanya pengaruh yang berharap dari latihan serta pengendalian terhadap perilaku emosional.

Yang keempat, kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu. Berdasarkan Goleman dalam Fatimah (2010: 116) mengungkapkan lima wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai berikut.a.Mengenali emosi diri. Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri.b. Mengelola emosi. Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri.c. Memotivasi diri. Kemampuan seorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal berikut: a) cara mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap untuk kerja seseorang; c) kekuatan berpikir positif; d) optimism; dan e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah kedalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek.d. Mengenali emosi orang lain. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan kesadaran diri. Jika seseorang terbuaka pada emosi sendiri, ia akan terampil membaca perasaan orang lain.e. Membina hubungan dengan orang lain. Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

Penyesuaian diri merupakan penguasaan, yaitu dalam arti memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi-frustasi secara efisien. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bartahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut: Kondisi Jasmaniah, Perkembangan Kematangan dan Penyesuaian Diri, Penentu Psikologis terhadap Penyesuaian diri.Peranan penyesuaian diri sangat mempengaruhi terhadap perkembangan emosi peserta didik. Adapun yang perlu orang tua maupun guru tahu dalam menangani emosi anak dengan penyesuaian diri yaitu:a) kita harus mengetahui faktor pendukung yang memengaruhi penyesuaian diri yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal.b) bagaimana perkembangan kemandirian peserta didik dan implikasinya bagi pendidikan.c)bagaimana kegiatan belajar peserta didik.d)kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu

Daftar Pustaka

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung:CV Pustaka Setia.Sudarsono. 1990. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka CiptaSunarto & Agung Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

4 | Perkembangan Peserta Didik