Upload
saroha-sihite
View
190
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Psikologi islam
Citation preview
Makalah Psikologi Agama | Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah, sehingga pengaruh lingkungan akan turut
mempengaruhi perkembangan seseorang. Baik ataupun buruknya lingkungan akan menjadi
referensi bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. WH. Clarck mengemukakan bahwa bayi yang
baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan
yang bersifat bawaan. Disini mengandung pengertian bahwa sifat bawaan seseorang tersebut
memerlukan sarana untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam
mencapai hal tersebut. Baik pendidikan keluarga, formal ataupun non formal sekalipun. Terlebih
sebagai umat islam maka pendidikan islam tentu menjadi sebuah jalan yang harus ditempuh oleh
semua umat.
Makalah ini secara rinci akan membahas mengenai Agama ditinjau dari sudut psikologi. Pentingnya
agama merupakan kewajiban setiap manusia untuk belajar sekaligus mengajar, hal ini bertujuan
agar manusia mampu menerapkan tujuan pendidikan agama itu sendiri yaitu dalam konsep
ketaqwaan dan keimanan.
BAB II PEMBAHASAN
Makalah Psikologi Agama | Pengaruh Pendidikan Terhadap Jiwa Keagamaan
A. Pendidikan Keluarga
Barang kali sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan. Anak-anak pada masa bayi
sampai sekolah memiliki lingkungan tunggal, Yaitu keluarga. Makanya tidak mengheran kan jika
Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anank-anak sebagian besar terbentuk
oleh pendidikan keluarga. Sejak bangundari tidur hingga saat akan tidur kembali, Anak-anak
kenerima pengaruh dan pendidikan keluarga (Gilbert Highest, 1961:78).
Bayi yang baru lahir merupakan mahluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh bebagai
kemampuan yang bersifat bawaan, Disini terlihat oleh berbagai aspek yang kontradiktif. Disatu pihak
bayi bayi berada dalam kondisi tanpa daya, Sedang dipihak lain bayi mempunyai kemampuan untuk
berkembang (exploratif). Tetapi menurut Walter Houston Clark, Perkembangan bayi tidak dapat
berlangsung secara normal tanpa adanya interfensi dari luar, Walaupun secara alami ia memiliki
potensi bawaan. Seandai nya bayi dalam pertumbuhan dan perkembangan nya hanya diharapkan
menjadi manusia normal sekalipun, Maka ia memerlukan berbagai persyaratan tertentu serta
pemeliharaan yang berkesinambungan (W.H.CLrak,1964:2).
Dua ahli psikologi prancis bernama Itar dan sanguin pernah meniliti anak-anak asuhan srigala.
Mereka menemukan dua oarang bayiyang dipelihara oleh seklompok srigala disebuah gua, Ketika
ditemukan, kedua bayi manusia itu sudahberusia kanak-kanak. Namun, Kedua bayi tersebut tidak
menunjukkan kemampuan yang seharus nya dimiliki manusia pada usia kanak-kanak. Tak
seorangpun diantara keduanya mampu mengucapakan kata-kata, kecuali aungan sekor srigala.
Keduanya juga berjalan merangkak dan makan dngan cera menjilat. Dan terlihat pertumbuhan gigi
serinya paling pinggir lebih runcing menyrupai taring srigala. Setelah dikembalikan kelingkungan
masyarakat mnusia, ternyata kedua anak-anak hasil asuhan srigala tak dapat menyesuikan diri, dan
akhir nya mati.
Contoh diatas menunjukkan bagaimana pengaruh pendidikan, Baik dalam bentuk pemeliharaan
ataupun pembentukan kebiasaan terhadap massa depan perkembangan seorang anak. Meskipun
seorang anak /bayi manusia yang dibekali sebuah potensi kemanusiaan, Namun dilingkungan
pemeliharaan srigala tersebut potensi tidak berkembang.
Kondisi seperti itu tampak nya menyebabkan manusia memerlukan pemeliharaan, Pengawasan dan
bimbingan yang serasi dan sesuai agar pertumbuhan dan perkembangan dapat berjalan baik dan
benar. Manusia memang bukan mahkluk yan instintik secara utuh, Sehingga ia tidak mungkin
berkembang dan tumbuh secara instingtif sepenuh nya. Makanya menurut W.H. Clrak, bayi
memerlukan persyaratan-persyaratan tertentupengawasan serta pemeliharaan terus menerus
sebagai latihan dasar dalam pembentukan dasar dalam pembentukan kebiasaan dan sikap-sikap
tertentu agar ia memiliki kemungkinanuntuk berkembang secara wajar dalam kehidupan dimassa
depan.
Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya
adalah kedua orang tua. Orang tua adalh pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi ank-anaknya
karena secara kodrat ibu dan ayah diberikan anugrah oleh tuhan penciptaberupa naluri orang tua.
Karena naluri ini,timbul kasih sayangpara orang tua terhadap anak mereka, sehingga secara moral
kedua nya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi ,melindungi, serta
membimbing keturunan mereka.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan.
Perkembangan agama menurut W.H.Clark, berjalin dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit di
identifikasisecara jelas, karena masalh menyangkut kejiwaan, manusia begitu rumit dan
kompleksnya. Namun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sederhana tersebut, Agama
terjalin dan terlibat didalam nya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agama
itu berkembang. Dalam kaitan pula itulah terlihat peran pendidikan keluarga,dalam menanamkan
jiwa keagamaan pada anak, Maka. Tak mengheran kan jika rosul menekan kan tanggung jawab itu
pada kedua orang tua.
B. Pendidikan Kelembagaan
Di masyarakat primitif lembaga pendidikan secara khusus tidak ada. Anak-anak umumnya dididik
dilingkungan keluarga dan masyarakat lingkungan nya. Pendidik secara kelembagaan memang
belom diperlukan, karena fariasi profesi dalam kehidupan belom ada. Jika anak dilahirkan
dilingkungan keluarga tani, Maka dapat dipastikan ia akan menjadi petani seperti orang tua dan
masyarakat lingkungan nya. Demikian pula anak seorang nelayan, Ataupun anak seorang pemburu.
Sebaliknya, dimasyarakat yang telah memiliki peradaban modern, tradisi seperti itu tak mungkin
dipertahankan. Untuk menyeleraskan diri dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya,
Seseorang memerlukan pendidikan. Sejalan dengan kepentingan itu, Maka dibentuk lembaga
khusus yang menylenggarakn tugas-tugas kependidikan dimaksud. Dengan demikian, Secara
kelembagaan maka sekolah-sekolah pada hakikat nya adalah merupakan lembaga pendidikan yang
artifisialis (sengaja dibuat).
Selain itu, sejalan dengan fungsi dan peranan nya, maka sekolah sebagai kelembagaan pendidikan
adalah pelajud dari pendidikan keluarga. Karena keterbatasan orang tua untuk mendidik anak-anak
mereka, maka mereka diserahakn kesekolah-sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan massa
depan anak-anak, terkadang para orang tua sangat efektif dalam menentukan tempat untuk
menyekolahkan anak-anak mereka. Mungkin saja para orang tua yang berasal dari keluarga taat
beragam akan memasukkan anak-anak nya kesekolah agama. Sebalik nya, para oarang tua lain
lebih mengarahkan anak mereka kesekolah umum. Ataau sebalik nya orang tua yang
mengendalikan anak nya sulit bisa juga para orang tua memasukkan anak nya kesekolah Agama
dengan tujuan pembentukan kepribadian yang lebih baik.
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain
sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada
diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga. Dalam konteks ini guru agama
harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang dibarikannya.
Menurut Mc Guire proses perubahan sikap dari tidak menerima ke sikap menerima berlangsung
melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama adalah adanya perhatian; kedua, adanya
pemahaman; dan ketiga, adanya penerimaan (Djamaluddin Ancol: 40-41). Dengan demikian
pengaruh kelembagaan pendidikan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak, sengat
tergantung dari kemampuan para pendidik untuk menimbulkan ketiga proses itu. Pertama,
pendidikan agama yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk menopang
pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi, metode serta alat-alat bantu
yang menungkinkan anak-anak memberikan perhatiannya.
Kedua, para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi
pendidikan yang diberkannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama
yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi tidak terbatas plada kegiatan yag
bersifat hafalan semata. Ketiga, penerimaan siswa terhadap meteri pendidikan agama yang
diberikan. Plenerimaan ini sangat tergantung dengan hubungan antara materi dengan kebutuhan
dan nilai bagi kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada garis besarnya banyak
ditentukan oleh sikap pendidik itu sendiri, antara lain memiliki keahllian dalam bidang agama dan
memiliki sifat-sifatyang sejalan dengan ajaran agama, seperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua ciri
ini akan sangat menetukan dalam mengubah sikap para anak didik.
C. Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya sependapat
bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi pendidikan anak didik adalah keluarga,
kelembagaan pendidiklan dan lingkungan masyarakat. Kerasian antara ketiga lapangan pendidikan
ini akan memberi dampak yang positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam pembentukan jiwa
keagamaan mereka.
Seperti diketahi bahwa dalam keadaan yang ideal, pertumbuhan seseorang menjadi sosok yang
memiliki kepribadian terintegrasi dalam berbagai aspek mencakup fisik,psikis,moral dan spritual
(M.Buchori: 155). Maka menurut Wetherington, untuk mencapai tujuan itu perlu pola asuh yang
serasi, menurutnya adaenam aspek dalam mengasuh pertumbuhan itu, yaitu:
1. Fakta-fakta asuhan
2. Alat-alatnya
3. Regularitas
4. Perlindungan
5. Unsur waktu (M.Buchori: 156)
Wetherington memberi contoh mengenai fakta asuhana yanng diberikan kepada anak kembar yang
diasuh di lingkungan yang berbeda. Hasilnya ternyata menunjukkan bahwa ada perbedaan antara
keduanya sebagai hasil pengaruh lingkungan. Selanjutnya ia mengutip hasil penelitian Newman
tentang adanya perbedaan dalam lingkungan sosial dan pendidikan menghasilkan perbedaan-
perbedaan yang tidak dapat disangkal. Dengan demikian menurutnya, kehidupan rumah (keluarga)
yang baik dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang penting dalam perubahan psikis
(kejiwaan) dan dalam suasana yang lebih kaya pada suatu sekolah perubahan-perubahan semacam
itu akan lebih banyak lagi (M.Buchori: 156).
Selanjutnya karena asuhan terhadap perumbuhan anak harus berlangsung secara teratur dan terus-
menerus. Oleh karena itu, lingkungan masyarakat akan memberikan dampak dalam pembentukan
pertumbuhan itu. Jika pertumbuhan fisik akan mberhenti saat anak mencapai usia dewasa, namun
pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Hal ini menunjukkan bahwa masa asuhan di
kelembagaan pendidikan (sekolah) hanya berlangsung selama waktu tertentu. Sebaliknya asuhan
oleh masyarakat akan berjalan seumur hidup. Dalam kaitan ini ada pula terlihat besarnya pengaruh
masyarakat terhadap pertumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma kesopanan
tidak akan dapat dikuasai hanya dengan mengenal saja. Menurut Emerson, norma-norma
kesopanan menghendaki adanya norma-norma kesopanan pula pada orang lain. (M.Buchori: 157).
Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa pembentukan nilai-nilaikesopanan atau
nilai-nilai yang erkaitan dengan aspek-aspek spritual akan lebih afektif jika seseorang beradadalam
lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Sebagai contoh, hasil penelitian Masri
Singarimbun terhadap kasus kumpul kebo di Mojolama. Ia menemukan 13 kasus kumpul kebo ini
ada hubungannya dengan sukap toleran masyarakat terhadap hidup bersama tanpa nikah
(Djamaluddin Ancok: 27). Kasus seperti itu mungkin akan lebih kecil di lingkungan masyarakat yang
menentang pola hidup seperti itu.
Di sini terlihat hubungan antara llingkungan dan sukap masyarakat terhadap nilai-nilai agama. Di
lingkungan masyarakat sendiri barangkali akan lebih memberi pengaruh bagi pendidikan jiwa
keagamaan dibandingkan dengan masyarakat lain yang memiliki ikatan yang longgar terhadap
norma-norma keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembenukan.
D. Agama dan masalah sosial
Tumbuh dan kesadaran agama (religions cons ciausness) dan pengalaman Agama (religions
experince), ternyata melalui proses yang gradul, tidak sekaligus. Pengaruh luar sangat berperan
dalam menumbuh kembangkan nya, khususnya pendidikan. Adapun pendidikan yang berpengaruh,
yakni pendidikan dalam keluarga. Apabila dalam lingkungan keluarga anak-anak tidak diberikan
pendidikan agama, biasanya sulit memperoleh kesadaran dan pengalaman agama yang memadai.
Pepatah mengatakan :”Bila anak tidak dididik oleh oarang tuanya, maka ia akan dididik oleh siang
dan malam.” Maksud nya pengaruh lingkungan nya akan mengisi dan memberi bentuk dalam jiwa
anak itu. Dalam kehidupan dikota-kota basar, Anak-anak kehilangan dari hubungan dengan orang
tua cukup banyak, mungkin dikarenakan faktor ekonomi, hingga harus ikut mencari nafkah seharian
ataupun karena mereka yatim piatu. Anak-anak ini sering disebut anak jalanan.
Dalam kesehariaan nya, nanak-anak ini umumnya tergabung dalam kelompok pengamen,
pemulung, pengemis,dan sebagainya. Mengamati linkungan pergaulan nya sehari-hari serta
kegiatan yang mereka lakukan, maka kasus anak jalalan selain dapat menimbulkan kerawanan
sosial,juga kerawanan dalam nilai-nilai keagamaan. Selain latar belakang sosial ekonomi, mereka ini
tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh bimbingan keagamaan. Bahkan, dikota-kota besar,
mereka ini seakan sudah terbentuk menjadi golongan tersendiri dalm masyarakat, Yakni masyarakat
rentan.
Sebagi masyarakat rentan, golongan ini seakan berada diluar lingkaran budaya dan tradisi
masyrakat umum. Boleh dikatakan mereka mempunyai “budaya” sendiri yang terbentuk diluar
kaidah-kaidah dan nilai yang berlaku atau pola fikir,kehidupan yang cenderung permisif (serba
boleh).
Bila konflik agama dapat ditimbulkan oleh tindakan radikal, karena sikap fanatisme agama, maka
dalam kasus anak jalanan ini, mungkin sebaliknya. Konflik dapat terjadi karena kosong nya nilai-nilai
agama. Dalam kondisi kehidupan yang seperti ini, tindakan emosional dapat terjadi sewaktu-waktu.
Hal ini dikarenakan tidak adanya nilai-nilai yang dapat mengikat dan mengatur sikap dan perilaku
yang negatif.dengan demikian, mereka akan mudah terprofokasi oleh sebagi isi yang berkembang.
Dalam kontes ini sebenarnya institusi pendidikan agama dapat berperan. Demikian organisasi
keagamaan. Membiarkan anak jalanan ataupun menyerahkan semua kepada pemerintah, bagai
manapun bukan sifat yang arif. Kasus anak jalanan napak nya memang memerlukan penanganan
yang serius. Selain menjadi masalah sosial, kasus ini juga menjadi bagian dari masalh keagamaan.
Sebagai aplikasi dari kesadaran agama.
E. Pengaruh Pendidikan Terhadap Psikologi Agama
Psikologi agama yang memepelajari rasa agama dan perkembangannya mempunyai peranan yang
saling korelatif dalam pendidikan agama islam. Pendidikan islam sebagi sebuah upaya penyadaran
terhadap umat islam akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pertumbuhan rasa agama akan
semakin meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan kondisi di sekitarnya, baik sosial,ekonomi,
politik hukum dan sebagainya. Peran psikologi agama dalam pendidikan islam lebih memudahkan
pemahaman masyarakat dalam menelaah agama secara komprehensif. Agama tidak dipandang
hanya sebagi kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama memang menjadi kebutuhan stiap pribadi
seseorang yang menjadikan perkembangan pribadi secara psikisnya. Proses penyadaran dan
perubahan untuk meningkatkan nilai jiwa keagamaan pun akan mudah di kembangkan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa Pendidikan keluarga merupakan pendidikan
dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H.Clark, berjalin
dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit di identifikasisecara jelas, karena masalh menyangkut
kejiwaan, manusia begitu rumit dan kompleksnya. Di sini terlihat hubungan antara llingkungan dan
sukap masyarakat terhadap nilai-nilai agama. Di lingkungan masyarakat sendiri barangkali akan
lebih memberi pengaruh bagi pendidikan jiwa keagamaan dibandingkan dengan masyarakat lain
yang memiliki ikatan yang longgar terhadap norma-norma keagamaan. Dengan demikian, fungsi
dan peran masyarakat dalam pembenukan.
DAFTAR PUTAKA
Ali Ashraf, Horison, Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus1993)
Jalaludin, Psikologi Agama ( Jakarta: PT Rajawali Grafindo, 2005)
Prof.Dr.H Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta: rajawali Pers, 2004)