Upload
novi-susanti
View
1.431
Download
341
Embed Size (px)
DESCRIPTION
berisi makalah mengenai radioterapi dan penatalaksanaannya.
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan diikuti dengan perkembangan
teknologi. Didunia kesehatan, peralatan teknologi yang digunakan semakin
canggih. Radiologi memegang peranan penting dalam upaya penegakan
diagnosa suatu penyakit dan mempelajari tentang radiasi terutama di bidang
radiodiagnostik dan radioterapi yang bertujuan untuk penyembuhan dari sakit
yang dideritanya ataupun sekedar meningkatkan kualitas hidup penderita.
Salah satunya adalah pengobatan dalam melawan penyakit keganasan, yang di
anggap mematikan yaitu kanker.
Beberapa metode dapat diterapkan dalam penanganan penyakit tumor
ganas atau kanker ini, yaitu operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Metode-
metode tersebut dapat dilakukan secara mandiri ataupun bisa dikombinasikan.
Mengenai hal tersebut akan di tentukan oleh dokter berdasarkan jenis kanker
dan tingkat keganasan (stadium) yang diderita.
Radioterapi merupakan tindakan medis yang dilakukan pada pasien
dengan menggunakan radiasi pengion untuk mematikan sel kanker
semaksimal mungkin dengan kerusakan pada sel normal seminimal mungkin.
Tindakan terapi ini menggunakan sumber radiasi tertutup.
Banyak pemeriksaan kanker yang dapat kita lakukan dengan
menggunakan radioterapi, salah satunya adalah pemeriksaan kanker
nasofaring atau KNF menggunakan pesawat Linac yang banyak dilakukan di
RSPAD Gatot Soebroto.
Untuk mengetahui lebih jelas lagi tentang teknik pemeriksaan kanker
nasofaring, maka saya membuat makalah dengan judul “Teknik Pemeriksaan
Kanker Nasofaring di Instalasi Radionuklir RSPAD Gatot Soebroto”.
1
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui prosedur
pemeriksaan Radioterapi Kanker Nasofaring di RSPAD Gatot Soebroto.
b. Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan laporan ini untuk menambah ilmu pengetahuan dan
juga untuk memenuhi tugas akhir praktek kerja lapangan di Instalasi
Radionuklir RSPAD Gatot Soebroto periode I (satu) tanggal 12 Mei 2014
sampai 31 Mei 2014.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah yang dilakukan oleh
penulis, antara lain:
1. Bagi penulis untuk memenuhi tugas Laporan Kasus PKL serta menambah
wawasan pengetahuan bagi penulis terutama tentang teknik pemeriksaan
Radioterapi Kanker Nasofaring.
2. Bagi pembaca memberikan gambaran yang jelas tentang teknik
pemeriksaan Radioterapi Kanker Nasofaring.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Radioterapi
Radioterapi adalah metode pengobatan di bidang kesehatan dimana
radiasi pengion digunakan untuk mengobati penyakit keganasan yang
bertujuan mematikan atau menghambat pertumbuhan sel tumor/kanker.
Tindakan terapi ini menggunakan sumber radiasi tertutup.
Radiasi pengion dapat bersumber dari unsur radioaktif (radionuklida)
berupa sinar gamma ataupun dari suatu pembangkit radiasi (generator sinar-x)
berupa sinar-X, elektron, dan lain sebagainya. Contoh sumber radiasi gamma
dari Unsur radioaktif: Cobalt (Co-60), Caesium (Cs-137) dan Iridium (Ir-
192). Sedangkan contoh sumber radiasi berupa pembangkit LINAC (Linear
Accelerator).
B. Sejarah Radioterapi
Radioterapi adalah metode yang menggunakan energi radiasi tinggi
untuk mengecilkan tumor dan membunuh sel kanker. Metode pengobatan ini
mulai digunakan orang sebagai salah satu pengobatan tumor ganas, segera
setelah ditemukannya sinar-x oleh WC Roentgen, sifat-sifat radioaktivitas
oleh Becquerel dan radium oleh Pierre dan Marie Curie, yaitu pada akhir abad
ke-19.
Pada saat tersebut para medisi amat berbesar hati melihat suksesnya
hasil pengobatan pada berbagai jenis kanker kulit serta neoplasma-neoplasma
yang letaknya superfisial. Bahkan mereka menggunakan sinar ini untuk
kelainan-kelainan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses
neoplastik seperti acne, artritis, verruca atau untuk epilasi dari rambut-rambut
yang tidak dikehendaki. Mereka mengatakan bahwa keajaiban di dunia
pengobatan kanker telah ditemukan ("miraculous cure"). Tetapi gambaran ini
berubah sama-sekali, ketika ditemukan bahwa tumor-tumor yang semula
hilang karena terapi radiasi kembali muncul dan kerusakan pada jaringan
sehat akibat radiasi mulai tampak.
3
C. Prinsip Radioterapi
Adapun prinsip radioterapi sebagai berikut:
1. Memberikan dosis radiasi yang tepat dan terukur pada volume tumor yang
ditentukan.
2. Menghindari atau mengurangi kerusakan jaringan sehat disekitarnya
seminimal mungkin
D. Tujuan Radioterapi
1. Kuratif
Pasien mempunyai kemungkinan bertahan hidup atau sembuh setelah
pengobatan adekuat dengan pemberian dosis yang cukup tinggi. Biasanya
tujuan penyinaran dilakukan pada kasus stadium awal, sehingga
kemungkinan pasien untuk sembuh masih tinggi.
2. Paliatif
Tidak ada harapan pasien bertahan hidup dalam periode tertentu. Tujuan
penyinaran hanya mengurangi gejala atau keluhan (meningkatkan kualitas
hidup). Biasanya dilakukan pada kasus stadium lanjut. Dosis yang
diberikan secukupnya (2/3 dosis kuratif) dengan pemberian yang
sesingkat mungkin.
3. Preventif
Bila suatu kanker menyebar ke daerah risk, kemungkinan akan dilakukan
penyinaran agar sel pada daerah tersebut tidak berubah menjadi tumor.
E. Prosedur Radioterapi
1. Investigasi: diagnose awal (patologi anatomi, radiologi, laboratorium,
fisik), stadium, riwayat penyakit yang semuanya dilakukan oleh dokter
onkologi
2. Ada atau tidak indikasi dengan pengobatan radiasi.
3. Penentuan tujuan pengobatan radiasi, yaitu kuratif atau paliatif.
4. Penentuan volume radiasi (simulasi), dengan mempertimbangkan sel sehat
yang terkena radiasi seberapa banyak.
5. Penetapan planning radiasi (Treatment Planning Systems)
6. Pelaksanaan radiasi (Treatment Delivery)
4
F. Jenis-Jenis Radioterapi
1. Radiasi Eksterna (Teleterapi)
Radiasi eksterna adalah bentuk pengobatan radiasi dengan sumber
radiasi mempunyai jarak dengan target yang dituju atau berada di luar
tubuh. Sumber radiasi yang dipakai adalah sinar-x atau photon yang
merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan oleh
pesawat Linear Accelerator (LINAC).
2. Brakhiterapi
Brakhiterapi merupakan pemberian radiasi dengan meletakkan
sumber energi di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di dalam
rongga tubuh. Sumber radiasi yang dipakai adalah Iridium 192 dan nama
alat / pesawat adalah Microselectron.
3. Radiasi Interna
Radiasi interna adalah jenis terapi radiasi dengan cara memasukkan
sumber radiasi ke dalam tubuh, baik secara oral maupun intravena
sehingga mengikuti metabolisme tubuh. Sumber radiasi yang dipakai
adalah Iodium131 dan Samarium. Selama proses radiasi, pasien
ditempatkan pada ruang khusus (ruang isolasi radiasi) dan Pasien
diperbolehkan pulang, setelah aktivitas radiasi yang ada dalam tubuh
pasien dianggap aman ( ≤ 0,33 mCi ).
G. Pesawat Radioterapi
1. Teletrapi Gamma/Cobalt-60
Menggunakan sumber tertutup dari zat Radioaktif Cobalt-60 dan
Cesium-137. Pesawat teleterapi Cobalt-60 aktivitas sumber 2500 – 12.500
Ci dengan waktu paruh 5.4 tahun yang memancarkan sinar gamma dengan
energy 1.17 MeV dan 1.33 MeV.
Komponen utama Teletrapi Gamma (Cobalt-60) yaitu:
• Gantry stand: merupakan suatu tempat sumber radioaktif dan yang
menjamin perputaran isocentric dari wadah sumber atau peralatan
pembatas berkas
• Source head: merupakan wadah dari sumber radioaktif yang terbuat dari
baja dan diberi pelindung timbal ( Pb ) + depleted uranium. Head
5
tersebut dilengkapi dengan sistem beam On / Off dan pembatas lapangan
radiasi.
• Collimator: adalah alat pengatur pembatas ukuran lapangan radiasi
yang disesuaikan dengan kebutuhan.
• Distance indicator: adalah suatu penunjuk jarak secara optik yang
ditempatkan pada sudut 45 terhadap sumbu kontrol di dalam gantry yang
menunjukkan jarak 65 – 130 cm.
• Control consule: merupakan sistem kontrol yang dilengkapi dengan
berbagai tombol dan ditempatkan di ruang operator.
• Source (sumber): berada di dalam kapsul stainless steel ( welded )
dengan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh IAEA. Diameter
sumber Cobalt-60 adalah 2 cm, aktivitas nominal 8000 Ci
2. Teletrapi Linac
Pesawat teleterapi jenis Linear Accelerator ( Linac ) digunakan
sejak tahun 1945. Linac pada umumnya dilengkapi dengan 2 pilihan
berkas radiasi yaitu berkas foton dan electron. Energi foton bervariasi: 4 –
10 MV atau 4 – 15 MV sedangkan Energi elektron bervariasi: 4, 6, 8, 9,
12, 15, dan 20 MeV.
Electron digunakan untuk mengobati tumor yang terletak
dipermukaan sampai +4-5 cm di bawah kulit. Karena jarak jangkauan
relative lebih rendah, maka electron hanya dapat digunakan untuk teknik
lapangan langsung menggunakan aplikator.
Komponen utama Teletrapi Linac:
• Stand: yang terdiri dari beberapa komponen di dalamnya, yaitu
- Klystron atau Magnetron, merupakan pembangkit dan penguat
gelombang mikro.
- Wave guide, yaitu pemandu gelombang yang di dalamnya dilengkapi
circulator
- Circulator, berfungsi unuk menghindari berbaliknya gelombang mikro
ke Klystron
- Oil tank, berfungsi sebagai tempat minyak untuk pendingin
6
- Cooling water system, berfungsi menjaga temperatur supaya tetap
stabil dan mencegah terjadinya kondensasi dari gelembung udara.
• Gantry: terdiri dari beberapa komponen:
- Accelerator Structure, merupakan struktur pemercepat elektron yang
di dalamnya ada modulator
- Modulator, adalah pencatu daya tinggi
- Electron Gun ( Cathode ), sebagai sumber elektron
- Bending Magnet, sebagai pembelok berkas elektron
- Treatment Head, di dalamnya terdapat alat yang membentuk berkas
radiasi
- Beam Stopper, merupakan penyerap berkas radiasi, sehingga
mengurangi persyaratan shielding ruang radiasi.
H. Teknik Pemeriksaan Radioterapi Linac Kanker Nasofaring
1. Anatomi Nasofaring
Nasofaring terletak di antara basis caranii dan palatum molle,
menghubungkan rongga hidung dan orofaring. Rongga nasofaring
menyerupai sebuah kubus yang tidak beraturan, diameter atas bawah dan
kiri kanan masing-masing sekitar 3 cm, diameter depan belakang 2-3 cm,
dapat dibagi anterior, superior, posterior, inferior dan 2 dinding lateral
yang simetris bilateral.
Batas-batas nasofaring dengan organ lain adalah (Viviroy, 2008) :
a. Dinding depan : Koana.
b. Dinding belakang : Merupakan dinding melengkung setinggi vertebrae
cervical 1 dan cervical 2.
7
c. Dinding atas : Merupakan dasar tengkorak.
d. Dinding bawah : Permukaan atas palatum molle
e. Dinding samping : Di bentuk oleh tulang maksila dan spenoid.
Dinding samping ini berhubungan dengan ruang telinga tengah
melalui tuba eustachius. Bagian tulang rawan dari tuba eustachius
menonjol di atas ostium tuba yang disebut torus tubarius. Tepat di
belakang ostium tuba terdapat cekungan kecil disebut resesua faringeus
atau lebih dikenal dengan fosa rosenmuller, yang merupakan lokalisasi
permulaan tumbuhnya tumor ganas nasofaring.
Dinding superior dan posterior bersambung dan miring membentuk
lengkungan, di antara kedua dinding tidak terdapat batas anatomis yang
jelas, maka secara klinis sering disebut sebagai dinding superior-posterior,
yaitu dari batas atas lubang hidung posterior ke posterior, hingga palatum
molle. Lapisan submukosa area itu kaya akan jaringan limfatik
membentuk tonsil faring, di masa anak hiperlasia nyata membentuk
adenoid. Dinding posterior setinggi vertebrae cervical 1 dan cervical 2,
kedua sisinya adalah batas posterior resesus faringeus.
2. Patologi Nasofaring
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang berasal dari
epitel mukosa atau limfoepitel pada nasofaring. Karsinoma nasofaring
juga dikenal sebagai tumor ganas yang berpotensi tinggi mengadakan
metastasis regional maupun jauh. Karsinoma nasofaring sensitif terhadap
radioterapi maupun kemoterapi ( Mulyarjo, 2002).
Lokasi predileksi karsinoma nasofaring adalah dinding lateral
nasofaring (terutama di resesus faringeus atau lebih dikenal dengan
sebutan fossa Rossenmuler) dan dinding superoposterior.
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh
organisasi kesehatan dunia (WHO ) sebelum tahun 1991 dibagi menjadi 3
tipe yaitu:
a. Tipe 1: Karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi yaitu tipe ini
dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang, dan buruk.
8
b. Tipe 2: Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi berdiferensiasi
yaitu tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada
diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan inter sel. Pada
umumnya batas sel cukup jelas.
c. Tipe 3: Karsinoma tidak berdiferensiasi yaitu tipe ini sel tumor secara
individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval
atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel
tidak terlihat dengan jelas.
Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferensiasi mempunyai sifat
radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr,
sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak
begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus
Epstein-Barr.
3. Gejala dan Tanda Karsinoma Nasofaring
Adapun yang menjadi gejala umum ketika seseorang terserang
kanker nasofaring ialah sebagai berikut:
a. Air liur yang mengandung darah.
b. Terjadinya pembengkakan kelenjar getah bening yang mengakibatkan
timbulnya benjolan di leher.
c. Mengalami hidung tersumbat.
d. Keluarnya darah dari lubang hidung.
e. Terjadinya gangguan pendengaran.
f. Sering mengalami sakit kepala.
g. Kerap terkena infeksi pada telinga.
h. Gejala mata & saraf: pandangan mata kabur, terdapat benjolan di bawah
telinga kanan dan kiri, serta telinga sering tersasa berdenging.
Penyebab:
a. Virus Epstein-Barr
9
b. Bahan kimia dan tembakau
c. Diet
d. Ikan asin dan sayuran yang diawetkan
e. Makanan yang difermentasi
f. Kebiasaan memasak seperti Asap dan gas rumah tangga
g. Kegiatan Keagamaan seperti kemenyan, dupa
h. Pekerjaan seperti pekerjaan yang sering terpapar dengan gas dan bahan
kimia industri, peleburan besi, formaldehida, dan serbuk kayu.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada karsinma nasofaring
adalah :
a. Epistaksis
Sewaktu menghisap sekret dari rongga hidung atau nasofaring dengan
kuat, bagian dorsal palatum molle bergesekan dengan permukaan
tumor, sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan
menimbulkan epistaksis.
b. Hidung tersumbat
Hidung tersumbat disebabkan karena tumor menyumbat lubang hidung
posterior.
c. Tinitus dan pendengaran menurun
Penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan dinding lateral
nasofaring menginfiltrasi, menekan tuba eustachii, menyebabkan
tekanan negatif di dalam cavum timpani, hingga terjadi otitis media
transudatif. Menurunnya kemampuan pendengaran karena hambatan
konduksi, umumnya disertai rasa penuh di telinga.
d. Sefalgia
Kekhasannya adalah nyeri kontinu di region temporoparietal atau
oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf
cranial atau os basis cranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau
iritasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.
e. Pembesaran kelenjar limfe leher
Lokasi tipikal adalah kelenjar limfe kelompok profunda superior koli,
tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup
10
otot sternokleidomastoideus dan benjolannya tidak nyeri maka sulit
diketahui lebih awal.
f. Gejala metastasis jauh
Lokasi metastasis paling sering yaitu tulang, paru-patu, dan hepar.
Metastasis tulang yang paling sering yaitu ke pelvis, vertebra, iga dan
keempat ekstremitas. Metastasis hati, paru dapat sangat tersembunyi,
kadang hanya ditemukan ketika dilakukan tinda lanjut rutin dengan
rontgen toraks, pemeriksaan hati dengan CT atau USG.
4. Stadium
Sistem klasifikasi stadium karsinoma nasofaring (KNF) yang
dipakai saat ini ada beberapa macam antara lain menurut UICC, AJCC,
atau sistem Ho. Pada tahun 1997 AJCC (American Joint Committee on
Cancer) mengeluarkan sistem klasifikasi stadium terbaru yaitu edisi ke-5,
menggantikan edisi ke-4 (1988). Berikut ini adalah sistem klasifikasi
stadium menurut AJCC 1997 :
a. Stadium T (Ukuran luas tumor)
T0 : Tak ada kanker di lokasi primer
T1 : Tumor terletak atau terbatas di daerah nasofaring
T2 : Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan atau ke
cavum nasi
T2a : Tanpa perluasan ke ruang parafaring
T2b : Dengan perluasan ke parafaring
T3 : Tumor menyeberang struktur tulang dan atau sinus
paranasal
T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau melibatkan syaraf
cranial, hipofaring, fossa infratemporal atau orbita.
b. Limfonodi regional (N)
N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe
N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter < 4 cm,mobile
N2 : Kelenjar limfe koli inferior membesar atau berdiameter 4-
11
7 cm
N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau
berdiameter > 7 cm.
c. Metastasis jauh (M)
M0 : Tak ada metastasis jauh
M1 : Metastasis jauh
Stadium I : T1N0M0
Stadium II : T2N0-1M0, T0-2N1M0
Stadium III : T3N0-2M0, T0-3N2M0
Stadium IVa : T4N0-3M0, T0-4N3M0
Stadium IVb : T apapun, N apapun, M1(3,13,14)
5. Perencanaan Radiasi
Salah satu langkah dalam tahapan penatalaksanaan radioterapi
adalah menentukan batas-batas lapangan radiasi. Tindakan ini merupakan
langkah yang terpenting untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi.
Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya serta
kelenjar-kelenjar getah bening regional. Untuk menentukan batas-batas
lapangan radiasi serta perhitungan dosis karsinoma nasofaring, maka perlu
adanya persiapan penyinaran. Adapun persiapan tersebut meliputi :
a. Ruang cetak (Mould room) (Susworo R, 2007)
Di ruang cetak ini dilakukan pembuatan berbagai peralatan bantu,
seperti pembuatan masker sebagai alat fiksasi pada saat radiasi ekterna
kepala dan leher. Dilakukan pula pembuatan kompensator (bolus) yang
terbuat dari lilin atau wax.
b. Computer Tomografi (CT) Planning/CT Simulator
CT Scan/CT Planning penting untuk perencanaan terapi dan
merupakan kebutuhan utama data imajing untuk 3 Dimention
Radiation Therapy Treatment Planning (3D RTTP/Perencanaan Terapi
Tiga Dimensi). Perencanaan CT Scan ádalah melokalisasi tumor
12
dengan jumlah irisan yang sangat banyak dan ketebalan 2–10
mm. Semakin tipis irisan maka jumlah irisan akan semakin banyak
dengan demikian kualitas pencitraan dapat meningkat.
c. Treatment Planning sistem (TPS)
Treatment Planning System atau dapat pula disebut dengan sistem
perencanaan radiasi merupakan suatu proses yang sistematik dalam
membuat rencana strategi terapi radiasi. Meliputi sekumpulan instruksi
dari prosedur radioterapi dan mengandung deskripsi fisik, serta
distribusi dosis berdasar pada informasi geometrik/topografi yang ada
pada pencitraan (imajing) agar terapi radiasi dapat diberikan secara
tepat. TPS ini dalam tampilannya bisa 2D bisa juga 3D.
Tujuan sistem perencanaan radiasi 2D dan 3D adalah untuk
menyesuaikan dosis pada volume target dan mengurangi dosis untuk
jaringan normal atau organ beresiko yang ada di sekitarnya.
13
BAB III
PEMBAHASAN
A. Alat dan Bahan
1. Pesawat Radioterapi Linac Pesawat Cobalt 60
Pada pemeriksaan CA KNF ini kita menggunakan pesawat Linac untuk
menyinari organ target sesuai dengan kondisi dan letak tumor pasien.
2. Control Panel dan Komputer
Pada Linac Pada Cobalt 60
3. Bantalan Kepala
Head rest dan step head rest digunakan sebagai alas kepala pada
penyinaran whole brain maupun nasofaring
14
4. Masker sebagai alat untuk fiksasi agar meminimalisasi pergerakan pada
bagian yang akan disinar.
5. Aplikator yang digunakan pada penyinaran electron untuk penyinaran
elektron.
15
B. Alur Pemeriksaan
C. Penatalaksanaan Radioterapi
Penatalaksanaan pemeriksaan radioterapi didukung oleh beberapa
pihak, yaitu dokter, fisika medis, perawat, dan radiografer. Masing-masing
memiliki peran yang berbeda dalam pengobatan pasien tetapi saling terkait
satu sama lain.
Penatalaksanaan radioterapi RSPAD Gatot Soebroto memiliki
prosedur sendiri, yaitu sebagai berikut:
1. Pasien datang ke rumah sakit untuk bertemu dokter ahli yang
bersangkutan.
2. Pasien membawa surat konsultasi ke dokter.
3. Pasien mendatangi meja registrasi atau administrasi dengan membawa
data penunjang seperti hasil radiografi sebelumnya, CT-Scan, MRI,
hasil laboratorium dan riwayat penyakit serta patologi anatomi.
4. Pasien berkonsultasi ke dokter spesialis onkologi radiasi untuk
menentuka stadium dan tujuan penyinarannya, baik kuratif maupun
paliatif.
16
5. Setelah konsultasi ke dokter, pasien dilakukan CT-Simulasi.
a. Permintaan CT-Simulasi diterima oleh operator dan pasien
diarahkan memasuki ruangan.
b. Pasien diposisikan (head first) sesuai dengan organ target yang
akan disinar.
c. Bila diharuskan memakai masker, masker yang baru diletakkan ke
dalam water bath hingga lunak sekitar 3 menit.
d. Beri reference point sesuai dengan organ target yang didapat dari
laser yang ada.
e. Setelah masker lunak, masker langsung dipasang ke bagian tubuh
yang akan disinar hingga berbentuk sesuai dengan bentuk tempat
targetnya.
f. Tandai 3 point tadi menggunakan spidol lalu tempelkan marker
berupa titik timbal pada ketiga titik tersebut.
g. Lakukan scanning seperti biasa.
h. Setelah discan, instruksikan pasien agar tidak bergerak terlebih
dahulu untuk menandai titik di tubuh pasien dengan spidol dan
sticker (+). Beri tahu pasien agar sticker dan tanda spidol tidak
hilang selama diradiasi.
i. Pada lembar simulasi, tuliskan apa saja alat bantu yang digunakan
serta letak titik lasernya berapa.
j. Sebelum dilakukan radiasi, data hasil CT-Scan dikirim ke TPS
untuk menentukan dosis radiasi, jarak, sudut gantry, teknik
penyinaran, countur tumor/kanker, dll.
6. Data pasien dikirim ke TPS.
Di TPS inilah fisikawan medis dan dokter bekerja untuk menentukan
dosis radiasi yang akan diterima pasien, volume radiasi (PTV, GTV,
CTV), counturing bentuk tumor/kanker dan organ sehat, jarak, sudut
gantry, arah sinar, dll.
7. Data dikirim ke LINAC
8. Pasien diberikan penyinaran sesuai dengan data yang dikirim ke TPS.
a. Siapkan masker dan bantalan kepala pada meja pemeriksaan.
17
b. Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan.
c. Tempatkan posisi kepala pasien di bantalan
d. Pasangkan masker pada daerah target yang akan disinar.
e. Atur meja pemeriksaan sesuai dengan titik referensi yang telah
ditandai pada saat CT-Simulator di tubuh pasien.
f. Atur sumbu x,y, z sesuai dengan treatment yang sudah ditentukan
di TPS .
g. Instruksikan pasien agar tidak melakukan pergerakan selama
penyinaran.
h. Setelah mengatur posisi pasien di ruang penyinaran, tutup ruang
penyinaran dengan rapat terkunci karena pesawat linac tidak dapat
mengekspose apabila pintu tidak terkunci dengan rapat.
i. Cari nama pasien pada komputer di ruang operator lalu pilih 3
lapangan yaitu CA KNF Planpar (lateral kiri dan lateral kanan)
dan Supraclav. Lapangan AP (jika KNF sudah mengenai sinus)
j. Putar sudut Gantry sesuai dengan posisi yang ditentukan sampai
mencapai sudut yang telah ditentukan oleh TPS, yaitu:
i. Lateral kiri : 900
ii. Lateral kanan : 2700
iii. Supraclav : 00
18
k. Setelah sudut gantry dan posisi pasien sudah sesuai dengan posisi
yang telah ditentukan lakukan penyinaran dengan menekan tombol
ekspose.
9. Setelah diradiasi, pasien diberi kartu kunjungan radioterapi. Apabila
penyinaran sudah memasuki yang kelima atau kelipatannya pasien
diberitahu untuk mengecek darah dan control ke dokter. Bila kadar Hb
<10 maka penyinaran harus dihentikan sementara sampai Hbnya
normal kembali.
D. Perencanaan Radiasi
1. Mould Room
Yaitu ruangan untuk pembuatan alat bantu radiasi berupa blok radiasi,
bolus, masker. Di dalam mould room terdapat water bath yaitu
merupakan tempat melunakkan masker baru yang akan dipakai oleh
pasien.
2. CT Simulator
CT-Simulator merupakan tempat awal simulasi sebelum pasien
melakukan pengobatan radiasi. Pesawat yang digunakan dengan
19
Tombol ekspose
diameter yang lebih besar dari pada CT-Scan diagnostik lengkap
dengan 3 laser (2 laser lateral dan 1 laser vertikal). Scanner tersebut
mempermudah operator menentukan isocenternya.
3. Treatment Planing system (TPS)
Berfungsi sebagai perencanaan dan perhitungan dosis terapi radiasi.
E. Data Pasien
1. No RM : 43.16.72
2. Nama Pasien : Tn. E
3. Umur : 63 tahun
4. Status pasien : sipil bpjs
F. Rencana kerja
1. Informasi Penyakit
a. Diagnosis : KNF
b. Stadium : T2N1M0
2. Informasi Terapi Radiasi
a. Tujuan Radiasi : Kuratif definitive
20
b. Dosis Total Radiasi : 70 Gy
c. Fraksinasi : 35 x 2Gy
d. Referensi Point : 10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Radioterapi merupakan tindakan medis yang dilakukan pada pasien
yang mengalami kanker atau tumor dimana radiasi pengion digunakan untuk
mengobati penyakit keganasan dengan maksud mematikan atau menghambat
pertumbuhan sel tumor/kanker.
Berdasarkan sumbernya radioterapi dibagi menjadi 2 yaitu Linac dan
Cobalt. Pelaksanaan radioterapi di RSPAD Gatot Soebroto pada kasus KNF
dimulai dari pendaftaran dan registrasi pasien kemudian dilanjutkan ke Poli
utama lalu dilanjutkan ke Mould room untuk pembuatan masker lalu CT
Simulator lalu ke Treatment Planing System (TPS) dan selanjutnya dilakukan
penyinaran tentunya dengan teknik-teknik tertentu. Pelaksanaan radiasinya
didukung beberapa alat yang memiliki peranan penting selama masa
penyinaran berlangsung.
B. Saran
Dengan laporan PKL ini penulis berharap agar pelaksanaan penyinaran
radioterapi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan prinsip
radioterapi. Semoga laporan PKL ini dapat memberikan gambaran
pelaksanaan penyinaran radioterapi dengan klinis CA Nasofaring dengan
menggunakan Pesawat Linac.
21
DAFTAR PUSTAKA
Asroel, Harry A. 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma
Nasofaring. Sumatera Utara: USU digital library.
Physics, Medical. 2011. Radioterapi. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014. Dari
situs jannahmedicalphysics.blogspot.com
http://prodia.co.id/penyakit-dan-diagnosa/kanker-nasofaring
http://id.wikipedia.org/wiki/Radioterapi
22
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membimbing dan membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya untuk
Radiografer RSPAD Gatot Soebroto yang telah banyak memberikan pelajaran
mengenai teknik imaging Radioterapi kepada penulis.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi atau
ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi para mahasiswa dan mahasiswi Jurusan
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Jakarta II.
Makalah ini tidak luput dari sebuah kekurangan dan juga kesalahan. Oleh
karena itu, kami sangat membutuhkan saran dan kritik yang bersifat membangun
makalah ini menjadi lebih baik.
Jakarta, Mei 2014
Penulis
23
i
Daftar Isi
HAL
Kata Pengantar …………………………………………………………………….i
Daftar Isi …………………………………………………………………….........ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
C. Manfaat Penulisan..................................................................................................2
BAB II KAJIAN TEORI....................................................................................................3
A. Pengertian Radioterapi...........................................................................................3
B. Sejarah Radioterapi................................................................................................3
C. Prinsip Radioterapi.................................................................................................4
D. Tujuan Radioterapi.................................................................................................4
E. Prosedur Radioterapi..............................................................................................4
F. Jenis-Jenis Radioterapi...........................................................................................5
G. Pesawat Radioterapi...............................................................................................5
H. Teknik Pemeriksaan Radioterapi Linac Kanker Nasofaring...................................7
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................14
A. Alat dan Bahan.....................................................................................................14
B. Alur Pemeriksaan.................................................................................................16
C. Penatalaksanaan Radioterapi................................................................................16
D. Perencanaan Radiasi.............................................................................................19
E. Data Pasien...........................................................................................................20
F. Rencana kerja.......................................................................................................20
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................21
A. Kesimpulan..........................................................................................................21
B. Saran....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22
24
“Teknik Pemeriksaan Kanker Nasofaring di
Instalasi Radionuklir RSPAD Gatot Soebroto”
Laporan Ini Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Melaksanakan PKL
Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Disusun Oleh :
NOVI SUSANTI
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II
2014
25