Upload
mac-leinn
View
930
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
SAMUDRARAKSA
MENGENANG KEJAYAAN
NENEK MOYANG
MAKALAH
Tugas untuk Memenuhi Nilai Ujian Akhir SemesterMata Kuliah Sejarah Maritim
pada Fakultas BudayaUniversitas Indonesia
oleh
LUWI KARTIKA
Jurusan Sastra Inggris
No. Mhs. 0705090212
D E P O K
2007
SAMUDRARAKSA
MENGENANG KEJAYAAN
NENEK MOYANG
MAKALAH
Tugas untuk Memenuhi Nilai Ujian Akhir SemesterMata Kuliah Sejarah Maritim
pada Fakultas BudayaUniversitas Indonesia
oleh
LUWI KARTIKA
Jurusan Sastra Inggris
No. Mhs. 0705090212
D E P O K
2007
SAMUDRARAKSA
MENGENANG KEJAYAAN
NENEK MOYANG
I dedicated this paper to
Stevanus Gatot Suryanto
A boy who is my best friendA stranger who critic me honestlyA man who open my eyes widely
And A human who has the greatest love of all
“Risiko selalu ada, jika kita tak berani mengambil resiko
tak mungkin ada perbaikan”
(Catatan Seorang Demonstran,Soe Hok Gie)
And I’ll always do my best and take all the risks…Just like what I’ve done…
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala berkat dan rahmat-Nya
yang berlimpah kepada saya sehingga makalah tipis ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Makalah yang berjudul “Samudraraksa: Mengenang Kejayaan Nenek Moyang” ini saya
susun dalam rangka pemenuhan ujian akhir mata kuliah Sejarah Maritim yang dibimbing
oleh Bapak Susanto Zuhdi. Alasan saya mengapa memilih untuk membahas mengenai
Ekspedisi Samudraraksa ini adalah karena saya tertarik dengan topik ini. Awalnya, ketika
diminta untuk membuat makalah ini, saya sama sekali tidak memiliki ide apapun di
kepala saya. Masalahnya, saya bukanlah mahasiswa jurusan sejarah, dan pengetahuan
saya tidaklah seluas pengetahuan mahasiswa jurusan sejarah yang seangkatan dengan
saya. Namun, saya sangat bersyukur bahwa liburan lebaran 1428 H yang lalu bermanfaat
untuk kuliah saya. Kebetulan, pada waktu itu saya bersama dengan keluarga
mengunjungi Candi Borobudur. Dan kebetulan pula, kami digiring oleh para petugas
untuk melewati jalur yang mengarah pada museum Samudraraksa. Dan kunjungan saya
ke sana sangat berkesan. Kemudian, saya pun teringat suatu kali Bapak Susanto pernah
menyinggung mengenai kapal Samudraraksa. Lalu, saya pikir kenapa tidak saya angkat
dalam makalah saya? Oleh karena itu, akhirnya saya memilih Ekspedisi Samudraraksa
sebagai bahan makalah saya.
Menulis bagi saya merupakan sebuah tugas yang cukup berat, karena saya merasa
menulis itu sangat sulit. Namun berhubung ini adalah sebuah kewajiban dan yang akan
saya bahas adalah sesuatu yang menurut saya sangat menarik, maka saya dengan senang
hati dan berbesar hati untuk belajar menulis makalah ini dengan sebaik-baiknya. Hal
tersulit yang saya rasakan ketika ingin menulis makalah ini adalah mengenai bagaimana
saya harus mengangkat Si Samudraraksa ini ke dalam tulisan saya. Saya merasa sangat
sulit untuk membahasnya dengan cara yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh terlalu
banyaknya referensi yang saya baca, dengan berbagai macam gaya penulisan. Perasaan
yang sering muncul ketiksa saya menulis adalah bahwa tulisan saya ini seperti mirip
dengan tulisan Si Ini atau terlalu mirip dengan tulisan Si Anu, dan lain-lain. Tetapi, saya
bersyukur untuk menulis makalah ini saya tidak terlalu sulit mencari bahannya.
Saya sangat berterimakasih kepada Stevanus Gatot Suryanto yang memberikan
inspirasi atas penulisan makalah ini. Karena kebiasaannya yang selalu tertarik dengan dan
antusias terhadap hal-hal yang baru membuat saya ikut terbawa ke dalam kebiasaannya
itu. Karena ia pula akhirnya saya bisa sampai di Museum Samudaraksa. Terimakasih pula
atas kedua orang tua yang melahirkan saya ke dunia dan juga kepada keluarga yang saya
sayangi, yang memberikan motivasi dan dukungan yang berlimpah pada saya. Kemudian
kepada Bapak Susanto Zuhdi yang memberikan pengetahuannya mengenai sejarah,
khususnya Sejarah Maritim. Dan tak lupa kepada teman-teman kelas Sejarah Maritim
yang secara tidak langsung memberikan kontribusi pada makalah ini. Dan terakhir
kepada orang-orang yang telah mengembangkan teknologi informasi sehingga
terciptanya apa yang disebut sebagai internet.
Dan terakhir, saya berharap makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi
Anda yang membacanya. Untuk pembaca awam agar dapat lebih sensitif terhadap
pemberian Tuhan Yang Maha Esa, khususnya lautan Indonesia. Bagi masyarakat
akademis mungkin dapat sedikit terinspirasi untuk dapat menghasilkan karya yang
membuat masyarakat agar mencintai dan menjaga kelautan Indonesia serta menghargai
dan mengambil manfaat sejarah. Namun pada akhirnya, saya hanyalah seorang
mahasiswi yang sedang belajar menulis, maka mungkin terdapat banyak kekurangan.
Saya tidak menutup kemungkinan untuk menerima kritik-kritik pedas dan juga saran-
saran yang membangun.
Tangerang, 28 Desember 2007
Luwi Kartika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
…
…
Siapa yang tak mengenal lagu ini? Bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia, khususnya orang Jawa, lagu ini tidak hanya sekedar sebuah lagu anak-
anak. Tapi, ada makna lain dibelakangnya. Lagu ini mengingatkan akan nenek
moyang mereka. Bahwa mereka adalah keturunan dari pelaut-pelaut tangguh yang
mampu menaklukkan lautan hingga melanglang sampai ke benua seberang.
Sayangnya, masyarakat Indonesia seperti membiarkan lautan luas milik mereka
terbengkalai. Beberapa tahun belakangan ini mereka hanya terpusat kepada
perkembangan industri, perdagangan, dan pertanian. Melupakan lautan luas dan
isinya yang menunggu untuk turut dirangkul dalam dinamika perkembangan
masyarakat.
Beberapa waktu yang lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan
kasus Ambalat. Sebuah kasus yang bisa dikatakan sebagai perseteruan antara
Indonesia dengan negara tetangganya, Malaysia, dan hampir menjadi sebuah
pertengkaran antar dua negara. Permasalahannya adalah mengenai blok Ambalat
yang merupakan wilayah sah Indonesia diakui milik Malaysia. Perhatian sempat
terpusat penuh ada kasus ini, hingga dikabarkan banyak pemuda yang mendaftar
untuk turut terjun ke lapangan demi membela Ambalat. Selain itu, muncul
kembali istilah “Ganyang Malaysia” yang pernah populer pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno.1 Munculnya kasus ini seperti menggugah
1 Sinaga, Huminca. “Sengketa Ambalat Indonesia-Malaysia dan Politik Kambing Hitam”
http://malaysia-pukimak.blogspot.com/2005/03/sengketa-ambalat-indonesia-malaysia-dan.html
( Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
kembali rakyat Indonesia akan keberadaan lautan yang terancam karena
terbengkalai.
Ada lagi negara tetangga yang bersiap memperluas wilayah pantainya
dengan mengeruk pasir yang didapatkan dari Indonesia. Memang belum ada yang
membahas mengenai apakah batas laut antara Indonesia dengan negara tetangga
tersebut akan berubah atau tidak. Namun, Indonesia harusnya tidak boleh lengah
terhadap hal yang berpotensi mengganggu stabilitas negara.
Munculnya dua kasus di atas seperti menampar masyarakat Indonesia untuk
bangun dan sadar bahwa lautan luas Indonesia seperti tak bertuan. Mereka seperti
kehilangan tahta mereka sebagai tuan rumah di lautan sendiri. Hal ini benar-benar
berseberangan dengan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka yang pelaut.
Tak hanya menjadi tuan rumah di rumah sendiri, namun juga mampu menjelajahi
lautan di negeri seberang.
Melihat dua hal yang bertolakbelakang antara masa nenek moyang dulu
dengan yang sekarang, penulis ingin mencoba memaparkan napak tilas ekspedisi
Samudraraksa untuk mengenang masa kejayaan nenek moyang, khususnya pelaut
Jawa, yang berlayar melewati rute kayu manis (Cinnamon Route).
B. Perumusan dan Ruang Lingkup Masalah
Ekspedisi Samudraraksa adalah sebuah pelayaran ekspedisi yang
dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2003 sampai dengan 23 Februari 2004 melalui
jalur Kayu Manis (Cinnamon Route) dari Jakarta (Indonesia) sampai ke Ghana
(Afrika) melewati Samudra Indonesia. Tujuan dari pelayaran ini adalah
mengenang kembali kejayaan bahari bangsa Indonesia sekitar abad ke-8.
Dalam makalah ini penulis membahas mengenai ekspedisi dan rute yang
dilewatinya.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis menyusun makalah ini, yaitu penulis akan mencoba untuk
memberikan paparan mengenai ekspedisi Samudraraksa yang dilaksanakan tiga
tahun yang lalu untuk mengenang kembali keberhasilan Ekspedisi Samudraraksa
mengarungi rute Kayu Manis.
D. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini terdiri atas empat bab, yaitu PENDAHULUAN,
SANG PENGUASA LAUTAN, PELAUT JAWA DAN RUTE KAYU MANIS,
dan KESIMPULAN. Pada bagian PENDAHULUAN penulis memberikan
paparan yang terdiri atas Latar Belakang, Perumusan dan Ruang Lingkup
Masalah, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan, dan Metode Penulisan.
Sedangkan pada bagian SANG PENGUASA LAUTAN terdiri atas Awal
Munculnya Ide, Perakitan Samudraraksa, Pelayaran Ekspedisi Menuju Afrika,
dan Persemayaman Akhir. Pada bagian PELAUT JAWA DAN RUTE KAYU
MANIS penulis memberikan paparan singkat mengenai hubungan antara pelaut
Jawa dan jalur yang dilewati oleh ekspedisi Samudraraksa. Dan terakhir, di
bagian KESIMPULAN penulis memberikan kesimpulan singkat mengenai
pelayaran Samudraraksa serta sedikit harapan terhadap masyrakat Indonesia.
E. Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan untuk mendukung kesempurnaan makalah
ini adalah studi pustaka, baik elektronik maupun cetak.
BAB II
SANG PENGUASA LAUTAN
Sang penguasa lautan. Itulah arti dari nama Samudraraksa. Samudraraksa adalah
sebuah kapal sederhana yang dibuat secara manual tanpa bantuan teknologi. Kapal
yang dibuat berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur ini dibuat untuk dibuktikan
ketangguhannya di lautan sekaligus membuktikan ketangguhan nenek moyang
Indonesia, khususnya Jawa, sebagai pelaut.
A. Awal Munculnya Ide
Dari manakah asal dan awalnya ide pelayaran Samudraksa sebenarnya? Kisah
pelayaran Samudraraksa dimulai dari impian seorang mantan marinir Inggris
bernama Philip Beale. Pada tahun 1982 saat ia belum menjadi marinir, masih
seorang peneliti, ia mengunjungi Candi Borobudur sebagai tempat rekreasinya di
sela waktu penelitiannya2. Ia tertarik terhadap relief yang menggambarkan kapal
tradisional dan bermimpi untuk mewujudkan dalam bentuk yang nyata sekaligus
menapak tilas jalur pelayaran kapal tersebut, yaitu jalur kayu manis (Cinnamon
Route). Relief kapal ini tepatnya terletak pada panil nomor 6 bidang C, lorong I,
sisi utara Borobudur3.
Sayangnya, mimpi itu harus menunggu selama dua puluh tahun untuk
terwujud. Pertemuan antara Philip Beale dengan seorang arkeolog maritim, Nick
Burningham, di Italia pada bulan September mejadi sebuah titik cerah. Nick
memang dikenal sebagai arsitek dan pembuat replika kapal yang berpengalaman4.
Dan pada akhirnya, mereka berdua sepakat untuk merakit kapal berdasarkan relief
yang ada di Candi Borobudur.
Perakitan dimulai dengan mencari pembuat kapal tradisional yang ahli dan
berpengalaman. Pada tahun 2003, mereka berdua pergi menemui sang pembuat
kapal, As’ad Abdullah Madani, di Pulau Pagerungan Kecil, sekitar 90 kilometer
2 Nurdin Kalim. “Impian Gila Bekas Marinir,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24 Agustus 2003), hal. 138
3 Hernandi Tanzil, “Ekspedisi Kapal Borobudur-Jalur Kayu Manis” http://library.stikom.edu/detailresensi.asp?id=421(Jumat, 7 Desember 2007) 14:474 loc cit.
di sebelah utara Bali. As’ad memang, yang pada waktu tiu berumur 70 tahun,
memang terkenal sebagai pembuat kapal tradisional5. Sebelum dilakukan
perakitan Nick harus melakukan penelitian selama tiga bulan untuk merancang
kapal ini.
B. Perakitan Samudraraksa
Ternyata untuk merakit kapal tradisional seperti yang terpahat di dinding
Candi Borobudur tidaklah mudah. Mulai dari mengira-ngira ukuran yang
sebenarya, mencari bahan baku perakitan, hingga perakitannya sendiri terhalang
oleh beberapa kendala-kendala.
Pada awal perakitan, terjadi perselisihan pendapat antara Philip, Nick, dan
As’ad mengenai ukuran kapal yang ingin dibuat. Pada akhirnya mereka
menyetujui ukuran yang diusulkan oleh As’ad, si pembuat kapal, yaitu 18 meter6.
Agar mirip dengan aslinya, kapal ini menggunakan bermacam-macam kayu
yang tak mudah untuk didapatkan. Kayu yang digunakan haruslah tua, paling
tidak berumur 30 tahun lebih. Selain itu, untuk menyambung kayu, As’ad tidak
menggunakan paku logam, namun menggunakan pasak yang terbuat dari kayu
ulin (Eusideroxylon gwagerri). Kesulitan lainnya adalah menemukan dempul
alami untuk merapatkan permukaan kayu. Untuk itu, As’ad dan kru pembuat
kapal harus mencari getah damar sampai ke Surabaya. Mencari tali pengikat layar
pun tak kalah sulitnya. Tali tersebut harus terbuat dari sabuk kelapa dan ijuk.
Maka untuk mendapatkannya mereka harus mencari tali yang terbuat dari sabuk
kelapa itu sampai ke daerah Muncar, Banyuwangi. Sementara untuk
menggantikan kain layar yang seharusnya terbuat dari kain kalorok, yang
biasanya dipakai oleh para nelayan Bugis, akhirnya diputuskan untuk
menggunakan kain blacu yang ditambahkan plastik7. Untuk bahan-bahan
perakitan kapal kira-kira menghabiskan dana sebesar 250 juta rupiah.
5 Nurdin Kalim. “Impian Gila Bekas Marinir,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24 Agustus 2003), hal 1396 Rian Suryalibrata, Mahbub Djunaidy. “Biar Secantik Aslinya,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24 Agustus 2003), hal. 142
7 Rian Suryalibrata, Mahbub Djunaidy. “Biar Secantik Aslinya,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24 Agustus 2003), hal. 142-143
Kapal ini dibuat dengan alat-alat sederhana. Alasannya, agar kapal ini mirip
seperti aslinya mulai dari bahan baku yang digunakan sampai dengan teknik
pembuatannya. Karena pembuatannya benar-benar manual, maka orang-orang
yang dipilih untuk merakit perahu ini harus benar-benar orang yang sangat
mengerti teknik pembuatan kapal tradisional. Oleh karena itu, Philip dan Nick
memilih datang ke Pulau Pegerungan, yang terletak di Kecamatan Sapeken,
Kabupaten Sumenep, Jawa timur, untuk mencari ahli kapal tradisional. Mengapa
pulau ini? Karena mereka percaya bahwa penduduk pulau ini kebanyakan
keturunan suku Bajo dari Sulawesi8.
C. Pelayaran Ekspedisi Menuju Afrika
Setelah kapal Samudraraksa tersebut berhasil dirakit, maka langkah
selanjutnya yang harus dilakukan adalah membentuk kru atau awak kapal untuk
melakukan pelayaran. Maka pada bulan Mei 2003, dilakukanlah seleksi untuk
calon awak kapal.9 Hasilnya, sejumlah 27 orang dengan berbagai kebangsaan
resmi ikut dalam ekspedisi ini. Sepuluh orang diantaranya berasal dari Indonesia,
sedangkan anggota awak kapal lainnya antara lain berasal dari Australia, Selandia
Baru, Inggris, Swedia, dan Prancis.10
Sebelum ekspedisi menuju Afrika dimulai, kapal Samudraraksa diuji coba
terlebih dahulu. Pada bulan Juni 2003 dilakukanlah uji coba pelayaran dari Pulau
Pagerungan kecil ke Benoa (Bali) yang melewati perairan Banyuwangi.11 Setelah
diresmikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika pada tanggal
16 Juli 2003, kapal ini resmi diberi nama Samudraraksa, yang berarti “Penguasa
Lautan”, oleh Presiden Megawati Soekarno Putri sekaligus diberangkatkan ke
Madagaskar pada tanggal 15 Agustus 2003.12 Kapal tersebut berlayar selama
8 ibid.9 “Museum Kapal Samudraraksa” http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/samudraraksa/ (Senin, 26 November 2007) 15:1010 “Melintasi katulistiwa: keunggulan ilmu maritim nenek moyang kita” http://laut-nusantara.blogspot.com/2006/06/sejuta-cerita-samudraraksa-5.html (Senin, 26 November 2007) 15:1011 loc cit.12 “Museum Kapal Samudraraksa” http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/samudraraksa/ (Senin, 26 November 2007) 15:10
enam bulan hingga akhirnya berlabuh di pelabuhan Temaa di Accra, Ghana pada
tanggal 2004 setelah menempuh jarak 11 ribu mil.13 Samudraraksa berlayar
melalui jalur Kayu Manis yang bermula dari Jakarta melewati Kepulauan
Maladewa, Madagaskar, Cape Town, Tanjung Harapan, dan berakhir di Accra,
ibu kota Ghana, di pesisir barat Afrika.14
D. Persemayaman Akhir
Walaupun kapal yang dirakit berdasarkan relief di dinding Candi
Borobudur ini bisa dikatakan menggunakan ilmu “mereka-reka”, karena para
pembuat kapal ini tidak menggunakan rumus tertentu atau menggunakan sebuah
perhitungan tertulis di atas kertas dan hanya bergantung pada feeling mereka.
Ternyata toh terbukti ketangguhannya mengarungi Samudera Indonesia dengan
selamat hingga sampai di Afrika.
Pelayaran yang awalnya diragukan sendiri oleh sang Kapten Kapal Pelaut
I Gusti Putu Ngurah Sedana apakah pelayaran dapat berhasil atau tidak. "Kapal
ini memang belum teruji. Kami ini istilahnya mission impossible."15 Begitulah
ungkapan sang kapten sesaat sebelum melakukan pelayaran. Namun, kapal
tersebut tak diragukan lagi ketangguhannya. Buktinya kini, sang Samudraraksa
masih kokoh berdiri di Museum Samudraraksa di dalam kompleks Borobudur.
Setelah lelah berlayar menempuh jarak sejauh 27.750 kilometer, yang
jaraknya hampir separuh keliling bumi.16 Samudraraksa akhirnya diputuskan
untuk ditempatkan dalam sebuah museum, yang dinamakan sesuai dengan
namanya, dekat dengan Candi Borobudur. Museum tersebut diresmikan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Agustus 2005. Pada akhirnya,
Samudraraksa kembali ke tempat dimana dia berasal, Borobudur.
13 Hernandi Tanzil, “Ekspedisi Kapal Borobudur-Jalur Kayu Manis” http://library.stikom.edu/detailresensi.asp?id=421(Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
14 “Ekspedisi Kapal Borobudur. Menyusuri Kembali Jalur Kayu Manis” http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/24/utama/451970.htm (Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
15 ibid.16 Agus S. Riyanto, “Nenek Moyangku Pedagang Rempah,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24 Agustus 2003), hal. 140-141
BAB IIIPELAUT JAWA DANJALUR KAYU MANIS
A. Kayu Manis Sebagai komoditas
Di kawasan Timur Tengah, jauh sebelum tahun-tahun Masehi, kayu manis
merupakan komoditas utama. Buktinya dapat ditemukan di galeri Mesir di Royal Ontario,
Amerika Serikat. Kayu manis merupakan komoditas impor yang sangat penting bagi
Mesir. Biasanya banyak digunakan di upacara kerajaan Mesir. Ternyata pada masa itu,
kayu manis menjadi primadona perdagangan selain cengkeh.
Menurut J. Innes Miller (The Spice Trade of Roman Empire), kayu manis awalnya
tumbuh di Asia Tenggara, di Timur Himalaya, dan utara vietnam.17 Kemudian melalui
orang Cina Selatan tanaman ini sampai di tanah Jawa dan menyebar ke seluruh Indonesia.
Kemudian, oleh orang-orang Indonesia tanaman ini dibudidayakan kemudian di ekspor
hingga ke Afrika. Mungkin karena tanah Indonesia yang sangat subur, tanaman kayu
manis tumbuh optimal dan konon dikenal berkualitas bagus. Orang Indonesia dikatakan
mendistribusikan sendiri hasil budidayanya tersebut dengan menggunakan kapal kecil.
Jarak yang mereka tempuh sejauh 4500 mil melintasi Samudra Hindia menuju Pulau
Madagaskar hingga ke Timur Laut Afrika.18
B. Jalur Kayu Manis
Jalur kayu manis (Cinnamon Route) adalah jalur perdagangan rempah-rempah
pada abad ke-8. Sejarah mencatat bahwa pelaut dan pedagang Indonesia, khususnya
Jawa, bisa dikatakan sebagai penjelajah dunia, jauh sebelum bangsa barat melakukan hal
tersebut. Walaupun mungkin kapal yang digunakan sederhana, namun diyakini para
pelaut tersebut menguasai teknologi navigasi dengan berpatokan pada alam, seperti letak
bintang atau matahari dan sebagainya. Bagaimana hal ini bisa dibuktikan? Dalam sebuah
artikel yang penulis dapat dari internet yang ditulis oleh Sean Woods, dikatakan bahwa
bahan pangan seperti ubi rambat, keladi, dan beras yang aslinya berasal dari Indonesia
bisa sampai di Afrika. Hal ini menunjukkan ada interaksi antara Afrika dan Indonesia.
“According to sources from the Mediterranean world, during the Roman empire there
was a "cinnamon route" between southeast Asia and the east African cost. The Roman author
Pliny recounts that cinnamon obtained in Ethiopia in the first century AD was brought across
distant seas on rafts without rudders, oars or sails. Sailed by Malayo-Polynesians of southeast
17 Riyanto, Agus S. “Nenek Moyangku Pedagang Rempah,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24 Agustus 2003), 140-14118 ibid.
Asia, these rafts were the ancestors of the double outrigger boats still to be seen today along the
East African coast opposite Madagascar”.19
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Khoo Joo Ee di atas dikatakan bahwa ada
sebuah jalur perdagangan yang disebut sebagai “jalur kayu manis” yang membentang
antara Asia Tenggara hingga pantai timur Afrika, berdasarkan sumber dari Mediterania.
Seorang pengarang Roma mengatakan bahwa kayu manis yang terdapat di Etiopia pada
abad pertama Masehi dibawa dari seberang laut dengan menggunakan rakit tanpa
kemudi, dayung atau layar. Orang yang berlayar itu dikatakan tergolong ras Malay-
Polinesia yang berasal dari Asia Tenggara.
Dengan adanya beberapa bukti seperti di atas, maka tak dapat dipungkiri pelaut
Jawa pada masa lalu sangat tangguh. Walaupun perahu atau kapal yang digunakan tidak
bisa dikatakan berukuran besar. Namun, mereka mampu melakukan perjalanan yang
cukup jauh untuk memperdagangkan rempah-rempah, dalam hal ini kayu manis.
BAB IVKESIMPULAN
Samudraraksa adalah sebuah perjalanan panjang untuk mengenang kejayaan sang
nenek moyang sebagai pelaut. Berawal dari sebuah kekaguman terhadap sebuah relief di
Candi Borobudur, Samudraraksa mulai dibangun dan dirakit untuk kemudian diuji
ketangguhannya di lautan. Melewati jalur Kayu Manis (Cinnamon Route), sebuah jalur
19 Khoo Joo Ee, “The life of spice; cloves, nutmeg, pepper, cinnamon” http://findarticles.com/p/articles/mi_m1310/is_1984_June/ai_3289703 ( Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
perdagangan yang dilewati oleh pedagang rempah dari Indonesia dengan kayu manis
sebagai komoditas utama.
Namun, ditengah ketidakpedulian rakyat Indonesia terhadap laut yang dulu
menjadi tahta kekuasaan sang nenek moyang. Kisah Samudraraksa ini mungkin mampu
sedikit menggugah hati rakyat Indonesia untuk sedikit berpaling kepada lautan yang
terbengkalai dan menyadari betapa berlimpahnya lautan beserta isinya. Semoga rakyat
Indonesia bisa lebih menghargai kekayaan bumi yang ditinggalinya dan juga menghargai
sejarah yang dimilikinya.
SPESIFIKASI KAPAL SAMUDRARAKSA
A. Ukuran
Panjang: 18,29 meter
Lebar: 4,50 meter
Tinggi badan: 2,25 meter
B. Bahan-bahan Pembuatan Kapal
Bagian bawah: kayu kesambi (Scleichere oleosa) dan kayu jati (Tectona
grandis)
Dek dan dinding: kayu bungor (Lagerstromeia spciosa), kayu nyamplong
(Colophyllum inophyllum), dan kayu kalipampa atau kayu laban (Vitex
gofassus)
Tiang kapal: kayu bintangor (Calophyllum blancoi)
Pasak: kayu ulin (Eusideroxylon gwagerri)
C. Bagian-bagian Kapal
Depan: kabin tempat tidur
Tengah: ruang makan dan ruang navigasi
Buritan: ruang kemudi, dapur, dan tempat cuci piring
D. Perlengkapan
Dua layar tanjak
Dua buah kemudi
Cadik ganda
E. Kapasitas
16 orang
1500 liter air tawar
900 kg beras
2 upright sails
1 ton kayu bakar
0,5 ton bahan makanan dan bumbu
F. Fasilitas keselamatan
Global Positioning Satelite(GPS): untuk mengetahui posisi kapal
NavTex: untuk menerima informasi cuaca
EchoSounder: untuk mendeteksi kedalaman air
Inmarsat Telephone Satelite: untuk komunikasi di tengah lautan
Lift Raft (rakit apung) sebanyak dua buah
Sumber:
Suryalibrata, Rian, and Mahbub Djunaidy. “Biar Secantik Aslinya,” TEMPO,
Edisi 18-24
Agustus 2003 (24 Agustus 2003), 142-143
“Museum Kapal Samudraraksa” http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-
object/museum-and-monument/samudraraksa/ (Senin, 26 November 2007) 15:10
DAFTAR NAMA AWAK KAPAL
1. Philip Beale : pemimpin ekspedisi
2. IG Putu N Sedana : kapten kapal
3. Alan Cambell : ahli perkapalan
4. Ross Berkman : ahli perkapalan
5. Muhammad Abdu : ahli pelayaran
6. Sudirman : ahli pembuat kapal
7. Nick Burningham : perancang kapal
8. Julhan : kapten kapal motor
9. Pontus Krook : anggota kru
10. Niken Maharani : anggota kru
11. Mujoko : anggota kru
12. Paul Bayly : anggota kru
13. Shierlyana Junita : anggota kru
14. Reg Hill : anggota awak kapal
15. Barney Broom : koordinator dokumentasi
16. Pouria Mahroueian : kameramen
17. Richard Kruger : kameramen
18. Corrine Gillard : anggota awak kapal
19. Habibie : anggota awak kapal
20. Claire Armitage : anggota awak kapal
21. Danielle Eubank : artistik ekspedisi
22. Julie Cagne-Kruger : anggota awak kapal
23. Eric Hebert : anggota awak kapal
24. Kennedy : anggota awak kapal
25. Adam : anggota awak kapal
26. Irvan Rismandar : anggota awak kapal
27. Abdul Aziz : anggota awak kapal
28. Doug Smith : anggota awak kapal
DAFTAR PUSTAKA
CETAK
Budiman, Irfan, and Adi Mawardi. “Mencipta Lewat Angan-angan,” TEMPO, Edisi 18-
24 Agustus 2003 (24 Agustus 2003), 144-145
Kalim, Nurdin. “Impian Gila Bekas Marinir,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24
Agustus 2003), 138-139
____________. “Ketika Angin Berubah Arah,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24
Agustus 2003), 146-147
____________. “Senandung Orang Pagerungan,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24
Agustus 2003), 136-137
____________. “Tertantang Jejak di Borobudur,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003
(24
Agustus 2003), 131-135
Kurniawati, Endri, and Karana K. Wijaya. “Model Tandingan dari
Banjarmasin,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus 2003 (24 Agustus 2003), 143
Riyanto, Agus S. “Nenek Moyangku Pedagang Rempah,” TEMPO, Edisi 18-24 Agustus
2003 (24 Agustus 2003), 140-141
Suryalibrata, Rian, and Mahbub Djunaidy. “Biar Secantik Aslinya,” TEMPO, Edisi 18-24
Agustus 2003 (24 Agustus 2003), 142-143
ELEKTRONIK
Ee, Khoo Joo. “The life of spice; cloves, nutmeg, pepper, cinnamon”
http://findarticles.com/p/articles/mi_m1310/is_1984_June/ai_3289703
( Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
Sinaga, Huminca. “Sengketa Ambalat Indonesia-Malaysia dan Politik Kambing Hitam”
http://malaysia-pukimak.blogspot.com/2005/03/sengketa-ambalat-indonesia-
malaysia-dan.html ( Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
Tanzil, Hernandi. “Ekspedisi Kapal Borobudur-Jalur Kayu Manis”
http://library.stikom.edu/detailresensi.asp?id=421
(Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
Wahyudi, Bambang. “SEZ Milik Kaum Kapitalis?” http://www.mail-
archive.com/[email protected]/msg30834.html (Senin, 26 November
2007) 15:10
Woods, Sean. “Sailling the Cinnamon Route” ( Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
“Ekspedisi Kapal Borobudur: Jalur Kayu Manis”
http://surjorimba.blogs.friendster.com/machine_messiah/2007/08/
ekspedisi_kapal.html (Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
“Ekspedisi Kapal Borobudur. Menyusuri Kembali Jalur Kayu Manis”
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/24/utama/451970.htm
(Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
“Kapal Samudraraksa Berawal dan Berakhir di Borobudur”
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0508/27/hib02.html (Senin, 26 November
2007) 15:10
“Melintasi katulistiwa: keunggulan ilmu maritim nenek moyang kita” http://laut-
nusantara.blogspot.com/2006/06/sejuta-cerita-samudraraksa-5.html (Senin, 26
November 2007) 15:10
“Museum Kapal Samudraraksa” http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-
object/museum-and-monument/samudraraksa/ (Senin, 26 November 2007) 15:10
“SBY Perintahkan Panglima Amankan Ambalat ”
http://osdir.com/ml/culture.region.indonesia.ppi-india/2005-03/msg00359.html
(Jumat, 7 Desember 2007) 14:47
“The Objectives ”http://www.borobudurshipexpedition.com/
(Jumat, 7 Desember 2007) 14:47