Upload
maria-duatore
View
27
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gdfgf
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, kami pan kehadiratkanat Tuhan YME, Karena atas berkat dan
rahmat-Nya penyusunana makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan pada Tn.D” (Usia
30 th) dengan gangguan
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktek profesi NERS mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Pada kempatan ini, tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Direktur RSUD UKI yang telah menerima dan memeberikan kesempatan
kepada kami untk melaksanakan praktek di RSUD UKI Jakarta Timur.
2. Ibu Tri Muskowati, SKp. Sebagai koordinator mata kuliah Medikal Bedah.
3. Ibu Erika Lubis. Skp, MN sebagai Dosen pembimbing mata kuliah medikal
Bedah beserta Dosen pembimbing lainnya yang telah memberikan bimbingan
lainnya yang telah memberikan bimbingan kepada kami selama praktek di .
ruang Bougenvile RSUD. UKI Jakarta Timur.
4. Ibu Rosdiana, sebagai kepala ruangan BougenvileLantai 1 RSUD. UKI Jakarta
Timur.
5. Ibu Susi, AMK seagai pembimbing ruangan Bougenvile Lantai 1 RSUD. UKI,
Jakarta timur.
6. Dokter dan Perawat Ruangan Bedah Bougenvile Lantai 1 RSUD. UKI Jakarta
timur yang telah membimbing dan membantu kami selama praktek di ruangan.
7. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan baik moral dan material
kepada kami.
8. Rekan-rekan Mahasiswa/i STIKes Binawan dari program profesi keperawatan
angkatan 2013/2014 khususnya dri Kelompok yang telah membantu serta
memberikan saran dan kritik dalam penyusunan makalah ini.
1
9. Kami menyadari dalam penysusunan makalah ini mungkin masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini dan
kami dapat memperbaiki kekurangannya di masa yang akan datang.
Akhir kata kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
mahasiswa khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, Maret 2014
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditanda dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia)dan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein karena berkurangnya sekresi atau aktivitas insulin.
Diabetes Melitus tidak merupakan salah satu penyakit menular dan
prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia prevalensi
penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sehingga Indonesia merupakan negara
yang menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena sekitar 8,4%
penduduk di Indonesia menderita DM pada tahun 2000 dan diperkirakan terus
meningkat yaitu sebanyak 21, 3 juta orang penderita diabetes melitus di Indonesia
pada tahun 2030.
Diabetes Melitus juga diketahui merupakan penyebab kematian tertinggi di
bagian instalasi rawat inap di rumah sakit pada tahun 2005 di Indonesia yaitu
sebanyak 3.316 kematian dengan case fertility rate(CFR) 7,9%. Penderita diabetes
melitus mempunyai daya pertahanan tubuh yang rendah sehingga mudah terkena
infeksi.
Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang
memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius karena dapat menimbulkan
komplikasi seperti : penyakit jantung, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf.
Beberapa jenis DM terjadi karena interaksi yang kompleks dari lingkungan, genetik,
dan pola hidup sehari-hari.
DM dibagikan kepada beberapa kelas, yaitu : DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe
lain, dan DM kehamilan (ADA, 2005). Menurut Estimasi International Diabetes
Federation (IDF), terdapat 177 juta penduduk dunia yang menderita Diabetes Melitus
pada tahun 2002. Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO),
memprediksi data Diabetes Melitus tersebut akan meningkat 300 juta dalam 25 tahun
mendatang (Suyono, 2006). Data Organisasi Kesehatan Dunia World Health
3
Organization (WHO) juga mencatat bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 dengan
jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat.
WHO memastikan peningkatan pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 paling
banyak dialami negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka
tertinggi untuk penderita Diabetes Melitus terutama tipe 2.
Di samping itu, masalah yang selalu timbul pada penderita DM adalah cara
mempertahankan kadar glukosa darah penderita supaya tetap dalam keadaan
terkontrol, yaitu dengan menjalani pilar-pilar pengelolaan Diabetes Melitus. Pilar
pengelolaan DM terdiri dari 4 pilar, yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan makan,
aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis (Yunir,2006). Di antara 4 pilar
pengelolaan tersebut, aktivitas fisik merupakan hal yang paling sering diabaikan oleh
penderita DM.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2007),
bahwa dari kasus yang terdeteksi cukup tinggi, ternyata hanya 1/3 penderita DM yang
melakukan aktivitas fisik secara teratur. Ini bisa disebabkan karena banyak penderita
Diabetes Melitus yang tidak mengetahui pentingnya aktivitas fisik sehingga tidak
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam
menjalankan aktivitas fisik tersebut. Padahal aktivitas fisik merupakan hal pokok
yang harus dilakukan penderita DM.
Kebiasaan melakukan aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga kesehatan
tubuh penderita DM karena dapat meningkatkan kesehatan psikologis dan mencegah
kematian prematur (Powers, 2005).
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menerapkan Konsep keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Melius
4
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui Anatomis Fisiologi dan Konsep Dasar Penyakit Diabetes
melitus.
2. Melakukan pengkajian komprensif pada pasien Diabetes Melitus pada
Ny. Mindri
3. Melakukan analisa Data dan Merumuskan Diagnosa keperawatan pada
Pasien Diabetes melitus Ny. Mindri.
4. Menyusun ‘ NCP ‘ pada pasien Diabetes Melitus Ny. Mindrim.
5. Melakukan Implementasi pada pasien Diabetes Melitus Ny. Mindri
6. Melakukan Evaluasi pada pasien Diabetes Melits Ny. Mindri.
7. Membahas seluruh proses keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Pankreas terletak
melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal.
Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian
atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas
yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini
disebut processus unsinatis pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan enzim pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.
Pulau Langerhans tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pankreas
manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya
berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau
langerhans mengandung empat jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta, delta dan mega.
Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah
setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain.
Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan
seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam
ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum
endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam
granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis.
Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan
dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa
6
yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta
yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000).
Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
1. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang
membentuk getah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis
enzim dari pancreas adalah :
a. Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa
dijadikan polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida
kemudian dijadikan monosakarida.
b. Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian
menjadi asam amino.
c. Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam
lemak dan gliserol gliserin.
2. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon
dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang
tersebar antara alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai
saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung
diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon
tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan
glucagon.
1. Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk
manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain
dihubungkan oleh ikatan disulfide. Hubungan yang erat antara berbagai jenis
sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung
sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat
sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan
reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua
untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat
7
segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati
(Guyton & Hall, 1999).
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a. Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan
konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat
sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian
disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.
b. Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah
normal.
c. Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap
hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang
disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan
glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi
terhadap hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
a. Menambah kecepatan metabolisme glukosa
b. Mengurangi konsentrasi gula darah
Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
2. Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan
insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa
dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul
3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :
a. Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
b. Peningkatan glukosa (glukogenesis)
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah
mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan
pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat menghasilkan
sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml darah pancreas
mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat
memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi
terhadap hypoglikemia. Selama “puasa” (antara jam-jam makan dan pada
8
saat tidur malam). Pancreas akan melepaskan secara terus menerus sejumlah
insulin bersama dengan hormon pancreas lain yang disebut glucagon.
Glucagon dan insulin secara bersama-sama mempertahankan kadar gula yang
konstan dalam darah dengan menstimulus pelepasan glukosa dari hati. Pada
mulanya hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen
(glukoneogenesis).
B. Pengertian
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat
(Sylvia A Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes
Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis
termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari
insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal,
neurologis dan pembuluh darah.
C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya diabetes mellitus dibagi menjadi dua
jenis yaitu modificable dan unmodificable :
1. Modificable
Modificable adalah penyebab diabetes mellitus yang bisa dimodifikasi,
terdiri dari:
a. Gaya hidup
1) Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
2) Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi
(>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl
9
3) Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT)
4) Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
5) Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat
badan ideal)
b. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
2. Unmodificable
Faktor unmodificable adalah faktor penyebab diabetes mellitus yang tidak dapat
diubah, terdiri dari:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya. Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua
atau kakak atau adik)
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Usia
Risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun.
10
D. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO dibagi beberapa type yaitu :
1. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), penderita
tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan
mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat
disebabkan karena keturunan.
2. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM),
yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (MOD) terbagi dua
yaitu :
a. Non obesitas
b. Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan
obesitas.
3. Diabetes Mellitus type lain
a. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan hormonal,
diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan
lain-lain.
b. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid,
thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
4. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan,
tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat
sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS).
Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
E. Patofisiologi
1. Diabetes tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel beta
dihancurkan proses autoimun. Sehingga hiperglikemi. Puasa terjadi akibat
produksi glukosa tidak terukur oleh hati. Selain itu glukosa tidak dapat disimpan
hati meskipun ada dalam darah (hiperglikemi postprandial).
11
Jika glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyaring kembali
semua glukosayang tersaring keluar, akibatnya glukosa ada di urine (glukosuria).
Ekskresi glukosa dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit berlebihan
disebut diuresis osmotik. Akibat pengeluaran cairan berlebihan klien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penukaran berat badan. Pasien akan mengalami peningkatan selera
makan ( polifagia) akibat menurunnya penyimpanan kalori.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis ( pemecahan
glukosayang disimpan) dan glukoneagenesis ( pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan asam yang mengganggu
ketidakseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahna berlebihan. Ketoasidosis
diabetik menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau, aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
koma bahkan kematian
2. Diabetes tipe II
Pada diabestes tipe II terdapat duamasalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada pada permukaan gel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe II disertai
dengan reaksi penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita yang toleransi glukosanya terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi DM tipe II.
12
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, namun insulin mampu
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Sehingga ketoasidosis
diabetik tidak terjadi. Namun akan ada sindrome hiperglikemi hiperosmoler
nonketotic ( HHNK).
DM tipe II sering terjadi pada penderita yang berusia > 30tahun dan
obesitas akbat toleransi glukosa yang berjalan lambat dan progresif, maka tanda
dan gejala umum tidak terdeteksi. Jika gejala dialami, maka gejalanya bersifat
ringan dan mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, polipagia, luka
enggak sukar sembuh, infeksi vagina, dan pandangan kabur.
Sebagian besar pasien ( kurang lebih 75 %) penyakit DM tipe II ditemukan
secara tidak sengaja. Penanganannya adalah dengan menurunkan berat badan.
13
14
15
16
Penuaan, keturunan, gaya hidup
Kerusakan reseptor insulin
Resistensi insulin
Glukagon meningkat
Hiperglikemia
Glukosuria
Osmotik diuresis
Poliuria
Dehidrasi
Kekurangan volume cairan
F. Tanda dan gejala
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
17
b. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
c. Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosa
sebagai DM ialah keluhan:
1) Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul
2) Kelainan ginekologis : keputihan
3) Kesemutan, rasa baal
4) Kelemahan tubuh
5) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
6) Infeksi saluran kemih
d. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun daerah lipatan kulit lain seperti di ketiak dan di
bawah payudara, biasanya timbul akibat jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang lama tidak
sembuh. Pada wanita, keputihan merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien datang ke dokter ahli
kebidanan. Jamur terutama candida merupakan penyebab tersering dari keluhan pasien.
e. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan
mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki mungkin keluhan impotensi yang menyebabkan pasien datang ke dokter.
Keluhan lain yaitu mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa
oleh hiperglikemia. Mungkin pula keluhan tersebut disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia binokular akibat
kelumpuhan sementara otot bola mata dapat pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke dokter mata.
G. Komplikasi
18
Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun. Komplikasi Akut, ada 3
komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek,
ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus.
Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 :
1258 ). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis,
peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam
plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya
klien dapat koma dan meninggal
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan
disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
3) Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50
hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256) Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah,
lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan
epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang
tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
19
Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati
Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila
kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein
darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui
disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996 : 17)
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan
darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
20
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak
terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel–
sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang
tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun (Long, 1996 : 17).
H. Test Diagnostik
Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada orang dewasa tidak hamil, pada sedikitnya dua kali
pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
2. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L).
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkomsumsi 75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp)
>200 mg/dl (11,1 mmol/L).
I. Pemeriksaan penunjang
1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL. Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa darah meningkat di bawah kondisi stress
2. Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl
3. Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
21
4. Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi
glukosa (glukoneogenesis) untuk energi. Selama perubahan ini asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar.
Ketosis terjadi ditujukkan oleh ketonuria.glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya ateroskerosis.
6. Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal.
Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah
merah. Rentang normal adalah 5-6%.
1. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
2. Asam lemak bebaas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 mOsm/L
4. Elektorlit : natrium, kalium, fosfor : kemungkinan menurun/meningkat
5. Hemoglobin glikosilat: meningkat 2-4 kali lipat
6. Das darah arteri : menunjukan PH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik
7. Trombosit darah, hematokrit dan leukosit meningkat
8. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat ( dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
9. Amilase darah : mungkin meningkat mengindikasikan adanya pankreatitis akut
10. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah
11. Urine : aseton dan gula positif : berat jenis dan osmolalita mungkin meningkat
12. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
22
J. Penatalaksaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
b. Memperbaiki kesehatan umum penderita
c. Mengarahkan pada berat badan normal
d. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
e. Mempertahankan kadar KGD normal
f. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
g. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
h. Menarik dan mudah diberikan
2. Prinsip diet DM, adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis: boleh dimakan/tidak
3. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
a. Diit DM I : 1100 kalori
b. Diit DM II : 1300 kalori
c. Diit DM III : 1500 kalori
23
d. Diit DM IV : 1700 kalori
e. Diit DM V : 1900 kalori
f. Diit DM VI : 2100 kalori
g. Diit DM VII : 2300 kalori
h. Diit DM VIII : 2500 kalori
1) Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
2) Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
3) Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
a. J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
b. J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c. J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan
dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BBR = (TB dalam cm – 100) – 10% kg
a. Kurus (underweight)
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
b. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
d. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
24
1) Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
2) Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
3) Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
e. Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1) Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
4. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula
mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
5. Penyuluhan
25
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
6. Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea :
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas.
2) Kerja OAD tingkat reseptor.
b. Mekanisme kerja Biguanida :
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin,
yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik :
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati.
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
c. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin.
d. Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
7. Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin :
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
26
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
b. Beberapa cara pemberian insulin
1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di
tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
2) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan
(lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
3) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena
itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
27
4) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
a) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
b) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila
terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
c) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi
tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma
diabetik.
5) Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik
(Tjokroprawiro, 1992).
K. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi
: biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
28
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan
dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut (Rumahorbo, 1999).
1 Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan
anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
2 Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
3 Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit
kering, merah, dan bola mata cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
29
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.
L. Diagnosa keperawatan
1 Kekurangan volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic, kehilangan gastrik berlebihan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil:
a. Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba,
b. turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
c. haluaran urin tepat secara individu dan
d. kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
a. Pantau tanda-tanda vital, catat
adanya perubahan TD
a. Hipovelemia dapat di manifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia.
b. Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di
30
orotstatik.
b. Ukur berat badan setiap hari.
c. Kaji nadi perifer, pengisian
kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
Kolaborasi
d. Pantau pemeriksaan lab
seperti : Hematoksit (Ht), BUN
(kreatinin) dan Osmulalitas
darah, Natrium, kalium
status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan.
c. Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi
atau volume sirkulasi yang adekuat
d. Ht: Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali
meningkat akibat homokonsentrasi yang terjadi
setelah dieresis osmotic
e. BUN:Peningkatan nilai dapat mencerminkan
kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda
awitan kegagalan ginjal.
f. Osmolalitas darah: Meningkat sehubungan
dengan adanya hiperglikemia dan dehidrasi
g. Natrium: Mungkin menurun yang dapat
mencerminkan perpindahan cairan dari intra
sel (dieresis osmotik)
h. Kalium: Awalnya akan terjadi hiperkalemia
dalam breepons pada asodisis
31
2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan insulin, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, status
hipermetabolisme, pelepasan hormone stress.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
b. Menunjukkan tingkat energi biasanya
c. Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi Rasional
a. Tentukan program diet dan pola
makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat
dihabiskan oleh pasien.
b. Timbang berat badan setiap hari
atau sesuai indikasi.
c. Identifikasi makanan yang
disukai/dikehendaki termasuk
kebutuhan etnik/kultural.
d. Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan makan sesuai
indikasi.
a. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan
dari kebutuhan terapeutik.
b. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
(termasuk absorbsi dan utilisasinya).
c. Jika makanan yang disukai pasien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama
ini dapat diupayakan setelah pulang.
d. Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi
pasien.
32
Kolaborasi
e. Berikan pengobatan insulin
secara teratur sesuai indikasi
f. Pantau pemeriksaan laboratoriu
mseperti glukosa darah, aseton,
pH, dan HCO3
e. Insulin reguler memiliki awitan cepat dan
karenanya dengan cepat pula dapat membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel.
f. Gula darah akan menurun perlahan dengan
penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
3 Gangguan integritas kulit b/d penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunanan aktivitas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan integritas kulit dapat membaik.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan integritas kulit
b. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi Rasional
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna ,
turgor, vaskular.
b. Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu /
pigmentasi atau kegemukan / kurus
c. Jaga kulit tetap bersih
a. menandakan area sirkulasi buruk yang
dapat menimbulkan dekubitus infeksi.
b. Kulit beresiko karena gangguan
sirkulasinya perifer, imobilitas fisik
dan gangguan status nutrisi.
c. kulit kotor dan basah merupakan
media yang baik untuk timbulnya
33
d. Dapatkan kultur dari drainase luka saat
masuk.
e. Rendam kaki dalam air steril pada suhu
kamar dengan larutan betadine tiga kali
sehari selama 15 menit
f. Balut luka dengan kasa kering steril.
Gunakan plester kertas
Kolaborasi
g. Berikan dikloksasi 500 mg per oral
setiap 6 jam, mulai jam 10 malam
amati tanda-tanda hipersensitivitas,
seperti : pruritus, urtikaria, ruam
mikroorganisme.
d. Mengidentifikasi pathogen dan terapi
pilihan
e. Germisidal lokal efektif untuk luka
permukaan
f. Menjaga kebersihan luka /
meminimalkan kontaminasi silang.
Plester adesif dapat membuat abrasi
terhadap jaringan mudah rusak.
g. Pengobatan infeksi / pencegahan
komplikasi
4 Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
b. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
34
Intervensi Rasional
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan.
b. Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan
melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur
invasif.
d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan
sungguh-sungguh.
a. Pasien mungkin masuk dengan
infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis
atau dapat mengalami infeksi
nosokomial
b. Mencegah timbulnya infeksi silang.
c. Kadar glukosa yang tinggi dalam
darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
d. Sirkulasi perifer bisa terganggu
yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya
kerusakan pada kulit/iritasi kulit
dan infeksi.
5 Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan :
35
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan keadaan fisik tetap stabil
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
b. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi Rasional
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan
aktivitas.
b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode
istirahat yang cukup.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan
tekanan darah sebelum/sesudah melakukan
aktivitas.
d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
toleransi.
a. Pendidikan dapat memberikan
motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun pasien
mungkin sangat lemah.
b. Mencegah kelelahan yang
berlebihan.
c. Mengindikasikan tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi secara
fisiologis.
d. Meningkatkan kepercayaan
diri/harga diri yang positif sesuai
tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi.
6 Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energy
Tujuan:
36
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan tidak terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan tingkat energy
b. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Intervensi Rasional
a. Diskusi dengan pasien kebutuhan akan
aktivitas. Membuat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas
yang menimbulkan kelelahan.
b. Beri aktivitas alternatif dengan periode
istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD
sebelum / sesudah melakukan aktivitas.
d. Mendiskusikan cara menghemat kalori
selama mandi, berpindah tempat.
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
a. Pendidikan dapat memberikan
motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun pasien
mungkin sangat lemah.
b. Mencegah kelelahan yang
berlebihan
c. Mengidentifikasi tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi secara
fisiologi.
d. Pasien akan dapat melakukan lebih
banyak kegiatan dengan penurunan
kegiatan akan pada energi pada
setiap kegiatan.
e. Meningkatkan kepercayan diri /
harga diri positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi
37
pasien.
38
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 13 januari 2014
Tanggal masuk : 11 januarai 2014
Ruang/kelas : bougenvile /III
No.RM : 65. 19. 05 00
Diagnosa medis : foot diabeticum
IDENTITAS PASIEN
Nama klien : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 43 tahun
Status perkawinan : janda
Agama : islam
Suku bangsa : jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
39
Alamat : Jl. Cipinang Galur Kulor Rt/Rw 14/02
Sumber informasi : Pasien
RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan utama : Nyeri di telapak kaki kanan.
b. Kronologis keluhan :
- Faktor pencetus : adanya luka yang tiba tiba muncul di kaki karna klien
mempunyai riwayat DM, lukanya bertambah parah
- Timbulnya keluhan : Bertahap
- Lamanya keluhan : 1 minggu SMRS
- Upaya mengatasi : Berobat ke rumah sakit.
2. Riwayat Kesehatan masa lalu
a. Riwayat kesehatan masa lalu
- Riwayat alergi : Tidak ada alergi
- Riwayat kecelakaan : Tidak pernah mengalami kecelakaan
- Riwayat di rawat di rs : pernah 3 tahun yang lalu, di RS pekalongan 2 hari
3. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram dan keterangan)
40
Ket :
: laki-laki meninggal : laki-laki
: perempuan meninggal : klien
: perempuan
Keterangan :
Klien merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara. Orang tua klien masih hidup sedangkan kakek, nenek klien sudah meninggal. Dalam
keluarga klien tidak ada riwayat DM. Tetapi menurut klien orang tuanya memiliki riwayat hipertensi.
4. Riwayat psikososial dan spiriutal
1) Adakah orang yang terdekat dengan klien : anak -anak klien
2) Interaksi dalam keluarga :
a) Pola komunikasi : terbuka
b) Pembuat keputusan : klien
c) Kegiatan kemasyarakatan : tidak ada
3) Dampak penyakit klien terhadap keluarga : sekolah anak terganggu, rumah kurang terurus, dan masalh ekonomi bertambah.
4) Masalah yang mempengaruhi klien : klien memikirkan anaknya yang masih sekolah, karena jika klien sakit maka tidak ada yang
mengurus.
41
vv v v
5) Mekanisme koping terhadap stress : tidur dan bercerita dan menonoton tv
6) Persepsi klien terhadap penyakitnya :
a) Hal yang sangat dipikirkan saat ini : Penyakitnya.
b) Harapan setelah menjalani perawatan : sembuh dan kembali ke rumah
c) Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : kebersihan kurang terurus dan penuruna BB .
7) Sistem nilai kepercayaan :
a) Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan : tidak ada.
b) Aktivitas agama/kepercayaan yang dilakukan : Shalat 5 waktu dan mengaji.
8) Kondisi lingkungan rumah ( lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini) :Lingkungan rumah dan sekitarnya bersih.
9) pola kebiasaan
Sebelum sakit Saat dirawat
1. Pola nutrisi
a. Frekuensi makan
b. Nafsu makan
c. Makanan yang tidak
disukai
d. Makanan yang
membuat alergi
e. Makanan patangan
f. Makanan diet
g. Kebiasaan sebelum
3 X sehari
baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Berdoa
3 X sehari
Tidak nafsu makan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Lunak rendah garam
berdoa
42
makan
h. Berat badan 48 kg
i. Tinggi badan 154cm
2. Pola eliminasi
a. B.A.K
1. Frekuensi
2. Warna
3. Keluhan
b. B.A.B
1. Frekuensi
2. Waktu
3. Warna
4. Bau
5. Konsistensi
6. Keluhan
7. Penggunaan laxative
8. Bising usus
10 – 12 kali/hari
Kuning jernih
Tidak ada
Sering BAK dimalam
hari
1 kali/hari
Tidak tentu
Kuning kecoklatan
Khas
Lunak
Tidak ada
Tidak ada
5 kali/hari
Kuning jernih
Tidak ada
BAK sedikit dan jarang
Belum BAB ± 3 hari
----
-----
-----
----
Tidak ada
Tidak ada
± 5 x/menit
3. Pola Personal Hygiene
a. Mandi
43
1. Frekuensi
2. Penggunaan sabun
b. Oral hygiene
1. Frekuesi
2. Waktu
c. Cuci rambut
d. Penggunaan shampo
2 kali/hari
Dengan sabun
2 kali/hari
Pagi dan sore
3 kali/minggu
Dengan shampoo
Hanya di lap
Tanpa sabun
2 kali/hari
Pagi dan sore
Belum pernah
-
4. Pola istirahat dan tidur
a. Lama tidur siang
b. Lama tidur malam
2 jam
6 -7 jam
1-2 jam
3-4 jam
5. Pola aktivitas dan latihan
a. Waktu bekerja
b. Olah raga
c. Jenis olah raga
d. Frekuensi
e. Keluhan dalam aktivitas
Tidak menentu
Tidak
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Lemas pada kaki kanan
6. Kebiasaan yang
mempengaruhi kesehatan -
44
a. Merokok :
1) Frekuensi
2) Jumlah
3) Lama pemakaian
b. NABZA :
1) Frekuensi
2) Jumlah
Lama pemakaian
Tidak pernah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak pernah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
.
-
-
-
-
-
-
-
4. Pengkajian fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
1. Berat badan : 48 kg
2. Tinggi badan : 154cm
3. Keadaan umum : klien sakit sedang
4. Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
b. Sistem pengelihatan
1. Posisi mata : simetris
2. Kelopak mata : tertutup rapat pada saat menutup mata
3. Pergerakan bola mata : searah
4. Konjungtiva : tidak anemis
45
5. Kornea : hitam bening
6. Sclera : tidak ikterik
7. Pupil : isokor 3mm
8. Otot-otot mata : tidak ada kelainan
9. Fungsi pengelihatan : dapat membaca dengan jarak 60cm
10. Tanda-tada radang : tidak ada
11. Pemakaian kacamata : tidak
12. Reaksi terhadap cahaya : +/+
c. Sistem pendengaran
1. Daun telinga : utuh
2. Karakteristik serumen : tidak ada
3. Kondisi telinga tengah : baik
4. Cairan pada telinga : tidak ada
5. Perasaan penuh ditelinga : tidak ada
6. Fungsi pendengaran : dapat mendengar detak jam, jarak 3cm
7. Gangguan keseimbangan : tidak ada
8. Pemakaian alat bantu : tidak ada
d. Sistem wicara : tidak gangguan bicara
e. Sistem pernapasan
1. Jalan napas : Bersih
2. Pernapasan : baik
3. Penggunaan otot bantu : tidak
46
4. Frekuensi : 20 x/menit
5. Irama : teratur
6. Kedalaman : dalam
7. Batuk : tidak ada
8. Sputum : tidak
9. Konsistensi : tidak
10. Terdapat darah : tidak
11. Suara napas : vesikuler
f. Sistem kardiovaskular
1. Sistem perifer
a. Nadi : 86 x/menit
b. Irama : teratur
c. Denyut : kuat
d. Tekanan darah : 130/80 mmHg
e. Distensi vena jugularis : tidak ada
f. Temperatur kulit : hangat
g. Warna kulit : normal
h. Pengisian kapiler : 2-3 detik
i. Edema : tidak ada
2. Sirkulasi jantung
a. Kecapatan denyut apical : 80 x/menit
b. Irama : teratur
47
c. Kelainan bunyi jantung : tidak ada
d. Sakit dada : tidak
g. Sistem hematologi
1. Hb : 12, 2 gr/dl
2. Ht : 34 %
3. Leu : 30.8 ribu/uL (meningkat)
h. Sistem syaraf pusat
1. Tingkat kesadaran : Composmetis
2. GCS : E : 4, M :6 , V:5
3. Tanda-tanda TIK : tidak ada
i. Sistem pencernaan
1. Gigi : 28
2. Penggunaan gigi palsu : tidak ada
3. Stomatitis : tidak ada
4. Lidah kotor : tidak
5. Salifa : normal
6. Muntah : tidak ada
7. Mual : tidak ada
8. Nyeri daerah perut : tidak ada
9. Napsu makan : kurang
10. Bising usus : 5x/menit
48
11. Hepar : tidak teraba
j. Sistem endokrin
1. Gula Darah : 366 gr/dl
2. Nafas bau keton : tidak ada
3. Poliuria : tidak ada
4. Polifagia : tidak ada
5. Polidipsi : tidak ada
6. Data lain yang menunjang : tidak ada
k. Sistem muskuloskeletal
Kesulitan dalam pergerakan : iya
Nyeri pada tulang, sendi, kulit : nyeri pada pedis dextra, skala 5
Fraktur : tidak ada
Kelaian bentuk tulang sendi : tidak ada
Kelaian bentuk tulang belakang : tidak ada
Keadaan tonus otot : normal
Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555
l. Sistem urogenital
Perubahan pola eliminasi : iya
Pola rutin BAK : 5 x/hari
Jumlah urine : 2000/ 24 jam
49
Keluhan sakit pinggang : tidak ada
Distensi kandung kemih : tidak ada
m. Sistem integrumen
Turgor kulit : baik elastis
Temperatur kulit : hangat
Warna kulit : kemerahan
Keadaan kulit : terdapat ulkus dan luka insisi
Keadaan rambut : tekstur baik, kurang bersih
n. Nyeri
Lokasi : pedis dextra
Skala : 5
Karakteristik : berdenyut
o. Sistem Kekebalan Tubuh
Suhu : 38,3 0C
BB sebelum sakit : 48 Kg
BB sesedah sakit : 46 Kg
Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
I. Data Penunjang
Pemeriksaan darah Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 12.2 g/dl 14-16
50
Hematrokit 34.0 % 40-48
Leukosit 30.8 ribu/ui 5-10
Trombosit 532 ribu/ui 150-400
Kimia klinik : GDS 401 mg/dl < 200
AGD dan Elektrolit
Elektrolit
Natrium 127 mmol/L 136-145
Kalium 43 mmol/L 35-51
Clorida 99 mmol/L 99-111
Hemostatis
Masa perdarahan 1,30 menit 1-3
Masa pembekuan 13 menit 10-16
Masa protrombin
Kontrol(Masa protrombin) 12 detik 10-16
Pasien(Masa protrombin) 14 detik 10-16
51
Kimia Klinik
SGOT/ AST 12 u/L 10-34
SGPT/AT 19 u/L 9-36
GDS 533 mg/dl <200
Ureum, Kreatinin
Ureum darah 47 mg/dl 15-43
Kreatinin darah 1,15 mg/dl 0,60-0,90
II. Terapi Medikasi
Nama Obat Dosis Indikasi Kontra indikasi Efek samping
Ceftriaxone 1000
mg
2x2
Infeksi yang
disebabkan oleh
pathogen yang
Hipersensitif
terhadap
cephalosporin
reaksi
hipersensitif
Curticaria,
52
sensitive seperti:
infeksi saluran
nafas, infeksi
THT, ISK,
sepsis,
meningitis,
infeksi tulang,
sendi dan
jaringan lunak,
infeksi intra
abdominal,
genetal,
proflaksis
penoperatif, dll.
dan penincilin pruritus,ruam,dl
l) Efek GI:
diare/radang
usus besar.
Dosis tinggi
efek CNS
(encephalopatis
, convulsion)
Perpanjangan
protrombine
time, dan
hypoprothrombi
nemial
Metronidazole 500
mg
3x1
Untuk
pengobatan:
Trikomoniasis
sepertio
vaginitis dan
urethritis.
Amebicesis
Hipersensitivit
a
metrodinazole
atau dervat
nitrodinazole
lain.
Mual,sakit kepala
andieksia, diare,
nyeri epigastrium
dan konstisipasi
53
seperti
amebiasis
internal dan
hepatik,
disebabkan oleh
ehistoligca obat
pilihan untuk
giardiansis
Acran 2x1
ampl
Tukak
lambung
dan usus 12
jam
Hipersekres
i pardiogik
sehubungan
dengan
sindrom
zoiilnger –
Ellison
Penderita
gangguan
fungsi ginjal
Wanita hamil
dan menyusui
Diare, nyeri otot dan
timbul ruam kulit,
malaise nauseu
Onstpusi
Penurunan sel
darah putih
dan platelet
Penurunan
platenet
Bronchospasm
e, hipertensi,
demam,anhati
54
k, dll
Nouorapid 16
unit
3x1
Pengobatan
diabetes mellitus
Hipoglikemia Hipoglikemia
Keterolac 3 x 24
jam
Untuk nyeri
akut sampai
berat
Hipersensitivit
as terhadap
ketorolac
Pasien dengan
alergi serius
Pasien
menderita
ulkus
peptikum akut
Diabetes
hemoragik/
gangguan
koagulasi
Sakit kepala,
pusing,
mengantuk,
berkeringat
Diare,
dyspepsia,nyer
i
gastrointestinal
, nausea
RL 500
mg
Mengembalikan
keseimbangan
elektrolit pada
dehidrasi
Hypernatremia
Kelainan
ginjal
Kerusakan sel
hati
Reaksi yang terjadi
karena larutannya
atau cara
pemberian
termasuk tubuh :
55
Asidosis laktat panas, phlebitis,
thrombosis vena
atau flebitis
NS 500
mg
Untuk
mengembalikan
keseimbangan
elektrolit pada
dehidrasi
Hipernatremia,
Asidosis,
Hipokalemia.
Reaksi-reaksi yang
mungkin terjadi
karena larutannya
atau cara
pemberiannya,
termasuk
timbulnya panas,
infeksi pada
tempat
penyuntikan,
thrombosis vena
atau flebitis yang
meluas dari tempat
penyuntikan,
ekstravasasi.
Bila terjadi reaksi
efek samping,
pemakaian harus
dihentikan dan
56
lakukan evaluasi
terhadap penderita.
III. Resume
Klien datang ke UGD RS UKI pada tanggal , sabtu 11 januari 2014. Klien datang dengan keluhan nyeri pada telapak kaki kanan dan sulit
untuk berjalan. Nyeri dirasakan sejak ± 10 hari SMRS, nyeri dirasakan terus menerus, kemudian keluar darah dari daerah nyeri. Pasien
sudah berobat ke Puskesmas, sejak 3 tahun yang lalu jari ke 3 kaki kiri sudah diamputasi. TTV klien : TD: 130/80,mmHg, N: 83 x/mnt,
RR: 20 x/mnt, SB: 37,8°C. BU (+) 5 x/mnt. Bunyi jantung regular, bunyi nafas veskuler, anggota gerak: pedis dextra: Merah (+), PUS
(+), darah (+), nyeri (+), panas pada daerah luka (+).
Masalah keperawatan yang dilakukan : ajarkan tehnik relaksasi napas dalam, kolaborasi dengan dokter untuk melakukan debridement.
Masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan di ruang bougenville.
57
DATA FOKUS
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
Klien mengatakan kaki
kanannya terasa sakit
Klien mengatakan nyeri
seperti ditekan-tekan
Skala nyeri 6
Lokasi pedis dextra
Klien tampak meringis
58
Klien mengatakan rasa nyeri
membuat susah tidur
Klien mengatakan luka dikaki
sangat mengganggu
Klien mengatakan sebelum
masuk rumah sakit tiba-tiba
kakinya berdarah dan luka
Klien mengatakan sering
demam
Klien mengatakan demam,
karna luka dikaki
Klien mengatakan malas
makan
Klien mengatakan mulutnya
terasa pahit
Klien mengatakan mual dan
muntah
kesakitan
Karakteristik sepeti ditekan-
tekan dan terasa panas
Terdapat luka atau ulkus dari
pedis dextra
Ulkus lebar kurang lebih 8 cm
Masih ada pus
Kaki bengkak dan merah
GDS : 366
TTV : TD : 160/90
S : 390 C RR : 20 x/mnt
N : 110 x /mnt
Badan panas
Klien tampak menggigil
Kaki kemerahan dan bengkak
Nasi habis ½ porsi
Klien muntah setelah makan
Perut kembung
Bu ± 4 x/mnt
GDS : 366 mg/dl
59
ANALISA DATA
Hari / tanggal Data Masalah Etiologi
Senin,
13-01-2014
Ds :
Klien mengtakan kaki
kanannya terasa sakit
Klien mengatakan nyeri
seperti ditekan-tekan
Klien mengatakan nyeri
membuat susah tidur
Do :
Skala nyeri 6
Lokasi pedis dextra
Klien tampak meringis
kesakitan
Karakteristik seperti
ditekan-tekan dan terasa
panas
Nyeri Agen injury:
fisik
Senin
13-01-2014
Ds :
Klien mengatakan
sebelum masuk Rs tiba-
tiba kakinya bengkak
Kerusakan
integritas
kulit
Faktor
mekanik
perubahan
sensasi
60
dan berdarah
Klien mengatakan luka
sangat mengganggu
Do:
Terdapat luka/ulkus
dipedis dextra
Ulkus ± 8 cm
Masih ada pus
Kaki bengkak dan
merah
GDS : 366 mg / dl
sensori
gangguan
sirkulasi
Senin
13-01-2014
Ds :
Klien mengatakn sering
demam
Klien mengatakan
demam karena luka
dikaki
Do :
TTV : TD : 160/90
mmhg
S : 39 º C
Resiko
infeksi
Agen injury
dan
hiperglikemia
61
RR: 20 x/mnt
N : 110 x /mnt
Badan panas
Klien tampak menggigil
Kaki bengkak dan
kemerahan
GDS : 366 mg /dl
62
63
RENCANA KEPERAWATAN
64
No
Dx
Hari /tgl Diagnosa Tujuan dan
kriteria hasil
intervensi Rasional
1 Senin
13-01-
2014
Nyeri b.d
agen
injury fisik
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan rasa
nyeri dapat diatasi
Kriteria hasil :
Skala
nyeri 0
Klien
nyaman
dan
mampu
beraktivita
s
TTV
dalam
batas
normal
Mampu
menunjuk
kan
kemampu
an dalam
mengatasi
nyeri
a. Kaji skala
nyeri,
karakteristik,
durasi,
frekuensi dan
lokasi
b. ukur TTV
tiap 8 jam.
c. pertahankan
posisi
nyaman
pasien.
d. ajarkan
teknik
relaksasi
nafas dalam.
e. kolaborasi
pemberian
obat
analgetik.
untuk
mempermudah
dalam
menentukan
intervensi
selanjutnya
nyeri dapat
mempengaruhi
perubahan
tekanan darah.
memberikan rasa
nyaman.
membantu
membantu
mengurangi
persepsi klien
terhadap nyeri
yang dirasakn
klien.
mengurangi
menghilangkan
nyeri.
A. Catatan Keperawatan
Hari/tanggal, Jam No.Dx Tindakan keperawatan dan Hasil
Senin,
13 januari 2014.
09.00 wib
1. 1. Mengkaji skala nyeri, karakteristik, durasi,
frekuensi dan lokasi
Hasil: skala nyeri 6, seperti di tekan tekan, durasi
dan frekuensi tidak tentu, lokasi di pedis dextra.
2. Mengukur TTV tiap 8jam
Hasil : TD: 160/90mmHg S: 39,10 C
HR: 110X/menit RR : 20X/ menit
3. Mempertahankan posisi nyaman
Hasil : klien tidur dengan semi fowler
4. Mengajarkan tehnik relaksasi /distraksi
Hasil : klien menarik napas panjang, ditahan 3
detik lalu di buang perlahan
5. kolaborasi
memberikan obat analgetik
Senin,
13 Januari 2014
2. 1. mengkaji luka, adanya pus, perubahan warna,
edema,
65
10.00 H: luka dengan panjang 8 cm, adanya pus/ nanah,
bengkak dan kemerahan.
2. Mempertahankan linen kering.
H: linen sering kering
3. Kolaborasi
Melakukan perawatan luka
H:klien sudah diganti verban.
Memberikan insulin
Hasil : insulin masuk 16 unit sesudah makan.
Senin, 13
Januari 2014
13.00
3 1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan
Hasil : terdapat pus, kulit sekitar luka tampak
kemerahan, panas di area kaki dan tampak
edema.
2. Mempertahankan tehknik aseptik
Hasil : ganti verban dilakukan dengan prinsip
steril
3. Kolaborasi
66
Memberikan obat antibiotik
Hasil : obat ceftriaxone 100ml 2x2
Obat metrodinazole 3x 500mg
Selasa, 14
Januari 2014
14.00
1 1. Mengkaji skala nyeri, karakteristik,
Hasil : skala nyeri 5
2. Mengukur TTV
Hasil : TD : 160/90mm Hg S :390C
RR : 24x/mnt N : 92x/mnt
3. Mempertahankan posisi nyaman
Hasil : klien tidur dengan posisi semi fowler
4. Mengajarkan teknik relaksasi
Hasil : klien menarik nafas panjang, ditahan 3
detik lalu dibuang perlahan.
5. Kolaborasi
Memberikan obat analgesik
Hasil : I RL + 3 amp Ketorolac/ 24 jam
Selasa, 14
Januari 2014
15.00
2 1. Mengkaji luka, adanya pus
Hasil : luka insisi bersih tapi basah tampak pus
2. Mempertahankan linen kering
Hasil : linen tampak kering
67
3. Kolaborasi
Dilakukan ganti balutan.
Hasil : luka sudah di ganti balutan
4. Memberi insulin
Hasil : Insulin masuk 16 unit
Selasa 14
Januari 2014
16.00
3 1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi
Hasil : terdapat pus, kemerahan di area luka,
edema dan panas.
2. Mempertahankan teknik aseptik
Hasil : ganti verban dengan teknik steril.
3. Menjaga luka tetap bersih
Hasil : sudah dilakukan ganti verban
4. Kolaborasi
Memberikan obat antibiotik
Hasil : obat ceftriaxone 100ml 2x2
Obat metrodinazole 3x500ml
Rabu 15
Januari 2014
09.00
1 1. Mengkaji skala nyeri dan frekuensi
Hasil : skala nyeri 3, frekuensi 3 jam
2. Mengukur TTV
Hasil : TD : 120/70mmhg N : 82x/mnt
S : 36,30 C RR : 24x/mnt
68
3. Mempertahankan posisi nyaman.
Hasil : klien tidur dengan posisi semi fowler
4. Mengajarkan teknik relaksasi
Hasil : klien mampu melakukan teknik relaksasi
5. Kolaborasi
Memberi obat analgetik
Hasil : I RL + 3 amp Ketorolac /24 jam
Rabu 15
Januari 2014
09.00
2 1. Mengkaji keadaan luka, adanya pus
Hasil : luka basah, area luka tampak kemerahan,
edema.
2. Mempertahankan linen kering
Hasil : linen kering
3. Kolaborasi
Ganti balutan baru dan bersih
Hasil :balutan baru dan bersih
4. Kolaborasi : memberi insulin
hasil : memberi insulin 16 unit
Rabu 15
Januari 2014
09.00
3 1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi
Hasil : area luka kemerahan dan edema
2. Mempertahankan teknik aseptik
Hasil : ganti balutan dengan prinsip steril
69
3. Menjaga luka tetap bersih
Hasil : luka bersih
4. Kolaborasi
Memberi obat antibiotik
Hasil : IV ceftriaxone 100ml 2x2
IV metronidazole 3x 500mg
B. Catatan Perkembangan
No.
Dx
Hari/tanggal
Jam
SOAP
1. Senin,
13-01-2014
14.00
S:
Klien mengatakan kakinya masih nyeri,
Klien mengatakan rasa nyeri membuat klien
tidak nyaman
O:
Skala nyeri 6. Seperti di tekan tekan. Durasi
dan frekuensinya tidak menentu tidak tentu,
Lokasi di pedis dextra
TD: 160/90, N: 110x/menit, Rr: 20x/menit,
S:39,10C
70
Klien tidur dalam posisi semifowler
Klien mampu melakukan tehnik relaksasi
Obat analgetik belim masuk
A: masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
Kaji skala, durasi dan frekuensi
Ukur TTV tiap 8 jam
Pertahankan posisi nyaman
Ajarkan tehnik relaksasi dan distrasi
kolaborasi
Beri obat analgetik
2. Senin,
13 -01- 2014
11.00
S:
Klien mengatakan lukanya sangat nyeri
O:
Insulin masuk 16 unit.
Luka dengan panjang ± 8cm, tamapk pus,
bengkak dan kemerahan
Linen tampak kering
Luka sudah di ganti verban
A: masalah belum teratasi sebagian
71
P: Intervensi dilanjutkan
Kaji luka adanya pus
Pertahankan linen kering
kolaborasi
lakukan perawatan luka
beri insulin
3 Senin 13 -01-2014 S: klien mengatakan masih demam
O:
Ekspresi wajah rileks, tenang.
Suhu : 39,10 C
Terdapat pus
Luka tampak kemerahan
Panas area kaki dan tampak edema
Ganti verban dengan prinsip steril
Obat masuk: ceftriaxon 100ml 2X2
Metronidazol 3x 500mg
A : Masalah belum teratasi teratasi
P : Intervensi di Lanjutkan
Observasi tanda- tanda infeksi
Pertghankan tehnik aseptik
72
Jaga luka tetap besih
Kolaborasi
Beri obat antibiotik.
1 Selasa 14-01-2014
16.30
S : Klien mengatakasn kakinya msih nyeri.
O :
Wajah tampak meringis
Skala nyeri 5
Posisi tidur semi fowler
Klien mampu melakukan tehnik relaksasi
napas dalam
Analgetik yang di berikan 1 RL + 3ampul
ketorolak/24jam
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan.
Kaji skala nyeri dan frekuensinya
Ukur TTV
Pertahankan posisi nyaman
Ajarkan tehnik relaksasi
Kolaborasi
Beri obat analgetik
2 selasa 14-01-2014 S :
73
klien mengatakan lebih nyaman karna luka
sudah di bersihkan.
O :
luka/ ulkus 8cm
luka tampak bersih tapi basah
linen tampak kering
sudah di lakukan ganti balutan
A : masalah belum teratasi
P :intervensi di lanjutkan
kaji luka adanya pus, keadaan luka
pertahankan linen kering
kolaborasi dengan dokter untuk ganti balutan
rencana debridement nekrotom
3 Selasa 14- 01-2014
16.30
S :
klien mengatakan masih sering demam
O :
suhu tubuh 39,10C
terdapat pus, area sekitar kulit kemrahan,
edema dan bersa panas.
Ganti verban di lakukan dengan prinsip steril
74
Verban bersih
Obat masuk
Ceftriaxon 100ml 2X2
Metronidazol 3x500mg
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
Observasi tanda-tanda infeksi
Pertahankan tehnik aseptik
Jaga luka tetap bersih
Kolaborasi
Beri obat antibiotik
1. Rabu 15-01-2014 S :klien mengatakan nyeri di kaki sudah berkurang
O :
Ekpresi wajah tenang dan rileks
Skala nyeri 3
Frekuensi ± 3 jam
TD: 120/70mmHg N:82X/mnt S: 36,30 C RR:
24X/mnt
Posisi tidur semi fowler
Mampu melakukan tehnik relaksasi
IVFD : 1 RL + ampul keterolak/24 jam
75
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan.
Kaji nyeri dan frekuensi
Ukur TTV
Pertahankan posisi nyaman
Ajarkan tehnik relaksasi
Kolaborasi
Beri obat analgetik
2. Rabu 15-01-2014
10.00
S : klien mengatakan nyeri kaki sudah berkurang
O :
Luka ±8 cm, kemerahan, edema, masih ada
pus
Linen kering
Balutan sudah di ganti
Insulin masuk 16 unit
Rencana debridement dan nekrotomi di tunda
A : masalah belum teratasi.
P : intervensi diteruskan.
Kaji keadaan luka
Perthankan linen kering
Kolaborasi
76
Ganti balutan
Beri insulin
3 Rabu 15-01-2014
09.00
S:
Klien mengatak demam kalau malam
O:
Suhu: 36,30C
Area luka kemerahan dan tampak edema
Ganti balutan dengn prinsip steril
Obat masuk IV Ceftriaxon & metronidazol
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Observasi tanda tanda infeksi
Pertahankan tehnik aseptik
Jaga luka tetap bersih
Kolaborasi
Beri obat antibiotik
77
78
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Diabetes Melitus tidak merupakan salah satu penyakit menular dan prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di
Indonesia prevalensi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sehingga Indonesia merupakan negara yang menempati urutan
keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat.
Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius
karena dapat menimbulkan komplikasi seperti : penyakit jantung, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf. Beberapa jenis DM
terjadi karena interaksi yang kompleks dari lingkungan, genetik, dan pola hidup sehari-hari.
Kebiasaan melakukan aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh penderita DM karena dapat meningkatkan
kesehatan psikologis dan mencegah kematian prematur (Powers, 2005).
Pada kasus yang kami dapat di ruang bougenvile pada Ny. M yaitu Diabetse melitus Tipe II, dengan Diagnosa yang
ditimbulkan dari kasus pada penyakit Diabetes Melitus :
1. Nyeri behubungan dengan agen injuri fisik.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik ; perubahan sensasi sensori dan gangguan sirkulasi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan agen injuri dan hiperglikemia.
79
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong, W.T, 1995. Fisiologi Kedokteran : EGC
2. Doenges, M, 2004. Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC
3. Smeltzer suzzane C, Brenda G.B, 2005. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
4. Brunner & Suddarth Buku Ajar Keoerwatan Medikal Bedah. Edisi 10 Volume 2. Jakarta : EGC
5. Arjatmo Tjokreonegoro, 2006. Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
6. Http:// Teguhsubianto blog:spot.com /2009/ 06/ Asuhan Keperawatan. Diabetes Melitus. Html diunggah 2 february 2014
7. Long C, Barbara. 1962. Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran.
80
81