7
1 PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH DO TALK RECORD UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SAINS SISWA SMA I Made Mariawan Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, E-mail: [email protected] Abstrak Kemampuan pemecahan masalah siswa SMA adalah rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) disebabkan oleh miskonsepsi, tidak tahu konsep, dan kaitan antar konsep dalam masalah. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran pemecahan masalah sains (fisika) di SMA yang memungkinkan untuk meminimalisasi penyebab tersebut. Model Pembelajaran pemecahan masalah sains yang dikembangkan adalah model pembelajaran pemecahan masalah do talk record (PMDTR). Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menggunakan pendekatan research and development dengan langkah dimodifikasi menjadi tiga langkah, yaitu: pendahuluan, pengembangan, dan pengujian. Pelaksanaan penelitian ini adalah langkah kedua yaitu langkah pengembangan pada tahap ujicoba lebih luas. Keterlaksanaan model diobservasi menggunakan lembar observasi yang datanya dianalisis secara deskriptif. Pengujian model menggunakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan Nonequivalent Control Group Desaign. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA 2 dan SMA 3 Singaraja. Masing-masing sekolah diambil dua kelas, yaitu satu kelas sebagai kelompok control dan satu kelas sebagai kelompok eksperimen. Keterlaksanaan model pembelajaran diobservasi dengan menggunakan pedoman observasi dan catatan lapangan. Data kemampuan pemecahan masalah dikumpulkan dengan tes pemecahan masalah sains (fisika). Data dianalisis secara deskriptif dan dihitung dengan menggunakan normalized gain score. Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa keterlaksanaan model pembelajaran pemecahan masalah do talk record adalah sangat tinggi. Pengujian model pembelajaran dapat diketahui bahwa model pembelajaran pemecahan masalah do talk record dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA. Kata Kunci: Model PMDTR, Kemampuan Pemecahan Masalah Abstract The Problem-solving skills of high school students is low. The lower of problem-solving ability of science (physics) is caused by misconceptions, do not know the concept, and the relation between concepts in the problem. The purpose of this research is to develop a model of problem-solving learning of science (physics) in high school that allows to minimize the cause. The learning model developed problem-solving of Science is the learning model solutions do talk record (PMDTR). This research is the development of research and development approach with a modified step into three steps, namely: introduction, development, and testing. Implementation of this study is the second step is a step in the development of more extensive testing phase. Adherence to the model were observed using the observation sheet for which data were analyzed descriptively. Testing the model using quasi-experimental research with design Nonequivalent Control Group Desaign. The subjects were students of class X SMA 2 and SMA 3 Singaraja. Respectively of the school was taken two classes: one class as a control group and an experimental group classes as. Feasibility the learning model was observed by using the observation and field notes. The data collected by the problem-solving ability test problem solving science (physics). Data were analyzed descriptively and is calculated using the normalized gain score. Based on the analysis of data it can be seen that the enforceability of the problem-solving learning model do talk record is very high. The test models of learning can be seen that the learning model problem solving do talk record may develop problem-solving abilities of science (physics) high school students. Keywords: Do Talk Record Model, Problem Solving Ability PENDAHULUAN Mutu pendidikan sains di Indonesia masih rendah. Hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi sains dan matematika, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis

MAKALAH SEMNAS SAINS PASCA UNESA 2015 MADE.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKALAH SEMNAS SAINS PASCA UNESA 2015 MADE.pdf

1

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH DO TALK

RECORD UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH SAINS SISWA SMA

I Made Mariawan Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja,

E-mail: [email protected]

Abstrak

Kemampuan pemecahan masalah siswa SMA adalah rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah

sains (fisika) disebabkan oleh miskonsepsi, tidak tahu konsep, dan kaitan antar konsep dalam masalah.

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran pemecahan masalah sains (fisika) di

SMA yang memungkinkan untuk meminimalisasi penyebab tersebut. Model Pembelajaran pemecahan

masalah sains yang dikembangkan adalah model pembelajaran pemecahan masalah do talk record

(PMDTR). Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menggunakan pendekatan research

and development dengan langkah dimodifikasi menjadi tiga langkah, yaitu: pendahuluan, pengembangan,

dan pengujian. Pelaksanaan penelitian ini adalah langkah kedua yaitu langkah pengembangan pada tahap

ujicoba lebih luas. Keterlaksanaan model diobservasi menggunakan lembar observasi yang datanya

dianalisis secara deskriptif. Pengujian model menggunakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan

Nonequivalent Control Group Desaign. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA 2 dan SMA 3

Singaraja. Masing-masing sekolah diambil dua kelas, yaitu satu kelas sebagai kelompok control dan satu

kelas sebagai kelompok eksperimen. Keterlaksanaan model pembelajaran diobservasi dengan

menggunakan pedoman observasi dan catatan lapangan. Data kemampuan pemecahan masalah

dikumpulkan dengan tes pemecahan masalah sains (fisika). Data dianalisis secara deskriptif dan dihitung

dengan menggunakan normalized gain score. Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa

keterlaksanaan model pembelajaran pemecahan masalah do talk record adalah sangat tinggi. Pengujian

model pembelajaran dapat diketahui bahwa model pembelajaran pemecahan masalah do talk record

dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA.

Kata Kunci: Model PMDTR, Kemampuan Pemecahan Masalah

Abstract

The Problem-solving skills of high school students is low. The lower of problem-solving ability of

science (physics) is caused by misconceptions, do not know the concept, and the relation between

concepts in the problem. The purpose of this research is to develop a model of problem-solving learning

of science (physics) in high school that allows to minimize the cause. The learning model developed

problem-solving of Science is the learning model solutions do talk record (PMDTR). This research is the

development of research and development approach with a modified step into three steps, namely:

introduction, development, and testing. Implementation of this study is the second step is a step in the

development of more extensive testing phase. Adherence to the model were observed using the

observation sheet for which data were analyzed descriptively. Testing the model using quasi-experimental

research with design Nonequivalent Control Group Desaign. The subjects were students of class X SMA

2 and SMA 3 Singaraja. Respectively of the school was taken two classes: one class as a control group

and an experimental group classes as. Feasibility the learning model was observed by using the

observation and field notes. The data collected by the problem-solving ability test problem solving

science (physics). Data were analyzed descriptively and is calculated using the normalized gain score.

Based on the analysis of data it can be seen that the enforceability of the problem-solving learning model

do talk record is very high. The test models of learning can be seen that the learning model problem

solving do talk record may develop problem-solving abilities of science (physics) high school students.

Keywords: Do Talk Record Model, Problem Solving Ability

PENDAHULUAN

Mutu pendidikan sains di Indonesia masih rendah.

Hasil studi PISA (Program for International Student

Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi

sains dan matematika, menunjukkan peringkat Indonesia

baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara.

Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics

and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada

pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1)

memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis

Page 2: MAKALAH SEMNAS SAINS PASCA UNESA 2015 MADE.pdf

Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015

2

dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur

dan pemecahan masalah, dan (4) melakukan investigasi.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi

rendahnya kualitas mutu pendidikan di Indonesia adalah

menerapkan kurikulum 2013 untuk jenjang pendidikan

dasar dan menengah. Kurikulum 2013 menekankan pada

dimensi pedagogik modern dengan menggunakan

scientific approach dalam pembelajaran, yang meliputi

kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengolah,

menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua

mata pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang

menekankan scientific approach adalah model pembe-

lajaran pemecahan masalah (Kemendikbud, 2013).

Hasil identifikasi terhadap kondisi obyektif

pembelajaran sains (fisika) di sekolah saat ini

menunjukkan permasalahan antara lain: (1) guru-guru

sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum 2013

mengalami banyak kesulitan dalam implementasi; (2)

pendekatan saintifik yang disarankan oleh kurikulum

2013 belum diimplementasikan, (3) hasil proses

pembelajaran selama ini terlihat dari banyak siswa

mampu mengidentifikasi dan menyajikan konsep sains

pada tingkat hapalan, tetapi tidak memahaminya atau

miskonsepsi; (2) sebagian besar dari siswa tidak mampu

menghubungkan antara konsep satu dengan konsep

lainnya, dan penggunaan/pemanfaatan konsep tersebut

dalam pemecahan masalah; (3) siswa mengalami

kesulitan untuk memecahkan masalah kontekstual karena

mereka biasa terlatih dalam menyelesaikan masalah/soal-

soal yang bersifat rutin, dan (4) secara umum

kemampuan siswa memecahkan masalah sains sangat

kurang dan tidak sesuai dengan harapan kurikulum 2013.

Hasil identifikasi tersebut, sejalan dengan hasil

Survey TIMMS yang menyimpulkan bahwa kecilnya

skor sains yang diperoleh siswa Indonesia disebabkan

oleh ketidakmampuan mereka dalam memecahkan

masalah. Di samping itu, Benton (2011) juga

mengungkapkan bahwa beberapa faktor penyebab siswa

tidak mampu menyelesaikan masalah sains adalah (a)

siswa mengalami miskonsepsi terhadap konsep-konsep

yang terkait dengan masalah, (b) siswa tidak mampu

mengkaitkan antar konsep, (c) proses pembelajaran tidak

memberikan kesempatan untuk mengemukan atau

mengkomunikasikan konsep dan hasil pemecahan

masalah, dan (c) siswa belum diberikan secara bebas

untuk mendokumentasikan/merekam langkah dan hasil

pemecahan masalah sesuai dengan idea mereka sendiri.

Pengembangan strategi pemecahan masalah telah

dilakukan, seperti penelitian Caliskan et al. (2012)

menyatakan terdapat lima langkah dalam strategi

pemecahan masalah yang disebut dengan UQAPAC

problem solving strategi. Langkah-langkah ini terdiri dari

understanding the problem, qualitative analyzing of the

problem, solution plan for the problem, applying the

solution plan, and cheking. Ommundsen P. (2011)

mengatakan terdapat lima langkah dalam pemecahan

masalah yang disebut dengan langkah-langkah

pemecahan masalah DENT, yaitu Define the Problem

Carefully, Explore Possible Solutions, Narrow Your

Choices, dan Test Your Solution. Polya (2010)

menggunakan empat langkah dalam pemecahan masalah

yaitu understanding the problem, devising a plann,

carrying out the plann, dan looking back.

Langkah-langkah dari pemecahan masalah tersebut,

tampak bahwa langkah rekonstruksi konsep yang telah

ada pada struktur kognitif siswa tidak dilakukan,

sehingga pola pemahaman yang bersifat miskonsepsi

tetap terbawa dalam langkah-langkah memecahkan

masalah selanjutnya. Dengan demikian berdampak pada

kesulitan siswa memecahkan masalah atau menambah

miskonsepsi baru yang semakin komplek dan stabil. Oleh

karena itu, dipandang perlu untuk mengembangkan

model pembelajaran pemecahan masalah sains di SMA

yang mengakomodasi miskonsepsi siswa dalam langkah-

langkah pembelajarannya melalui pendekatan konflik

kognitif. Pendekatan konflik kognitif merupakan

pendekatan yang memungkinkan untuk untuk

menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa yang pada

akhirnya diharapkan dapat berubah menjadi konsepsi

ilmiah (Kwon, J. 2006). Beberapa pendekatan konflik

kognitif yang memungkinkan untuk diterapkan dalam

langkah-langkah pemecahan masalah adalah penyajian

counter example, analogi, eksperimen, demonstrasi,

diskusi, dan peta konsep (Mustafa,B., 2006)

Berdasarkan hal tersebut, salah satu model

pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran pemecahan masalah sains

(fisika) SMA yang mengakomodasi pendekatan scientific

dan konflik kognitif dalam langkah-langkah pemecahan

masalah. Model pembelajaran tersebut diberi nama Model

pembelajaran pemecahan masalah Do Talk Record

(PMDTR) dalam Sains (fisika). Dengan demikian,

rumusan masalah dari penelitian ini adalah, (a)

bagaimanakah keterlaksanaan model pembelajaran

pemecahan masalah do talk record dalam sains (fisika)

SMA?, (b) bagaimanakah pengembangan kemampuan

pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA?.

Tujuannya adalah, (a) mengetahui keterlaksanaan model

pembelajaran pemecahan masalah do talk record dalam

sains (fisika) SMA, (b) mengembangkan kemampuan

pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA. Pokok

bahasan sains (fisika) SMA yang dicobakan dalam

penelitian ini adalah pokok bahasan suhu, pemuaian, dan

kalor.

Page 3: MAKALAH SEMNAS SAINS PASCA UNESA 2015 MADE.pdf

Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015

3

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengemba-

ngan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan

Research and Development. Disain penelitian ini meliputi

tiga tahapan, yaitu tahap pendahuluan, tahap

pengembangan, dan tahap pengujian. Rancangan/prosedur

pengembangan disajikan seperti gambar 1.

Tahapan pendahuluan dan beberapa tahapan

pengembangan telah dilakukan. Penelitian ini adalah

penelitian lanjutan dari tahapan pengembangan pada

ujicoba yang lebih luas. Tahapan ujicoba yang lebih luas

dilakukan melalui penelitian quasi eksperimen dengan

rancangan Nonequivalent Control Group Desaign

(Montgomery, 2001). Disain eksperimen yang digunakan

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penelitian Eksperimen Nonequivalent

Control Group Desaign

Kelompok Pre-test Perlakukan Post-test

EKsperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

Keterangan:

O1 = Kemampuan Pemecahan Masalah Awal

O2 = Kemampuan Pemecahan Masalah Setelah Perlakuan

X1 = Pemecahan Masalah Do Talk Record (PMDTR)

X2 = Pemecahan Masalah Polya

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas X SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3 Singaraja yang

yang masing-masing terbagi dalam beberapa kelas.

Jumlah populasi dalam penelitian ini dapat dilihat dalam

table 2.

Tabel 2. Populasi Penelitian

Sekolah Kelas

X-1 X-2 X-3 X-4

SMA 2 34 32 33 30

SMA 3 32 30 31 31

Dari jumlah kelas yang ada, pada masing-masing

sekolah diambil dua kelas sebagai sampel penelitian.

Penelitian ini menetapkan kelas X-1 dan X-3 pada SMA 2

serta kelas X-2 dan X-4 pada SMA 3 sebagai sampel

penelitian.

Data dalam penelitian ini adalah data keterlaksanaan

model pembelajaran pemecahan masalah do talk record

(PMDTR) dan data kemampuan pemecahan masalah sains

(fisika) pada pokok bahasan suhu, pemuaian, dan kalor.

Data keterlaksanaan model pembelajaran merupakan data

keterlaksanaan sintaks RPP dalam proses pembelajaran,

yang dikumpulkan dengan instrument lembar observasi

melalui pengamatan. Data kepampuan pemecahan

masalah dikumpulkan dengan instrument tes pemecahan

masalah dengan teknik pemberian tes. Instrument tes

pemecahan masalah berupa tes uraian.

Data keterlaksanaan model dianalisis secara deskriptif

yang dinyatakan dalam prosentase keterlaksanaan dengan

kriteria terlaksana dan tidak terlaksana. Keterlaksanaan

pembelajaran juga dinilai dari kualitasnya yang dinyata-

kan dengan kategori sangat baik, baik, dan kurang baik.

Keterlaksanaan model pembelajaran ditentukan dengan,

%100tan

%KP xpengamaaspek

terlaksanaaspek

Keterlaksanaan pembelajaran (KP) ditentukan dengan

kategori:

0,00%<%KP≤50% : Kurang baik

50%<%KP≤75% : Baik

75%<%KP≤100% : Sangat baik

Gambar 1. Desain Penelitian dan Pengembangan

Data peningkatan kemampuan pemecahan masalah

dianalisis secara deskriptif dan statistic dengan t-test

menggunakan skor gain ternormalisasi. Skor gain

ternormalisasi ditentukan dengan rumus g-faktor.

g = )max(

)(

SpreS

SpreSpost

(Meltzer, 2002).

g adalah gain yang dinormalisasi, Smax adalah skor

maksimum (ideal) dari tes awal dan tes akhir, Spost

adalah skor tes akhir, sedangkan Spre adalah skor tes

Revisi -1

PENDAHULUAN PENGEMBANGAN PENGUJIAN

Studi

Pustaka

Studi

Pendahuluan

(Survey

Ujicoba

Terbatas

Revisi -2

Ujicoba

Lebih Luas

Model

Hipotetik

Eksperimen

Pre-test Treatment Post-test

Model

Teruji

Penyusunan Draft

Awal Model

(Draft-1)

Revisi-3

(Draft-3)

Model

Embrio

Model

Validasi

Ahli

(Draft-2)

Model

Focus Group Discution (FGD)

Page 4: MAKALAH SEMNAS SAINS PASCA UNESA 2015 MADE.pdf

Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015

4

awal. Tinggi rendahnya skor gain yang dinormalisasi

(N-gain) dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori,

yaitu: N-gain > 0,7 kategori tinggi, 0,3 ≤ N-gain ≤ 0,7

kategori sedang, N-gain < 0,3 berkategori rendah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan dua orang pengamat terhadap

keterlaksanaan dan kualitas keterlaksanaan sintaks

pembelajaran pemecahan masalah do talk record

(PMDTR) selama uji coba berlangsung disajikan secara

singkat pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Sintaks

Pembelajaran PMDTR

Uraian Keterlaksanaan

SMA 2 SMA 3

Jumlah Langkah yang Terlaksana

(dari 13 langkah)

11 12

Persentase Keterlaksanaan (%) 84,62 92,30

Tabel 4. Kualitas Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran

PMDTR

No Kegiatan Rata-Rata/Kategori

SMA 2 SMA 3

1 Pendahuluan 3,38 (SB) 3,35 (SB)

2 Inti 3,63 (SB) 3,71 (SB)

3 Penutup 3,10 (B) 3,22 (B)

Rata-Rata/Kategori 3,37 (SB) 3,43 (SB)

Ditinjau dari persentase keterlaksanaan RPP pada uji

coba lapangan, persentase keterlaksanaan pembelajaran

pemecahan masalah do talk record pada SMA 2 sebesar

84,62% dengan nilai rata-rata sebesar 3,37 pada skala

penilaian 1-4. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

RPP pemecahan masalah do talk record yang digunakan

di SMA 2 telah terlaksana dengan kategori sangat baik

(SB). Persentase keterlaksanaan pembelajaran pemecahan

masalah do talk record pada SMA 3 sebesar 92,30%

dengan nilai rata-rata sebesar 3,43 pada skala penilaian 1-

4. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa RPP

pemecahan masalah do talk record yang digunakan di

SMA 3 telah terlaksana dengan kategori sangat baik

(SB). Secara keseluruhan, sintak pembelajaran

pemecahan masalah do talk record dalam sains (fisika)

terlaksana 88,46% dengan kategori sangat baik.

Kegiatan uji coba lebih luas melibatkan dua kelas

pada masing-masing sekolah yaitu kelas X-1 sebagai

kelompok eksperimen dan X-3 sebagai kelompok

kontrol pada SMA 2, beserta kelas X-2 sebagai

kelompok eksperimen dan X-4 sebagai kelompok

kontrol pada SMA 3. Kemampuan pemecahan masalah

hasil ujicoba lebih luas disajikan dalam tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

SMA 2

Gain Kategori Eksp Kont t (sig.2-

tailed) t(0.05) f % f %

g < 0.3 Rendah 3 8,82 19 57,58

0.000 0.05 0.3≤g≤0.7 Sedang 17 50 8 24,24

g > 0.7 Tinggi 14 41,18 6 18,18

N 34 100 33 100

Tabel 6. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

SMA 3

Gain Kategori Eksp Kont t (sig.2-

tailed) t(0.05) f % f %

g < 0.3 Rendah 5 16,67 16 51,61

0.000 0.05 0.3≤g≤0.7 Sedang 10 33,33 7 22,58

g > 0.7 Tinggi 15 50 8 25,81

N 30 100 31 100

Dari table 5, terlihat bahwa rata-rata peningkatan

kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa

SMA 2 pada kelompok eksperimen (menggunakan model

pemecahan masalah do talk record) sebesar 41,18%

berkategori tinggi, 50% berkategori sedang, dan 8,82%

berkategori rendah. Rata-rata peningkatan kemampuan

pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA 2 pada

kelompok kontrol (menggunakan pemecahan masalah

Polya) sebesar 18,18% berkategori tinggi, 24,24%

berkategori sedang, dan 57,58% berkategori rendah.

Analisis gain score menggunakan uji-t dengan dengan

α(0,05) didapat sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Oleh karena,

sig. (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05), maka

keputusan yang diambil adalah secara signifikan terdapat

perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah

sains (fisika) siswa yang belajar menggunakan model

pembelajaran pemecahan masalah do talk record dengan

siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran

pemecahan masalah Polya. Ditinjau dari rata-rata gain

score (g), maka peningkatan kemampuan pemecahan

masalah sains (fisika) siswa yang belajar menggunakan

model pemecahan masalah do talk record lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan

model pemecahan masalah Polya.

Dari tabel 6 terlihat bahwa rata-rata peningkatan

kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa

SMA 3 pada kelompok eksperimen (menggunakan model

pembelajaran pemecahan masalah do talk record) sebesar

50% berkategori tinggi, 33,33% berkategori sedang, dan

16,67% berkategori rendah. Rata-rata peningkatan

kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa

SMA 3 pada kelompok kontrol (menggunakan model

pembelajaran pemecahan masalah Polya) sebesar 25,81%

berkategori tinggi, 22,58% berkategori sedang, dan

51,61% berkategori rendah. Analisis gain score

menggunakan uji-t dengan dengan α(0,05) didapat sig.

(2-tailed) sebesar 0,000. Oleh karena, sig. (2-tailed) lebih

Page 5: MAKALAH SEMNAS SAINS PASCA UNESA 2015 MADE.pdf

Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015

5

kecil dari 0,05 (0,000<0,05), maka keputusan yang

diambil adalah secara signifikan terdapat perbedaan

peningkatan kemampuan pemecahan masalah sains

(fisika) siswa yang belajar menggunakan model

pembelajaran pemecahan masalah do talk record dengan

siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran

pemecahan masalah Polya. Ditinjau dari rata-rata gain

score (g), maka peningkatan kemampuan pemecahan

masalah sains (fisika) siswa yang belajar menggunakan

model pemecahan masalah do talk record lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan

model pemecahan masalah Polya.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, penelitian ini

dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama, model pembelajaran pemecahan masalah do

talk record dalam sains (fisika) SMA mempunyai

kualifikasi keterlaksanaan sangat baik, dengan rata-rata

persentase keterlaksanaan 84,62% pada SMA 2 dan

92,30% pada SMA 3.

Kedua, peningkatan kemampuan pemecahan masalah

sains (fisika) siswa SMA 2 dengan menggunakan model

pemecahan masalah do talk record, rata-rata sebesar

41,18% berkategori tinggi, 50% berkategori sedang, dan

8,82% berkategori rendah. Peningkatan kemampuan

pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA 2 dengan

menggunakan pemecahan masalah Polya, rata-rata sebesar

18,18% berkategori tinggi, 24,24% berkategori sedang,

dan 57,58% berkategori rendah.

Ketiga, Terdapat perbedaan secara signifikan terhadap

peningkatan kemampuan pemecahan masalah sains

(fisika) siswa SMA 2 yang belajar menggunakan model

pembelajaran pemecahan masalah do talk record dengan

siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran

pemecahan masalah Polya. Peningkatan kemampuan

pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA 2 yang

belajar menggunakan model pemecahan masalah do talk

record lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

belajar menggunakan model pemecahan masalah Polya.

Keempat, peningkatan kemampuan pemecahan

masalah sains (fisika) siswa SMA 3 yang menggunakan

model pembelajaran pemecahan masalah do talk record,

sebesar 50% berkategori tinggi, 33,33% berkategori

sedang, dan 16,67% berkategori rendah. Peningkatan

kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA

3 yang menggunakan model pembelajaran pemecahan

masalah Polya, sebesar 25,81% berkategori tinggi,

22,58% berkategori sedang, dan 51,61% berkategori

rendah.

Kelima, terdapat perbedaan secara signifikan

peningkatan kemampuan pemecahan masalah sains

(fisika) siswa SMA 3 yang belajar menggunakan model

pembelajaran pemecahan masalah do talk record dengan

siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran

pemecahan masalah Polya. Peningkatan kemampuan

pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA 3 yang

belajar menggunakan model pemecahan masalah do talk

record lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

belajar menggunakan model pemecahan masalah Polya.

Saran

Terkait dengan temuan dari penelitian ini, diajukan

beberapa saran sebagai berikut.

Pertama, penelitian ini terbatas pada evaluasi

keterlaksanaan model pembelajaran pemecahan

masalah do talk record yang dilaksanakan oleh guru.

Namun, evaluasi aktifitas dan sikap siswa dalam proses

pembelajaran belum dilaksanakan. Disarankan untuk

penelitian lebih lanjut agar dilakukan evaluasi aktifitas

dan sikap siswa dalam proses pembelajaran.

Kedua, keterlaksanaan model pembelajaran

pemecahan masalah di kelas kontrol tidak dilakukan,

disarankan untuk penelitian lebih lanjut untuk

melakukan hal tersebut.

Ketiga, secara umum model pembelajaran

pemecahan masalah do talk record keterlaksanaannya

dengan kualifikasi sangat baik, namun, terdapat

beberapa aspek yang belum terlaksana seperti guru

tidak mereviu kembali langkah dan hasil pemecahan

masalah yang dilakukan siswa. Disarankan penelitian

lebih lanjut agar beberapa aspek yang tidak terlaksana

mendapat penekanan yang lebih seksama.

Keempat, observasi keterlaksanaan model

pembelajaran pemecahan masalah do talk record hanya

melibatkan dua orang observer, disarankan pada

penelitian lebih lanjut melibatkan observer lebih banyak

untuk mengurangi kebiasan data pengamatan.

Kelima, ujicoba kelayakan model pembelajaran

pemecahan masalah do talk record dilaksanakan pada

subyek terbatas yaitu hanya dua sekolah dan dua kelas

pada masing-masing sekolah. Disarankan pada

penelitian lebih lanjut untuk melibatkan sekolah dan

kelas yang lebih banyak sehingga generalisasi hasil

penelitian diharapkan lebih akurat.

Page 6: MAKALAH SEMNAS SAINS PASCA UNESA 2015 MADE.pdf

Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015

6

DAFTAR PUSTAKA

Baser, M. 2006. Fostering Conceptual Change by

Cognitive Conflict Based Instruction on Students'

Understanding of Heat and Temperature Concepts.

Eurasia Journal of Mathematics, Science and

Technology Education. 2(2):1

Benton, A.L. 2011. Problem Solving. U.S.: Wikimedia

Foundation, Inc. Online: http://en.wikipedia.org/

wiki/Problem Solving. Diakses 9 Desember 2012.

Caliskan, S., Selcuk G. S., Erol, M. 2012. Instruction of

Problem Solving Strategies on Physics

Achievement and Self Efficacy Beliefs. Journal of

Baltic Science Education. 9(1). 20-34.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia. 2013. Dokumen Kurikulum 2013,

Jakarta: Kemendikbud

Kwon, J. 2006. The Effects of Cognitive Conflict On

Students Conceptual Change in Physics. Journal of

Physics Education Korean National University,

4(1).64-79

Meltzer, David E. 2002. The Relationship Between

Mathematics Preparation And conceptual learning

gain in physics: A possible inhidden Variablei in

Diagnostic pretest scores. Ames: Department of

physics and Astronomy, Lowa State University

Montgomery, D. C. 2001. Design and Analysis of

Experiment Fitht Edition. New York: John Wiley

& Sons, Inc.

Ommundsen P.2011. Problem-Based Learning With 20

Case Examples. (Online: www.saltspring.com/

capewest/pbl.htm. Diakses tanggal 8 Feb. 2012).

Polya, G. 2010. How to Solve It: A New Aspect of

Mathematical Method (Second ed.). Princeton, N.J.:

Princeton Science Library Printing.

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penelitian dan penulisan artikel ini dapat

terselesaikan. Terwujudnya artikel yang berjudul

“Pembelajaran Pemecahan Masalah Do Talk Record

untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan

Masalah Sains Siswa SMA” merupakan artikel hasil

penelitian yang akan diseminarkan pada seminar

Nasional Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas

Negeri Surabaya 2015. Oleh karena itu, penulis ingin

menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya

kepada :

1. Kepala Sekolah SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3

Singaraja yang telah memberikan ijin untuk

melakukan penelitian ini.

2. Guru-guru Sains (fisika) yang telah membantu

pelaksanaan penelitian ini

3. Observer yang tulus membantu terlaksananya

penelitian ini.

4. Panitia Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa

2015, yang telah memberikan kesempatan untuk

menyeminarkan artikel ini.

5. Seluruh pihak yang membantu, penulis hanya bisa

berdoa, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas

kebaikan-kebaikan mereka dengan setimpal.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa artikel hasil

penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, bantuan dari semua pihak penulis harapkan demi

penyempurnaannya. Besar harapan penulis, semoga

artikel ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif

bagi semua pihak yang membutuhkan.

Singaraja, 10 Januari 2015

Penulis,

Page 7: MAKALAH SEMNAS SAINS PASCA UNESA 2015 MADE.pdf

Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015

7

Lampiran:

SURAT PERNYATAAN BEBAS PUBLIKASI GANDA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : I Made Mariawan

NIP/NIDN : 195906081985031001/ 0008065907

Fakultas : MIPA

Institusi : Universitas Pendidikan Ganesha

dengan ini menyatakan bahwa judul artikel “Pembelajaran Pemecahan Masalah Do Talk Record untuk

Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Sains Siswa SMA” benar bebas dari publikasi ganda, dan

apabila pernyataan ini terbukti tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Singaraja, 9 Januari 2015

Yang membuat pernyataan,

I Made Mariawan