Upload
made-mariawan
View
17
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
1
PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH DO TALK
RECORD UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH SAINS SISWA SMA
I Made Mariawan Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja,
E-mail: [email protected]
Abstrak
Kemampuan pemecahan masalah siswa SMA adalah rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah
sains (fisika) disebabkan oleh miskonsepsi, tidak tahu konsep, dan kaitan antar konsep dalam masalah.
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran pemecahan masalah sains (fisika) di
SMA yang memungkinkan untuk meminimalisasi penyebab tersebut. Model Pembelajaran pemecahan
masalah sains yang dikembangkan adalah model pembelajaran pemecahan masalah do talk record
(PMDTR). Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menggunakan pendekatan research
and development dengan langkah dimodifikasi menjadi tiga langkah, yaitu: pendahuluan, pengembangan,
dan pengujian. Pelaksanaan penelitian ini adalah langkah kedua yaitu langkah pengembangan pada tahap
ujicoba lebih luas. Keterlaksanaan model diobservasi menggunakan lembar observasi yang datanya
dianalisis secara deskriptif. Pengujian model menggunakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan
Nonequivalent Control Group Desaign. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA 2 dan SMA 3
Singaraja. Masing-masing sekolah diambil dua kelas, yaitu satu kelas sebagai kelompok control dan satu
kelas sebagai kelompok eksperimen. Keterlaksanaan model pembelajaran diobservasi dengan
menggunakan pedoman observasi dan catatan lapangan. Data kemampuan pemecahan masalah
dikumpulkan dengan tes pemecahan masalah sains (fisika). Data dianalisis secara deskriptif dan dihitung
dengan menggunakan normalized gain score. Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa
keterlaksanaan model pembelajaran pemecahan masalah do talk record adalah sangat tinggi. Pengujian
model pembelajaran dapat diketahui bahwa model pembelajaran pemecahan masalah do talk record
dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA.
Kata Kunci: Model PMDTR, Kemampuan Pemecahan Masalah
Abstract
The Problem-solving skills of high school students is low. The lower of problem-solving ability of
science (physics) is caused by misconceptions, do not know the concept, and the relation between
concepts in the problem. The purpose of this research is to develop a model of problem-solving learning
of science (physics) in high school that allows to minimize the cause. The learning model developed
problem-solving of Science is the learning model solutions do talk record (PMDTR). This research is the
development of research and development approach with a modified step into three steps, namely:
introduction, development, and testing. Implementation of this study is the second step is a step in the
development of more extensive testing phase. Adherence to the model were observed using the
observation sheet for which data were analyzed descriptively. Testing the model using quasi-experimental
research with design Nonequivalent Control Group Desaign. The subjects were students of class X SMA
2 and SMA 3 Singaraja. Respectively of the school was taken two classes: one class as a control group
and an experimental group classes as. Feasibility the learning model was observed by using the
observation and field notes. The data collected by the problem-solving ability test problem solving
science (physics). Data were analyzed descriptively and is calculated using the normalized gain score.
Based on the analysis of data it can be seen that the enforceability of the problem-solving learning model
do talk record is very high. The test models of learning can be seen that the learning model problem
solving do talk record may develop problem-solving abilities of science (physics) high school students.
Keywords: Do Talk Record Model, Problem Solving Ability
PENDAHULUAN
Mutu pendidikan sains di Indonesia masih rendah.
Hasil studi PISA (Program for International Student
Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi
sains dan matematika, menunjukkan peringkat Indonesia
baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara.
Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics
and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada
pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1)
memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis
Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015
2
dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur
dan pemecahan masalah, dan (4) melakukan investigasi.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi
rendahnya kualitas mutu pendidikan di Indonesia adalah
menerapkan kurikulum 2013 untuk jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Kurikulum 2013 menekankan pada
dimensi pedagogik modern dengan menggunakan
scientific approach dalam pembelajaran, yang meliputi
kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua
mata pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang
menekankan scientific approach adalah model pembe-
lajaran pemecahan masalah (Kemendikbud, 2013).
Hasil identifikasi terhadap kondisi obyektif
pembelajaran sains (fisika) di sekolah saat ini
menunjukkan permasalahan antara lain: (1) guru-guru
sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum 2013
mengalami banyak kesulitan dalam implementasi; (2)
pendekatan saintifik yang disarankan oleh kurikulum
2013 belum diimplementasikan, (3) hasil proses
pembelajaran selama ini terlihat dari banyak siswa
mampu mengidentifikasi dan menyajikan konsep sains
pada tingkat hapalan, tetapi tidak memahaminya atau
miskonsepsi; (2) sebagian besar dari siswa tidak mampu
menghubungkan antara konsep satu dengan konsep
lainnya, dan penggunaan/pemanfaatan konsep tersebut
dalam pemecahan masalah; (3) siswa mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah kontekstual karena
mereka biasa terlatih dalam menyelesaikan masalah/soal-
soal yang bersifat rutin, dan (4) secara umum
kemampuan siswa memecahkan masalah sains sangat
kurang dan tidak sesuai dengan harapan kurikulum 2013.
Hasil identifikasi tersebut, sejalan dengan hasil
Survey TIMMS yang menyimpulkan bahwa kecilnya
skor sains yang diperoleh siswa Indonesia disebabkan
oleh ketidakmampuan mereka dalam memecahkan
masalah. Di samping itu, Benton (2011) juga
mengungkapkan bahwa beberapa faktor penyebab siswa
tidak mampu menyelesaikan masalah sains adalah (a)
siswa mengalami miskonsepsi terhadap konsep-konsep
yang terkait dengan masalah, (b) siswa tidak mampu
mengkaitkan antar konsep, (c) proses pembelajaran tidak
memberikan kesempatan untuk mengemukan atau
mengkomunikasikan konsep dan hasil pemecahan
masalah, dan (c) siswa belum diberikan secara bebas
untuk mendokumentasikan/merekam langkah dan hasil
pemecahan masalah sesuai dengan idea mereka sendiri.
Pengembangan strategi pemecahan masalah telah
dilakukan, seperti penelitian Caliskan et al. (2012)
menyatakan terdapat lima langkah dalam strategi
pemecahan masalah yang disebut dengan UQAPAC
problem solving strategi. Langkah-langkah ini terdiri dari
understanding the problem, qualitative analyzing of the
problem, solution plan for the problem, applying the
solution plan, and cheking. Ommundsen P. (2011)
mengatakan terdapat lima langkah dalam pemecahan
masalah yang disebut dengan langkah-langkah
pemecahan masalah DENT, yaitu Define the Problem
Carefully, Explore Possible Solutions, Narrow Your
Choices, dan Test Your Solution. Polya (2010)
menggunakan empat langkah dalam pemecahan masalah
yaitu understanding the problem, devising a plann,
carrying out the plann, dan looking back.
Langkah-langkah dari pemecahan masalah tersebut,
tampak bahwa langkah rekonstruksi konsep yang telah
ada pada struktur kognitif siswa tidak dilakukan,
sehingga pola pemahaman yang bersifat miskonsepsi
tetap terbawa dalam langkah-langkah memecahkan
masalah selanjutnya. Dengan demikian berdampak pada
kesulitan siswa memecahkan masalah atau menambah
miskonsepsi baru yang semakin komplek dan stabil. Oleh
karena itu, dipandang perlu untuk mengembangkan
model pembelajaran pemecahan masalah sains di SMA
yang mengakomodasi miskonsepsi siswa dalam langkah-
langkah pembelajarannya melalui pendekatan konflik
kognitif. Pendekatan konflik kognitif merupakan
pendekatan yang memungkinkan untuk untuk
menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa yang pada
akhirnya diharapkan dapat berubah menjadi konsepsi
ilmiah (Kwon, J. 2006). Beberapa pendekatan konflik
kognitif yang memungkinkan untuk diterapkan dalam
langkah-langkah pemecahan masalah adalah penyajian
counter example, analogi, eksperimen, demonstrasi,
diskusi, dan peta konsep (Mustafa,B., 2006)
Berdasarkan hal tersebut, salah satu model
pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran pemecahan masalah sains
(fisika) SMA yang mengakomodasi pendekatan scientific
dan konflik kognitif dalam langkah-langkah pemecahan
masalah. Model pembelajaran tersebut diberi nama Model
pembelajaran pemecahan masalah Do Talk Record
(PMDTR) dalam Sains (fisika). Dengan demikian,
rumusan masalah dari penelitian ini adalah, (a)
bagaimanakah keterlaksanaan model pembelajaran
pemecahan masalah do talk record dalam sains (fisika)
SMA?, (b) bagaimanakah pengembangan kemampuan
pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA?.
Tujuannya adalah, (a) mengetahui keterlaksanaan model
pembelajaran pemecahan masalah do talk record dalam
sains (fisika) SMA, (b) mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA. Pokok
bahasan sains (fisika) SMA yang dicobakan dalam
penelitian ini adalah pokok bahasan suhu, pemuaian, dan
kalor.
Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015
3
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengemba-
ngan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan
Research and Development. Disain penelitian ini meliputi
tiga tahapan, yaitu tahap pendahuluan, tahap
pengembangan, dan tahap pengujian. Rancangan/prosedur
pengembangan disajikan seperti gambar 1.
Tahapan pendahuluan dan beberapa tahapan
pengembangan telah dilakukan. Penelitian ini adalah
penelitian lanjutan dari tahapan pengembangan pada
ujicoba yang lebih luas. Tahapan ujicoba yang lebih luas
dilakukan melalui penelitian quasi eksperimen dengan
rancangan Nonequivalent Control Group Desaign
(Montgomery, 2001). Disain eksperimen yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penelitian Eksperimen Nonequivalent
Control Group Desaign
Kelompok Pre-test Perlakukan Post-test
EKsperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan:
O1 = Kemampuan Pemecahan Masalah Awal
O2 = Kemampuan Pemecahan Masalah Setelah Perlakuan
X1 = Pemecahan Masalah Do Talk Record (PMDTR)
X2 = Pemecahan Masalah Polya
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas X SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3 Singaraja yang
yang masing-masing terbagi dalam beberapa kelas.
Jumlah populasi dalam penelitian ini dapat dilihat dalam
table 2.
Tabel 2. Populasi Penelitian
Sekolah Kelas
X-1 X-2 X-3 X-4
SMA 2 34 32 33 30
SMA 3 32 30 31 31
Dari jumlah kelas yang ada, pada masing-masing
sekolah diambil dua kelas sebagai sampel penelitian.
Penelitian ini menetapkan kelas X-1 dan X-3 pada SMA 2
serta kelas X-2 dan X-4 pada SMA 3 sebagai sampel
penelitian.
Data dalam penelitian ini adalah data keterlaksanaan
model pembelajaran pemecahan masalah do talk record
(PMDTR) dan data kemampuan pemecahan masalah sains
(fisika) pada pokok bahasan suhu, pemuaian, dan kalor.
Data keterlaksanaan model pembelajaran merupakan data
keterlaksanaan sintaks RPP dalam proses pembelajaran,
yang dikumpulkan dengan instrument lembar observasi
melalui pengamatan. Data kepampuan pemecahan
masalah dikumpulkan dengan instrument tes pemecahan
masalah dengan teknik pemberian tes. Instrument tes
pemecahan masalah berupa tes uraian.
Data keterlaksanaan model dianalisis secara deskriptif
yang dinyatakan dalam prosentase keterlaksanaan dengan
kriteria terlaksana dan tidak terlaksana. Keterlaksanaan
pembelajaran juga dinilai dari kualitasnya yang dinyata-
kan dengan kategori sangat baik, baik, dan kurang baik.
Keterlaksanaan model pembelajaran ditentukan dengan,
%100tan
%KP xpengamaaspek
terlaksanaaspek
Keterlaksanaan pembelajaran (KP) ditentukan dengan
kategori:
0,00%<%KP≤50% : Kurang baik
50%<%KP≤75% : Baik
75%<%KP≤100% : Sangat baik
Gambar 1. Desain Penelitian dan Pengembangan
Data peningkatan kemampuan pemecahan masalah
dianalisis secara deskriptif dan statistic dengan t-test
menggunakan skor gain ternormalisasi. Skor gain
ternormalisasi ditentukan dengan rumus g-faktor.
g = )max(
)(
SpreS
SpreSpost
(Meltzer, 2002).
g adalah gain yang dinormalisasi, Smax adalah skor
maksimum (ideal) dari tes awal dan tes akhir, Spost
adalah skor tes akhir, sedangkan Spre adalah skor tes
Revisi -1
PENDAHULUAN PENGEMBANGAN PENGUJIAN
Studi
Pustaka
Studi
Pendahuluan
(Survey
Ujicoba
Terbatas
Revisi -2
Ujicoba
Lebih Luas
Model
Hipotetik
Eksperimen
Pre-test Treatment Post-test
Model
Teruji
Penyusunan Draft
Awal Model
(Draft-1)
Revisi-3
(Draft-3)
Model
Embrio
Model
Validasi
Ahli
(Draft-2)
Model
Focus Group Discution (FGD)
Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015
4
awal. Tinggi rendahnya skor gain yang dinormalisasi
(N-gain) dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori,
yaitu: N-gain > 0,7 kategori tinggi, 0,3 ≤ N-gain ≤ 0,7
kategori sedang, N-gain < 0,3 berkategori rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan dua orang pengamat terhadap
keterlaksanaan dan kualitas keterlaksanaan sintaks
pembelajaran pemecahan masalah do talk record
(PMDTR) selama uji coba berlangsung disajikan secara
singkat pada tabel 3 dan tabel 4.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Sintaks
Pembelajaran PMDTR
Uraian Keterlaksanaan
SMA 2 SMA 3
Jumlah Langkah yang Terlaksana
(dari 13 langkah)
11 12
Persentase Keterlaksanaan (%) 84,62 92,30
Tabel 4. Kualitas Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran
PMDTR
No Kegiatan Rata-Rata/Kategori
SMA 2 SMA 3
1 Pendahuluan 3,38 (SB) 3,35 (SB)
2 Inti 3,63 (SB) 3,71 (SB)
3 Penutup 3,10 (B) 3,22 (B)
Rata-Rata/Kategori 3,37 (SB) 3,43 (SB)
Ditinjau dari persentase keterlaksanaan RPP pada uji
coba lapangan, persentase keterlaksanaan pembelajaran
pemecahan masalah do talk record pada SMA 2 sebesar
84,62% dengan nilai rata-rata sebesar 3,37 pada skala
penilaian 1-4. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
RPP pemecahan masalah do talk record yang digunakan
di SMA 2 telah terlaksana dengan kategori sangat baik
(SB). Persentase keterlaksanaan pembelajaran pemecahan
masalah do talk record pada SMA 3 sebesar 92,30%
dengan nilai rata-rata sebesar 3,43 pada skala penilaian 1-
4. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa RPP
pemecahan masalah do talk record yang digunakan di
SMA 3 telah terlaksana dengan kategori sangat baik
(SB). Secara keseluruhan, sintak pembelajaran
pemecahan masalah do talk record dalam sains (fisika)
terlaksana 88,46% dengan kategori sangat baik.
Kegiatan uji coba lebih luas melibatkan dua kelas
pada masing-masing sekolah yaitu kelas X-1 sebagai
kelompok eksperimen dan X-3 sebagai kelompok
kontrol pada SMA 2, beserta kelas X-2 sebagai
kelompok eksperimen dan X-4 sebagai kelompok
kontrol pada SMA 3. Kemampuan pemecahan masalah
hasil ujicoba lebih luas disajikan dalam tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
SMA 2
Gain Kategori Eksp Kont t (sig.2-
tailed) t(0.05) f % f %
g < 0.3 Rendah 3 8,82 19 57,58
0.000 0.05 0.3≤g≤0.7 Sedang 17 50 8 24,24
g > 0.7 Tinggi 14 41,18 6 18,18
N 34 100 33 100
Tabel 6. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
SMA 3
Gain Kategori Eksp Kont t (sig.2-
tailed) t(0.05) f % f %
g < 0.3 Rendah 5 16,67 16 51,61
0.000 0.05 0.3≤g≤0.7 Sedang 10 33,33 7 22,58
g > 0.7 Tinggi 15 50 8 25,81
N 30 100 31 100
Dari table 5, terlihat bahwa rata-rata peningkatan
kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa
SMA 2 pada kelompok eksperimen (menggunakan model
pemecahan masalah do talk record) sebesar 41,18%
berkategori tinggi, 50% berkategori sedang, dan 8,82%
berkategori rendah. Rata-rata peningkatan kemampuan
pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA 2 pada
kelompok kontrol (menggunakan pemecahan masalah
Polya) sebesar 18,18% berkategori tinggi, 24,24%
berkategori sedang, dan 57,58% berkategori rendah.
Analisis gain score menggunakan uji-t dengan dengan
α(0,05) didapat sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Oleh karena,
sig. (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05), maka
keputusan yang diambil adalah secara signifikan terdapat
perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
sains (fisika) siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran pemecahan masalah do talk record dengan
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
pemecahan masalah Polya. Ditinjau dari rata-rata gain
score (g), maka peningkatan kemampuan pemecahan
masalah sains (fisika) siswa yang belajar menggunakan
model pemecahan masalah do talk record lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan
model pemecahan masalah Polya.
Dari tabel 6 terlihat bahwa rata-rata peningkatan
kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa
SMA 3 pada kelompok eksperimen (menggunakan model
pembelajaran pemecahan masalah do talk record) sebesar
50% berkategori tinggi, 33,33% berkategori sedang, dan
16,67% berkategori rendah. Rata-rata peningkatan
kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa
SMA 3 pada kelompok kontrol (menggunakan model
pembelajaran pemecahan masalah Polya) sebesar 25,81%
berkategori tinggi, 22,58% berkategori sedang, dan
51,61% berkategori rendah. Analisis gain score
menggunakan uji-t dengan dengan α(0,05) didapat sig.
(2-tailed) sebesar 0,000. Oleh karena, sig. (2-tailed) lebih
Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015
5
kecil dari 0,05 (0,000<0,05), maka keputusan yang
diambil adalah secara signifikan terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah sains
(fisika) siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran pemecahan masalah do talk record dengan
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
pemecahan masalah Polya. Ditinjau dari rata-rata gain
score (g), maka peningkatan kemampuan pemecahan
masalah sains (fisika) siswa yang belajar menggunakan
model pemecahan masalah do talk record lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan
model pemecahan masalah Polya.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, penelitian ini
dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, model pembelajaran pemecahan masalah do
talk record dalam sains (fisika) SMA mempunyai
kualifikasi keterlaksanaan sangat baik, dengan rata-rata
persentase keterlaksanaan 84,62% pada SMA 2 dan
92,30% pada SMA 3.
Kedua, peningkatan kemampuan pemecahan masalah
sains (fisika) siswa SMA 2 dengan menggunakan model
pemecahan masalah do talk record, rata-rata sebesar
41,18% berkategori tinggi, 50% berkategori sedang, dan
8,82% berkategori rendah. Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA 2 dengan
menggunakan pemecahan masalah Polya, rata-rata sebesar
18,18% berkategori tinggi, 24,24% berkategori sedang,
dan 57,58% berkategori rendah.
Ketiga, Terdapat perbedaan secara signifikan terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah sains
(fisika) siswa SMA 2 yang belajar menggunakan model
pembelajaran pemecahan masalah do talk record dengan
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
pemecahan masalah Polya. Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA 2 yang
belajar menggunakan model pemecahan masalah do talk
record lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
belajar menggunakan model pemecahan masalah Polya.
Keempat, peningkatan kemampuan pemecahan
masalah sains (fisika) siswa SMA 3 yang menggunakan
model pembelajaran pemecahan masalah do talk record,
sebesar 50% berkategori tinggi, 33,33% berkategori
sedang, dan 16,67% berkategori rendah. Peningkatan
kemampuan pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA
3 yang menggunakan model pembelajaran pemecahan
masalah Polya, sebesar 25,81% berkategori tinggi,
22,58% berkategori sedang, dan 51,61% berkategori
rendah.
Kelima, terdapat perbedaan secara signifikan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah sains
(fisika) siswa SMA 3 yang belajar menggunakan model
pembelajaran pemecahan masalah do talk record dengan
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
pemecahan masalah Polya. Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah sains (fisika) siswa SMA 3 yang
belajar menggunakan model pemecahan masalah do talk
record lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
belajar menggunakan model pemecahan masalah Polya.
Saran
Terkait dengan temuan dari penelitian ini, diajukan
beberapa saran sebagai berikut.
Pertama, penelitian ini terbatas pada evaluasi
keterlaksanaan model pembelajaran pemecahan
masalah do talk record yang dilaksanakan oleh guru.
Namun, evaluasi aktifitas dan sikap siswa dalam proses
pembelajaran belum dilaksanakan. Disarankan untuk
penelitian lebih lanjut agar dilakukan evaluasi aktifitas
dan sikap siswa dalam proses pembelajaran.
Kedua, keterlaksanaan model pembelajaran
pemecahan masalah di kelas kontrol tidak dilakukan,
disarankan untuk penelitian lebih lanjut untuk
melakukan hal tersebut.
Ketiga, secara umum model pembelajaran
pemecahan masalah do talk record keterlaksanaannya
dengan kualifikasi sangat baik, namun, terdapat
beberapa aspek yang belum terlaksana seperti guru
tidak mereviu kembali langkah dan hasil pemecahan
masalah yang dilakukan siswa. Disarankan penelitian
lebih lanjut agar beberapa aspek yang tidak terlaksana
mendapat penekanan yang lebih seksama.
Keempat, observasi keterlaksanaan model
pembelajaran pemecahan masalah do talk record hanya
melibatkan dua orang observer, disarankan pada
penelitian lebih lanjut melibatkan observer lebih banyak
untuk mengurangi kebiasan data pengamatan.
Kelima, ujicoba kelayakan model pembelajaran
pemecahan masalah do talk record dilaksanakan pada
subyek terbatas yaitu hanya dua sekolah dan dua kelas
pada masing-masing sekolah. Disarankan pada
penelitian lebih lanjut untuk melibatkan sekolah dan
kelas yang lebih banyak sehingga generalisasi hasil
penelitian diharapkan lebih akurat.
Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015
6
DAFTAR PUSTAKA
Baser, M. 2006. Fostering Conceptual Change by
Cognitive Conflict Based Instruction on Students'
Understanding of Heat and Temperature Concepts.
Eurasia Journal of Mathematics, Science and
Technology Education. 2(2):1
Benton, A.L. 2011. Problem Solving. U.S.: Wikimedia
Foundation, Inc. Online: http://en.wikipedia.org/
wiki/Problem Solving. Diakses 9 Desember 2012.
Caliskan, S., Selcuk G. S., Erol, M. 2012. Instruction of
Problem Solving Strategies on Physics
Achievement and Self Efficacy Beliefs. Journal of
Baltic Science Education. 9(1). 20-34.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. 2013. Dokumen Kurikulum 2013,
Jakarta: Kemendikbud
Kwon, J. 2006. The Effects of Cognitive Conflict On
Students Conceptual Change in Physics. Journal of
Physics Education Korean National University,
4(1).64-79
Meltzer, David E. 2002. The Relationship Between
Mathematics Preparation And conceptual learning
gain in physics: A possible inhidden Variablei in
Diagnostic pretest scores. Ames: Department of
physics and Astronomy, Lowa State University
Montgomery, D. C. 2001. Design and Analysis of
Experiment Fitht Edition. New York: John Wiley
& Sons, Inc.
Ommundsen P.2011. Problem-Based Learning With 20
Case Examples. (Online: www.saltspring.com/
capewest/pbl.htm. Diakses tanggal 8 Feb. 2012).
Polya, G. 2010. How to Solve It: A New Aspect of
Mathematical Method (Second ed.). Princeton, N.J.:
Princeton Science Library Printing.
Ucapan Terima Kasih
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penelitian dan penulisan artikel ini dapat
terselesaikan. Terwujudnya artikel yang berjudul
“Pembelajaran Pemecahan Masalah Do Talk Record
untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Sains Siswa SMA” merupakan artikel hasil
penelitian yang akan diseminarkan pada seminar
Nasional Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas
Negeri Surabaya 2015. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada :
1. Kepala Sekolah SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3
Singaraja yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian ini.
2. Guru-guru Sains (fisika) yang telah membantu
pelaksanaan penelitian ini
3. Observer yang tulus membantu terlaksananya
penelitian ini.
4. Panitia Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa
2015, yang telah memberikan kesempatan untuk
menyeminarkan artikel ini.
5. Seluruh pihak yang membantu, penulis hanya bisa
berdoa, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas
kebaikan-kebaikan mereka dengan setimpal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa artikel hasil
penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, bantuan dari semua pihak penulis harapkan demi
penyempurnaannya. Besar harapan penulis, semoga
artikel ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Singaraja, 10 Januari 2015
Penulis,
Semnas Pendidikan Sains Pascasarjana Unesa 2015
7
Lampiran:
SURAT PERNYATAAN BEBAS PUBLIKASI GANDA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : I Made Mariawan
NIP/NIDN : 195906081985031001/ 0008065907
Fakultas : MIPA
Institusi : Universitas Pendidikan Ganesha
dengan ini menyatakan bahwa judul artikel “Pembelajaran Pemecahan Masalah Do Talk Record untuk
Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Sains Siswa SMA” benar bebas dari publikasi ganda, dan
apabila pernyataan ini terbukti tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Singaraja, 9 Januari 2015
Yang membuat pernyataan,
I Made Mariawan