Upload
nida-luph-him-aynamalez
View
420
Download
93
Embed Size (px)
DESCRIPTION
FARMAKOLOGI
Citation preview
MAKALAH
OBAT SIMPATOLITIK DAN SIMPATOMIMETK
Oleh :
Babul Qoidah
201210300511015
JURUSAN DIPLOMA III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH MALANG
2014-2015
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem saraf simpatis memegang peranan penting dalam mengatur tekanan darah.
Simpatolitik memegang peranan penting dalam menurunkan tekanan darah melalui hambatan
terhadap pusat vasomotor di otak dengan mengurangi tonus simpatis secara sentral. Secara
perifer simpatolitik dapat bekerja terhadap neurotransmiter pada ganglion presinaptik atau
postsinaptik, atau pada reseptor epinefrin dan norepineprin.
Simpatolitik yang sering digunakan dalam pengobatan hipertensi meliputi antagonis
reseptor adregenil-β dan agonis reseptor α2 yang bekerja di sentral. Antagonis reseptor adregenik
yang digunakan dalam pengobatan awal hipertensi adalah golongan antagonis reseptor
adregenik-β (β – blocker). α – blocker hanya digunakan pada pasien hipertensi disertai dengan
hyperplasia prostat benigna. Obat jenis simpatolitik ini bekerja dengan cara blokade AV,
menghambat nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard, menghambat pelepasan
renin, menghambat produksi angiotensin II.
Obat simpatomimetik adalah obat yang memacu saraf simpatis atau obat yang
menyerupai stimulasi saraf simpatis. Saraf simpatis yang dimaksud adalah saraf postganglioner
yang umumnya menggunakan noradrenalin sebagai neurotransmitternya. Obat ini disebut juga
obat adrenergik atau obat noradrenergik karena obat ini menstimulasi serabut saraf noradrenegik
atau saraf adrenergic yang terletak di dalam serabut simpatis. Serabut simpatis merupakan bagian
saraf autonom.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Simpatolitik
Simpatolitik atau adrenolitika adalah zat-zat yang melawan sebagian atau seluruh
aktivitas susunan saraf simpatis. Misalnya Simpatolitik meniadakan vasokonstriksi yang
ditimbulkan oleh aktivitas reseptor-alfa akibat adrenolitika. Berdasarkan mekanisme dan
titik kerjanya, Simpatolitik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni zat-zat penghambat
reseptor Simpatolitik ( alfa-blockers dan beta-blockers ) dan zat-zat penghambat neuron
adrenergis.
Simpatolitik yang bekerja di pusat menurunkan respons simpatetik dari batang
otak ke pembuluh darah perifer. Golongan obat ini memiliki efek minimal terhadap curah
jantung dan aliran darah ke ginjal. Obat-obat golongan ini meliputi metildopa, klinidin,
guanabenz dan guanfasin. Metildopa adalah satu dari obat yang pertama dipakai secara
luas untuk mengontrol hipertensi. Guanabenz dan guanafasin adalah simpatolitik bekerja
di pusat dan memiliki efek yang mirip dengan klonidin. Ia rebound hipertensi seperti
kegelisahan, takardia, tremor, sakit kepala, dan peningkatan tekanan darah. Kemungkinan
timbulnya hipertensi rebound pada pemberan guanabenz dan guafasin lebih kecil.
Golongan obat ini dapat menimbulkan retensi garam natrium dan air, sehingga
menimbulkan edema perifer. Bisa diberikan diuretik dengan metildopa atau klonin untuk
menurunkanretensi air dan natrium (edema). Klien ynag hamil atau kemungkinan akan
hamil harus menghindari klonidin. Metil dopa sering dipakai untuk mengobati hipertensi
kehamiln atau hipertensi kronik.
Berdasarkan tempat kerjanya, obat-obatan ini dibagi atas tiga golongan, yaitu (1)
Bloker adrenoreseptor, (2) bloker saraf adrenergik, dan (3) bloker adrenergik sentral.
BLOKER ADRENORESEPTOR
Bloker adrenoreseptor adalah obat yang bekerja menempati reseptor adrenergik
sehingga menghambat interaksi obat adrenergik dengan reseptornya dan mengakiatkan
kerja adrenergik pada sel efektoenya dihambat. Dengan demikian, obat-obat ini
menghambat respons sel efektor adrenergik terhadap perangsangan saraf simpatik dan
terhadap obat adrenergik terhadap obat adrenergik eksogen.
Sesuai dengan jenis reseptorna, bloker adrenoreseptor dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. alfa-blockers ( α-simpatolitika)
Zat-zat ini memblokir reseptor-alfa yang banyak terdapat di jaringan otot polos
dari kebanyakan pembuluh , khususnya dalam pembuluh kulit dan mukosa.Efek
utamanya digunakan pada hipertensi dan hipertrofi prostate. Alfa bloker umumnya
memiliki efek samping yaitu, hipotensi postural. Prazosin yang digunakan pada gagal
jantung (dekopensasi) dan pada penyakit raynaud.
Ada 3 jenis alfa-blockers:
Zat- zat tak selektif : fentolamin (regitine).khususnya digunakan untuk diagnosa dan
terapi hipetensi tertentu (feochromo), juga untuk gangguan ereksi sebagai injeksi
intracaverneus (bersama papaverin : Androskat)
α-blockers selekif : derivate quinazolin (prazosin,terazosin,tamsulosin dan lain-lain)
serta urapidil.pengunaannya sebagai oat hipertensi dan pada hiperplasia prostate.
α2-blockers selekif: yohimbin ,yang digunakan sebagai obat pengugah syahwat
(aphrodisiacum). Obat yang termasuk alfa-bloker atau bloker reseptor alfa antara lain
adalah derivat haloalkilamin, derivat imidazolin, prazosin, derivat alkaloid ergot, dan
yohimbin. Obat ini bekerja dengan blokeran kompetitif NE pada alfa reseptor.
Pemakaian yang lama dapat mengenduksi desensitasi reseptor.
Derivat Haloalkilamin
Obat yang termasuk golongan ini adalah fenoksibenzamin dan dibenamin.
Fenoksibenzamin mempunyai potensi 6-10 kali dibenamin.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja. Dalam darah, senyawa ini terurai menjadi etilenimonium yang
mempunyai efek inhibisi kompetitif yang reversible. Selanjutnya, etilenimonium akan
terurai membentuk ion karbonium yang sangan reaktif sehingga membentuk ikatan kovalen
yang stabil dengan alfa adrenoreseptor, yang mempunyai hambatan nonkompetitif dan
ireversible. Dengan mekanisme kerja ini, golongan obat ini memiliki efek kerja yang
lambat dan masa kerja lama. Oleh karena itu, golongan obat ini disebut alfa bloker
nonkompetitif dengan masa kerja lama. Fenoksibenzamin merupakan α1-bloker dengan
selektivitas sedang.
Efek pada Organ
1) pada SSP, menimbulkan efek sedativ atau stimulansi, mual dan muntah.
2) Pada mata, menimbulkan efek miosis
3) Pada kardiovaskuler, terjadi sedikit penurunan tekanan darah diastolik, tetapi pada
waktu bediri atau pada penderita hipovolemia penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik lebih hebat sebagai akibat blokade refleks vasokontriksi, blokade pressor
respons NE dan Epinefrin.
4) Pada saluran cerna, terjadi peningkatan motilitas dan sekresi kelenjar.
5) Pada saluran kemih-kelamin, terjadi gangguan ejakulasi, dan penurunan tonus sfingter.
6) Efek metabolik, terjadi peningkatan pembebasan insulin.
Farmakokinetik
Derivat haloalkalin diabsorpi dengan baik semua tempat, tetapi karena efek iritasi
lokalnya hanya diberikan secara oral atau IV. Fenoksibenzamin per oral diabsorpsi dalam
bentuk aktif sebanyak 20-30% saja.fenoksibenzamin mudah larut dalam lemak dan
pemberian dosis besar dapat terjadi penumpukan dalam lemak. Pada pemberian IV mula
kerjanya 1-2 jam. Waktu paruh hambatan sekitar 24 jam dan masih terlihat efek
hambatannya setelah 3-4 hari. Pemberian obat ini tiap hari dapat menimbulkan efek
kumulatif.
Indikasi klinik
Fenoksibenzamin diindikasikan untuk
1) Hipertensi sekunder akibat dosis berlebihan agonis adrenergik atau inhibitor MAO.
2) Freokromositoma, praoperatif diberikan per oral untuk mengatasi hipertensi dan secara
IV pada waktu operasi.
3) Profilaksi padapenyakit Raynaud.
Efek samping dan Intoksifikasi
Efek samping alfa bloker berupa takikardi, hipotensi ortostatik, miosis, hidung
tersumbat, dan hambatan ejakulasi. Pada penderita hipovolemia dapat terjadi penurunan
tekanan darah yang hebat.
Efek samping bukan karena efek blokade reseptor alfa, seperti iritasi lokal, sedativ,
perasaan lemah, dan kelelahan.
Derivat Imidazolin
Derivat imidazolin yang digunakan sebagai alfa bloker adalah fentolamin α1 dan α2-
bloker non selektif dan tolazolin (alfa bloker selektif).
Farmakodinamik
Masa kerja blokeran kompetitifnya lebih pendek dari fenoksibenzamin. Respons
terhadap serotonin juga dihambat. Toksisitasnya lebih besar dari fenoksibezamin. Dosis
rendah menimbulkan vasodilatasi karena kerja langsung pada oto polos pembuluh darah.
Indikasi klinik
Fentolamin (IV atau IM) dan tolazolin (IV,IM, atau SK) digunakan untuk krisis
hipertensi yang disebabkan oleh feokromisitoma. Tolazolin jarang digunakan lagi.
Efek Samping
Efek samping felotomin adalah tolazolin ialah (1) gejala stimulansi pada jantung
berupa takikardi, aritmia, angina; (2) gejala stimulansi saluran cerna berupa nause, muntah,
nyeri abdomen, diare, dan kambuhnya ulkus peptikum.
Prazosin
Prazosin menghambat alfa1 reseptor yang memberikan efek vasodilatasi. Pemberian
prazosin menyebabkan efek reseptor epinefrin berubah menjasi efek depresor dan
menghambat efek presor NE. Prazosin merupakan alfa 1 bloker yang sangat selektif.
Prazosin mengurangi tonus pembuluh darah arteri vena sehingga mengurangi alir
dibalik vena dan curah jantung. Efek hemodinamiknya adalah penurunan kadar arteri’
penurunan tonus arteri dan vena; serta curah jantung dan tekanan atrium kanan yang
hampir tidak beribah, misalnya Na-nitroprusid.
Penggunaan utamanya ialah untuk pengbatan hipertensi. Selain itu, prazosin juga
digunakan untuk lemah jantung kongestif dan penyakit Raynaud.
2. Beta-blockers (β-simpatolitika)
Semula beta –blockers digunakan untuk gangguan jantung (aritmia,anginapectoris) guna
meringankan kepekaan organ ini bagi rangsangan, seperti kerja berat, emosi ,strees,dan
sebagainya.Sejak tahun1980-an obat ini terutama digunakan sebagai obat hipertensi, anti
hipertensiva.Obat ini dapat dibagi pula dalam 2 kelompok, yakni :
zat-zat β1 selektif, yang melawan efek dari stimulasi jantung oleh adrenalindan NA
(reseptor -β1), misalnya atenolol dan metaprolol.
Zat – zat tak selektif, yang juga menghambat efek bronchodilatasi (reseptor- β2),misalnya
propranolol ,alprenolol,dan sebagainya. Labetolol dan carvedilol merupakan zat-zat yang
menghambat kedua reseptor (alfa+beta).
3. Penghambat neuron adrenergis
Derivate guanidine (guanetidin ). Zat-zat ini tidak memblok reseptor , melainkan berkerja
terhadap bagian postganglioner dari saraf simpatis dengan jalan mencegah pelepasan
katecholamin. Guanetidin khusus digunakan pada jenis glaukom tertentu.
Tabel 1-1 penggolongan obat simpatolitik atau antiadrenergik berdasarkan cara kerja dan
selektivitasnya.
Bloker
adrenergik
Cara kerja Subdivisi Sediaan
α – Bloker α1- bloker non- selektif
α1- bloker selektif
α1-bloker non-
selektif
non kompetitif
α1-bloker non-
selektif kompetitif
derivat kuinazolin *
Fenoksibenzamin
Dibenzamin
Fentolamin
Tolazolin
Prazosin **
Terazosin
Doksazosin
β- Bloker
Bloker
saraf
adrenergik
α2- bloker selektif
kompetitif antagonis
NE dan Epinefrin
endogen dan eksogen
pada reseptor β.
Efek α- bloker ><
agonis adrenergik
Bekerja mengganggu
sintesis, simpanan,
dan pelepasan
neurotransmiter di
terminal adrenergik
Menghambat
perangsangan neuron
adrenergik di SSP
Trimazosin
Bunazosin
Yohimbin
Propanolol **
Asebutolol
Anenolol
Guanetin dan
guanedral
Reserpin
Metirosin
Klonidin
Metildopa
Antagonis kompetitif α1 sangat selektif, dan sangat poten. Prazosin: afinitas α1= 300X α2 ;
doksazosin: afinitas α1=> 600X α2
** protopine
*** Protopin dan standar untuk ukuran alfa bloker lain.
B. Zat-zat tersendiri
1. Yohimbin
Alkaloida ini diperoleh dari kulit pohin corynanathe yohimbe (afrika Barat) dan
pohon Aspidosperma quebracho-blanco (amerika selatan). Kulit pohon tersebut juga
mengandung alkoida lain yaitu ajmalin/corynanthein dan aspidospermin.
Efek adrenolitisnya agak lemah dan singkat berdasakan blockade selektif dari
adrenoreseptor alfa-2 presinaptis. Dalam dosis rendah dapat meningkatkan tekanan
darah, sedangakan pada dosis lebih tinggi justru menurunkannya. Oleh karena
itu ,terjadilah vasodilatasi perifer yang mengakibatkan penyaluran darah diperkuat ke
organ di bawah perut.
Pengunaannya, secara tradisional digunakan sebagai afrodiakum, untuk
memperkuat syahwat dan mengatasi impotensi (difungsi ereksi). Sering kali obat ini
dianggap obsolete,tetapi pada suatu meta-analisa daritujuh studi, yohimbin ternyata
efektif dalam 34-73% dari kasus untuk menimbulkan ereksi. Perbedaan besar dalam
persentase disebabkan oleh populasi penderita impotensi dari etiologi berlainan.
Vasodilatasi dibadan pengembangan penis mungkin dapat menerangkan efeknya pada
disfungsi erektil.
Efek sampingnya dapat berupa penurunan tensi, pusing, berkeringat kuat, debar
jantung, tremor, agitasi, gelisah dan sukar tidur, kejang bronchi , dan gejala yang mirip
lupus. Pada penderita gangguan jiwa, dosis rendah bisa mencetuskan despresi fenotiazin
memperkuat toksisitasnya.
2. Alkaloid Ergot
Alkaloid ergot secara klinik tidak dapat digunakan sebagai alfa bloker karena efek
ini baru timbul pada dosis besar yang tidak dapat ditolerir oleh manusia.
C. Jenis Obat Simpatolitik
1. Kolinergik
Kolinergik berfungsi sebagai merangsang sistem parasimpatis. Ada dua macam
reseptor kolinergik yaitu:
Reseptor muskarinik, yaitu merangsang otot polos dan memperlambat denyut
jantung.
Reseptor nikotinik atau neuromuskular, yaitu mempengaruhi kerja otot rangka.
Kolinergik dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:
Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
Cholinesterase inhibitor (eserin, prostigmin, dilsopropil fluorofosfat)
Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin, arekolin)
Obat kolinergik lain ( metoklopramid, sisaprid)
Farmakodinamik Kolinergik
Meningkatkan TD
Meningkatkan denyut nadi
Meningkatkan kontraksi saluran kemih
Meningkatkan peristaltik
Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
Konstriksi pupil mata (miosis)
Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
Efek Samping
Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
Iskemia jantung, fibrilasi atrium
Toksin; antidotum → atropin dan epineprin
Indikasi
Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus,
(kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid
beladona, faeokromositoma
Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah pemberian
atropin pd funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia gravis (defisiensi
kolinergik sinap), penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)
Intoksikasi
Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi, laringospasme, rinitis
alergika, salivasi, muntah, diare, keringat berlebih.
Efek nikotinik: otot rangka lumpuh.
Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, konvulsi,
koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas
Alkaloid Tumbuhan
Tumbuhannya:
Muskarin (jamur Amanita muscaria),
Pilokarpin (Pilocarpus jaborandi dan P.microphyllus)
Arekolin (Areca catechu = pinang)
Efek umumnya muskarinik
Intoksikasi: bingung, koma, konvulsi
Indikasi: midriasis (pilokarpin)
Obat Kolinergik Lain
Metoklopramid: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik,
mencegah dan mengurangi muntah
Kontraindikasi: obstruksi, perdarahan, perforasi sal cerna, epilepsi, gangguan
ektrapiramidal
Sisaprid: untuk refluk gastroesofagial, gangguan mobilitas gaster, dispepsia
Efek samping: kolik, diare
Obat Anti Kolinergik
Obat parasimpatolitik adalah obat yang menghambat efek kolinergik yang muscarik,
tidak efek nikotinik → karena itu juga disebut antimuskarinik/ antagonis kolinergik/
antispasmodik
Macam obat antimuskarinik:
Alkaloid beladona (atropin)
Obat sintetik mirip atropin: homatropin, skopolamin, metantelin, oksifenonium,
karamifen, triheksifenidil, ipratropium, pirenzepin
Efek Anti Kolinergik
Meningkatkan denyut nadi
Mengurangi sekresi mukus
Menurunkan peristaltik
Meningkatkan retensi urine
Dilatasi pupil mata (midriasis)
Atropin
Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen
SSP → merangsang n.vagus → frekuensi jantung berkurang
Mata → midriasis
Saluran nafas → mengurangi sekret hidung, mulut, farink dan bronkus
Kardiovaskuler → frekuensi berkurang
Saluran cerna → antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus)
Otot polos → dilatasi saluran kemih
Eksokrin → saliva, bronkus, keringat → kering
Atropin mudah diserap, hati2 untuk tetes mata → masuk hidung → absorbsi sistemik
→ keracunan
Efek samping: mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, dimensia, retensio urin,
muka merah
Gejala keracunan: pusing, mulut kering, tidak dapat menelan, sukar bicara, haus,
kabur, midriasis, fotopobia, kulit kering dan panas, demam, jantung tachicardi, TD
naik, meteorismus, bising usus hilang, oligouria/anuria, inkoordinasi, eksitasi,
bingung, delirium, halusinasi
Diagnosis keracunan: gejala sentral, midriasis, kulit merah kering, tachikardi
Antidotum keracunan: fisostigmin 2 – 4 mg sc → dapat menghilangkan efek SSP dan
anhidrosis
Dosis atropin: 0,25 – 1 mg
Indikasi: parkinsonisme, menimbulkan midriasis (funduskopi), antispasmodik,
mengurangi sekresi lendir sal nafas (rinitis), medikasi preanestetik (mengurangi lendir
sal nafas)
2. Adrenergik
Obat simpatomimetik disebut adrenergik/ agonis adrenergik → memulai respon pada
tempat reseptor adrenergik
Reseptor adrenergik: alfa, beta1 dan beta2
Norepineprin dilepaskan oleh ujung saraf simpatis → merangsang reseptor untuk
menimbulkan respon
Obat simpatomimetik adalah obat yang memacu saraf simpatis atau obat yang
menyerupai stimulasi saraf simpatis. Saraf simpatis yang dimaksud adalah saraf
postganglioner yang umumnya menggunakan noradrenalin sebagai neurotransmitternya.
Obat ini disebut juga obat adrenergik atau obat noradrenergik karena obat ini
menstimulasi serabut saraf noradrenegik atau saraf adrenergic yang terletak di dalam
serabut simpatis. Serabut simpatis merupakan bagian saraf autonom.
a. Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis yaitu :
1. Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan
terhadap kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot
rangka.
3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi.
4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, penungkatan
kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan.
5. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormone
hipofisis.
7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan
neurotransmitter NE dan Ach.
Serabut simpatis mempunyai reseptor α dan reseptor β. Dan pada obat
simpatomimetik menstimulasi reseptor α dan reseptor β, atau keduanya(r-α 1, r- α 2, r- β 1
and r- β 2).
Obat sympatomimetik terdapat 2 jenis,
1. Direct sympathomimetics
Secara langsung merangsang reseptor α dan/atau reseptor β
Contoh:
a. Selektif
Phenylephrine, Phenylpropanoamin (pada obat pilek) memacu r-α 1
[note: tentang r- α 2 yang berfungsi untuk pengaturan release/pelepasan
transmitor. Jika r- α 2 dipacu maka pelepasan menjadi berkurang. Biasanya
dipakai pada hipertensimenghambat pelepasan transmitorefeknya penurunan
denyut jantung dan vasodilatasi p. darah]
Sabutamol, Terbutaline (pada obat asma) memacu r- β2
Dobutamin memacu r- β1
b. Tidak selektif
Adrenaline, noradrenalin, ephedrine memacu r- β dan r-α
2. Indirect sympathomimetic
Secara tidak langsung merangsang reseptor α dan/atau reseptor β oleh
inhibisi/penghambatan penyerapan NA(noradrenalin) atau inhibisi MAO (monoamine
oxydase) akumulasi NA di celah sinaptik yang menstimulasi reseptor efek
menyerupai terhadap rangsangan noradrenalin(yang terpacu hanya r-α 1, r- β 2)
Contoh: desipramine, amitryptiline, amphetamine menghambat MAO (enzim yang
memecah noradrenalin).
Yang berpengaruh terhadap syaraf simpatis dan parasimpatis itu bisa memacu dan
bisa menghambat. Yang memacu saraf, bisa directly atau indirectly. Dan yang
menghambatnya adalah obat yang nama belakangnya mendapat tambahan “-litik”.
Jadi kalau kita mau mengetahui efek apa yang terjadi pada pemberian obat
simpatomimetik, suka nggak suka kita juga harus tahu organ apa saja yang ditelepati
oleh saraf simpatis.
Sebagai contoh :
- Di mata terdapat pupil yang disyarafi oleh syaraf simpatis, disana dominannya adalah r-α.
- Di hidung, di pembuluh darah nya terdapat r-α1. , yang jika distimulasi akan menyebabkan
vasokonstriksi.
- Di jantung, dominannya adalah r- β 1. Selain itu juga terdapat r- β 2 di pembuluh darah
koroner, yang jika distimulasi akan terjadi vasodilatasi.
- Di broncus, terdapat r- β 2 yang lebih menonjol, dan jika terstimulasi dapat menyebabkan
relaksasi broncus.
Note:
r- β 2 terdapat di broncus, pembuluh darah koroner, dan juga di pembuluh darah yang
terdapat di otot rangka. Dan jika terpacu maka terjadi relaksasi.
r-α1 terdapat di pembuluh darah kulit dan mukosa.
Efek Adrenergik
Alfa1:
Meningkatkatkan kontraksi jantung
Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah
Midriasis: dilatasi pupil mata
Kelenjar saliva: pengurangan sekresi
Alfa2:
Menghambat pelepasan norepineprin
Dilatasi pembuluh darah (hipotensi)
Beta1:
Meningkatkan denyut jantung
Menguatkan kontraksi
Beta2:
Dilatasi bronkiolus
Relaksasi peristaltik GI dan uterus
Contoh Obat Adrenergik
Epineprin
Norepineprin
Isoproterenol
Dopamin
Dobutamin
Amfetamin
Metamfenamin
Efedrin
Metoksamin
Fenilefrin
Mefentermin
Metaraminol
Fenilpropanolamin
Hidroksiamfetamin
Etilnorepineprin
Efineprin
Absorpsi: peroral tidak efektif , dirusak oleh enzim di usus dan hati, sub kutan lambat
karena vasokonstriksi, im cepat
Intoksikasi: takut, kawatir, gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut, tremor, lemah,
pusing, pucat, sukar nafas, palpitasi
Efek samping: takut, kawatir, gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut, tremor, rasa
lemah, pusing, pucat, sukar nafas, palpitasi, hipertensi, perdarahan otak, hemiplegia,
aritmia dan fibrilasi ventrikel
Kontraindikasi: penderita yang dapat alfa bloker non selektif → kerjanya tidak
terimbangi pada reseptor alfa pembuluh darah → hipertensi hebat dan perdarahan
otak .
Penggunaan klinis: asma, alergi
Sediaan:
Suntikan: lar 1:1000 epi HCl (untuk syok → sk 0,2 – 0,5 ml)
Inhalasi: epi 1%, 2% → asma
Tetes mata: epi 0,1 – 2%
Pada umunya pemberian Epi menimbulkan efek mirip stimulasi saraf adrenergik.
a. Efek yang paling menonjol pada epinefrin
1. Kardiovaskular (pembuluh darah)
Efek vaskular Epi terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena
dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami
konstriksi akibat aktivasi reseptor α oleh Epi. Pada manusia pemberian Epi dalam dosis
terapi menimbulkan kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak,
tetapi menimbulkan peningkatan aliran darah otak.
2. Arteri koroner
Epi meningkatkan aliran darah koroner tetapi Epi juga dapat menurunkan aliran
darah kroner karena kompresi akibat peningkatan kontraksi otot jantung dan karena
vasokonstriksi pembulu darah koroner akibat efek reseptor α.
3. Jantung
Epi mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan
konduksi. Epi mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi mulai dari atrium ke
nodus atrioventrikular (AV), sepanjang bundle of His dan serat purkinje sampai ke
ventrikel. Epi memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi serta memperpendek
waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolik.
4. Tekanan darah
Pemberian Epi pada manusia secara SK atau secara IV dengan lambat
menyebabkan kenaikan tekanan sistolik yang sedang dan penurunan diastolik. Tekanan
nadi bertambah besar, tetapi tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) jarang
sekali menunjukkan kenaikan yang besar.
5. Otot polos
Efek Epi pada otot polos berbagai organ bergantung pada jenis reseptor
adrenergik pada otot polos yang bersangkutan.
b. Intoksikasi, efek samping dan kontraindikasi
Pemberian Epi dapat menimbulkan gejala seperti takut, khawatir, gelisah, tegang,
nyeri kepala berdenyut, tremor, rasa lemah, pusing, pucat, sukar bernapas dan palpitasi.
Gejala-gejala ini mereda dengan cepat setelah istirahat. Dosis Epi yang besar atau
penyuntika IV cepat yang tidak disengaja dapat menimbulkan perdarahan otak karena
kenaikan tekanan darah yang hebat. Bahkan penyuntikan SK 0,5 ml larutan 1 : 1000
dapat menimbulkan perdarahan subaraknoid dan hemiplegia, untuk mengatasinya, dapat
dibrikan vasodilator yang kerjanya cepat, misalnya nitrit atau natrium nitroprusid, α-
bloker mungkin juga berguna.
Epi dikontraindikasikan pada penderita yang mendapat α-bloker nonselektif,
karena kerjanya yang tidak terimbangi pada eseptor α pembuluh darah dapat
menyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan otak.
c. Penggunaan klinis
Manfaat Epi dalam klinis digunakan untuk menghilangkan sesak napas akibat
bronkokonstriksi, untuk mengatasi reaksi hipersensitivitas terhadap obat maupun allergen
lainnya, dan untuk memperpanjang masa kerja anestetik lokal. Epi dapat juga digunakan
untuk merangsang jantung pada waktu henti jantung oleh berbagai sebab. Secara lokal
obat ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler.
d. Posologi dan sediaan
Suntikan epinefrin adalah larutan steril 1 : 1000 Epi HCL dalam air untuk
penyuntikan SK, ini digunakan untuk mengatasi syok anafilaktik dan reaksi-reaksi
hipersensitivitas akut lainnya. Dosis dewasa berkisar antara 0,2-0,5 mg (0,2-0,5 ml
larutan 1 : 1.000). untuk penyuntikan IV, yang jarang dilakukan, larutan ini harus
diencerkan lagi dan harus disuntikkan dengan sangat perlahan-lahan. Dosisnya jarang
sampai 0,25 mg, kecuali pada henti jantung, dosis 0,5 mg dapat diberikan tiap 5 menit.
Penyuntikan intrakardial kadang-kadang dilakukan untuk resusitasi dalam keadaan
darurat (0,3-0,5 mg).
Inhalasi epinefrin adalah larutan tidak steril 1% Epi HCL atau 2% Epi bitartrat
dalam air untuk inhalasi oral (bukan nasal) yang digunakan untuk menghilangkan
bronkokonstriksi.
Epinefrin tetes mata adalah larutan 0,1-2% Epi HCL 0,5-2% Epi borat dan 2%
Epi bitartrat.
d. Norepinefrin
Obat ini dikenal sebagai levarterenol, I-arterenol atau I-noradrenalin dan
kmerupakan neurotransmitor yang dilepas oleh serat pasca ganglion adrenergik. NE
bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila
dibandingkan dengan Epi. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang sebanding dengan
Epi, tetapi efek β2nya jauh lebih lemah daripada Epi. Infus NE pada manusia
menimbulkan peningkatan tekanan diastolik, tekanan sistolik dan biasanya juga tekanan
nadi. Intoksikasi, efek samping dan kontraindikasi, Efek samping NE yang paling
umum berupa rasa kuatir, sukar bernapas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat dan
nyeri kepala selintas. Dosis berlebihan atau dosis biasa pada penderita yang hiper-reaktif
(misalnya penderita hipertiroid) menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang
hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat, berkeringat banyak dan muntah. Obat ini merupakan
kontraindikasi pada anesthesia dengan obat-obat yang menyebabkan sensitisasi jantung
karena dapat timbul aritmia. Ne digunakan untuk pengobatan syok kardiogenik
e. Isoproterenol
Obat ini merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua
reseptor β dan hampir tidak bekerja pada reptor α. Infus isoproterenol pada manusia
menurunkan resistensi perifer, terutama pada otot rangka, ginjal dan ,esenterium sehingga
tekanan diatolik menurun.
Obat Simpatolitik
Obat simpatolitik adalah obat yang menghambat efek obat simpatomimetik atau
penghambat /antagonis adrenergik
Efek Simpatolitik
Menurunkan tekanan darah (vasodilatasi)
Menurunkan denyut nadi
Konstriksi bronkiolus
Kontraksi uterus
Reseptor adrenergik: alfa1, beta1 dan beta2
Penggolongan Simpatoplegik
Antagonis adrenoseptor alfa (alfa bloker)
Alfa bloker non selektif
Alfa1 bloker selektif
Alfa2 bloker selektif
Antagonis adrenoseptor beta (beta bloker)
Penghambat saraf adrenergik
Guanetidin dan guanedrel
Reserpin
Metirosin
Alfa Blocker
Alfa bloker menduduki adrenoseptor alfa sehingga menghalangi untuk berinteraksi
dengan obat adrenergik atau rangsangan adrenergik
Efek vasodilatasi → TD turun, dan terjadi reflek stimulasi jantung
Efek samping: hipotensi postural
Penggunaan klinis: feokromositoma (tumor anak ginjal → sekresi NE dan epi ke
sirkulasi), BPH → menghambat dihidrotestosteron yang merangsang pertumbuhan
prostat
Beta Blocker
Menghambat secara kompetitif obat adrenergik NE dan Epi (eksogen dan endogen)
pada adrenosptor beta
Asebutolol, metoprolol, atenolol dan bisoprolol → beta bloker kardioselektif (afinitas
lebih tinggi pada reseptor beta1 daripada beta2)
Efek: denjut dan kontraksi jantung ↓, TD ↓,
Sediaan: propanolol, alprenolol, oksprenolol, metoprolol, bisoprolol, asebutolol,
pindolol, nadolol, atenolol
Efek samping: gagal jantung, bradiaritmia, bronkospasme, gangguan sirkulasi perifer,
gejala putus obat (infark, aritmia), hipoglikemia, gangguan tidur, mimpi buruk,
insomnia
Penggunaan klinis: angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard, kardiomiopati
obstruktif hipertropik, feokromositoma, tirotoksikosis, migren, glaukoma, ansietas
Penghambat Saraf Adrenergik
Menghambat aktivitas saraf adrenergik berdasar gangguan sintesis, atau
penyimpanan dan pelepasan neurotransmiter di ujung saraf adrenergik
Sediaan; guanetidin, guanadrel, reserpin, metirosin
Obat Pelumpuh Otot
Obat ini digunakan untuk mengadakan relaksasi otot bergaris (reposisi tulang), atau
untuk menangkap binatang buas hidup2
Cara kerja: kompetitif antagonis dengan asetilkolin pada reseptor nikotinik di motor
end plate
Contoh: d-tubocurarine, gallamine, pancuronium, succinilkolin, decametonium,
metokurin, vekuronium, atrakurium, alkuronium, heksafluorenium
PENUTUP
A. Kesimpulan
Saraf simpatik terdiri atas 25 pasang simpul saraf. Simpul saraf ini saling berhubungan
membentuk dua deret, kanan dan kiri. Setiap simpul di hubungkan dengan saraf sum-sum tulang
belakang. dari simpul-simpul tersebut keluar urat saraf, ke organ tubuh dan dikendalikan. fungsi
saraf simpatik yaitu :
a. memperlebar pupil mata
b. menghambat sekresi air ludah
c. memperbesar bronkus
d. mempercepat denyut jantung
e. menghambat kerja lambung
f. menghambat kerja pankreas
g. skresi adrenalin
h. kantong kemih relaksasi
i. merangsang ejakulasi laki-laki
Simpatolitik memegang peranan penting dalam menurunkan tekanan darah melalui
hambatan terhadap pusat vasomotor di otak dengan mengurangi tonus simpatis secara sentral.
Secara perifer simpatolitik dapat bekerja terhadap neurotransmiter pada ganglion presinaptik atau
postsinaptik, atau pada reseptor epinefrin dan norepineprin. Simpatolitik atau adrenolitika adalah
zat-zat yang melawan sebagian atau seluruh aktivitas susunan saraf simpatis. Misalnya
Simpatolitik meniadakan vasokonstriksi yang ditimbulkan oleh aktivitas reseptor-alfa akibat
adrenolitika. Berdasarkan mekanisme dan titik kerjanya, Simpatolitik dapat dibagi menjadi 3
kelompok, yakni zat-zat penghambat reseptor Simpatolitik ( alfa-blockers dan beta-blockers )
dan zat-zat penghambat neuron adrenergis.
Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2283368-klasifikasi-obat-anti-hipertensi/
#ixzz1sJcGb7v5