Upload
luckbeng-sherarankge
View
584
Download
30
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
PERKEMBANGAN DETEKSI DIDNI
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Deteksi dan Tumbuh Kembang AUD
Dosen : Yani Sobariah, Dra. M.Pd
Disusun Oleh Kelompok III :
1. Dian Herawati
2. Iis Ismaryanti
3. Iim Widjaja Putri
4. Tati Listiana
SEMESTER V
JURUSAN PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL (UNSAP)
TAHUN 2013
1
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya yang memberikan saya akal, budi, dan pikiran yang kemudian
berguna untuk kehidupan saya, khususnya dalam pembuatan makalah
“Perkembangan Deteksi Dini”. Sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada
waktunya.
Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Kedua orang tua saya
2. Dosen mata kuliah Deteksi dan Tumbuh Kembang AUD
3. Serta teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Deteksi
dan Tumbuh Kembang AUD dan juga diharapkan kelak kemudian dapat berguna
dan bermanfaat untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang
perkembangan deteksi dini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini.Oleh karena itu
diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi dapat
menyempurnakan makalah ini.
Majalengka, September 2013
Penulis,
Kelompok III
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan Masalah .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak ....................................... 3
B. Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak ....................... 6
C. Faktor Genetik Tumbuh Kembang Anak .................................... 9
D. Langkah-langkah Deteksi Dini ................................................... 9
E. Cara Anak Berkembang dan Belajar .......................................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik, mental, sosial,
emosional dipengaruhi oleh gizi, kesehatan dan pendidikan. Ini telah banyak
dibuktikan dalam berbagai penelitian, diantaranya penelitian longitudinal oleh
Bloom mengenai kecerdasan yang menunjukkan bahwa kurun waktu 4 tahun
pertama usia anak, perkembangan kognitifnya mencapai sekitar 50%, kurun
waktu 8 tahun mencapai 80%, dan mencapai 100% setelah anak berusia 18
tahun.
Penelitian lain mengenai kecerdasan otak menunjukkan fakta bahwa
untuk memaksimalkan kepandaian seorang anak, stimulasi harus dilakukan
sejak 3 tahun pertama dalam kehidupannya mengingat pada usia tersebut
jumlah sel otak yang dipunyai dua kali lebih banyak dari sel-sel otak orang
dewasa.
Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang
(DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu
program pokok Puskesmas. Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan
terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang
tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader,
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional.
Melalui kegiatan SDIDTK kondisi terparah dari penyimpangan pertumbuhan
anak seperti gizi buruk dapat dicegah, karena sebelum anak jatuh dalam
kondisi gizi buruk, penyimpangan pertumbuhan yang terjadi pada anak dapat
terdeteksi melalui kegiatan SDIDTK. Selain mencegah terjadinya
4
penyimpangan pertumbuhan, kegiatan SDIDTK juga mencegah terjadinya
penyimpangan perkembangan dan penyimpangan mental emosional.
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6
tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu
mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap
kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah
yang merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti ibu/pengasuh anak,
anggota keluarga lain dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga
masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat
menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang
menetap.
Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan tertentu
pada anak yang perkembangan kemampuannya menyimpang karena tidak
sesuai dengan umurnya. Penyimpangan perkembangan bisa terjadi pada salah
satu atau lebih kemampuan anak yaitu kemampuan gerak kasar, gerak halus,
bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa kegunaan dari deteksi dini?
2. Bagaimana cara mendeteksi penyimpangan perkembangan dan
pertumbuhan anak ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kegunaan deteksi dini.
2. Untuk mengetahui cara mendeteksi pemyimpangan tumbuh kembang
anak.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
1. Pengertian Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Yang dimaksud dengan deteksi dini adalah upaya penyaringan
yang dilaksanakan untuk menemukan penyimpangan kelainan tumbuh
kembang secara dini dan mengetahui serta mengenal faktor-faktor resiko
terjadinya kelainan tumbuh kembang tersebut.
Sedangkan intervensi dimaksudnya adalah suatu kegiatan
penanganan segera terhadap adanya penyimpangan tumbuh kembang
dengan cara yang sesuai dengan keadaan misalnya perbaikan gizi,
stimulasi perkembangan atau merujuk ke pelayanan kesehatan yang sesuai,
sehingga anak dapat mencapai kemampuan yang optimal sesuai dengan
umumya.
Tumbuh kembang optimal adalah tercapainya proses tumbuh
kembang yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan
mengetahui penyimpangan tumbuh kembang secara dini sehingga upaya-
upaya pencegahan, stimulasi dan penyembuhan serta pemulihannya dapat
dibenarkan dengan ini yang jelas sedini mungkin pada masa-masa peka
proses tumbuh kembang anak sehingga hasilnya dapat diharapkan akan
tercapai.
Jadi deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang
dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan
tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko (fisik,
biomedik, psikososial) pada balita, yang disebut juga anak usia dini (Tim
Dirjen Pembinaan Kesmas , 1997)
6
2. Kegunaan Deteksi Dini
Kegunaan deteksi dini adalah untuk mengetahui penyimpangan
tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, upaya
stimulasi, dan upaya penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan
dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis proses
tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur
perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh
kembang yang optimal ((Tim Dirjen Pembinaan Kesmas , 1997).
3. Alat untuk Melakukan Deteksi Dini
Alat untuk deteksi dini berupa tes skrining yang telah
distandardisasi untuk menjaring anak yang mempunyai kelainan dari
mereka yang normal ((Tim Dirjen Pembinaan Kesmas , 1997). Tes
skrining yang peka, dapat meramalkan keadaan anak dikemudian hari.
Oleh sebab itu diperlukan kepekaan dari petugas yang melakukan deteksi
dini, dalam hal ini kader Posyandu.
Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim
Dirjen Pembinaan Kesmas , 1997) macam-macam tes skrining yang
digunakan adalah:
1) Pengukuran Berat Badan menurut Umur (BB/ U)
Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau
pertumbuhan dan keadaan gizi balita. Balita ditimbang setiap bulan
dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita (KMS Balita)
sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan dilakukan
interefensi jika terjadi penyimpangan.
2) Pengukuran Lingkaran Kepala Anak (PLKA)
PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui
perkembangan otak anak. Biasanya besar tengkorak mengikuti
perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada
perkembangan tengkorak maka perkembangan otak anak juga
7
terhambat. PLKA dapat dipakai sebagai salah satu alat pemantau
perkembangan kecerdasan anak.
3) Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
KPSP adalah suatu daftar pertanyaan singkat yang ditujukan
kepada orang tua dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan
skrining pendahuluan perkembangan anak usia 3 bulan sampai
dengan 6 tahun. Untuk tiap golongan usia terdapat 10 pertanyaan
untuk orang tua atau pengasuh. KPSP dapat digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya hambatan dalam perkembangan anak.
Namun hasil yang negatif tidak selalu berarti bahwa perkembangan
anak tersebut tidak normal, tetapi hal ini menunjukkan bahwa anak
tersebut memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk jumlah
jawaban “Ya” kurang atau sama dengan enam, maka anak tersebut
harus dirujuk ke ahli.
4) Kuesioner Perilaku Anak Prasekolah (KPAP)
KPAP adalah sekumpulan kondisi-kondisi perilaku yang digunakan
sebagai alat untuk mendeteksi secara dini kelainan-kelainan
perilaku anak prasekolah, sehingga dapat segera dilakukan tindakan
untuk mengantisipasinya. KPAP diberikan kepada anak usia
prasekolah atau 3-6 tahun. Dalam KPAP terdapat 30 perilaku yang
ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh anak. Jika didapatkan
hasil nilai lebih atau sama dengan sebelas, maka anak perlu dirujuk.
5) Tes Daya Lihat (TDL) dan Tes Kesehatan Mata (TKM) bagi Anak
Prasekolah.
TDL dan TKM bagi anak prasekolah (3-6 tahun) adalah alat untuk
memeriksa ketajaman daya lihat serta kelainan mata pada golongan
usia tersebut. Dengan demikian dapat segera ditentukan interfensi
sehingga membuat anak lebih siap untuk masuk sekolah dan belajar
tanpa adanya gangguan kesehatan mata.
8
B. Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Setiap orang tua menginginkan mempunyai anak yang sehat, cerdas,
sholeh, berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa
menginginkan mempunyai generasi penerus yang mampu bersaing dan unggul
ditengah persaingan global yang sangat kompetitif, hal ini harus dianggap
sebagai suatu investasi untuk masa depan dan hal ini juga merupakan Hak
Anak, seperti yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, pasal 28 B
ayat 2; “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Salah satu upaya untuk mendapatkan anak yang seperti diinginkan
tersebut adalah dengan melakukan upaya pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan balita atau yang dikenal dengan nama Stimulasi Deteksi
Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK).
Upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dan anak
prasekolah merupakan tindakan skrining atau deteksi secara dini (terutama
sebelum berumur 3 tahun) atas adanya penyimpangan termasuk tindak lanjut
terhadap keluhan orang tua terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan
bayi, anak balita dan anak prasekolah, kemudian penemuan dini serta
intervensi dini terhadap penyimpangan kasus tumbuh kembang akan
memberikan hasil yang lebih baik.
Upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dan anak
prasekolah dilakukan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini
tumbuh kembang anak yang menyeluruh dan terkoordinasi antar sektor dan
program. Tindakan koreksi dilakukan untuk mencegah masalah agar tidak
semakin berat dan apabila anak perlu dirujuk, maka rujukannya harus
dilakukan sedini mungkin sesuai dengan pedoman yang berlaku.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
9
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa
serta sosialisasi dan kemandirian.
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0 –
6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu
mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap
kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dapat dilakukan oleh ibu, ayah,
pengganti orang tua/pengasuh anak, anggota keluarga lain atau kelompok
masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa
prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
2. Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan meniru
tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.
3. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
4. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi,
bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur
anak, terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
6. Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di
sekitar anak.
7. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.
8. Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas
keberhasilannya.
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh
tenaga kesehatan di puskesmas dan jaringannya, berupa:
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk
mengetahui/menemukan status gizi kurang/buruk dan
mikrosefali/makrosefali.
10
Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu untuk mengetahui
gangguan perkembangan anak (Keterlambatan), gangguan daya lihat,
gangguan daya dengar.
Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui
adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas.
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dilakukan dengan
pengukuran Berat Badan terhadap Tinggi Badan dengan tujuan untuk
memnetukan status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk.
Selain itu, juga dilakukan pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA)
dengan tujuan untuk mengetahui lingkar kepala anak dalam batas
normal atau diluar batas normal.
Deteksi dini penyimpangan perkembangan dilakukan dengan :
Skrining/Pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuisioner
Pra Skrining Perkembangan (KPSP) dengan tujuan untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
Tes Daya Dengar (TDD) dengan tujuan untuk menemukan gangguan
pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindak lanjuti untuk
meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak.
Tes daya Lihat (TDL) dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini
kelainan daya dengar agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan
sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi
lebih besar.
Ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara dini
adanya penyimpangan mental emosional pada anak, yaitu;
Kuisioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak umur 36
bulan sampai 72 bulan.
Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya penyimpangan/masalah
mental emosional pada anak prasekolah.
Ceklist Autis anak praseolah (Checklist for Autism in
Toddler/CATT) bagi anak umur 18 bulan samapai 36 bulan.
11
Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya Autis pada anak umur 18
bulan – 36 bulan.
Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) menggunakan Abreviated Conner Rating Scale
bagi anak umur 36 bulan ke atas.
Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas pada anak umur 36 bulan ke atas.
C. Faktor Genetik Tumbuh Kembang Anak
1. Faktor Keluarga
Penyakit Generik yang dapat didiagnosa selama masa kehamilan
antara lain :
Sindroma down
Sindroma Turner
Thalasemia.
2. Faktor lingkungan
Dalam deteksi dini memerlukan data data konkrit dari macam-macam
perjalanan suatu penyakit yang berbeda-beda di masyarakat.
3. Tanda-tanda Tumbuh Kembang fisik diamati dengan :
Pertambahan besar ukuran-ukuran anthropometrik dan gejala / tanda
lain pada rambut, gigi geligi, otot, kulit, jaringan lemak, darah dll.
Ukuran Antrhropometrik.
D. Langkah-langkah Deteksi Dini
1. Riwayat Medis
Penilaian perkembangan
• 0 – 5 : KMS, lingkar lengan, DDST, imunisasi, gizi
• 5 – 12 : sekolah. Ortu
• 13-18 : sekolah, ortu
2. Penilaian lingkungan rumah
3. Evaluasi penglihatan, pendengaran
12
4. Berbicara, berbahasa
5. Pemeriksaan fisik, periodik
6. Neurologik
7. Intelegensi
E. Cara Anak Berkembang Dan Belajar
Para ahli konstruktivis mengasumsikan bahwa pada dasarnya anak itu
memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan.
Menurut pandangan ini (Schickedanz, at al, 1990), pengetahuan pada
dasarnya dibangun. pengetahuan itu tidak terletak di manapun, melainkan
dibangun oleh anak dengan berinteraksi dengan lingkungannya.
Asumsi di atas mengimplikasikan bahwa keterlibatan, kreativitas, dan
inisiatif anak dalam proses belajar merupakan hal yang sangat esensial. Suatu
pengalaman belajar akan bermakna bagi anak kalau ia berbuat atas
lingkungannya. Kesempatan anak untuk mengkreasi dan/atau memanipulasi
objek atau ide merupakan hal yang utama dalam proses belajar. Dijelaskan
oleh Greenberg (1994) bahwa anak akan terlibat dalam belajar secara lebih
intensif jika ia membangun sesuatu daripada sekedar melakukan atau
menirukan sesuatu yang dibangun oleh orang lain. Secara lebih jauh, ia
melukiskan suasana belajar anak yang bermakna itu sebagai berikut
(Greenberg, 1994: 88): Children learn as they live, work, play, and converse
with peers. As they exchange ideas, they challenge each other every bit as
much as many adults challenge them--to think, to reconstruct their ideas
because they have new information and viewpoints.
Sesuai dengan dunia anak, proses belajar juga perlu dibuat secara
natural, hangat, dan menyenangkan. Penerapan aktivitas yang bersifat
bermain (playful activity) serta kesempatan anak untuk berinteraksi dengan
teman dan lingkungan sekitarnya sangat diutamakan. Karena anak merupakan
individu yang unik dan sangat variatif, maka unsur variasi individual dan
minat anak juga sangat diperhatikan. Dengan kepedulian akan unsur ini,
motivasi belajar anak diharapkan akan muncul secara intrinsik.
13
Memperkaya pandangan para ahli konstruktivis, Vygotsky (Berk,
1994) sangat menekankan pentingnya pengalaman interaksi sosial bagi
perkembangan proses berpikir anak. la meyakini bahwa aktivitas mental yang
tinggi pada anak terbentuk melalui dialog dengan orang lain. Kesimpulan ini
tercermin dari ungkapanya sebagai berikut: ...mind extends beyond the skin
and inseparably joined with other minds. Social experience shapes the ways
of thinking and interpreting the world available to individuals. ... higher
forms of mental activity are jointly constructed and transferred to children
through dialogues other people.
Berkenaan dengan konsep motivasi, para ahli konstruktivis
menjelaskan bahwan motivasi itu muncul dari interaksi individu dengan
pengalaman eksternal. Sebagai hasil pengalaman terdahulu, setiap anak
membawa segala pengetahuan yang telah dimilikinya terhadap pengalaman-
pengalaman barunya. Jika suatu pengalaman belajar tidak memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengkreasi suatu pengetahuan baru semuanya
sudah familier atau terlalu mudah, maka pengalaman itu akan membosankan.
Sebaliknya, bilamana pengalaman belajar itu terlalu asing bagi anak tak ada
sedikitpun bekal pengetahuan anak yang berkaitan dengan pengalaman
barunya itu atau terlalu sukar, maka pengalaman itu akan mencemaskan dan
anak akan menarik diri atau menolak berhubungan dengan pengalaman baru
itu. Yang paling tepat adalah apabila pengalaman belajar itu mengandung
sebagian unsur yang sudah familier bagi anak dan sebagian lainnya masih
baru. Dalam situasi seperti ini anak bisa tertarik untuk berinteraksi dengan
pengalaman barunya itu dan bisa memiliki kesempatan untuk memanipulasi
atau mengkreasikan sesuatu (Schickedanz, at al, 1990).
Bredekamp dan Rosegrant (1991/92) akhirnya menyimpulkan bahwa
anak akan belajar dengan baik dan bermakna bila:
1. Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan
fisiknya terpenuhi.
2. Anak mengkonstruksi pengetahuan.
14
3. Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-
anak lainnya.
4. Kegiatan belajar anak merefleksikan suatu lingkaran yang tak pernah
putus yang mulai dengan kesadaran kemudian beralih ke eksplorasi,
pencarian, dan akhirnya ke penggunaan.
5. Anak belajar melalui bermain.
6. Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi.
7. Unsur variasi individual anak diperhatikan.
Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip perkembangan dan belajar
anak secara umum, melalui penelusuran berbagai referensi dan temuan-
temuan ilmiah yang sangat komprehensif, Bredekamp, S. & Copple, C.
(1997) akhirnya sampai pada kesimpulan sebagai berikut :
Ranah-ranah perkembangan anak: fisik, sosial, emosional, dan
kognitif-saling terkait secara erat. Perkembangan dalam satu ranah
berpengaruh dan dipengaruhi oleh perkembangan dalam ranah-ranah
yang lain.
Perkembangan dalam satu ranah dapat membatasi atau memfasilitasi
perkembangan yang lain. Misal, keterampilan bahasa anak
mempengaruhi abilitasnya untuk membangun hubungan sosial dengan
orang lain; begitu juga keterampilan interaksi sosialnya dapat
mendukung ataun menghambat perkembangan bahasanya. Ini
mengimplikasikan bahwa pendidik perlu sadar akan dan
menggunakan saling keterjalinan ini dalam cara-cara yang membantu
anak berkembang secara optimal dalam seluruh bidang perkembangan
dan yang membuat hubungan yang bermakna antar ranah
perkembangan tersebut.
Perkembangan terjadi dalam suatu urutan yang relatif berurutan, dan
abilitas, keterampilan, serta pengetahuan selanjutnya dibangun
berdasarkan apa yang sudah diperoleh terdahulu.
Penelitian tentang perkembangan manusia mengindikasikan bahwa
urutan pertumbuhan dan perkembangan yang relatif stabil dan dapat
15
diprediksi terjadi pada anak selama masa usia dini. Perubahan--
perubahan yang dapat diprediksi terjadi dalam seluruh ranah
perkembangan-fisik, emosi, sosial, bahasa, dan kognitif-walaupun
manifestasi dari cara-cara perubahan tersebut serta makna yang
melekat pada perubahan tersebut bisa bervariasi dalam konteks kultur
yang berbeda.
Pengetahuan tentang perkembangan anak ini memberikan kerangka
acuan umum bagi guru dalam menyiapkan lingkungan belajar,
merencanakan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran kurikulum yang
realistik, serta pengalaman-pengalaman belajar yang tepat.
Perkembangan berlangsung dengan rentang yang bervariasi antar
anak dan juga antar bidang perkembangan dari masing-masing
fungsi.
Variasi individual sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi, yakni
variabilitas dari rata-rata perkembangan dan keunikan masing-masing
individu sebagai individu. Masing-masing anak merupakan pribadi
yang unik dengan pola dan waktu pertumbuhan individualnya, dan
juga bersifat individual dalam hal kepribadian, temperamen, gaya
belajar, serta latar belakang pengalaman dan keluarga. Dengan adanya
sejumlah variasi di antara anak yang berusia kronologis sama, usia
anak harus diakui terbatas sebagai indeks kasar tentang kematangan
perkembangan. Lebih lanjut, pengakuan akan variasi individual
menuntut bahwa keputusan-keputusan tentang kurikulum dan interaksi
guru-anak sejauh mungkin diindividualisasikan. Penekanan pada
ketepatan individual tidak sama dengan "individualism". Alih-alih,
pengakuan ini menuntut bahwa anak dipertimbangkan tidak semata-
mata sebagai anggota dari kelompok seusianya, yang diharapkan
berperikau sesuai dengan norma kelompok yang sudah ditentukan,
tanpa adaptasi akan variasi individual.
16
Pengalaman-pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif dan
tertunda terhadap perkembangan anak. Periode-periode optimal
terjadi untuk tipe perkembangan dan belajar tertentu.
Pengalaman-pengalaman awal anak bersifat kumulatif dalam arti
bahwa jika suatu pengalaman terjadi secara jarang, maka pengalaman
itu bisa memiliki sedikit pengaruh. Sebaliknya, jika pengalaman
tersebut terjadi dengan sering, maka pengaruhnya bisa kuat, kekal, dan
bahkan semakin bertambah. Pengalaman awal juga dapat memiliki
pengaruh yang tertunda terhadap perkembangan berikutnya. Misalnya,
suatu upaya pembentukan perilaku yang bersandar pada ganjaran-
ganjaran ekstrinsik (seperti permen atau uang), suatu strategi yang
bisa sangat efektif untuk jangka pendek, dalam kondisi tertentu dapat
mengurangi motivasi intrinsik anak dalam jangka waktu yang lama.
Lebih lanjut, pada periode tertentu dari masa kehidupan, beberapa
jenis belajar dan perkembangan terjadi sangat efisien. Misalnya, tiga
tahun pertama kehidupan tampak menjadi periode yang optimal bagi
perkembangan bahasa. Dan walaupun ketertundaan perkembangan
bahasa (karena defisit secara fisik atau lingkungan) dapat diperbaiki
lebih lanjut, intervensi tersebut biasanya memerlukan upaya yang
berat. Sama halnya, usia-usia prasekolah tampak optimum bagi
perkembangan gerak-gerak motorik yang fundamental. Pada sisi lain,
anak yang pengalaman-pengalaman motor awalnya sangat terbatas
bisa memerlukan upaya keras untuk memperoleh kompetensi fisik dan
juga bisa mengalami pengaruh-pengaruh tertunda ketika mencoba
berpartisipasi dalam olah raga atau aktivitas-aktivitas kebugaran
dalam hidup selanjutnya.
Perkembangan berlangsung dalam arah-arah yang dapat diprediksi
ke arah kompleksitas, organisasi, dan internalisasi yang lebih
meningkat.
Belajar selama usia dini berlangsung dari pengetahuan behavioral ke
pengertahuan simbolik atau representasional. Misalnya, anak sudah
17
belajar mengitari rumah dan setting keluarga lainnya jauh sebelum
mereka memahami konsep kata kiri dan kanan atau membaca peta
rumah. Ini mengimplikasikan perlunya memberikan kesempatan
kepada anak untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan
behavioral mereka dengan menyediakan sejumlah pengalaman
langsung dan dengan membantu anak memperoleh pengetahuan
simbolik melalui representasi pengalaman mereka dalam sejumlah
media seperti gambar, konstruksi model, bermain dramatik, deskripsi
verbal dan tertulis.
Perkembangan dan belajar terjadi dalam dan dipengaruhi oleh
konteks sosial dan kultural yang majemuk.
Menurut model ekologis, perkembangan anak sangat baik dipahami
dalam konteks sosiokultural keluarga, setting pendidikan, dan
masyarakat yang lebih luas. Konteks yang bervariasi tersebut saling
berikorelasi dan semuanya memiliki pengaruh terhadap perkembangan
anak. Pemahaman ini menuntut guru untuk belajar tentang kultur
mayoritas anak yang mereka layani jika kultur mereka berbeda dengan
kulturnya. Namun, mengakui bahwa perkembangan dan belajar
dipengaruhi oleh konteks-konteks sosial dan kultural tidak menuntut
guru untuk memahami semua nuansa-nuansa (perbedaan-perbedaan
yang sangat kecil) dari setiap kelompok kultural yang ia hadapi dalam
kerjanya, ini merupakan tugas yang tidak mungkin.
Anak adalah pembelajar akfif, mengambil pengalaman fisik dan sosial
serta juga pengetahuan yang ditransmisikan secara kultural untuk
mengkonstruk pemahaman mereka sendiri tentang lingkungan sekitar
mereka.
Anak berkontribusi terhadap perkembangan dan belajarnya sendiri di
saat mereka berupaya memaknai pengalaman sehari-harinya di rumah,
sekolah, dan di masyarakat. Sejak lahir, anak secara aktif terlibat
dalam mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri dari pengalaman
18
mereka, dan pemahaman ini diperantarai oleh dan secara jelas terkait
dengan konteks sosiokultural.
Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari interaksi
kematangan biologis dan lingkungan, yang mencakup baik lingkungan
fisik maupun sosial tempat anak tinggal.
Manusia merupakan produk dari keturunan dan lingkungan, dan
kekuatan-kekuatan ini saling berinterelasi. Kaum behavioris berfokus
pada pengaruh-pengaruh environmental sebagai penentu belajar,
sementara kaum maturationis menekankan hamparan yang sudah
ditentukan sebelumnya, yakni karakteristik heriditas. Masing-masing
perspektif sampai tarap tertentu benar, namun tak ada satu perspektif
pun yang memadai untuk menjelaskan belajar atau perkembangan.
Dewasa ini, perkembangan lebih sering dipandang sebagai hasil
proses interaktif transaksional antara individu yang tumbuh-berubah
dan pengalaman-pengalamannya dalam dunia sosial dan fisik.
Bermain merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan sosial,
emosional, dan kognitif anak, dan juga merefleksikan perkembangan
anak.
Aktivitas bermain anak merupakan konteks yang sangat mendukung
proses perkembangan. Bermain memberi kesempatan kepada anak
untuk memahami lingkungan, berinteraksi dengan yang lain dalam
cara-cara sosial, mengekspresikan dan mengontrol emosi, serta
mengembangkan kapabilitas-kapabilitas simbolik mereka. Aktivitas
bermain anak memberi orang dewasa wawasan tentang perkembangan
anak dan kesempatan untuk mendukung perkembangan dengan
strategi-strategi baru.
Vygotsky meyakini bahwa bermain mengarahkan perkembangan.
Bermain memberikan suatu konteks bagi anak untuk mempraktekkan
keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh dan juga untuk
berfungsi pada puncak kapasitas mereka yang berkembang untuk
mengambil peran-peran sosial baru, mencoba tugas-tugas baru dan
19
menantang, dan memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Selain
itu untuk mendukung perkembangan kognitif, bermain memainkan
fungsi-fungsi penting dalam perkembangan fisik, emosi, dan sosial
anak. Anak mengekspresikan dan merepresentasikan ide-ide, pikiran,
dan perasaan mereka ketika terlibat dalam bermain simbolik. Selama
bermain anak dapat belajar mengendalikan emosi, berinteraksi dengan
yang lain, memecahkan konflik, dan memperoleh rasa berkemampuan.
Melalui bermain, anak juga dapat mengembangkan imajinasi dan
kreativitas anak. Karena itu, bermain yang diinisiasi oleh anak dan
didukung oleh guru merupakan komponen yang esensial dari
pembelajaran berorientasi perkembangan.
Perkembangan mengalami percepatan bila anak memiliki kesempatan
untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru
diperoleh dan juga ketika mereka mengalami tantangan di atas level
penguasaannya saat ini.
Anak akan cenderung malas dan tidak termotivasi bila dihadapkan
pada kegiatan yang terlalu mudah dan tidak menantang. Sebaliknya,
kegiatan yang terlalu sulit dan membuat anak selalu gaga) akan
mendorongnya mengalami frustrasi. Pemahaman ini didasarkan pada
pemikiran bahwa perkembangan dan belajar adalah proses dinamis
yang mempersyaratkan orang dewasa memahami kontinum itu. Guru
atau pendidik lainnya perlu mengamati anak dengan cermat untuk
mencocokkan kurikulum dan pembelajaran dengan kompetensi,
kebutuhan, dan minat anak yang muncul, clan kemudian membantu
anak beralih dengan mentargetkan pengalaman-pengalaman yang
menantang mereka, tetapi tidak membuat mereka frustrasi.
Anak mendemonstrasikan mode-mode untuk mengetahui dan belajar
yang berbeda serta cara yang berbeda pula dalam merepresentasikan
apa yang mereka tahu.
Para ahli tenang belajar dan para ahli psikologi perkembangan telah
mengakui bahwa manusia memahami lingkungan dengan banyak cara
20
dan bahwa individu cenderung memiliki cara belajar yang lebih
disukai atau lebih kuat. Prinsip perbedaan modalitas ini
mengimplikasikan bahwa guru harus menyediakan tidak hanya
kesempatan bagi individu anak untuk menggunakan cara-cara belajar
yang disukainya serta mempergunakan kekuatan-kekuatannya, tetapi
juga kesempatan untuk membantu anak mengembangkan mode-mode
atau kapabilitasnya yang kurang kuat.
Anak berkembang dan belajar terbaik dalam suatu konteks komunitas
yang dirasa aman dan menghargai, memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisiknya, dan dirasa aman secara psikologis.
Kondisi seperti ini akan mendorong anak untuk berekspresi dan
beraktualisasi secara optimal. Anak memiliki keleluasaan untuk
bergerak, berperilaku, dan menyatakan pendapat tanpa terbebani
dengan tekanan-tekenan psikologis. Begitu pun keamanan fisiknya
terjamin sehingga ia bisa terhindar dari hal-hal yang bisa
membahayakan. Karena itu, praktek-praktek pendidikan yang
berorientasi perkembangan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
fisik, sosial, dan emosional serta juga perkembangan intelektualnya.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegunaan deteksi dini adalah untuk mengetahui penyimpangan
tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, upaya
stimulasi, dan upaya penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis proses tumbuh
kembang.
Intervensi dini penyimpangan perkembangan anak tujuan intervensi
dan rujukan dini perkembangan anak adalah untuk mengoreksi, memperbaiki
dan mengatasi masalah atau penyimpangan perkembangan sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.
Waktu yang paling tepat untuk melakukan intervensi dan rujukan dini
penyimpangan perkembangan anak adalah sesegera mungkin ketika usia anak
masih di bawah lima tahun.
22
DAFTAR PUSTAKA
S. Bredekam dan C. Kopple. (1997). Prinsip-prinsip Perkembangan dan Belajar
Anak.
Schickedanz. (1990). Cara Anak Berkembang dan Belajar.
Siahaan, R. (2005). Pelaksanaan Program Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita
di Posyandu.
Sri Astuti. (2005). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayananan Kesehatan Dasar.
Jakarta : Departemen kesehatan Republik Indonesia
Zulkifli. (2003). Posyandu dan Kader Kesehatan. Pelaksanaan Program Deteksi
Dini Tumbuh Kembang Balita di Posyandu.
23