Upload
davitsetyadi5069
View
3.250
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
SUBJEK PAJAK DAN WAJIB
PAJAK
Oleh :
Davit Setyadi (242.09.00408)
ACCOUNTING
GICI BUSSINESS SCHOLL
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas karunia-Nyalah karya tulis ini dapat terselesaikan.
Karya tulis ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran tentang Subjek
dan Wajib pajak.
Dalam penyelesaian karya tulis ini banyak hambatan yang penulis
temui karena kurangnya kedisiplinan penulis dalam menyelesaikan karya
tulis ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Daud sebagai pengajar dan pembimbing penulis
2. Orang tua yang selalu mendorong penulis untuk menyelesaikan
karya tulis ini.
3. Serta teman-teman yang memberi pendapat untuk karya tulis kami.
Penulis mengaharapkan kritik dan saran agar karya tulis ini menjadi
lebih baik dan berguna untuk seterusnya.
Harapan penulis, semoga karya tulis ini dapat memberikan
gambaran subjek dan wajib pajak.
Jakarta, 13 Desember
2010
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar .......................................................................................... 2
Daftar isi .................................................................................................... 3
PEMBAHASAN
A. Pengertian subjek pajak .......................................................... 4
B. TidakTermasukSubjek Pajak ..................................................... 8
C. Bermula dan Berakhirnya Subjek Pajak ................................... 11
D. Pengertian Wajib Pajak ....................................................... 13
E. Kewajiban Wajib Pajak ...................................................... 13
F. Hak Wajib Pajak .................................................................... 20
3
PEMBAHASAN
A. Pengertian Subjek Pajak
Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan untuk perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok)
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Seseorang atau suatu badan merupakan subjek pajak, tapi bukan berarti orang
atau badan itu punya kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek
pajak dan mempunyai atau memperoleh objek pajak, maka orang atau badan
itu jadi punya kewajiban pajak dan disebut wajib pajak.1
Menurut Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983, sebagaimana telah dirubah dan
disempurnakan terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 - Pajak Penghasilan,
”Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam tahun pajak”.
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) nya dijelaskan, bahwa yang menjadi subjek
pajak dalam Pajak penghasilan adalah :
- Orang pribadi (Perseorangan)
- Warisan yang belum terbagi, sebagai satu kesatuan
- Badan
- Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Penjelasan selanjutnya Pasal 2 ayat (1) adalah :
Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal di Indonesia,
atau pun tidak
bertempat tinggal di Indonesia.
1 http://id.wikipedia.org/wiki/Subyek_pajak4
Warisan sebagai Subjek Pajak, merupakan subjek pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak dikemudian hari, ini menjadi dasar agar
pengenaan pajak dari warisan tersebut tetap terjamin, berhubung misalnya yang
punya harta (warisan) semasa hidup tidak menetapkan siapa yang bertanggung
jawab dikemudian hari apabila yang bersangkutan meninggal dunia. Contoh :
Ahmad semasa hidup memiliki usaha bengkel mobil yang selalu tetap memenuhi
kewajiban pajaknya setiap tahun. Suatu saat Ahmad meninggal, harta (warisan
berupa bengkel mobil) belum dibagikan kepada ahli waris, maka selama belum
dibagikan harta (bengkel mobil) tersebut, berstatus sebagai subjek pajak. Apabila
harta (bengkel mobil) dimaksud, telah dibagikan (ditetapkan) pemilik barunya,
maka warisan (harta) tersebut berakhir kedudukannya sebagai subjek pajak.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001, Tgl 21
Pebruari 2001, Tentang Jangka Waktu Pendaftaran, Pelaporan Kegiatan Usaha,
dan Tatacara Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan Dan Pencabutan PKP, pada
pasal 10 menyebutkan, bahwa dalam hal wajib pajak yang telah memiliki NPWP
meninggal dunia, dan meninggalkan warisan yang belum terbagi, maka warisan
yang belum terbagi tadi kedudukannya sebagai subjek pajak, menggunakan NPWP
dari wajib pajak yang meninggal dunia, dan ahli warisnya wajib mengisi formulir
yang ditentukan, dan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)nya, tidak
diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sebagaimana
ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-10/PJ.41/1996, Tgl
12 Pebruari 1996.
Badan sebagai subjek pajak, adalah sekumpulan orang dan atau modal
yang merupakan satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak
melakukan usaha, yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer (CV),
Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara/Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan,
Perkumpulan, Yayasan, Organisasi masa, Orgaisasi sosial politik, atau organisasi
yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainnya, termasuk
Reksa dana.
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, merupakan
Subjek Pajak, tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit
5
dari badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki
oleh pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah, yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek
pajak. Sebagai subjek pajak perusahaan Reksadana, baik yang berbentuk
perseroan terbatas, maupun bentuk lainnya, termasuk dalam pengertian badan.
Sedangkan pengertian perkumpulan termasuk pula assosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang
sama.
Bentuk Usaha Tetap ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri sebagai
Subjek Pajak Luar Negeri, sekalipun tatacara pengenaannya serta ketentuan
administrasi perpajakannya sama dengan wajib pajak dalam negeri.
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (5), UU No. 36 Tahun 2008-PPh, dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap, adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
untuk menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a) Tempat kedudukan manajemen ;
b) Cabang perusahaan ;
c) Kantor perwakilan ;
d) Gedung kantor ;
e) Pabrik ;
f) Bengkel ;
g) Gudang ;
h) Ruang untuk promosi dan penjualan ;
i) Pertambangan dan penggalian sumber alam ;
j) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi ;
k) Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan ;
l) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan ;
6
m) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas ;
n) Agen atau pegawai asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang dapat menerima premi asuransi atau
menanggung resiko di Indonesia ; dan
o) Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan usaha melalui internet.
p) Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan usaha melalui internet.
Seterusnya menurut penjelasan pasal 2 ayat (5) UU No. 36 Tahun 2008,
menyatakan bahwa suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya
suatu tempat usaha (”place of bussiness”), yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah
dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau
agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment), yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan aktivitas usaha melalui internet. Tempat usaha tersebut bersifat
permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan
selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama
orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, tidak dapat
dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila orang pribadi atau
badan dalam menjalankan usaha, atau melakukan kegiatan di Indonesia,
menggunakan, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan
agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam
rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
7
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat tinggal diluar
Indonesia, dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila
perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia,
atau menanggung resiko di Indonesia melalui pegawai atau perwakilan atau
agennya di Indonesia. Menanggung resiko di Indonesia tidak berarti bahwa
peristiwa yang mengakibatkan resiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, atau berada
atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Selanjutnya dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) huruf b, UU No. 36 Tahun
2008, unit usaha tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut,
tidak termasuk sebagai subjek pajak yaitu :
a) Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD.
c) Penerimaan lembaga tersebut dimasukan dalam anggaran
pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan funfsional negara.
Apabila suatu badan/lembaga memenuhi syarat–syarat tersebut
diatas, maka ia tidak termasuk subjek pajak penghasilan. Sebalikya
apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka badan/lembaga
tersebut adalah subjek pajak pada pajak penghasilan.
B. Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pengecualian sebagai subjek pajak diatur dalam Psl 3 UU No. 36 Thn 2008,
dimana dalam pasal tersebut dikemukakan bahwa yang tidak termasuk sebagai
Subjek Pajak adalah :
a) Kantor Perwakilan Negara Asing ;
b) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat :8
1. Bukan Warga Negara Indonesia;
2. Tidak menerima penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya;
3. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama
(azas timbal balik).
c) Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan terakhir dengan Kep. MK
601/KMK.03/2005, dengan syarat :
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia, selain dari
pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota.
d) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan (sebagaimana dimaksud huruf
c), dengan syarat bukan WNI, dan di Indonesia tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
Penjelasan Pasal 3 huruf (a) dan (b) tersebut diatas, menerangkan bahwa
sesuai dengan kelaziman yang berlaku secara Internasional, bahwa badan
perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabatnya, serta orang yang
diperbantukan, serta tinggal bersama mereka dengan syarat bukan WNI, tidak
melakukan ke giatan lain, serta negara asing tersebut memberikan perlakauan
yang sama (azas timbal balik), dikecualikan sebagai subjek pajak. Pengecualian
tersebut tidak berlaku, apabila mereka memperoleh penghasilan lain di Indonesia,
diluar jabatannya atau mereka adalah WNI. Dengan demikian apabila pejabat
perwakilan suatu negara asing, memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya,
maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan
tesebut. Namun apabila negara asal pejabat tersebut memberikan pembebasan
pajak kepada perwakilan Indonesia, atas penghasilan lain diluar tugas dan
jabatannya, maka kembali lagi berlaku azas timbal balik.
9
Ketentuan lebih lanjut mengenai Psl 3 huruf (c) dan (d), diatur lebih lanjut
dalam KMK seperti disebut diatas. Yang dimaksud dengan organisasi Internasional
adalah organisasi/badan/lembaga/asosiasi /perhimpunan/forum antar
pemerintah atau non pemerintah ygbertujuan untuk meningkatkan kerjasama
Internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama,
sedangkan yang dimaksud dengan pejabat perwakilan organisasi Internasional
adalah pejabat yang diangkat langsung oleh induk organisasi Internasional yang
bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan dalam organisasi tersebut di
Indonsia.
Selanjutnya dikemukakan bahwa organisasi Internasional bukan
merupakan subjek pajak penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut ;
a) Indonesia menjadi anggota organisasi didalamnya dan;
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
Pemerintah yang dananya berasal dari iuran anggota.
Organisasi internasional yang berbentuk kerjasama tehnik dan atau
kebudayaan bukan
Merupakan subjek pajak, pajak penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai
berikut :
a) Kerjasama tehnik tsb memberi manfaat pada negara/Pemerintah
Indonesia;
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia
Pejabat perwakilan dari organisasi Internasional tersebut diatas, bukan
merupakan subjek
pajak penghasilan, apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Bukan Warga Negara Indonesia ; dan
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
10
Organisasi Internasional dan pejabat perwakilan organisasi Internasional
yang tidak
memenuhi syarat tersebut diatas, dikenakan Pajak Penghasilan, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Misalnya seorang pejabat perwakilan organisasi
Internasional diluar tugas pokoknya contoh menjadi pengajar bahasa asing di
lembaga kursus swasta, atau pembicara pada suatu seminar, kemudian mendapat
honor, maka honor tersebut dikenakan pemotongan PPh Psl 21, atau Psl 26, oleh
penyelenggaranya
Mengenai Organisasi Internasional yang dikecualikan sebagai subjek
pajak, seperti dimaksud diatas, tidak diperinci dalam modul ini, karena terlalu
banyak dan kurang efisien, tetapi secara garis besar dapat disebut disini yaitu :
a) Badan-Badan Internasional dari PBB (terdapat 15 organisasi)
b) Colombo Plan (ada 8 organisasi)
c) Kerjasama Tehnik (terdapat 18 kerjasama tehnik)
d) Kerjasama Kebudayaan (ada 4 kerjasama kebudayaan)
e) Organisasi –Organisasi Internasional lainnya (terdapat 54 badan)
f) Organisasi Swasta Internasional (terdapat 18 organisasi). Apabila ada
organisasi internasional, tapi tidak termasuk dalam daftar dimaksud,
maka organisasi internasional tersebut menjadi subjek pajak.2
C. Bermula Dan berakhirnya Subjek Pajak
Sebagaimana dijelaskan pada pasal 2 ayat (1), orang mulai
menjadi subjek pajak dalam negeri apabila :
a) Pada saat dilahirkan di Indonesia
b) Pada saat menetap di Indonesia (datang dari luar negeri); dan
c) Pada awal masa ia berada di Indonesia yang melebihi 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan secara berturut-turut.
Sementara badan badan mulai menjadi subjek pajak dalam negeri
pada saat badan
2 http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-subjek-pajak.html11
itu didirikan sesuai ketentuan yang berlaku pada hokum perdata. Contoh:
Perseroan Terbatas dianggap mulai berdiri pada saat mendapat
pengesahan dari Menteri Kehakiman.
Selama belum ada pengesahan dari Menteri Kehakiman, PT belum berdiri
dan belum ada (walaupun sudah didirikan di hadapan notaries); yang ada
baru perikatan antara beberapa orang, yang mungkin dianggap sebagai
firma sejak saat didirikan.3
Sementara itu subjek pajak dinyatakan berakhir apabila :
1) Untuk orang pribadi
orang tersebut meniggal dunia
orang tersebut meninggalkan NKRI untuk selama-
lamanya
2) Untuk warisan belum terbagi
Warisan yang belum terbagi akan berakhir dari status subjek
pajak jika warisan tersebut selesai dibagikan kepada masing-
masing ahli waris yang memiliki haknya sesuai dengan hukum
yang berlaku.
3) Untuk badan dan BUT
Adapun saat dimana badan atau BUT tidak lagi menjadi subjek
pajak adalah bilamana hal yang mejadi syarat mereka tidak lagi
menjadi subjek pajak telah mereka penuhi, yaitu:
Badan tersebut telah menyelesaikan proses likuidasi
dan atau dibubarkan
BUT tidak lagi berada dan melakukan kegiatan usaha
di Indonesia.
Bagi subjek pajak LN, saat berakhirnya status mereka sebagai subjek pajak
adalah saat dimana mereka tidak lagi memperoleh penghasilan dari Indonesia.4
.
3 Soemitro rochmat, asas dan dasar perpajakan 1, PT gramedia, Bandung:1988
4 http://delis-manroe.blogspot.com/2009/08/kapan-saat-berakhirnya-subyek-pajak.html12
D. Pengertian Wajib Pajak
Wajib Pajak, sering disingkat dengan sebutan WP adalah orang pribadi
atau badan (subjek pajak) yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Wajib pajak bisa berupa
wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan. Wajib pajak pribadi adalah
setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan diatas pendapatan tidak kena
pajak. Di indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor
pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang.5 Sedangkan
menurut Pasal 1 ayat (2) UU.Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU. Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak,pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Semua wajib pajak adalah subjek pajak, tetapi semua subjek pajak
belum tentu wajib pajak.
E. Kewajiban Wajib Pajak
Kewajiban Mendaftarkan Diri
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak
mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan
(KP4)/ Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi perpajakan (KP2KP)
yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak
untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); Disamping melalui
KPP atau KP4/KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-
register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-
line (internet).
Fungsi NPWP adalah :
1) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
5 http://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_pajak13
2) sebagai identitas Wajib Pajak.
3) menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan
pengawasan administrasi perpajakan.
4) dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa
manfaat langsung lainnya, seperti : sebagai pembayaran pajak di muka
(angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu
Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, memenuhi salah satu persyaratan
ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan
salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank, dan
memenuhi persyaratan untuk bisa mengikuti tender – tender yang
dilakukan oleh pemerintah.
Perlu diketahui masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP
tersebut di atas tidak dipungut biaya apapun.
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang
dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4 /KP2KP, atau dapat pula
dilakukan secara on-line melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan
sebagai PKP tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai
keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan
dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan barang
kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan Faktur Pajak.
Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, Dan
Pelaporan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai
dengan sistem self assessment wajib melakukan sendiri penghitungan,
pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
Mekanisme Pembayaran Pajak
a) Membayar sendiri pajak yang terutang :
1) Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25) :
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak
Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk
14
meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang
terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan
untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun
dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.
2) Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun : Pembayaran
PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang
dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak
apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar
dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang
dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.
b) Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4
(2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa, pemberi penghasilan, pemberi kerja dan
pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
c) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang
ditunjuk pemerintah.
d) Pembayaran Pajak-pajak lainnya.
1) Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta,
pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan
menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
2) Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak
atas tanah dan bangunan.
3) Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas
dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan
benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai
atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar
pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan Pajak.
Penagihan Pajak dilakukan apabila wajib Pajak tidak membayar Pajak
terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam STP,
SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding. Maka Direktorat Jenderal Pajak dapat
15
melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan surat
teguran dan dilanjutkan dengan surat paksa. Dalam hal wajib Pajak tetap
tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan
pelelangan atas harta wajib Pajak yang disita tersebut untuk melunasi
Pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai beriku :
1) Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar
utang pajaknya.
2) Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari
setelah surat teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi
utang pajaknya.
3) Sita dilakukan dala jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa
disampaikan.
4) Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman lelang. sedangkan pengumuman lelang dilakukan
paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
DJP dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap wajib
Pajak /penanggung Pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang
pajaknya.
Pemotongan / Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada
pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme
pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis
pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal
23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh pasal 15 dan PPN dan PPn BM.
Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut
adalah sebagai berikut :
1) PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima
oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji
16
yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan
dimana dia bekerja).
2) PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh
pihak ke-3 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang
tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada
bendaharawan pemerintah).
3) PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti :
deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh
WP badan dalam negeri, dan BUT.
4) PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima
oleh WP luar negeri.
5) PPh Final (Pasal 4 ayat (2) : Ada beberapa penghasilan yang
dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak
yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar
sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka)
terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan
pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh
penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito,
penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan
bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.
6) PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan
norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan
pelayaran atau penerbangan international, perushaan
asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan
panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang
melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut
merupakan angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun,
17
sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan
dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM). Apabila
pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2%
dan kenaikan 100%.
Pelaporan
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan,
Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi
Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat
Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan
pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme
pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3,
melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau
pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah
dilakukan.
SPT dapat dibedakan menjaid SPT masa dan SPT tahunan. SPT
Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas
pembayaran pajak bulanan. Sedangkan SPT tahunan yaitu, SPT yang
digunakan untuk pelaporan tahunan. SPT tahunan terdiri dari 3 macam
yaitu; Badan, Orang Pribadi dan pasal 21.
Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda
sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya
dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan
untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Khususnya mulai
tahun 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah)
dan SPT tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah).
Kewajiban wajib Pajak yang diperiksa adalah :
18
1) Memenuhi panggilan untuk datang menghadiiri pemeriksaan
sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis
pemeriksaan kantor;
2) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk
data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak.
Khusus untuk pemeriksaan lapangan, wajib Pajak wajib
memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau
mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
3) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang
yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna
kelancaran pemeriksaan;
4) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan;
5) Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh
akuntan publik khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor;
6) Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang
diperlukan.
Kewajiban Memberi Data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain wajib
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan
kepada Direktort Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur UU Nomor 28
Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban
perpajakan sebagai konsekuensi penerapan self assessment, data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi
pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain sangat diperlukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Data dan Informasi dimaksud adalah data dan
informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan
19
atau usaha , peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang
bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan
keuangan dan/ atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada
instansi lain di luar DJP.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk
setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya
kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan) di pidana dengan pidana
kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak
Rp800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)6
F. Hak Wajib Pajak
Selain kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi diatas, wajib pajak juga
memiliki hak hak dalam pelaksanaan pajak. Hal itu diantaranya :
Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas
segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal
Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain
yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan
kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan,
pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu
pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
1) Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang
dilaporkan oleh Wajib Pajak;
2) Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
6 http://www.seputarakuntansi.info/2010/06/kewajiban-wajib-pajak.html20
3) Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atu dalam rangka
kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari
atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak
tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan menunda pembayaran pajak.
Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan mengangsur pembayaran pajak.
Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan.
Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
Pengurangan PBB
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak
yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu
lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi
Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.
Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak21
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak
Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak
tanggal permohonan.
Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah
atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima
oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu
diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang
dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal
Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan
di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak
Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.7
7 http://slidepajak.wordpress.com/2010/03/24/hak-dan-kewajiban-wajib-pajak/22