Upload
geby-gebrilla
View
116
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jnkjnkjnjnjknknjknkjnkjnknkjnkjnkjnkjnkjnkjnknknjknjnknknknknkjnknkjnjk
Citation preview
“Seorang Anak Laki-laki dengan Keluhan Batuk Pilek
dan Sakit pada Telinga Kirinya”
KELOMPOK 14
MARSELLA 0302007157
MONETA 0302007166
ALEXANDRA VICTORIA A.R 0302008016
ALFIAN WIBISONO 0302008017
DIAJENG PUTRI IRACILY 0302008079
DINA PUTRI DAMAYANTI 0302008083
MARISSA ANGGRAENI 0302008155
MARIZA WANDA APRILA 0302008156
SHABRINA HERDIANA PUTRI 0302008222
SILMINATI NUR SAADAH 0302008227
NOR FATEHAH BINTI HAMDAN 0302008292
NOR UBUDIAH BINTI SETI 0302008293
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 18 NOVEMBER 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupkan sekelompok penyakit kompleks dan
heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di
sepanjang saluran nafas (WHO,1986).
ISPA merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian dan angka
kesakitan pada balita di Indonesia. Secara klinis ISA adalah tanda dan gejala akut akibat infeksi
yang terjadi di setiap bagian saluran pernapasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut,
bronkhiolitis, dan pneumonia.
Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju tidak berbeda,
tetapi jumlah angka kesakitan dinegara berkembang lebih banyak. Berbagai laporan menyatakan
bahwa ISPA merupakan penyakit paling ssering pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua
penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun. Umumnya infeksi biasanya mengenai
saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5% yang mengenai saluran pernapasan bawah.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki umur 3 tahun diantar orang tuanya dengan keluhan batuk dan
pilek sudah selama 1 minggu. Walaupun sudah ditambah antibiotik tetapi penyakitnya belum
berkurang. Tiba-tiba anak tersebut terbangun saat tidur siang dan menjerit telinga kirinya sakit
sekali. Pada alloanamnesis dikatakan tidak ada riwayat trauma kepala, korek-korek telinga,
kemasukkan serangga ataupun sakit telinga sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik anak tampak
sakit berat, gelisah, rewel, tangannya memegang telinga kirinya, suhu 40oC, tidak ada nyeri tekan
tragus dan nyeri tarik aurikula. Tidak ada nyeri tekan mastoid. Pada pemeriksaan dengan otoskop
tampak liang telinga lapang, tenang, membran timpani telinga kiri bulging warna sedikit
kekuningan. Telinga kanan dibatas normal. Hidung ada gambaran rhinitis akut dalam
penyembuhan. Tenggorokan tenang.
Pemeriksaan lab :
Hb : 13 gr%
Leukosit : 19.500/ml
Suhu : 40°C
Nadi : meningkat
Lain-lain : dalam batas normal
STATUS PASIEN
A. Anamnesis
1. Identitas Pasien
a. Nama : An. Adi
b. Umur : 3 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Nama Orangtua : Ibu N
e. Alamat : Jl. Krakatau No.99
2. Keluhan Utama
a. Sakit sekali pada telinga kirinya
3. Keluhan Tambahan
a. Batuk pilek dan demam tinggi
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Batuk pilek dan demam selama 1 minggu
5. Riwayat Penyakit Terdahulu
a. Riwayat trauma kepala (-)
b. Riwayat korek-korek telinga (-)
c. Riwayat kemasukan serangga (-)
d. Riwayat sakit telinga sebelumnya (-)
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak diketahui
7. Riwayat Pengobatan
a. Sudah diberi antibiotik tapi batuk pilek dan demam belum berkurang
B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
1. Keadaan Umum : tampak sakit
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda vital
suhu : 40 ˚C (febris)
nadi : (↑) (meningkat)
Status Lokalis
1. Telinga :
a. Aurikula Dextra : Dalam batas normal
b. Aurikula Sinistra : - liang telinga lapang, tenang
- membran timapani bulging warna sedikit kekuningan
2. Hidung : Gambaran rhinitis akut dalam penyembuhan
3. Tenggorok : Tenang
C. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb : 13 gr%
b. Leukosit : 19.500/ml
c. Lain-lain : Dalam batas normal
D. Diagnosis Kerja
Diagnosis pada pasien ini adalah ”Otitis Media Akut (Aurikula Sinistra stadium
supurasi) et causa rhinitis”. Penegakkan diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik
ditemukan membran timpani bulging warna sedikit kekuningan pada aurikula sinistra, pasien
mengeluh sakit sekali pada telinga kirinya, dan pada hidung terdapat gambaran rhinitis akut
dalam penyembuhan.
E. Patofisiologi
Otitis media diawali dengan infeksi pada saluran napas atas seperti pilek atau rhinitis
yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran
Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi
pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dan akan
terbentuk nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar tuba Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Bila tuba tersumbat maka tekanan udara telinga tengah
menurun, membrane timpani tertarik kedalam menyebabkan pendengaran menurun dan
menimbulkan rasa sakit. Pada kasus ini Otitis Media sudah pada stadium supurasi karena
membran timpani terlihat bulging dan terasa sakit sekali.
F. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
- antibiotik : ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/BB per hari dibagi dalam 4 dosis, atau
amoksisilin 40 mg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari
- analgesik : paracetamol atau ibuprofen
Nonmedikamentosa :
- Miringotomi :
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Persiapan :
1. Pasien : - Pada pasien anak diberikan premedikasi, misalnya valium.
- Iontophoresis
- Narkosis umum
2. Alat : - pisau miringotomi
- lampu kepala
- corong telinga
- mikroskop
Cara Kerja :
Dengan memakai corong telinga dilakukan insisi di kuadran posterior-inferior karena di daerah itu tidak terdapat tulang-tulang pendengaran dan jaraknya lebar.
- istirahat (tirah baring)
Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad functionam: bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani, bentuknya seperti
huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.
Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga
tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Fungsi dari tuba eustachius adalah:
b. Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan
tekanan udara di dunia luar.
c. Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian
belakang hidung.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Bagian tulang
sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang rawan
medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior, superior
dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu
dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit
yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu
tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba
pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya
nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi
mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran
nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel bersilia
didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini
terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan
limfosit yang dinamakan tonsil tuba.
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan
tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret dari kavum
timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
Nyeri Telinga
Nyeri telinga (earache atau ear pain) juga dikenal dengan sebutan otalgia, adalah
keadaan timbulnya keluhan nyeri pada telinga. Rasa nyeri yang dirasakan tidak selalu
disebabkan dari penyakit telinga itu sendiri, tetapi dapat berasal dari tempat atau organ lain yang
rasa nyerinya dihantarkan ketelinga (nyeri alih/referred pain).
Penyebab nyeri yang berasal dari telinga : secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi 3
wilayah utama. Ini termasuk telinga luar, telinga tengah dan telinga bagian dalam. Ketiga
wilayah ini masing-masing dapat menjadi tempat timbulnya rasa nyeri tersebut.
Nyeri yang berasal dari telinga tengah, biasanya di sebabkan oleh proses peradangan
yang disebut dengan otitis media atau disebabkan oleh gangguan pada tuba eustakius (saluran
yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang/ tenggorokan). Gangguan
di tuba eustachius ini bisa disebabkan karena proses peradangan atau infeksi, bisa juga akibat
perubahan tekanan ditelinga tengah (pada saat naik pesawat dan menyelam).
Nyeri yang berasal dari telinga luar, termasuk didalamnya daun telinga dan liang telinga,
dapat disebabkan oleh gangguan seperti masuknya benda asing (manik-manik, biji-bijian,
serangga, tertinggal kapas), mengkorek telinga terlalu keras dengan berbagai benda pengorek
telinga, bahkan hanya dengan jari, atau akibat kotoran telinga yang mengeras. Peradangan akibat
infeksi karena bakteri, virus dan jamur dapat juga menyebabkan telinga luar menjadi sakit
sehingga menimbulkan nyeri. Keganasan atau kanker pada telinga juga dapat menyebabkan
timbulnya nyeri telinga.
Penyebab nyeri yang berasal dari tempat lain (nyeri alih/referred pain). Telinga
dipersyarafi oleh berbagai syaraf (nervus), seperti nervus V, IX dan X, yang masing-masing juga
mempersyarafi organ-organ lain. Akibatnya apabila timbul sakit pada organ lain yang memiliki
syaraf sama dengan syaraf di telinga, maka rasa nyeri di tempat tersebut akan dihantarkan
melalui percabangan syaraf tersebut ketelinga (referred pain). Contohnya adalah sakit gigi, sakit
tenggorok, sakit amandel (tonsilitis), gangguan pada sendi rahang dan lain-lain.
Gejala yang menyertai : Sakit telinga itu sendiri merupakan suatu gejala atau keluhan,
biasanya disertai dengan gejala-gejala lain dan bisa dari berbagai penyebab.
Bayi dan anak-anak biasanya menjadi rewel, sering menggaruk-garuk telinga atau
menarik-narik telinga, bila penyakitnya di telinga biasanya disertai gangguan pendengaran. Pada
keadaan infeksi dapat disertai demam dan keluar cairan dari telinga. Sakit telinga yang sering
timbul pada anak-anak adalah akibat infeksi telinga tengah akut, yang timbul secara tiba-tiba.
Biasanya disertai dengan demam tinggi, kadang-kadang sampai kejang dan muntah. Biasanya
sebelumnya didahului oleh batuk dan pilek.
Pada penderita yang sudah dapat menjelaskan seperti anak yang agak besar, remaja dan
dewasa, yang sering dialami selain nyeri adalah adanya perasaan penuh atau tekanan pada
telinga, gangguan pendengaran, pusing dan pada infeksi terdapat cairan yang keluar dari telinga
atau demam. Sakit telinga akibat infeksi telinga yang sudah menyebar kedaerah mastoid atau
daerah dibelakangtelinga (mastoiditis), biasanya disertai dengan nyeri kepala. Pada infeksi liang
telinga (otitis eksterna) sering disertai nyeri ketika membuka mulut atau menelan.
Rinitis Akut
Rintis Akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus
atau bakteri. Penyakit ini sering ditemukan, dan merupakan manifestasi dari rinitis simpleks
(common cold), influensa, beberapa penyakit eksantem (seperti morbilli, varisela, pertusis), dan
beberapa penyakit infeksi spesifik. Penyakit ini dapat timbul sebagai reaksi sekunder akibat
iritasi lokal atau trauma dan merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada
manusia.
d. Etiologi : penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus.
Virus-virus lainnya adalah Myxovirus, virus Coxsackle dan virus ECHO. Penyakit ini sangat
menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya
daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dan lain-lain).
e. Gejala : pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas,
kering dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung
tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala.
Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Selanjutnya akan terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung
bertambah.
f. Komplikasi : Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah sinusitis, otitis, media, faringtis,
bronkitis dan pneumonia. Bila tidak terdapat komplikasi, gejala kemudian akan berkurang
dan penderita akan sembuh sesudah 5 – 10 hari.
g. Terapi : tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat diberikan
obat-obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan. Antibiotik hanya
diberikan bila terdapat komplikasi.
Otitis Media Akut
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Telinga tengah adalah daerah yang
dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat
pendengaran di telinga dalam.
a. Etiologi :
Penyebab Otitis Media Akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25%
pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan
kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering
adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella
cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh
bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa
antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama
aliran lendir.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal.
Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di
mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
b. Patofisiologi :
OMA terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dan akan terbentuk nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar tuba Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang
paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.
c. Gejala :
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
1. Oklusi Tuba Eustachius
Gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga
tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membrane timpani tampak normal atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat terdeteksi.
2. Hiperemis
Tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau seluruh membrane
timpani tampak hiperemis serta udem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membrane timpani
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum
timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta
timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa.
Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan. Terjadi ruptur.
4. Perforasi
Terjadi ruptur membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar kerana beberapa sebab seperti terlambat pemberian antibiotika atau virulensi
kuman yang tinggi. Anak yang tadi gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.
5. Resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya
kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap
dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.
d. Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya kemerahan
pada gendang telinga.
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun
telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan,
mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga)
tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang
telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung,
perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan
di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan
pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).
Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan
pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya
diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.4 Efusi telinga tengah juga dapat
dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga).Namun
timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara
lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di
rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada
beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
e. Penatalaksanaan
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi. Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan
negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12
tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
2. Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran
timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian
antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular
agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.
3. Stadium Supurasi. Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
4. Stadium Perforasi. Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat
cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi. Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin
telah terjadi mastoiditis.
f. Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
1. pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,
2. pemberian ASI minimal selama 6 bulan,
3. penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,
4. dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.4,6
Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.4
g. Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi,
mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Otitis media yang tidak diobati
dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk otak. Namun komplikasi ini
umumnya jarang terjadi. Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA
yangtidak diobati. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran permanen. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi
pendengaran anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.
- Otitis Media Supuratif Kronik
- Kolesteatom
- Penutupan membran timpani tidak sempurna
- Mastoiditis, meningitis, abses subperiosteal, abses otak
- Kelumpuhan N. Fasialis
- Otitis media adesiva
Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syarat dilakukan tindakan miringotomi adalah a-vue yaitu dilihat langsung dan anak harus tenang dan dapat dikuasai dengan tujuan agar membran timpani dapat dilihat dengan baik. Pada tindakan ini, operator harus memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang berukuran kecil dan steril, selain itu juga menggunakan mikroskop, selain aman, dapat juga untuk mengisap sekret dari telinga tengah sebanyak-banyaknya. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior di mana tidak terdapat tulang-tulang pendengaran dan jaraknya lebar.
Indikasi :
1. Persisten pain dan otalgia rekuren2. Efusi telinga tengah dengan hiperemi dan bulging dan anak tampak sakit berat3. Severe earache4. Hasil pengobatan antibiotik kurang memuaskan5. Anak tiba-tiba menderita Otitis Media Akut selagi mendapat terapi antibiotik untuk
penyakit lain6. Otitis Media Akut pada anak yang immuno compromised7. Otitis Media Akut pada neonatus
Komplikasi miringotomi
Komplikasi yang mungkin terjadi ialah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada n.fasialis.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus ini kami mendiagnosis sebagai Otitis Media Akut stadium supurasi et causa
Rhinitis. Infeksi saluran nafas atas pada pasien menyebabkan terjadinya peradangan pada tuba
eustachius. Pada anak-anak tuba eustachius biasanya lebih pendek, lebar dan horizontal sehingga
infeksi pada saluran nafas dapat lebih mudah menjalar ke telinga tengah dibandingkan orang
dewasa. Dengan pengobatan yang adekuat prognosis pada kasus ini dapat menjadi baik.
Tindakan miringotomi sebaiknya dilakukan pada stadium ini karena penyemuhan akan lebih baik
sebelum terjadinya perforasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;2007.
2. Porth CM, Matfin G. Pathophysiology : Concept of Altered Health.8th ed. LWW:
USA;2009.
3. Boies LR, Adams GL, higler PA. Buku Ajar penyakit THT (BOIES Fundamentals of
Otolaryngology). 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;1997.
4. Otitis Media Akut. Available at : http://medlinux.blogspot.com/2009/02/otitis-media-
akut.html . Accessed at : September 28th 2010.
5. Otitis media akut. Available at: http://sely-biru.blogspot.com/2010/06/askep-teori-otitis-
media-akut-oma.html. Accessed at: September 28th 2010.