Upload
dhewyzrhizzhalld-pattinsond
View
653
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang
disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang
rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal
baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
gangguan system pernafasan.
Trauma toraks merupakan penyebab utama kematian.
Banyak penderita trauma toraks datang dengan keadaan kritis, lalu
meninggal setelah sampai di rumah sakit. Untuk itu diperlukan
diagnosis yang cepat dan terapi yang adekuat.
Kurang dari 10% dari cedera tumpul toraks dan 15-30% dari
cedera tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi.
Mayoritas kasus trauma toraks dapat diatasi dengan prosedur
resusitasi, peralatan yang lengkap, dan perawatan rawat inap yang
tepat.
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3
kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkirakan 16.000
kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh
trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita trauma
toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu
populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks
sebesar 20-25% . Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul
toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar
hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban
dari ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan
penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma Unit"
1
menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3%
dari seluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7%
adalah trauma tajam.
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi
oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas
pada setiap trauma yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi
(15.7%) dari pada yang tidak disertai trauma toraks (12.8%)
Pengelolaan trauma toraks, apapun jenis dan penyebabnya
tetap harus menganut kaidah klasik dari pengelolaan trauma pada
umumnya yakni pengelolaan jalan nafas, pemberian ventilasi dan
kontrol hemodinamik . Oleh karena itu kami akan mencoba
membahas mengenai trauma dada dan pneumotoraks.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Diperoleh pengetahuan mengenai trauma dada dan
pneumotoraks
b. Diperoleh gambaran pelaksanaan keperawatan dengan
trauma dada dan pneumotoraks
2. Tujuan Khusus
a. Mendapat gambaran dalam melakukan pengkajian pada
pasien dengan trauma dada dan pneumotoraks
2
b. Mendapatkan gambaran dalam menentukan masalah
keperawatan pada pasien dengan trauma dada dan
pneumotoraks
c. Mendapat gambaran dalam merencanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan trauma dada dan
pneumotoraks
d. Mendapat gambaran dalam melaksanakan evaluasi pada
pasien dengan trauma dada dan pneumotoraks
C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini kami membahas tentang trauma
dada dan pneumotoraks
D. Metode Penulisan
Pada penulisan makalah ini kami menggunakan metode studi
kepustakaan yaitu dengan membaca, mnelaah, mempelajari,
memahami buku-buku, diklat, dan sumber lain untuk
mendapatkan hasil dasar ilmiah yang berhubungan dengan isi
makalah ini.
E. Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan makalah ilmiah ini dijelaskan secara
sistematis yang dibagi dalam 4 bab, yaitu:
BAB I :PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II :TINJAUAN TEORITIS
Tinjauan teoritis yang meliputi konsep dasar penyakit
(pengertian), patofisiologi (etiologi, proses penyakit,
3
manifestasi klinis, komplikasi), penatalaksanaan medis,
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
BABIII :TINJAUAN KASUS
Tinjauan kasus meliputi pengkajian, analisa data,
diagnosa keperawatan, pelaksanaan
keperawatan,evaluasi keperawatan.
BAB IV :PEMBAHASAN
Pembahasan yang berisi tentang kesenjangan antara
teori dan kasus di seluruh tahapan pada proses
keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.
BAB IV :PENUTUP
Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Trauma thorak atau trauma dada adalah semua ruda paksa
pada thorak dan dinding thorak, baik trauma atau ruda paksa tajam
atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994). Pada trauma toraks bisa
terjadi hematothorak atau pneumothorak.
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura,
sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura,
sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.
anatomi fisiologi
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan,
dibatasi oleh :
- Depan : Sternum dan tulang iga.
- Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
- Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
- Bawah : Diafragma
- Atas : Dasar leher.
Isi :
* Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-
paru beserta pembungkus pleuranya.
* Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-
paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah
besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena
kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar
kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
5
B. Patofisiologi
Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10
pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan
dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam rongga dada terdapat
paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga
dada mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru
dan akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan. Akibat trauma
dada disebabkan karena:
Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan
masuknya udara (tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura,
tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum dan
kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik
venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup
dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti patahan tulang iga
dan tusukan paru akibat prosedur infasif penyebabkan terjadinya
perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-
paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan
pada rongga dada akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang
dengan sempurna dan ventilasi menjadi terhambat akibat
terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan
akan terjadi syok.
1. Etiologi
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada,
penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan,
penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa
pelonggaran balutan.
6
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan
tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi
sebagai sequele dari PPOM.
Tusukan paru dengan prosedur invasif.
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan
kendaraan atau tertimpa benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau
luka tembak)
e. Fraktur tulang iga
f. Tindakan medis (operasi)
g. Pukulan daerah torak.
7
2. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma
dada;
a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun.
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis.
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
3. Komplikasi
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang
tajam memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari
jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat
kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk
mengembang dan menampung darah vena yang kembali.
Pembuluh vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat
serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan
pada jantung.
c. Pneumothorak
8
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam
tapi keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan
mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan
efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat
tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka
pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam
rongga pleura maka terjadi tanda – tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu
istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan
bagian tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk
sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
C. Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
9
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau
kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi
atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga
“mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga
pleura sehingga “mechanis of breathing” tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa
yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk
rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
10
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang
bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan
atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
- Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru
mengembang.
- Latihan napas dalam.
- Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk,
jangan batuk waktu slang diklem.
- Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 –
800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam,
harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 – 20 menit selama 1 – 2 jam setelah
operasi dan setiap 1 – 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
- Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan
11
pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi,
tekanan darah.
- Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi
miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya
misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok
atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena
perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan “slang” dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari ,
diukur berapa cairan yang keluar kalau ada
dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat
pertambahan cairan dan adanya gelembung
udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus “tertutup” untuk
mencegah udara masuk yaitu meng”klem” slang
pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus
memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
tetap steril.
12
5) Penggantian harus juga memperhatikan
keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai
sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip
dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol
terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
a) Paru sudah mengembang penuh pada
pemeriksaan fisik dan radiologi.
b) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow
drainage.
c) Tidak ada pus dari selang WSD
3. Pemeriksaan penunjang
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :
a) Bila pneumotoraks <> 30% atau hematothorax
sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan
WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase
dengan continues suction unit.
b) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih
dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
13
c) Pada hematotoraks yang massif (terdapat
perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera
thorakotomi.
4. Terapi :
a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant.
D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Adanya suara sonor/hipersonor/timpani.
14
Bising napas yang berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub
kutan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
15
10. . Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada
area pleural.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
E. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
6. Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi b/d tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
E. Perencanaan Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekspansi paru
yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
16
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang
efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada
paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi : a. Berikan posisi yang nyaman,
biasanya
dnegan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong
klien untuk duduk sebanyak mungkin.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat
frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan t
ersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
d. Jelaskan pada klien tentang
etiologi/faktor pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu
pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam.
f. Perhatikan alat bullow drainase
berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk
jumlah hisapan yang benar.
17
2) Periksa batas cairan pada botol
penghisap, pertahankan pada batas
yang ditentukan.
3) Observasi gelembung udara botol
penempung.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk
fungsi optimal, yakinkan slang tidak
terlipat, atau menggantung di bawah
saluran masuknya ke tempat
drainage. Alirkan akumulasi dranase
bela perlu.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang
dada.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
18
2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
Tujuan: Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil : Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi : a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang
efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret
di sal. pernapasan.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk
setegak mungkin.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian
secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan
batukkan dari dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.
c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien
batuk.
d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan
19
viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000
sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang
baik setelah batuk.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang
meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi : a. Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasif.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk
menurunkan ketegangan otot rangka, yang
20
dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi masase..
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri
akut.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila
terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil.
c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-
sebab nyeri, dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.
d. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian
analgetik.
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik
klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 - 2 hari.
yang tepat
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan diuraikan tentang biodata klien, riwayat
penyakit, dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah
dilakukan kepada klien di ruang Public Wings Lantai 6 RSCM dari
tanggal 9-13 Desember 208.
A. Gambaran Kasus
Klien Tn. K umur 33 Tahun, jenis kelamin laki – laki, agama
Islam, suku Jakarta, pendidikan SMA, bahasa yang digunakan
Indonesia, klien bekerja sebagai Hansip (Penjaga Keamanan).
Klien masuk RSCM pada tanggal 29-06-08 karena keadaan
klien semakin parah dan disarankan untuk rawat inap. Sebelumnya
klien pernah berobat ke Puskesmas terdekat. Tapi karena di
Puskesmas tersebut tidak memadai alat-alat dan obatnya maka
klien dirujuk ke RSCM . Klien mendapat terapi amoxicyllin 3 x (gr IV
selama 7 hari dari tanggal 3-9 Desember 2008 sebagai antibiotik,
inhalasi dengan ventolin : bisolvon : NaCl = 1:1:1 untuk mengurangi
sesak dan sekret mudah keluar. Rencana streptomicyin 1 x 550 mg
IM (menunggu evaluasi THT) sebagai antibiotik dan diet TKTP 2300
KKal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari untuk mengurangi terjadi
edema.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian Fisik
Data Klinik
22
DS : Klien mengatakan sebelum dirawat di RS, Klien kami
mengalami
kecelakaan dan pernah di operasi bagian dada sebelah
kiri. Klien tidak pernah mengeluh sakit, tetapi tiba-tiba
klien menderita batuk dan sesak selama ± 3 minggu.
DO : S : 36,10C, N : 84 x / mnt, RR : 22 x / mnt, TD : 110 / 70
mmHg, Kesadaran : CM terdapat luka bekas operasi di
bagian dada sebelah kiri, badan klien kurus, batuk
produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : Kanan
redup dari sela iga 1-3 : kiri, redup dari sela iga 1-6.
Nutrisi dan Metabolisme
DS : Klien mengatakan
- Makan satu porsi habis
- BB sebelumnya 45 Kg
- Makanan yang membuat alergi adalah ikan
DO : BBI : 54 – 66 Kg, Muntah (-), gigi caries (+), Konstipasi
(-),Diare (-), Bising usus 21 x / mnt, hepar tidak teraba,
lidah bersih, turgor kulit buruk.
Respirasi / Sirkulasi
DS : Batuk sejak ± 3 minggu, lemas.
DO : Terdapat ronhi, batuk produktif, batuk berdarah (-),
sputum kental berwarna putih, penggunaan otot batu
napas (-), pernapasan kaurmaul, kedalaman dangkal,
23
fremitus kiri <>
Eliminasi
DS : Klien mengatakan
- Lancar, Keluhan (-)
- BAK Lancar, keluhan (-)
DO : Abdomen ; Kembang (-), bising usus 21 x / menit. BAB :
pasien BAB 3 x / hari, konsistensi faeces : setengah
padat, bau khas (-) karakter (-), frekuensi 4-5 x/hari,
Rectum : tidak ada kelainan.
Aktivitas / latihan
DS : Klien mengatakan saat pertama masuk RSCM (tanggal
27-11-08) anaknya masih bisa berjalan sendiri.
DO : Kesinambungan berjalan kurang baik, bentuk kaki
kiri & kanan simetris, tetapi terdapat bengkak pada
telapak kaki, kejang (-).
Sensori Persepsi
DS : Klien mengatakan bahwa pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecap pasiehn masih baik. Dan juga
masih bisa merasakan sentuhan jika diraba.
DO : Dapat merespon rangsang cahaya dengan baik,
orientasi baik, pupil isokor, konjungtiva anemis,
pendengaran normal, penglihatan normal.
Konsep Diri
DS : Walaupun Klien seperti sekarang ini, klien tidak pernah
mengeluh atau tidak pernah mengatakan sakit. Jika
ditanya hanya menjawab seperlunya saja.
24
DO : Postur tubuh baik, perilaku banyak diam.
Tidur / Istirahat
DS : Klien mengatakan semenjak sakit justru tidur dan
berbaring terus.
DO : klien sering tidur (karena penyakitnya atau karena
mengantuk kurang terkaji)
Dampak hospitalisasi
- Pada klien (Tn. K) : tidak banyak bicara, yang dipikirkan
harapan untuk cepat sembuh.
- Pada keluarga klien : Penghasilan keluarga menjadi terganggu
karena sakit klien.
Tingkat perkembangan saat ini
Klien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan , klien tidak
banyak bicara.
Sosialisasi
Klien mengatakan, ia termasuk anggota remaja masjid
disekitar rumahnya.
Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 9-12-08
• Anemia mikrositik hipokrom
• Leukosit : 11.600 (N : 5.000 – 10.000)
• Na : 132 mmol / l (N : 135 – 1147)
• Kalium : 2,9 mmo; / l (N : 3,10 – 5,10)
• Cl : 91 mmol / l (N : 95 – 108)
Penatalaksanaan
25
Klien mendapatkan terapi
- IVFD Nacl 0,9% 500 cc / S jam (20 ttr/mnt)
- Amoxicyllin 3 x / gr IV HT (Terakhir hari in)
- Ardan 3 x 2 gr (IV) Inhalasi Ventolin : Bisolvon : NaCl
1 : 1 : 1
- Diet TKTP 2300 kkal + ekstra putih telur 3x2 butir / hari
- Rencana Streptomicym 1 x 550 mg(IM) menunggu hari /
evaluasi THT.
B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
Keperawatan.
Dari data di atas penulis menemukan dan mengangkat 1
diagnosa, yang merupakan diagnosa aktual. Penulis melakukan
implementasi dari tanggal 09-12-08 s/d tanggal 11-12-08, karena
tanggal 11-12-08 klien pulang ke rumah dan dirujuk untuk rawat
jalan.
Diagnosa keperawatan tersebut adalah :
1. Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi
kental
DS : Klien mengatakan lemas, batuk sejak 3 minggu,
merokok 1
½ bungkus / hari dan sudah merokok sejak kelas 5 SD.
DO : kulit pucat, batuk produktif, sputum kental berwarna
putih
dan fremitus kiri
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam pola
nafas klien efektif.
26
KH : Klien akan Menunjukan pola nafas yang efektif (tidak
ada ronhi, secret kental) pola napas spontan,
konjungtiva ananemis, fremitus, bunyi napas fermitus,
bila batuk, napas dalam pertahankan posisi senyaman
mungkin bagi klien (fowler atau semi fowler),
Implementasi:
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 09-12-
08 s/d 11-06-08 yaitu : mengatur posisi, observasi :
fremitus, bunyi napas. Memberikan obat streptomicym
(IM), mengganti balutan pada jaringan parut bagian
dada sebelah kiri atas.
Evaluasi : S : Keluhan dan Sesak (-).
O : Pola nafas spontan, sputum berwarna putih 10
cc,
A : Masalah teratasi,
P : Intervensi dihentikan karena klien dirujuk untuk
rawat jalan.
27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang
disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang
rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal
baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
gangguan system pernafasan. Di dalam rongga dada terdapat paru-
paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga dada
mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan
akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan. Akibat trauma dada
disebabkan karena:
Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan
masuknya udara (tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura,
tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum dan
kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik
venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup
dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti patahan tulang iga
dan tusukan paru akibat prosedur infasif penyebabkan terjadinya
perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-
paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan
pada rongga dada akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang
dengan sempurna dan ventilasi menjadi terhambat akibat
terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan
akan terjadi syok.
B. Saran
28
Berdasarkan perumusan dan hambatan yang dijumpai selama
melakukan asuhan keperawatan penulis mengemukakan beberapa
saran untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan yang mungkin
dapat berguna bagi usaha peningkatan mutu pelayanan
keperawatan di masa mendatang, saran yang dapat penulis
kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Perawat dan keluarga dapat bekerja sama dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
2. Dengan tenaga perawat yang terbatas, perawat diharapkan
dapat
bekerja secara profesional dan mampu memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai serta komunikasi yang sesuai
dengan usia anak.
3. Mahasiswa untuk lebih memahami konsep-konsep asuhan
keperawatan pada pasien Pneumotrak
29
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aescutapius
Carpenito, Lynda Juall . 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta:EGC
Suzanne Mansjoerc. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah
Vol.1.
Jakarta : EGC
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah.
Bandung:Yayasan
IAPK
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
30