5
MAKALAH KULIAH TROPICAL DISEASE Efektifitas dan kontroversi penggunaan steroid pada DSS (Dengue Shock Syndrome) Oleh : I Putu Gede Gandhara (114114505) PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI KLINIS ANGKATAN XIX FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA 2015

makalah tropdis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jhvj

Citation preview

Page 1: makalah tropdis

MAKALAH KULIAH TROPICAL DISEASE

Efektifitas dan kontroversi penggunaan steroid pada DSS (Dengue Shock Syndrome)

Oleh :

I Putu Gede Gandhara (114114505)

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI KLINIS

ANGKATAN XIX

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA

2015

Page 2: makalah tropdis

Dengue merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh flavivirus yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus. Menurut WHO terdapat 3 fase selama infeksi dengue yakni febrile phase, critical phase, dan recovery phase. Pada fase febrile memiliki manifestasi demam tinggi, myalgia, athralgia, sakit kepala, anorexia, nausea dan vomiting. Pada critical phase suhu tubuh turun menjadi 37,5-38 oC atau dibawah level tersebut biasanya selama 3-7 hari. Pada fase ini terjadi peningkatan permeabilitas kapiler juga terjadi peningkatan level hematokrit dan penurunan serum platelet. Peningkatan permeabilitas kapiler ini akan semakin memburuk sebagai akibat dari kehilangan volume plasma. Selama kehilangan volume plasma atau hipovolemia secara kritis akibat dari perembesan plasma (plasma leakage) akan muncul shock yang sering disebut dengue shock syndrome (DSS). DSS juga dimasukkan ke dalam kriteria severe dengue menurut WHO dimana selama initial stage dari DSS, terdapat mekanisme kompensasi tubuh untuk mejaga tekanan darah sistolik tetap normal yang menyebabkan takikardia, vasokonstriksi perifer dengan menurunkan perfusi di kulit menyebabkan cold extremities. Hipotensive shock dan hipoxia yang berkepanjangan menyebabkan kegagalan multiorgan. Pengobatan untuk mengatasi dengue shock (compensated shock dan hipotensive shock) menurut WHO yakni menggunakan fluid resuscitation seperti pemberian cairan iv kristaloid seperti larutan ringer laktat, dextrose 5 % dalam ringer laktat, ringer asetat atau cairan koloidal seperti albumin, plasma, dextran 40 yang dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Kortikosteroid pada saat ini menurut guideline WHO tahun 2009 tidak diindikasikan untuk early stage dengue maupun severe dengue (1)

Penggunaan kortikosteroid pada terapi DSS masih merupakan kontroversi dimana terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa ada manfaat untuk pemberian kortikosteroid pada DSS seperti pada case report oleh Premaratna et al, 2012 terdapat kasus anak berusia 14 tahun yang mengalami akumulasi cairan, demam tinggi, reduksi urin output bisa mngalami recovery setelah diterapi single dose iv methyl prednisolone (2). Menurut penelitian Tam et al, 2012 yang meneliti penggunaan kortikosteroid oral pada dengue early stage dengan pasien berusia 5-20 tahun terinfeksi dengue dirandom untuk mendapatkan low dose prednisolone (low-dose (0.5 mg/kg) atau highdose (2 mg/kg) atau placebo menunjukkan hasil bahwa tidak ada kaitan antara penggunaan prednisolone terhadap perburukan viremia dan reaksi efek samping(3).

Berdasarkan Cochrane tahun 2014, dilakukan review terhadap penggunaan dan efektifitas penggunaan kortikosteroid pada pasien dengue related-shock dan efektifitas kortikosteroid terhadap pencegahan severe dengue pada pasien dengue early stage (4)(5). Penelitian ini menggunakan 8 studi RCT dengan total 948 partisipan anak dan dewasa yang didiagnosa dengue early stage dan pasien dengue related shock. Untuk penelitian tentang dengue related shock diinklusi 4 studi RCT dengan 284 partisipan anak berusia <15 tahun. Kortikosteroid yang diteliti sebagai kelompok intervensi yakni dengan bentuk sediaan intravena dari methylprednisolone dan hydrocortisone hemisuccinate. Kelompok kontrol yakni placebo atau tidak diberikan kortikosteroid. Outcome utama yang diteliti yakni kematian dan secondary outcome yang diteliti untuk pasien dengue related shock adalah transfusi darah, komplikasi seperti pulmonary haemorrhage dan convulsion, durasi shock (jam) dan lama rawat inap. Hasil penelitian ini pada outcome kematian menunjukkan bahwa kortikosteroid tidak memberikan manfaat yang signifikan secara statistik berdasarkan 2 studi (Sumarmo 1982 dan Tassniyom 1993), studi Pongpanich 1973 menunjukkan tidak ada yang meninggal pada kelompok intervensi dan kontrol, studi Min 1975 menunjukkan pengobatan kortikosteroid secara signifikan menurunkan resiko kematian. Total 4 studi tersebut

Page 3: makalah tropdis

menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid pada outcome kematian tidak memberikan manfaat secara signifikan dengan RR 0,68 (0,42-1,11) CI 95%. Untuk outcome transfusi darah tidak terdapat perbedaan secara signifikan antara kelompok korikosteroid dengan kontrol pada 2 studi (Pongpanich 1973 dan Tassniyom 1993) dengan RR 1,08 (052-2,24) CI 95%. Pada outcome komplikasi pulmonary haemorrhage dan convulsion juga tidak terdapat perbedaan signifikan antara 2 kelompok, pada komplikasi pulmonary haemorrhage RR 0,97(0,06-14,82) CI 95% sedangkan pada outcome komplikasi convulsion RR 6,79 (0,36-126,24) CI 95%. Pada outcome lama rawat inap dilaporkan rata-rata rawat inap pada studi Tassniyom 1993 yakni 7,3 hari pada kelompok kortikosteroid dan 6,3 hari pada kelompok placebo, tanpa perbedaan signifikan antara kedua grup RR 1,10( -1,83-4,03) CI 95%. Pada penelitian Min 1975 juga meneliti outcome durasi shock (jam) dengan hasil signifikan menurunkan durasi shock pada hydrocortisone hemisuccinate iv dibandingkan tidak diterapi walaupun pada studi lainnya seperti Pongpanich 1973 memberikan hasil yang berlawanan. Kesimpulan dari studi Cochrane terhadap 4 studi yang meneliti penggunaan kortikosteroid pada pasien dengue related shock tidak siginifikan memberikan manfaat terhadap outcome. Selain itu, 4 studi yang dirangkum bukan merupakan studi baru (sebelum 1988), jumlah partisipan yang sedikit meningkatkan resiko bias, partisipannya merupakan anak berusia <15 tahun di Asia tenggara juga salah satu keterbatasan studi ini. Hasil penelitian Cochrane 2014 dirangkum pada tabel berikut:

Kesimpulan dari studi literatur yang telah saya dapatkan berdasarkan penelitian dan review terkini bahwa belum ada bukti dengan level of evidence yang kuat mengenai efektifitas penggunaan kortikosteroid pada penyakit DSS, dimana efektifitas kortikosteroid tidak signifikan dibandingkan komparatornya dalam mengatasi outcome pada kasus DSS

Page 4: makalah tropdis

Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control. Spec Program Res Train Trop Dis [Internet]. 2009;x, 147. Available from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf

2. Premaratna R, Rodrigo KMDJ, Anuratha a., de Alwis VKD, Perera UDC a, de Silva HJ. Repeated dengue shock syndrome and “dengue myocarditis” responding dramatically to a single dose of methyl prednisolone. Int J Infect Dis [Internet]. International Society for Infectious Diseases; 2012;16(7):e565–9. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijid.2012.02.014

3. Tam DTH, Ngoc T V., Tien NTH, Kieu NTT, Thuy TTT, Thanh LTC, et al. Effects of short-course oral corticosteroid therapy in early dengue infection in vietnamese patients: A randomized, placebo-controlled trial. Clin Infect Dis. 2012;55(9):1216–24.

4. S R. Corticosteroids in the treatment of dengue illness. Trans R Soc Trop Med Hyg [Internet]. 2009;122–6. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.trstmh.2008.07.022

5. Panpanich R, Sornchai P, Kanjanaratanakorn K. Corticosteroids for treating dengue shock syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2006;3(3):CD003488.