Upload
rona-qurrotul-aina
View
216
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
malnutrisi
Citation preview
MARASMUS KWARSHIORKOR
II.1 DEFINISI
Kurang Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan
patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defesiensi energi saja atau
protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif yang biasanya sebagai akibat atau
berhubungan dengan beberapa faktor penyebab penyakit infeksi (1).
II.2 EPIDEMIOLOGI
Riskesdas 2010 menunjukkan jumlah wilayah yang memiliki persentase penderita gizi
kurang dan buruk, sekitar 8 provinsi telah mencapai presentase kurang dari 15% . Sementara 15
provinsi lainnya memiliki presentase lebih dari 20%. Secara umum, persentase penderita gizi
buruk mengalami penurunan dari 7,2 persen pada tahun 1989 menjadi 4,9 persen pada 2010.
Dengan tren peningkatan tersebut, angkanya dinilai sudah mendekati target yang ditetapkan
dalam MDGs 2015 yakni 3,6 persen(2).
II.3 ETIOLOGI
Kurang Energi-Protein merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu, ada beberapa
faktor pendukung penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain, faktor diet, faktor sosial,
kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan(3).
II.4. KLASIFIKASI KURANG ENERGI PROTEIN
Tujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, sehingga dapat
menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut(3).
II.4.1 Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP
a. Klasifikasi menurut Gomez
Klasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan
berat badan yang diharapakan pada anak sehat yang seumur. Sebagai baku patokan
dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945). Gomez
mengelompokkan KEP dalam KEP ringan, sedang, dan berat(3).
1
Tabel 2.1. Klasifikasi KEP menurut Gomez(3)
Derajat KEP Berat Badan % dari baku*
0 = normal ≥ 90 %
1 = ringan 89-75 %
2 = sedang 74-60 %
3 = berat < 60 %
*Baku = persentil 50 Harvard
b. Modifikasi Bengoa atas Klasifikasi Gomez
Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez, yang
hanya didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan edema, tanpa
menlihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam derajat 3. Penderita
kwarsiorkor berat badannya jarang menurun hingga kurang dari 60% disebabkan oleh
adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya tidak mengurang sebanyak
seperti pada keadaan marasmus. Padahal kwarshiorkor merupakan penyakit yang serius
dengan angka kematian tinggi(3).
c. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.
Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-program
pangan dan gizi serta kesehatan masyarakat, maka Lokakarya Antropometri Gizi
Departemen Kesehatan R.I yang diadakan pada tahun 1975 membuat keputusan yang
merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang
ditetapkan Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi
kurang, dan gizi buruk(3).
Tabel 2.2. Klasifikasi KEP menurut Dep.Kes (1975) (3)
Derajat KEP Berat badan % dari baku*
0 = normal ≥ 80%
1 = gizi kurang 60-79 %
2 = gizi buruk < 60 %
*Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard.
2
II.4.2 Klasifikasi menurut tipe
Klasifikasi ini menggolongkan KEP menurut tipenya: gizi kurang, marasmus,
kwarshiorkor, dan marasmus-kwarshiorkor. Gizi buruk juga dapat dikaslifikasikan
berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut:
1. Marasmus (atrofi, infantile, kelemahan, insufisiensi nutrisi bayi (athrepesia))
Malnutrisi berat pada bayi sering terdapat di daerah dengan makanan yang tidak
cukup atau hygiene jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit klinis
yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis
marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak
cukup. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan yang tidak tepat seperti pada
hubungan orang tua dan anak yang terganggu, atau karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan
malnutrisi(4).
2. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein kalori, kwarshiorkor).
Kwarshiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat
(MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari
kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolic yang disebabkan oleh
infeksi kronis, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda
dan gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan menonjol di dunia saat
ini terutama pada daerah industri belum berkembang. Kwarshiorkor berarti ‘anak
tersingkirkan’ yaitu anak yang tidak lagi mengisap, dapat menjadi jelas sejak masa
bayi sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sudah menyapih dari ASI. Walaupun
penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak
akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal(4).
II.5. PATOFISIOLOGI
Kurang Energi-Protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan
energi dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG), dan
biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Makanan dengan
3
kadar gizi yang tidak adekuat akan menyebabkan tubuh memakai cadangan makan untuk
menghasilkan energy. Pemakaian cadangan makanan ini dimulai dengan pembakaran
cadangan karbohidrat, bila karbohidrat habis, maka tubuh akan membakar cadangan lemak,
dan terakhir tubuh akan membakar cadangan protein setelah cadangan lemak habis. Bila
terjadi stress metabolik (infeksi), maka kebutuhan protein akan meningkat sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif. Apabila kondisi tersebut terjadi pada status gizi
diatas -3 SD (-2 SD—3 SD) maka terjadi kwarshiorkor. Bila stess metabolik terjadi pada
status gizi dibawah -3 SD, maka terjadilah marasmus-kwarshiorkor. Bila kekurangan ini
dapat diataptasi secara terus-menerus sampai dibawah -3 SD, maka akan terjadi marasmus.
Dengan demikian, pada malnutisi dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot,
penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekabalan tubuh
dan berbagai sistem enzim(5).
Pada keadaan marasmus yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti
disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan
demikian merupakan suatu proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak
terpenuhi pada intake yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan
protein tubuh sebagai sumber energi(5).
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolisme dan perubahan sel
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi
katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh
jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan
menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat
dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan
disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya
pembentukan albumin oleh hati, sehingga kemudian timbul edema(5).
II.6. GAMBARAN KLINIS
4
Anak dengan Kurang Energi-Protein ringan dan sedang hanya terlihat kurus sebagai
gejala klinisnya. Namun, untuk gejala klinis KEP buruk secara garis besar dapat dibedakan
menjadi marasmus, kwarshiorkor, dan marasmic-kwarshiorkor(3,4,5).
a. Marasmus
Tampak sangat kurus, hanya tulang berbungkus kulit.
Wajah seperti orang tua (old man face).
Cengeng, rewel.
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
Perut cekung.
Iga gambang.
Sering disertai penyakit infeksi kronis berulang, diare kronik, atau susah buang air
besar.
b. Kwarshiorkor
Edema, umumnya pada seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki.
Wajah bulat dan sembab.
Pandangan mata sayu.
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok.
Signa de bandera merupakan kelainan rambut yang rumbuh dengan warna
berbeda bergantung kepada asupan makanan yang masuk pada saat rambut
tersebut akan tumbuh.
Perubahan status mental, apatis, dan rewel.
Pembesaran hati.
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk.
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
c. Marasmus – Kwarshiorkor.
5
Penyakit marasmic – kwarshiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwarshiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping
menurunnya berat badan dibawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda
kwarshiorkor berupa edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan terlihat pula kelainan
biokimiawi (3,4,5).
II.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk KEP berat/Gizi buruk dengan menggunakan 10 langkah dalam
penatalaksanaan KEP(4,6,7,8,9,10).
Tabel 2.6.Tatalaksana Gizi Buruk(5).
a. Sepuluh Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat/Gizi Buruk
1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi (Gula Darah < 54 mh/dl)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP
berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah, kesadaran
menurun, keringat dingin, pucat, lemah, dan bisa terjadi kejang. Terapi dengan
menggunakan dextrose 10% 50 ml. Bila anak sadar, berikan 1 sendok teh gula
6
ditambah 3,5 sendok makan air dan berikan tiap 2 jam. Bila anak tidak sadar, gunakan
sonde. Evaluasi setiap 30 menit, apabila masih hipoglikemi ulangi pemberian(5).
2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia (suhu tubuh <36o C)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36o C. Pada
keadaan seperti ini, anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain dapat mendekap anak didadanya dan ditutupi dengan selimut
(Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernapas(5).
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan
lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh telalu dekat apalagi sampai menyentuh
anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu tubuh melalui dubur
setiap 30 menit sekali. Jika suhu tubuh sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan
selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali kedalam kondisi
hipotermia(5).
3. Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi (Kekurangan Cairan) (5)
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi
buruk dengan dehidrasi adalah:
Terdapat riwayat diare sebelumnya.
Anak sangat kehausan.
Mata cekung.
Nadi lemah.
Tangan kanan dan kiri teraba dingin.
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
Jika anak masih menyusu, teruskan pemberian ASI dan berikan setiap 30
menit sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan)
setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi khusus untuk KEP
disebut ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70 – 100
7
ml/KgBB dalam 2 jam, atau 5 ml/KgBB tiap 30 menit dalam 2 jam
pertama kemudian 5-10 ml/KgBB dalam 4-10 jam berikutnya. Kemudian
monitor tanda-tanda vital, diuresis, frekuensi BAB atau muntah. Evaluasi
pemberian cairan jika frekuensi nadi dan nafas meningkat.
Jika tidak ada ReSoMal, untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunaka oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
dapat dilakukan dengan pemberian cairan secara intravena dengan
menggunakan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dengan perbandingan 1:1.
4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit.
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya:
Kelebihan natrium (Na)tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg).
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema, dan untuk pemulihan
keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Pemberian elektrolit
dapat dilakukan dengan cara:
Makanan tanpa diberi garam atau rendah garam.
Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan
menambahkan 1 liter air) ditambah 4 gr KCl dan 50 gr gula atau bila balita KEP
bisa makan, berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral (Zn,
Cuprum, Mangan, Mg, K) dalam bentuk makanan lunak.
Contoh makanan sumber mineral:
Sumber zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.
Sumber cuprum: daging, hati.
Sumber mangan: beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber magnesium: kacang-kacangan, bayam.
Sumber kalium: jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel, alpukat, bayam,
daging tanpa lemak(5).
8
5. Mencegah dan Mengatasi Infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda umum yang menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/gizi
buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut(5):
Tabel. 2.7. Dosis Antibiotik Spektrum Luas
Umur atau
Berat Badan
Kotrimoksazol
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2x/hari selama 5 hari
Amoksisilin
3x/hari untuk 5
hari
Tablet dewasa
80 mg
trimetoprim +
40 mg
sulfametksazol
Tablet anak
20 mg
trimetoprim +
100 mg
sulfametoksazol
Sirup/5 ml
40 mg
trimetoprim +
200 mg
sulfametoksazol
Sirup
125 mg/5m
2-4 bulan
(4-< 6 kg)
¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 – 12 bulan
(6- < 10 kg)
½ 2 5 ml 5 ml
12 bulan – 5
tahun (10- <
19 Kg)
1 3 7,5 ml 10 ml
Vaksinasi campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan.
Catatan:
Mengingat pasien KEP berat/ gizi buruk pada umumnya juga menderita infeksi,
maka pengobatan dilakukan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih
parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi, segera rujuk ke Rumah
Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang
dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan
9
metronidazole 7,5 mg/KgBB setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut
segera rujuk ke rumah sakit.
6. Pemberian Makanan pada Balita KEP berat/ Gizi buruk.
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, antara lain fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Fase Stabilisasi
Pada fase awal stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa, sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal saja(5,6).
Formula khusus yang dianjurkan seperti Formula WHO
75/modifikasi/Modisco ½ dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan
diet sebagai berikut:
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.
Energi: 100 kkal/kg/hari.
Protein: 1-1,5 gr/kgbb/hari
Cairan: 130 ml/kgbb/hari (jika edema berat: 100 ml/kgbb/hari)
Bila anak masih mendapatkan ASI teruskan pemberiannya, dianjurkan
memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan
cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet.
Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.
Keterangan:
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula dapat lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam).
10
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula
tersebut pada pipa nasogastrik (dengan keterampilan petugas).
Pada fase ini jangan diberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hari.
Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 frekuensi pemberian formula diturunkan
setiap jam dan pada hari ke-5 sampai hari ke-7 diturunkan lagi setiap 4
jam.
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke-7 (akhir minggu 1).
Pantau dan catat:
Jumlah yang diberikan dan sisanya.
Banyaknnya muntah
Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
Berat badan harian
Selama fase ini, diare secara perlahan-lahan berkurang pada penderita
edema, mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan
naik.
7. Perhatikan Masa Tumbuh Kejar Balita (Catch-up Growth) (5,6,7)
Pada fase ini, meliputi fase transisi dan fase rehabilitasi.
Fase Transisi (minggu ke-2).
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1,0 gr/100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 gr/100 ml)
dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi makanan keluarga dapat digunakan
asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap hari, sampai hanya sedikit formula yang
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).
11
Pemantauan pada fase transisi:
o Frekuensi nafas
o Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan nadi detak nafas > 5x/menit dan denyut nadi >
25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi
volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan
volume seperti sebelumnya.
o Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
Setelah fase transisi terlampaui, anak diberikan:
Formula WHO 100/pengganti Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
Energi: 150-220 Kkal/kgbb/hari.
Protein 4-6 gr/kgbb/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI, ditambah dengan
makanan formula, karena energi dan protein ASI tidak akan cukup untuk
tumbuh kejar.
Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
Pemantauan Fase Rehabilitasi(5,6,7)
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan:
Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
Setiap minggu, kenaikan berat badan dihitung.
Baik bila kenaikan BB ≥ 50 gr/kgbb/minggu.
Kurang bila kenaikan BB < 50 gr/kgbb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
Tabel 2.8. Tahapan Pemberian Diet.
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75, FORMULA WHO 100 ATAU
12
PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)
MAKANAN KELUARGA
8. Lakukan Penaggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro.
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mnegalami kekurangan vitamin dan
mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, namun jangan tergesa-gesa dalam
memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat
badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke-2). Pemberian Fe pada masa
stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya(5,6,7).
Berikan setiap hari:
Tambahkan multivitamin lain.
Bila berat badan mulai naik, berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat
atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut.
Tabel 2.9. Dosis pemberian Tablet Besi (Fe) Folat dan Sirup Besi
UMUR DAN
BERAT
BADAN
TABLET BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg +0,25
mg Asam Folat, diberikan
3x/hari
SIRUP BESI
Sulfa ferosus 150 ml,
diberikan 3x/hari
6 – 12 bulan
(7- < 10 kg)
¼ tablet 2,5 ml ( ½ sendok teh)
12 bulan – 5
tahun
½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita cacingan, berikan Pirantel Pamoat dengan dosis
tunggal sebagai berikut:
Tabel 2.10. Pemberian Pirantel Pamoat.
Umur atau Berat Badan Pirantel Pamoat (125 mg/tablet)
13
dosis tunggal
4 bulan – 9 bulan (6 - < 8 kg) ½ tablet
9 bulan – 1 tahun (8 - < 10 kg) ¾ tablet
1 tahun – 3 tahun (10 - < 14 kg) 1 tablet
3 tahun – 5 tahun (14 - < 19 kg) 1 ½ tablet
Anak juga dapat menderita defisiensi vitamin A. Gejalanya dapat berupa
konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot, ulkus kornea, dan
keratomalasia.
Gambar 4. Bercak Bitot pada mata
Oleh karena itu, untuk pencegahan dapat diberikan vitamin A dengan dosis
sebagai berikut:
Tabel 2.11. Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
Umur Dosis
< 6 bulan
6 – 12 bulan
1-5 tahun
50.000 (1/2 kapsul biru)
100.000 ( 1 kapsul biru)
200.000 (1 kapsul merah)
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A
9. Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional(5,6,7)
14
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenannya diberikan:
Kasih sayang
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
Rencanakan aktivitas fisik segera setelah sembuh
Tingkatkan ketelibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dll)
10. Persiapan untuk Tindak Lanjut di Rumah
Bila berat anak sudah berada di garis warna kuning, anak dapat dirawat di rumah
dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan desa. Pola makan yang
baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan dan
ikuti pemberian makanan, dan aktivitas bermain(5.6,7).
Nasihatkan kepada orang tua untuk:
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur ke
puskesmas.
Pelayanan di PPG untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti
nasihat pemberian makanan, berat badan anak harus selalu di timbang setiap
bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
Pemberian makanan yang sering dengan kandungan energi dan nutrient yang
padat.
Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau posyandu.
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal.
Anjurkan pemerian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI)
sesuai umur anak setiap bulan Februari dan Agustus.
II.8 PENYAKIT PENYERTA GIZI BURUK
Diare
15
Pada gizi buruk, sering terjadi diare karena mukosa usus yang tidak dapat berfungsi
dengan baik. Selain itu, karena tidak adanya makanan yang masuk, asam lambung dapat
dengan mudah masuk ke usus halus, sehingga merusak mukosa usus halus.
Cacingan
Pada gizi buruk, terdapat pertahanan tubuh yang kurang terhadap berbagai macam
penyakit. Sehingga bila anak memakan makanan yang tidak bersih, terutama telah
terkontaminasi oleh cacing, maka cacing tersebut dapat dengan leluasa untuk
berkembang biak.
TB paru
Kuman TB merupakan kuman yang lemah, namun kuman ini dapat berkembang biak
didalam penjamu yang rentan. Pada gizi buruk, pertahanan tubuh terhadap penyakit
sangat kurang, sehingga kuman TB dapat berkembang biak dengan baik.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Sujana IW. Kekurangan Energi Protein. Ikatan Dokter Indonesia Jembrana Bali [IDI
JEMBRANA website]. April 14, 2011 (cited 2013, April 27). Available at:
http://www.idijembrana.or.id/index.php?module==artikel&kode==10
2. Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis. Penyakit KEP (Kurang Energi-Protein). Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 1990. p.95-139.
3. Behrman RE, Kleigman R, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th edition.
Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2009 p.225-32.
4. Israr YA, Putra CA, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Gizi Buruk (severe
malnutrition) [FK UNRI website]. 2009 (cited 2013, April 27). Available at:
http://www.Files-of-DrsMed.tk
5. Depkes RI. Buku Bagan Tatalaksana Gizi Buruk Anak Gizi Buruk. Jilid 1. Jakarta:
Departemen Kesehatan; 2003.
6. WHO. Management of the Child with a Serious Infection or Severe Malnutrition. WHO;
2000. P.80-91
17