29
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang ditransmisikan oleh nyamuk Anopheles yang terinfeksi. 1 Istilah malaria diambil dari bahasa Italia, yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk karena dahulu terdapat banyak rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. 2 Padahal sebenarnya ada empat spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia yaitu P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan P.malariae. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat. 3 Angka kematian malaria mencapai 1-3 juta setiap tahunnya. Di Amerika, Kanada, Eropa dan Rusia, penyakit ini sudah berhasil dieradikasi, tetapi belum pada daerah tropis termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dengan 6 juta kejadian klinis dan 700 kematian setiap tahunnya. Pada 1998, 46,2% total populasi Indonesia berada pada daerah endemik malaria. 4 Faktor penting transmisi malaria pada asia tenggara termasuk perubahan lingkungan seperti fisik, biologis dan sosial. Lokasi di mana dapat ditemukan tergantung pada faktor iklim seperti suhu, kelembaban, dan hujan. Malaria ditransmisikan pada area tropis dan subtropis yang mana nyamuk anopheles dapat bertahan hidup dan berkembang biak serta parasit penyebab malaria dapat melengkapi siklus pertumbuhannya. Suhu sangat besar perannya. Pada suhu di bawah 20⁰C, Plasmodium falcifarum tidak dapat menyelesaikan siklus pertumbuhannya sehingga tidak bisa ditransmisikan. Pada banyak negara endemik malaria, transmisi malaria tidak dapat terjadi pada ketinggian yang sangat tinggi, selama musim dingin, pada padang pasir (kecuali oasis)serta pada daerah yang memiliki program pengontrolan dan eliminasi malaria yang baik. Semakin dekat dengan ekuator, transmisi bisa terjadi makin sering. Pada daerah yang lebih dingin, transmisi terjadi lebih jarang dan tergantung musim. P.vivak lebih sering terjadi di sana karena lebih toleran terhadap suhu yang tidak stabil. 5 Keadaan lingkungan yang memiliki danau air payau, genangan air di hutan, pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu derah meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena merupakan tempat hidup yang baik bagi nyamuk anopheles. 2 Di Indonesia, malaria dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian 1800 m di atas permukaan laut. Spesies yang banyak dijumpai adalah P.falcifarum dan P.vivax. P. malariae dijumpai di Indonesia bagian timur sedangkan P.ovale pernah ditemukan di Papua dan Nusa Tenggara Timur. 2 Epidemiologi Morbiditas dan mortalitas karena malaria lebih tinggi pada masa anak-anak. Imunitas melawan infeksi ini sulit untuk menangani infeksi terutama pada daerah yang mengalami holoendemik atau hiperendemik. Pada orang dewasa, kebanyakan infeksi malaria bersifat asimptomatik. Peningkatan kejadian malaria terjadi pada musim hujan ketika nyamuk berkembang. Epidemi dapat berkembang saat ada perubahan lingkungan, ekonomi, atau kondisi sosial seperti hujan lebat yang diikuti dengan musim kemarau atau migrasi dari daerah non malaria ke daerah yang tranmisinya tinggi. Faktor-faktor penentu epidemiologi malaria di antaranya adalah jumlah, kebiasaan menggigit manusia dan masa

Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mlria

Citation preview

Page 1: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang ditransmisikan oleh nyamuk Anopheles yang terinfeksi. 1 Istilah malaria diambil dari bahasa Italia, yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk karena dahulu terdapat banyak rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. 2Padahal sebenarnya ada empat spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia yaitu P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan P.malariae. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina. Plasmodium  malaria penyebab malaria quartana. Plasmodium ovale  jenis ini  jarang sekali dijumpai di  Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat. 3

Angka kematian malaria mencapai 1-3 juta setiap tahunnya. Di Amerika, Kanada, Eropa dan Rusia, penyakit ini sudah berhasil dieradikasi, tetapi belum pada daerah tropis termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dengan 6 juta kejadian klinis dan 700 kematian setiap tahunnya. Pada 1998, 46,2% total populasi Indonesia berada pada daerah endemik malaria. 4 Faktor penting transmisi malaria pada asia tenggara termasuk perubahan lingkungan seperti fisik, biologis dan sosial.

Lokasi di mana dapat ditemukan tergantung pada faktor iklim seperti suhu, kelembaban, dan hujan. Malaria ditransmisikan pada area tropis dan subtropis yang mana nyamuk anopheles dapat bertahan hidup dan berkembang biak serta parasit penyebab malaria dapat melengkapi siklus pertumbuhannya. Suhu sangat besar perannya. Pada suhu di bawah 20⁰C, Plasmodium falcifarum tidak dapat menyelesaikan siklus pertumbuhannya sehingga tidak bisa ditransmisikan. Pada banyak negara endemik malaria, transmisi malaria tidak dapat terjadi pada ketinggian yang sangat tinggi, selama musim dingin, pada padang pasir (kecuali oasis)serta pada daerah yang memiliki program pengontrolan dan eliminasi malaria yang baik. Semakin dekat dengan ekuator, transmisi bisa terjadi makin sering. Pada daerah yang lebih dingin, transmisi terjadi lebih jarang dan tergantung musim. P.vivak lebih sering terjadi di sana karena lebih toleran terhadap suhu yang tidak stabil.5

Keadaan lingkungan yang memiliki danau air payau, genangan air di hutan, pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu derah meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena merupakan tempat hidup yang baik bagi nyamuk anopheles. 2

Di Indonesia, malaria dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian 1800 m di atas permukaan laut. Spesies yang banyak dijumpai adalah P.falcifarum dan P.vivax. P. malariae dijumpai di Indonesia bagian timur sedangkan P.ovale pernah ditemukan di Papua dan Nusa Tenggara Timur. 2

Epidemiologi

Morbiditas dan mortalitas karena malaria lebih tinggi pada masa anak-anak. Imunitas melawan infeksi ini sulit untuk menangani infeksi terutama pada daerah yang mengalami holoendemik atau hiperendemik. Pada orang dewasa, kebanyakan infeksi malaria bersifat asimptomatik. Peningkatan kejadian malaria terjadi pada musim hujan ketika nyamuk berkembang. Epidemi dapat berkembang saat ada perubahan lingkungan, ekonomi, atau kondisi sosial seperti hujan lebat yang diikuti dengan musim kemarau atau migrasi dari daerah non malaria ke daerah yang tranmisinya tinggi.

Faktor-faktor penentu epidemiologi malaria di antaranya adalah jumlah, kebiasaan menggigit manusia dan masa hidup nyamuk anopeles. Tidak semua dari >400 spesies nyamuk anopeles dapat mentransmisikan malaria. Masa hidup nyamuk sangat penting karena siklus hidup parasit yang terjadi di dalam nyamuk, dari gametosit sampai sporogoni mencapai 8-30 harim tergantung suhu sekitar sehingga untuk bisa mentransmisikan malaria, nyamuk harus bisa bertahan hidup selama >7 hari. Secara umum, pada suhu di bawah 16-18⁰C, sporogoni tidak terbentuk secara komplet dan transmisi tidak terjadi. Namun, dilaporkan juga bahwa malaria dapat terjadi pada daerah yang tinggi (>1500 m).

Sebagian besar kematian disebabkan oleh spesies P.falcifarum. Infeksi berawal saat ada seseorang digigit oleh seekor nyamuk anopeles betina yang di dalam salivanya terkandung sporozoit dari plasmodium. Selain itu, malaria dapat memular juga secara vertikal dari ibu ke janin serta transfusi darah.2Bentuk parasit malaria yang bersifat motil ini segera terbawa aliran darah ke hati, kemudian menginvasi sel parenkim hati dan memulai fase reproduksi aseksual. Proses perbanyakan diri ini dikenal sebagai intrahepatik, preeritroskistozogoni atau merogoni. Satu sporozoit dapat menghasilkan 10.000-30.000 merozoit. Sel hati yang terinfeksi akan membengkak kemudian pecah sehingga menyebarkan plasmodium ke aliran darah. Selanjutnya, merozoit akan menginvasi sel darah merah dan memperbanyak diri sebanyak enam sampai 20 kali setiap 48-72 jam. Tahap simptomatik dari infeksi ini terjadi saat parasit mencapai 50/ЦL darah. Pada P.vivax dan P.ovale, proporsi bentuk intrahepatik tidak membelah dengan cepat, melainkan mengalami masa dorman selama 3 minggu sampai satu tahun atau bahkan lebih sebelum memulai reproduksi. Bentuk dorman yang disebut sebagai hipnozoit ini merupakan penyebab karakteristik relaps pada kedua spesies ini.

Siklus Hidup

Saat masuk ke dalam aliran darah, merozoit dengan segera menginvasi sel darah merah dan menjadi tropozoit. Penempelan organisme ini dimediasi oleh reseptor spesifik pada permukaan eritrosit. Pada P.vivax, reseptor ini berkaitan dengan kelompok antigen darah Duffy Fγa atau Fγb. Kebanyakan penduduk afrika barat dan orang-orang yang berasal dari daerah yang membawa fenotip Duffy negatif akan resisten terhadap P.vivax.

Page 2: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Selama tahap awal perkembangan intraeritrosit, bentuk cincin kecil dari parasit ini dapat muncul pada mikroskop cahaya. Ketika tropozoit ini membesar, karakteristik dari spesiesnya akan semakin jelas, pigmen dapat dilihat, dan parasit nampak dalam bentuk yang tidak teratur atau ameboid. Pada akhir siklus hidup 48 jam intraeritrosit (pada P.malariae mencapai 72 jam), parasit telah mengkonsumsi semua hemoglobin yang ada di dekatnya dan tumbuh menduduki kebanyakan sel darah merah. Tahap itu disebut sebagai skizont. Selanjutnya eritrosit dapat mengalami ruptur melepaskan 6-30 anakan merozoit, yang berpotensi menginvasi sel darah merah lainnya dan mengulangi siklus. Penyakit pada manusia disebabkan oleh efek langsung dari invasi dan hancurnya sel darah merah oleh parasit tahap aseksual dan reaksi dari pejamu. Sesudah beberapa kali siklus (P.falcifarum) atau segera setelah pelepasan dari hati (P.vivax, P.ovale dan P.malariae), beberapa parasit berkembang menjadi bentuk yang berbeda berupa gametosit yang dapat mentransmisikan malaria. Gametosit merupakan bentuk seksual yang dapat hidup lebih lama.

Sesudah dihisap berbarengan dengan darah, gametosit akan membentuk zigot pada usus tengah nyamuk anopeles betina, Zigot ini akan dewasa menjadi ookinet, yang dapat melakukan penetrasi atau membentuk kista pada dinding perut nyamuk. Selanjutnya, ookis akan semakin banyak dengan pembelahan secara aseksual sampai pecah membebaskan banyak sekali sporozoit yang motil yang akan bermigrasi ke hemolimfe ke kelenjar saliva.

Perubahan Eritrosit pada Maria

Sesudah invasi eritrorit, parasit secara progres akan mengkonsumsi dan mendegradasi protein intraseluler, terutama hemoglobin. Kemungkinan efek toksin dari heme dinetralkan oleh polimerisasi menjadi hemozoin (pigmen malaria). Parasit juga mengubah membran eritrosit dengan mengubah protein transport yang akan mengekspos permukaan kriptik antigen dan inserti protein baru yang diturunan parasit. Sel darah merah menjadi tidak teratur bentuknya, dan lebih antigenik.

Pada infeksi P.falcifarum, pembengkakan permukaan eritrosit terjadi dalam 12-15 jam sesudah invasi sel. Knob terbentuk menonjolkan protein membran eritrosit adesif (PfEMP) yang memiliki berat molekul tinggi, bersifat antigenik, dan spesifik strain. PfEMP memediasi penempelan terhadap reseptor pada endotel venule dan kapiler (sitoadherence). Reseptor ICAM-1 yang penting pada otak dan kondroitin sulfat B pada plasenta serta CD36 pada organ lain dianggap memiliki peran terhadap kejadian ini. Eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan dapat menyumbat kapiler serta venule. Pada tahap yang sama, eritrosit yang terinfeksi P.falcifarum juga dapat menempel pada eritrosit lain yang belum terinfeksi membentuk roset serta terhadap eritrosit lain yang juga terinfeksi (aglutinasi). Hal inilah yang menjadi patogenesis utama pada malaria falcifarum. Akibat dari penyumbatan, terjadi gangguan metabolisme dan sirkulasi mikro terutama pada organ vital seperti otak.

Selanjutnya, sekuestrasi parasit akan mencapai pertahanan utama dari pejamu berupa filtrasi dan pemrosesan pada limfe. Akibatnya, hanya bentung cincin yang muda yang bersirkulasi pada darah tepi pada malaria falcifarum, dan kadar parasitemia perifer dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah parasit sebenarnya di dalam tubuh. Malaria yang berat berkaitan dengan penurunan deformabilitas eritrosit yang tidak terinfeksi yang semestinya bisa membantu mereka untuk lolos dari kapiler dan venule yang tersumbat sebagian. Juga, terjadi penurunan jangka waktu hidup dari eritrosit.

Pada ketiga bentuk lain malaria, tidak terjadi proses sekuestrasi ini. Semua tahapan perkembangan parasit dapat ditemukan pada apusan darah tepi. P.vivax, P,ovale, dan P.malariae menunjukan predileksi baik pada eritrosit muda (P.vivax, P.ovale) atau sel tua (P.malariae) dan menghasilkan kadar parasitemia yang jarang lebih dari 2%. Sementara itu, P.falcifarum dapat menginfeksi eritrosit semua usia dan berkaitan dengan parasitemia kadar tinggi.

Respon Pejamu

Infeksi plasmodium awalnya akan direspon dengan pengaktifan mekanisme pertahanan non spesifik. Fungsi imunologis dan penyaringan limfe ditingkatkan pada malaria dan pembuangan eritrosit yang terinfeksi maupun tidak akan dipercepat. Sel yang terinfeksi lolos dari pembuangan limfe akan dihancurkan saat skizon ruptur. Materi yang dilepaskan akan menginduksi aktifasi makrofag dan pelepasan sel mononuklear proinflamatori yang akan menyebabkan demam dan efek patologis lain.  Suhu ≥ 40⁰C merusak parasit yang matang. Pada infeksi yang tidak ditangani, efek suhu tersebut akan bersinkronisasi dengan siklus parasit sehingga menghasilkan puncak demam teratur dan kekakuan yang berbeda-beda tergantung spesies plasmodiumnya. Pola demam teratur ini dapat berupa tertian (tiap 2 hari), quartan (tiap 3 hari) yang jarang muncul pada pasien yang mendapatkan penatalaksanaan malaria.

Proteksi terhadap malaria falcifarum justru bisa terjadi pada mereka yang mengalami penyakit sel sabit, thalasemia, dan defisiensi G6PD. Penurunan resiko ini berkaitan dengan kegagalan parasit untuk tumbuh pada kondisi erotrosit yang tidak normal seperti rendahnya kadar oksigen pada penderita HbA/S.

Mekanisme pertahanan non spesifik akan menghentikan ekspansi dari infeksi sedangkan respon imun spesifik akan mengontrol infeksi tersebut. Eksposure terhadap strain yang cukup dapat memberikan perlindungan terhadap resiko parasitemia level tinggi dan penyakitnya tetapi tidak terhadap infeksi. Hasil dari tahapan infeksi tanpa sakit (premunition) adalah seringnya parasitemia yang asimptomatik pada dewasa dan anak-anak yang sudah cukup besar yang hidup pada daerah dengan transmisi yang stabil dan intense (area yang holoendemik atau hiperendemik). Imunitas spesifik untuk spesies maupun strain dari parasit berupa imunitas seluler dan humoral.

Page 3: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Namun, mekanisme perlindungannya kurang begitu diketahui. Individu yang mendapatkan kekebalan memiliki peningkatan kadar serum IgM, IgG, dan IgA. Antibodi akan membatasi replikasi invivo dari parasit. IgG yang diberikan secara pasif terbukti dapat mengurangi kadar parasitemia pada anak.

Beberapa faktor dapat mengurangi perkembangan  imunitas seluler terhadap malaria. Fakto tersebut di antaranya tidak adanya MHA pada permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga menghalangi pengenalan langsung terhadap sel T, imun tidak berespon terhadap antigen malaria, dan perbedaan yang besar pada bermacam strain malaria serta kemampuan parasit untuk mengekspresikan varian antigen imunodominan pada permukaan eritrosit yang berganti setiap periode infeksi. Parasit mungkin tetap berada dalam darah dalam sebulan (pada kasus P.malariae dapat beberapa tahun) jika perawatan tidak dilakukan. Kompleksnya respon imun pada malaria, mekanisme lolosnya parasit dari imun, dan kurangnya korelasi in vitor dengan imunitas klinis menyebabkan perkembangan vaksin yang efektif terhadap malaria berjalan lambat.

Manifestasi Klinis

Gejala pertama pada malaria tidak terlalu spesifik seperti merasa kurang enak badan, sakit kepala, kelelahan, rasa tidak enak pada perut, dan nyeri otot yang diikuti dengan demam yang mirip dengan gejala minor pada penyakit yang disebabkan virus. Meskipun sakit kepala dapat berat pada malaria, tidak ada kekakuan leher dan fotofobia sehingga kecurigaan terhadap meningitis dapat disingkirkan. Myalgia dapat nampak menonjol tetapi biasanya tidak seberat pada demam dengue dan otot tidak mengalami tenderness sebagaimana leptospirosis atau tipus. Mual, muntah dan hipotensi ortostatik sangat umum terjadi. Serangan malaria klasik, berupa puncak demam, menggigil dan kekakuan yang terjadi dengan interval yang teratur, jarang terjadi dan berkaitan dengan infeksi P.vivax dan P.ovale. Demam awalnya tidak teratur (pada malaria falcifarum bahkan bisa tidak pernah teratur). Pada individu nonimun dan anak-anak, suhu seringkali naik melebihi 40⁰C dengan takikardi disertai delirium. Meskipun kejang demam dapat terjadi pada malaria, kejang generalized secara spesifik berkaitan dengan malaria falcifarum dan dapat berkembang menjadi penyakit serebri.

Banyak abnormalitas klinis lain yang muncul pada malaria akut, tetapi kebanyakan pasien tanpa komplikasi infeksi hanya menonjukan gejala seperti femam, meriang, anema ringan dan splenomegali. Pada individu non imun dengan malaria akut, limfa dapat diraba setelah beberapa hari, tetapi pembesaran limfe ditemukan dengan proporsi yang tinggi dibandingkan dengan individu yang sehat pada area endemik. Pembesaran ringan pada hati juga umum terjadi terutama pada anak-anak . Jaundice ringan terajadi pada orang dewasa, yang dapat berkembang pada pasien dengan malaria falcifarum yang bahkan tidak mengalami komplikasi. Namun, biasanya akan kembali normal dalam 1-3 minggu. Malaria tidak berkaitan dengan rash seperti pada septicemia meningococcal, tipus,  demam enterik,

exanthem virus, dan reaksi obat. Perdarahan petekie pada kulit atau membran mukosa hanya terjadi pada malaria falcifarum yang berat saja.

Diagnosis malaria dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan darah pasien, baik dengan apusan darah tebal maupun tipis yang menunjukan adanya plasmodium dalam darah. Selain itu, ada metode dipstik menggunakan kertas strip kimia sensitif terhadap protein parasit (PfHRP2)yang dicelupkan ke darah.  Namun, penemuan Plasmodium dalam darah merupakan metode yang dianggap lebih baik. 6

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada malaria di antaranya adalah malaria serebri, hipoglikemi,asidosis,edema pulmonaris non kardiogenik, gangguan ginjal, abnormalitas hematologis, disfungsi hati, dan sebagainya.

a. Malaria serebri

Pada malaria falcifarum dapat terjadi koma. Onsetnya bisa terjadi bertahap atau tiba-tiba diikuti dengan konvulsi. Delirium dan kebiasaan abnormal pada pasien harus diperhatikan dengan serius. Malaria serebri ini dapat bermanifestasi sebagai ensefalopati simetris difus. Tanda fokal jarang nampak. Meskipun resistensi pasif pada fleksi kepala dapat dideteksi, tanda rangsang meningeal jarang terjadi. Mata mungkin mengalami divergensi. Refleks kornea tetap ada kecuali pada koma yang dalam. Tonus otot dapat meningkat atau menurun. Refleks tendon bervariasi dan refleks platar dapat fleksi maupun ekstensi. Selain itu, refleks cremaster dapat menghilang. Postur tubuh yang cenderung fleksi dan ekstensi dapat ditemukan.

Hampir 15% pasien memiliki perdarahan retina. Abnormalitas yang nampak melalui funduskopi lainnya termasuk titik-titik terpisah opaksifikasi retina (30-60%), papiledema (8% di antara anak-anak), cotton wool spots (<5%) dan dekolorisasi pembuluh darah retina atau segmen pembuluh darah.

Kejang yang terjadi berupa kejang umum (generalized) dan sering berulang, terjadi pada setengah anak-anak dengan malaria serebri. Kejang lain juga dapat muncul terutama pada anak-anak dan bermanifestasi sebagai pergerakan mata tonik-klonik repetitif bahkan hipersalivasi. Pada anak-anak, jika sampai terjadi hipoglikemi, anemia berat, kejang berulang, dan koma yang dalam, dapat terjadi residu defisit neurologis ketika mereka sudah kembali sadar. Beberapa di antaranya adalah hemiplegi, cerebral palsy, buta kortikal, tuli, dan gangguan kognisi. Hampir 10% anak-anak yang bertahan dari malaria serebri memiliki defisit bahasa yang persisten. Pada anak-anak tersebut, insiden epilepsi meningkat dan harapan hidup menurun.

b. Hipoglikemi

Page 4: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Hipoglikemi merupakan komplikasi yang penting dan umum terjadi pada malaria yang berkaitan dengan buruknya prognosis serta masalah pada anak-anak dan wanita hamil. Hipoglikemi terjadi karena terjadi kegagalan glukoneogenesis hepatik dan peningkatan konsumsi glukosa oleh pejamu serta parasit. Selain itu, obat-obatan yang digunakan pada mereka yang resisten terhadap kloroquin seperti quinin dan quinidine merupakan stimulan sekresi insulin pankreas. Pada penyakit yang berat, diagnosis klinis hipoglikemi sulit dilakukan karena tanda fisik berupa berkeringat, gooseflesh, dan takikardi tidak nampak dan gangguan saraf yang disebabkan oleh hipoglikemi tidak bisa dibedakan dari yang disebabkan oleh malaria itu sendiri.

c. Asidosis

Asidosis terjadi karena adanya akumulasi asam organik. Hiperlaktatemia umumnya terjadi bersamaan dengan hipoglikemi, Pada orang dewasa, gangguan ginjal juga dapat memicu asidosis. Pada anak-anak, yang berperan adalah ketoasidosis. Jika sampai terjadi pernafasan asidosis, prognosis dinilai buruk. Asidosis laktat disebabkan oleh kombinasi glikolisis anaerob pada jaringan di mana terjadi sekuestrasi parasit dengan produksi laktat oleh parasit serta kegagalan pembersihan laktat oleh hati dan ginjal.

c. Edema Pulmonaris Nonkardiogenik

Kondisi ini dapat terjadi sesudah beberapa hari terapi anti malaria. Patogenesisnya masih kurang begitu jelas. Kondisi ini dapat menjadi efek samping dari pemberian cairan intravena yang besar. Mortality rate mencapai >80%. Edema pumonaris nonkardiogenik ini umum muncul pada malaria vivax yang tidak mengalami komplikasi dengan perbaikan yang sering terjadi.

d. Gangguan ginjal

Gangguan ginjal seringkali terjadi pada orang dewasa dan jarang pada anak-anak. Patogenesisnya berkaitan dengan sekuestrasi eritrosit yang mengganggu mikrosirkulasi dan metabolisme pada ginjal. Secara klinis, sindrom ini bermanifestasi sebagai acute tubular necrosis meskipun nekrosis korteks tidak terjadi. Gagal ginjal akut dapat terjadi secara simultan dengan disfungsi organ vital lain atau dapat pula muncul setelah manifestasi penyakit pada tempat lain mereda. Aliran urin dapat normal dalam 4 hari dan kadar kreatinin serum kembali dalam 17 hari. Dialisis awal atau hemofiltrasi dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup dari pasien terutama yang mengalami gagal ginjal hiperkatabolik akut.

e. Abnormalitas Hematologis

Anemia dapat mempercepat pembuangan sel darah merah oleh limfe, penghancuran eritrosit oleh skozogoni dan eritropoiesis yang tidak efektif. Pada malaria berat, eritrosit yang terinfeksi dan tidak dapat menunjukan penurunan

deformabilitas. Individu non imun dan berada pada area dengan transmisi tidak stabil, anemia dapat berkembang secara cepat sehingga transfusi darah diperlukan. Infeksi malaria berulang dapat menyebabkan pemendekan masa hiduo eritrosit dan terjadi diseritropoiesis. Anemia juga menjadi konsekuensi resistensi obat antimalaria yang terjadi karena infeksi berluang atau berkelanjutan.

f. Disfungsi Hati

Jaundice hemolitik ringan sering terjadi pada malaria. Jaundice yang berat berkaitan dengan infeksi P.falcifarum yang terjadi karena hemolisis, cedera hati, dan kolestasis. Jika disertai dengan disfungsi organ vital lainnya, disfungsi hati menandakan buruknya prognosis. Gangguan hati dapat berkontribusi terhadap hipoglikemia, asidosis laktat, dan gangguan metabolisme obat.

a.      Apa hubungan malaria dengan anemia?

Pada infeksi malaria, derajat anemia yang terjadi

tidak sesuai dengan rasio jumlah sel yang terinfeksi,

namun penyebabnya masih belum jelas. 

Penghancuran eritrosit pada infeksi  malaria

disebabkan lisisnya eritrosit yang mengandung

parasit dan proses autoimun.  Namun tidak satupun

mekanisme diatas yang dapat menjelaskan terjadinya

anemia berat pada malaria.

Salah satu komplikasi dari malaria adalah anemia, hal

ini dikarenakan pada saat plasmodium masih dalam

tahap Torphozoite dan Gametosit terjadi penyerangan

habis habis-habisan ke sel darah merah oleh

torphozoite dan gametosit, padahal sel darah merah

atau eritrosit ini tempatnya hemoglobin, suatu

senyawa yang mengikat oksigen untuk di edarkan ke

seluruh tubuh. Karena banyaknya kerusakan sel

darah merah, maka secara otomatis hemoglobin juga

ikut rusak, rusaknya hemoglobin inilah yang

menyebabkan anemia.

b.      Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari malaria?

Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan

mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut

:

a.      Penghancuran eritrosit. Penghancuran eritrosit ini

tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang

mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis

eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak

Page 5: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia

dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular

yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater

fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.

b.      Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat

skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu

makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan

berbagai mediator yang berperan dalam perubahan

patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada

parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran

cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan

faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu

monokin , ditemukan dalam darah hewan dan

manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan

sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam,

hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada

orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress

syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam

pembuluh darah paru. TNF dapat juga

menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan

dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang

dihinggapi parasit pada endotelium kapiler.

Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan

malaria falciparum akut berhubungan langsung

dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan

beratnya penyakit.

c.      Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang

terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat

membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada

permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung

antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria

dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang

mengandung plasmodium falciparum terhadap

endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga

skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan

di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel

pada endotelium kapiler darah dan membentuk

gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam

alam-alat dalam.

d.      Protein dan cairan merembes melalui membran

kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan

menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia

jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan

kematian. Protein kaya histidin P. falciparum

ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-

kurangnya ada empat macam protein untuk

sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P.

falciparum.

 

Page 6: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Icterus merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna kuning akibat deposisi bilirubin. Normalnya, bilirubin total <1 mg/dL. Untuk diagnosisnya diketahui dari pemeriksaan sklera dan di bawah lidah, tetapi tidak semua bilirubin bisa mengubah warna urine.

Bilirubin dihasilkan oleh RES, sekitar 250-300 mg/hari. 70-80% berasal dari destruksi eritrosit tua. 20% berasal dari destruksi eritrosit prematur di sumsum tulang. Sisanya dari metabolisme hemoprotein (seperti myoglobin).

Hemoglobin oleh H mengoksigenase menjadi biliverdin, CO, dan Fe. Fe ini dipakai lagi untuk sintesis Hb yang baru. Biliverdin, oleh biliverdin reductase diubah menjadi bilirubin unconjugated yang diambil hepar (dalam enzim glucoronil transferase) dan dikonjugasikan (dibantu glisin) menjadi bilirubin conjugated. Bila unconjugated tidak larut air, maka larut lemak. Bilirubin conjugated larut air (afinitasnya tinggi terhadap air), bisa dibuang melalui urine. Hanya bilirubin conjugated yang bisa mengubah warna urine.

Uji bilirubin adalah dengan reaksi Heyman van den Berg. Fraksi unconjugated membutuhkan penambahan alkohol supaya bisa berubah warna menjadi indirect. Conjugated bilirubin sebagian besar akan dibuang  bersama empedu. Di distal ileum akan diubah oleh kuman menjadi stercobilin (pewarna feses). Atau direduksi (juga oleh normal flora) menjadi urobilinogen dan akhirnya mengalami oksidasi menjadi urobilin. Urobilinogen tidak berwarna. 10-20% diserap lagi ke hepar dan dibuang melalui urine, kemudian teroksidasi lagi menjadi urobilin (urine menjadi kuning, masih dalam kondisi normal).

Pasien yang datang dengan keluhan icterus kulit, perlu diperhatikan dulu scleranya. Anamnesis tentang konsumsi obat dan warna urine juga penting untuk ditanyakan. Jika sclera dan mucosa di bawah lidah kuning tetapi warna urine tidak berubah maka icterusnya disebabkan oleh fraksi unconjugated.

Isolated hiperbilirubinemia (fraksi <15%) artinya tidak ada gangguan enzimatik pada fungsi hepar (AST/ALT normal), tetapi ada gangguan metabolisme dan konjugasi. Hal ini didapatkan pada kondisi: anemia hemolitik, eritropoiesis inefektif, obat yang mempengaruhi metabolisme bilirubin (rifampin, ribavirin, probenecid), dan penyakit genetik lainnya (dilihat dari pemeriksaan gen).

Gejala kuning pada yang dikenal sebagai ikterus dibagi 3 golongan berdasarkan penyebab kuningnya tersebut. (1) Ikterus hemolitik, ikterus yang timbul karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Misal pada keadaan infeksi (sepsis), ketidak cocokan gol darah ibu dengan golongan darah bayi, bayi yang baru lahir (ikterus fisiologik) dsb. (2) Ikterus parenkimatosa, ikterus yang terjadi akibat kerusakan atau peradangan jaringan hati, misal pada penyakit hepatitis. (3) Ikterus obstruktif, ikterus yang timbul akibat adanya bendungan yang

mengganggu aliran empedu. Misal pada tumor, kelainan bawaan (atresia bilier), batu pada kandung empedu dsb.

Hiperbilirubinemia sendiri dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih (bilirubin indirek meningkat) dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier (bilirubin direknya juga meningkat dan produksi sterkobilinogen menurun).

Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya anemia hemolitik pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah (indirek). Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterus acholuria. Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Jika ada dugaan ikterus hemolitik perlu dipastikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin indirek, darah rutin, serologi virus hepatitis.

Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus (ikterus neonatorum pathologis yang ditandai peningkatan bilirubin direk dan pemecahan eritrosit). Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan.

Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi saluran empedu, misalnya karena tumor caput pankreas (ditandai Couvisier’s Law), batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi

Page 7: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe. Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterus choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Pada kasus ini didapatkan peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek, zat yang larut dalam empedu serta batu empedu. Jadi pada ikterus obstruktif ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin serum, bilirubin urin, urobilin urin, USG, alkali fosfatase.

Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.

Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada sindroma Crigler najjar.

Page 8: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani, gejala klinis penyakit malaria adalah khas, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil, maka pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Disamping itu terdapat kelainan pada limpa yaitu splenomegali (limpa membesar dan menjadi keras) sehingga dulu penyakit malaria disebut demam kura.(8)

Meskipun penyakit ini telah diketahui sejak lama, penyebabnya belum diketahui. Dahulu diduga bahwa penyakit ini disebabkan hukuman dari dewa-dewa karena waktu itu ada wabah di sekitar kota Roma. Ternyata penyakit ini banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk di sekitarnya, maka penyakitnya diebut dengan Malaria (Malariae : udara buruk). Baru pada abad ke-19 Laurean melihat bentuk pisang dalam darah seorang penderita malaria. Kemudian diketahui bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk yang banyak terdapat di rawa-rawa.(8,15)

Setiap tahun, tujuh puluh juta orang dihinggapi penyakit malaria dengan mortalitas 1%. Penyakit ini terutama terdapat di daerah-daerah beriklim panas dan lembab, yang letaknya lebih rendah dari 2.200 m diatas permukaan laut yang merupakan tempat ideal untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Di Indonesia (terutama Irian Jaya dan Flores), malaria merupakan salah satu penyakit endemis penting. Berkat program pemberantasan terus-menerus terhadap nyamuk dan tempat pembenihannya, sekarang kasusnya sudah banyak berkurang. Dengan meningkatnya hubungan melalui transportasi udara, benih malaria juga dapat diimpor melalui nyamuk-nyamuk yang terinfeksi, sehingga disebut malaria bandar udara (airport malaria).(1,7,15)

II. 1. Definisi

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium dan mudah dikenali dari gejala: meriang (panas dingin menggigil), demam berkepanjangan yang naik turun, anemia dan pembesaran limpa. (10,11,13)

II. 2. Epidemiologi

Malaria terdapat di daerah dari 60 Lintang Utara sampai 30 Lintang Selatan, setinggi 2.666 m sampai daerah yang terletak 433 m di bawah permukaan laut (Dead Sea). (8,9,10)

Antara batas-batas garis lintang dan garis bujur terdapat daerah yang bebas malaria. Di Indonesia, penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di Kawasan Timur Indonesia. Daerah yang sejak semula bebas malaria ialah Pasifik tengah dan selatan (Hawai dan Selandia Baru). Di daerah tersebut siklus malaria tidak dapat berlangsung karena tidak terdapat vektor.(9,10)

Malaria di daerah endemi terdapat secara autokton (indigenous malariae) karena siklus hidup parasit malaria dapat berlangsung (terdapat manusia, nyamuk dan parasit). (9,10)

Penularan malaria terjadi pada sebagian besar zona tropis. Meskipun di Amerika Serikat, Kanada dan Eropa Utara, saat ini bebas dari malaria indigenous, wabah-wabah lokal telah terjadi melalui infeksi nyamuk-nyamuk lokal oleh pendatang dari daerah endemis. (9,12)

Besarnya derajat endemi dapat diukur dengan spleen rate dan parasite rate sehingga dapat dibedakan daerah(12) :

1. Hipoendemik : spleen rate 0-10 %, parasite rate 0-10%

2. Mesoendemik : spleen rate 11-50 %, parasite rate 11-50%

3. Hiperendemik : spleen rate dan parasite rate lebih dari 50%

4. Holoendemik : spleen rate dan parasite rate lebih dari 75%

Malaria di suatu daerah berbeda dengan daerah lain karena(5,10) :

1. Faktor manusia (ras)

2. Faktor vektor (nyamuk anopheles)

Di Indonesia terdapat beberapa vektor yang penting (spesies anopheles), yaitu: A. Aconitus, A. Maculatus, A.Subpictus yang terdapat di Jawa dan Bali ; A. Sundaicus, dan A.Aconitus di Sumatera ; A. Sundaicus, A. Subpictus di Sulawesi ; A.Balaba Censis di Kalimantan ; A. Farauti dan A. Punctulatus di Irian Barat.

3. Parasit

Di beberapa daerah parasit telah kebal terhadap obat anti malaria

4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus biologi nyamuk.

II. 3. Etiologi

Malaria terjadi akibat invasi eritrosit masing-masing dari 4 spesies. Parasit bersel satu yang berasal dari genus plasmodium. (12)

Terdapat sekitar 170 spesies plasmodium yang dikenal tapi hanya 4 yang menjadi penyebab malaria pada manusia yaitu(8,10,11,12,15) :

Page 9: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

1. Plasmodium Falciparum

Dulu dikenal sebagai Subtertian atau malaria tertiana maligna, merupakan spesies yang paling mematikan dan jika tidak diobati dapat fatal dalam beberapa hari sejak awitan. Merupakan penyebab malaria Tropika/malaria Serebral.

2. Plasmodium Vivax

Spesies ini dapat tersembunyi di dalam tubuh (hati) dan dapat kambuh selama 3 tahun ke depan; merupakan penyebab malaria tertiana.

3. Plasmodium Ovale

Spesies ini jarang, tapi bisa pula bersembunyi di dalam tubuh, menyerupai plasmodium vivax, merupakan penyebab malaria ovale.

4. Plasmodium Malariae

Spesies ini dapat bersembunyi dalam aliran darah selama bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala, walaupun orang yang setelah terinfeksi dapat menularkan ke orang lain melalui gigitan nyamuk atau transfusi darah. Secara khas paroksismal dan hampir-hampir tidak pernah fatal.

Tiga infeksi terakhir dapat mengalami rekurensi berminggu-minggu, setelah terlihat penyembuhan dari suatu serangan primer secara jelas, berbeda dengan infeksi-infeksi Falciparum yang kecuali pada kasus strain-strain yang resisten terhadap obat, jarang mengalami rekrudesensi setelah pemberian obat standar. (10,12)

II. 4. Dasar Biologi Infeksi

Morfologi dan Daur Hidup. Malaria biasanya diperoleh sebagai akibat gigitan nyamuk anopheles betina yang sebelumnya terinfeksi. Pada kasus-kasus lain malaria terutama dari tipe kuartana, telah berkembang setelah transfusi dengan darah yang terinfeksi, dimana pada keadaan ini fase praeritrositik dari perkembangan parasit dalam hati dapat dihindarkan. (12)

Manusia merupakan hospes antara tempat plasmodium mengadakan skizogoni (siklus aseksual), sedang nyamuk anopheles merupakan vektor dan hospes definitif siklus hidup. Keempat spesies malaria pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen (Sporogoni) dalam badan nyamuk anopheles dan fase aseksual (Skizogoni) dalam badan hospes vertebrata.(11,12,15)

Fase aseksual mempunyai dua daur, yaitu(8,11,12) :

1. Daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit)

2. Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni ekso-eritrosit) atau standar jaringan dengan :

a. Skizogoni pra-eritrosit (skizogoni ekso-eritrosit primer) setelah sporozoit masuk dalam sel hati.

b. Skizogoni eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati.

Hasil penelitian pada malaria primata menunjukkan bahwa ada 2 populasi sporozoit yang berbeda, yaitu sporozoit yang secara langsung mengalami pertumbuhan dan sporozoit yang tetap tidur (dormant) selama periode tertentu (disebut hipnozoit), sampai menjadi aktif kembali dan mengalami pembelahan skizogoni. Pada infeksi plasmodium falciparum dan plasmodium malariae hanya terdapat satu generasi aseksual dalam hati tidak dilanjutkan lagi. Pada infeksi plasmodium vivax dan plasmodium ovale daur eksoeritrosit berlangsung terus sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps. (3)

Parasit dalam Hospes Vertebrata (Hospes Perantara)

Fase Jaringan. Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk Hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masukmelalui probosis yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk dalam peredaran darah dan stelah jam sampai dengan 1 jam masuk dalam sitoplasma sel hati untuk bermultiplikasi dan berkembangbiak menjadi skizon jaringan. (8,9)

Banyak yang dihancurkan oleh Fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati dan berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Inti parasit membelah diri berulang-ulang dan skizon jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong, menjadi besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai oleh perbelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit berinti satu dengan ukuran 1,0 sampai dengan 1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi tetapi tidak ada reaksi di sekitar jaringan hati. Fase ini berlangsung beberapa waktu, tergantung dari spesies parasit malaria, seperti terlihat pada tabel I. Pada akhir fase pra-eritrosit, skizon pecah, beribu-ribu merozoit keluar dan masuk di peredaran darah. Sebagian besar menyerang dan menembus sel-sel eritrosit yang berada di sinosoid hati tetapi beberapa difagositosis (stadium eritrositen).(3,9)

Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5 tahun) menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder, proses ini dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps jangka panjang (Long Term Relapse) atau rekurens (recurrence). Plasmodium Falciparum dan plasmodium Malaria tidak mempunyai fase ekso-eritrositik, dan relaps disebabkan oleh proliferasi stadium eritrositik yang menetap dalam

Page 10: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

sirkulasi mikrokapiler jaringan. Kenyataan berikut ini menunjang bahwa rekurens (Long Term Relaps) tidak ada pada infeksi Plasmodium Malaria :

1. Infeksi malaria dapat disembuhkan dengan obat skizontosida darah saja.

2. Tidak pernah ditemukan skizon ekso-eritrositik dalam hati manusia atau simpanse setelah siklus pra-eritrositik dan

3. Parasit menetap dalam darah untuk jangka waktu panjang yang dapat dibuktikan pada beberapa kasus malaria transfusi.(3,9)

Tabel 1. Skizogoni Jaringan Pada Malaria(8)

Spesies

Fase Praeritrosit

Besar Skizon

Jumlah Merozit

P. Vivax 6-8 hari 45 mikron 10.000P. Falciparum 5 -7 hari 60 mikron 40.000P. Malariae 12-16 hari 45 mikron 2.000P. Ovale 9 hari 70 mikron 15.000

Fase Aseksual Dalam Darah. Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malaria ditemukan dalam darah tepi disebut masa pra paten. Masa ini dapat dibedakan dengan masa tunas/inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis penyakit malaria.(8,15)

Merozoit dilepaskan oleh skizon jaringan dan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit bergantung pada interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin dan merozoit sendiri.(8)

Sisi anterior merozoit melekat pada membran eritrosit, kemudian membran merozoit menebal dan bergabung dengan membran plasma eritrosit, lalu melakukan invaginasi, membentuk vakuol dengan parasit yang berada di dalamnya.(13,15)

Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Stadium termuda dalam darah berbentuk bulat, kecil. Beberapa diantaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma terdorong ke tepi dan inti berada di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai bentuk lingkaran, maka parasit muda disebut bentuk cincin. Selama pertumbuhan, bentuknya berubah menjadi tidak

teratur. Stadium muda ini disebut Trofozoit. Parasit mencernakan hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolisme berupa pigmen malaria (hemozin dan hematin). Pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam makin jelas pada stadium lanjut.(8,13)

Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual melalui proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri menjadi sejumlah inti yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma untuk bentuk skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdapat inti dan sitoplasma yang disebut merozoit.(3)

Tropozoit muda atau bentuk cincin menjadi tropozoit tua lalu menjadi skizon dan akhirnya skizon in kemudian pecah melepaskan 6-24 merozoit ke sirkulasi. Merozoit ini memasuki eritrosit lain dan mengulangi fase skizogoni selama infeksi dan menimbulkan parasitemia yang meningkat dengan cepat sampai proses dihambat oleh respon imun hospes.(13,15)

Perkembangan parasit dalam eritrosit menyebabkan perubahan pada eritrosit, yaitu menjadi lebih besar, pucat dan bertitik-titik pada plasmodium vivax. Perubahan ini khas untuk spesies parasit. Periodisitas skizogoni berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Daur skizogoni (fase eritrosit) berlangsung 48 jam pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, kurang dari 48 jam pada plasmodium falciparum, dan 72 jam pada plasmodium malaria. Pada stadium permulaan infeksi dapat ditemukan beberapa kelompok (Broods) parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda sehingga gejala demam tidak menunjukkan periodisitas yang khas. Kemudian, periodisitasnya menjadi lebih sinkron dan gejala demam memberi gambaran tertiana atau kuartana.(9,15)

Fase Aseksual dalam Darah. Setelah 2 atau 3 hari generasi (3-15 hari) merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi berbentuk seksual. Proses ini disebut gametogani (gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah. Sebagian merozoit berdiferensiasi menjadi gamet jantan dan betina yang berpindah ke nyamuk pada saat nyamuk menggigit pasien. Dengan demikian siklus seksual dimulai. Gametosit berdiferensiasi lebih lanjut menjadi gamet jantan dan betina. Pembuahan terjadi dalam usus nyamuk.(8)

Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit, lalu sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam air liur nyamuk dan menginfeksi manusia lain melalui gigitan nyamuk. (10,12,15)

Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies. Pada plasmodium falciparum bentuknya seperti

Page 11: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

sabit atau pisang bila sudah matang, pada spesies lain bentuknya bulat. Pada semua spesies plasmodium dengan pulasan khusus, gametosit betina (makrogametosit) mempunyai sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil padat, dan pada gametosit jantan (mikrogametosit) sitoplasma berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar dan difus. Kedua macam gametosit mengandung banyak butir-butir pigmen.(8,9,15)

Parasit Dalam Hospes Invertebrata (Hospes Definitif)

Eksflagelasi. Bila nyamuk Anopheles betina mengisap darah hospes manusia yang mengandung parasit malaria, parasit aseksual dicernakan bersama dengan eritrosit, tetapi gametosit dapat tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4 sampai 8 yang masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 mikron menonjol ke luar dari sel induk, bergerak-gerak sebentar dan kemudian melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya berlangsung beberapa menit pada suhu yang sesuai dan dapat dilihat dengan mikroskop pada sediaan darah basah yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet jantan disebut mikrogamet, sedangkan makrogametosit mengalami proses pematangan (maturasi) menjadi gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk, mikrogamet tertarik oleh makrogamet yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung. Hasil pertumbuhan disebut zigot.(8,9)

Sporogoni. Pada permukaan zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak, tetapi dalam waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak. Stadium seperti cacing ini berukuran panjang 8-24 mikron dan disebut ookinet.(9)

Ookinet kemudian menembus dinding lambung ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat disebut ookista. Jumlah ookista pada lambung Anopheles berkisar antara beberapa buah sampai beberapa ratus buah. Ookista makin lama makin besar sehingga merupakan bulatan-bulatan semi transparan, berukuran 40-80 mikron dan mengandung butir-butir pigmen. Letak dan besar butir pigmen dan warnanya adalah khas untuk tiap spesies plasmodium. Bila ookista makin membesar sehingga berdiameter 500 mikron dan intinya membelah-belah, pigmen tidak tampak lagi. Inti yang sudah membelah-belah dikelilingi oleh protoplasma yang merupakan bentuk memanjang pada bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar betuk-bentuk yang kedua ujungnya runcing dengan inti ditengahnya (sporozoit) dan panjangnya 10-15 mikron. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk betina sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk ini menyerap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit dimasukkan ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah hospes perantara. Sporogoni yang dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi sprozoit infektif, berlangsung selama 8-35 hari, bergantung pada suhu luar dan spesies parasit.

Gambar 1.

Daur Hidup Parasit Malaria

Tabel 2. Beberapa Sifat Perbandingan dan Diagnosis pada Empat

Spesies Plasmodium pada Manusia(8,10)

Plasmodium

FalciparumP. Vivax P. Ovale P.

Malariae

Daur praeritrosit

515 hari 8 hari 9 hari 10-15 hari

Hipnozoit - + + -Jumlah merozoit hati

40.000 10.000 15.000 15.000

Skizon hati 60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikron

Daur eritrosit

48 jam 48 jam 50 jam 72 jam

Eritrosit yang dihinggapi

Muda & normosit

Retikulosit & Normosit

Retikulosit & Normosit muda

Normosit

Titik-titik eritrosit Maurer Schuffner Schuffner

(James) Ziemann

Pigmen Hitam Kunig tengguli

Tengguli ra

Tengguli hitam

Page 12: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Jumlah merozoit eritrosit

8024 12-18 8-10 8

Daur dalam nyamuk pada 27 C

10 hari 8-9 hari 12-14 hari 20-28 hari

Pembesaran eritrosit

- ++ + -

II.5. Cara Infeksi

Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit sampai dengan mengandung sporozoit dalam kelenjar disebut masa tunas ekstrinsik.(8)

Sporozoit adalah bentuk infektif. Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara yaitu(11) :

1. Secara alami melalui vektor, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan nyamuk, dan

2. Secara induksi (induced), bila stadium aseksual dalam eritrosit masuk dalam badan manusia, misalnya dengan transfusi, suntikan atau secara kongenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui darah plasenta), atau secara sengaja untuk pengobatan berbagai penyakit (sebelum PD II), demam yang timbul dapat menunjang pengobatan berbagai penyakit seperti lues dan sindrom nefrotik.

II.6. Patologi

Luasnya kerusakan eritrosit tergantung pada lama dan beratnya infeksi. Hemolisis sering mengarah pada peningkatan bilirubin serum dan pada malaria falciparum dapat sedemikian parahnya sehingga menimbulkan hemoglobinuria (Black Water Fever). Pada setiap infeksi malaria, derajat anemia yang disebabkan oleh penghancuran sel-sel oleh parasit. Perubahan-perubahan otogenik pada eritrosit oleh parasit kemungkinan menimbulkan hemolisis dan peningkatan flagilitas osmotis terjadi dalam semua eritrosit baik yang terinfeksi maupun tidak. Hemolisis juga dapat ditimbulkan oleh kuman atau primakuin pada penderita-penderita dengan defisiensi Glukosa-6 fosfat dehidrogenase herediter. Pigmen yang dikeluarkan ke dalam sirkulasi pada saat disintegrasi, berakumulasi dalam sel-sel retikuloendotelial limpa dimana folikel-folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik dalam sel Kupffer hati, dalam sumsum tulang, otak dan organ-organ lainnya. Timbunan pigmen-pigmen serta hemosiderin menimbulkan warna abu-abu pada organ-organ.(8,9)

Keganasan malaria falciparum khas pada spesies tersebut. Merozoit yang terjadi di hati lebih banyak dibandingkan pada spesies-spesies lainnya, juga terdapat dalam jumlah yang sama banyaknya pada anak-anak maupun orang dewasa. Sehingga anak-anak secara proporsional mengalami gelombang infeksi awal yang lebih besar.

Anak-anak kecil terutama peka terhadap parasitemia berat yang seringkali menimbulkan kematian.(9)

Delapan sampai dengan 18 jam setelah parasit memasuki eritrosit, sel-sel ini saling melekat satu sama lain serta cenderung melekat pada endotel sinus-sinus dan pembuluh-pembuluh darah terutama jika sirkulasi lambat. Sel-sel yang melekat itu terinfeksi dan tidak mampu kembali pada sirkulasi umum, meskipun parasit di dalamnya mengalami pematangan dengan cara normal. Dengan semakin banyak sel yang melekat, maka aliran dalam pembuluh secara progresif mengalami hambatan dan sumbatan bahkan dapat terjadi robekan.(8)

Pada wanita hamil, kerusakan pada plasenta dapat menimbulkan kematian pada fetus atau kelahiran prematur. Bayi yang lahir aterm dari wanita yang terinfeksi mempunyai berat lahir lebih rendah dari bayi yang lahir dari ibu yang tidak terinfeksi dan hidup dalam kondisi yang sama.(8,9)

Dilepaskannya merozoit pada tempat dimana sirkulasi mengalami perlambatan mempermudah invasi pada eritrosit terdekat, sehingga parasitemia falciparum terjadi lebih berat dibandingkan pada spesies lain dimana ruptur skizon-skizon memegang peranan pada sirkulasi aktif. Sementara pada falciparum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur, P. vivax terutama menyerang retikulosit-retikulosit, dan P. malariae menyerang eritrosit matang, gambaran-gambaran yang cenderung membatasi parasitemia. Infeksi falciparum pada anak yang tidak imun dapat berkembang dengan kepadatan sebesar 500.000 parasit/mm3; sehubungan dengan itu, prognosisnya adalah buruk.(8)

II.7. Manifestasi Klinis

Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain(3,8,9) :

- Malaria tertiana

Disebabkan oleh plasmodium vivax. Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodormal berupa: sakit kepala, sakit punggung, mual, malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama, tetapi kemudian menjadi intermitten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, dimana suhu meninggi kemudian turun menjadi normal.

- Malaria quartana atau Malaria malariae

Disebabkan oleh plasmodium malariae. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Perjalanan penyakitnya tidak terlalu berat.

- Malaria tropika atau Malaria serebral

Page 13: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Disebabkan oleh plasmodium falciparum. Penyakit ini merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Demam tidak teratur, disertai gejala terkenanya otak, koma, dan kematian mendadak..

- Malaria ovale

Disebabkan oleh plasmodium ovale. Gejalanya mirip dengan malaria vivax, serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang.

Perjalanan penyakit malaria terdapat serangan demam yang disertai oleh gejala lain diselingi oleh periode bebas penyakit. Gejala khas demamnya adalah periodisitasnya masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8-38 hari, tergantung pada spesies parasit. (terpendek untuk P. Falciparum, terpanjang untuk P. malariae), pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau derajat resistensi hospes. Disamping itu juga tergantung pada cara infeksi, yang mungkin disebabkan oleh tusukan nyamuk atau secara induksi, misalnya melalui transfusi darah yang mengandung stadium aseksual.(8,9,11,13)

Masa prepaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (Microscopic threshold).(8,9)

Periode laten klinis, yaitu bila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala diantara serangan pertama dan relaps, walaupun mungkin ada parasitemia dan gejala lain seperti splenomegali. Periode laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium ekso-eritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.(8,9)

Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi). Pada malaria vivax dan ovale (tersiana), skizon setiap Brood (kelompok) menjadi matang setiap 48 jam sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana. Pada malaria kuartana yang disebabkan oleh P. malariae hal ini terjadi dengan interval 72 jam. Masa tunas intrinsik parasit malaria yang ditularkan oleh nyamuk kepada manusia adalah 12 hari untuk malaria falciparum, 13-17 hari untuk malaria vivax dan ovale dan 28-30 hari untuk malaria malariae (terlama). Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama (first attack).(7,8,11)

Serangan demam yang khas terdiri 3 stadium(8,9) :

a. Stadium frigonia (menggigil)

Dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil. Penderita menutupi badannya dengan baju tebal dan dengan selimut. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah. Pada anak sering disertai kajang-kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

b. Stadium akme (puncak demam)

Dimulai pada saat perasaan dingin sekali berulang menjadi panas sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat. Biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41C (106F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam.

c. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun)

Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah, suhu turun dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemas tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.

Tiap serangan terdiri atas beberapa serangan demam yang timbulnya secara periodik, bersamaan dengan sporulasi (sinkron). Timbulnya demam juga bergantung kepada jumlah parasit (pyrogenic level, fever threshold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan hitung parasit (parasit count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris intermitens), dapat juga remiten (febris remittens) atau terus menerus (febris kontinous).(7,8,11)

Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu: sakit kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah diikuti dengan masa bebas gejala dimana penderita merasa sehat seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Serangan ini makin lama makin berkurang beratnya karena tubuh menyesuaikan diri dengan adanya parasit dalam badan dan karena adanya respon imun hospes.(7,8)

Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit malaria ini. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam setelah itu terjadi stadium apireksia. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama disebut Relaps.(8,9)

Relaps dapat bersifat(8,11) :

a. Rekrudensi (short term relapse)

Yaitu timbul karena parasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul 8 minggu setelah penyakit sembuh.

Page 14: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

b. Rekurensi (long term relapse)

Karena parasit siklus ekso-eritrosit masuk ke dalam darah dan menjadi banyak. Biasanya timbul kira-kira 6 bulan (24 minggu) atau lebih setelah sembuh.

Splenomegali. Pembesaran limpa merupakan gejala klinis terutama pada malaria menahun. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinosoid. Eritrosit yang tampaknya normal dan yang mengandung parasit dan butir-butir hemozin tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid. Pigmen tampak bebas atau dalam sel fagosit raksasa hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombus dalam kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun jaringan ikat makin bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras.(8,11,13)

Anemia. Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falciparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak.(8,11,13)

Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain(8,9,10,11,14) :

1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peranan.

2. Reduced survival time, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama.

3. Diseritropoesis, bagian dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang; retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.

4. Derajat fagositis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak eritrosit yang hancur.

Sumbatan-sumbatan pada pembuluih kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan sebagainya. Pada malaria berat, gejala dapat memperlihatkan adanya gangguan kesadaran, kejang-kejang, diare sampai kehilangan kesadaran. (8,13)

Malaria pada anak-anak. Anak-anak penderita malaria dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu mereka yang sebelumnya tanpa kontak (dimana tidak ada atau sedikit imunitas terhadap penyakit dan akan mengalami sakit berat kecuali diobati), dan anak-anak dengan infeksi-infeksi malaria berulang sejak lahir yang dapat bertahan pada awal masa kanak-kanak dan mencapai derajat toleransi tinggi

pada sekitar usia 10 tahun, meskipun pertumbuhan dan perkembangannya dapat mengalami gangguan.(8,9)

Pada anak-anak yang tidak imun, tanda-tanda klinis biasanya tampak 8-15 hari setelah infeksi. Dapat diobservasi adanya perubahan-perubahan tingkah laku seperti perasaan sedih, anoreksia, menangis tidak sebagaimana biasanya, perasaan mengantuk secara lambat, kemungkinan demam tidak ditemukan atau meningkat secara lambat selama 1-2 hari atau awitan dapat mendadak dengan peningkatan suhu tubuh hingga 40 C (105 F) atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala menggigil prodromal. Paroksismal demam dapat demikian pendek atau dapat berlangsung selama 2-12 jam. Pola karakteristik biasanya tidak jelas pada anak kurang dari 5 tahun. Keluhan-keluhannya terdapat nyeri kepala, mual, muntah, nyeri umum terutama punggung serta kadang-kadang nyeri pada abdomen jika limpa membesar dengan cepat serta nyeri tekan.(8)

Pada infeksi-infeksi vivax dan kuartana yang didominasi oleh satu brood, demam merupakan manifestasi karakteristik yang terjadi dalam interval 48 jam pada keadaan pertama dan 72 jam pada keadaan terakhir. Bila terjadi kejang, maka biasanya akan mereda jika demam turun. Tidak jarang, terjadi lesi-lesi herpes pada mulut. Hitung jenis eritrosit dan kadar hemoglobin dapat menurun dengan cepat; leukopenia bervariasi tetapi monositosis sering terjadi.(9)

Pada infeksi-infeksi falciparum, demam kurang karakteristik bahkan dapat terus menerus, dapat ditutupi oleh manifestasi berat yang berkaitan dengan sistem otak, paru, usus atau saluran kemih. Penyulit-penyulit otak dibuktikan dengan adanya kejang atau koma dan cairan serebrospinal normal (kecuali dibarengi pula oleh infeksi bakteri atau virus pada SSP). Mual dan muntah yang menetap, hati yang membesar dan keras, dan ikterus progresif dapat berlanjut menjadi kegagalan hati. Terjadi diare berat atau kadang-kadang dapat menyerupai tanda-tanda appendisitis akut.(8,9,13)

Limpa umumnya lebih membesar pada infeksi P. vivax daripada infeksi P. falciparum, kemungkinan terjadi perisplenitis, infark dan bahkan ruptura limpa dan setelah serangan-serangan berulang, limpa dapat menjadi sangat besar dan keras. Splenomegali Idiopatis (yang disebut sebagai penyakit limpa besar di Afrika) merupakan respon imun yang abnormal terhadap P. malariae. Pada anak-anak yang mengalami malnutrisi di negara-negara berkembang, pembesaran limpa disertai infiltrasi sinusoid-sinusoid hati dan peningkatan titer antibodi fluoresen malaria dengan atau tanpa parasitemia.(8,13)

II.8. Patofisiologi

Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria

Page 15: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

terutama mungkin berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-eritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik.(9,13)

Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut(8,9,13 :

Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.

Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang rupanya menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease Sindrom) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P. falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam organ tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam organ tubuh.

Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi lebih permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut.

II.9. Diagnosis

Diagnosis malaria tergantung pada ditemukannya parasit malaria pada sediaan darah tepi. Plasmodium dapat dideteksi dan diidentifikasi secara mikroskopis dalam preparat darah yang diwarnai menurut Giemsa atau Wright. Ciri lainnya adalah adanya monosit yang berisi pigmen. Petunjuk penting, terutama untuk malaria kronis berupa timbulnya antibodi spesifik. Kini sedang dikembangkan tes ELISA untuk mendeteksi antigen dan metode untuk menemukan DNA parasit. Pasien baru dapat dinyatakan bebas malaria bila 2-3 preparat darah yang diambil tiap hari selama 3-4 hari memberikan hasil negatif pada tes pewarnaan.(10,11,12,15)

Peranan diagnosis laboratorium terutama untuk menunjang penanganan klinis. Penunjang laboratorium terutama berguna untuk(8) :

1. Diagnois pada kegagalan obat

2. Penyakit berat dengan komplikasi

3. Mendeteksi penyakit tanpa pemyulit di daerah tidak stabil atau daerah dengan transmisi rendah, dan untuk membedakan P. falciparum dan P. vivax di daerah dimana terdapat infeksi oleh kedua jenis parasit tersebut.

II.10.Kekebalan Pada Malaria

Kekebalan terhadap malaria merupakan suatu keadaan kebal terhadap infeksi dan berhubungan dengan proses-proses penghancuran parasit atau terbatasnya pertumbuhan dan perkembangbiakan. Pada malaria mungkin terdapat kekebalan bawaan (alam) dan kekebalan didapat.(8)

Kekebalan bawaan pada malaria merupakan suatu sifat genetik yang sudah ada pada hospes, tidak berhubungan dengan infeksi sebelumnya, misalnya(9) :

1. Manusia tidak dapat diinfeksi oleh parasit malaria pada burung atau binatang pengerat

2. Orang negro di Afrika Barat relatif lebih kebal terhadap P.vivax oleh karena mempunyai golongan darah Duffy (-), dimana mungkin Duffy (+) merupakan reseptor untuk P.vivax.

3. Orang yang mengandung Hb S heterozigot lebih kebal terhadap infeksi P.falciparum oleh karena tekanan O2 yang lebih rendah dalam kapiler organ dalam, Hb S dapat mengubah bentuk eritrosit (bentuk sabit) dan parasitnya tidak dapat hidup serta mudah difagositosis. Demikian pula pada orang dengan beta-thalassemia dan hemoglobin fetal yang menetap (Hb F)

4. Defisiensi G-6-PD pada eritrosit dapat melindungi organ terhadap infeksi berat.

Page 16: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Kekebalan didapat (acquired immunity) terjadi secara aktif atau pasif. Kekebalan aktif merupakan peningkatan mekanisme pertahanan hospes akibat infeksi sebelumnya. Kekebalan pasif ditimbulkan oleh zat-zat protektif yang ditularkan dari ibu ke bayi transplasental atau melalui suntikan dengan zat yang mengandung serum orang kebal (hiperimun). Di daerah endemi malaria terdapat kekebalan kongenital (atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan tinggi.(8,9)

Kekebalan residual ialah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap beberapa waktu.(8)

Di daerah endemi dengan transmisi malaria yang tinggi hampir sepanjang tahun, penduduknya sangat kebal dan hampir sebagian besar dalam darahnya terdapat parasit malaria dalam jumlah kecil. Keadaan kebal pada hospes yang telah diinfeksi sebelumnya dengan parasitemia asimptomatik disebut premunisi.(8)

II.11. Penatalaksanaan

Penggunaan obat anti malaria ttidak terbatas pada pengobatan kurattif saja, tetapi juga termasuk(9,11) :

1. Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis ini pada infeksi malaria oleh P.falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase ekso-eritrosit

2. Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid

3. Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi sporogonik nyamuk. Obat antimalaria yang dapat digunakan seperti gametosid atau sporontosid.

II.11.1.Pengobatan

Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan. Atabrine (Quinacrine hidrochroliode) yang pada saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir PD II, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan Atabrine atau Quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus menerus.(9,15)

Namun baru-baru ini strain plasmodiumfalciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin, serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di Semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain plamodium falciparum. Sering dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk pembawa (Anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida, seperti DDT, telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya kasus penyakit malaria juga mengalami peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah menyebar, dapat diberikan obat anti malaria sepert profilaksis (obat pencegah).(2,4,6,8,15)

Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi atau penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah.(8,9)

Sedangkan dalam program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu(8,9) :

1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran

2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang

3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi wabah.

Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain(11,15) :

1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil, pirimetamin

2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin

3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin

4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan amidokuin

Page 17: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.

Protokol untuk pengobatan malaria rawat jalan atau rawat inap sebagai berikut(3,8,10,11,13,15) :

1. Klorokuin bisa diberikan total 25 mg/KgBB selama 3 hari, dengan perincian sebagai berikut :

Hari pertama 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg basa) dan 5 mg/kgBB pada 24 jam (maksimal 300 mg basa) + Primakuin 1 hari. Atau hari I dan II masing-masing 10 mg/kgBB dan hari III 5 mg/kgBB + Primakuin 1 hari

2. Bila dengan pengobatan butir 1 ternyata pada hari ke IV masih demam, atau hari ke VIII masih dijumpai parasit dalam darah, maka di berikan :

a. Kina Sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari atau

b. Fansidar atau suldox dengan dasar dosis pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB atau sulfadoksin 20-30 mg/kgBB single dose (usia diatas 6 bulan)

3. Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari ke IV masih demam atau hari ke VIII masih dijumpai parasit maka diberikan :

a. Tetrasiklin HCL 50 mg/kgBB, sehari 4 kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila belum mendapat pengobatan butir 2a atau

b. Tetrasiklin HCL + kina sulfat bila sebelumnya mendapatkan pengobatan butir 2b. Dosis kina dan fansidar/suldox sesuai butir 2a dan 2b (tetrasiklin hanya diberikan pada umur 8 tahun atau lebih)

4. Bila tersedia dapat di beri obat-obat sebagai berikut :

a. Meflokuin15 mg/kgBB (maksimum 1000 mg) dibagi dalam 2 dosis dengan jarak waktu pemberian 12 jam secara terpisah. Meflokuin tidak boleh diberikan sebelum lewat 12 jam pemberian lengkap kina parenteral

b. Halofantrin 8 mg basa/kgBB setiap 6 jam untuk 3 dosis

5. Untuk pencegahan relaps pada P. Vivax dan P. Ovale (untuk umur > 5 tahun) diberikan primakuin 0,3 mg basa/kgBB/hari selama 14 hari (maksimal 26,3 mg/hari)

Sedangkan menurut WHO (1971), pengobatan malaria secara radikal tertera pada tabel berikut:

Tabel 3. Pengobatan Malaria Secara Radikal (10)

Malaria Umur Hari

Pemberian

Nivaquine

(Klorokuin basa)

Primakuin

basa

Tertiana

Tropika

Malaria

< 1 thn

1-4 thn

4-8 thn

8-15 thn

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

75-150 mg

75-150 mg

dois

150-300 mg

150-300 mg

dosis

300-400 mg

300-400 mg

dosis

400-600 mg

400-600 mg

dosis

-

-

-

2,5 mg

2,5 mg

2,5 mg

5 mg

5 mg

5 mg

10 mg

10 mg

10 mg

Seseorang memerlukan perawatan dan pengobatan dengan kina sulfat oral atau kina HCL intravena apabila terdapat gejala malaria berat, yaitu(8,9,11) :

1. Anemia (Hb 7,1 g/dl atau kurang)

Kebutuhan tranfusi bukan hanya berdasarakan atas kadar hemoglobin saja tetapi harus di lihat pula densitas parasitemia dan keadaan klinis. WHO menganjurkan kadar hematokrit sebagai patokan anemia; kadar hematokrit 15% merupakan indikasi pemberian tranfusi darah (10 ml/kgBB packed red cells atau 20 ml/kgBB whole blood). Jika tidak tersedia pemeriksaan darah untuk HIV, lebih baik digunakan darah segar dari keluarga yang lebih tua karena ini dapat menurunkan resiko infeksi HIV; furosemid 1-2 mg/kgBB sampai maksimal 20 mg, dapat diberikan secara intravena untuk menghindari kelebihan cairan.

2. Malaria serebral

Diberikan infus kina dihidroklorida, dosis 10 mg/kgBB/kali dilarutkan dalam 20-100 ml infus garam fisiologis atau dextrose 5 % dan diberikan selama 2-4 jam 3 kali sehari selama pasien belum sadar (maksimal 3 hari), tetapi apabila pasien telah sadar (walaupun belum 3 hari), kina dilanjutkan per-oral hingga total IV + oral selama 7 hari. Dapat di tambahkan fansidar atau suldox dengan dosis seperti diatas (melalui sonde). Penderita koma harus diberi

Page 18: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

perawatan yang sangat cermat. Pasang kateter urin dengan teknik steril kecuali penderita anuria. Lakukan pencatatan yang tepat mengenai pemasukan dan pengeluaran cairan. Pantau dan catat tingkat kesadaran, suhu, frekuensi pernafasan, tekanan darah dan tanda-tanda vital. Berikan suntikan natrium fenobarbital intramuskular tunggal dengan diazepam atau paraldehida. Suntikan diazepam secara intravena perlahan 0,3-0,5 mg/kgBB (maksimal 10 mg) atau suntikan paraldehida intramuskular (0,1 mg/kgBB) dengan alat suntik kaca atau plastik sesegera mungkin. Diazepam juga dapat diberikan secara rektal (0,5-1 mg/kgBB) jika suntikan intravena tidak memungkinkan.

3. Dehidrasi, gangguan asam basa dan elektrolit

Asidosis laktat sering terjadi sebagai komplikasi malaria berat, ditandai dengan peningkatan kadar asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal. Larutan garam fisiologis isotonis atau glukosa 5 % segera diberikan dengan hati-hati dan diawasi tekanan darahnya. Di rumah sakit dengan fasilitas pediatri gawat darurat, dapat dipasang Central Venous Pressure (CVP) untuk mengetahui kebutuhan cairan lebih cermat. Apabila telah tercapai rehidrasi, tetapi jumlah urin tetap < 1 ml/kgBB/jam maka dapat diberikan furosemid inisial 2 mg/kgBB kemudian dilanjutkan 2x dosis dengan maksimal 8 mg/kgBB (diberikan dalam waktu 15 menit). Untuk memperbaiki oksigenasi, bersihkan jalan nafas, beri oksigen 2-4 liter/menit, dan apabila diperlukan dapat dipasang ventilator mekanik sebagai penunjang

4. Hipoglikemia

Dalam menghadapi malaria berat, terutama pada anak yang mengalami penurunan kesadaran perlu diberikan glukosa rumatan untuk mencegah hipoglikemia yang disebabkan anak tidak bisa makan. Diberikan larutan rumatan glukosa 5 % atau glukosa konsentrasi tinggi secara intermitten. Apabila terjadi hipoglikemia berikan glukosa 40 % (0,5-1,0 ml/kgBB) dilanjutkan dengan cairan rumatan glukosa 10 % sambil dilakukan pemeriksaan kadar gula darah berkala atau mempergunakan dextro-stick. Pemantauan glukosa darah harus terus menerus dilakukan bahkan setelah nampak perbaikan, sebab hipoglikemia dapat berulang.

5. Gagal ginjal

Keadaan dehidrasi harus diatasi terlebih dahulu. Apabila dipasang CVP, pertahankan CVP pada tekanan 0-5 cmH2O. Dialisis peritoneal dilakukan apabila anak tetap mengalami oliguria sedangkan rehidrasi telah teratasi dan kadar ureum serta kreatinin meningkat.

6. Edema Paru Akut

Anak di tidurkan setengah duduk, diberikan oksigen konsentrasi tinggi dan diuretik intravena. Pemberian ventilator mekanik dapat di pertimbangkan bila terjadi gagal nafas dan fasilitas memungkinkan. Apabila edema

paru disebabkan oleh pemberian cairan intravena yang berlebihan, segera hentikan pemberian cairan intravena, berikan furosemid 1 mg/kgBB/kali dan diulangi bila perlu.

7. Perdarahan

Pasien dapat diberi darah segar, fresh frozen plasma (berisi faktor pembekuan) dan suspensi trombosit. Bila terdapat perpanjangan kadar protrombin dan partial thromboplastin, dianjurkan pemberian vitamin K 10 mg perlahan-lahan.

8. Hiperpireksia

Bila suhu >39 C segera beri kompres hangat dan antipiretik parasetamol 15 mg/kgBB peroral atau melalui sonde lambung.

9. Untuk malaria biliosa, obat anti malaria diberikan setengah dosis tetapi waktu pemberian dua kali lebih panjang dari pengobatan malaria pada umumnya.

10. Hemoglobinuria Malaria, jika terdapat parasitemia maka pengobatan antimalaria yang sesuai harus di teruskan. Tranfusikan darah segar untuk mempertahankan nilai hematokrit diatas 20 %. Pantau tekanan vena jugularis atau sentralis untuk menghindari kelebihan cairan dan hipervolemia. Berikan furosemid 1 ml/kgBB secara intravena. Jika timbul oliguria disertai kadar ureum dan kreatinin serum yang meningkat, mungkin perlu di lakukan dialisis peritoneal atau hemodialisis.

II.11.2.Pencegahan

Obat-obat pencegah malaria seringkali digunakan hingga beberapa minggu setelah kembali dari bepergian.(11)

Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria. Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna keamanan dan keefektifan dan menggunakan sukarelawan, sementara ahli lainnya tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk pengobatan umum. Penyelidikan tengah dilakukan untuk menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin, yang digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk menyembuhkan demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap plasmodium falciparum namun masih sangat sulit untuk diperbanyak jumlahnya. Sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif mencegah malaria. Mayoritas obat-obatan yang tersedia untuk melawan malaria adalah juga digunakan sebagai pencegah.(8,15)

The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria(9) :

Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur

Page 19: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar

Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat

Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

Secara Umum pencegahan malaria dapat meliputi(5,8,9,10,11,15) :

1. Pemakaian obat antimalaria

Semua anak dari daerah non endemik malaria apabila masuk ke daerah endemik malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemik malaria, setiap minggunya diberikan obat antimalaria. Tetapi hati-hati dalam menggunakan obat karena penggunaan yang berlebihan dapat berakibat fatal.

a. Proguanil (2dd 100 mg p.c.) untuk daerah dengan hanya P.vivax dan/atau tanpa resistensi terhadap P.falciparum.

b. Klorokuin basa 5 mg/kgBB (8,3 mg garam), maksimal 300 mg basa sekali seminggu untuk daerah dengan resistensi terhadap proguanil. Atau juga kombinasi kloroquin dan proguanil.

c. Meflokuin (1x seminggu 250mg p.c.) untuk daerah dengan resistensi P.falciparum terhadap proguanil dan klorokuin (misalnya Irian Jaya, Afrika, dan daerah Amazone). Sebaiknya meflokuin sudah diminum 3 minggu sebelum tiba di daerah yang sangat rawan malaria. Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik dengan pengobatan ataupun sebagai pencegahan.

d. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 0,50-0,75 mg/kgBB atau sulfa-doksin 10-15 mg/kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur 6 bulan atau lebih)

2. Menghindar dari gigitan nyamuk

a. Memakai kelambu atau kasa anti nyamuk

b. Menggunakan obat pembunuh nyamuk

3. Vaksin malaria

Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah penyakit ini, tetapi adanya bermacam stadium pada perjalanan penyakit malaria menimbulkan kesulitan pembuatannya. Penelitian pembuatan vaksin malaria di tujukan pada 2 jenis vaksin, yaitu :

1). Proteksi terhadap ketiga stadium parasit : a. sporozoit yang berkembang dalam nyamuk dan menginfeksi manusia, b. merozoit yang menyerang eritrosit, dan c. gametosit yang menginfeksi nyamuk

2). Rekayasa genetika atau sintesis polipeptida yang relevan.

Jadi, pendekatan pembuatan vaksin yang berbeda-beda mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung tujuan mana yang akan di capai. Vaksin sporozoit P.falciparum merupakan vaksin yang pertama kali di uji coba, dan apabila telah berhasil, dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama pada anak dan ibu hamil.(5,8,9)

Awal tahun 1997 dilaporkan bahwa WHO akan mensponsori pembuatan vaksin dr.Patorroyo (Colombia). Vaksin ini hanya memberikan perlindungan terhadap malaria tropika sebanyak 30% dari orang yang disuntik, tetapi mengingat adanya lebih dari 1 juta orang pengidap malaria yang meninggal setiap tahunnya di afrika, maka kampanye vaksinasi akan terus dilangsungkan.(1,15)

II.12. Prognosis

Prognosis malaria yang disebabkan oleh P. vivax pada umumnya baik, tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps, sedangkan P. Malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. Infeksi P. falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi P. falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk.(8,11)

WHO mengemukakan indikator prognosis buruk apabila(8) :

Indikator klinis:

a. Umur 3 tahun atau kurang

b. Koma yang berat

c. Kejang berulang

d. Refleks kornea negatif

e. Deserebrasi

f. Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru)

g. Terdapat perdarahan retina

Page 20: Malaria Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Protozoa Yang Ditransmisikan Oleh Nyamuk Anopheles Yang Terinfeksi

Indikator laboratorium:

a. Hiperparasitemia (>250.000/ml atau >5%)

b. Skizontemia dalam darah perifer

c. Leukositosis

d. PCV (packed cell volume) <20 %

e. Glukosa darah <40 mg/dl

f. Ureum >60 mg/dl

g. Glukosa likuor serebrospinalis rendah

h. Kreatinin > 3,0 mg/dl

i. Laktat likuor serebrospinalis meningkat

j. SGOT meningkat > 3 kali normal

k. Antitrombin rendah

l. Peningkatan kadar plasma 5-nukleotidase