Upload
rika
View
56
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
manajemen bencana
Citation preview
MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA KECAMATAN
CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA
Laporan ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan
Gawat Darurat
Disusun Oleh :
Aprilika Tyantaka NIM P07120112007
Erman Suryana NIM P07120112015
Hardinar Dedi S NIM P07120112017
Reyka Vikendari A NIM P07120112033
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
JURUSAN DIII KEPERAWATAN
2015
A. Peta Wilayah dan Gambaran Kecamatan Cangkringan
Gambar 1.1 Peta Kecamatan Cangkringan
Kecamatan Cangkringan merupakan salah satu kecamatan yang berada
di Kabupaten Sleman, provinsi D.I. Yogyakarta. Bagian utara Kecamatan
Cangkringan berbatasan langsung dengan Gunung Merapi, kemudian di bagian
barat di batasi oleh Sungai Kuning, bagian timur berbatasan dengan Jawa
Tengah tepatanya Kecamatan Kmalang dan Manisrenggo, dan selatan
berbatasan dengan Kecamatan Ngemplak. Kecamatan Cangkringan terdisi dari
lima desa yaitu Kepuharjo, Umbulharjo, Glagahharjo, Wukirsari dan Argomulyo.
Gambar 1.2. Gunung Merapi
Secara umum, karakteristik ekosistem yang paling menonjol dari
kecamatan Cangkringan adalah ekosistem daerah pegunungan. Dominasi
pepohonan masih sangat terlihat dengan topografi yang kasar. Satwa liar masih
bisa ditemukan di berbagai tempat. Keberadaan gunung yang masih aktif
memberikan perngaruh besar terhadap ekosistem yang ada di wilayah ini. Erupsi
Gunung Api secara berkala seolah menjadi siklus daur ulang alam yang
mempengaruhi aktivitas berbagaai makhluk hidup termasuk manusia, baik dalam
hal mata pencaharian maupun dalam hal berinteraksi dengan alam. Gambaran
karakteristik Kecamatan Cangkringan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bentang Alam
Kecamatan Cangkringan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Gunung Merapi di bagian
Utara. Oleh karena itu bentang alam di wilayah ini terdiri dari pegunungan,
topografi yang bergelombang/kasar, tebing-tebing terjal di bagian utara, hulu
sungai seperti Sungai Kuning, sungai Opak dan Sungai Gendol,serta sedikit
dataran rendah di bagian selatan Desa Wukirsari dan pusat kecamatan di
Argomulyo.
2. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang ada di kecamatan Cangkringan meliputi:
a. Bahan Galian Golongan C
Merapi memberikan sumbangan sumber daya alam yang melimpah
berupa material tambang golongan C seperti batu, pasir, dan kerikil. Siklus
erupsi 2-5 Gunung Merapi setiap tahun sekali membuat wilayah ini tidak
pernah kekurangan material galian ini. Terlebih lagi setelah erupsi tahun
2010 lalu yang membuat beberapa dusun di kecamatan ini tertutup material
dari Gunung Merapi berjuta-juta ton kubik.
Gambar 1.3 Kegiatan Penambangan di Sungai Gendol
Awalnya (sebelum tahun 2010), kegiatan penambangan ini dilakukan di
sungai Kuning, sungai Opak, Gendol dan di beberapa tanah warga yang
sengaja di gali untuk diambil pasirnya pada lapisan dibawah lapisan tanah.
Jika di sungai Kuning, sungai Opak dan Sungai Gendol eksploitasi galian ini
hanya di lakukan di permukaan sungai akan tetapi eksploitasi pada tanah-
tanah warga dilakukan secara besar-besaran tanpa upaya konservasi.
Setelah tahun 2010, besarnya material yang dikeluarkan Gunung Merapi
memenuhi sungai-sungai dan juga permukaan tanah warga. Eksploitasi lalu
dipusatkan di daerah bekas erupsi. Penggalian ini dilakukan oleh berbagai
pihak, baik pengusaha besar yang menggunakan alat berat atau dari warga
dengan menggunakan alat sederhana.
b. Air
Pemenuhan kebutuhan air di Kecamatan Cangkringan bersumber dari
mata air yang berasal dari sungai Kuning. Dua sumber mata air muncul di
daerah ini dan di jadikan sumber air bersih bagi warga sekitarnya. Selain dari
sumber mata air ini, pemenuhan air penduduk juga dari sumur-sumur
setempat. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk tingkat
penggunaan air di wilayah ini semakin bertambah.
c. Tanah
Tanah di bagian utara masih berupa tanah Regosol. Hal ini karena
sumbangan bahan induk dari Gunung Merapi yang terjadi secara berkala
yang menyebabkan tanah di wilayah ini berupa tanah muda. Bagian utara
wilayah kecamatan cangkringan yang meliputi Desa Umbulharjo dan Desa
Kepuhharjo pemanfaatan tanahnya hanya untuk perkebunan, jarang untuk
pertanian bahkan biasanya tanah di dua desa itu justu digali untuk di ambil
bahan tambangnya. Sedangkan bagian selatan yang meliputi Wukirsari,
Argomulyo dan Glagahharjo usia tanah semakin tua dan sudah bisa
ditemukan persawahan di daerah ini.
d. Kayu
Sekarang ini penebangan kayu di kecamatan Cangkringan hanya
dilakukan pada hutan produksi yang masih tersisa. Tingkat eksploitasi pada
hutan pun berkurang seiring dengan erupsi tahun 2010 yang meluluh
lantahkan hutan bagian selatan bersamaan permukiman penduduk di
sekitarnya.
3. Masalah Lingkungan
a. Faktor Alami, Erupsi Gunung Merapi
Gambar 1.4. Peta Rawan Bencana Gunung Merapi
Masalah lingkungan yang paling menjadi kekhawatiran bagi masyarakat
adalah bencana yang diakibatkan dari Erupsi Gunung Merapi. Kecamatan
Cangkringan masuk ke dalam kawasan Rawan Bencana baik I (KRB I)
sampai KRB III. Kejadian tahun 2010 menjadi trauma bagi penduduk
kecamatan cangkringan. Hampir seluruh penduduk mengungsi dari
Cangkringan. Bagian utara Desa Umbulharjo dan Kepuharjo luluh lantah di
terjang awan panas dan desa lainnya tertutup material dari Gunung Merapi.
Wilayah pinggiran dari sungai Kuning, Opak, dan Gendol juga hancur
diterjang awan panas dan juga banjir lahar hujan. Rumah dan berbagai
fasilitas umum lainnya hancur dan hanya meninggalkan puing-puing sisa dari
erupsi. Karena bencana erupsi ini alami dan menjadi resiko warga yang
tinggal di sekelilingnya, usaha yang kini dilakukan untuk penanganannya
adalah dengan membuat peta rawan bencana, jalur evakuasi dan juga
kantong-kantong pengungsian. Berbagai penyuluhan dan mitigasi bencana
juga dilakukan di desa-desa untuk memudahkan dalam proses evakuasi.
b. Faktor manusia
Masalah yang diakibatkan oleh manusia antara lain adalah lubang-lubang
bekas galian pasir dan batu. Tanah-tanah warga yang biasanya telah dijual
kepada pengusaha atau disewakan digali dan diambil materialnya lantas
ditinggalkan begitu saja. Akibatnya, banyak tanah yang terbengkalai dan
tidak di kembalikan ke fungsi awalnya. Biasanya lubang-lubang galian yang
ditinggalkan ini di biarkan saja hingga rumput dan gulma tumbuh di sana
kemudian di manfaatkan warga sebagai pakan ternak. Tapi, pada beberapa
tempat, bekas-bekas galian ini ditanami dengan pohon-pohon produksi
seperti sengon atau mahoni. Selama ini usaha penanganan khusus yang
dilakukan belum ada. Hanya kini beberapa tempat di bagian utara sudah
kembali tertutup lagi oleh material akibat dari proses alami Gunung Merapi
Masalah lingkungan selanjutnya adalah pencemaran udara dari kegiatan
peternakan. Bau tak sedap muncul di sekitar peternakan yang mengganggu
kenyamanan warga. Awalnya izin peternakan ini berlaku sementara, namun
akhir-akhir ini pencemaran terjadi lebih tinggi hingga menimbulkan keluhan
warga. Usaha yang di lakukan yaitu dengan pemagaran ternak oleh pemilik
usaha dan beberapa waktu lalu warga melakukan protes atas izin usaha
tersebut yang ternyata sudah kadaluarsa. Hal ini membuat beberapa warga
mengajukan tuntutan pada pemerintahan atas izin lingkungan dan AMDAL
pada setiap usaha peternakan yang akan dilakukan.
4. Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Lingkungan
a. Sikap dan perilaku positif masyarakat
Gambar 1.5 Upacara Adat “Labuhan” di Lereng Gunung Merapi
Pertama, tradisi “labuhan” masyarakat Merapi pada setiap bulan suro.
Tradisi ini berupa upacara untuk “penunggu” Gunung Merapi yaitu dengan
memberikan dan meletakkan hasil bumi di salah satu tempat yang dibuat
khusus di lereng mereapi. Walau dalam bentuk upacara adat yang terkesan
berbau mistis, tapi sejatinya tradisi ini memberikan pesan pada penduduk
untuk lebih menghargai apa saja yang lingkungan berikan pada masyarakat
dan apa yang bisa alam ambil jika kita melanggar kewajaran kita dengan
merusak dan mengganggu alam sebagai sesama makhluk hidup yang
diciptakan sang pencipta. Kedua, gotong royong secara berkala dalam
rangka membersihkan lingkungan, baik lingkungan tempat tinggal atau
sarana prasarana lainnya, misalnya gotong royong untuk memperbaiki pipa
air bersih. Ketiga, penduduk setempat masih memiliki lahan yang luas di
sekitar pekarangan mereka. Hal ini di manfaatkan bagi penduduk untuk
menanam berbagai pohon baik itu jenis tanaman buah atau tanaman yang
menghasilkan kayu produksi. Hal ini membuat daerah sekitar menjadi lebih
rindang dan sekaligus menghemat penggunaan kayu dari hutan alam. Selain
itu penduduk yang masih menggunakan kayu untuk memasak juga
memanfaatkan sisa atau ranting yang menua dari pohon-pohon tersebut.
b. Sikap dan perilaku negatif masyarakat
Pertama, sikap acuh tak acuh pada lingkungan. Hal ini ditunjukkan
dengan contoh bekas galian pasir yang terbengkalai. Penduduk sekitar yang
bukan pemilik tanah bekas galian itu cenderung membiarkan saja karena
merasa itu bukan tanggungjawabnya. Hal lain ditunjukkan pada kasus
pencemaran lingkungan akibat ternak. Warga yang jauh dari tempat tersebut
cenderung tidak mau berkerjasama untuk menuntaskan masalah yang terjadi
pada dusun mereka karena mereka merasa tidak terkena dampak
pencemaran tersebut. Kedua, walaupun sampah belum menjadi masalah di
perdesaan, tapi masyarakat cenderung kurang peduli pada kebersihan
lingkungan. Pembuangan sampah masih pada tempat-tempat yang tidak
seharusnya misalnya kebun atau jurang. Ketiga, masih rendahnya
kesadaran akan pendidikan dan sikap peduli lingkungan pada masyarakat
setempat. Keempat, adanya sikap keras kepala masyarakat sekitar lereng
merapi yang menolak upaya pemindahan pemukiman dari daerah rawan
bencana terkait dengan upaya relokasi dan konservasi sekitar lereng merapi.
5. Kondisi Geografis dan Penduduk
Kecamatan Cangkringan berada di dataran tinggi. Ibukota kecamatannya
berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Kecamatan
Cangkringan beriklim seperti layaknya daerah dataran tinggi di daerah tropis
dengan cuaca sejuk sebagai ciri khasnya. Suhu tertinggi yang tercatat di
Kecamatan Cangkringan adalah 32 °C dengan suhu terendah 18 °C. Bentangan
wilayah di Kecamatan Cangkringan berupa tanah yang berombak dan
perbukitan. Kecamatan Cangkringan dihuni oleh 7.992 KK. Jumlah keseluruhan
penduduk Kecamatan Cangkringan adalah 27.657 orang dengan jumlah
penduduk laki-laki 13.361 orang dan penduduk perempuan 14.296 orang dengan
kepadatan penduduk mencapai 524 jiwa/km2. Sebagian besar penduduk
Kecamatan Cangkringan adalah peternak. Dari data monografi kecamatan
tercatat 13.224 orang atau 47.81 % penduduk Kecamatan Cangkringan bekerja
di sektor peternakan.
6. Potensi Ekonomi, Wisata, Pertanian, Perikanan dan Peternakan
Sarana dan prasarana perekonomian di Kecamatan Cangkringan antara
lain koperasi berjumlah 3 buah, pasar 5 buah. Usaha industri kecil 4 unit, serta
industri RT berjumlah 425 unit. Rumah makan yang terdaftar ada 11 rumah
makan, usaha yang bergerak dalam usaha perdagangan ada 6 buah, sedang
angkutan ada 4. Di kecamatan ini terdapat 2 buah taman rekreasi, 1 buah hutan
lindung, tempat pertunjukan kesenian 1 buah, tempat rekreasi alam dan sejarah
2 buah, toko cenderamata 1 buah. Di kecamatan ini juga terdapat 1 buah
sanggar kesenian, 5 buah anggota kesenian dan 5 buah anggota seniman.
Terdapat wisata agro yang berada di Jambu, Kepuharjo serta wisata lereng
Merapi yang berada di Kinahrejo, Kepuharjo. The Cangkringan Jogja, Villa and
Spa menyediakan lokasi yang strategis didukung pemandangan alam yang asri.
Dari jendela kamar, tamu atau wisatawan dapat menyaksikan secara jelas
Gunung Merapi dan bisa mengabadikannya dari sudut pandang yang pas.
Produksi pertanian yang paling banyak di kecamatan ini adalah padi yang
mencapai 62.344,5 ton pertahun, kemudian disusul kacang tanah, jagung, buah-
buahan dan sayuran. Peternakan terbanyak adalah ternak sapi potong yaitu
2456 ekor, kemudian kambing dan domba. Unggas yang terbanyak ayam buras
ada sekitar 119.010 ekor, diikuti ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Hasil
produksi perikanan kecamatan ini mencapai 7.598 kg/tahun, yang terbanyak
adalah ikan mujahir/nila sebesar 3400.7 kg, disusul lele dan gurameh.
B. Potensi Bencana Yang Terjadi Di Cangkringan Sleman Yogyakarta
1. Erupsi gunung merapi
Gunungapi Merapi yang terletak di utara Yogyakarta menjadi pusat
perhatian setiap empat – lima tahun sekali. Gunung api ini termasuk paling sering
meletus. Ada 83 erupsi yang tercatat hingga bulan Juni 2006. Rata-rata, selang
waktu erupsi Merapi terjadi antara 2 – 5 tahun (periode pendek) atau 5 – 7 tahun
(periode menengah). Merapi pernah mengalami istirahat panjang lebih dari 30
tahun, terutama di masa awal keberadaannya sebagai gunungapi. Sejarah
letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768. Namun demikian
sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19. Ada
kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering dibanding pada abad
19. Hal ini dapat terjadi karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif
lebih rinci. Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal
abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval letusan
Merapi secara rata-rata lima tahun sekali.
Website Badan Geologi menerakan bahwa letusan terbesar Merapi pada
abad 19 dan 20 adalah letusan pada tahun 1872. Letusan berlangsung selama
lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar sampai
Kerawang, Madura dan Bawean. Awan panas mengalir melalui hampir semua
hulu sungai yang ada di puncak Merapi, yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng,
Batang, Woro, dan Gendol. Awanpanas dan material produk letusan
menghancurkan seluruh desa-desa yang berada di atas ketinggian 1000 meter
dari permukaan laut. Tipe letusan Gunungapi Merapi termasuk dalam tipe
Vulkanian lemah. Tipe Vulkanian kuat dicontohkan seperti letusan Gunungapi
Vesuvius pada tahun 79. Merapi tidak berkarakter eksplosif, tetapi aliran
piroklastik (yang umum disebut sebagai Awan Panas) hampir selalu terjadi pada
setiap erupsinya.
Peta Kota dan Kabupaten di Sekitar Gunungapi Merapi (Sumber: Badan
Nasional Penanggulangan Bencana – BNPB)
Tubuh gunungapi ini terbagi ke dalam empat wilayah kabupaten, yaitu
Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Kabupaten
Klaten, Boyolali, dan Magelang di Provinsi Jawa Tengah. Merapi yang menjadi
sumber kehidupan ini sekaligus menjadi ancaman bagi penduduk yang tinggal di
9 kecamatan, 42 desa, dan 118 dusun yang terletak di sekitar Merapi. Letusan
terakhir terjadi pada akhir Oktober – Desember 2010 lalu, yang dampaknya
masih berlangsung hingga awal tahun 2011. Erupsi yang berlangsung dari
tanggal 25 Oktober hingga awal Desember 2010 itu mengakibatkan jatuhnya
korban jiwa, 353 orang tewas akibat awan panas. Lebih dari 350.000 orang
diungsikan dari wilayah yang rawan di radius 20 Km dari puncak Merapi. Seach
(2010) mencatat bahwa erupsi tahun 2010 ini adalah yang terbesar dalam 100
tahun terakhir. Sebaran abu vulkanisnya menyebabkan bandara internasional
Adisucipto Yogyakarta ditutup. Hujan abu vulkanik menerpa wilayah di sekitar
Merapi, termasuk kota Yogyakarta yang berjarak sekitar 25 Km dari Merapi.
Peta sebaran endapan awan panas Gunungapi Merapi pada periode 1911 –
2006
(Sumber: http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/)
Erupsi besar sebelumnya terjadi pada tahun 2006. Erupsi berlangsung
dari bulan April hingga Juni 2006. Lebih dari 22.000 orang dievakuasi dari
wilayah rawan. Pada saat itu, aliran piroklastik menerjang ke arah selatan, ke
wilayah Dusun Kali Adem di Cangkringan, Sleman, D.I. Yogyakarta dan
menewaskan dua orang relawan. Letusan besar lainnya terjadi pada 22
November 1994 dan menghancurkan wilayah Dusun Turgo di Sleman, D.I.
Yogyakarta dan mengakibatkan tewasnya 66 orang warga akibat terjangan awan
panas yang dikenal dengan sebutan wedhus gembel (Nasir dan Wijoyono, 2009).
Pada tahun 1984, terjadi luncuran awan panas sejauh 7 Km, tetapi tidak
menimbulkan korban jiwa (Seach, 2010). Sari Bahagiarti (2010) menuliskan
bahwa pada tahun 1972 – 1973 terjadi erupsi di Merapi, menghasilkan semburan
asap hitam setinggi 3 Km dan hujan abu – kerikil. Pada tahun 1969 terjadi
letusan besar dengan luncuran awan panas yang menewaskan 3 orang.
Kejadian yang sama terjadi pada tahun 1961, disertai banjir lahar, yang
menewaskan 6 orang. Tahun 1954, Merapi meletus dan menghasilkan awan
panas, hujan abu, dan lapili, yang mengakibatkan 64 orang menjadi korban
meninggal. Kejadian besar di abad yang lalu berlangsung pada tahun 1930 –
1931. Merapi meletus dengan tipe Pilinian, menghasilkan aliran lava, piroklastik,
dan lahar. Sejumlah 1.369 orang meninggal dunia akibat letusan tersebut.
2. Banjir lahar dingin
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta meminta
masyarakat tetap mewaspadai potensi banjir lahar dingin menjelang puncak
musim hujan.
"Masyarakat diharapkan bisa melakukan mitigasi bencana secara mandiri,
apalagi sistem peringatan dini sudah banyak dipasang," kata Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Gatot Saptadi di Yogyakarta.
Dia mengatakan selama musim hujan ini, pihak BPBD DIY telah melakukan
inventarisasi sejumlah titik yang akan dilalui banjir lahar dingin, disertai
pemasangan berbagai peralatan sistem peringan dini serta kamera pengawas
(CCTV) yang telah terpasang di sepanjang titik rawan bencana.
Menurut Gatot, terdapat dua sungai yang sangat berpotensi menjadi area
yang dilewati lahar dingin, yaitu Sungai Code dan Sungai Kuning. Kedua
sungai tersebut berhulu di Gunung Merapi sehingga akan menjadi jalur banjir
lahar dingin.
Meski tetap perlu diwaspadai, menurut Gatot, kemungkinan terjadi banjir lahar
dingin tidak terlalu signifikan jika dibanding tahun sebelumnya, meskipun
curah hujan tinggi saat puncak musim hujan.
Hal itu, menurut dia, mengingat karakteristik material vulkanik Gunung Merapi
sisa erupsi tahun 2010 sudah mengalami perubahan menjadi lebih padat
dibanding tahun sebelumnya. Apalagi, bangunan sabo dam juga telah banyak
di bangun di sepanjang sungai hulu Merapi untuk menghalau tekanan banjir
lahar dingin.
3. Gempa Bumi
Pulau Jawa bagian selatan diguncang gempa bumi yang merusak sebelas
wilayah kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah pada hari Sabtu,
27 Mei 2006 pukul 05.53 pagi. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG; saat
ini Badan Geologi, Klimatologi dan Geofisika – BMKG) mencatat kekuatan
gempa pada 5,9 Skala Richter. Badan Survei Geologi Amerika Serikat (U.S.
Geological Survey) mencatat kekuatan gempa sebesar 6,3 Skala Richter pada
kedalaman 10 Km.
Pusat gempa terletak di daratan selatan Yogyakarta (7.962° Lintang
Selatan, 110.458° Bujur Timur). Laporan Inter Agency Standing Committee –
IASC (2006) menyebutkan bahwa dua wilayah terparah adalah Kabupaten
Bantul di D.I. Yogyakarta dan Kabupaten Klaten di Jawa Tengah. Gempa
bumi tersebut mengakibatkan korban tewas seketika sebanyak 5.744 orang
dan melukai lebih dari 45.000 orang. Sebanyak 350.000 rumah hancur/rusak
berat dan 278.000 rumah rusak sedang/ringan. Dampak gempa ini
menyebabkan 1,5 juta orang tidak memiliki rumah karena rusak atau hancur.
Total penduduk terdampak gempa adalah 2,7 juta jiwa, tiga kali lebih besar
daripada jumlah yang tercatat pada petistiwa gempa-tsunami di Aceh pada 26
Desember 2004. Jumlah kerusakan dan kerugian total mencapai 3,1 milyar
USD, setara dengan kejadian gempa di Gujarat dan Kashmir.
Peta sebaran kerusakan bangunan akibat gempa bumi 27 Mei 2006 di
D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah (Sumber: Inter Agency Standing
Committee – IASC, 2006)
Skala kekuatan gempa bumi ini sebenarnya lebih kecil daripada beberapa
gempa bumi yang pernah melanda wilayah di Jawa Tengah selatan. Namun,
karena letak pusat gempa yang dangkal dan berada di daratan menyebabkan
kerusakan yang lebih besar daripada gempa berskala kekuatan besar tetapi
terjadi tidak di daratan. Situs Departemen Pekerjaan Umum mencatat pada
tanggal 19 Juli 2005 terjadi gempa berkekuatan 5,5 Skala Richter yang
mengguncang Yogyakarta pada pukul 19.21. Gempa ini berpusat di
Samudera Hindia pada kedalaman 33 Km pada jarak 220 Km di selatan Kota
Yogyakarta. Gempa ini disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik Indo-
Australia dan Eurasia yang berlangsung selama lima detik. Namun, tidak ada
kerusakan dan korban yang dilaporkan dalam kejadian ini.
Empat gempa bumi lainnya yang tercatat berpusat di Samudera Hindia dan
pernah mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya terjadi pada tahun tanggal 19
Agustus 2004, 25 Mei 2011, 9 Juni 1992, dan 14 Maret 1981. Semuanya
berskala di antara 6 – 6,5 Skala Richter. Namun, tidak terjadi kerusakan yang
menimbulkan kerugian besar dan korban jiwa. Pada tanggal 23 Juli 1943 tercatat
pernah terjadi gempa bumi yang berpusat di 8,6° Lintang Selatan dan 109,9°
Bujur Timur. Gempa ini berkekuatan besar (tidak tercatat Skala Richternya) dan
mengakibatkan 213 orang meninggal dunia, 2.096 orang luka-luka. Sekitar 2.800
rumah hancur. Getaran gempa ini dirasakan dari Surakarta hingga Garut, Jawa
Barat. Gempa bumi besar sebelumnya terjadi pada tanggal 10 Juni 1867.
Sejumlah 372 rumah hancur dan meewaskan 5 orang di Yogyakarta. Getaran
gempa ini terasa hingga Surakarta (Solo). Kejadian ini meruntuhkan sejumlah
bangunan di Taman Sari Kraton Yogyakarta, merusak Gedung Residen (Gedung
Agung saat ini), dan merobohkan Tugu Pal Putih Kraton Yogyakarta.
Peta wilayah rawan gempa bumi di Indonesia (Sumber: http://esdm.go.id).
Gempa bumi adalah konsekuensi logis dari fakta bahwa Pulau Jawa yang
merupakan bagian dari kepulauan Indonesia berada di wilayah rawan gempa.
Website Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Administrator, 2009)
menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu bagian wilayah di dunia
yang mempunyai sistem seismotonik yang tergolong rumit dengan frekuensi
kejadian gempabumi cukup tinggi. Fenomena tersebut disebabkan posisi
Indonesia terletak pada wilayah tumbukan (pertemuan) 3 (tiga) buah lempeng
besar berukuran benua yang secara terus menerus bergerak. Ketiga lempeng
aktif tersebut adalah Hindia-Australia, Pasifik, dan Eurasia. Karenanya, gempa
bumi berkekuatan lebih dari 6 Skala Richter berpeluang terjadi di wilayah
selatan Pulau Jawa. Selain dapat merusak sarana dan prasarana permukiman
penduduk, gempa bumi juga dapat mengubah kondisi geologi serta hidrologi
secara cepat. Rekahan pada batuan dapat menyebabkan penurunan debit
mata air dan intrusi air laut ke dalam air tanah. Selain akibat pergerakan
lempeng, gempa bumi juga dapat disebabkan oleh aktivitas vulkanik. Namun,
gempa vulkanik getarannya tidak besar dan sebarannya tidak seluas gempa
tektonik.
4. Kebakaran
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sleman meminta masyarakat
tetap mewaspadai potensi kebakaran di musim penghujan ini. Sampai hari ini,
Jum’at 17 Oktober 2014 UPT Pemadam Kebakaran BPBD Sleman telah
menangani 68 kejadian kebakaran. Dari jumlah tersebut 27 kejadian
kebakaran terjadi pada bulan September sampai hari ini sehingga terjadi
peningkatan kejadian kebakaran yang cukup signifikan . Dari 27 kejadian, 13
kejadian merupakan kebakaran lahan, 9 kejadian kebakaran tempat usaha
dan 5 kejadian kebakaran rumah tinggal dengan penyebab terbanyak akibat
rembetan api dari tempat sampah maupun tungku kayu.
Memasuki musim penghujan pada bulan Oktober ini , Drs. Ismu Achmad
Widodo selaku Kepala UPT Pemadam Kebakaran BPBD Sleman
menghimbau masarakat untuk lebih berhati-hati karena perubahan cuaca
yang ekstrim sering menyebabkan kejadian alam yang dapat menimbulkan
kejadian kebakaran. Bilamana terjadi pemadaman listrik, tempatkan lampu
penerangan darurat (lilin, petromak,lampu teplok) dengan aman, mewaspadai
hewan piaraan maupun hewan liar yang sewaktu-waktu dapat mengganggu
instalasi listrik maupun lampu penerangan darurat, menghindari penyimpanan
bahan mudah terbakar dengan cara sembarangan, perencanaan instalasi
listrik yang benar termasuk cara penyambungan maupun penggunaannya,
dan yang tidak kalah penting dengan menyiapkan alat pemadam api yang
tepat guna, tepat media, efisien dan ekonomis. Apabila terjadi kebakaran
segera hubungi Posko Pemadam Kebakaran Kabupaten Sleman Telp. (0274)
868-351, atau (0274) 8300-300 tanpa dipungut biaya.
C. Kegiatan Manajemen Bencana
1. Kegiatan dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Merapi
Program yang disusun dalam kebijakan pencegahan dan mitigasi
bencana terdiri dari program pencegahan dan mitigasi struktural dan
mitigasi non-struktural. Sedangkan dalam kebijakan kesiapsiagaan
bencana disusun program peningkatan kapasitas dan kemandirian
masyarakat dalam mengahadapi risiko bencana serta pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana. Dalam tanggap darurat bencana
disusun program penyelenggaran operasi darurat bencana, sedangkan
dalam pemulihan bencana dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS
A. Pra Bencana Erupsi Merapi
1. Pencegahan dan Mitigasi Bencana Erupsi Merapi
1. Pencegahan dan mitigasi non struktural
1. Penilaian risiko bencana, pemetaan daerah kawasan rawan bencana, pembuatan peta risiko dan membuat simulasi skenario bencana
2. Penyelenggaraan pendidikan kesehatan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern
2. Pencegahan dan mitigasi struktural
3. Pelaksanaan penataan ruang, pembangunan infrastruktur dan pengaturan pembangunan sehingga mempermudah evakuasi saat terjadi bencana
2. Kesiapsiagaan Bencana Erupsi Merapi
4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam membangun budaya aman bencana serta kemandirian
5. Menyusun pedoman standar penyelematan diri terhadap evakuasi
6. Pembuatan jalur evakuasi di daerah rawan bencana erupsi merapi menuju titik kumpul
KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS
dalam menghadapi risiko bencana
7. Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesiapsiagaan bencana
8. Pembangunan jaringan informasi dan komunikasi kebencanaan terpusat dengan pemanfaatan fasilitas umum sebagai media perantara
B. Penanganan dan Pasca Bencana Erupsi Merapi
1. Tanggap Darurat Bencana
1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana
1. Kajian Cepat Bencana Erupsi Merapi
2. Pencarian, penyelamatan & evakuasi
3. Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi
4. Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
2. Pemulihan Bencana
2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
5. Pengkajian kerusakan dan kerugian
6. Penyusunan rencana aksi rehabilitasi rekonstruksi
7. Pemulihan prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana
8. Pemulihan kesehatan dan kondisi psikologis
2. Kegiatan dalam Penanggulangan Bencana Banjir Lahar Dingin
Program yang bisa direncanakan dalam kebijakan pencegahan dan
mitigasi bencana banjir lahar dingin terdiri dari penegakan peraturan
pengurangan risiko bencana dan pembangunan infrastrukur penghalang
lahar dingin. Untuk program dalam kebijakan kesiapsiagaan darurat
bencana banjir terdiri dari program membangun budaya siaga lahar dingin
dan kemandirian masyarakat menghadapi banjir lahar dingin, serta
pembangunan kapasitas teknis aparat pemerintah dalam
penanggulangan bencana.
KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS
A. Pra Bencana Banjir Lahar Dingin
1. Pencegahan dan Mitigasi Bencana Banjir Lahar Dingin
1. Penegakan peraturan Pengurangan Risiko Bencana
1. Menyusun aturan daerah tentang standar pengelolaan Daerah Aliran Kali Opak, Kali Gendol dan Kali Kuning
2. Optimalisasi pengawasan dan evaluasi penerapan standar pengelolaan daerah aliran sungai
2. Pembangunan Infrastruktur Penghalang Bencana di tepi sungai
3. Membangun infrastruktur penghalang tepi sungai agar tidak meluap ke pemukiman warga
4. Melakukan reklamasi sungai pada daerah rawan banjir lahar dingin
2. Kesiapsiagaan Bencana Banjir
3. Pembangunan Budaya Siaga Bencana dan kemandirian Masyarakat dalam menghadapi risiko bencana banjir lahar dingin
5. Melakukan pembersihan sungai di daerah rawan bencana banjir lahar dingin
6. Melakukan sosialisasi penanganan bencana banjir lahar dingin kepada masyarakat
7. Melakukan latihan penanggulangan banjir lahar dingin secara rutin
4. Pembangunan Kapasitas Teknis
8. Pengadaan sarana dan prasarana
KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS
Aparat Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana
penanggulangan bencana banjir lahar dingin
9. Membangun sistem peringatan dini bencana banjir lahar dingin
10. Menyusun rencana evakuasi bencana banjir lahar dingin partisipatif
B. Penanganan Bencana dan Pasca Bencana Banjir Lahar Dingin
1. Tanggap Darurat Bencana
1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana
1. Kaji Cepat Bencana
2. Pencarian, Penyelamatan dan Evakuasi
3. Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi
4. Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
2. Pemulihan Bencana
2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
5. Pengkajian Kerusakan dan Kerugian
6. Penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
7. Pemulihan prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana
8. Pemulihan kesehatan dan kondisi psikologis
3. Kegiatan dalam Penanggulangan Bencana Gempa Bumi (Vulkanik)
Program yang disusun dalam kebijakan pencegahan dan mitigasi
bencana terdiri dari program pencegahan dan mitigasi struktural dan
mitigasi non-struktural. Sedangkan dalam kebijakan kesiapsiagaan
bencana disusun program peningkatan kapasitas dan kemandirian
masyarakat dalam mengahadapi risiko bencana serta pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana. Dalam tanggap darurat bencana
disusun program penyelenggaran operasi darurat bencana, sedangkan
dalam pemulihan bencana dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS
A. Pra Bencana Gempabumi
1. Pencegahan dan Mitigasi Bencana Gempabumi
1. Pencegahan dan mitigasi non struktural
1. Penerapan standar bangunan aman gempa hingga ke tingkat desa yang di adopsi dari Building Code provinsi
2. Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi standar bangunan aman gempa dan aturan tataruang
2. Pencegahan dan mitigasi struktural
3. Peningkatan fungsi fasilitas publik di daerah rawan bencana gempabumi
2. Kesiapsiagaan Bencana Gempabumi
4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam membangun budaya aman bencana serta kemandirian dalam menghadapi risiko bencana
5. Menyusun pedoman standar penyelematan diri terhadap gempabumi
6. Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesiapsiagaan
7. Pembangunan jaringan informasi dan komunikasi kebencanaan terpusat dengan pemanfaatan fasilitas umum sebagai
KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS
bencana media perantara
C. Penanganan Bencana Gempabumi
3. Tanggap Darurat Bencana
1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana
1. Kajian Cepat Bencana Gempabumi
2. Pencarian, penyelamatan & evakuasi
3. Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi
4. Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
4. Pemulihan Bencana
2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
5. Pengkajian kerusakan dan kerugian
6. Penyusunan rencana aksi rehabilitasi rekonstruksi
7. Pemulihan prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana
8. Pemulihan kesehatan dan kondisi psikologis
4. Kegiatan dalam Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
(Akibat Erupsi Merapi)
Program yang disusun dalam kebijakan tersebut diatas berturut-
turut adalah pengurangan risiko bencana kebakaran hutan dan lahan
melalui mitigasi structural dan non struktural, penyelenggaraan operasi
tanggap darurat bencana dan penyelenggaraan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS
A. Pra Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
1. Pencegahan dan Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan dan
1. Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan melalui mitigasi
1. Membangun zonasi antara kawasan hutan dan kawasan pemukiman
2. Menerapkan kriteria dan
KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS
Lahan struktural dan non struktural
standar pengamanan dan penanggulangan bencana pada kawasan hutan
3. Pengawasan, pengendalian dan penyelenggaraan izin pemanfaatan hasil hutan produksi dan pariwisata alam
B. Penanganan dan Pasca Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
1. Tanggap Darurat Bencana
1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana
1. Kaji Cepat Bencana
2. Pencarian, Penyelamatan dan Evakuasi
3. Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi
4. Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis.
2. Pemulihan Bencana
2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
5. Pengkajian Kerusakan dan Kerugian
6. Penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
7. Pemulihan prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana
8. Pemulihan kesehatan dan kondisi psikologis
SATUAN ACARA PENYULUHAN
MITIGASI BENCANA GUNUNG MELETUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Kelompok Kecamatan Cangkringan
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN 2015
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
A. Topik : Mitigasi Bencana Gunung Meletus
B. Sasaran
1. Sasaran Penyuluhan : Warga Masyarakat Dusun X
2. Sasaran Program : Seluruh Pemuda di Dusun X
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberi penyuluhan selama 45 menit, diharapkan seluruh
pemuda di Dusun X dapat memulihkan pengetahuan mengenai Mitigasi
Bencana Gunung Meletus
2. Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan 45 menit diharapkan
keluarga Tn. M dapat :
a. Menjelaskan pengertian Mitigasi Bencana Gunung Meletus
b. Menyebutkan jbahaya dari gunung berapi
c. Menyebutkan hasil letusan gunung berapi
d. Menjelaskan mitigasi letusan gunung berapi : sebelum letusan
e. Menjelaskan mitigasi letusan gunung berapi : selama letusan
f. Menjelaskan mitigasi letusan gunung berapi : setelah letusan
g. Menjelaskan mengenai persiapan dini pada bencana gunung berapi
D. Materi
1. Pengertian mitigasi bencana gunung meletus
2. Bahaya gunung berapi
3. Hasil letusan gunung berapi
4. Mitigasi bencana gunung berapi : sebelum letusan
5. Mitigasi bencana gunung berapi : selama letusan
6. Mitigasi bencana gunung berapi : setelah letusan
7. Persiapan dini pada bencana gunung berapi
E. Metode
1. Diskusi
2. Tanya jawab
F. Media dan Alat
Media dan alat yang digunakan adalah presentasi power point dan hand out
tentang mitigasi bencana gunung berapi yang berisi:
1. Pengertian mitigasi bencana gunung berapi
2. Bahaya gunung berapi
3. Hasil letusan gunung berapi
4. Mitigasi bencana gunung berapi : sebelum letusan
5. Mitigasi bencana gunung berapi : selama letusan
6. Mitigasi bencana gunung berapi : setelah letusan
7. Persiapan dini pada bencana gunung berapi
G. Waktu
Hari, tanggal : Selasa, 17 April 2015
Waktu : 10.00 – 10.45 WIB
No. Kegiatan Waktu
1. Salam terapeutik 3 menit
2. Menyampaikan kontrak (tujuan, materi, waktu)
dan membagikan hand out
2 menit
4. Menyampaikan materi penyuluhan 15 menit
5. Diskusi tanya jawab tentang materi 15 menit
7. Merangkum materi 3 menit
8. Mengevaluasi penyuluhan 5 menit
9. Menyimpulkan hasil penyuluhan 2 menit
10. Penutup 1 menit
H. Tempat dan Setting Tempat
Tempat : ruang balai Dusun X
Setting Tempat : mahasiswa dan seluruh pemuda di Dusun X
I. Evaluasi
No. Aspek Waktu Metode Instrumen Evaluator
1. Kognitif
Selasa, 17
April 2015
jam 11.00
Tanya
jawab
Daftar
pertanyaan
Dedi dan
team
Aspek kognitif
Daftar pertanyaan :
a. Apakah pengertian mitigasi bencana gunung berapi?
A Keterangan : A : mahasiswa
B : para pemuda
dusun X
b. Apa saja bahaya dari gunung berapi?
c. Apa saja hasil letusan dari gunung berapi?
d. Bagaimana bentuk mitigasi bencana gunung berpai : sebelum letusan?
e. Bagaimana bentuk mitigasi bencana gunung berpai : selama letusan?
f. Bagaimana bentuk mitigasi bencana gunung berpai : setelah letusan?
g. Apa saja bentuk persiapan dini pada bencana gunung berapi?
Yogyakarta, April 2015
Dedi dan team
Lampiran
MATERI
A. Pengertian Mitigasi Bencana Gunung Meletus
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran, peningkatan
kemampuan menghadapi bencana dan meniadakan korban serta kerugian
yang timbul. Gunung meletus adalah peristiwa alam dimana endapan
magma yang berada di dalam perut bumi didorong keluar oleh gas yang
mempunyai tekanan tinggi. Mitigasi bencana Letusan gunung api adalah
proses pencegahan bencana letusan gunung api ataupun pengurangan
dampak bahaya letusan gunung api untuk meminimalkan :
1. Jatuhnya korban jiwa
2. Kerugian harta benda
3. Rusaknya lingkungan dan terganggunya roda perekonomian
masyarakat
B. Bahaya Gunung Berapi
1. Aliran Lava
Lava adalah magma yang meleleh keluar ke permukaan bumi
melalui lubang kepundan atau rekahan, dengan suhu mencapai >
1000°C, serta dapat merusak segala bentuk infrastruktur
2. Aliran Piroklastik (Awan Panas / Wedhus Gembel)
Aliran piroklastik/ awan panas/ wedhus gembel adalah aliran
material vulkanik panas yang terdiri atas batuan berat (padat), ringan
(berongga), lava massif dan butiran klastik yang pergerakannya
dipengaruhi gravitasi dan cenderung mengalir melalui lembah dengan
kecepatan 10-100 meter/detik padda suhu antara 100-1000°C.
3. Jatuhan Piroklastik
Jatuhan piroklastik adalah material yang disemburkan ke udara
oleh suatu letusan gunung berapi kemudian kembali jatuh ke permukaan
bumi, material ringan seperti abu padat tertiup angina sampai jauh
puluhan kilometer bahkan ribuan kilometer. Material ini dapat :
a. Menimbulkan hujan abu
b. Membahayakan penerbangan
c. Membahayakan saluran pernafasan
d. Merobohkan bangunan
4. Gas Beracun
Gas beracun adalah gas vulkanik yang dapat mematikan seketika
apabila terhirup ke dalam tubuh dalam konsentrasi diatas ambang batas
kemampuan manusia. Gas tersebut antara lain : CO2, SO2, Rn, H2S, HCl,
HF dan H2SO4. Gas tersebut umumnya tidak berwarna dan tidak berbau.
5. Longsor Gunung Berapi
Longsoran pada tubuh gunung berapi yang terjadi bukan akibat
gunung berapi, namun :
a. Lemahnya ikatan bebatuan pada tubuh gunung berapi
b. Akibat dorongan energiletusan yang menyamping
6. Lahar Letusan
Lahar letusan terjadi pada gunung berapi yang mempunyai danau
kawah, terjadi bersamaan saat letusan, air bercampur material lepas
gunung berapi mengalir dalam bentuk banjir lahar
7. Lahar Hujan
Lahar hujan terjadi akibat endapan material yang diletuskan diangkut oleh
hujan dan menyebabkan banjir, lumpur, panas atau dingin
C. Hasil Letusan Gunung Berapi
1. Gas Vulkanik
Gas vulkanik adalah gas-gas yang dikeluarkan saat terjadi letusan
gunung berapi yang dikeluarkan antara lain:
a. Carbon monoksida (CO)
b. Carbondioksida (CO2)
c. Hidrogen sifida (H2S)
d. Sulfurdioksida (SO2) dan nitrogen (NO2)
2. Lava
Lava adalah cairan magma yang bersuhu tinggi yang mengalir ke
permukaan melalui kawah gunung berapi. Lava encer mampu mengalir
jauh dari sumbernya mengikuti sungai atau lembah yang ada,sedangkan
lava kental mengalir tidak jauh dari sumbernya.
3. Lahar
Lahar adalah merupakan salah satu bahaya bagi masyarakat
yang tinggal di lereng gunung berapi. Lahar adalah banjir bandang di
lereng gunung yang terdiri dari campuran bahan vukanik berukuran
lempung sampai bongkah.dikenal sebagai lahar letusan dan ahar hujan.
Lahar letusan terjadi apabila gunung berapi yang memiliki danau kawah
meletus, sehingga air danau yang pantas bercampur dengan material
letusan, sedangkan lahar hujan terjadi karena percampuran material
letusnya dengan air hujan disekitar puncaknya.
4. Abu letusan gunung berapi
Abu letusan gunung berapi adalah material yang sangat halus.
Karena hembusan angina dampaknya bisa dirasakan ratusan kilometer
jauhnya. Dampak abu letusan adalah permasalahan pernafasan,
kesulitan penglihatan, pencemaran sumber air bersih, menyebabkan
badai listrik, mengganggu kerja mesin dan kendaraan bermotor,
merusak atap, merusak lading serta merusak infrastruktur tubuh
5. Awan panas / Wedhus Gembel)
Awan panas bisa berupa awan panas aliran, awan panas
hembusan, dan awan panas jatuhan. Awan panas aliran adalah awan
dari material letusan besar yang panas, mengalir turun dan
mengendapnya didalam dan disekitar sungai dari lembah. Awan panas
hembusan adalah awan dari material letusan kecil yang panas,
dihembuskan angina dengan kecepatan 90 km/jam. Awan panas
jatuhan adalah awan dari material letusan panas besar dan kecil yang
dilontarkan keatas oleh kekuatan letusan yang besar. Material dengan
ukuran besar akan jatuh disekitar puncak, sedangkan yang halus akan
jatuh mencapai puluhan, ratusan, bahkan ribuan kilometer dari puncak
karena hembusan angin. Awan panas dapat menyebabkan luka bakar
pada bagian tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan, leher atau kaki
dan juga menyebabkan sesak hingga tidak bernafas.
D. Mitigasi Letusan Gunung Berapi : Sebelum Meletus
1. Cari tahu tentang system pengamanan di komunitas daerah masing-
masing serta bagan alur keadaan darurat
2. Waspada mengenai bahaya yang menyertai gunung api yaitu :
a. Lahar dan banjir bandang
b. Longsor dan hujan batu (material gunung api)
c. Gempa bumi
d. Hujan abu dan hujan asam
e. Tsunami
3. Lakukan rencana evakuasi :
a. Apabila anda tinggal di daerah rawan bencana gunung api, harus
ingat rute mana yang aman untuk dilalui
b. Bentuk komunitas bahaya bencana gunung api
c. Apabila anggota keluarga tidak berkumpul ketika terjadi letusan,
usahakan untuk berkumpul dalam keluarga dan jangan terpisah
d. Mintalah keluarga yang tinggal berjauhan untuk saling mengontak
sebagai hubungan keluarga, sebab sehabis terjadi bencana
biasanya lebih mudah untuk kontak jarak jauh. Tiap anggota
keluarga usahakan untuk mengetahui nama, alamat dan nomor
telepon anggota keluarga yang lain.
4. Buatlah persediaan perlengkapan darurat seperti :
a. Batere/senter dan ekstra baterey
b. Obat-obatan untuk pertolongan pertama
c. Makanan dan air minum untuk keadaan darurat
d. Pembuka kaleng
e. Masker debu
f. Sepatu
g. Pakailah kaca mata dan gunakan masker apabila terjadi hujan abu
5. Hubungi pihak-pihak yang berwenang mengenai penanggulangan
bencana seperti tim SAR atau PMI.
6. Walaupun tampaknya lebih aman untuk tinggal di dalam rumah
sampai gunung api berhenti meletus, tapi apabila anda tinggal di
daerah rawan bahaya gunung api, akan sangat berbahaya. Patuhi
intruksi dari badan yang berwenang dan segera lakukan secepatnya.
E. Mitigasi Bencana Gunung Berapi : Selama Letusan
1. Ikuti perintah pengungsian yang telah diperintahkan oleh badan yang
berwenang
2. Hindari melewati arah searah dengan arah angina dan sungai-sungai
yang berhulu dipuncak gunung yang sedang meletus
3. Apabila terjebak didalam ruangan/ rumah :
a. Tutup seluruh jendela, pintu-pintu masuk dan lubang /keran
b. Letakkan seluruh mesin kedaam garasi atau tempat yang tertutup
c. Bawa binatang peliharan lainnya kedalam ruang yang terlindungi
4. Apabila diruang terbuka :
a. Carilah ruangan perlindungan
b. Apabila terjadi hujan batu, lindungi kepala dengan posisi
melingkar seperti bola
c. Apabila terjebak dekat suatu aliran, hati-hati terhadap adanya
aliran lahar. Carilah tempat yang lebih tinggi
d. Lindungi diri anda dari hujan
e. Kenakan pakaian kemeja lengan panjang dan celana
f. Gunakan kacamata untuk melindungi mata
g. Gunakan masker debu atau gunakan kain/ sapu tangan untuk
melindungi saluran pernafasan
h. Matikan mesin mobil atau kendaraan lainnya kalau mendengar
adanya halilintar
5. Hindari daerah berbahaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah
atau lembaga yang berwenang/ lihat peta bahaya gunung api
6. Akibat letusan gunung api dapat dirasakan berkilometer jauhnya dari
gunung api yang sedang meletus. Aliran lahar dan banjir bandang,
kebakaran hutan bahkan aliran awan panasyang mematikan dapat
mengenai anda bahkan tidak melihat ketika gunung api meletus.
Hindari lembah-embah sungai dan daerah rendah. Mencoba
mendekati gunung berapi yang sedang meletus merupakan langkah
untuk menuju maut,
7. Apabila anda melihat permukaan aliran sungai naik, cepat-cepat cari
daerah yang lebih tinggi. Apabila aliran lahar melewati jembatan,
jauhi jembatan tersebut. Aliran lahar memiliki daya kekuatan yang
besar, membentuk aliran yang mengandung lumpur dan bahan
gunung api lainnya yang dapat bergerak dengan kecepatan 30-60
km/jam. Awan panas mengandung debu gunung api, dapat
membakar tumbuhan yang dilaluinya dengan cepat. Dengarkan berita
dari radio atau televise mengenai situasi terakhir bahaya letusan
gunung berapi.
F. Mitigasi Bencana Gunung Berapi : Setelah Letusan
1. Apabila mungkin, hindari zona-zona daerah hujan abu
2. Apabila berada di luar ruangan :
a. Tutup mulut dan hidung anda. Debu gunung api dapat
menyebabkan iritasi saluran pernafasan
b. Gunakan kacamata untuk melindungi mata anda
c. Lindungi kulit anda dari iritasi debu gunung api
d. Bersihkan atap dari hujan debu gunung api
e. Hujan debu yang menutupi atap sangat berat dan dapat
mengakibatkan runtuhnya atap bangunan. Hati-hati ketika bekerja
diatap bangunan rumah
3. Hindari mengendarai kendaraan didaerah hujan abu yang lebat
4. Mengendarai kendaraan mengakibatkan debu tersedot dan dapat
merusak kendaraan bermesin
5. Apabila anda memiliki penyakit pernafasan, hindari sedapat mungkin
untuk kontak dengan debu gunung api
6. Tinggallah di dalam rumah sampai keadaan dinyatakan aman diluar
rumah
7. Ingatlah untuk membantu tetangga yang membutuhkan
G. Persiapan Dini Pada Bencana Gunung Berapi
1. Mempelajar peta kawasan rawan bencana (KRB) dan peta zona
resiko bahaya gunung api yang didukung dengan peta geologi
gunung api
2. Memperhatikan arahan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG) terkait dengan perkembangan aktifitas gunung
berapi
3. Persiapkan masker dan kaca mata pelindung untuk mengantisipasi
debu vulkanik
4. Mengetahui jalur evakuasi dan shelter yang telah dipersiapkan oleh
pihak yang berwenang
5. Mempersiapkan scenario evakuasi lain apabila dampak letusan
meluas diluar prediksi para ahli
6. Persiapkan dokumen penting dan dukungan logistik
Daftar Pustaka
Diantoro, Wahyu. 2014. Mitigasi Bencana Gunung Meletus. Diunduh pada
tanggal 14 April 2015 dari http://when-they-
erupt.blogspot.in/2014/04/mitigasi-bencana-alam-gunung-
meletus_4689.html?m=1
ARBYT. 2014. Mitigasi dan Adaptasi Bencana Gunung Meletus. Diunduh pada
tanggal 14 April 2015 dari http://arbyt10.blogspot.in/2014/03/mitigasi-dan-
adaptasi-bencana-gunung.html?m=1
Grehastuti, Denada. 2014. Makalah Mitigasi Bencana Alam Gunung Meletus.
Makalah. Diunduh pada tanggal 14 April 2015 dari
http://denadagrehastuti.blogspot.in/2014/11/makalah-mitigasi-bencana-
alam-gunung.html?=1
http://en.wikipedia.org/wiki/2010_eruptions_of_Mount_Merapi
http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eqinthenews/2006/usneb6/
http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/
http://bpbd.slemankab.go.id/
Sumber data: web resmi Pemerintahan Kabupaten Sleman at
http://kecamatan.slemankab.go.id/cangkringan