Upload
ngophuc
View
244
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MANAJEMEN ORGANISASI PUBLIK DAN DAYA ADAPTASI PADA
PERUBAHAN. Oleh Syaiful Anawar / Widyaiswara Utama BPPK
Abstrak
Organisasi publik adalah organisasi yang dibentuk dengan tujuan untuk menjamin keamanan
dan kesejahteraan warga bangsa dan warga negara, oleh sebab itu organisasi publik akan berkaitan
dengan landasan hukum yang terkait dengan implementasi dan pengawasan berbagai kebijakan
publik dalam upaya mensejahterakan masyarakat.
Pejabat publik selayaknya memahami berbagai teknologi yang dikembangkan untuk memastikan
tercapainya tujuan berorganisasi seperti Manajemen Stratejik, Balance Scorecards dll sebagai alat
analisis – synthesis untuk menemukan faktor kunci keberhasilan organisasi (key success factors) agar
memperoleh leverage / pengungkit yang cocok untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi
organisasi publik.
Melalui leverage / pengungkit yang telah ditemukan akan memungkinkan pimpinan organisasi
kemudian menyusun rencana stratejik (suatu perencanaan yang berdampak luas bagi organisasi)
untuk kemudian dijabarkan oleh organisasi yang lebih rendah dalam bentuk Kebijakan Umum
Kebijakan Sektoral Program Sektoral Kegiatan Sektoral (Operasional).
Kegiatan sektor publik kemudian dijabarkan / transformasi dalam faktor – faktor input yang
mewujudkan berbagai kegiatan organisasi publik sehingga secara kuantitatif dapat diukur dalam
bentuk besar biaya yang dibutuhkan organisasi dalam upaya mencapai Visi / Tujuan / Sasaran dan
Target organisasi sebagai indikator kebutuhan belanja pemerintahan dilevel Satuan Kerja
Pemerintahan Pusat maupun Daerah (SKPP/SKPD). Perhitungan faktor input dari Kegiatan Publik
secara agregate dan berjenjang (bottom up) akan diperoleh satuan biaya berupa rupiah yang
dibutuhkan untuk mencapai Visi / Tujuan / Sasaran / Target yang diharapkan dari suatu organisasi
publik.
Perubahan berupa tekanan baik dari kelompok kepentingan (pressure group), maupun tekanan
dari kondisi objektif pada lingkungan sosial, politik dan ekonomi, selayaknya menjadi input
perubahan organisasi dalam menyongsong perubahan bersifat systemik dengan membekali diri
dengan nilai – nilai (budaya organisasi) yang adaptive pada berbagai perubahan sehingga mampu
menjamin daya survival organisasi dalam menghadapi persaingan dan perubahan.
Akuntabilitas kinerja organisasi menjadi keniscayaan manakala tuntutan akuntabilitas,
transparency, rule of law, partisipatif masyarakat lebih luas pada setiap keputusan sektor publik
menjadi persyaratan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan (good governance).
Perencanaan Stratejik adalah media untuk mewujudkan tuntutan akuntabilitas kinerja organisasi
sehingga indikator kinerja organisasi dilevel Kegiatan dilevel Program dilevel Kebijakan
secara kuantitatif dapat diukur dan secara manajerial dapat diperkirakan akan berdampak pada
capaian kinerja Program dan kinerja Kebijakan yang lebih baik daripada sebelumnya.
Memahami struktur dan desain organisasi yang cocok untuk organisasi publik akan membantu
membawa organisasi menuju arah yang benar dengan tingkat akuntabilitas yang layak dan proses
penggunaan sumberdaya ekonomi publik cocok dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak juga
kekurangan sehingga tercapai tujuan efisiensi penggunaan sumberdaya ekonomi bangsa dan negara
dalam upaya mewujudkan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kata – Kata Kunci
Privatisasi
Faktor Kunci Keberhasilan
Faktor Kritis Keberhasilan
Strategy
Leverage / Pengungkit
Kebijakan
Program
Kegiatan
Input
Output / Outcome
Impact
Benefit
Budaya Organisasi
Kreteria Kinerja
A. Pendahuluan
Organisasi memerlukan manajemen guna menjamin terjaga dan tercapainya kinerja suatu
organisasi agar tetap hidup atau survive dalam menghadapi berbagai perubahan yang dihadapinya
termasuk dalam hal ini organisasi pemerintah.
Privatisasi penyelenggaraan pemerintah mempunyai makna adalah bagaimana mengelola
organisasi pemerintah lebih efektive dan efisien, sebab masyarakat (publik) menuntut agar pemerintah
dalam mengelola pemerintahan bagaikan mengelola perusahaan swasta, dengan maksud agar
penyelenggaraan pemerintah lebih efisien dan lebih efektif.
Pengertian efisien adalah perbandingan penggunaan faktor Input dibandingkan Output yang
dihasilkan atau Input / Output memberi benefit / keuntungan baik dalam dimensi penggunaan
sumberdaya, dimensi penggunaan waktu dan dimensi besar biaya yang dikeluarkan.
Pengertian efektif adalah semua strategi, kebijakan, program dan kegiatan berfungsi dan bekerja
sesuai tujuan sebagaimana diharapkan / direncanakan. Pengertian “sesuai sebagaimana yang
direncanakan” adalah baik dalam pengertian memenuhi syarat formal (ketentuan yang berlaku,
legal compliance) dan atau sesuai syarat fungsional (planning, allocating, managing functions)
maupun syarat material dalam bentuk capaian organisasi yang sesungguhnya (efiicient, effectiveness
atas capaian output outcome benefit impact dari suatu public policies).
Oleh sebab itu kesadaran penyelenggara pemerintah tentang Misi – Vis – Nilai – Nilai Negara
(Pembukaan UUD 1945), Misi – Visi – Nilai Pemerintahan (Presiden, Gubernur dan atau Bupati /
Walikota) menjadi penting sebagai referensi dan rujukan tentang proses pembuatan (policy forming)
Kebijakan Program Kegiatan suatu Lembaga Pemerintah / Publik pada Satuan Kerja
Pemerintah Pusat (SKPP) maupun Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD).
Dengan demikian pimpinan lembaga pemerintahan dituntut untuk mampu melihat
penyelenggaraan pemerintahan secara holistic, komperhensif agar seluruh level dalam organisasi
fokus pada Visi (Vision) Tujuan (Goals) Sasaran (Objectives) Target (Targets) yang sudah
ditetapkan.
Kompleksitas organisasi dan manajemen membawa kearah kompleksitas proses pengambilan
keputusan, ilmu pengambilan keputusan memfatwakan harus menemukan terlebih dahulu Faktor
Kunci Keberhasilan (FKK) sebagai lokasi tersedianya pengungkit (leverage) guna menyelesaikan
persoalan organisasi secara systemic dan sytematik. Pengungkit atau leverage adalah suatu tindakan
kecil dan fokus (dalam bentuk keputusan kebijakan publik) dalam suatu elemen penting organisasi
yang berdampak luas dan bersifat menguntungkan publik.
Ada beberapa teknologi yang dapat digunakan untuk menemukan faktor kunci keberhasilan suatu
organisasi untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk Strategy / Kebijakan / Program / Kegiatan guna
mencapai Visi / Tujuan / Sasaran / Target Organisasi seperti :
- Manajemen Stratejik.
- Balance Scorecards
- Systems Thinking (Causal Loop Diagram, Stock & Flow, Pola Arkitipe / Architype)
- Analysis Gejala Gunung Es (Ice Berg Analysis).
- Analysis Pengambilan Keputusan.
Berbagai teknologi termaksud digunakan untuk memperoleh atau menemukan Faktor Kunci
Keberhasilan (Key Success Factors) dari Unit Organisasi Pemerintahan baik level Pemerintah Pusat
mapun Pemerintah Daerah. Faktor Kunci Keberhasilan termaksud kemudian dijabarkan dalam bentuk
Kebijakan – Kebijakan, masing – masing Kebijakan dijabarkan dalam Program – Program, masing –
masing Program dijabarkan dalam Kegiatan – Kegiatan.
Dari masing – masing Kegiatan kemudian dilakukan identifikasi faktor Input untuk mencapai
Output / Outcome yang diharapkan untuk memperoleh Dampak / Impact dan Keuntungan / Benefit.
Penentuan Input – Output / Outcome – Impact – Benefit adalah penting untuk mengukur indikator
kinerja satuan kerja / unit kerja organisasi publik.
Matrix Hubungan Teknologi Analisis dan Faktor Kunci Keberhasilan
Manajemen
Stratejik
Systems
Thinking
Balance
Scorecard
Analysis
Potential
Problems
Menemukan
Faktor Kunci
Keberhasilan
Organisasi
(FKK)
Kebijakan
Program
Program
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Teknologi
Analysis
Analysis
Gunung Es
(Iceberg)
Matrix Kreteria Kinerja Kebijakan Program Kegiatan
B. Faktor Kunci Keberhasilan Organisasi (Key Success Factors)
Ada beberapa pengertian tentang faktor kunci keberhasilan (key success factors)
Key success factors is a performance area critical importance in achieving consistenly high productivity, there
are at least two broad categories of key success factors that are commonly to virtually all organization business
process and human process. Both are crucial to build great companies.
(Faktor kunci keberhasilan adalah pengukuran kinerja pada kawasan yang penting dan kritikal yang secara
kosisten berusaha mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, paling tidak ada 2 (dua) kawasan katagori
sebagai faktor kunci keberhasilan dalam suatu organisasi yaitu ketatalaksanaan dan faktor manusia.Kedua hal
tersebut adalah hal yang krusial dalam upaya membesarkan suatu organisasi)
Every organization and company has its own definition of knowledge and how it should be gathered,
categorized, and made available to employee.
(Setiap organisasi dan perusahaan mempunyai definisi sendiri tentang pengetahuan / ketrampilan dan
bagaimana ketrampilan tersebut dikumpulkan, dikelompokkan sehingga setiap saat tersedia (untuk digunakan)
oleh pegawai / karyawan)
Bixler (2002), developed 4 (four) pillars model to describes key success factors , 4 pillars are leadership,
organization, technology, using to support company wider their knowledge.
(Bixler mengembangkan 4 (empat) pilar sebagai model untuk menjelaskan faktor kunci keberhasilan, empat
pilar tersebut adalah kepemimpinan, organisasi, teknologi, dan pemanfaatan ketrampilan / pengalaman kerja
yang tersedia dalam organisasi)
The Gartner Group, 10 (ten) technology make up and to build solution (sepuluh teknologi
pengambilan keputusan dalam pengembangan solusi)
Program
Kegiatan
Kegiatan
Kebijakan
Kreteria Pengukuran Kinerja Kegiatan
Identifikasi Faktor Input
Kegiatan
Output (Hasil)
Outcome (Hasil sebagai Input)
Dalam Waktu 1 Tahun
Identifikasi Faktor Input
Kegiatan
Output (Hasil)
Outcome (Hasil sebagai Input)
Dalam Waktu 1 Tahun
Kreteria Pengukuran Kinerja Program – Kebijakan
Faktor Input Program = Total
Outcome Kegiatan
Dampak / Impact yang
diharapkan diukur dalam
Periode waktu 1 s/d 2 Tahun
Faktor Input Kebijakan = Total
Dampak / Impact Program
Keuntungan / Benefit yang
diharapkan diukur dalam
Periode Waktu 5 Tahun
Capture & Store (tangkap & simpan)
Search & Retrieve (cari & temukan)
Structure & Navigate (struktur & arahkan)
Share & Collaborate (berbagi & kerjasama / bergabung)
Synthesize, Profile & Personalized (Synthesis, profil dan Personalisasi)
Solve or Recommend (Memecahkan masalah dan Rekomendai)
Integrated with business process (Integrasi dan ketatalaksanaan)
Maintenance (pemeliharaan)
Davenport & Probst menyatakan elemen faktor kunci keberhasilan adalah
Leadership (kepemimpinan)
Performance measurement (pengukuran kinerja)
Organizational Policy (kebijakan yang dilakukan organisasi)
Knowledege sharing & acquisition (berbagi ketrampilan / pengetahuan dan memperoleh ketrampilan)
Information Systems Structured (Struktur systems Informasi)
Benchmarking & Training (Pembanding & Pelatihan)
Dari berbagai pengertian tersebut diatas menunjukkan ada dua area kritis dalam membahas faktor
kunci keberhasialan yaitu area ketatalaksanaan dan area faktor manusia.
Faktor Kunci Keberhasilan Dalam Arti Luas Pada Area Ketatalaksanaan (Business
Process).
Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) adalah suatu tindakan dalam kawasan elemen organisasi yang
bersifat stratejik (sifat tindakan yang mempunyai cakupan / lingkup dampak yang luas dalam
organisasi) dan diharapkan tindakan tersebut menjadi pengungkit (leverage) bagi organisasi.
Pengungkit (leverage) adalah suatu tindakan sebagai “dongkrak atau daya ungkit” yaitu tindakan
yang kecil, ringan tetapi mempunyai dampak luas pada organisasi dan mendorong organisasi pada
level unggul dalam persaingan.
Teknologi Manajemen Stratejik, Balance Scorecard, Systems Thinking (Causal Loop Diagram,
Stock & Flows dan Archytype), Teknik Pengambilan Keputusan adalah alat – alat untuk
“menemukan” faktor kunci keberhasilan (key success factors) dalam organisasi setelah organisasi
“bertarung dalam pertempuran” dan organisasi tetap ingin diakui keberadaannya (exist), unggul dalam
setiap pertempuran dan mempunyai daya survival yang tinggi.
Hubungan Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) dan Strategy
Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) memberi inspirasi untuk melakukan sesuatu yang tepat dalam
bentuk “strategy” yaitu langkah – langkah tindakan yang berdampak luas terhadap organisasi dan
stakeholder organisasi.
Mengingat dampak yang luas yang timbul dari pilihan “strategy” yang dipilih organisasi, maka
strategy tersebut tidak boleh “sering berubah” karena kalau hal itu terjadi akan “membingungkan”
elemen / unit organisasi yang lebih rendah atau berada dibawahnya (level operasional) dan akan
berujung pada tidak tercapainya visi / tujuan / sasaran / target organisasi.
Agar menjamin tercapainya visi / tujuan / sasaran / target pada berbagai level organisasi, dan
terwujudnya akuntabilitas kinerja organisasi memerlukan penjabaran lebih lanjut Strategy dalam
bentuk Kebijakan (Policy), System / Prosedur dan Taktik.
Hubungan Strategy dengan Kebijakan
Kebijakan adalah suatu tindakan (atau memutuskan tidak bertindak) yang dilakukan oleh
organisasi publik sebagai bentuk penjabaran (uraian) pelaksanaan strategy organisasi untuk level
organisasi dibawah level stratejik (puncak organisasi). Dalam menyusun suatu kebijakan sektor
publik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti Lingkungan Organisasi, Pengelola Kebijakan,
Kelompok Sasaran Kebijakan, Kebijakan Publik
Tahap pertama dalam menyusun kebijakan publik adalah melakukan formulasi kebijakan dengan
tujuan menemukan faktor kritis organisasi (critical success factors) internal dan eksternal organisasi
untuk menemukan faktor kunci keberhasilan dalam lingkup cakupan kerja organisasi setingkat devisi,
direktorat atau bidang. Dengan menemukan faktor kritis yang dihadapi oleh organisasi (internal dan
eksternal) maka dapat diharapkan / menemukan solusi yang tepat.
Tahap kedua setelah menemukan faktor kunci keberhasilan pada level devisi, atau direktorat, dan
atau bidang maka mempersiapkan aturan main sebagai petunjuk pelaksanaan dengan tujuan untuk
memastikan tercapainya tujuan organisasi (policy forming), aturan main yang disusun diharapkan
tidak kaku dan memberi ruang pada tumbuh dan berkembangnya kreatifitas sumberdaya manusia.
Tahap ketiga, melaksanakan kebijakan (policy implementation) yaitu tahap melaksanakan
berbagai kebijakan yang sudah ditetapkan dengan mengacu kepada “aturan main” yang sudah
ditetapkan organisasi dengan memperhatikan sumberdaya internal dan kepentingan target kebijakan
baik dalam arti sempit seperti client / customer / penerima output maupun dalam arti luas meliputi
pemangku kepentingan atas organisasi (stakeholders)
Tahap keempat menyusun rencana evaluasi (policy evaluation), ialah kegiatan untuk mengukur
capaian kinerja elemen organisasi dan organisasi itu sendiri, guna perbaikan kebijakan dan strategi
organisasi dalam upaya memastikan tercapainya Visi atau Tujuan atau Sasaran atau Target yang
diharapkan organisasi.
Hubungan Kebijakan dengan Systems & Prosedur.
Systems dan Prosedur adalah suatu aturan main dengan merujuk pada suatu tindakan untuk
“menjabarkan = menguraikan” kebijakan agar secara operasional dapat “dilaksanakan dan
diawasi”, agar menjamin tercapainya “sasaran” organisasi khususnya dilevel organisasi tingkat
“supervise” atau tingkat “supervisory level” dalam suatu organisasi.
Systems dan prosedur memberi informasi kepada level unit organisasi setingkat supervisor, agar
dalam upaya mencapai sasaran yang ditetapkan organisasi hendaknya memperhatikan aturan main
atau petunjuk pelaksanaan yang telah disepakati. Dengan demikian pengukuran capaian kinerja adalah
ketaatan pada aturan (compliance) dalam upaya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Uraian
sasaran organisasi secara kuantitatif harus dapat diukur misal pertumbuhan ekonomi 6.5 % / tahun
atau inflasi dibawah 10 % per tahun dll.
Hubungan Systems & Prosedur dengan Taktik
Taktik adalah suatu tindakan organisasi ditingkat lapangan (operasional) dengan maksud agar
“target organisasi” yang ditetapkan dapat tercapai, dan secara kuantitaif capaian kinerja organisasi
terukur (sizeable).
Sehubungan dengan sifat dan karakter lapangan maka organisasi di level operasional dalam
mengembangkan “taktik” dimungkinkan “sering berubah – ubah” sesuai tantangan dan perubahan –
perubahan yang dihadapi oleh organisasi di lapangan., dengan maksud dan tujuan menjamin
tercapainya “target” organisasi.
Kumpulan Capaian Target (Kumpulan Kegiatan) = Capaian Sasaran Kumpulan Capaian Sasaran
(Kumpulan Program) = Capaian Tujuan (Goal) Kumpulan Capaian Tujuan / Goal (Kumpulan
Policy) = Capaian Visi Organisasi.
Capaian Visi Organisasi di tahun itu = Misi (baru) Organisasi untuk mencapai Visi yang akan
dicapainya atau dengan perkataan lain Visi adalah Misi Organisasi dimasa depan “Vision is the
Mission organization for the coming future”
Faktor Kunci Keberhasilan Dalam Arti Sempit Pada Area Faktor Manusia
Keberhasilan organisasi dalam mencapai kinerja organisasi bergantung kepada faktor manajemen
dan faktor manusia. Manusia sebagai performer dalam suatu organisasi / manajemen khususnya pada
struktur organisasi professional akan menjadi faktor kunci keberhasilan (Key Success Factors) dalam
suatu organisasi.
Faktor Kunci Keberhasilan Organisasi / Manajemen Rumah Sakit (misalnya) bukan ditentukan
oleh fungsi manajemen rumah sakit, melainkan sangat ditentukan oleh “kualitas para dokter” yang
menangani / mengobati para pasien rumah sakit. Semakin banyak orang sembuh setelah berobat di
Rumah Sakit tersebut maka akan semakin banyak orang berobat, sebagai bentuk meningkatnya
kepercayaan masyarakat pada Rumah Sakit itu.
Faktor Kunci Keberhasilan Organisasi / Manajemen Lembaga Pendidikan adalah “kualitas Guru,
Dosen atau Widyaiswara”. Semakin berkualitas nara sumber, maka semakin baik lulusan Lembaga
Pendidikan itu dan akan mampu memberi solusi bagi organisasi dan client nya.
Faktor Kunci Keberhasilan Organisasi / Manajemen Bea Cukai atau Pajak adalah Pemeriksa /
Inspector, semakin teliti dan cermat Pemeriksa menjalankan fungsinya akan semakin baik karena
mampu mengamankan dan meningkatkan pendapatan negara sekaligus dapat mencegah
penyelundupan pajak negara.
Kreteria Indikator Kinerja Organisasi (Performance Indicators)
Indikator kinerja organisasi adalah upaya manajemen untuk mengukur prestasi sebagai wujud
tercapai atau tidak tercapainya suatu tujuan organisasi atau sasaran dari bagian – bagian (elemen –
elemen) organisasi.
Dalam menyusun indikator kinerja berdasarkan kreteria umum seperti:
Kreteria efisiensi, menilai keberhasilan berdasarkan kreteria dalam bentuk membandingkan faktor
input dengan output (Input/Output) diukur berdasarkan penggunaan keuangan, penggunaan bahan
baku, konsumsi waktu.
Kreteria efektifitas, menilai keberhasilan berdasarkan kreteria dalam bentuk apakah mekanisme
kerja organisasi sudah berjalan sebagaimana direncanakan.
Kreteria standardisasi proses, menilai keberhasilan berdasarkan kreteria apakah mekanisme kerja
dalam organisasi sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (biasa disebut compliance)
Contoh: Probity and Legality Accountability, Process Accountability, Program Accountability
Kreteria standardisasi output, menilai keberhasilan organisasi berdasarkan kreteria apakah target
yang ditetapkan tercapai atau tidak (biasanyan secara kuantitatif dapat diukur), dalam hal ini
proses, diabaikan.
Contoh: Performanc Accountability
Kreteria standardisasi skill, menilai keberhasilan organisasi berdasarkan tingkat skill /
ketrampilan sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi (contoh profesi dokter, akuntan,
perawat, pemeriksa, auditor dll)
Contoh: Sertifikasi Jabatan / Ketrampilan sebagai bukti Standardisasi Skill, Policy Accountability.
Aplikasi Faktor Kunci Keberhasilan Dalam Organisasi
Faktor Kunci Keberhasilan atau Key Success Factors atau Leverage atau Pengungkit secara
umum dikatakan sebagai lokasi atau kawasan tindakan dalam organisasi dimana dengan tindakan
kecil mempunyai dampak besar yaitu suatu tindakan yang akan memberikan benefit / keuntungan
yang paling besar atau menentukan bagi hidup dan atau matinya / gagalnya suatu organisasi. Dari
sudut pandang tertentu dapat juga dikatakan sebagai Critical Success Factors yaitu suatu lokasi atau
kawasan tindakan yang paling menentukan bagi keberhasilan atau jalan keselamatan yang akan
memberi benefit bagi organisasi.
Agak sulit mendefinisikan Faktor Kunci Keberhasilan (Key Success Factors) dan atau Titik
Kritis Bagi Keberhasilan (Critical Success Factors) dalam suatu organisasi, namun dari berbagai
kasus berikut akan memberi gambaran tentang apa yang dimaksud dengan faktor kunci keberhasilan
atau titik kritikal keberhasilan organisasi
Kasus I
Rumah Sakit adalah lembaga kesehatan yang diadakan (misi nya) adalah memberi pertolongan, perawatan
pada orang – orang yang sakit dengan tujuan untuk menyembuhkan mereka agar mereka sehat kembali dan
mampu bekerja kembali dan menjadi produktif.
Kasus II
Dinas Kesehatan adalah lembaga pemerintahan yang diadakan (misi nya) adalah mensosialisasikan cara hidup
sehat dalam masyarakat, sehingga masyarakat terhindar dari (preventive) berbagai penyakit seperti Gizi
Buruk, Demam Berdarah, Typhus, Cholera, Disentri dan berbagai penyakit menular lainnya.
Kasus III
Perusahaan Jasa Konsultan Hukum atau Pengacara terkenal banyak memperoleh order berhukum acara
dengan berbagai kasus yang harus ditangani secara professional untuk dapat memenangkan berbagai kasus
yang ditanganinya.
Kasus IV
Perusahaan jasa Komputer memberi jasa konsultasi dan memberi solusi atas berbagai kebutuhan “client” nya
dibidang computer (software, hardware dll) sehingga persoalannya dapat dipecahkan dengan baik.
Kasus V
Kantor Perbendaharaan Negara bertugas menguji berbagai tagihan dari berbagai Departemen atau Dinas
Pemerintahan sebagai Pengguna Anggaran dituntut untuk teliti dan cermat dalam menguji berbagai tagihan
tersebut
Ada 5 Kasus organisasi yang menarik untuk dikaji, Kasus I dan II masing – masing bergerak
dibidang kesehatan namun mempunyai kawasan tugas (sekaligus kawasan masalah) yang berbeda,
Rumah Sakit “berkewajiban menyembuhkan / kurative”orang sakit, sedangkan Dinas Kesehatan
“berkewajiban mencegah / preventive”agar masyarakat tetap sehat atau tidak sakit.
Dari tujuan tugas yang berbeda maka 2 (dua) organisasi tersebut mempunyai instrumen teknis
dan FKK yang berbeda, faktor kunci keberhasilan Rumah Sakit bukan pada Direktur / Pimpinan
melainkan bergantung kepada “kualitas dokter atau mereka yang ditempatkan pada Operating Core
Organisasi” yaitu mereka yang berkompetensi dalam mengidentifikasi penyakit dan menemukan obat
bagi kesembuhan pasien. Sedangkan Dinas Kesehatan keberhasilannya bergantung pada “penyebaran
/ sosialisasi dan bimbingan masyarakat” tentang budaya hidup sehat sehingga “pesan hidup sehat,
akan diadopsi oleh seluruh masyarakat” atau dengan perkataan lain FKK Dinas Kesehatan adalah
bagaimana “mengemas dan mengkomunikasikan budaya hidup sehat dalam masyarakat”
Peran profesionalitas pelaksana tingkat lapangan (operasional) menjadi faktor kunci keberhasilan
organisasi berstruktur profesional (seperti dokter, Akuntan, Juru Penerang / Penyuluh Lapangan,
Auditor, Pemeriksa, Penyidik dll), sehingga dibutuhkan pengawasan berdasarkan standardisasi
output dan standardisasi skill dalam bentuk berbagai brevet yang menunjukkan tingkat keahlian
seseorang seperti dokter, akuntan, auditor, penyidik, pemeriksa, penyidik dan berbagai profesi lainnya
yang diakui.
Kasus III dan IV menunjukkan misi organisasi berorientasi pada proyek dan target capaian /
output. Kasus III Organisasi Jasa Konsultan Hukum / Pengacara berorientasi pada proyek “perkara”
yang ditanganinya baik mulai saat penyidikan (Kepolisian atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil / PNS),
penuntutan (Kejaksaan) sampai ke sidang pengadilan dan tindak lanjutnya dalam bentuk banding dan
atau kasasi. Peran penting bukan pada pimpinan, melainkan yang penting adalah “unit pendukung
kesekretariatan” yaitu harus mampu “membentuk Tim yang kompeten dan tangguh” dalam
menangani berbagai kasus yang menjadi tanggung jawabnya. Kasus IV terjadi pada organisasi dengan
misi utama systems informasi atau teknologi informasi / computer. Organisasi berorientasi kepada
proyek dan capaian target yang sudah ditetapkan, organisasi (tingkat pusat) bertugas memberi
dukungan logistik bagi terlaksananya proyek dan menilai (seiring dengan itu menetapkan kreteria
imbalannya) berdasarkan hasil akhir dalam bentuk output dan outcome(proyek selesai dan client
puas).
Kasus III dan IV menunjukkan bahwa faktor kunci keberhasilan adalah “Unit Pendukung
Kesekretariatan” dalam membentuk “Tim yang kompeten” dengan melakukan pengawasan /
pengendalian berdasarkan “standardisasi output / outcome dan standardisasi skill”
Kasus V adalah kasus umum yang terjadi dilapangan keuangan dimana performance indicator
berangkat dari “titik pandang curiga” dengan mengedepankan analisis resiko sehingga cara pandang
keberhasilannya berdasarkan key risky indicators (indikator resiko yang paling menentukan) sebagai
indikator pengambilan keputusan dalam organisasi. Faktor kunci keberhasilan organisasi yang
demikian adalah “tersedianya legal mandate” yang kemudian diikuti “ketentuan pelaksanaan”
dengan demikian indicator kinerja adalah ketaatan (compliance) dari client atau obyek yang dilayani.
Kegiatan perbendaharaan antara lain melakukan pengujian tagihan pencairan anggaran
berdasarkan akun / mata anggaran yang sudah ditetapkan, dengan sebelumnya menguji / memeriksa
surat – surat bukti pengeluaran terdahulu apakah sudah memenuhi ketentuan yang berlaku atau belum.
Bila sudah terpenuhi permintaan pencairan anggaran akan diberikan, sebaliknya bila tidak / belum
memenuhi ketentuan permintaan anggaran akan ditolak.
Kasus V menunjukkan faktor kunci keberhasilan adalah “pimpinan tingkat menengah” dalam
organisasi berfungsi sebagai “staf atau technostructure” dengan tugas utama “merancang ketentuan
pelaksanaan” yang harus ditaati atau dengan perkataan lain proses penyelenggaraan pemerintahan
apakah professional atau lebih birokratis bergantung kepada “pimpinan menengah” dalam merancang
“ketentuan pelaksanaan”. Oleh sebab itu pola pengawasan berdasarkan ukuran apakah ketentuan
pelaksanaan sudah dipenuhi atau tidak atau pola pengawasan berdasarkan “standardisasi proses”,
keberhasilan organisasi diukur berdasarkan ketaatan formal pada ketentuan yang berlaku dan kurang
memperhatikan capaian output atau outcome.
Kesimpulan sementara, bahwa kawasan / lokasi Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) ditentukan oleh :
1. Struktur Organisasi
2. Prosess Pengambilan Keputusan
3. Titik Koordinasi dan Pengawasan.
4. Daur hidup (life cycles) organisasi
Matrix Hubungan Struktur Organisasi dan Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
No Struktur Organisasi Paling
Menentukan
Titik Koordinasi Pengawasan Keterangan
1 Struktur Sederhana
(Simple Structure)
Pimpinan
Puncak
Atasan - Bawahan Pengawasan
Langsung
(Direct
Supervision)
Organisasi baru
dibentuk dan
masih sederhana
2 Struktur Birokrasi
Profesional
Unit
Opearasional
(Operating Core)
Kode Ethik Profesi
dan Nilai – Nilai
Organisasi
Standardisasi
Skill dan
Output
Organisasi masih
remaja sampai
remaja tua.
3 Struktur Birokrasi
Mesin
Staf Ahli dan
Pimpinan
Menengah
Standard Operating
Procedure (SOP)
dan Ketentuan
Pelaksanaan
Standardisasi
Proses
Organisasi
menjelang tua
(mature) cendrung
kegemukan /
birokratis banyak
membuat
peraturan
pelaksanaan
4 Struktur Devisional Pimpinan Devisi Penetapan Target
Organisasi
Standardisasi
Output (Hasil)
Solusi memecah
organisasi struktur
birokrasi mesin
agar tidak
kegemukan
5 Struktur Adhocracy Staf Systems
Dukungan
Organisasi
Pembentukan Tim
Kualifikasi Master
Standardisasi
Skill dan
Output
Organisasi
berorientasi pada
proyek dan target
6 Struktur Non
Hierarchial atau
Organisasi
Mendatar / Flat
Staf Systems
Dukungan
Organisasi
Pembentukan Tim Standardisasi
Output dan
Kepuasan
Client
Organisasi
berorientasi target
dan bekerja
berdasarkan
proyek terutama
dengan teknologi
tinggi / computer
Peran Lokus dan Fokus Pada Ketajaman Analisis.
Mengenal Lokus dan Fokus adalah penting sebagai batas kawasan pemikiran (pemahaman
tentang ruang lingkup kompetensi / kewenangan organisasi) agar dalam melakukan identifikasi
berbagai variable yang mempengaruhinya mengarah pada lokasi kelembagaan yang relevan dengan
substansi variable (fokus) yang akan dibahas
C. Manajemen Kinerja Organisasi Publik.
Pengertian Manajemen Kinerja (pedoman Penerapan Manajemen Kinerja pada Instansi
Pemerintah, LAN RI 2008) adalah pendayagunaan sumberdaya dan informasi (dalam organisasi)
untuk mencapai tujuan organisasi melalui perkembangan (progres) yang terukur dan proses untuk
membangun pengertian bersama tentang apa yang akan dicapai oleh organisasi (dimensi waktu) dan
bagaimana mencapainya (dimensi strategy / kebijakan).
Manajemen Kinerja adalah suatu teknologi dalam berorganisasi untuk memastikan tercapainya
tujuan organisasi oleh sebab itu dalam manajemen kinerja organisasi pemerintah / publik
memerlukan:
1. Kejelasan Misi dan Visi organisasi (clearness and comprehend the mission and vision of the
organization).
2. Berorientasi pada responsi perubahan – perubahan yang dihadapi oleh organisasi, dengan responsi
yang tepat, dan dapat diandalkan.
3. Mampu menyusun berbagai kreteria capaian organisasi dan elemen – elemen organisasi melalui
pendekatan deduktif maupun induktif.
4. Mempersiapkan infrastruktur memungkinkan organisasi dan elemen organisasi bekerja guna
mencapai kreteria yang ditetapkan sebagai bentuk kinerja organisasi dan manusia didalamnya.
5. Melakukan monitoring dan penilaian kinerja organisasi guna perbaikan atau preventif terhadap
kemungkinan terjadinya kegagalan.
Manfaat Manajemen Kinerja Organisasi
Dengan melakukan penyusunan akuntabilitas kinerja organisasi diharapkan :
a. Manusia dalam organisasi memahami tentang jati diri (misi) organisasi dan menuju kemana
organisasi bergerak (proses mencapai visi) dengan memperkenalkan nilai – nilai (budaya kerja
yang relevan) dalam organisasi, diharapkan seluruh elemen organisasi bergerak bersama dengan
berkontribusi secara bermakna (signifikan) guna mewujudkan daya hidup (daya survival)
organisasi.
b. Manusia dalam organisasi memahami dan mengetahui posisi diri sebagai titik berangkat (starting
point) dalam konstelasi struktur organisasi yang tersedia dan memahami tentang apa yang harus
dikerjakan agar keterkaitan (interconnectedness) antar elemen dalam struktur terjadi alignment
dan membentuk synergi sehingga organisasi mempunyai daya saing (competeiveness) yang lebih
tinggi daripada pesaing.
c. Melalui matrix terstruktur yang tersedia dalam organisasi tersedia informasi yang cukup memadai
sehingga organisasi terhindar dari “overlapping” atau tumpang tindih dalam organisasi.
Prasyarat Aplikasi Manajemen Berbasis Kinerja
a. Komitmen
Komitmen adalah kesediaan diri secara suka rela (walaupun awalnya dipaksa dengan peraturan)
mengikatkan diri (pikiran, tindakan, hasil kerja) pada misi, visi dan nilai – nilai organisasi yang
menjadi keyakinan bersama (communal believe) sehingga terbangun situasi salin percaya (mutual
trust) dalam organisasi. Komitmen dibutuhkan agar organisasi dapat bekerja secara efektif dan
efisien.
b. Kejelasan Garis Komando / Kepemimpinan
Dalam organisasi harus ada “pemimpin” yaitu mereka yang dipercaya menjadi nakhoda
organisasi dengan “menentukan arah”sebagai capaian dalam organisasi dan sekaligus melakukan
“monitoring”untuk menjamin / memastikan organisasi berjalan melalui “route”yang benar dan
sekaligus menentukan “hukuman”bagi mereka yang melakukan sabotase atas upaya organisasi
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Bagi organisasi berbasis komando, kepemimpinan “model transactional” hukuman dan imbalan
(reward & punishment) menjadi penting sebagai alat membangun komitmen.
Bagi organisasi berbasis kompetensi berorientasi Staff kepemimpinan “model transformation”
diperlukan agar keterlibatan seluruh elemen organisasi menjadi hal penting bagi tercapainya
organisasi.
c. Kejelasan Garis Komunikasi / Informasi.
Manajemen System Informasi adalah hal penting dalam proses pengambilan keputusan dalam
sustu organisasi karena hal itu menunjukkan apakah organisasi tersebut berperilaku
(organizational behavior) otoriter / sentralistis dan atau delegasi kewenangan terbatas dan atau
otonomi / demokratis. Melalui systems Informasi akan diketahui tentang “Siapa” yang
bertanggung jawab tentang apa, bertanggung jawab untuk urusan organisasi di “level apa” seraya
akan dapat diketahui “lokasi” kemungkinan terjadi hambatan atau gangguan dalam organisasi
d. Kejelasan Garis Koordinasi dan Pengawasan
Koordinasi adalah kegiatan organisasi dengan fokus lokasi elemen organisasi dalam organisasi
dimana dilakukan kesepakatan tentang tindakan – tindakan “apa. dimana, kapan” dengan harapan
menghasilkan sinergy (dalam bentuk capaian yang memuaskan) melalui proses alignment
(penjajaran dan menggerakkan tindakan antar fungsi organisasi).
Pengawasan adalah sisi lain dari koordinasi dari perspektif melakukan “penilaian dengan
mengukur dan atau membandingkan” apakah tindakan “ koordinasi ” telah menghasilkan output /
outcome sebagaimana diharapkan oleh organisasi.
e. Budaya Kerja dan Kode Ethik
Nilai – nilai adalah “keyakinan atau believe” yang menjadi pegangan anggota dalam organisasi
dalam upaya mereka menjalankan startegi untuk visi organisasi.
Nilai – nilai organisasi (value) akan menjadi dasar sikap dan tindakan anggota dalam organisasi
dalam upaya mereka mencapai tujuan organisasi yang kemudian dikenal sebagai “budaya kerja”
atau “working ideology” atau “organizational culture”.
Budaya kerja akan menjadi landasan strategi atau langkah tindakan organisasi dalam upaya
mencapai visi / tujuan / sasaran / target berjalan efisien dan efektif.
Nilai – Nilai / Budaya Organisasi dan Kinerja Organisasi
Budaya Kerja Kuat (Strong Culture) adalah budaya organisasi yang membantu organisasi
menjaga kinerja dan sekaligus mencapai tujuan organisasi. Budaya Kerja yang kuat dicerminkan
dari perilaku sumberdaya manusia yang tanpa diawasi mereka akan bekerja berdasarkan norma –
norma yang disepakati dalam organisasi. Budaya kerja yang kuat mampu mendukung pencapaian
kinerja organisasi yang baik dalam periode jangka pendek karena berasumsi tidak ada perubahan.
Budaya Kerja Yang Tepat (Strategically Appropiate Culture, adalah Budaya Kerja Kuat (Strong
Culture) namun harus disusun / dibuat “padu dan padanan = match and link” dengan perubahan –
perubahan yang terjadi dilingkungan stratejik organisasi. Oleh sebab itu budaya kerja tersebut
secara strategi harus cocok dan mampu menjawab (memberi solusi) berbagai tantangan atau
perubahan yang dihadapi oleh organisasi. Strategically Appropriate Culture akan menjamin
kinerja organisasi dalam jangka waktu menengah terutama ketika intensitas perubahan dapat
diperkirakan dengan intensitas rendah atau sedang.
Budaya Kerja Adaptif (Adaptive Culture) adalah budaya kerja kuat yang tepat dalam memberi
jawaban (response) pada berbagai perubahan dan persaingan, namun ketika tingkat perubahan dan
persaingan berlangsung dalam intensitas tinggi (perubahan berlangsung dalam interval waktu,
jam, hari, minggu) dan sulit diramalkan (unpredictable), maka Budaya Kerja Strategi Tepat sudah
tidak memadai lagi. Menghadapi intensitas perubahan dan persaingan yang sangat tinggi
(competences based / technology based competition), organisasi dituntut selalu adaptif pada
perubahan guna menjamin daya saing dan daya survival organisasi dalam meghadapi persaingan.
Organisasi akan dengan mudah melakukan adaptasi atas berbagai perubahan dan persaingan yang
berlangsung sangat cepat, apabila mempunyai sumberdaya manusia yang kompeten sehingga
mampu memberi jawaban (solusi) atas berbagai perubahan yang dihadapi organisasi atau dengan
perkataan lain Organisasi dituntut bekerja dan beroperasi berdasarkan “competence / technology
based organization”. Competence / Technology Based Organization akan terbentuk apabila
sumberdaya manusia dalam organisasi selalu “belajar / leraning = learning organization”
sehingga melalui mental models (mind set) yang mendorong setiap diri anggota organisasi selalu
meningkatkan kapasitas diri mereka (personal mastery) yang mampu bekerja dalam suatu Tim
(Team) yang diadalamnya harus berlangsung dalam kesadaran saling menghargai “mutual
respect” dan mampu berpikir systemic / holistic.
Dengan cara demikian maka “Adaptive Culture” mendorong organisasi mempunyai Gudang
Pengetahuan / Ketrampilan (Inventory of Knowledge / Skil and Attitude) yang setiap saat dapat
digunakan / dimanfaatkan sebagai sumber “solution” atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh
pelanggan / client / customer organisasi. Dengan kemampuan organisasi yang tinggi atas berbagai
kebutuhan clientnya maka akan terjadi “sustainable relationship” dan terjadi “ketergantungan”
konsumen pada organisasi dan hal itu merupakan sumber kekuatan organisasi dan sumberdaya
manusianya.
Organisasi yang berbasis pada kompetensi dan technology berarti mereka adaptif terhadap
perubahan, Budaya Kerja Adaptif (Adaptive Culture) akan mendorong organisasi mempunya daya
survival dalam periode jangka panjang.
f. Konsistensi dan Kesinambungan
Pemimpin dalam organisasi sebagai penentu “arah capaian” organisasi disamping berkewajiban
“mengendalikan perjalanan” organisasi juga harus mampu memastikan dengan memberi
keyakinan kepada seluruh elemen organisasi bahwa capaian yang diharapkan (dalam dimensi
waktu tertentu itu) akan menjadi “titik pijak” baru guna melanjutkan perjalanan organisasi,
dengan demikian akan terjadi kesinambungan proses kini – kemudian dan masa depan.
Penutup
Memahami misi dan visi organisasi adalah penting, khusus untuk organisasi publik Negara
Kesatuan Republik Indonesia wajib mengikatkan diri kepada Misi dan Visi Negara (Pembukaan dan
Pasal – Pasal UUD 1945), Visi Pemerintah dan Misi dan Visi Portofolio Kementerian Negara /
Lembaga Non Kementerian itu sendiri.
Memahami berbagai perangkat teknologi sebagai pemasti tercapainya visi organisasi adalah
penting dalam upaya membangun proses manajemen yang efisien dan efektif. Berbagai teknologi
telah tersedia seperti Manajemen Stratejik, Balance Scorecard, Systems Thinking, Ice Berg Analysis
dll dengan tujuan untuk menemukan Faktor Kunci Keberhasilan (Key Success Factors) sehingga
menemukan leverage / pengungkit yang relevan dengan organisasi untuk kemudian menyusun
Kebijakan – Kebijakan yang kemudian dijabarkan dalam berbagai Program – Program yang kemudian
dirinci dalam berbagai Kegiatan – Kegiatan.
Kegiatan membutuhkan faktor Input dan dari faktor Input yang teridentifikasi kemudian
diperhitungkan dikuantifikasi sehingga menghasilkan jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk
melaksanakan Kegiatan – Kegiatan termaksud. Berangkat dari kecermatan menyusun Program dan
Kegiatan – Kegiatan maka potensi capaian kinerja organisasi publik secara mikro, meso, makro dapat
tercapai.
Upaya mewujudkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (good
governance) memerlukan komitmen yang tinggi dari seluruh elemen organisasi baik di level puncak
(stratejik) sampai pada level operasional maupun penciptaan iklim sosial politik yang stabil agar
tercipta proses pemerintahan yang akuntabel, transparan dan mengacu pada rule of law.
Daftar Pustaka
Bintoro T, Prof (2003 / LAN), Good Governance
Fred R David (1994, Prentice Hall International Inc) Strategic Management
Lembaga Administrasi Negara (2006) Kajian Kebijakan Publik
Lembaga Administrasi Negara (2006) Manajemen Stratejik
Lembaga Administrasi Negara (2008), Pedoman dan Modul Akuntabelitas Kinerja Instansi
Pemerintah
Lembaga Administrasi Negara (2010), Kajian Paradigma, Building Learning Organization
Mustophadijaya, Prof Dr / LAN (2006) Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (SANKRI)
Minzberg (1994, Prentice Hall Inc), Structure In Five
Stephen Robin (1994, Prentice Hall Inc) Theory of Organization
William N Dunn (Universitas Gajah Mada Press) Analysis Kebijakan Publik