Upload
iska-gushilman
View
327
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penyakit pada hewan peliharaan.
Citation preview
A. DIROFILARIASIS
Beberapa spesies filaria biasanya ditemukan pada binatang liar dan
hewan peliharaan namun kadangkala menginfeksi manusia meskipun
mikrofilaremia jarang terjadi. Genus Dirofilaria mengakibatkan penyakit paru-
paru dan penyakit kulit pada manusia.
D. immitis (cacing jantung pada anjing) dapat menyebabkan penyakit paru
di Amerika Serikat (dilaporkan sekitar 50 kasus) dengan beberapa kasus terjadi
di Jepang, Asia dan Australia. Cara penularan pada manusia melalui gigitan
nyamuk.
Cacing masuk melalui arteri paru-paru yang membentuk nidus pada
thrombus yang mengakibatkan oklusi vaskuler, koagulasi, nekrosis dan fibrosis.
Gejala yang timbul meliputi nyeri dada, batuk dan hemoptisis, jarang terjadi
esosinofili. Suatu nodul fibrotis dengan diameter 1-3 cm, biasanya tanpa
menimbulkan gejala, dapat diketahui dengan sinar X sebagai lesi bentuk koin
(coin lesion).
Penyakit kulit yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa macam
spesies seperti D. tenuis, suatu parasit pada hewan raccoon di Amerika; D. ursi
pada beruang di Kanada, dan D. repens dewasa pada kucing dan anjing di
Eropa, Afrika dan Asia. Cacing berkembang dan berpindah kedalam konjunctiva
dan jaringan subkutan pada scrotum, payudara, lengan dan kaki namun
mikrofilaremia jarang terjadi. Spesies lain (Brugia) terdapat pada noda limfa.
Diagnosa biasanya ditegakkan dengan menemukan cacing di jaringan pada
sayatan dalam pembedahan.
1. Dirofilaria immitis
Dirofilaria immitis adalah agen penyebab yang bersifat zoonosis, Suatu
infeksi cacing gelang melalui nyamuk. D. immitis ditemukan pada anjing di
Amerika Selatan dan Utara, Australia, India, Timur Jauh dan Eropa. Pada anjing
yang dikenal adalah Dirofilaria immitis atau cacing jantung. Cacing ini dijumpai di
bilik kanan dan arteri pulmonal anjing. Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala
tetapi infeksi yang kronis akan menyebabkan jantung tidak bekerja dengan baik
disertai asites dan bendungan pasif. Pada manusia dapat terjadi demam
berulang. Limfadenopati, lemfangitis dan abses. Pembesaran yang menyolok dari
anggota gerak (elefentiasis) dan jarang terjadi hidrosel yang berkembang
setelah bertahun-tahun. Tanpa adanya screening yang baik dan lalu lintas hewan
kesayangan (import) yang sangat tinggi bukan tindak mungkin di Indonesia juga
ada infeksi D. immitis.
Cacing jantung pada anjing ternyata dapat pula menular ke kita manusia
(bersifat zoonosis ) yang dikenal dengan nematoda zoonotik yaitu pada kasus
human pulmonary dirofilariasis (HPD)(Frisby, 1997;Johnstone et al., 1997).).
Cacing jantung bergerombol dengan warna putih, bulat, langsing dan panjang
antara 6 – 11 cm. Cacing jantung menginfeksi anjing ataupun manusia dengan
perantara gigitan vector nyamuk yang mengandung larva cacing setelah
menghisap darah anjing terinfeksi. Jadi infeksi cacing jantung ditularkan secara
langsung dari anjing ke anjing atau dari anjing ke manusia oleh nyamuk. Larva
cacing jantung yang disebut mikrofilaria berada pada peredaran darah dari
anjing yang terinfeksi. Setelah berada dalam peredaran darah mikrofilaria
bergerak dalam sirkulasi darah kealiran jantung , paru-paru dan pembuluh darah
besar , kemudian larva berkembang menjadi cacing dewasa yang mulai
menghasilkan mikrofilaria generasi berikutnya.
Cacing jantung butuh waktu 85 sampai 120 hari dari fase mikrofilaria
menjadi larva stadium 4 dan 5 dengan panjang 3.2 cm – 11 cm didalam jantung
kanan dan arteri pulmonalis. Untuk menjadi cacing jantung yang sempurna
membutuhkan waktu selama 5 – 8 bulan. Mikrofilaria pertama kali akan terlihat
dalam peredaran darah perifer kira-kira 6 bulan setelah anjing terinfeksi. Cacing
ini dapat menyebabkan kerusakan pada pembungkus jantung dan menghalangi
fungsi jantung dan paru-paru. Lebih dari 30 spesies nyamuk yang berbeda telah
menunjukan kemampuan dalam pertumbuhan dan penyebaran dari cacing jantung
ini .Jenis nyamuk yang mampu menularkan menularkan Dirofilaria immitis adalah
Anopheles macullipennis Culek quinquefasciatus, Aedes aegypti, Armigeres
subalbatus, Aedes sierrensis , Aedes triserria dan Aedes vexan
Gejala awal infeksi dan tahapannya
- berat badan menurun
- lesu dan mudah lelah
- menderita batuk yang sulit sembuh
- anemia
- terjadi oedema
- terjadi gagal jantung kolaps
Tahap awal dari infeksi cacing jantung, seekor anjing akan menunjukan
sedikit gejala, namun jumlah cacing ini kemudian dapat berkembang menjadi
banyak dan dapat menyebabkan kerusakan pada pembungkus jantung dan
menghalangi fungsi jantung dan fungsi paru-paru. Anjing yang terinfeksi secara
beransur-ansur akan kehilangan berat badan menjadi lesu dan mulai mudah lelah.
Anjing ini akan mudah keserang bantuk yang sulit sembuh menjadi anemia dan
perutnya biasanya terjadi oedema. Akhirnya anjing ini akan menderita
kegagalan jantung sebelah kanan dan kolaps.
2. Dirofilaria uris
Cacing ini adalah agen penyebab penyakit zoonosis (filariasis). Seperti
halnya dengan Dirofilaria immitis, infeksi cacing ini juga melalui nyamuk. Namun
inang perantaranya adalah beruang.
B. FASCIOLA
Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelmintes
Kelas : Trematoda (Rudholphi 1808)
Ordo : Digenea (Van Beneden 1858)
Family : Fasciolidae (Railliet 1895)
Genus : Faciola (Linnaeus 1758)
Species : Fasciola hepatica (Cobbold 1885)
Fasciola gigantica (Cobbold 1885)
Cacing dewasa Fasciola spp berbentuk pipih seperti daun tanpa rongga
tubuh. Perbedaan dari kedua jenis cacing Fasciola spp adalah pada bentuk tubuh
dan ukuran telur. Telur cacing hati (Fasciola spp) berbentuk oval, berdinding halus
dan tipis berwarna kuning dan bersifat semipermeabel, memiliki operculum pada
salah satu kutubnya. Operkulum merupakan daun pintu telur yang terbuka pada
saat telur akan menetas dan larva miracidium yang bersilia dibebaskan (Noble
dan Elmer 1989). Cacing dewasa Fasciola spp berbentuk pipih, seperti daun
tanpa rongga tubuh.
Tubuh Fasciola gigantica relative lebih bundar dimana bagian posteriornya
terlihat lebih mengecil dan ukuran telurnya lebih besar dibandingkan Fasciola
hepatica (Adiwinata 1995). Menurut Brown (1979) cacing dewasa dapat
dibedakan dari Fasciola hepatica karena lebih panjang, kerucut kepala lebih
pendek, alat reproduksi terletak lebih anterior, batil isap perut lebih besar.
Fasciola hepatica mempunyai cirri-ciri : batil isap mulut dan kepala letaknya
berdekatan, divertikulum usus, alat kelamin jantan (testis) yang bercabang-cabang
dan berlobus. Sedangkan alat kelamin betina mempunyai kelenjar vittelaria yang
memenuhi sisi lateral tubuh. Memiliki sebuah pharing dan oesphagus yang pendek,
uterus pendek dan bercabang-cabang (Soulsby 1969). Metabolisme Fasciola
hepatica secara an aerob, mendapat makanan dari sekresi empedu dan dapat
hidup selama 10 tahun (Brown 1979).
Fasciola hepatica dewasa berukuran 20mm sampai 50 mm (Nouble dan
Elmer 1989). Sedangkan Fasciola gigantica mempunyai ukuran lebih besar dari
Fasciola hepatica yaitu 20mm sampai 75 mm (Soulsby 1986). Di Indonesia Fasciola
gigantica panjangnya 14 mm sampai 54 mm. Sisi kiri dan kanan hamper sejajar,
bahu kurang jelas, alat penghisap ventral sejajar dengan bahu, besarnya hampir
sama dengan alat penghisap mulut, kutikula dilengkapi dengan sisik. Usus
buntunya bercabang-cabang sejajar dengan sumbu badan, sirus tumbuh sempurna
dan kantung sirus mengandung kelenjar prostat serta kantong semen, ovarium
bercabang terletak di sebelah kanan garis meridian, kelenjar vitelin mengisi
bagian lateral tubuh (Kusumamiharja 1992).
Siklus Hidup
Siklus hidup parasit sangat komplek, pendek dan cepat penularannya
(Gambar 2). Fasciola spp mengalami mata rantai siklus perkembangan atau
stadium dalam siklus hidupnya sampai ke saluran empedu. Daur hidup cacing hati
dimulai dari telur yang dikeluarkan dari uterus cacing masuk ke saluran empedu,
kantung empedu, atau saluran hati dari induk semang. Telur terbawa ke dalam
usus dan meninggalkan tubuh bersama tinja. Seekor cacing hati (F.hepatica) dalam
sehari dapat memproduksi rata-rata 1331 butir telur pada domba dan 2628
butir telur pada sapi. Jumlah cacing di dalam pembuluh-pembuluh empedu tidak
dapat ditentukan hanya berdasarkan jumlah telur dalam tinja.
Jumlah telur dalam tinja akan mencapai maksimum dalam waktu 2 bulan
setelah periode prepaten, kemudian menurun lagi secara pesat. Telur tidak dapat
berkembang di bawah suho 10° tetapi dapt berkembang baik pada suhu 10°C
sampai 26°C.
Perkembangan dari stadium telur sampai metacecaria hanya dapat terjadi
pada lingkungan yang tergenang air yang bertindak sebagai factor pembatas
siklus hidup cacing di luar tubuh ternak. Apabila telur masuk ke dalam air,
operculum membuka dan miracidia yang bersilia dibebaskan. Miracidia hanya
dapat keluar apabila mendapat cukup cahaya. Cahaya mengaktifkan miracidium
yang kemudian mengubah permeabilitas suatu bantalan kental yang terletak
dibawah operculum. Telur yang sudah menetas menghasilkan miracidium. Tubuh
miracidium diliputi ciliae yang berfungsi sebagai alat penggerak di air. Gerakan
miracidium dipengaruhi oleh cahaya.
Miracidium berenang selama beberapa jam dan kemudian menembus
tubuh siputMiracidium hanya hidup dalam waktu singkat (24 jam) untuk mencari
siput sebagai induk semang antara. Apabila ditemukan siput yang sesuai
miracidium akan melekat dan menusukkan papilanya. Setelah miracidium berhasil
menembus jaringan siput, ciliae dilepaskan, kemudian menempati rumah siput
tersebut. Setelah 36 jam, miracidium berbentuk gelembung dengan dinding yang
transparan yang disebut sporokista. Di dalam tubuh siput setiap miracidium
berkembang menjadi sebuah sporokista. Selanjutnya sporokista berubah bentuk
menjadi oval setelah tiga hari berada dalam hati siput. Sporokista
memperbanyak diri dengan pembelahan transversal, sehingga dari satu
miracidium terbentuk banyak sporokista. Setelah 10 hari tubuh siput terinfeksi
miracidium, terlihat gumpalan sel di dalam sporokista yang kemudian tumbuh
menjadi radia. Pada hari ke 12 redia induk mulai tampak. Pada hari ke 23 redia
anak mulai terbentuk, hari ke 25 redia anak membebaskan diri. Setelah redia
anak terbentuk kemudian redia berkembang sendiri-sendiri untuk membentuk
cercaria.
Tubuh redia berbentuk silinder dengan otot kalung leher (collar). Di dalam
kalung redia terdapat sel ekskresi dan sel pertumbuhan. Cercaria dihasilkan
melaui pembelahan sel pertumbuhan. Satu redia induk biasanya mengandung tiga
redia anak yang sudah berkembang sempurna. Selama musim panas, biasanya
hanya terdapat satu generasi redia. Redia menghsilkan cercaria yang akan
meninggalkan siput.
Tubuh cercaria berbentuk bulat telur dan memiliki ekor untuk berenang.
Cercaria yang keluar dari tubuh siput membebaskan diri dan berenang kemudian
mencari tumbuh-tumbuhan air untuk melekat dan melepaskan ekornya. Cercaria
dapat dilihat dengan mata telanjang sebagai bintik-bintik putih yang bergerak-
gerak dan akan terlihat lebih jelas pada air jernih dengan alas stoples yang
gelap yang disinari cahaya terang.
Cercaria hidupnya terbatas kecuali menemukan tumbuh-tumbuhan atau
hewan yang sesuai untuk menjadi kista dan kemudian berubah menjadi
metacercaria. Setelah melekatkan diri pada tumbuhan air contohnya batang padi
dengan jarak 10 cm dari batang kemudian ekor dilepaskan. Selanjutnya cercaria
berubah menjadi kista dengan cara mensekresikan substansi viskus untuk melapisi
tubuhnya. Cercaria yang telah menjadi kista disebut metacercaria. Proses
pembentukan dinding kista disertai pembentukan alat-alat dalam tubuh, berupa
alat tubuh cacing dewasa, proses ini berlangsung 2-3 hari, setelah itu
matacercaria bersifat infeksius serta tahan kering dan panas. Metacercaria
berdinding tebal berlapis dua apabila termakan oleh sapi dewasa didalam
lambungnya dinding kista yang berhasil dihancurkan oleh asam lambung hanya
lapisan luar saja.
Pada anak sapi, kemampuan lambung untuk merusak lapisan luar sangat
terbatas sekali, hal ini menyebabkan tingkat prevelensi infeksi cacing hati pada
anak sapi tidak berpengaruh secara nyata. Di dalam kista ini metacercaria
berkembang menjadi cacing muda. Agar dapt menginfeksi induk semang
definitive, matacercaria di dalam induk semang antara atau tumbuhan air harus
termakan dahulu. Setelah mencapai saluran-saluran empedu hati dan mencapai
dewasa kelamin, maka mulai memproduksi telur. Telur berada dalam cairan
empedu. Terbawa arus ikut mengalir ke dalam kantung empedu yang kemudian
masuk ke dalam usus halus melalui ductus choleduchus. Dlam usus terbawa keluar
bersama tinja.
Siput yang menjadi induk semang antara berbeda spesies dalam wilayah
negara yang berbeda. Pada umumnya siput-siput yang menjadi induk semang
antara sementara cacing hati, dari Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica di
Indonesia. Di Afrika Lymneaea natalensis, di Pakistan serta India adalah Lymnaea
rufescens, Lymnaea truncutula, di Eropa, dan Lymnaea tomentosa di Australia. Siput
Lymnaea rubiginosa bentuk oval dengan lingkaran spiral pada ujung ekor. Dinding
rumah transparan, berwarna kuning coklat atau agak kehitaman.
C. FILARIASIS
Istilah filariasis digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis
nematoda dari keluarga Filarioidea. Namun istilah ini hanya digunakan untuk
filaria yang hidup dalam kelenjar limfe seperti tercantum di bawah ini.
Sedangkan untuk jenis yang lain merujuk kepada bab penyakit yang spesifik yang
diuraikan tersendiri.
1. Identifikasi
Filariasis bancrofti
Adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda Wuchereria
bancrofti yang biasanya tinggal di sistem limfatik (saluran dan kelenjar limfa) dari
penderita. Cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang dapat mencapai aliran
darah dalam 6-12 bulan setelah infeksi. Ada jenis filarial yang menunjukkan
perbedaan biologis yaitu : pertama dimana microfilaria ditemukan dalam darah
tepi pada malam hari (periodisitas nokturnal) dengan konsentrasi maksimal pada
pukul 22.00 hingga 02.00, kedua dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah
tepi terus-menerus namun konsentrasi maksimalnya terjadi pada siang hari
(diurnal). Bentuk yang kedua endemis di Pasifik Selatan dan di daerah pedesaan
muncul sebagai focus kecil di Asia Tenggara dimana vektornya adalah nyamuk
Aedes yang menggigit siang hari.
Spektrum manifestasi klinis pada daerah endemis filariasis adalah:
- Mereka yang terpajan namun tetap asimtomatik dan parasitnya negatif
- Mereka yang asimtomatik dengan mikrofilaremia
- Mereka yang mengalami demam berulang, limfadenitis dan limfangitis
retrograde dengan atau tanpa mikrofilaria.
- Mereka dengan tanda-tanda klinis kronis seperti timbulnya hidrokel, kiluria dan
elephantiasis pada anggota badan, payudara dan alat kelamin dengan
mikrofilaremia konsentrasi rendah atau tidak terdeteksi sama sekali
- Mereka dengan sindrom “tropical pulmonary esosinophilia”, dan mereka dengan
serangan asma nokturnal paroksismal, mereka dengan penyakit paru-paru
interstitial kronis, mereka dengan demam ringan yang berulang serta mereka
yang menunjukkan peningkatan eosinofilia dan adanya mikrofilaria degeneratif
dalam jaringan dan bukan dalam aliran darah (occult filariasis).
Filariasis Brugia
Disebabkan oleh cacing nematoda Brugia malayi dan Brugia timori. Bentuk
periodic nokturnal dari Brugia malayi ditemukan pada masyarakat pedesaan
yang tinggal di daerah persawahan terbuka yang sebagian besar ditemukan di
Asia Tenggara. Bentuk subperiodik dapat menginfeksi manusia, kera serta hewan
karnivora baik hewan peliharaan ataupun binatang liar di hutan-hutan Indonesia
dan Malaysia. Manifestasi klinis sama dengan filariasis bancrofti, kecuali bedanya
ada pada serangan akut berupa demam filarial, dengan adenitis dan limfangitis
retrograde yang lebih parah, sementara kiluria biasanya jarang terjadi dan
elephantiasis biasanya mengenai ekstremitas bagian bawah (lengan bawah, kaki
bagian bawah) paling banyak ditemui di bagian kaki di bawah lutut. Limfedema
pada payudara dan hidrokel jarang ditemukan.
Infeksi Brugia Timori
Ditemukan di Pulau Timor dan di bagian tenggara kepulauan Indonesia.
Manifestasi klinis sama dengan infeksi yang terjadi pada Brugia malayi.
Manifestasi klinis filariasis timbul tanpa ditemukannya mikrofilaria dalam darah
(occult filariasis). Dari ribuan penderita dikalangan tentara Amerika yang
diperiksa selama perang Dunia II, mikrofilaria ditemukan hanya pada 10 –15
orang penderita dengan pemeriksaan darah berulang-ulang. Pada sebagian dari
penderita tersebut, infeksi ditandai dengan eosinofilia yang sangat jelas
terkadang disertai dengan gejala pada paru berupa sindroma “tropical
pulmonary eosinophilia”. Mikrofilaria dengan mudah dapat dideteksi pada waktu
mikrofilaremia maksimal. Mikrofilaria hidup dapat dilihat dengan mikroskop
kekuatan rendah pada tetesan darah tepi (darah jari) pada slide atau pada
darah yang sudah dihemolisa di dalam bilik hitung. Pengecatan dengan giemsa
untuk sediaan darah tebal maupun darah tipis dapat dipakai untuk
mengidentifikasi spesies dari mikrofilaria. Mikrofilaria dapat dikonsentrasikan
dengan cara filtrasi melalui filter “Nucleopore (dengan ukuran lubang 2-5 µm)
dengan adapter Swinney dan teknik Knott (sedimentasi dengan sentrifugasi 2 cc
darah yang dicampur dengan 10 cc formalin 2%) atau dengan “Quantitative Buffy
Coat (QBC)” acridine orange dengan teknik tabung mikrohematokrit.
2. Penyebab Penyakit
Cacing panjang halus seperti benang yaitu :
- Wuchereria bancrofti
- Brugia malayi
- Brugia timori.
3. Penyebaran Penyakit
Wuchereria bancrofti endemis di sebagian besar wilayah di dunia di
daerah dengan kelembaban yang cukup tinggi termasuk Amerika Latin(fokus-fokus
penyebaran yang tersebar di Suriname, Guyana, Haiti, Republik Dominika dan
Costa Rica), Afrika, Asia dan Kepulauan Pasifik. Umum ditemukan di daerah
perkotaan dengan kondisi ideal untuk
perkembangbiakan nyamuk. Secara umum periodisitas nokturnal dari daerah
endemis Wuchereria di wilayah Pasifik yang ditemukan di sebelah barat 140º
bujur timur sedangkan dengan subperiodisitas diurnal ditemukan di wilayah yang
terletak di sebelah timur daerah 180º bujur timur. Brugia malayi endemis di
daerah pedesaan di India, Asia Tenggara, daerah pantai utara China dan Korea
Selatan. Brugia timori keberadaannya di daerah pedesaan di Kepulauan Timor,
Flores, Alor dan Roti di Tenggara Indonesia.
4. Reservoir
Reservoir adalah manusia yang darahnya mengandung mikrofilaria W.
bancrofti, Brugia malayi (periodik) dan Brugia timori. Di Malaysia, Tenggara
Thailand, Philipina dan Indonesia, hewan seperti kucing, musang (Viverra
tangalunga) dan kera dapat menjadi reservoir untuk Brugia malayi subperiodik.
5. Cara Penularan
Melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva infektif. W. bancrofti
ditularkan melalui berbagai spesies nyamuk, yang paling dominan adalah Culex
quinquefasciatus, Anopheles gambiae, An. funestus, Aedes polynesiensis, Anscapularis
dan Ae. pseudoscutellaris. Brugia malayi ditularkan oleh spesies yang bervariasi
dari Mansonia, Anopheles dan Aedes Brugia timori ditularkan oleh An. barbirostris.
Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah
akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot
thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis.
Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan
masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan
bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan
bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa.
6. Masa Inkubasi
Manifestasi inflamasi alergik mungkin timbul lebih cepat yaitu sebulan
setelah terjadi infeksi, mikrofilaria mungkin belum pada darah hingga 3-6 bulan
pada B. malayi dan 6-12 bulan pada W. bancrofti.
7. Masa Penularan
Tidak langsung menular dari orang ke orang. Manusia dapat menularkan
melalui nyamuk pada saat mikrofilaria berada pada darah tepi, mikrofilaria
akan terus ada selama 5-10 tahun atau lebih sejak infeksi awal. Nyamuk akan
menjadi infektif sekitar 12-14 hari setelah menghisap darah yang terinfeksi.
8. Kerentanan dan Kekebalan
Semua orang mungkin rentan terhadap infeksi namun ada perbedaan
yang bermakna secara geografis terhadap jenis dan beratnya infeksi. Infeksi
ulang yang terjadi di daerah endemis dapat mengakibatkan manifestasi lebih
berat seperti elephantiasis.
9. Cara-cara Pemberantasan
A. Cara Pencegahan
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis mengenai
cara
penularan dan cara pengendalian vektor (nyamuk).
2. Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam
nyamuk
dengan menggunakan umpan manusia; mengidentifikasi waktu dan tempat
menggigit nyamuk serta tempat perkembangbiakannya. Jika penularan terjadi
oleh nyamuk yang menggigit pada malam hari di dalam rumah maka tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan penyemprotan, menggunakan
pestisida residual, memasang kawat kasa, tidur dengan menggunakan kelambu
(lebih baik yang sudah dicelup dengan insektisida piretroid), memakai obat gosok
anti nyamuk (repellents) dan membersihkan tempat perindukan nyamuk seperti
kakus yang terbuka, ban-ban bekas, batok kelapa dan membunuh larva dengan
larvasida. Jika ditemukan Mansonia sebagai vektor pada suatu daerah, tindakan
yang dilakukan adalah dengan membersihkan kolam-kolam dari tumbuhan air
(Pistia) yang menjadi sumber oksigen bagi larva tersebut.
3. Pengendalian vektor jangka panjang mungkin memerlukan perubahan konstruksi
rumah dan termasuk pemasangan kawat kasa serta pengendalian lingkungan
untuk memusnahkan tempat perindukan nyamuk.
4. Lakukan pengobatan misalnya dengan menggunakan diethylcarbamazine (DEC,
Banocide ® , Hetrazan ® , Notezine ® ); Pengobatan ini terbukti lebih efektif bila
diikuti dengan pengobatan setiap bulan menggunakan DEC dosis rendah (25-50
mg/kg BB) selama 1-2 tahun atau konsumsi garam yang diberi DEC (0,2-0,4
mg/g garam) selama 6 bulan sampai dengan 2 tahun. Namun pada beberapa
kasus timbulnya reaksi samping dapat mengurangi partisipasi masyarakat,
khususnya di daerah endemis onchocerciasis (lihat Onchorcerciasis, reaksi Marzotti).
Ivermectin dan Albendazole juga telah digunakan; saat ini, pengobatan dosis
tunggal setahun sekali dengan kombinasi obat ini akan lebih efektif.
B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitarnya
1. Laporkan kepada instansi kesehatan yang berwenang: di daerah endemis
tertentu di kebanyakan negara, bukan merupakan penyakit yang wajib
dilaporkan, Kelas 3 C (lihat pelaporan tentang penyakit menular). Laporan
penderita disertai dengan informasi tentang ditemukannya mikrofilaria
memberikan gambaran luasnya wilayah transmisi di suatu daerah.
2. Isolasi: tidak dilakukan. Kalau memungkinkan penderita dengan microfilaria
harus dilindungi dari gigitan nyamuk untuk mengurangi penularan.
3. Desinfeksi serentak: tidak ada.
4. Karantina: tidak ada.
5. Pemberian imunisasi: tidak ada.
6. Penyelidikan kontak dengan sumber infeksi: dilakukan sebagai bagian dari
gerakan yang melibatkan masyarakat (lihat 9 A dan 9 C).
7. Pengobatan spesifik: Pemberian diethylcarbamazine (DEC, Banocide ® ,
Hetrazan ® , Notezine ® ) dan Ivermectin hasilnya membuat sebagian atau
seluruh microfilaria hilang dari darah, namun tidak membunuh seluruh cacing
dewasa. Mikrofilaria dalam jumlah sedikit mungkin saja muncul kembali setelah
pengobatan. Dengan demikian pengobatan biasanya harus diulangi lagi dalam
interval setahun. Mikrofilaria dalam jumlah sedikit hanya dapat dideteksi dengan
teknik konsentrasi. DEC, umumnya menimbulkan reaksi umum akut dalam 24 jam
pertama dari pengobatan sebagai akibat dari degenerasi dan matinya
mikrofilaria; reaksi ini biasanya di atasi dengan Parasetamol, anti histamine atau
kortikosteroid. Limfadenitis dan limfangitis lokal mungkin juga terjadi karena
matinya cacing dewasa. Antibiotik pada stadium awal infeksi dapat mencegah
terjadinya gejala sisa pada sistem limfa yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
C. Penanggulangan Wabah
Pengendalian vektor adalah upaya yang paling utama. Di daerah dengan
tingkat endemisitas tinggi, penting sekali mengetahui dengan tepat bionomik dari
vector nyamuk, prevalensi dan insidensi penyakit, dan faktor lingkungan yang
berperan dalam penularan di setiap daerah. Bahkan dengan upaya
pengendalian vektor yang tidak lengkappun dengan menggunakan obat anti
nyamuk masih dapat mengurangi insiden dan penyebaran penyakit. Hasil yang
diperoleh sangat lambat karena masa inkubasi yang panjang.
Daftar Pustaka
Chin, J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. www. Google.com. diakses 14 Juni 2008.
http://www.edukasi.net/mol/mo_full.php?moid=81&fname=kb3hal28.htm
http://www.iptek.net.id/ind/pd_invertebrata/index.php?mnu=2&id=8
http://blogs.unpad.ac.id/roostitabalia/wpcontent/uploads.pdf
http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Praweda/Biologi.htm
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_
http://www.edukasi.net/mol/datafitur/modul_online/MO_81/images.jpg
http://www.edukasi.net/mol/datafitur/modul_online/MO_81/images.jpg
http://www.edukasi.net/mol/datafitur/modul_online/MO_81/images.jpg
http://www.edukasi.net/mol/datafitur/modul_online/MO_81/images.jpg
http://www.rvc.ac.uk/review/Parasitology/images/largeLabelled.jpg
http://balitnak.litbang.deptan.go.id/mod.php
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/index.php
http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=81&fname=kb3hal27.htm
http://primatani.litbang.deptan.go.id/index.php