93
0 MATERI POKOK HUKUM PERDATA

Materi Pokok Hukum Perdata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hukum

Citation preview

Page 1: Materi Pokok Hukum Perdata

0

MATERI POKOK

HUKUM PERDATA

Page 2: Materi Pokok Hukum Perdata

1

Berikut saya akan bagikan materi kuliah hukum perdata, yang saya

ringkas materinya dari buku karangan

Prof. Subketi. S.H. yaitu buku "Pokok-Pokok Materi Hukum Perdata.

I. KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Perkataan "Hukum Perdata" dalam arti yang luas meliputi semua hukum

"privat materiil", yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-

kepentingan perseorangan. Perkataan "perdata" juga lazim dipakai

sebagai lawan dari "pidana".

Ada juga orang memakai perkataan "hukum sipil" untuk hukum privat

materiil itu, tetapi karena perkataan "sipil" itu juga lazim dipakai sebagai

lawan dari "militer," maka lebih baik kita memakai istilah "hukum

perdata" untuk segenap peraturan hukum privat materiil.

Perkataan "Hukum Perdata", adakalanya dipakai dalam arti yang sempit,

sebagai lawan "hukum dagang," seperti dalam pasal 102 Undang-undang

Dasar Sementara, yang menitahkan pembukuan (kodifikasi) hukum di

negara kita ini terhadap Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Hukum

Pidana Sipil maupun Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Perdata dan

Hukum Acara Pidana, dan susunan serta kekuasaan pengadilan.

II. SISTEMATIK HUKUM PERDATA

Adanya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek vanKoophandel,

disingkat W.v.K.) di samping Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.) sekarang dianggap tidak pada

tempatnya, karena Hukum Dagang sebenarnya tidaklah lain dari Hukum

Perdata. Perkataan "dagang" bukanlah suatu pengertian hukum,

melainkan suatu pengertian perekonomian. Di berbagai negeri yang

modern, misalnya di Amerika Serikat dan di Swis juga, tidak terdapat

suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagang tersendiri di samping

pembukuan Hukum Perdata seumumnya. Oleh karena itu, sekarang

terdapat suatu aliran untuk meleburkan Kitab Undang-undang Hukum

Dagang itu ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Page 3: Materi Pokok Hukum Perdata

2

Memang, adanya pemisahan Hukum Dagang dari Hukum Perdata dalam

perundang-undangan kita sekarang ini, hanya terbawa oleh sejarah saja,

yaitu karena di dalam hukum Rumawi — yang merupakan sumber

terpenting dari Hukum Perdata di Eropah Barat — belumlah terkenal

Hukum Dagang sebagaimana yang ter-

letak dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang kita sekarang, sebab

memang perdagangan internasional juga dapat dikatakan baru mulai

berkembang dalam Abad Pertengahan.

Hukum Perdata menurut ilmu hukum sekarang ini, lazim dibagi dalam

empat bagian, yaitu :

1. Hukum tentang diri seseorang,

2. Hukum Kekeluargaan,

3. Hukum Kekayaan dan

4. Hukum warisan.

Hukum tentang diri seseorang , memuat peraturan-peraturan tentang

manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal

kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak

sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi

kecakapan-kecakapan itu.

Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang

timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu : perkawinan beserta

hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri,

hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.

Hukum Kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang

dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan

seorang, yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang

itu, dinilai dengan uang. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang

demikian itu, biasanya dapat dipindahkan kepada orang lain. Hak-hak

Page 4: Materi Pokok Hukum Perdata

3

kekayaan, terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan

karenanya dinamakan hak mutlak dan hak-hak yang hanya berlaku

terhadap seorang atau suatu fihak yang tertentu saja dan karenanya

dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan

atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak

mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat

terlihat, misalnya hak seorang pengarang atas karangannya, hak seorang

atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu

pengetahuan atau hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk,

dinamakan hak mutlak saja.

Hukum Waris, mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan

seorang jikalau ia meninggal. Juga dapat dikatakan, Hukum Waris itu

mengatur akibat-akibat hubungan' keluarga terhadap harta peninggalan

seseorang. Berhubung dengan sifatnya yang setengah-setengah ini,

Hukum Waris lazimnya ditempatkan tersendiri.

Bagaimanakah sistematik yang dipakai oleh Kitab Undang-undang

Hukum Perdata?

B.W. itu terdiri atas empat buku, yaitu :

Buku I, yang berkepala "Perihal Orang", memuat hukum tentang diri

seseorang dan Hukum Keluarga;

Buku II yang berkepala "Perihal Benda", memuat hukum perbendaan

serta Hukum Waris;

Buku III yang berkepala "Perihal Perikatan", memuat hukum kekayaan

yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap

orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu;

Buku IV yang berkepala "Perihal Pembuktian dan Lewat

waktu(Daluwarsa), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-

akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

Sebagaimana kita lihat, Hukum Keluarga di dalam B.W. itu dimasukkan

dalam bagian hukum tentang diri seseorang, karena hubungan-hubungan

keluarga memang berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang

Page 5: Materi Pokok Hukum Perdata

4

untuk memiliki hak-hak serta kecakapannya untuk mempergunakan hak-

haknya itu. Hukum Waris, dimasukkan dalam bagian tentang hukum

perbendaan, karena dianggap Hukum Waris itu mengatur cara-cara untuk

memperoleh hak atas benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan

seseorang. Perihal pembuktian dan lewat waktu (daluwarsa) sebenarnya

adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat dimasukkan dalam B.W.

yang pada asasnya mengatur hukum perdata materiil. Tetapi pernah ada

suatu pendapat, bahwa hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian

materiil dan bagian formil. Soal-soal yang mengenai alat-alat pembuktian

terhitung bagian yang termasuk hukum acara materiil yang dapat diatur

juga dalam suatu undang-undang tentang hukum perdata materiil.

III. PERIHAL ORANG DALAM HUKUM

Dalam hukum, perkataan orang (persoon) berarti pembawa hak atau

subyek di dalam hukum. Sekarang ini boleh dikatakan, bahwa tiap

manusia itu pembawa hak, tetapi belum begitu lama berselang masih ada

budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari suatu barang saja.

Peradaban kita sekarang sudah sedemikian majunya, hingga suatu

perikatan pekerjaan yang dapat dipaksakan tidak diperbolehkan lagi di

dalam hukum. Seorang yang tidak suka melakukan suatu pekerjaan yang

ia harus lakukan menurut perjanjian, tidak dapat secara langsung dipaksa

untuk melakukan pekerjaan itu. Paling banyak ia hanya dapat dihukum

untuk membayar kerugian yang berupa uang yang untuk itu harta

bendanya dapat disita. Karena memang sudah menjadi suatu asas dalam

Hukum Perdata, bahwa semua kekayaan seseorang menjadi tanggungan

untuk segala kewajibannya. Juga yang dinamakan "kematian perdata",

yaitu suatu hukuman yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat

memiliki sesuatu hak lagi — tidak terdapat dalam hukum sekarang ini

(pasal 3 B.W.). Hanya-

lah mungkin, seseorang — sebagai hukuman — dicabut sementara hak-

haknya, misalnya kekuasaannya sebagai orang tua terhadap anak-

Page 6: Materi Pokok Hukum Perdata

5

anaknya, kekuasaannya sebagai wali, haknya untuk bekerja pada

angkatan bersenjata dan sebagainya.

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan

dan berakhir pada saat ia meninggal. Malahan, jika perlu untuk

kepentingannya, dapat dihitung surut hingga mulai orang itu berada di

dalam kandungan, asal saja kemudian ia dilahirkan hidup, hal mana

penting sekali berhubung dengan waris-an-warisan yang terbuka pada

suatu waktu, di mana orang itu masih berada di dalam kandungan.

Meskipun menurut hukum sekarang ini, tiap orang tiada yang terkecuali

dapat memiliki hak-hak, akan tetapi di dalam hukum tidak semua orang

diperbolehkan bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu.

Berbagai golongan orang, oleh undang-undang telah dinyatakan "tidak

cakap," atau "kurang cakap" untuk melakukan sendiri perbuatan-

perbuatan hukum. Yang dimaksudkan di sini, ialah orang-orang yang

belum dewasa atau masih kurang umur dan orang-orang yang telah

ditaruh di bawah pengawasan (curatele), yang selalu harus diwakili oleh

orang tuanya, walinya atau kuratornya.

IV. HUKUM PERKAWINAN

1. Arti dan syarat-syarat untuk perkawinan

Perkawinan, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang

perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang

perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian

pasal 26 Burgerlijk Wetboek.

Apakah artinya itu? Pasal tersebut hendak menyatakan, bahwa suatu

perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-

syarat yang ditetapkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

(Burgerlijk Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agama

dikesampingkan. Suatu asas lagi dari B.W., ialah polygami dilarang.

Larangan ini termasuk ketertiban umum, artinya bila dilanggar selalu

diancam dengan pembatalan perkawinan yang dilangsungkan itu.

Page 7: Materi Pokok Hukum Perdata

6

Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan, ialah :

a. kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetap-

kan dalam undang-undang, yaitu untuk seorang lelaki

18 tahun dan untuk seorang perempuan 15 tahun;

b. harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak;

c. untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin

harus lewat 300 hari dahulu sesudahnya putusan per-

kawinan pertama;

d. tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua

pihak;

e. untuk pihak yang masih di bawah umur, harus ada izin

dari orang tua atau walinya. *)

Tentang hal larangan untk kawin dapat diterangkan, bahwa seorang tidak

diperbolehkan kawin dengan saudaranya, meskipun saudara tiri; seorang

tidak diperbolehkan kawin dengan iparnya; seorang paman dilarang

kawin dengan keponakannya dan sebagainya.

2. Hak dan kewajiban suami-isteri

Suami-isteri harus setia satu sama lain, bantu-membantu, berdiam

bersama-sama, saling memberikan nafkah dan bersama-sama mendidik

anak-anak.

Perkawinan oleh undang-undang dipandang sebagai suatu

"perkumpulan" (echtvereniging). Suami ditetapkan menjadi kepala atau

pengurusnya. Suami mengurus kekayaan mereka bersama di samping

berhak juga mengurus kekayaan si isteri, menentukan tempat kediaman

bersama, melakukan kekuasaan orang tua dan selanjutnya memberikan

bantuan(bijstand) kepada si isteri dalam hal melakukan perbuatan-

perbuatan hukum. Yang belakangan ini, berhubungan dengan ketentuan

dalam Hukum Perdata Eropah, bahwa seorang perempuan yang telah

kawin tidak cakap untuk bertindak sendiri di dalam hukum. Kekuasaan

Page 8: Materi Pokok Hukum Perdata

7

seorang suami di dalam perkawinan itu dinamakan "maritale macht"

(dari bahasa Perancis mari =suami).

3. Percampuran kekayaan

Sejak mulai perkawinan terjadi, suatu percampuran antara kekayaan

suami dan kekayaan isteri (algehele gemeenschap van goederen), jikalau

tidak diadakan perjanjian apa-apa Keadaan yang demikian itu

berlangsung seterusnya dan tak dapat diubah lagi selama

perkawinan. *) Jikalau orang ingin menyimpang dari peraturan umum itu,

ia harus meletakkan keinginannya itu dalam suatu "perjanjian

perkawinan" (huwelijksvoorwaarden). Perjanjian yang demikian ini,

harus diadakan sebelumnya pernikahan

4. Perjanjian perkawinan

Jika seorang yang hendak kawin mempunyai benda-benda yang berharga

atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan, misalnya suatu warisan,

maka adakalanya diadakan perjanjian

perkawinan(huwelijksvoorwaarden). Perjanjian yang demikian ini

menurut Undang-undang harus diadakan sebelumnya pernikahan

dilangsungkan dan harus diletakkan dalam suatu akte notaris.

Mengenai bentuk dan isi perjanjian tersebut, sebagaimana halnya dengan

perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, kepada kedua belah pihak

diberikan kemerdekaan seluas-luasnya, kecuali satu dua larangan yang

termuat dalam undang-undang dan asal saja mereka itu tidak melanggar

ketertiban umum atau kesusilaan.

Suatu perjanjian perkawinan misalnya, hanya dapat menyingkirkan suatu

benda saja (misalnya satu rumah) dari percampuran kekayaan, tetapi

dapat juga menyingkirkan segala percampuran. Undang-undang hanya

menyebutkan dua contoh perjanjian yang banyak terpakai, yaitu

perjanjian "percampuran laba rugi" ("gemeenschap van winst en

verlies") dan perjanjian "percampuran

penghasilan" ('gemeenschap van vruchten en inkomsten"").

Page 9: Materi Pokok Hukum Perdata

8

Pada umumnya seorang yang masih di bawah umum, yaitu belum

mencapai usia 21 tahun, tidak diperbolehkan bertindak sen-

diri dan harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya. Tetapi untuk

membuat suatu perjanjian perkawinan, oleh undang-undang diadakan

peraturan pengecualian. Seorang yang belum dewasa di sini,

diperbolehkan bertindak sendiri tetapi ia harus "dibantu" ("bijgestaan")

oleh orang tua atau orang-orang yang diharuskan memberi izin

kepadanya untuk kawin. Apabila pada waktu membuat perjanjian itu

salah satu pihak ternyata belum mencapai usia yang diharuskan oleh

undang-undang, maka perjanjian itu tidak sah, meskipun mungkin

perkawinannya sendiri — yang baru kemudian dilangsungkan — sah.

Selanjutnya diperingatkan, apabila di dalam waktu antara pembuatan

perjanjian dan penutupan pernikahan orang tua atau wali yang

membantu terjadinya perjanjian itu meninggal, maka perjanjian itu batal

dan pembuatan perjanjian itu harus diulangi di depan notaris, sebab

orang yang nanti harus memberi izin untuk melangsungkan perkawinan

sudah berganti. Karena itu sebaiknya orang membuat perjanjian perka-

winan, apabila hari pernikahan sudah dekat.

5. Perceraian

Perkawinan hapus, jikalau satu pihak meninggal. Selanjutnya ia hapus

juga, jikalau satu pihak kawin lagi setelah mendapat izin hakim, bilamana

pihak yang lainnya meninggalkan tempat tinggalnya hingga sepuluh

tahun lamanya dengan tiada ketentuan nasibnya. Akhirnya perkawinan

dapat dihapuskan dengan perceraian.

Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau

tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.

Undang-undang tidak membolehkan perceraian dengan permufakatan

saja antara suami dan isteri, tetapi harus ada alasan yang sah. Alasan-

alasan ini ada empat macam :

Page 10: Materi Pokok Hukum Perdata

9

a) zina (overspel);

b) ditinggalkan dengan sengaja (kwaadwillige verlating);

c) penghukuman yang melebihi 5 tahun karena dipersalahkan

melakukan suatu kejahatan dan

d) penganiayaan berat atau membahayakan jiwa (pasal 209B.W.).

Undang-undang Perkawinan menambahkan dua alasan, u. salah satu

pihak mendapat cacad badan/penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; I). antara suami isteri

terus-menerus terjadi perselisihan/pertengkaran dan tidak ada harapan

akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga (pasal 19 PP 9/1975).

Tuntutan untuk mendapat perceraian diajukan kepada hakim secara

gugat biasa dalam perkara perdata, tetapi harus didahului dengan

meminta izin pada Ketua Pengadilan Negeri untuk menggugat. Sebelum

izin ini diberikan, hakim harus lebih dahulu mengadakan percobaan

untuk mendamaikan kedua belah pihak (verzoeningscomparitie).

Selama perkara bergantung, Ketua Pengadilan Negeri dapat memberikan

ketetapan-ketetapan sementara, misalnya dengan memberikan izin pada

si isteri untuk bertempat tinggal sendiri terpisah dari suaminya,

memerintahkan supaya si suami memberikan nafkah tiap-tiap kali pada

isterinya serta anak-anaknya yang turut pada isterinya itu dan

sebagainya. Juga hakim dapat memerintahkan supaya kekayaan suami

atau kekayaan bersama disita agar jangan dihabiskan oleh suami selama

perkara masih bergantung.

Larangan untuk bercerai atas permufakatan, sekarang ini sudah lazim

diselundupi dengan cara mendakwa si suami telah berbuat zina.

Pendakwaan itu lalu diakui oleh si suami. Dengan begitu alasan sah untuk

memecahkan perkawinan telah dapat "dibuktikan" di muka hakim.

Gemeenschap hapus dengan perceraian dan selanjutnya dapat diadakan

pembagian kekayaan gemeenschap itu (scheiding en deling).Apabila ada

Page 11: Materi Pokok Hukum Perdata

10

perjanjian perkawinan, pembagian ini harus dilakukan menurut

perjanjian tersebut.

6. Pemisahan kekayaan

Untuk melindungi si isteri terhadap kekuasaan si suami yang sangat luas

itu atas kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si isteri, undang-

undang memberikan pada si isteri suatu hak untuk meminta pada hakim

supaya diadakan pemisahan kekayaan dengan tetap berlangsungnya

perkawinan.

Pemisahan kekayaan itu dapat diminta oleh si isteri :

a) apabila si suami dengan kelakuan yang nyata-nyata tidak baik,

mengorbankan kekayaan bersama dan membahayakan keselamatan

keluarga;

b) apabila si suami melakukan pengurusan yang buruk terhadap

kekayaan si isteri, hingga ada kekhawatiran kekayaan ini akan menjadi

habis;

c) apabila si suami mengobralkan kekayaan sendiri, hingga si isteri

akan kehilangan tanggungan yang oleh Undang-undang diberikan

padanya atas kekayaan tersebut karena pengurusan yang dilakukan oleh

si suami terhadap kekayaan isterinya.

Gugatan untuk mendapatkan pemisahan kekayaan, harus diumumkan

dahulu sebelum diperiksa dan diputuskan oleh hakim, sedangkan putusan

hakim ini pun harus diumumkan. Ini untuk menjaga kepentingan-

kepentingan pihak ketiga, terutama orang-orang yang mempunyai

piutang terhadap si suami. Mereka itu dapat mengajukan perlawanan

terhadap diadakannya pemisahan kekayaan.

Selain membawa pemisahan kekayaan, putusan hakim berakibat pula, si

isteri memperoleh kembali haknya untuk mengurus kekayaannya sendiri

dan berhak mempergunakan segala penghasilannya sendiri sesukanya.

Akan tetapi, karena perkawinan belum diputuskan, ia masih tetap tidak

cakap menurut undang-undang untuk bertindak sendiri dalam hukum.

Page 12: Materi Pokok Hukum Perdata

11

BAB I

PENGERTIAN HUKUM PERDATA SECARA UMUM

Tujuan Instruksional Umum / TIU

Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan di atas diharapkan mahasiswa

dapat menjelaskan dan memahaminya.

Sub Pokok Bahasan:

A. Pengertian Hukum Perdata dan Hukum Publik

B. Pengertian Hukum Perdata Dalam Arti Luas dan Dalam Arti Sempit

C. Pengertian Hukum Perdata Materiil dan Hukum Perdata Formil

D. Sistem Hukum Perdata di Indonesia

E. Sistematika Hukum Perdata

Tujuan Instruksional Khusus / TIK

Setelah mengikuti kuliah sub-sub pokok bahasan di atas diharapkan

mahasiswa dapat menjelasakn dan menyebutkan pengertian:

A. Hukum Perdata dan Hukum Publik

B. Hukum Perdata Dalam Arti Luas dan Arti Sempit

C. Hukum Perdata Materiil dan Formil

D. Sistem Hukum Perdata di Indonesia

E. Sistematika Hukum Perdata

Pendahuluan : Pengantar tentang mata kuliah Perdata menjelaskan

pengertian-

pengertian dan memberikan contoh-contoh.

Penyajian : lihat buku

Evaluasi : Mahasiswa disuruh merangkum apa yang sudah

dikuliahkan.

Penutup : Bab I menjelaskan pengertian secara umum mengenai

Hukum Perdata dan Bab II menjelasakn apa yang termasuk ruang lingkup

Hukum Perdata diantaranya Hukum Perorangan.

BAB I

PENGERTIAN HUKUM PERDATA SECARA UMUM

Page 13: Materi Pokok Hukum Perdata

12

Penyajian :

A. Pengertian Hukum Perdata dan Hukum Publik

Ada beberapa sarjana yang memberikan pengertian tentang Hukum

Perdata, diantaranya :

1. Subekti

Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil,

yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan

perseorangan.

2. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan

Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan antara warga

negara perseorangan yang ada dengan warga negara perseorangan yang

lain.

3. Wirjono Prodjodikoro

Hukum Perdata adalah suatu rangkaian hukum antara orang-orang atau

badan hukum satu sama lain tentang hak dan kewajiban.

4. Sudikno Mertokusumo

Hukum Perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan

kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan

keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan

masing-masing pihak.

5. Asis Safioedin

Hukum Perdata adalah hukum yang memuat peraturan dan ketentuan

hukum yang meliputi hubungan hukum antara orang yang satu dengan

yang lain (antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang

lain) di dalam masyarakat dengan menitik beratkan kepada kepentingan

perorangan.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

Hukum Perdata itu adalah hukum yang mengatur hubungan hukum

antara orang/badan hukum yang satu dengan orang/badan hukum yang

lain di dalam masyarakat dengan menitikberatkan kepentingan

perseorangan (pribadi).badan hukum.

Page 14: Materi Pokok Hukum Perdata

13

Sedangkan Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur

kepentingan umum/masyarakat. Oleh karena itu Sudikno Mertokusumo

menyebutkan perbedaan antara Hukum Perdata dan Hukum Publik itu

(menurut pembagian klasik) adalah sebagai berikut:

1. Dalam Hukum Publik salah satu pihak adalah penguasa, sedangkan

dalam Hukum Perdata kedua belah pihak adalah perorangan tanpa

menutup kemungkinan bahwa dalam Hukum Perdatapun penguasa dapat

menjadi pihak juga.

2. Sifat Hukum Publik adalah memaksa, sedangkan Hukum Perdata

pada umumnya bersifat melengkapi meskipun ada juga yang memaksa.

3. Tujuan Hukum Publik adalah melindungi kepentingan umum,

sedangkan Hukum Perdata melindungi kepentingan

individu/perorangan.

4. Hukum Publik mengatur hubungan hukum antara negara dengan

individu, sedangkan Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara

individu.

Perbedaan-perbedaan tersebut, sekarang tidak bersifat mutlak lagi,

karena sudah mengalami perkembangan. Oleh karena itu Abdulwahab

Bakri menyebutkan bahwa Hukum Perdata adalah hukum yang

mempunyai kedudukan yang sederajat, sedangkan Hukum Publik adalah

hukum yang mengatur hubungan antara dua subyek hukum atau lebih

yang kedudukannya tidak sederajat. Jadi dalam Hukum Publik ada atasan

dan ada bawahan.

B. Pengertian Hukum Perdata Dalam Arti Luas Dan Dalam Arti Sempit

Hukum Perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera

dalam KItab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang (WVK) beserta sejumlah undang-undang yang

disebut undang-undang tambahan lainnya.

Hukum Perdata dalam arti sempit adalah Hukum Perdata sebagaimana

terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW}.

Page 15: Materi Pokok Hukum Perdata

14

Subekti mengatakan Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua

hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur

kepentingan perseorangan.

Hukum Perdata adakalanya dipaki dalam arti sempit sebagai lawan

Hukum Dagang.

Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan Hukum Perdata yang diatur

dalam KUHPerdata disebut Hukum Perdata dalam arti sempit. Sedangkan

Hukum Perdata dalam arti luas termasuk didalamnya Hukum Dagang.

Antara KUHPerdata dengan KUHDagang mempunyai hubungan yang erat.

Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1 KUHDagang, yang isinya sebagai

berikut:

Adagium mengenai hubungan tersebut adalah specialist derogat legi

generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan

hukum yang umum: KUHPerdata.

C. Pengertian Hukum Perdata Materil Dan Hukum Perdata Formal

Hukum Perdata dilihat dari fungsinya ada dua macam, yaitu:

1. Hukum Perdata materil yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur

hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata, yaitu mengatur kepentingan-

kepentingan perdata setiap subyek hukum.

2. Hukum Perdata formal yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara

mempertahankan hukum perdata materil.

Bagaimana tata cara seseorang menuntut haknya apabila diinginkan oleh

orang lain, Hukum Perdata formal biasa juga disebut Hukum Acara

Perdata.

D. Sistem Hukum Perdata di Indonesia

Sistem Hukum Perdata di Indonesia bersifat pluralisme (beraneka

ragam). Keanekaragamannya ini sudah berlangsung sejak jaman

penjajahan Belanda.

Hal ini disebabkan karena adanya Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling)

dan Pasal 131 IS.

Page 16: Materi Pokok Hukum Perdata

15

Pada Pasal 163 IS disebutkan bahwa golongan penduduk di Indonesia

dibagi 3, yaitu:

Golongan Eropah

Golongan Timur Asing

Golongan Bumi Putera

Pasal 131 IS mengatur mengenai hukum yang berlaku bagi golongan

penduduk tersebut.

Untuk golongan Eropah berlaku Hukum Perdata Eropah (BW)

Untuk golongan Timur Asing Tionghoa berlaku seluruh Hukum Perdata

Eropah dengan beberapa pengecualian dan tambahan. Untuk golongan

Timur Asing bukan Tionghoa berlaku Hukum Perdata Eropah dan hukum

adatnya masing-masing.

Untuk golongan Bumi Putera berlaku hukum adatnya masing-masing,

kecuali yang mengadakan perundukkan secara sukarela berdasarkan S.

1917 No. 12, yaitu:

a) tunduk pada seluruh Hukum Perdata Eropah

b) tunduk pada sebagian Hukum Perdata Eropah

c) tunduk pada perbuatan tertentu

d) tunduk secara diam-diam

Hukum Perdata/BW mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848

dengan berlakunya asas konhordansi/asas persamaan.

E. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA

Sistematikan Hukum Perdata itu ada 2, yaitu sebagai berikut:

1. Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan

2. Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata

Sistematika Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan terdiri dari:

a) Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi (Personen

Recht)

b) Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)

Page 17: Materi Pokok Hukum Perdata

16

c) Hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum

harta benda (Vermogen Recht)

d) Hukum waris/Erfrecht

Sistematika Hukum Perdata menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata

Buku I tentang orang/van personen

Buku II tentang benda/van zaken

Buku III tentang perikatan/van verbintenissen

Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en verjaring

Apabila kita gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam

sistematika menurut KUHPerdata maka:

Hukum perorangan termasuk Buku I

Hukum Keluarga termasuk Buku I

Hukum harta kekayaan termasuk Buku II sepanjang yang

bersifat absolut dan termasuk Buku III sepanjang yang bersifat relatif.

Hukum waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur tentang benda

sedangkan hukum waris juga mengatur benda dari pewaris.

Selain itu hukum waris dimasukkan dalam Buku II pewarisan merupakan

salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur dalam Pasal 584

KUHPerdata (terdapat dalam Buku II).

BAB II

HUKUM PERORANGAN

Tujuan Instruksional Umum / TIU

Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan di atas diharapkan mahasiswa

dapat menjelaskan mengenai Hukum Perorangan.

Sub Pokok Bahasan:

A. Pengertian Subyek Hukum

B. Manusia sebagai Subyek Hukum

C. Badan Hukum sebagai Subyek Hukum

D. Nama dan Kewarganegaraan

Page 18: Materi Pokok Hukum Perdata

17

E. Domisili

F. Keadaan Tidak Hadir (Afwezeigheid)

Tujuan Instruksional Khusus / TIK

Setelah mengikuti kuliah sub-sub pokok bahasan di atas diharapkan

mahasiswa dapat:

A. Menjelasakn Pengertian Subyek Hukum

B. Menjelaskan Manusia sebagai Subyek Hukum

C. Menjelaskan Badan Hukum sebagai Subyek Hukum

D. Menjelaskan Nama dan Kewarganegaraan

E. Menjelaskan dan menyebutkan macam-macam Domisili

F. Menjelaskan Keadaan Tidak Hadir (Afwezeigheid)

Pendahuluan : Menjelaskan secara garis besar dan mengadakan Tanya

jawab dua arah.

Penyajian : lihat buku

Evaluasi : Memberikan soal-soal yang dijawab di rumah, terus

dikumpulkan.

Penutup : Bab II ada kaitannya dengan Bab III karena manusia

dalam kehidupannya mengalami peristiwa-peristiwa penting di

antaranya melakukan perkawinan, juga termasuk hokum perdata.

BAB II

HUKUM PERORANGAN

Penyajian:

A. Pengertian Subyek Hukum

Menurut Subekti Subyek Hukum adalah “pembawa hak atau subyek di

dalam hukum, yaituorang”.

Mertokusumo mengatakan bahwa Subyek Hukum adalah “segala sesuatu

yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum”. Hanya manusia

yang dapat jadi Subyek Hukum.

Syahran mengatakan Subyek Hukum adalah “pendukung hak dan

kewajiban”.

Page 19: Materi Pokok Hukum Perdata

18

Dari pendapat para sarjana tersebut dapat disimpulkan bahwa Subyek

Hukum itu adalah “segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak

dan kewajiban”.

Segala sesuatu yang dimaksud di sini menunjuk pada manusia dan badan

hukum.

B. Manusia Sebagai Subyek Hukum

Kapan mulai dan berakhirnya seseorang sebagai Subyek Hukum?

Seseorang mulai sebagai Subyek Hukum atau sebagai pendukung hak dan

kewajiban sejak dilahirkan sampai dengan meninggal dunia dengan

mengingat Pasal 2 KUHPerdata.

Pasal 2 KUHPerdata menyatakan:

1. Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap

sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak

menghendakinya.

2. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tidak pernah telah ada.

Kalau kita lihat Pasal 2 ayat (1) di atas dapat dismpulkan bahwa anak

yang masih di dalam kandangan seorang wanita juga sudah dianggap

sebagai Subyek Hukum atau pembawa hak dan kewajiban apabila

kepentingan si anak menghendakinya.

Hal ini erat hubungannya dengan Pasal 836 dan Pasal 899 KUHPerdata

Pasal 836 KUHPerdata adalah sebagai berikut:

Dengan mengingat akan ketentuan dalam Pasal 2 Kitab ini, supaya dapat

bertindak sebagai waris, seorang harus telah ada, pada saat warisan jatuh

meluang.

Pasal-pasal 899 KUHPerdata adalah sebagai berikut:

Dengan mengindahkan akan ketentuan dalam Pasal 2 Kitab Undang-

Undang ini, untuk dapat menikmati sesuatu dari suatu surat wasiat,

seorang harus telah ada, tatkala si yang mewariskan meninggal dunia.

Ketentuan ini tidak tak berlaku bagi mereka yang menerima hak yang

menikmati sesuatu dari lembaga-lembaga.

Page 20: Materi Pokok Hukum Perdata

19

Terhadap Pasal 2 KUHPerdata ini ada para sarjana yang menyebut rechts

fictie, yaitu anggapan hukum. Anak yang berada dalam kandungan

seorang wanita sudah dianggap ada pada waktu kepentingannya

memerlukan, jadi yang belum ada dianggap ada (fictie).

Selain itu ada para sarjana yang mengatakan bahwa Pasal 2 KUHPerdata

merupakan suatu norma sehingga disebut fixatie (penetapan hukum).

Pembuat undang-undang menetapkan bahwa anak yang ada dalam

kandungan seorang wanita adalah Subyek hukum apabila kepentingan si

anak itu menghendaki/memerlukan. Hal ini demi adanya keadilan

disamping kepastian hukum.

C. Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum

Selain manusia juga badan hukum termasuk sebagai Subyek Hukum.

Badan hukum menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro adalah sebagai

berikut:

Suatu badan yang di samping manusia perorangan juga dapat bertindak

dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan

kepentingan-kepentingan hukum terhadap orang lain atau badan lain.

Sarjana lain mengatakan:

Badan hukum adalah kumpulan dari orang-orang yang bersama-sama

mendidrikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan,

yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan).

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan:

Baik perhimpunan maupun Yayasan kedua-duanya berstatus sebagai

badan hukum, jadi merupakan person pendukung hak dan kewajiban.

Kalau kita lihat dari pendapat tersebut badan hukum dapat dikategorikan

sebagai Subyek Hukum sama dengan manusia disebabkan karena:

1. Badan hukum itu mempunyai kekayaan sendiri

2. Sebagai pendukung hak dan kewajiban

3. Dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan

4. Ikut serta dalam lalu lintas hukum.

Semuanya itu dilakukan melalui para pengurusnya.

Page 21: Materi Pokok Hukum Perdata

20

Badan hukum (rechts/person) biasa juga disebut pribadi hukum

(Soerjono Soekamto), pusara hukum (Oetarid Sadino), awak hukum

(malikul Adil).

Ada beberapa teori tentang hakikat badan hukum, yaitu:

1. Teori Fiksi dari Freidrich Carl Von Savigny

Hanya manusialah yang menjadi Subyek Hukum, sedangkan badan

hukum dikatakan sebagai Subyek Hukum hanyalah fiksi, yaitu sesuatu

yang sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam

bayangannya Badan hukum itu ciptaan negara/pemerintah yang

wujudnya tidak nyata.

Untuk menerangkan sesuatu hal.

2. Teori Organ dari Otto Von Gierke

Badan hukum adalah organ seperti halnya manusia yang menjelma dalam

pergaulan hukum yang dapat menyatakan kehendak melalui alat-alat

yang ada padanya (pengurus, anggota) seperti halnya manusia. Badan

hukum itu nyata adanya.

3. Teori Harta Kekayaan Bertujuan dari Brinz

Badan hukum merupakan kakayaan yang bukan kekayaan perorangan,

tapi serikat pada tujuan tertentu.

Badan hukum itu mempunyai pengurus yang berhak dan berkehendak.

4. Teori Kekayaan Bersama dari Molengraaft

Apa yang merupakan hak dan kewajiban badan hukum pada hakekatnya

merupakan hak dan kewajiban para anggota bersama-sama.

Kekayaan badan hukum juga merupakan kekayaan bersama seluruh

anggotanya.

5. Teori Kenyataan Yuridis dari Paul Scholter

Badan hukum itu merupakan kenyataan yuridis. Badan hukum sama

dengan manusia hanya sebatas pada bidang hukum saja.

Suatu badan atau perkumpulan atau badan usaha dapat berstatus badan

hukum harus memenuhi syarat-syarat materil maupun syarat formal.

Syarat materialnya adalah sebagai berikut:

Harus adanya kekayaan yang terpisah

Page 22: Materi Pokok Hukum Perdata

21

Mempunyai tujuan tertentu

Mempunyai kepentingan sendiri

Adanya organisasi yang teratur

Syarat formalnya harus memenuhi syarat yang ada hubungannya dengan

permohonan untuk mendapatkan status sebagai badan hukum (diatur

dalam KUHD).

Menurut Pasal 1653 KUHPerdata badan hukum dibedakan menjadi:

Badan hukum yang didirikan oleh pemerintah: propinsi, bank-bank

pemerintah

Badan hukum yang diakui pemerintah; perseroan, gereja

Badan hukum yang didirikan untuk maksud tertentu; PT

Badan hukum berdasarkan sifatnya:

Badan Hukum Publik: propinsi, kabupaten

Badan Hukum Keperdataan: Yayasan, firma

D. NAMA DAN KEWARGANEGARAAN

a. Nama

Nama bagi seseorang adalah sangat penting. Nama selain untuk

membedakan orang yang satu dengan yang lain, juga untuk mengetahui

apa hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang.

Selain itu juga nama merupakan tanda diri atau identifikasi seseorang

sebagai subyek hukum. Nama penting juga untuk mengetahui seseorang

itu keturunan siapa, penting untuk urusan pembagian harta warisan dan

soal-soal yang ada hubungannya dengan kekeluargaan.

Mengenai nama ini di Indonesia diatur dalam UU No. 4 tahun 1961.

b. Kewarganegaraan

Seperti halnya nama, kewarganegaraan seseorang juga sangat penting.

Kewarganegaraan seseorang merupakan satu factor yang mempengaruhi

kewenangan berhak seseorang.

Seperti kita lihat dalam Pasal 21 ayat 1 UUPA yang menyatakan:

Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

Page 23: Materi Pokok Hukum Perdata

22

Jadi tersimpul dari pasal tersebut di atas, warga negara asing tidak

diperbolehkan memiliki hak milik atas tanah.

UU Kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia adalah UU No. 62 tahun

1958. Dalam undang-undang tersebut jelas dibedakan siapa yang warga

negara, siapa yang bukan, cara memperoleh kewarganegaraan, hapusnya

kewarganegaraan, dan apa hak dan kewajiban seorang warganegara.

E. Domisili/Tempat Tinggal

1. Pengertian Domisili

Domisili adalah terjemahan dari Domicili atau Woonplaats yang artinya

tempat tinggal.

Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan domisili atau tempat kediaman

itu adalah:

Tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir mengenai hal melakukan

hak-haknya dan memenuhi kewajibannya juga meskipun kenyataannya

dia tidak di situ.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu

seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu

mempunyai tempat tinggal dimana ia sehari-harinya melakukan

kegiatannya atau dimana ia berkediaman pokok.

Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit, karena

selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal

tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis) dan

tempat kediaman yang sesungguhnya.

Tempat kediaman hukum adalah:

Tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir berhubungan dengan hal

melakukan hak-haknya serta kewajiban-kewajibannya, meskipun

sesungguhnya mungkin ia bertempat tinggal di lain tempat.

Menurut Pasal 77, Pasal 1393; 2 KUHPerdata tempat tinggal itu adalah

“tempat dimana sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan”.

Page 24: Materi Pokok Hukum Perdata

23

Bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, maka

tempat tinggal dianggap dimana ia sungguh-sungguh berada.

2. Macam-macam Domisili

a. Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang bertalian dengan

hak-hak melakukan wewenang perdata seumumnya.

Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan antara:

§ Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung

hubungannya dengan orang lain.

§ Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang ditentukan oleh

hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain.

Misalnya: tempat tinggal suami isteri, tempat tinggal anak yang belum

dewasa di rumah orang tuanya, orang di bawah pengampuan di tempat

curatornya.

b. Tempat tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal yang berhubungan

dengan hal-hal melakukan perbuatan hukum tertentu saja.

Tempat tinggal yang dipilih ini untuk memudahkan pihak lain atau untuk

kepentingan pihak yang memilih tempat tinggal tersebut.

Tempat tinggal yang dipilih ada dua macam yaitu:

§ Tempat kediaman yang dipilih atas dasar undang-undang misalnya

dalam hukum acara dalam menentukan waktu eksekusi dari vonis.

§ Tempat kediman yang dipilih secara bebas misalnya dalam melakukan

pembayaran memilih Kantor Notaris (menurut Sri Soedewi M. Sofwan).

Menurut Subekti ada juga yang disebut “rumah kematian” atau “domisili

penghabisan”, yaitu rumah dimana seseorang meninggal dunia.

Rumah penghabisan ini mempunyai arti penting untuk:

Menentukan hukum waris yang harus diterapkan

Untuk menentukan kewenangan mengadili kalau ada gugatan

Tempat kediaman untuk Badan Hukum disebut tempat kedudukan badan

hukum ialah tenpat dimana pengurusnya menetap.

Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada dua jenis, yaitu:

I. Tempat tinggal umum terdiri dari :

Page 25: Materi Pokok Hukum Perdata

24

a. Tempat tinggal sukarela atau bebas

Pasal 17 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang dianggap

mempunyai tempat tinggal dimana ia menempatkan kediaman utamanya.

Dalam hal seseorang tidak mempunyai tempat kediaman utama maka

tempat tinggal dimana ia benar-benar berdiam adalah tempat tinggalnya.

b. Tempat tinggal yang tergantung pada orang lain, misalnya:

§ Wanita bersuami mengikuti suaminya

§ Anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orangtuanya/walinya

§ Orang dewasa yang ada di bawah pengampuan mengikuti curatornya

§ Pekerja/buruh mengikuti tempat tinggal majikannya

II. Tempat tinggal khusus atau yang dipilih menurut Pasal 24

KUHPerdata ada dua macam, yaitu:

a. Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang

(Pasal 106 : 2 KUHPerdata)

b. Tempat tinggal yang dipilih secara sukarela harus dilakukan secara

tertulis artinya harus dengan akta (Pasal 24 : 1 KUHPerdata), bila ia

pindah maka untuk tindakan hukum yang dilakukannya ia tetap

bertempat tinggal di tempat yang lama.

3. Arti Pentingnya Domisili Untuk Seseorang

Domisili itu penting untuk seseorang dalam hal sebagai berikut:

Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat dimana berbagai

perbuatan hukum harus dilakukan, misalnya mengajukan gugatan,

pengadilan mana yang berwenang mengadili (menurut Sri Soedewi M.

Sofwan).

Untuk mengetahui dengan siapakan seseorang itu melakukan hubungan

hukum serta apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing

(Ridwan Syahrani).

Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.

F. KEADAAN TIDAK HADIR (AFWEZEIGHEID)

Page 26: Materi Pokok Hukum Perdata

25

Kadang-kadang terjadi seseorang meninggalkan tempat tinggalnya

selama waktu tertentu(lama dan seterusnya) untuk suatu

keperluan/suatu kepentingan atau suatu peristiwa tanpa memberi kuasa

terlebih dulu pada seseorang untuk mengurus kepentingannya.

Dalam hal demikian maka dikatakan ia sedang tidak ada di tempat atau

tidak hadir, sehingga akan menimbulkan kesulitan bagi pihak lain yang

ada hubungan dengan orang tersebut.

Keadaan tidak hadir seseorang itu tidaklah menghentikan status sebagai

subyek hukum. Oleh karena itu demi adanya kepastian hukum harus ada

pengaturannya.

Dalam Pasal 463 KUHPerdata disebutkan bahwa:

Seorang tidak hadir jika ia meninggalkan tempat tinggalnya tanpa

membuat suatu surat kuasa untuk mewakilinya dalam usahanya serta

kepentingannya atau dalam mengurus hartanya serta kepentingannya

atau jika kuasa yang diberikan tidak berlaku lagi.

Dapat simpulkan bahwa jika seorang meninggalkan tempat tinggalnya

sedang ia tidak atau tidak sempurna mewakilkan kepentingannya pada

seseorang.

Dalam KUHPerdata dikenal ada 3 masa (3 tingkatan) keadaan tidak hadir

seseorang, yaitu:

1. Pengambilan Tindakan Sementara

Masa ini diambil jika ada alasan-alasan yang mendesak untuk mengurus

seluruh atau sebagian harta kekayaannya.

Tindakan sementara ini dimintakan kepada Pengadilan Negeri oleh orang

yang mempunyai kepentingan terhadap harta kekayaannya.

Misalnya istrinya, para kreditur, sesame pemegang saham dan lain-lain,

juga jaksa dapat memohon tindakan sementara tersebut.

Dalam tindakan sementara ini hakim memerintahkan BPH (Balai Harta

peninggalan) untuk mengurus seluruh harta kekayaan serta kepentingan

dari orang tak hadir.

Adapun kewajiban BHP adalah:

1. Membuat pencatatan harta yang diurusnya

Page 27: Materi Pokok Hukum Perdata

26

2. Membuat daftar pencatatan harta, surat-surat lain uang kontan,

kertas berharga dibawa ke kantor BHP

3. Memperhatikan segala ketentuan untuk seseorang wali mengenai

pengurusan harta seorang anak (Pasal 464 KUHPerdata)

4. Tiap tahun memberi pertanggung jawaban pada jaksa dengan

memperlihatkan surat-surat pengurusan dan efek-efek (Pasal 465

KUHPerdata)

BHP berhak atas upah yang besarnya sama dengan seorang wali (Pasal

411 KUHPerdata).

2. Masa Adanya Kemungkinan Sudah Meninggal

Seseorang dapat diputuskan “kemungkinan” sudah meninggal jika:

Tidak hadir 5 tahun, bila tidak meninggalkan surat kuasa (Pasal 467

KUHPerdata), di mulai pada hari ia pergi tidak ada kabar yang diterima

dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.

Tidak hadir 10 tahun, bila surat kuasa ada tetapi sudah habis berlakunya

(Pasal 470 KUHPerdata), di mulai pada hari ia pergi tidak ada kabar yang

diterima dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.

Tidak hadir 1 tahun, bila orangnya termasuk awak atau penumpang kapal

laut atau pesawat udara ( S. 1922 No. 455), di mulai sejak adanya kabar

terakhir dan jika tidak ada kabar sejak hari berangkatnya.

Tidak hadir 1 tahun, jika orangnya hilang pada suatu peristiwa fatal yang

menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara (S. 1922 No. 455), di

mulai sejak tanggal terjadinya peristiwa.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 9/1975, dikatakan bahwa apabila salah

satu pihak meninggalkannya 2 tahun berturut-turut, pihak yang

ditinggalkan boleh mengajukan perceraian.

Akibat-akibat dari masa kemungkinan sudah meninggal bagi para ahli

waris dan penerima hibah wasiat/legataris adalah:

1. Menuntut pembukaan surat wasiat

Page 28: Materi Pokok Hukum Perdata

27

2. Mengambil (menerima) harta orang yang tak hadir dengan

kewajiban membuat pencatatan harta yang diambil serta memberi

jaminan yang harus disetujui oleh hakim (Pasal 472 KUHPerdata)

3. Meminta pertanggung jawab oleh BHP bila BHP dahulu

mengurusnya

4. Mengoper segala kewajiban dan gugatan orang tak hadir (asal 488

KUHPerdata). Para ahli waris yang diperkirakan demi hukum menerima

harta warisan secara terbatas (Pasal 277 KUHPerdata)

5. Pada umumnya merka bertindak sebagai orang yang mempunyai hak

pakai hasul (Pasal 474 KUHPerdata)

6. Berhak mengadakan pemisahan dan pembagian dengan ketentuan

harta tetap tidak dapat dijual kecuali dengan ijin hakim (Pasal 478 dan

481 KUHPerdata)

Keadaan “mungkin suadh meninggal” berakhir:

1. JIka orang yang tidak hadir kembali atau ada kabar baru tentang

hidupnya

2. Jika si tak hadir meninggal dunia

3. Jika masa “pewarisan definitive” termaksud dalam Pasal 484

KUHPerdata di mulai .

3. Masa Pewarisan Definitif

Masa ini terjadi apabila setelah lewat 30 tahun sejak tanggal tentang

“mungkin sudah meninggal” atas keputusan hakim, atau setelah lewat

100 tahun setelah lahirnya si tak hadir.

Akibat-akibat pemulaan masa pewarisan definitive:

1. Semua jaminan dibebaskan

2. Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian harta warisan

sebagaimana telah dilakukan atau membuat pemisahan dan pembagian

definitive.

3. Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan para ahli waris

dapat diwajibkan menerima warisan atau menolaknya.

Page 29: Materi Pokok Hukum Perdata

28

Seandainya orang yang tidak hadir kembali setelah masa pewarisan

definitive, ia ada hak untuk meminta kembali hartanya dalam keadaan

sebagaimana adanya berikut harga dari harta yang tidak

dipindatangankan, semuanya tanpa hasil dan pendapatannya (Pasal 486

KUHPerdata).

Akibat-akibat keadaan tidak hadir terhadap isteri adalah:

1. Jika suami atau isteri tak hadir 10 tahun tanpa ada kabar tentang

hidupnya, maka isteri/suami yang ditinggal dapat menikah lagi dengan

ijin Pengadilan Negeri (Pasal 493 KUHPerdata).

Sebelumnya pengadilan harus mengadakan dulu pemanggilan 3x

berturut-turut.

2. Waktu 10 tahun dapat diperpendek jadi satu tahun dalam masa

“mungkin sudah meninggal” (S. 1922 No. 455).

3. Dalam PP No. 9/1975 boleh kawin lagi apabila ditinggal 2 tahun

berturut-turut.

4. Jika ijin pengadilan sudah diberikan tanpa perkawinan baru belum

dilangsungkan sedang orang yang tak hadir kembali atau memberi kabar

masih hidup, ijin untuk menikah dari pengadilan gugur demi hukum.

5. setelah suami/isteri yang ditinggal menikah lagi dan kemudian

orang yang tak hadir kembali, maka orang yang tak hadir boleh menikah

lagi dengan orang lain.

Akibat keadaan tak hadir bagi anak:

Untuk anak yang masih di bawah umur berlaku Pasal 300 : 2, Pasal 359 :

3, dan Pasal 374 KUHPerdata.

BAB III

PERKAWINAN MENURUT UU NO. I/1974

Tujuan Instruksional Umum / TIU

Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan di atas diharapkan mahasiswa

dapat menjelaskan dan memahami perkawinan menurut UU No. I/1974

dan melaksanakannya sesuai dengan UU yang berlaku..

Page 30: Materi Pokok Hukum Perdata

29

Sub Pokok Bahasan:

A. Arti dan Tujuan Perkawinan

B. Sahnya Perkawinan

C. Asas Perkawinan

D. Syarat-syarat Perkawinan

E. Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan

F. Perjanjian Perkawinan

G. Akibat Hukum Perkawinan

H. Perkawinan Campuran

I. Putusnya Perkawinan

J. Perkawinan Menurut Hukum Islam

K. Catatan Sipil

Tujuan Instruksional Khusus / TIK

Setelah mengikuti kuliah sub-sub pokok bahasan di atas diharapkan

mahasiswa dapat:

A. Menjelaskan Arti dan Tujuan Perkawinan

B. Menjelaskan Sahnya Perkawinan

C. Menjelaskan Asas Perkawinan

D. Menjelaskan Syarat-syarat Perkawinan

E. Membedakan antara Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan

F. Menjelaskan Perjanjian Perkawinan

G. Menjelaskan Akibat Hukum Perkawinan

H. Menjelaskan Perkawinan Campuran

I. Menyebutkan Sebab-sebab Putusnya Perkawinan

J. Menjelaskan Perkawinan Menurut Hukum Islam

K. Membedakan Catatan Sipil yang dulu dengan Catatan Sipil yang

sekarang berlaku

Pendahuluan : Menjelaskan dan memberikan contoh yang terjadi dalam

masyarakat

Penyajian : lihat buku

Evaluasi : Tanya jawab dan ts tertulis

Page 31: Materi Pokok Hukum Perdata

30

Penutup : Bab III ada kaitannya dengan Bab IV karena manusia /

orang yang sudah melakukan perkawinan memerlukan harta untuk

kelangsungan kehidupannya, oleh karena itu hokum benda perlu juga

dipelajari.

BAB III

PERKAWINAN MENURUT UU NO. I/1974

Sebelum berlakunya UU No. I Tahun 1974 tentang Perkawinan,

peraturan perkawinan di Indonesia banyak macamnya seperti: Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, Ordonansi Perkawinan Indonesia

Kristen, S. 1933 No. 74, Peraturan Perkawinan Campuran (RGHS S. 1898

No. 158) dan peraturan-peraturan lainnya.

Setelah diberlakukannya UU No. I Tahun 1974, peraturan-peraturan yang

ada dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang telah diatur dalam UU

tersebut.

UU No. I Tahun 1974 merupakan undang-undang yang bersifat

nasional yang berlaku bagi seluruh warga Negara Indonesia baik yang di

luar negeri maupun dalam negeri.

UU No. I Tahun 1974 juga berlaku bagi semua pemeluk agama yang diakui

di Indonesia.

A. Arti Dan Tujuan Perkawinan

Pasal 1 menyatakan bahwa:

Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.

Menurut K. Wantjik Saleh, ikatan lahir bathin itu harus ada. Ikatan lahir

mengungkapkan adanya hubungan formal, sedang ikatan bathin

merupakan hubungan yang tidak formal, tak dapat dilihat.

Page 32: Materi Pokok Hukum Perdata

31

Ikatan lahir tanpa ikatan bathin akan menjadi rapuh. Ikatan lahir bathin

menjadi asar utama pembentukan dan pembinaan keluarga bahagia dan

kekal.

Kekal artinya perkawinan itu hanya dilakukan satu kali seumur hidup,

kecuali ada hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.

Perkawinan itu harus didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa artinya

perkawinan itu harus berdasarkan atas agama.

Ali Afandi menyatakan bahwa:

Perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan.

Persetujuan kekeluargaan yang dimaksud bukanlah seperti persetujuan

biasa, tetapi mempunyai cirri-ciri tertentu.

Subekti mengatakan:

Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang

wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh Negara.

B. Sahnya Perkawinan

Menurut Pasal 2 UU No. I/1974 sahnya perkawinan apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal

2 ayat 1).

Ayat 2 mengatakan:

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Kalau kita lihat Pasal 1 dan 2 tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

perkawinan di Indonesia itu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai

keagamaan.

Perkawinan itu dinyatakan sah apabila menurut agama, baru setelah itu

dicatata berdasarkan peraturan yang berlaku.

Bagi mereka yang melangsungkan perkawinan secara Islam harus dicatat

di Kantor Urusan Agama (KUA), sedang mereka yang melangsungkan

perkawinan di luar agama Islam dicatat di Kantor Catatan Sipil.

Page 33: Materi Pokok Hukum Perdata

32

Perkawinan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata itu sebaiknya

yaitu dilakukan dulu pencatatan di Kantor Catatan Sipil, baru dilakukan

secara agama kalau mau.

Menurut Pasal 26 KUHPerdata perkawinan itu hanya dipandang dalam

hubungan-hubungan perdata; artinya undang-undang menyatakan bahwa

suatu perkawinan itu sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam KUHPerdata sedang syarat-syarat serta peraturan

agama tidaklah diperhatikan/dikesampingkan.

C. Asas Perkawinan

UU No. I/1974 menganut aas monogami tidak mutlak.

Hal tersebut dapat kita lihat dari isi Pasal 3 sebagai berikut:

(1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh

mempunyai seorang isteri. Sedang seorang wanita hanya boleh

mempunyai seorang suami.

(2) Pengadilan dapat memberi ijin kepada seorang suami untuk

beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan.

Ijin pengadilan diberikan kepada seorang suami yang akan beristeri lebih

dari satu orang apabila memenuhi syarat fakultatif dan syarat kumulatif.

Syarat fakultatif adalah syarat yang terdapat dalam Pasal 4 ayat 2, yaitu:

a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri.

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-

keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-

isteri dan anak-anak mereka.

Jadi seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang harus memenuhi

salah satu syarat fakultatif dan semua syarat kumulatif yang telah

ditentukan oleh undang-undang.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata juga menganut asas monogami,

tapi monogaminya adalah mutlak.

Page 34: Materi Pokok Hukum Perdata

33

Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 27 dan 28 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami serta menganut

adanya asas kebebasan kata sepakat diantara para calon suami isteri,

melarang adanya poligami.

D. Syarat-Syarat Perkawinan

Syarat-syarat perkawinan diatur mulai Pasal 6 sampai Pasal 12.

Pasal 6 s/d Pasal 11 memuat mengenai syarat perkawinan yang bersifat

materiil, sedang Pasal 12 mengatur mengenai syarat perkawinan yang

bersifat formil.

Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6

s/d 11, yaitu:

Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur

21 tahun harus mendapat ijin kedua orang tuanya/salah satu orang

tuanya, apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila

kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19

tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalu ada

penyimpangan harus ada ijin dari Pengadilan atau Pejabat yang ditunjuk

oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.

seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat

kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan Pasal 4.

Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain

dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.

bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu

tunggu.

Dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 waktu tunggu itu

adalah sebagai berikut:

1. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu

ditetapkan 130 hari, dihitung sejak kematian suami.

2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi

yang masih berdatang bulan adalah 3 kali suci dengan sekurang-

Page 35: Materi Pokok Hukum Perdata

34

kurangnya 90 hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90

hari, yang dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum yang tetap.

3. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan

hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

4. Bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara

janda dan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin tidak

ada waktu tunggu.

Pasal 8 Undang-undang No. I/1974 menyatakan bahwa perkawinan

dilarang antara dua orang yang:

1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun

ke atas/incest.

2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu

antara saudara, antara seorang dengan suadara orang tua dan antara

seorang dengan saudara neneknya/kewangsaan.

3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan

ibu/bapak tiri/periparan.

4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara

susuan dan bibi/paman susuan.

5. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau

kemenakan dai isteri dalam hal seseorang suami beristeri lebih dari

seorang.

6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang

berlaku dilarang kawin.

Syarat perkawinan secara formal menurut Pasal 12 UU No. I/1974

direalisasikan dalam Pasal 3 s/d Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9

tahun 1975, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pemberiahuan dari yang akan melangsungkan perkawinan.

Penelitian dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan.

Pengumuman.

Pemberian akta perkawinan.

Page 36: Materi Pokok Hukum Perdata

35

E. PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN

a. Pencegahan Perkawinan

Berdasarkan Pasal 13 UU Perkawinan No. I Tahun 1974 suatu

perkawinan dapat dicegah berlangsungnya apabila ada pihak yang tidak

memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Syarat-syarat perkawinan yang dapat dijadikan alas an untuk adanya

pencegahan perkawinan disebutkan dalam Pasal 20 UU Perkawinan No. I

Tahun 1974, yaitu:

Pelanggaran terhadap Pasal 7 ayat (1) yaitu mengenai batasan umur

untuk dapat melangsungkan perkawinan.

Apabila calon mempelai tidak (belum) memenuhi umur yang ditetapkan

dalam Pasal 7 ayat (1) tersebut, maka perkawinan itu dapat dicegah

untuk dilaksanakan.

Jadi perkawinan ditangguhkan pelaksanaannya sampai umur calon

mempelai memenuhi umur yang ditetapkan undang-undang.

Melanggar Pasal 8, yaitu mengenai larangan perkawinan.

Misalnya saja antara kedua calon mempelai tersebut satu sama lain

mempunyai hubungan darah dalam satu garis keturunan baik ke bawah,

ke samping, ke atas berhubungan darah semenda, satu susuan ataupun

oleh agama yang dianutnya dilarang untuk melangsungkan perkawinan.

Dalam hal ini perkawinan dapat ditangguhkan pelaksanaannya bahkan

dapat dicegahkan pelaksanaannya untuk selama-lamanya misalnya

perkawinan yang akan dilakukan oleh kakak adik, bapak dengan anak

kandung dan lain-lain.

Pelanggaran terhadap Pasal 9 yaitu mengenai seseorang yang masih

terikat perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali

apabila memenuhi Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 tentang syarat-syarat

untuk seorang suami yang diperbolehkan berpoligami.

Pelanggaran terhadap Pasal 10 yaitu larangan bagi suami atau isteri yang

telah kawin cerai dua kali tidak boleh melangsungkan perkawinan untuk

ketiga kalinya sepanjang menurut agamnya (hukum) mengatur lain.

Page 37: Materi Pokok Hukum Perdata

36

Pelanggaran terhadap Pasal 12 yaitu melanggar syarat formal untuk

melaksanakan perkawinan yaitu tidak melalui prosedur yang telah

ditetapkan yaitu dimulai dengan pemberitahuan, penelitian dan

pengumuman (lihat Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975).

Sedangkan yang boleh melakukan pencegahan berlangsungnya suatu

perkawinan adalah:

1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah

2. Saudara

3. Wali nikah

4. Wali

5. Pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang

berkepentingan.

Berdasarkan Pasal 20 UU Perkawinan No. I Tahun 1974 pegawai pencatat

perkawinan tidak boleh melangsungkan atau membantu melangsungkan

perkawinan apabila dia mengetahui adanya pelanggaran terhadap Pasal 7

ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini.

Bahkan pegawai pencatat perkawinan berhak dan berkewajiban untuk

menolak melangsungkan suatu perkawinan apabila benar-benar adanya

pelanggaran terhadap Undang-undang ini (Pasal 21 ayat (1)).

Jadi pencegahan perkawinan itu dilakukan sebelum perkawinan

dilangsungkan.

Akibat hukum dari pencegahan perkawinan ini adalah adanya

penangguhan pelaksanaan perkawinan bahkan menolak untuk selama-

lamanya suatu perkainan dilangsungkan.

b. Pembatalan Perkawinan

Seperti halnya pencegahan, pembatalan perkawinan juga terjadi apabila

para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan

perkawinan (Pasal 22).

Syarat-syarat yang tidak dipenuhi dimuat dalam Pasal 26 ayat (1) yaitu:

1. Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat

perkawinan yang tidak berwenang.

Page 38: Materi Pokok Hukum Perdata

37

2. Dilakukan oleh wali nikah yang tidak sah.

3. Tidak dihadiri oleh dua orang saksi.

Ketentuan Pasal 26 ayat (1) tersebut di atas dapat digugurkan

pembatalannya apabila suami/isteri yang mengajukan pembatalan

tersebut sudah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat

memperlihatkan akta perkawinan yang cacat hukum tersebut supaya

perkawinan itu dapat diperbaharui sehingga menjadi sah.

Berdasarkan Pasal 23, pembatalan perkawinan dapat diajukan oleh:

1. Para keluarga dalam garis keturunan harus ke atas dari suami/isteri.

2. Suami atau isteri.

3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum

diputuskan.

4. Pejabat berdasarkan Pasal 16 ayat (2).

5. Setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung

terhadap perkawinan tersebut asal perkawinan itu telah putus.

Seorang suami/isteri dapat juga mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila:

1. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar

hukum.

2. Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka

mengenai diri suami atau isteri.

Pembatalan suatu perkawinan dimulai setelah adanya Keputusan

Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku

sejak saat berlangsungnya perkawinan.

Pembatalan perkawinan terjadi setelah perkawinan dilangsungkan

sedang akibat hukum dari adanya pembatalan perkawinan adalah:

1. Perkawinan itu dapat dibatalkan.

2. Perkawinan dapat batal demi hukum artinya sejak semula dianggap

tidak ada perkawinan, misalnya suatu perkawinan yang dilangsungkan

dimana antara suami isteri itu mempunyai hubungan darah menurut

garis keturunan ke atas atau ke bawah ataupun satu susuan.

Page 39: Materi Pokok Hukum Perdata

38

Akibat hukum pembatalan perkawinan terhadap anak, suami atau isteri

dan pihak ketiga tidak berlaku surut:

1. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tetap

merupakan anak yang sah.

2. Suami atau isteri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali

terhadap harta bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas

adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.

3. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam point 1+2

sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum

keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.

F. PERJANJIAN PERKAWINAN

Perjanjian perkawinan diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan No. I Tahun

1974.

Perjanjian Perkawinan adalah:

Perjanjian yang dilakukan oleh calon suami/isteri mengenai kedudukan

harta setelah mereka melangsungkan pernikahan.

Menurut KUHPerdata dengan adanya perkawinan, maka sejak itu harta

kekayaan baik harta asal maupun harta bersama suami dan isteri bersatu,

kecuali ada perjanjian perkawinan.

UU Perkawinan No. I Tahun 1974 mengenai 2 (dua) macam harta

perkawinan, yaitu:

Harta asal/harta bawaan

Harta bersama (Pasal 35)

Harta asal adalah harta yang dibawa masing-masing suami/isteri ke

dalam perkawinan, dimana pengurusannya diserahkan pada maisng-

masing pihak.

Harta bersama adalah harta yang dibentuk selama perkainan.

Berbeda dengan yang ada dalam KUHPerdata, dalam UU Perkawinan No. I

Tahun 1974, adanya perkawinan harta itu tidak bersatu tetap dibedakan

antara harta asal dan harta bersama.

Page 40: Materi Pokok Hukum Perdata

39

Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka harta asal suami isteri tetap

terpisah dan tidak terbentuk harta bersama, suami isteri memisahkan

harta yang didapat masing-masing selama perkawinan.

Dalam penjelasan Pasal 29 disebutkan bahwa tak’lik-talak tidak termasuk

dalam perjanjian perkawinan.

Perjanjian perkawinan itu dibuat pada waktu atau sebelum

perkawinan berlangsung.

Perjanjian perkawinan itu harus dibuat secara tertulis atas

persetujuan kedua belah pihak yang disahkan Pegawai Pencatat

Perkawinan.

Apabila telah disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, maka isinya

mengikat para pihak dan juga pihak ketiga sepanjang pihak ketiga

tersebut tersangkut.

Perjanjian perkawinan itu mulai berlaku sejak perkawinan

berlangsung dan tidak boleh dirubah kecuali atas persetujuan kedua

belah pihak dengan syarat tidak merugikan pihak ketiga yang tersangkut.

G. AKIBAT HUKUM PERKAWINAN

Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan akibat baik

terhadap suami isteri, harta kekayaan maupun anak yang dilahirkan

dalam perkawinan.

a. Akibat Perkawinan Terhadap Suami Isteri

1. Suami isteri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan

rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 30).

2. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan

kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan

hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1)).

3. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum

(ayat 2).

4. Suami adalah kepala keluarga dan isteri sebagai ibu rumah tangga.

Page 41: Materi Pokok Hukum Perdata

40

5. Suami isteri menentukan tempat kediaman mereka.

6. Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati,

saling setia.

7. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

sesuai dengan kemampuannya.

8. Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

b. Akibat Perkawinan Terhadap Harta Kekayaan

1. Timbul harta bawaan dan harta bersama.

2. Suami atau isteri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya

terhadap harta bawaan untuk melakukan perbuatan hukum apapun.

3. Suami atau isteri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap harta bersama (Pasal 35 dan 36).

c. Akibat Perkawinan Terhadap Suami Isteri

1. Kedudukan anak

a. Anak yang dilahirkan dalam perkawinan adalah anak yang sah

(Pasal 42).

b. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan ibunya saja.

2. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak

a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya

sampai anak-anak tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri (Pasal 45).

b. Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang

baik.

c. Anak yang dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam

garis keturunan ke atas sesuai kemampuannya, apabila memerlukan

bantuan anaknya (Pasal 46).

3. Kekuasaan orang tua

a. Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di

bawah kekuasaan orang tua.

Page 42: Materi Pokok Hukum Perdata

41

b. Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hukum baik di dalam

maupun di luar pengadilan.

c. Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan

barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun

atau belum pernah kawin.

d. Kekuasaan orang tua bisa dicabut oleh pengadilan apabila:

§ Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak.

§ Ia berkelakuan buruk sekali.

e. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, tetap berkewajiban

untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya.

Sedang yang dimaksud dengan kekuasaan orang tua adalah:

Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap anak yang belum

mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

Isi kekuasaan orang tua adalah:

1. Kewenangan atas anak-anak baik mengenai pribadi maupun harta

kekayaannya.

2. Kewenangan untuk mewakili anak terhadap segala perbuatan

hukum di dalam maupun di luar pengadilan.

Kekuasaan orang tua itu berlaku sejak kelahiran anak atau sejak hari

pengesahannya.

Kekuasaan orang tua berakhir apabila:

a. Anak itu dewasa.

b. Anak itu kawin.

c. Kekuasaan orang tua dicabut.

H. PERKAWINAN CAMPURAN

a. Pengertian Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran yang diatur dalam UU No. I/1974 berbeda dengan

perkawinan campuran yang terdapat dalam S. 1898/158.

Menurut Pasal 57 UU No. I/1974 pengertian perkawinan campuran

adalah:

Page 43: Materi Pokok Hukum Perdata

42

Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang

berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak

berkewarganegaraan Indonesia.

Apabila melihat isi pasal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

perkawinan campuran yang sekarang berlaku di Indonesia unsurnya

adalah sebagai berikut:

1. Perkawinan itu dilakukan oleh seorang pria dan seorang wanita.

2. Dilakukan di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan.

3. Di antara keduanya berbeda kewarganegaraan.

4. Salah satu pihaknya berkewarganegaraan Indonesia.

Contoh : Seorang wanita Warga Negara Indonesia kawin dengan seorang

laki-laki Warga Negara Asing atau sebaliknya.

Sedangkan perkawinan campuran menurut S. 1898/158 Pasal I nya

menyebutkan:

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara orang-orang di

Indonesia tunduk kepada hukum-hukum yang berlainan.

Contohnya: Seorang wanita Warga Negara Indonesia kawin dengan

seorang laki-laki Warga Negara Asing atau sebaliknya atau seorang

wanita beragama Islam kawin dengan seorang laki-laki beragama selain

Islam.

Kalau dibandingkan perkawinan campuran menurut Pasal 57 UU No.

I/1974 dengan perkawinan campuran menurut S. 1898/158 adalah

sebagai berikut:

Perkawinan campuran menurut Pasal 57 UU No. I/1974 ruang lingkupnya

lebih sempit karena hanya berbeda kewarganegaraan dan hanya berbeda

kewarganegaraaan dan salah satu pihaknya harus Warga Negara

Indonesia.

Perkawinan campuran menurut S. 1898/158 ruang lingkupnya lebih luas

karena selain berbeda kewarganegaraan juga perkawinan dapat

dilakukan karena perbedaan agama, tempat, dan golongan.

Page 44: Materi Pokok Hukum Perdata

43

b. Syarat-syarat Perkawinan Campuran

Sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak harus memenuhi

syarat-syarat yang berlaku menurut hukum masing-masing pihak (Pasal

60 ayat 1 UU No. I/1974).

Sahnya perkawinan harus berdasarkan Pasal 2 UU No. I/1974 yang

menyebutkan:

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Perkawinan campuran yang dilakukan oleh para pihak yang kedua-

duanya beragama Islam dicatat di Kantor Urusan Agama sedangkan yang

berbeda agama di Kantor Catatan Sipil.

c. Akibat Perkawinan Campuran

Menurut Pasal 58 UU No. I/1974 akibat dari perkawinan campuran yang

berlainan kewarganegaraan dapat memperoleh kewarganegaraan dari

suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya

menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang

Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.

Pasal 59 ayat (1) UU No. I/1974 menyebutkan:

Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau

putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku baik mengenai

hukum public maupun mengenai hukum perdata.

Kedudukan anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin akan

mengikuti kewarganegaraan ayah atau ibunya dengan siapa ia

mempunyai hubungan hukum keluarga.

I. PUTUSNYA PERKAWINAN

a. Pasal 38 UU No. I/1974 menyebutkan putusnya perkawinan dapat

disebabkan karena:

Page 45: Materi Pokok Hukum Perdata

44

Kematian

Perceraian

Atas keputusan pengadilan

Mengenai kematian tidak akan dibahas di sini, karena akibatnya timbul

pewarisan. Hukum Waris dibahas dalam mata kuliah Waris dan

Perorangan.

Perceraian biasa disebut “cerai talak” dan atas keputusan pengadilan

disebut “cerai gugat”.

Cerai talak adalah perceraian yang dijatuhkan oleh seorang suami kepada

isterinya yang perkawinannya dilaksankan menurut agama Islam (Pasal

14 PP No. 9/1975).

Cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan oleh seorang isteri yang

melakukan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami

atau seorang isteri yang melangsungkan perkawinannya menurut

agamanya dan kepercayaaan itu selain agama Islam (Penjelasan Pasal 20

ayat (1) PP No. 9/1975).

Cerai talak dan cerai gugat hanya dapat dilakukan di depan Sidang

Pengadilan (Pasal 39 ayat (1) PP No. 9/1975).

b. Alasan-alasan Perceraian

Cerai talak dan cerai gugat hanya dapat dilaksanakan apabila memenuhi

salah satu syarat di bawah ini, yaitu:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-

turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat

yang membahayakan pihak lain.

Page 46: Materi Pokok Hukum Perdata

45

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi pertengkaran dan

perselisihan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga (Pasal 19 PP No. 9/1975).

c. Akibat Perceraian

Seperti halnya perkawinan, perceraian juga membawa akibat kepada:

Anak dan Isteri

Harta kekayaan

Status para pihak

Ad.a. Akibat perceraian pada anak dan isteri

1. Bapak dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan

mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak,

bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan

memberi keputusannya.

2. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya

pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak

dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut,

Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami

untuk memeberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu

keajiban bagi bekas isteri (Pasal 41 UU No. I.1974).

Ad.b. Akibat perceraian terhadap harta kekayaan

Apabila terjadi perceraian, harta bawaan masing-masing tetap dikuasai

dan menjadi hak masing-masing.

Harta bersama apabila terjadi perceraian diatur menurut hukumnya

masing-masing (Pasal 37 UU No. I/1974).

Ad.c. Akibat perceraian terhadap status para pihak

Page 47: Materi Pokok Hukum Perdata

46

1. Kedua belah pihak tidak terikat lagi dalam tali perkawinan dengan

status duda atau janda.

2. Keduanya boleh melakukan perkawinan dengan pihak lain. Khusus

untuk isteri berlaku waktu tunggu (Pasal 39 PP 9/1975).

3. Keduanya boleh melakukan perkawinan lagi sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang atau agama yang mereka anut.

J. PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM

a. Perkawinan

Perkawinan menurut UU No. I/1974 banyak persamaanya dengan

perkawinan menurut hukum Islam, oleh karena itu yang akan dibahas

dalam diktat ini hanyalah perbedaan-perbedaannya.

Pengertian-pengertian yang perlu diketahui antara lain:

1. Akad nikah adalah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan

Kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh

dua orang saksi.

2. Taklil talak adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria

setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak

yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi

dimasa yang akan datang.

3. Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan

memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya.

4. Muf’ah adalah pemberian bekas suami kepada isteri yang dijatuhi

talak berupa benda atau uang dan lainnya.

Perkawinan adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau

miitsaaqan gholiiddan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah. (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam

yang selanjutnya disebut KHI).

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawadah dan rahmat (Pasal 3 KHI).

Page 48: Materi Pokok Hukum Perdata

47

Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat

Pegawai Pencatat Nikah, kalau tidak ada dapat mengajukan itsbat

nikahnya ke Pengadilan Agama (Pasal 7 KHI). Istbat nikah yang diajukan

hanya ternatas mengenai:

a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.

b. Hilangnya akta nikah.

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat

perkawinan.

d. Perkawinan sebelum berlakunya UU No. I/1974.

e. Perkawinan yang dilakukan tidak mempunyai halangan perkawinan

menurut UU No. I/1974.

Mereka yang boleh mengajukan itsbat nikah:

suami/isteri

anak-anak

wali nikah

pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu

Rukun dan syarat perkawinan

Untuk melaksanakan perkawina harus ada:

calon suami

calon isteri

wali nikah

dua orang saksi

Ijab dan Kabul (semua termasuk rukun) (Pasal 14 KHI).

Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi

bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.

Syarat wali harus seorang laki-laki, akil dan baligh, yang terdiri dari : wali

nasab dan wali hakim (Pasal 19, 20 KHI).

Perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang memenuhi

syarat:

Laki-laki muslim

Adil

Akil baligh

Page 49: Materi Pokok Hukum Perdata

48

Tidak terganggu ingatannya

Tidak tuna rungu/tuli

Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah dan

menandatangani akta nikah pada waktu dan di tempat akad nikah

dilangsungkan (Pasal 24, 25 KHI).

Ijab Kabul dilakukan oleh wali dan calon mempelai pria harus jelas

beruntun dan tidak berselang waktu dan harus dilaksanakan sendiri

secara pribadi oleh wali nikah atau dapat diwakilkan kepada orang lain

(Pasal 27, 28 KHI).

b. Larangan Perkawinan

Seperti dalam Pasal 8 UU No. I/1974, larangan perkawinan dalam hukum

juga sama ditambah:

Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.

Seorang wanita yang tidak beragam Islam.

Seorang pria dilarang kawin dengan bekas isterinya setelah ditalak tiga

kecuali diselang dulu kawin dengan orang lain.

Seorang pria dilarang kawin dengan bekas isterinya yang dili’an (Pasal

40, 43 KHI).

Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan

seorang pria yang tidak beragama Islam (Pasal 44 KHI).

Di dalam Hukum Islam dikenal dua macam perjanjian perkawinan, yaitu:

Talik talak

Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan Hukum Islam (Pasal 45

KHI).

Suami yang mempunyai isteri lebih dari satu diperbolehkan, syarat

utamanya harus dapat berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-

anaknya dan harus mendapat ijin terlebih dahulu dari pengadilan Agama

(Pasal 55, 56 KHI).

c. Batalnya Perkawinan

Perkawinan batal apabila (Pasal 70 KHI)

Page 50: Materi Pokok Hukum Perdata

49

Suami melakukan perkawinan, padahal dia sudah mempunyai empat

isteri.

Seseorang menikahi bekas isterinya yang telah di li’annya.

Seseorang menikahi bekas isterinya yang telah dijatuhi talak tiga.

Perkawinan yang telah melanggar Pasal 8 UU No. I/1974

hubungan darah, semenda dan sesusuan.

Isteri adalah saudara kandung atau bibi atau kemanakan dari isteri atau

isteri-isterinya.

Perkawinan dapat dibatalkan apabila:

seorang suami berpoligami tanpa ijin Pengadilan Agama.

perempuan yang dikawini ternyata masih menjadi isteri pria lain yang

mafqud.

perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain.

melanggar Pasal 7 UU No. I/1974.

perkawinan yang dilangsungkan tanpa wali/wali yang tidak berhak.

perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan (Pasal 71 KHI).

d. Putusnya Perkawinan

Menurut Pasal 116 KHI putusnya perceraian dapat disebabkan karena:

Alasan-alasan berdasarkan Pasal 19 PP No. 9/1975.

suami melanggar taklik-talak.

karena murtad/berpindah agama.

Talak karena putusnya perkawinan dalam hukum Islam ada beberapa

macam, yaitu:

Talak Raj’i yaitu talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk

selama isteri dalam masa iddah.

Talak Ba’in Shughraa yaitu talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad

nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah , terjadi

apabila:

a. Talak yang terjadi qabla al dukhul.

b. Talak dengan tebusan/khuluk.

c. Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

Page 51: Materi Pokok Hukum Perdata

50

Talak Ba’in Kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya.

Talak ini tidak boleh dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali

diselang dulu dengan perkawinan dengan bukan bekas suaminya.

Talak Sunny adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan

terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci

tersebut.

Talak Bid’i adalah talak yang dilarang yaitu talak yang dijatuhkan pada

waktu isteri dalam keadaan haidl atau isteri dalam keadaan suci tapi

sudah dicampuri pada waktu suci tersebut (pasal 118 – 122 KHI).

Perceraian terjadi terhitung pada saat perceraian dinyatakan di depan

siding Pengadilan (Pasal 123 KHI)

Li’an putusnya perkawinan antara suami isteri untuk selama-lamanya

(Pasal 125 KHI).

Akibat putusnya perkawinan karena talak:

Bekas suami wajib memberikan mut’ah yang layak pada bekas isterinya.

Bekas suami wajib memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas

isterinya selama iddah.

Wajib melunasi mahar yang masih terutang.

Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai

umur 21 tahun (Pasal 149 KHI).

K. CATATAN SIPIL

Catatan Sipil (BS/Burgerlijk Stand) adalah:

Suatu lembaga yang mencatat kejadian-kejadian penting seseorang

seperti: kelahiran, pengakuan, perkawinan, perceraian dan kematian.

Sedangkan tugas Catatan Sipil adalah memberikan informasi kepada

pihak ke III tentang kejadian-kejadian penting seseorang tersebut.

Berdasarkan Pasal 80 KUHPerdata menyatakan bahwa perkawinan hanya

dapat dilangsungkan:

Dihadapan Pegawai Catatan Sipil dan dengan dihadiri saksi-saksi, kedua

calon suami dan isteri harus menerangkan, yang satu, menerima yang

satu sebagai isterinya dan yang lain menerima yang satu sebagai

Page 52: Materi Pokok Hukum Perdata

51

suaminya, pula bahwa mereka dengan ketulusan hati akan menunaikan

segala kewajiban demi undang-undang ditugaskan kepada mereka

sebagai suami isteri.

Pasal 81 KUHPerdata menyatakan:

Tiada suatu upacara keagamaan boleh dilakukan, sebelum kedua belah

pihak pejabatn agama mereka membuktikan bahwa perkawinan

dihadapan Pegawai Catatan Sipil telah berlangsung.

Kalau kita baca kedua pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

perkawinan itu sah apabila dilakukan dihadapan Pegawai Catatan Sipil

dan dicatat di Kantor Catatan Sipil.

Perkawinan secara agama tidak boleh dilakukan sebelum perkawinan itu

dilakukan dan dicatat di Catatan Sipil. Dulu dikenal adanya kawin BS.

Perkawinan secara agama tidak menentukan sahnya suatu perkawinan.

Hal ini tidak berlaku lagi setelah berlakunya UU Perkawinan No. I Tahun

1974.

Perkawinan sah menurut UU No. I/1974, apabila dilakukan berdasarkan

masing-masing agama dan kepercayaannya itu baru didaftarkan menurut

perundang-undangan yang berlaku.

Pegawai Catatan Sipil dulu boleh/dapat mengawinkan.

Setelah berlakunya Keputusan Presiden No. 12 tahun 1983 tentang

Penyelenggaraan Catatan Sipil, Catatan Sipil tidak boleh mengawinkan

lagi.

Fungsi Catatan Sipil berdasarkan Keppres tersebut adalah:

Pencatatan dan penerbitan kutipan akta Kelahiran.

Pencatatan dan penerbitan kutipan akta Perkawinan.

Pencatatan dan penerbitan kutipan akta Percerain.

Pencatatan dan Penerbitan kutipan akta Pengakuan dan Pengesahan

Anak.

Pencatatan dan penerbitan kutipan akta Kematian.

Penyimpanan dan pemeliharaan akta kelahiran, akta perkawinan, akta

perceraian, akta pengakuan dan pengesahan anak, harta kematian.

Page 53: Materi Pokok Hukum Perdata

52

Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di bidang

kependudukan/kewarganegaraan.

Organisasi Catatan Sipil ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri yang

mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di

bidang penertiban dan penyempurnaan aparatur Negara.

Gubernur Kepala Daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan

Catatan Sipil.

Penyelenggaraan Catatan Sipil dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya

yang menunjuk Camat selaku Pegawai Pencatatan Sipil di wilayah

Kecamatan.

BAB IV

HUKUM BENDA

Tujuan Instruksional Umum / TIU

Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan Hukum Benda diharapkan

mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami tentang kebendaan yang

diatur dalam Undang-undang.

Sub Pokok Bahasan:

A. Sistematikan Hukum Perdata

B. Kedudukan Buku II sekarang (setelah keluarnya UUPA No. 5/1960)

C. Sistem Buku II

D. Pengertian Benda

E. Pembedaan Macam-macam Benda

F. Pengertian Hak Kebendaan

G. Ciri-ciri Hak Kebendaan

Page 54: Materi Pokok Hukum Perdata

53

H. Pembedaan Hak Kebendaan

I. Asas-asas Umum Hak Kebendaan

J. Kedudukan Berkuasa/Bezit

K. Hak Eigendom/Hak Milik

L. Hak Milik Menurut Hukum Islam

Tujuan Instruksional Khusus / TIK

Setelah mengikuti kuliah sub-sub pokok bahasan di atas diharapkan

mahasiswa dapat:

A. Menyebutkan Sistematikan Hukum Perdata

B. Menjelaskan Kedudukan Buku II sekarang (setelah keluarnya UUPA

No. 5/1960)

C. Menjelaskan Sistem Buku II

D. Menyebut dan menjelaskan Pengertian Benda

E. Menyebut dan menjelaskan Pembedaan Macam-macam Benda

F. Menjelaskan arti Hak Kebendaan

G. Menyebutkan Ciri-ciri Hak Kebendaan

H. Menyebutkan Pembedaan Hak Kebendaan

I. Menjelaskan dan memberikan contoh Asas-asas Umum Hak

Kebendaan

J. Menjelaskan pengertian Kedudukan Berkuasa/Bezit

K. Menjelaskan pengertian Hak Eigendom/Hak Milik Menurut Pasal 570

KUHPerdata.

L. Menjelaskan Hak Milik Menurut Hukum Islam

Pendahuluan : Mengulang kembali pokok bahasan sebelumnya,

melakukan tanya jawab, kemudian menjelaskan sub bahasan yang baru

Penyajian : lihat buku

Evaluasi : Tes tertulis secara keseluruhan, untuk menentukan nilai

akhir dari mata kuliah perdata.

BAB IV

HUKUM BENDA

Page 55: Materi Pokok Hukum Perdata

54

A. Sistematika Hukum Perdata

Kita mengenal dua macam sistematika Hukum Perdata yaitu:

1. Sistematika menurut Ilmu Hukum

2. Sistematika menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W.)

Ad. 1. Sistematika menurut Ilmu Hukum

Ilmu Hukum membagi Hukum Perdata menjadi empat bagian yaitu:

Hukum tentang diri seseorang yang memuat peraturan-peraturan tentang

manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan perihal kecakapan

untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri

melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi

kecakapan-kecakapan itu.

Hukum Kekeluargaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum

yang timbul dari hubungan kekeluargaan, seperti hubungan antara orang

tua dan anak, perwalian, curatele, perkawinan beserta hubungan dalam

lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri.

Hukum Kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang

dapat dinilai dengan uang.

Apabila kita berbicara tentang kekayaan seseorang bearti membicarakan

jumlah segala hak dan kewajiban orang tersebut yang dapat dinilai

dengan uang.

Hak dan kewajiban yang demikian itu biasanya dapat dipindahkan

kepada orang lain.

Hak-hak kekayaan tersebut ada dua macam, yaitu:

a. Hak kekayaan yang bersifat absolut/mutlak yaitu hak yang

memberikan kekuasaan secara langsung dan dapat dipertahankan

terhadap setiap orang.

Hak ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu:

a.1 Hak mutlak yang berupa kebendaan, yang biasa disebut dengan hak

kebendaan saja, misalnya hak milik, hak opstal, hak erfpacht, hak gadai,

hak hipotik.

a.2 Hak mutlak yang tidak merupakan hak kebendaan, misalnya hak

octroi, hak merk, hak cipta.

Page 56: Materi Pokok Hukum Perdata

55

Semua hak tersebut diatur diluar Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Hak kekayaan yang bersifat relative/hak perseorangan yaitu hak

yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu saja, misalnya:

Si A mempunyai utang kepada B, maka disini hanya si B yang berhak

menagih utang tersebut kepada si A dan bukan orang lain.

4. Hukum Warisan, mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan

seseorang jika seseorang tersebut meninggal dunia.

Dapat jiga dikatakan bahwa Hukum Warisan itu mengatur akibat

hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Ad.2. Sistematika Hukum Perdata menurut Kitab Undang-undang Hukum

Perdata/B.W.

Menurut sistematika ini Hukum Perdata dibagi ke dalam 4 (empat) buku,

yaitu:

Buku I : Perihal Orang / Van Personen

Buku II : Perihal Benda / Van Zaken

Buku III : Perihal Perikatan / Van Verbintennisen

Buku IV : Perihal Pembuktian dan Lewat Waktu (Daluwarsa) /

Van Bewijs en Verjaring

Apabila sistematika yang pertama kita masukan kedalam sistematika

yang kedua maka akan didapat seperti berikut:

· Hukum tentang diri seseorang termasuk ke dalam Buku I

· Hukum tentang kekeluargaan termasuk Buku I

· Hukum Kekayaan termasuk dalam Buku II dan Buku III, seperti telah

dijelaskan harta kekayaan itu ada yang bersifat absolut (diatur dalam

Buku II) dan ada juga yang bersifat relative (diatur dalam Buku III)

· Mengenai warisan dimasukan ke dalam Buku II, dengan

pertimbangan bahwa hukum waris itu adalah hukum yang mengatur

tentang harta benda dari orang yang sudah meninggal (merupakan hak

kebendaan dari orang yang sudah meninggal dunia). Selain dari pada itu

pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang

diatur dalam Pasal 584 B.W. dalam Buku II.

Page 57: Materi Pokok Hukum Perdata

56

Sedangkan sistematika yang sekarang lazim dipergunakan adalah

sistematika yang kedua yaitu sistematika berdasarkan Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.

B. Kedudukan Buku II sekarang (setelah keluarnya Undang-undang

Pokok Agraria No. 5 tahun 1960)

Dengan berlakunya/diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria No.

5 tahun 1960 (UUPA) yang mulai berlaku pada tanggal 24 September

1960, Buku II tentang benda mengalami perubahan besar.

Perubahan tersebut dapat kita lihat dalam dictum Undang-undang Pokok

Agraria, yang menyatakan sebagai berikut:

“Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang

mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya,

kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku

pada mulai berlakunya undang-undang ini”.

Apabila kita telaah isi dictum tersebut maka dapat dikatakan bahwa Buku

II sepanjang mengenai bumi, air, seta kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dicabut dengan berlakunya UUPA No. 5 tahun 1960, kecuali

mengenai ketentuan-ketentuan hipotik.

Jadi ketentuan-ketentuan mengenai hipotik masih berlaku ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam Buku II B.W. karena UUPA belum

mengaturnya.

Perubahan ini disebabkan karena dulu di negara Indonesia berlaku

dualisme hukum dalam tanah, yaitu Hukum Barat dan Hukum Adat.

Sekarang diganti dengan Undang-undang Pokok Agraria. Dengan

demikian UUPA tersebut menciptakan unifikasi Hukum Tanah Indonesia.

Selanjutnya dengan adanya UUPA tersebut maka ketentuan-

ketentuan/Pasal-pasal dalam Buku II KUHPerdata dapat diperinci sebagai

berikut:

Ada Pasal-pasal yang masih berlaku penuh, karena tidak mengenai bumi,

air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Page 58: Materi Pokok Hukum Perdata

57

Ada pasal-pasal yang tak berlaku lagi, sepanjang mengenai bumi, air, serta

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Hal ini diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria.

Ada pasal-pasal yang masih berlaku tapi tidak secara penuh yang berarti

untuk bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak

berlaku lagi, tapi untuk benda-benda yang lainnya masih tetap berlaku.

Ad.a. Pasal-pasal yang masih berlaku penuh adalah:

Tentang benda bergerak pasal 505, 509 - 518 KUHPerdata

Tentang penyerahan benda bergerak pasal 612, 613 KUHPerdata

Tentang bewoning khusus mengenai rumah pasal 826, 827 KUHPerdata

Tentang Hukum Waris pasal 830 – 1130 KUHperdata, walaupun ada

beberapa pasal mengenai tanah diwarisi menurut hukum yang berlaku

bagi si pewaris

Tentang piutang yang diistimewakan (Prenilegie) pasal 1131 – 1149

KUHPerdata

Tentang gadai, karena gadai merupakan jaminan terhadap benda

bergerak saja, pasal 1150 – 1160 KUHPerdata

Tentang hipotik karena hipotik belum diatur dalam UUPA. Walaupun

begitu ketentuan-ketentuan mengenai segi formil/acara yaitu mengenai

pembebanan/pemberian hipotik dan pendaftaran hipotik harus tunduk

pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam UUPA, PP 10 tahun 1961, PMA

15 tahun 1961, beserta peraturan-peraturan pelaksana lainnya.

Ad.b. pasal-pasal yang tidak berlaku lagi adalah:

Tentang benda tak bergerak yang melulu berhubungan dengan hak-hak

mengenai tanah

Tentang cara memperoleh hak milik mengenai tanah

Tentang penyerahan benda-benda tak bergerak

tentang kerja Rodi pasal 673 KUHPerdata

Tentang hak dan kewajiban pemilik pekarangan bertetangga pasal 625 –

672 KUHPerdata

Tentang pengabdian pekarangan (erfdienstbaarheid) pasal 674 – 710

KUHPerdata

Page 59: Materi Pokok Hukum Perdata

58

Tentang hak opstal pasal 711 – 719 KUHPerdata

Tentang hak erfpacht pasal 720 – 736 KUHPerdata

Tentang bunga tanah dan hasil persepuluh pasal 737 – 755

Ad.c. pasal-pasal yang masih berlaku tapi tidak sepenuhnya, adalah:

Tentang benda pada umumnya

Tentang cara membedakan benda pasal 503 - 505 KUIHPerdata

Tentang benda sepanjang mengenai tanah

Tentang hak milik sepanjang tidak mengenai tanah

Tentang hak memungut hasil sepanjang tidak mengenai tanah, pasal 756

KUHPerdata

Tentang hak pakai sepanjang tidak mengenai tanah pasal 818

KUHPerdata.

Selain itu ada beberapa pasal yang walaupun tidak secara tegas

dinyatakan dicabut yang terdapat di luar Buku II, dianggap tidak berlaku

lagi. Pasal-pasal tersebut misalnya pasal 1955. pasal 1963 yaitu yang

mengatur tentang syarat-syarat untuk dapat memperoleh hak eigendom

melalui lembaga Verjaring.

C. Sistem dari pada Buku II / Hukum Perdata

Sistem yang dianut dalam Buku II/Hukum Benda adalah system tertutup.

System tertutup artinya orang tidak dapat mengadakan/membuat hak-

hak kebendaan yang baru selain yang sudah ditetapkan dalam undang-

undang. Jadi hak-hak kebendaan yang diakui itu hanya hak-hak

kebendaan yang sudah diatur oleh undang-undang.

Kita tidak boleh misalnya mengadakan hak milik baru yang tidak sama

dengan hak milik yang sudah diatur oleh undang-undang.

Berbeda dengan system yang dianut oleh hukum perikatan dalam buku

III, yaitu system terbuka.

System terbuka artinya setiap orang dapat bebas membuat perjanjian apa

saja selain apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang, asal tidak

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Page 60: Materi Pokok Hukum Perdata

59

Sistem terbuka ini merupakan cerminan dari isi pasal 1338 ayat 1

KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya”.

Jadi Buku III/Hukum Perikatan menganut asas kebebasan berkontrak.

D. Pengertian Benda

Pengertian benda secara hukum dapat kita lihat dalam pasal 499

KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:

“Menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-

tiap barang dan tiap-tiap hak-hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.

Di dalam KUHPerdata kita temukan dua istilah yaitu benda (zaak) dan

barang (goed).

Pada umumnya yang artinya dengan benda baik itu berupa benda yang

berwujud, bagian kekayaan, ataupun yang berupa hak ialah segala

sesuatu yang dapat dikuasai manusia dan dapat dijadikan obyek hukum.

Kata “dapat” dalam definisi tersebut mengandung arti/mempunyai arti

yang penting karena membuka berbagai kemungkinan yaitu pada saat-

saat yang tertentu sesuatu itu belum berstatus sebagai obyek hukum

namun pada saat-saat yang lain merupakan obyek hukum seperti aliran

listrik.

Jadi untuk dapat menjadi obyek hukum ada syarat yang harus dipenuhi

yaitu penguasaan manusia dan mempunyai nilai ekonomi dan karena itu

dapat dijadikan sebagai obyek hukum.

Terlihat disini adanya “proses” yang terikat pada waktu.

Misalnya: jika seorang membuka hutan dan mengolahnya, maka lahir

penguasaaannya terhadap tanah tersebut. Penguasaan itu menjadi pasti

setelah pohon-pohon yang ditanami pembuka hutan itu tumbuh berbuah

sehingga hutan yang dibuka tadi bukan lagi “res nullius” akan tetapi

sudah ada pemiliknya.

Selain daripada itu di dalam KUHPerdata terdapat istilah Zaak yang tidak

berarti benda tetapi dipakai untuk arti yang lain, yaitu misalnya:

Page 61: Materi Pokok Hukum Perdata

60

Pasal 1792 KUHPerdata : Lastgeving ialah suatu perjanjian yang di situ

seseorang memberikan kuasa kepada seorang lain dan orang ini

menerimanya untuk melakukan suatu zaak buat lastgever itu.

Zaak disini berarti perbuatan hukum.

Pasal 1354 KUHPerdata : Apabila seseorang dengan sukarela tanpa

mendapat pesanan untuk itu untuk menyelengarakan zaak seorang lain

dengan atau tanpa diketahui orang lain … dan sebagainya.

Zaak disini berarti kepentingan.

Pasal 1263 KUHPerdata : Perutangan dengan syarat menunda ialah

perutangan yang tergantung daripada suatu kejadian yang akan dating

dan tidak pasti atau daripada suatu zaak yang sudah terjadi tetapi belum

diketahui oleh para pihak.

Zaak disini mempunyai arti kenyataan hukum.

E. Pembedaan macam-macam benda

Menurut KUHPerdata benda itu dapat dibedakan sebagai berikut:

Benda berwujud dan tidak berwujud – lihamelijk, onlichamelijk.

Benda bergerak dan tidak bergerak.

Benda yang dapat dipakai habis dan benda yang tidak habis.

Benda yang dapat dipakai habis/vebruikbaar dan benda yang tidak dapat

dipakai habis/onverbruikbaar.

Benda yang sudah ada/tegenwoordige zaken dan benda yang masih akan

ada/toekkomstige zaken.

a. yang absolut ialah barang-barang yang pada suatu saat sama sekali

belum ada, misalnya: hasil panen yang akan dating.

b. yang relative ialah barang-barang yang pada saat itu sudah ada tapi

bagi orang-orang tertentu belum ada, misalnya barang-barang yang sudah

dibeli tapi belum diserahkan.

Benda dalam perdagangan/zaken in de handel dan benda di luar

perdagangan/zaken buiten de handel.

Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi.

Page 62: Materi Pokok Hukum Perdata

61

Dalam hukum Adat tidak membedakan benda seperti apa yang terdapat

dalam KUHPerdata tapi hanya mengenal pembedaan benda atas tanah

dan bukan tanah.

Juga dalam Undang-undang Pokok Agraria tidak mengenal pembedaan

antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak.

Sedangkan di Nederland cenderung untuk mengakui pembedaan antara

benda atas nama dan tidak atas nama atau benda yang

terdaftar/registergoederen dan benda yang tidak terdaftar/en andere

goederen untuk benda yang bergerak dan benda tidak bergerak. Benda

yang terdaftar adalah benda-benda dimana pemindahan dan

pembebanannya diisyaratkan harus didaftarkan dalam register yang

bersangkutan.

Pembedaan yang terpenting dan biasa/sering digunakan adalah

pembedaan mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak.

Benda bergerak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Benda bergerak karena sifatnya/pasal 509 KUHPerdata:

a.1. yang dapat dipindahkan

a.2. yang dapat pindah sendiri

b. Benda bergerak karena undang-undang.

Benda tidak bergerak dibagi tiga, yaitu:

a. Benda tidak bergerak karena sifatnya: tanah beserta segal apa yang

terdapat di dalam dan di atas dan segala apa yang dibangun di atas tanah

itu secara tetap apa yang ditanam serta buah-buahan di pohon yang

belum diambil.

Di sini dianut asas vertical lawannya adalah asas horizontal.

b. Benda tidak bergerak karena tujuannya: ke dalam benda semacam

ini termasuk benda bergerak yang dipakai dalam benda pokok harus

sedemikian rupa kontruksinya sehingga keduanya sesuai dan terikat

untuk dipakai tetap. Benda pokoknya harus merupakan benda tidak

bergerak.

c. Benda tidak bergerak karena undang-undang.

Page 63: Materi Pokok Hukum Perdata

62

Ada empat hal yang penting untuk membedakan antara benda bergerak

dengan benda tidak bergerak, yaitu:

1. Mengenai bezitnya

Terhadap benda bergerak berlaku asas yang tercantum dalam pasal 1977

ayat 1 KUHPerdata yaitu bezitter dari benda bergerak adalah

sebagai eigenaar dari barang tersebaut (Bezit berlaku sebagai titel yang

sempurna/Bezit geldt als volkomen titel).

Sedang benda tidak bergerak tidak demikian.

2. Mengenai leveringnya/penyerahannya

Penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan secara

nyata sedangkan penyerahan benda tidak bergerak harus dengan balik

nama.

Dulu penyerahan benda tidak bergerak berdasarkan Over schrijvings

Ordonnantie S. 1834 No. 27.

Sekarang menurut UUPA penyerahan benda tidak bergerak harus

dilakukan dan ditandatangani sihadapan PPAT/Pejabat Pembuat Akta

Tanah dalam sertifikat.

3. Mengenai verjaring/kadaluwarsa/lewat waktu

Terhadap benda bergerak tidak mengenal kadaluwarsa sebab berlaku

asas yang tercantum dalam pasal 1977 ayat 1 seperti telah dijelaskan

dalam no. 1 di atas.

Benda tidak bergerak mengenal adanya kadaluwarsa yaitu 20 tahun

dengan alas an hak yang sah dan 30 tahun tanpa alas an hak yang sah.

4. Mengenai bezwaring/pembebanannya

Pembebanan terhadap benda bergerak harus dengan pand/gadai sedang

pembebanan terhadap benda tidak bergerak dengan hipotik.

F. Pengertian Hak Kebendaan

Sebelum memberikan defines tentang hak kebendaan kita lihat dulu

pembagian daripada hak Perdata.

Hak Perdata itu dibagi dua, yaitu:

Hak Mutlak/hak absolut terdiri atas:

Page 64: Materi Pokok Hukum Perdata

63

a. Hak kepribadian misalnya: hak atas namanya, kehormatannya,

hidup, kemerdekaan.

b. Hak yang terletak dalam hukum keluarga yaitu hak yang timbul

karena adanya hubungan antara suami isteri, hubungan antara orang tua

dan anak.

c. Hak mutlak atas sesuatu benda yang biasa disebut dengan hak

kebendaan.

Hak relative/hak nisbi/hak persoonlijk yaitu suatu hak yang memberikan

suatu tuntutan/penagihan terhadap seseorang dan hak itu hanya dapat

dipertahankan terhadap orang tertentu saja.

Hak kebendaan adalah hak mutlak atas sesuatu benda dimana hak itu

memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat

dipertahankan terhadap siapapun juga.

Jadi dengan demikain apa perbedaan antara hak kebendaan dan hak

perorangan itu?

Perbedaannya adalah :

1. Hak mutlak dapat dipertahankan terhadap siapapun

juga yang melanggarnya.

Hak perorangan hanya dipertahankan terhadap orang tertentu saja.

2. Hak kebendaan memberikan kekuasaan mutlak atas

seuatu benda.

Hak perorangan memberikan suatu tuntutan/penagihan terhadap

seseorang.

3. Hak kebendaaan mempunyai zaaksgevolg/droit de suit,

yaitu hak kebendaan tersebut selalui mengikuti terus dimanapun benda

itu berada atau di tangan siapapun benda itu berada.

Hak perorangan tidak mempunyai droit de suit karena hak tersebut

hanya dapat dilakukan terhadap seorang tertentu saja. Dengan adanya

pemindahan barang tersebut maka hak perorangan lenyap karena hak

penagihan lenyap.

Page 65: Materi Pokok Hukum Perdata

64

Tapi dalam praktek pembedaan tersebut sangat sumier tidak mutlak lagi

karena ada hak perorangan yang mempunyai sifat yang mutlak/absolut

mempunyai droit de suit dan mempunyai sifat prioritas yaitu :

Hak penyewa dilindungi berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, ia dapat

mempertahankan barang yang disewakan terhadap setiap gangguan dari

pihak ketiga (adanya sifat absolut).

Hak sewa senantiasa mengikuti bendanya walaupun barang yang

disewanya berpindah tangan/dijual oleh pemiliknya/adanya sifat droit de

suit.

Pembeli/penyewa yang lebih dahulu mempunyai sifat prioritas/lebih

didahulukan daripada pembeli/penyewa yang kemudian.

Tapi walaupun demikian sebagai pedoman dapat disimpulkan bahwa hak

kebendaan tersebut mempunyai ciri-ciri/sifat-sifat secara umum apabila

kita ingin membedakan dengan hak perorangan.

G. Ciri-ciri/Sifat-sifat Hak Kebendaan

Hak kebendaan merupakan hak yang bersifat mutlak yaitu dapat

dipertahankan terhadap siapapun juga.

Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg/droit de suit yaitu hak it uterus

mengikuti bendanya dimanapun berada atau di tangan siapapun berada.

Hak kebendaan yang lebih dulu terjadi mempunyai tingkatan yang lebih

tinggi daripada hak terjadi kemudian.

Hak kebendaan mempunyai sifat droit de preference yaitu hak yang lebih

didahulukan.

Gugatan hak kebendaan disebut gugat kebendaan.

Apabila haknya ada yang menggangu maka ia dapat melakukan

bermacam-macam gugat/actiemisalnya: penuntutan kembali.

Penggantian kerugian, pemulihan keadaan semula.

Dalam hak perorangan gugatan hanya dapat dilakukan terhadap pihak

lawannya saja/wederpartij.

H. Pembedaan Hak-hak Kebendaan

Page 66: Materi Pokok Hukum Perdata

65

Seperti telah dijelaskan bahwa hak perdata itu dibagi menjadi dua yaitu:

hak mutlak dan hak nisbi.

Hak mutlak dibagi lagi menjadi tiga:

hak kepribadian

hak yang terletak dalam hukum keluarga

hak kebendaan

Hak kebendaan dapat dibedakan:

1. Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan baik atas bendanya

sendiri maupun benda milik orang lain/zakelij genotsrecht, misalnya:

hak eigendom/hak milik, bezit.

2. Hak kebendaan yang bersifat jaminan/zakelijk zakerheidsrecht,

misalnya: hipotik, pand.

I. Azas-azas Umum Hak Kebendaan

Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. dalam bukunya “Mencari

Sistem Hukum Benda Nasional” menjelaskan ada 10 azas umum yang

sifatnya relative konkrit yang ada dalam bidang hukum tertentu, yaitu:

1. Azas system tertutup, artinya bahwa hak-hak atas benda bersifat

limitative, terbatas hanya pada yang diatur undang-undang. Di luar itu

dengan perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak-hak yang baru.

2. Azas hak mengikuti benda/zaaksgevolg, droit de suite, yaitu hak

kebendaan selalu mengikuti bendanya di mana dan dalam tangan

siapapun benda itu berada.

Azas ini berasal dari hukum Romawi yang membedakan hukum harta

kekayaan (vermogensrecht) dalam hak kebendaan (Zaakkelijkrecht) dan

hak perseorangan (persoonlijkrecht).

3. Azasa Publisitas, yaitu dengan adanya publisitas (Openbaarheid)

adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status pemilikan.

Pengumuman hak atas benda tetap/tanah terjadi melalui pendaftaran

dalam buku tanah/register yang disediakan untuk itu sedangkan

pengumuman benda bergerak terjadi melalui penguasaan nyata benda

itu.

Page 67: Materi Pokok Hukum Perdata

66

4. Azas Spesialitas

Dalam lembaga hak kemilikan hak atas tanah secara individual harus

ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Asas ini terdapat

pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas benda tetap.

5. Azas Totalitas

Hak pemilikan hanya dapat diletakan terhadap obyeknya secara totalitas

dengan perkataan lain hak itu tidak dapat diletakan hanya untuk bagian-

bagian benda.

Misalnya: pemilik sebuah bangunan dengan sendirinya adalah pemilik

kosen, jendela, pintu dan jendela bangunan tersebut. Tidak mungkin

bagian-bagian tersebut kepunyaan orang lain.

6. Azas Accessie/asas pelekatan

Suatu benda biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat menjadi

satu dengan benda pokok seperti hubungan antara bangunan dengan

genteng, kosen, pintu dan jendela.

Asas ini menyelesaikan masalah status dari benda pelengkap (accessoir)

yang melekat pada benda pokok (principal).

Menurut asas ini pemilik benda pokok dengan sendirinya merupakan

pemilik dari benda pelengkap. Dengan perkataan lain status hukum

benda pelengkap mengikuti status hukum benda pokok.

Benda pelengkap itu terdiri dari bagian (bestanddeed) benda tambahan

(bijzaak) dan benda penolong (hulpzaak).

7. Azas pemisahan horizontal

KUHPerdata menganut asas pelekatan sedang UUPA menganut asas

horizaontal yang diambil alih dari Hukum Adat.

Jual beli hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan

tanaman yang terdapat di atasnya.

Jika bangunan dan tanaman akan mengikuti jual beli hak atas tanah harus

dinyatakan secara tegas dalam akta jual beli.

Pemerintah menganut asas vertical untuk tanah yang sudah memiliki

sertifikat untuk tanah yang belum bersertifikat menganut asas

horizaontal (Surat Menteri Pertanahan/Agraria tanggal 8 Februari 1964

Page 68: Materi Pokok Hukum Perdata

67

Undang-undang No. 91/14 jo S.Dep. Agraria tanggal 10 Desember 1966

No. DPH/364/43/66.

8. Asas dapat diserahkan

Hak pemilikan mengandung wewenang untuk menyerahkan benda.

Untuk membahas tentang penyerahan sesuatu benda kita harus

mengetahui dulu tentang macam-macam benda karena ada bermacam-

macam benda yang kita kenal seperti tidak dijelaskan pada Bab

sebelumnya.

Cara-cara penyerahan secara mendalam akan dibahas dalam Bab

selanjutnya.

9. Azas Perlindungan

Asas ini dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu perlindungan untuk

golongan ekonomi lemah dan kepada pihak yang beritikad baik (to

goeder trouw) walaupun pihak yang menyerahkannya tidak wenang

berhak (beschikkingsonbevoegd). Hal ini dapat kita lihat dalam pasal

1977 KUHPerdata.

10. Azas absolut (hukum pemaksa)

Menurut asas ini hak kebendaan itu wajib dihormati atau ditaati oleh

setiap orang yang berbeda dengan hak relative.

J. Kedudukan Berkuasa (Bezit)

Apa yang dinamakan bezit itu?

Menurut Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Pokok-pokok

Hukum Perdata” adalah:

suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah

kepunyaan sendiri yang oleh hukum diperlindungi dengan tidak

mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.

Dalam pasal 529 KUHPerdata yang dimaksud dengan bezit adalah

kedudukan seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri

sendiri maupun dengan perantaraan orang lain dan yang

mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki

kebendaan itu.

Page 69: Materi Pokok Hukum Perdata

68

Apabila kita lihat definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa benda

yang dikuasi dan dinikmati oleh seseorang itu belum tentu benda

miliknya sendiri hanya seolah-olah kepunyaanya sendiri.

Sedangkan orang yang menguasai benda tersebut disebut bezit er.

Unsur bezit:

Corpus yaitu adanya hubungan antara orang yang bersangkutan dengan

bendanya. Hal ini dapat terjadi apabila orang tersebut menguasai benda

itu.

Animus yaitu adanya kemauan atau keinginan dari orang tersebut untuk

menguasai benda itu serta menikmatinya seolah-olah kepunyaan sendiri.

Kita harus membedakan antara bezit dengan detentis dimana dalam

detentis ini seorang menguasai suatu benda tapi tidak ada kemauan

untuk memiliki benda tersebut. Misalnya seorang penyewa. Kemauan

yang dimaksud di atas adalah kemauan yang sempurna yaitu bukan

kemauan dari anak kecil atau orang gila.

Macam-macam bezit:

Bezit yang beritikad baik/te goeder trouw

Bezit yang beritikad buruk/te kwader trouw

(Menurut pasal 530 KUHPerdata)

Bezitter eigenaar

Ad.1. Bezit yang beritikad baik adalah manakala si yang memegangnya

memperoleh kebendaan tadi dengan cara memperoleh hak milik dalam

mana tak tahulah dia akan sela-cela yang terkandung di dalamnya (pasal

531 KUHPerdata.

Dengan kata lain si pemegang tersebut tidak mengetahui apakah benda

yang dipegangnya itu diperoleh dengan jalan tidak sesuai dengan cara-

cara memperoleh hak milik ataupun sesuai.

Ad.2. Bezit yang beritikad buruk adalah mereka yang memegang benda

tersebut itu tahu bahwa bendanya diperoleh dengan cara-cara yang

bertentangan menurut cara-cara memperoleh hak milik (pasal 532

KUHPerdata).

Page 70: Materi Pokok Hukum Perdata

69

Kapan seseorang itu dapat dinyatakan sebagai bezitter yang beritikad

buruk?

Seseorang dapat dikatakan beritikad buruk pada saat perkaranya

dimajukan ke Pengadilan dimana dalam perkaranya itu ia dikalahkan

(pasal 532 ayat 2 KUHPerdata).

Baik bezit yang beritikad baik maupun yang buruk mendapat

perlindungan hukum yang sama sebelum adanya putusan Hakim karena

dalam hukum terdapat asas yang mengatakan:

“kejujuran itu dianggap ada pada setiap orang seangkan ketidakjujuran

harus dibuktikan” (pasal 533 KUHPerdata).

Benda-benda apakah yang tidak boleh dibezit?

Menurut pasal 537 KUHPerdata benda-benda yang tidak boleh dibezit

adalah benda-benda yang tidak ada dalam peredaran perdata dan hak-

hak pengabdian tanah.

Bagaimana cara-cara memperoleh bezit?

Pada asasnya bezit dapat diperoleh dengan cara:

1. Occupatio/originair/asli yaitu memperoleh bezit tanpa bantuan

orang lain yang lebih dulu membezitnya. Baik benda bergerak maupun

tidak bergerak dapat diperoleh dengan cara ini.Occupation terhadap

benda bergerak hanya berlaku untuk benda bergerak yang tidak ada

pemiliknya.

Misalnya ikan di sungai/laut, burung di hutan dan lain-lain.

Benda bergerak yang tidak ada pemiliknya disebut resnullius

occupation terjadap benda tak bergerak akan menimbulkan persoalan

sejak kapan seseorang itu dapat dianggap sebagai bezitter dari benda

tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa pendapat yaitu:

Menurut ajaran Annaal bezit yang menyatakan bahwa seseorang

dikatakan bezitter terhadap benda tak bergerak setelah mendudukinya

selama satu tahun terus menerus tanpa gangguan dari orang lain.

Ajaran ini sebenarnya bertentangan dengan cara memperoleh hak milik

karena verjaring.

Page 71: Materi Pokok Hukum Perdata

70

Pendapat lain mengatakan bezitter benda tak bergerak secara langsung

dikatakan bezitter pada waktu mulai membezitnya.

Pendapat tengah-tengah antara no. 1 dan no. 2

Membezit benda tak bergerak secara langsung menjadi bezitter tapi

dalam jangka waktu satu tahun sejak dimulainya banda itu dibezit masih

dapat diminta/digugat oleh pemiliknya.

2. Dengan cara tradition/derivative yaitu dengan cara bantuan dari

orang lain.

Misalnya membeli buku.

Membezit benda bergerak ada dua teori:

1. Eigendomstheorie

Menurut teori ini bezit benda bergerak berlaku sebagai alas hak yang

sempurna, hak yang sempurna itu adalah hak milik. Jadi membezit benda

bergerak sama dengan hak milik, bezitteradalah eigenaar.

Teori ini mengabaikan syarat titel yang sah dan orang yang wenang untuk

menguasai benda tersebut. Pengikutnya adalah Meijers.

2. Legitimaietheorie

Bezit bukan/tidak sama dengan hak milik hanya saja barang siapa yang

secara jujur membezit benda bergerak dia adalah sama.

Menurut teori ini tetap harus ada titel yang sah dan tidak perlu berasal

dari orang yang wenang untuk menguasai bendanya. Pengikutnya

Scholten.

Cara-cara lain untuk memperoleh bezit:

1. Traditio brevu manu/levering met de korte hand yaitu jika orang

yang akan mengambil alih bezit itu sudah memegang benda tersebut

sebagai houder.

Misalnya: Si A meminjam buku pada B karena B membutuhkan uang uku

tersebut dijual pada A.

2. Constitum possessorium, jika orang yang mengopernya bezit itu

berdasarkan suatu perjanjian dibolehkan tetap memegang benda itu

sebagai houder.

Page 72: Materi Pokok Hukum Perdata

71

Misalnya: Si A meminjam buku pada B karena B membutuhkan uang buku

tersebut dijual kepada A tapi si B ternyata masih memerlukan buku itu

tersebut maka buku itu dipinjamnya.

3. Berdasarkan pasal 538 KUHPerdata bezit dapat diperoleh dengan

jalan melakukan perbuatan menarik kebendaan tersebut ke dalam

kekuasaanya.

Unsure harus melakukan perbuatan menarik ke dalam kekuasaannya

merupakan unsure yang tidak mutlak, karena ada benda yang dapat di

bezit tanpa perbuatan menarik ke dalam kekuasaan.

Misalnya mendapat barang dari warisan. Warisan secara otomatis/secara

hukum jatuh ke tangan ahli waris apabila si pewaris meninggal dunia. Jadi

waris tersebut tidak melakukan perbuatan apa-apa.

Siapa saja yang boleh memperoleh benda dengan bezit?

Dalam pasal 539 KUHPerdata menyebutkan bahwa hanya orang gilalah

yang tidak diperbolehkan memperoleh benda dengan bezit, jadi anak-

anak yang belum dewasa dan wanita bersuami boleh membezit sesuatu

benda.

Kalau kita membicarakan bezit terhadap benda bergerak, perlu diingat

asas yang berbunyi: “Bezit berlaku sebagai titel yang sempurna”/bezit

geldt als volkomen titel.

Asas tersebut tersimpul dari isi pasal 1977 ayat 1 KUHPerdata.

Misalnya : A meminjamkan buku kepada B, oleh B tersebut dijual kepada

C.

Siapakah yang dilindungi disini?

Menurut pasal 1977 ayat 1 di atas yang dilindungi adalah si C yang

beritikad baik.

Tapi kalau barang si A hilang atau dicuri orang, maka berlaku pasal 1977

ayat 2nya.

Intervensi/pertukaran daripada bezit

Orang yang membezit suatu benda dapat bertukar menjadi houder atau

sebaliknya tapi harus memenuhi syarat berikut:

1. Adanya perubahan kehendak dari orang yang ketempatan barang

Page 73: Materi Pokok Hukum Perdata

72

2. Adanya bantuan/ikut sertanya pihak lain

Seperti apa yang tercantum dalam pasal 536 KUHPerdata: Orang tidak

bias merubah dasar bezit bagi dirinya sendiri, baik atas kehendaknya

sendiri maupun dengan lampaunya waktu.

Pasal ini berarti bahwa hanya dengan perubahan kehendak saja atau

dengan lampaunya waktu saja orang tidak dapat merubah bezitnya

menjadi detentie atau sebaliknya dari detentie menjadi bezit jadi harus

dengan ikut sertanya pihak lain.

Bezitsactie/gugat daripada bezit

Dalam hal ada gugatan terhadap bezit maka si bezitter dapat/berhak

melakukan actie, asal dia itu betul-betul bezitter dan harus ada gangguan

(pasal 550 KUHPerdata).

Adapun bentuk gugatannya dapat berwujud:

1. minta pernyataan declaratoir dari hakim bahwa ia adalah bezitter

dari benda tadi

2. menuntut agar jangan menggangu lebih lanjut

3. meminta pemulihan dalam keadaan semula

4. meminta penggantian kerugian

detentor tidak mempunyai kewenangan untuk mengajukan gugat bezit.

Cara-cara hilangnya bezit:

1. Binasanya benda

2. Hilangnya benda

3. Orang membuang benda itu

4. Orang lain memperoleh bezit itu dengan

jalan traditio atau occupation (pasal 543 KUHPerdata).

K. Hak igendom / Hak Milik

Dulu hak eigendom ini merupakan hak mutlak sekali (droit inviolable et

sacre), tapi dengan berkembangnya zaman maka kemutlakan dari hak

eigendom ini semakin lama semakin pudar.

Banyak terjadi pembatasan-pembatasan atau penggerogotan terhadak

hak eigendom ini yang biasa disebut dengan uithollings proses.

Page 74: Materi Pokok Hukum Perdata

73

Seperti kita lihat batasan hak milik dalam pasal 570 KUHPerdata yang

berbunyi:

Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan seseuatu kebendaan

dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan

kedaulatan sepenuhnya asal tidak bersalahan dengan undang-undang

atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak

menetapkannya dan tidak menggangu hak-hak orang lain kesemuanya itu

dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencanutan hak itu demi

kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan

pembayaran ganti rugi.

Jadi kalau kita simpulkan pembatasan-pembatasan terhadap hak milik

menurut pasal 570 KUHPerdata adalah:

Undang-undang atau perauran umum lainnya

Tidak menggangu orang lain/tidak menimbulkan gangguan atau hinder

Pencabutan/onteigenning

Ad.1. Pembatasan undang-undang atau peraturan umum lainnya

Yang dimaksud dengan undang-undang disini adalah UU dalam arti formil

sedangkan peraturan umum lainnya adalah peraturan yang berada di

bawah UU.

Ad.2. Tidak menggangu orang lain/Hinder

Arrest yang terkenal mengenai gangguan ini adalah:

a. Krul Arrest 30 Januari 1914

J.H.A. Krul pengusaha roti lawan H. Joosten

Krul digugat di muka pengadilan karena pabriknya dengan suara-suara

yang keras dan getaran-getaran yang hebat dianggap menimbulkan

gangguan H. Joosten.

Gugatannya dikabulkan karena menimbulkan kerusakan benda

disebutzaakbeschadiging misalnya tembok rumah retak.

b. Arrest H.R. 31 Desember 1937

William Jan Nobel lawan sebuah perkumpulan mahasiswa

Page 75: Materi Pokok Hukum Perdata

74

Perhimpunan tersebut digugat karena mahasiswa itu di dalam gedung

pertemuannya selalu menimbulkan/membikin gaduh dengan jalan

berpesta-pesta sehingga menimbulkan gangguan para tetangganya.

Ini juga termasuk hinder dimana gangguan yang ditimbulkan berupa

immaterial/onrechtmatigedaad.

Gangguan ini dapat digugat melalui pasal 1365 KUHPerdata mengenai

perbuatan melawan hukum.

Tidak semua gangguan dapat digugat berdasarkan pasal 1365 tersebut

tapi tergantung situasi dan kebiasaan masyarakat.

Untuk sekedar pegangan gangguan yang bagaimanakah yang dapat

digugat lewat pasal 1365 itu?

Unsur-unsur Hinder:

1. Ada perbuatan yang melawan hukum

2. Perbuatan itu bersifat mengurangi/menghilangkan kenikmatan

antara lain penggunaan hak milik seseorang.

Gangguan dikabulkan lewat pasal 1365, apabila:

3. Gangguan itu harus terhadap penggunaan hak milik secara

normal/obyektif

4. Gangguan itu harus mengenai pemakaian hak milik sendiri bukan

hak milik orang lain

5. Gangguan itu harus mengenai pemakaian yang sesungguhnya dari

hak milik seseorang

A.d.3. Pencabutan/Onteigenning

Pencabutan sebenarnya termasuk kepada pembatasan terhadap hak milik

oleh Undang-undang.

Arrest yang terkenal mengenai pencabutan adalah:

Arrest Lentera (H.R. 19 Maret 1904) sebuah Kotapraja Loosduinen

membuat peraturan yang mewajibkan para pemilik tanah yang letaknya

di tepi jalan umum untuk menyetujui pemasangan tiang-tiang lentera di

dalam pekarangannya. Akibatnya ialah bahwa di pemilik tanah itu

kehilangan semua kenikmatan atas sejengkal tanah dimana tiang-tiang

lentera itu didirikan.

Page 76: Materi Pokok Hukum Perdata

75

Selain pembatasan tersebut di atas masih ada pembatasan lain di luar

pasal 570 B.W. terhadap berlakunya hak milik yaitu:

1. Hukum Tetangga; pasal 626, 628 KUHPerdata

Adanya kewajiban untuk menerima aliran air dari tanah yang lebih tinggi

ke tanah yang lebih rendah, jadi tidak boleh membendungnya/pasal

KUHPerdata.

Adanya kewajiban untuk membiarkan pemilik pekarangan yang letaknya

di tengah-tengah untuk mengadakan jalan keluar menuju jalan besar dan

lain-lain.

2. Penyelahgunaan Hak/Abus du droit / Misbruik van Recht yaitu

dimana seseorang didalam menggunakan haknya itu merugikan orang

lain.

Arrest Colmar di Perancis yaitu arrest tentang berobong asap

Kasusnya: seseorang mendirikan cerobong asap palsu di rumahnya

dengan maksud untuk menggangu pemandangan rumah tetangganya.

Arrest H.R. 1936 di Mokerheide di Belanda

Kasusnya: seorang Ir bertentangga dengan seorang Mr., karena mereka

berselisih si Ir. mendirikan tiang di pekarangannya yang disampiri

dengan kain-kain kumal yang akibatnya menutupi pemandangan indah

dari rumah si Mr.

Si Mr. mengugat ke pengadilan dan dikabulkan.

Si Ir. tidak puas, ia mendirikan menara dengan tempat air/water molen

tapi tidak dipasang pipa air di tempat yang sama. Tujuannya hanya untuk

menggangu pemandangan rumah tetangganya itu. Si Mr. menggugat lagi

dan dikabulkan.

Si Ir. Mengugat lagi dan dikabulkan.

Si Ir. masih belum puas, kemudian ia memasang pompa airnya dan

digunakan. Si Mr. mengugat lagi tapi kali ini tidak dikabulkan karena

bukan penyalahgunaan hak.

Jadi kalau begitu criteria apa yang dipakai/yang harus dipenuhi supaya

suatu perbuatan itu dikatakan abus du droit?

Mengenai hal ini ada dua pendapat, yaitu:

Page 77: Materi Pokok Hukum Perdata

76

1. Jurisprudensi

Abus du droit harus memenuhi dua unsure:

a. perbuatan itu harus tidak masuk akal

b. perbuatan itu dilakukan dengan sengaja untuk merugikan orang lain

2. Menurut Pitlo

Sekalipun perbuatan itu masuk akal dan perbuatan itu tidak dimaksudkan

untuk merugikan orang lain tapi jika manfaat yang diperoleh oleh orang

yang berbuat tidak seimbang dengan kerugian yang diderita oleh orang

lain menurutnya sudah abus du droit.

Asas yang dianut oleh KUHPerdata adalah asas accessie yang dapat kita

lihat secara jelas antara lain dalam pasal 571 KUHPerdata yang berbunyi

sebagai berikut:

“Hak milik atas sebidang tanah mengandung didalamnya kemilikan atas

segala apa yang ada di atasnya dan didalam tanah” (ayat 1).

Gugat/Actie terhadap hak milik

Hak milik dilindungi beberapa gugat diantaranya yang diatur oleh UU

adalah gugatrevindicatie, pasal 574 KUHPerdata. Pasal tersebut

menentukan bahwa tiap-tiap pemilik suatu kebendaan berhak menuntut

kepada siapapun juga yang menguasainya, akan pengembalian kebendaan

itu dalam keadaan beradanya.

Gugat ini dapat diajukan oleh pemilik kepada Hakim supaya bendanya

disita/dibeslag. Oleh karena itu beslagnya disebut beslag revindicator.

Gugat ini dapat terhadap benda bergerak maupun benda tidak bergerak

hanya saja terhadap benda bergerak terdesak oleh pasal 1977 ayat 1

KUHPerdata.

Bagaimana caranya penggugat untuk meminta kembali hak miliknya itu?

Menurut Jurisprudensi pemilik cukup mengemukakan bahwa benda yang

diminta kembali itu adalah hak miliknya dia tidak usah mengemukakan

bagaimana caranya memperoleh hak milik itu.

Cara-cara memperoleh hak eigendom menurut pasal 584 B.W.

1. Pengakuan/pemilikan/pengambilan/accupatio/toe eigening

2. Perlekatan/ikutan/accession/natrekking

Page 78: Materi Pokok Hukum Perdata

77

3. Daluwarsa/verjaring

4. Pewarisan/erfopvoging

5. Penyerahan/levering/op-dracht/overdracht/trans/cessie/inbreng

Ad. 1. Pengakuan/pemilikan/pengambilan/accupatio/toe eigening

Pengakuan adalah suatu cara untuk memperoleh hak eigendom atas

benda bergerak yang belum ada pemiliknya (res nullius), misalnya:

mengail ikan di sungai, mengambil sarang burung tawon di hutan,

mengail ikan di laut dan lain-lain. Occupation terdapat benda tak

bergerak berlaku pasal 520 KUHPerdata yang menyatakan bahwa

pekarangan dan kebendaan tak bergerak lainnya yang tak terpelihara dan

tiada pemiliknya, sepertipun kebendaan mereka yang meninggal dunia

tanpa ahli waris atau yang warisannya telah ditinggalkan adalah milik

negara.

Ad. 2. Perlekatan/ikutan/accession/natrekking

Perlekatan adalah cara memperoleh hak eigendom atas benda karena

benda itu mengikuti benda yang lain, misalnya kalau kita membeli tanah

otomatis sudah termasuk apa yang ada di atas dan dibawahnya. Dengan

lain perkataan benda pelengkap selalu mengikuti benda pokok. Hal ini

terdapat dalam BW, karena BW menganut asas vertical yang berbeda

dengan Hukum Adat yang menganut asas pemisahan secara horizontal.

Ad. 3. Daluwarsa/verjaring

Daluwarsa adalah suatu cara untuk setelah lewatnya suatu waktu

tertentu memperoleh hak atau dibebaskan dari suatu ikatan atau hak,

misalnya: bebas dari pembayaran sesuatu hutang.

Jadi memperoleh hak milik berdasarkan verjaring itu menimbulkan du

dua akibat yaitu:

a. Memperoleh hak/acquistieve verjaring

b. Sebagai alat untuk dibebaskan dari suatu penagihan/tuntutan

hukum disebut extinctieve verjaring.

Benda-benda yang boleh diperbolehkan secara verjaring menurut pasal

1963 B.W. adalah:

Page 79: Materi Pokok Hukum Perdata

78

1. Benda tak bergerak

2. Bunga-bunga dan piutang atas nama atau op naam

Tujuan daluwarsa adalah untuk menghilangkan keragu-raguan apakah

orang itu sebagaieigenaar atau bezitter.

Cara memperoleh hak milik dengan verjaring

6. Jika ada pemilikan yang terus menerus dan tidak terganggu

7. Pemilikan itu harus diketahui umum

8. Pemilikan itu harus bezitter yang beritikad baik dengan tidak

merugikan orang lain.

9. pemilikan itu harus selama 20 tahun kalau ada alas hak (titel) dan 30

tahun kalau tidak ada alas hak.

A.d. 4 Pewarisan/erfopvoging

Pewarisan adalah cara memperoleh hak eigendom dengan cara warisan

baik menurut UU ataupun menurut wasiat yang selanjutnya akan dibahas

dalam Hukum Waris.

A.d. 5 Penyerahan/levering/op-dracht/overdracht/trans/cessie/inbreng

Oenyerahan adalah cara memperoleh hak eigendom dengan cara

penyerahan suatu benda oleh eigenaar atau atas namanya kepada orang

lain sehingga orang lain itu memperoleh hak eigendom atas benda itu.

Menurut B.W. setiap perbuatan hukum tanpa adanya penyerahan (belum

adanya penyerahan) belum dikatakan terjadi beru menimbulkan

perjanjian obligatoir saja belum ada perjanjianzakelijk. Seperti kita

ketahui bahwa benda itu ada bermacam-macam ada yang berwujud dan

tidak berwujud ada juga benda bergerak dan tidak bergerak. Oleh karena

itu leveringnya juga berbeda-benda tergantung dari macam bendanya.

Untuk benda bergerak yang berwujud leveringnya dapat dilakukan

dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Penyerahan dari tangan ke tangan atau penyerahan secara nyata

2. Penyerahan secara simbolis

3. Penyerahan secara traditio brevu manu

4. Penyerahan secara constitutum posessorium

Penyerahan benda bergerak yang tidak berwujud dengan cara:

Page 80: Materi Pokok Hukum Perdata

79

1. Piutang atas nama (op naam) dilakukan dengan cessie yaitu dengan

membuat akte authentic atau akta di bawah tangan dalam mana

dinyatakan bahwa piutang itu telah dipindahkan kepada seseorang.

Kreditur lama disebut cessus

Kreditur Baru disebut cedent

Perpindahan atau perbuatannya disebut cessie

2. Piutang atas bawa atau atas tunjuk (aan toonder), penyerahnnya

dilakukan dengan penyerahan nyata.

3. Piutang atas perintah (aan order) penyerahannya dilakukan dengan

penyerahan dari surat disertai dengan endossemen (ditulis dibelakang

surat itu bahwa piutang itu telah dialihkan pada seseorang).

Penyerahan benda tidak bergerak.

Dilakukan dengan balik nama dengan pendaftaran dilaksanakan di

temapt RVJ dan dihadapan Hakim RVJ.

Harus ada ijin dari Menteri Kehakiman dan harus dikutip dalam register

eigendom dan didelegasikan kepada Jaksa Pengadilan Negeri (dulu).

Penyerahan benda tak bergerak diatur dalam S. 1834 No. 27 yaitu

dalam Overschrijving Ordonantie.

Pada tahun 1947 pendaftarannya harus dilakukan dihadapan Kepala

Seksi Pendaftaran Tanah (Kadaster) diatur dalam UU No. 53/1947.

Pada tahun 1954 dikeluarkan UU No. 24, L. 1954 No. 78 yang mengatur

tentang penyerahan benda tak bergerak yaitu harus mendapat ijin dari

Menteri Kehakiman yang dikuasakan kepada Jaksa Pengadilan Negeri.

Sekarang setelah berlakunya UUPA No. 5 tahun 1960 perpindahan hak

milik atas sebidang tanah harus dilakukan dan dihadapan PPAT (Pejabat

Pembuat Akta Tanah) dan didaftarkan ke Seksi Pendaftaran Tanah, diatur

dalam PP No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Syarat-syarat Penyerahan

1. Harus ada perjanjian zakelijk yaitu perjanjian yang menyebabkan

pindahnya hak-hak kebendaan.

2. Harus ada titel atau alas hak atau alas perdata.

Tentang titel ini ada dua teori, yaitu:

Page 81: Materi Pokok Hukum Perdata

80

a. Teori Causal

Meneurut teori ini sahnya penyerahan tergantung pada alas hak jika alas

haknya sah maka penyerahannya sah dan sebaliknya.

Jadi harus ada titel yang nyata

Pengikutnya antara lain Diephuis, Scholten

b. Teori Abstrak

Menurut teori ini penyerahan dan alas hak itu merupakan hal yang

terpisah satu sama lain.

Untuk sahnya penyerahan tidak tergantung pada alas hak yang nyata.

Jadi bias terjadi bahwa penyerahan itu akan sah juga sekalipun titelnya

tidak sah tanpa titel sekalipun.

Menurut pasal 584 KUHPerdata penyerahan itu harus memenuhi adanya

titel tapi bias nyata atau titel anggapan.

Oleh karena itu baik ajaran causaal maupun ajaran abstrak untuk sahnya

suatu penyerahan memerlukan adanya titel hanya bedanya menurut

ajaran causal titelnya harus nyata/riil sedang dalam ajaran abstrak

titelnya cukup dengan titel anggaran saja.

3. Harus dilakukan oleh orang yang wenang menguasai benda tadi.

Syarat ini merupakan pelaksanaan dari asas hukum yaitu asas Nemoplus

yang mengatakan bahwa seseorang itu tidak dapat memperalihkan hak

melebihi apa yang menjadi haknya.

Dan lazimnya yang wenang untuk menguasai benda itu adalah pemiliknya

atau kuasanya.

4. Harus ada penyerahan atau formalitas tertentu yaitu adanya

penyerahan nyata dan penyerahan yuridis, feitelijke dan juridische

levering.

Dalam bahasa Perancis ada dua macam istilah yaitu:

1. traditio (juridische levering)

2. deliverance (penyarahn nyata0

Untuk benda bergerak penyerahan nyata dan penyerahan juridis

bersamaan terjadinya.

Page 82: Materi Pokok Hukum Perdata

81

Untuk benda tak bergerak antara penyerahan nyata dengan penyerahan

juridis tidak bersamaan.

Misalnya jual beli sebidang tanah penyerahan juridisnya terjadi pada

waktu dibuatnya akte perpindahan hak dihadapan PPAT sedang

penyerahan nyatanya pada waktu akte tersebut diserahkan kepada yang

berhak.

Cara-cara memperoleh hak eigendom dalam pasal 584 KUHPerdata itu

bersifat limitative atau terbatas terbukti dari kata-kata:

“hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain

melainkan … “.

Hal ini tidak benar karena diluar pasal tersebut masih ada cara lain untuk

memperoleh hak milik jadi tidak hanya lima cara saja seperti yang

disebutkannya.

Cara-cara memperoleh hak eigendom di luar pasal 584 KUHPerdata

1. Perjadian benda/pembentukan benda (zaakvorming, 606)

2. Penarikan hasil (vruchttrekking, 575)

3. Persatuan benda (vereniging, 607-609)

4. Pencabutan hak (onteigening)

5. Perampasan (verbeurverklaring, 10 jo. 39)

6. Percampuran harta (boedelmenging, 119)

7. Pembubaran sebuah badan hukum (ontbinding van Rechtspersoon,

1665)

8. Abandonnement, 663 WVK

Ad. 1. Perjadian benda/pembentukan benda (zaakvorming, 606)

Benda yang sudah ada dijadikan benda baru, misanya:

1. kayu ukir menjadi patung

2. pasir dan batu, semen dilepe menjadi rumah gedung.

orang yang dengan bendanya sendiri menjadikan benda baru juga

menjadi pemilik dari benda baru itu.

A.d. 2. Penarikan hasil (vruchttrekking, 575)

Bezitter yang beritikad baik dapat menjadi pemilik dari buah-

buahan/hasil dari benda yang dibezitnya.

Page 83: Materi Pokok Hukum Perdata

82

Misalnya: - Seseorang mempunyai seekor sapi betina kemudian sapi itu

melahirkan seekor anak sapi maka anak sapi tersebut adalah milik dari

pemilik tadi.

- Seseorang mempunyai pohon kelapa dan berbuah maka buahnya itu

adalah milik yang punya pohon kelapa tadi.

A.d. 3 Persatuan benda (vereniging, 607-609)

Memperoleh hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda

kepunyaan beberapa orang.

Jika bercampurnya benda itu karena kebetulan jadi bukan keinginan

orang-orang tersebut maka benda itu menjadi milik bersama seimbang

dengan harga benda mereka semula.

Tapi apabila bercampurnya benda tersebut atas keinginan orang-orang

tersebut (pemiliknya) maka dialah menjadi pemiliknya dengan kewajiban

membayar harga barang-barang yang bercampur itu ongkos-ongkos,

ganti rugi dan bunganya.

A.d. 4 Pencabutan hak (onteigening)

Penguasa dapat memperoleh hak milik dengan jalan pencabutan hak tapi

harus memenuhi sayarat-syarat berikut:

a. harus berdasarkan undang-undang jadi harus ada undang-undang

pencabutan hak terlebih dahulu

b. harus ada kepentingan umum

c. harus dengan penggantian kerugian yang layak

A.d. 5 Perampasan (verbeurverklaring, 10 jo. 39)

Sebagai hukuman tambahan yang dijatuhkan penguasa terhadap

terdakwa maka penguasa dapat memperoleh hak milik dengan jalan

perampasan.

A.d. 6 Percampuran harta (boedelmenging, 119)

Suami atau isteri dapat memperoleh hak milik karena adanya

percampuran harta kekayaan apabila mereka mengadakan suatu

perkawinan.

Page 84: Materi Pokok Hukum Perdata

83

Menurut KUHPerdata dengan adanya perkawinan maka secara otomatis

kekayaan menjadi bersatu/bercampur antara harta si suami dan harta di

isteri kecuali kalau ada perjanjian perkawinan.

A.d. 7 Pembubaran sebuah badan hukum (ontbinding van Rechtspersoon,

1665)

Jika ada pembubaran sebuah badan hukum maka anggota badan hukum

yang masih ada dapat memperoleh harta kekayaan dari badan hukum

tersebut.

Misalnya sebuah PT dimana kekayaannya terpisah antara kekayaan

pribadi dengan kekayaan PT tersebut. Apabila terjadi pembubaran maka

kekayaan PT tersebut menjadi hak milik dari para anggota yang masih

ada.

A.d. 8 Abandonnement, 663 WVK

Diatur dalam pasal 663 WVK.

Mengenai kapal-kapal dan barang-barang yang dipertanggungkan dapat

diabandonir atau diserahkan saja kepada si penanggung dalam hal

pecahnya kapal atau karamnya kapal.

Hak milik bersama atau medeeigendom

Hak milik selain dipunyai oleh perseorangan dapat juga dimiliki oleh

lebih dari seorang yang disebut dengan medeeigendom yang diatur dalam

pasal 573 KUHPerdata.

Hak milik bersama ini ada dua macam yaitu:

1. Hak milik bersama yang bebas (vrije medeeigendom)

2. hak milik bersama yang terikat (gebon medeeigendom)

a.d. 1. Hak milik bersama yang bebas (vrije medeeigendom)

a. Di dalam medeeigendom ini tidak ada hubungan lain selain hal

bersama menjadi pemilik antara mereka.

b. Memang adanya kehendak dari mereka bersama untuk memiliki

benda tersebut secara bersama-sama.

c. Tidak adanya kesatuan yang berbentuk suatu badan usaha dari

benda bersama tersebut.

Semua ini pendapat dari pitlo.

Page 85: Materi Pokok Hukum Perdata

84

d. Jika para pemilik dari benda tersebut dapat meminta pemisahan

bagian terhadap benda bersama itu.

e. Karena mereka masing-masing mempunyai bagian yang merupakan

obyek harta kekayaan yang berdiri sendiri mereka mempunyai

wewenang untuk menguasai bagiannya itu dan berbuat apa saja terhadap

bendanya tanpa diperlukan ijin dari yang lainnya.

f. Tiap-tiap medeeigenaar mempunyai bagian dalam hak milik itu

misalnya: separoh atas milik bersama.

A.d. 2. Hak milik bersama yang terikat (gebon medeeigendom)

a. Dalam medeeigendom terikat timbul karena adanya beberapa orang

secara bersama-sama menjadi pemilik atas sesuatu benda itu akibat dari

adanya hubungan yang sudah ada lebih dulu antara para pemilik itu.

Misalnya adanya harta bersama suami isteri karena perkawinan terlebih

dahulu harta peninggalan karena adanya yang meninggal dunia.

b. Medeeigendom terikat pemiliknya tidak dikehendaki atau setengah

dikehendaki misalnya warisan, para pesero menjadi milik bersama

karena keharusan.

c. Nampak adanya kesatuan mengenai benda bersama dan biasanya

berbentuk suatu badan usaha.

d. Dalam medeeigendom terikat tidak mungkin terhadap milik bersama

itu diadakan pemisahan dan pembagian.

e. Wewenang untuk berbuat sesuatu terhadap benda bersama harus

ada ijin dari medeegenaar yang lainnya.

f. Para pemilik dalam harta bersama yang terikat itu berhak atas

seluruh bendanya.

Cara-cara hilangnya hak milik

1. Karena orang lain memperoleh hak milik itu dengan salah satu cara

untuk memperoleh hak milik di atas.

2. karena binasanya benda

3. karena eigenaar melepaskan benda tersebut

Page 86: Materi Pokok Hukum Perdata

85

melepasakan dalam hal ini adalah dengan maksud untuk melepaskan hak

milik. Jadi bukan karena kehilangan atau terpaksa melemparkan benda

tersebut ke laut karena keadaan darurat dan lain-lain.

Dalam hal yang demikian hak pemiliknya tetap ada pada pemilik semula.

L. HAK MILIK MENURUT ISLAM

Hukum Milik

Milik/al-milk adalah penguasaan terhadap sesuatu, sesuatu yang dimiliki

(harta).

Sebab Pemilikan menurut ulama fikih ada empat cara yang disyariatkan

Islam,yaitu :

1. Ihraz al-mubahat, yakni melalui penguasaan terhadap harta yang

belum dimiliki seseorang atau badan hukum lain, yang dalam hukum

Islam disebut sebagai harta yang mubah.

Contoh: ikan di laut lepas

2. Melalui suatu akad ( transaksi ) yang di lakukannya dengan orang

atau suatu badan. Contoh: jual beli hibah dan wakaf

3. Melalui khalafiyah (penggantian) baik penggantian dari seseorang

kepada orang lain (waris) maupun penggantian sesuatu dari suatu benda

yang disebut tadmin (ganti rugi).

4. Melalui tawallud min mamluk, yaitu hasil/buah dari harta yang telah

dimiliki seseorang baik secara alamiah atau melalui suatu usaha

pemiliknya.

Sifat Kepemilikan

Islam sangat menghormati kemerdekaan seseorang untuk memiliki

sesuatu selama sejalan dengan cara yang digariskan syarah.

Pemilik harta secara hakiki adalah Allah SWT. Seseorang dikatakan

memiliki harta hanya secara majasi dan harta itu merupakan amanah di

tangan-Nya yang harus dipergunakan untuk kemaslahatan dirinya dan

orang lain (QS. 5 : 120 dan Qs. 57 : 7).

Page 87: Materi Pokok Hukum Perdata

86

Ulama fikih membagi harta yang dapat dimilki seseorang ada tiga bentuk,

yaitu:

1. harta yang dapat dimiliki dan dijadikan dalam penguasaan seseorang

secara khusus.

2. harta yang sama sekali tidak dapat dijadikan milik pribadi.

Contoh: jalan umum

3. harta yang hanya dapat dimiliki apabila ada dasar hukum yeng

membolehkannya.

Contoh: wakaf

Macam-macam pemilikan menurut sifatnya

1. Milik materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh

seseorang sehingga seluruh hak itu berada di bawah penguasaannya →

milik mutlak.

Contoh: memiliki sebuah rumah

2. Milik tidak sempurna (al-milk an-naqis0 apabila seseorang hanya

menguasai materi harta tapi manfaatnya dikuasai orang lain. Milik ini

terjadi karena:

Al i’arah (pinjam meminjam)

Ijarah (sewa menyewa)

Wakaf (untuk kepentingan orang diberi wakaf)

Wasiat (pemberian secara sukarela)

Ibarah (penyerahan manfaat milik seseorang kepada orang lain) → untuk

kepentingan umum

Macam pemilikan dilihat dari obyeknya ada tiga bentuk, yaitu:

1. milk al-ain yakni pemilikan berupa benda baik benda bergerak atau

tidak bergerak.

2. milk al-manfa’ah yaitu pemilikan terhadap manfaat suatu benda.

3. milk ad-dain yakni pemilikan terhadap utang yang ada pada orang

lain.

Berakhirnya Pemilikan apabila:

a. Wafatnya pemilik sehingga seluruh miliknya berpindah kepada ahli

warisnya.

Page 88: Materi Pokok Hukum Perdata

87

b. Harta yang dimiliki itu rusak/hilang.

c. Habis masa berlakunya pemanfaatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulwahab Bakri, Hukum Benda, Hukum Perikatan.

Ali Afandi, Hukum waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Jakarta,

Bina Aksara, 1984.

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia,

1976.

Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-asas Hukum Perdata, Bandung,

Alumni, 1985.

R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, PT. Intermasa, 1984.

R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang Dan

Hukum Keluarga, Bandung, Alumni, 1985.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Badan Pribadi, Hukum Perdata,

Hukum BendaYogyakarta, PB. Gajah Mada, 1964.

Wiryono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Bandung, Sumur

Bandung, 1976.

Perundang-undangan

§ Undang-undang Pokok Perkawinan No. I/1974.

§ Peraturan Pemerintah No. 9/1975.

§ Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

§ Keputusan Presiden No. 12/1983.

§ Kompilasi Hukum Islam, Mahkamah Agung RI, 1991.

§ Ensiklopedi Hukum Islam : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.

Hukum perdata adalah rangkaian aturan-aturan hokum yang mengatur

hubungan-hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain

dalam masyarakat.

Page 89: Materi Pokok Hukum Perdata

88

Hukum dagang sama dengan perdata tapi khusus dalam bidang

perniagaan. Hubungan keduanya adalah hubungan antara hukum umum

dan hukum khusus.

Pasal 1 KUHD

“lex speciolis derogate legi generali”

Sumber

Hukum perdata (KUHperdata (BW))

Hukum dagang (KUH dagang (WK))

PLURALISME-DUALISME

Pluralism dan dualism hukum (perdata) di Indonesia bermula dari di

berlakukannya pasal 163. 131 IS.

Pluralism, karena berlakunya beberapa hukum perdata.

Dualism, terhadap 1 rakyat indo pada dasarnya di berlakukan 2

hukum, yaitu hukum adat dan hukum tertulis.

Pasal 163 is, mengadakan pembedaan golongan penduduk menjadi 3

golongan, eropa, bumi putra, timur asing.

Sehingga berlaku

1. Hukum perdata barat

2. Hukum perdata timur asing

3. Hukum perdata adat bumi putra

Pasal 131 is memberlakukan hukum perdata bagi golongan-golongan

penduduk secara berdeda-beda.

Pelaksanaan pasal 131 is (ketentuan S 1917-12) tentang penundukan

diri.

1. Penundukan diri untuk seluruhnya

2. Penundukan diri untuk sebagian

3. Penundukan diri untuk perbuatan tertentu

4. Penundukan diri secara anggapan/diam-diam

Page 90: Materi Pokok Hukum Perdata

89

PEMBAGIAN HUKUM

PERDATA

(menurut ilmu pengantar hukum)

1. Hukum perorangan (persomenrecht)

2. Hukum keluarga (familierecht)

3. Hukum harta kekayaan (vermogensrecht)

4. Hukum waris (erfrecht)

(menurut sistematika BW)

1. Buku I perihal orang (van personen)

2. Buku II perihal benda (van zaken)

3. Buku III perihal perikatan (van verbintenissen)

4. Buku IV perihal pembuktian dan daluwarsa (van bewijsen verjaring)

TENTANG ORANG

Orang (badan pribadi) adalah subyek hokum (subjectum juris) di

dalam hokum/pendukung hak dan kewajiban.

Ada 2 yaitu

· Manusia (naturlijke persoon)

· Badan (recht persoon)

Manusia:

Sejak lahir sampai mati, pasal 2 BW

“Anak dalam kandungan dianggap telah lahir, bila kepentingan si anak

menghendaki”

Badan hokum:

Tidak semua orang dapat bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-

haknya.

Pasal 1330 BW (tidak cakap hukum) :

1) Orang yang belum dewasa

2) Gila

3) Perempuan bersuami

Page 91: Materi Pokok Hukum Perdata

90

TENTANG KEBENDAAN

Buku II KUHperdata tentang hokum kebendaan menggunakan

“system tertutup” yaitu orang tidak di perkenankan menciptakan hak

kebendaan lain, selain apa yang sudah ada dalam buku II tersebut.

BENDA

Apa saja yang dapat dijadikan hak seseorang.

HAK KEBENDAAN

Hak yang diberikan kepada seseorang berupa kekuasaan langsung

atas suatu benda yang dapat di pertahankan kepada setiap orang.

Hak kebendaan ada 2:

1) Hak kebendaan yang member kenikmatan/manfaat.[1]

2) Hak kebendaan yang memberi jaminan.[2]

TENTANG PERIKATAN

BUKU III

Perikatan

Perikatan adalah suatu hubungan hokum antara 2 orang/pihak,

dimana pihak yang 1 (kreditur) berhak menuntut satu hal dari pihak lain

(debitim) yang berkewajiban memenuhi.

(HAK KREDITUR DAN KEWAJIBAN DEBITUR DI SEBUT PRESTATIE.

“PASAL 1234 BW”)

1. Memberi sesuatu

2. Berbuat sesuatu

3. Tidak melakukan perbuatan/ sesuatu.

SAHNYA PERIKATAN (pasal 1320 BW)

1. Sepakat

2. Cakap hokum

3. Adanya hal/obyek tertentu

4. Kausa yang halal.

HUKUM WARIS MENGATUR

Page 92: Materi Pokok Hukum Perdata

91

1. Siapa yang tergolong ahli waris

2. Penggolongan ahli waeis dan urutannya di antara mereka

3. Berapa bagian masing-masing ahli waris

4. Apa saja yang dapat di pesankan seseorang bila meninggal dan batas

kekuasaan seseorang untuk membuat wasiat.

POKOK-POKOK ACARA PERDAT

Hokum acara perdata adalah aturan-aturan hokum yang mengatur cara-

cara memelihara dan mempertahankan hokum perdata materil

SUMBER-SUMBER

Rv .(reglement op de burgerlijke rechtuor dering) yang berlaku bagi

golongan eropa di jawa dan eropa.

H.I.R (herziene inlandsch reglement) yang berlaku bagi golongan bumi

putra di jawa dan Madura

SUMBER-SUMBER PERDATA

1. UU NO. 1 THUN 1974 tentang perkawinan

2. UU NO. 4 THUN 2004 tentang kekuasaan kehakiman

3. UU NO. 5 THUN 2004 tentang perubahan atas UU No. 14 tahun 1970

tentang MA.

4. UU NO. 8 THUN 2004 tentang perubahan atas UU NO. 2 THUN 1986

tentang peradilan

5. UU NO. 3 THUN 2006 tantang perubahan atas UU NO. 7 THUN 1989

tentang peradilan agama

ASAS-ASAS

1. Beracara dengan hadir sendiri/tidaka ada kewajiban mewakili

2. Hakim bersifat menunggu , artinya inisiatif berperkara dating dari para

pihak (nemo judex sine antor)

Page 93: Materi Pokok Hukum Perdata

92

3. Hakim pasif, artinya ruang lingkup/luas pokok sengketa yang di ajukan

kepada hakim di tentukan oleh para pihak.(secundum alegat iudecare)

4. Beracara dengan mengajukan permohonan

5. Pemeriksaan perkara dalam siding pengadilan yang terbuka[3]

6. Beracara tidak dengan Cuma-Cuma[4]

7. Hakim mendengar ke 2 belah pihak (audi et elte ram partem)

8. Pemeriksaan perkara secara lisan

9. Terikatnya hakim pada alat pembuktian[5]

10. Keputusan hakim harus memuat alas an-alsan.

[1] Hak eigendom dan hak erfpacth.

[2] Hak gadai dan hak hipotik.

[3] Terbuka untuk umum..setiap orang boleh hadir mendengar dan

menyimak berjalannya pengadilan .

Tujuan terbuka: 1. Memberi perlindungan ham 2. Menjaga obyektifitas

peradilan

[4] Adanya pembayaran. 1. Materi. 2. Honor pembela 3. Uang saksi

[5] Alat pembuktian. Member upaya untuk menyakinkan hakim bahwa

suatu kenyataan/hub sudah sungguh2terjadi. Alat bukti: 1. Tertulis 2.

Saksi 3. Persangkaan 4. Pengakuan 5. Sumpah 6. Desente 7 saksi ahli