Upload
endah-dwi-setyowati
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
1/199
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
2/199
Jurnal RechtsVinding merupakan majalah ilmiah hukum yang memuat naskah-naskah di bidang hukum.
Jurnal RechtsVinding terbit secara berkala ga nomor dalam setahun di bulan April, Agustus, dan Desember.
Pembina
Adviser
: Dr. Wicipto Seadi, S.H., M.H.Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI
Pemimpin Umum
Chief Execuve Ocer
: Yunan Hilmy, S.H., M.H.Kepala Pusat Penelian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN
Wakil Pemimpin Umum
Vice Chief Execuve Ocer
: Widya Oesman, S.H., M.H.
Pemimpin Redaksi
Editor in Chief
: Arfan Faiz Muhlizi, S.H., M.H. (Hukum Tata Negara, BPHN, Jakarta)
Anggota Dewan Redaksi
Editorial Board
: Marulak Pardede, S.H., M.H. (Hukum Bisnis, BPHN, Jakarta)Mosgan Situmorang, S.H., M.H. (Hukum Bisnis, BPHN, Jakarta)Ahyar Ari Gayo, S.H., M.H. (Hukum Islam, BPHN, Jakarta)
Mitra Bestari
Peer Reviewer
: Prof. Dr. IBR Supancana, S.H., M.H. (Hukum Perdata Internasional, Universitas AtmaJaya, Jakarta)Prof. Dr. Sulistyawa Irianto, S.H., LL.M. (Antropologi Hukum, Universitas Indonesia,Jakarta)Dr. Hadi Subhan, S.H., M.Hum. (Hukum Perdata, Universitas Airlangga Surabaya)Prof. Dr. Rianto Adi, S.H., M.A. (Sosiologi Hukum, Universitas Atma Jaya, Jakarta)
Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., (Hukum Tata Negara, Universitas Indonesia, Jakarta)Dr. Tauqurrohman Syahuri, S.H., M.H. (Hukum Tata Negara, Komisi Yudisial, Jakarta)
Redaktur Pelaksana
Managing Editor
: Nunuk Febriananingsih, S.H., M.H.
Sekretaris
Secretaries
: Tyas Dian Anggraeni, S.H.,M.H.Apri Lisyanto, S.H.
Tata Usaha
Administraon
: Ade Irawan Tauk, S.H.Masnur Monika Malau, S.H., M.H.Endang Wahyuni Setyawa, S.E.Eko Noer Krisyanto, S.H., M.H.Dwi Agusne, S.H., M.H.
Desain LayoutLayout and cover
: Iis Trisnawa, A.Md.
Alamat:
Redaksi Jurnal RechtsVinding
Pusat Penelian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI
Jl. Mayjen Sutoyo Cililitan Jakarta, Telp.: 021-8091908 ext.105, Fax.: 021-8002265
e-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]
website: www.rechtsvinding.bphn.go.id
Isi Jurnal RechtsVinding dapat dikup dengan menyebutkan sumbernya(Citaon is permied with acknowledgement of the source)
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
3/199
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
4/199
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
5/199i
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
PENGANTAR REDAKSI
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenan-Nya, Jurnal Rechtsvinding (JRV) Volume 3 Nomor 2Tahun 2014 ini bisa diterbitkan dengan menyajikan arkel-arkel bertema “Kesiapan Hukum Nasional
Dalam Menghadapi ASEAN Community 2015”. Tema ini dipilih mengingat semakin mendekatnya
pelaksanaan ASEAN Community 2015, tetapi masih banyak persoalan yang belum diselesaikan, baik
secara yuridis maupun struktural.
Terdapat opmisme sekaligus pesimisme yang tergambar dalam beberapa arkel edisi kali ini.
Opmisme terlihat dalam tulisan Syprianus Ariesteus yang berharap bahwa dengan adanya perdagangan
bebas, interaksi antarnegara dalam perdagangan menjadi lebih intensif tanpa harus dibatasi oleh
peraturan yang membelenggu di dalam negeri negara tujuan. Untuk itu harus segera dijalankan
sebuah transformasi industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan yang selekf untuk menjalankannya.Syprianus Aristeus menawarkan peleburan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi
satu agar ada satu kebijakan industri yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus
menginduk kepada kebijakan industri. Senada dengan ini, Masnur Tiurmaida Malau yang melihat
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2015 menuntut upaya-upaya persiapan yang maksimal
dari negara-negara anggotanya terutama dari sisi perangkat hukum di berbagai sektor seper lalu
lintas barang dan modal, tenaga kerja terampil dan penurunan bea masuk (tari barrier ). Begitu juga
dengan Subianta Mandala memandang pendekatan konsensus atau musyawarah untuk mufakat
perlu diubah model pendekatan yang berlandaskan aturan hukum (rules-based ) dalam menghadapi
MEA ini, termasuk kerangka hukum penyelesaian sengketa. Salah satu mekanisme penyelesaiansengketa yang menarik dibahas adalah mekanisme penyelesaian sengketa utang piutang pajak yang
memposisikan negara sebagai Kreditor. Hal ini lebih jauh dibahas oleh B.G.M. Widipradnyana Arjaya
yang menawarkan penyelesaian sengketa melalui prosedur kepailitan dengan mengopmalkan peran
Kejaksaan.
Pendekatan yang berlandaskan aturan hukum sebagaimana ditawarkan Subianta Mandala juga
didukung oleh Muhammad Sapta Mur yang memandang perlunya penataan regulasi akibat tumpang
ndih regulasi di Pulau Batam. Tumpang ndih regulasi tersebut melahirkan dua otoritas yang justru
menghambat pembangunan. Dengan memberikan perhaan pada hal ini maka diharapkan cita-cita
menjadikan Batam sebagai jalur perdagangan internasional dapat berhasil.Di sisi lain pesimisme pelaksanaan MEA 2015 juga tergambar dalam beberapa arkel seper Harison
Citrawan dan Ade Irawan Tauk. Harison Citrawan menunjukkan bahwa interaksi perlindungan HAM
di ngkat regional dengan nasional akan sia-sia apabila dak diiku dengan ngkat kepatuhan hukum
(legal compliance) negara-negara anggota ASEAN terhadap norma dan prinsip HAM di ngkat domesk.
Terdapat kebutuhan akan harmoni dalam reposisi polik hukum HAM baik di ngkat nasional dan
regional, agar dapat diimplementasikan. Sementara Ade Irawan Tauk menyoro isu ketenagakerjaan,
khususnya masih menonjolnya perlakuan yang dak manusiawi terhadap pekerja migran. Untuk itu
Piagam ASEAN perlu dielaborasi lebih jauh agar terwujud konsensus dalam penyusunan instrumen
perlindungan hak pekerja migran, meski terdapat pesimisme bahwa dukungan dan komitmen negaraanggota ASEAN masih relaf rendah. Pesimisme terkait isu ketenagakerjaan ini kemudian dibahas
lebih jauh oleh Muhammad Fadli dengan meningatkan perlunya menjalankan amanat Undang-
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
6/199ii
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk memberikan pelahan kerja serta
pembentukan Badan Nasional Serkasi Profesi yang bertugas mempersiapkan tenaga kerja terampil,
berkualitas dan berdaya saing serta diakui oleh negara ASEAN lainnya dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015. Mekanisme perlindungan ketenagakerjaan lainnya ditawarkan oleh Budi S.P.Nababan dengan mengatur Tenaga Kerja Asing (TKA) melalui Peraturan Daerah (Perda). Menurutnya
perlu Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan TKA agar daerah bisa memungut
retribusi terhadap perpanjangan izin bekerja para TKA, sebab tanpa adanya pengaturan maka dak
ada dasar yuridis bagi Pemerintah Daerah untuk memungutnya. Hal ini juga merupakan salah satu
bentuk pengawasan TKA di Indonesia.
Semoga gagasan-gagasan yang dituangkan melalui berbagai judul arkel di Volume 3 Nomor 2
Tahun 2014 ini dapat memperkaya khasanah pemikiran hukum dan sekaligus bermanfaat bagi langkah-
langkah ansipaf menghadapi pelaksanaan ASEAN Community 2015.
Redaksi
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
7/199iii
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi………………………………………………………………………………………………….............………..… i-ii
Daar Abstrak
Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia Dalam Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEANSyprianus Aristeus .......…………..……………………………………………………………………….…………..............……. 145-162
Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia menghadapi Liberalisasi EkonomiRegional: Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015Masnur Tiurmaida Malau ………………………………..……………………………………….………………...........…........ 163-182
Pengaturan Kerangka Hukum ASEAN Untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015Subianta Mandala ......………………...............…………………………………………...…...........…………...…............ 183-196
Wewenang Kejaksaan Sebagai Pemohon Pailit Untuk Kepenngan Negara Terhadap Utang PajakSubyek Hukum dari Negara Anggota ASEAN Non-Indonesia Pasca Berlakunya AECB.G.M. Widipradnyana Arjaya ..........…..…..…………………..………………..…………………...........…...….…….... 197-214
Urgensi Otonomi Khusus Batam Dikaitkan Dengan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Muhammad Sapta Mur ...………………………………………………………………………….………………....…............ 215-235
Menuju ASEAN Polical and Security Community : Krik dan Tantangan Polik Hukum HAMIndonesia dalam Regionalisme HAM ASEANHarison Citrawan ……………………..………………………………………………………………………......………................ 237-254
Peran ASEAN Dan Negara Anggota ASEAN Terhadap Perlindungan Pekerja MigranAde Irawan Tauk .........…..……………………………………............................................……………………………. 255-280
Opmalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan Dalam Mempersiapkan Tenaga Kerja TerampilMenghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015Muhammad Fadli ...........…..………………………………………………..........……………………………………....…….…. 281-296
Pembentukan Peraturan Daerah Tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan TenagaKerja Asing Sebagai Persiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015Budi S.P. Nababan .............................….………………………………………………..........…………….......…………... 297-309
Biodata Penulis
Pedoman Penulisan Jurnal RechtsVinding
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
8/199
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
9/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari arkel.
Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
UDC: 341.176
Syprianus Aristeus
Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia Dalam Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
Kebijakan perdagangan bebas, dan pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015 harus dapat dilaksanakan sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat. Sebagai pasar tunggal baik di perdagangan bebas maupun ASEAN semua hambatan
perdagangan khususnya seper tarif akan dihapuskan, ansipasi terutama harus kita lakukan adalah terkait dengan
liberalisasi sektor jasa sebagai sektor sensif, adapun lima sektor tersebut adalah jasa kesehatan, pariwisata, e-commerce,
transportasi udara dan logisk. Kelimanya akan efekf pada tahun 2015 mendatang. Untuk itu akan dibahas bagaimanapelaksanaan pasar bebas MEA di Indonesia dan bagaimana ansipasi pemerintah Indonesia dengan diberlakukan WTO
serta Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelian hukum
normaf, hasil penelian menunjukkan bahwa negara-negara di dunia yang terlibat langsung dalam perdagangan
bebas mempunyai hak untuk menjual produk baik barang ataupun jasa terhadap negara lain tanpa harus dibebani
oleh batasan-batasan pajak atau bea masuk, serta peraturan yang membelenggu. Untuk itu harus segera dijalankan
sebuah transformasi industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan industrial yang selekf. Hal ini perlu dilakukan salah
satunya dengan cara penguatan peran Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi satu kementerian agar ada
satu kebijakan industri yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus menginduk kepada kebijakan
industri.
Kata Kunci: globalisasi, industri, investasi
UDC: 341.236
Masnur Tiurmaida Malau
Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia menghadapi Liberalisasi Ekonomi Regional:
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 163-182
Akselerasi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2015 menuntut upaya-upaya persiapan yang maksimal dari
negara-negara anggotanya termasuk Indonesia. Salah satu sendi kehidupan yang penng dipersiapkan yaitu sendihukum dalam sektor tertentu seper persaingan usaha dan liberalisasi jasa. Hal ini penng karena dapat menciptakan
alur serta panduan bagi suatu negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan juga dapat mengarahkan masyarakat
serta perangkat negara lainnya menuju tahap yang ingin dicapai, sehingga pengaturan melalui kebijakan ( policy ) ini
merupakan langkah pertama sebagai upaya mempersiapkan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang
akan datang. Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pandangan bagaimana kesiapan Indonesia dalam hal
peraturan untuk menghadapi liberalisasi jasa dan persaingan usaha. Metode pendekatan yang digunakan dalam kajian
ini adalah deskripf analis yang menjelaskan dan menganalisis dari sisi hukum berbagai peraturan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam persiapan menuju ASEAN Economic Community 2015. Hasil dari kajian ini menunjukkan
bahwa pemerintah Indonesia berusaha mempersiapkan diri melalui berbagai peraturan guna menyongsong ASEANEconomic Community 2015 walaupun dari segi pelaksanaan belum opmal dan belum menyentuh seluruh segi kehidupan
bernegara, pemerintah Indonesia harus segera mengopmalkan usaha guna memperkuat kesiapan Indonesia bersaing
dalam ASEAN Economic Community 2015.Kata Kunci: kebijakan, perangkat negara, persaingan usaha
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
10/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari arkel.
Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
UDC: 341.176
Subianta Mandala
Penguatan Kerangka Hukum ASEAN Untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 183-196
Negara negara anggota ASEAN pada umumnya kurang menyukai pendekatan yang terlalu legalisk dalam hubungan
diantara mereka, dan cenderung memilih pendekatan “ASEAN Way” yaitu melalui konsensus atau musyawarah untuk
mufakat. Namun demikian, menjelang terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahunn 2015, ASEAN perlu
mengembangkan model pendekatan yang berlandaskan aturan hukum (rules-based ). Pendekatan hukum tersebutdiharapkan dapat digunakan dak saja dalam kerangka merumuskan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh ASEAN
yang umumnya dibuat dalam perjanjian atau persetujuan ASEAN, namun juga untuk menyelesaikan sengketa-sengketa
yang mbul diantara anggota negara negara ASEAN dalam mengimplementasikan kewajiban-kewajiban yang lahir dari
kesepakatan atau perjanjian yang dibuat diantara mereka. ASEAN secara bertahap mulai mengembangkan kerangka
hukum dalam melakukan kerjasama ekonomi yang berlangsung diantara anggota negara-negara ASEAN. Tulisan ini
mencoba mengkaji lebih dalam langkah-langkah yang telah diambil oleh ASEAN dalam upaya mereka mempererat
kerjasama ekonominya, dan kajian tersebut dilakukan dalam perspekf pengembangan kerangka hukum sebagai
landasan bagi kerjasama ekonomi di ASEAN. Mengingat bahwa kerangka hukum yang dimasudkan disini bukan saja
menyangkut pembentukan substansi hukum, tetapi juga melipu penyelesaian sengketa, tulisan ini juga membahas
mekanisme penyelesaian sengketa yang tersedia di internal ASEAN.Kata Kunci: kerangka hukum, kerjasama ekonomi, kesepakatan
UDC: 347.427
B.G.M. Widipradnyana Arjaya
Wewenang Kejaksaan Sebagai Pemohon Pailit Untuk Kepenngan Negara Terhadap Utang Pajak Subyek
Hukum Dari Negara Anggota Asean Non-Indonesia Pasca Berlakunya AEC
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 197-214
Mulai berlaku efekfnya Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community diharapkan membawa dampakposif terhadap perekonomian Indonesia, khususnya bidang perpajakan sebagai sumber utama pendapatan negara.
Pemerintah berkewajiban untuk mengelola secara maksimal pendapatan pajak yang diperoleh pemerintah Indonesia
dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh subyek hukum negara ASEAN non-Indonesia, salah satunya pengelolaan
pendapatan pajak adalah dengan menyelesaikan sengketa utang piutang pajak yang memposisikan negara sebagai
Kreditor. Salah satu pilihan penyelesaian sengketa yang dapat digunakan adalah melalui prosedur kepailitan dengan
pengajuan permohonan pailit demi kepenngan umum oleh Kejaksaan pada sistem peradilan Indonesia serta
melaksanakan pengurusan harta Debitur pailit yang berada di luar Indonesia untuk membayar utang pajak terhadap
Kreditor melalui kepailitan lintas batas (cross border insolvency ).Kata kunci: utang pajak, kepailitan lintas batas, kejaksaan
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
11/199
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
12/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari arkel.
Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
UDC: 341.176
Ade Irawan Tauk
Peran ASEAN Dan Negara Anggota ASEAN Terhadap Perlindungan Pekerja Migran
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 255-280
Isu pekerja migran bukan hal baru, namun masih isu yang aktual, karena masih banyak terjadinya sisi negaf berupa
perlakuan yang dak manusiawi terhadap pekerja migran. Dalam lingkup ASEAN, Indonesia bukan satu-satunya negara
pengirim pekerja migran, namun terdapat negara lain dengan negara tujuan yang hampir sama. Permasalahan yang dialami
oleh pekerja migran dari negara-negara tersebut pada dasarnya hampir sama dengan yang dialami oleh pekerja migran dariIndonesia. Penelian ini mengangkat permasalahan, yakni bagaimana peran ASEAN dalam melindungi pekerja migran dan
bagaimana kesiapan instrumen hukum Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam melindungi pekerja
migran. Dengan menggunakan metode studi tekstual, didapatkan kesimpulan bahwa peran ASEAN dalam melindungi
pekerja migran telah tertuang di Piagam ASEAN yang dielaborasikan ke dalam 3 (ga) pilar Komunitas ASEAN, namun
peran tersebut dak dapat maksimal karena dak terciptanya konsesus dalam penyusunan instrumen perlindungan
hak pekerja migran. Rekomendasi terhadap kebuntuan tersebut adalah dengan membawa dan membahasnya
ke dalam pertemuan Dewan Komunitas ASEAN, karena isu tersebut merupakan isu lintas komunitas. Peran ASEAN
sangat tergantung kepada upaya masing-masing negara anggota ASEAN dalam merumuskan regulasi dalam hukum
nasionalnya masing-masing untuk mengimplemantasikan instrumen ASEAN terkait perlindungan pekerja migran,
namun hal ini belum didukung dengan peran negara anggota ASEAN yang relaf rendah dalam komitmen perlindungan
pekerja migran.
Kata Kunci: pekerja migran, komitmen, perlindungan
UDC: 349.26
Muhammad Fadli
Opmalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 281-296
Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah salah satu pilar pembentukan Komunitas ASEAN dan merupakan bentuk integrasiekonomi regional yang mulai di berlakukan pada tahun 2015. Pemberlakuan tersebut akan menjadikan ASEAN sebagai
pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran
modal yang bebas antar-negara di kawasan ASEAN. Arus bebas tenaga kerja terampil tersebut harus dimanfaatkan
oleh Indonesia sebagai peluang dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Hal yang menjadi
permasalahan adalah bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dalam mempersiapkan
tenaga kerja terampil menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dengan menggunakan metode penelian yuridis
normaf dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan yang mendukung
terciptanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas atau tenaga kerja terampil. Maka dari itu, Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan berbagai kebijakan lain yang mengamanatkan pemberian pelahan kerja
serta pembentukan Badan Nasional Serkasi Profesi yang bertugas memberikan serkasi kompetensi kerja harus
diopmalkan, guna mempersiapkan tenaga kerja terampil, berkualitas dan berdaya saing serta diakui oleh negara
ASEAN lainnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Kata Kunci: opmalisasi, kebijakan, tenaga kerja
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
13/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Kata Kunci Bersumber dari arkel.
Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
UDC: 34.03
Budi S.P. Nababan
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Di Tengah Liberalisasi
Tenaga Kerja Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 297-309
Salah satu pilar utama ASEAN Vision 2020 adalah ASEAN Economic Community yang akan dipercepat di tahun 2015
sehingga akan menyebabkan terjadinya liberalisasi tenaga kerja di kawasan Asia Tenggara. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam tulisan ini adalah mengapa diperlukan Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin MempekerjakanTenaga Kerja Asing di tengah liberalisasi tenaga kerja ASEAN Community 2015. Dengan menggunakan penelian yuridis
normaf diketahui bahwa Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing diperlukan
agar daerah bisa memungut retribusi terhadap perpanjangan izin bekerja para TKA (kecuali Instansi Pemerintah, Badan-
Badan Internasional dan Perwakilan Negara Asing), sebab tanpa adanya pengaturan (regeling) dak ada dasar yuridis
bagi Pemerintah Daerah untuk memungutnya. Mengingat ngginya potensi kehadiran TKA, penulis menyarankan agar
segera dibentuk Ranperda tentang Retribusi Perpanjang Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing bagi daerah yang
belum memiliki Perda tersebut dan menjadikannya skala prioritas untuk dibahas dan ditetapkan menjadi perda . Kata Kunci: retribusi , tenaga kerja asing, peraturan daerah
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
14/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .
UDC: 341.176
Syprianus Aristeus
Industry and Trade Opportunity of Indonesia on ASEAN Economic Community
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 145-162
Free trade policy and the ASEAN single market in 2015 must be implemented in accordance with the agreements that
have been made. Either as a single market in free trade and ASEAN all trade barriers such as taris will be abolished in
parcular, the main ancipaon to do is related to the liberalizaon of the service sectors as a sensive sectors, thre
are ve service sectors such as health services, tourism, e-commerce, air transportaon and logiscs. Those sectors willbe eecve soon in 2015. In accordance to discuss how the implementaon of ASEAN Economic Community free trade
in Indonesia; and how Indonesian government ancipate the implementaon of WTO regulaon and the absence of
Law regarding Industry and Trade. Using normave legal method, this research shows that countries which directly
involved in free trade has the right to sell their products either goods or services to another country without having
to be burdened by tax restricons or customs dues and also without restricted by regulaons. There should be an
industrialized transformaon immediately based on selecve industrial policy. This thing needs to be done by merging
the role of the Ministry of Industry and Ministry of Trade into one ministry, so there will be a strong industrial policy
which can be a basic for policies in trade and investment too.
Keywords: globalizaon, industry, investment
UDC: 341.236
Masnur Tiurmaida Malau
Legal Aspect of Indonesian Government Regulaon against Regional Economic Liberalizaon:
ASEAN Economic Community 2015
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 163-182
Towards ASEAN Economic Community 2015 ASEAN member countries including Indonesia need to maximize eorts
in preparing. One of the important parts of life which need to prepare is law aspect by some legal instruments in
specic aspect such as compeon and service liberalizaon. This is important because legal instruments can create paern and guidelines for a country to achieve aims and to guide their society and government to achieve path of
life that they want, so policy recognize as starng step for countries among ASEAN to move forward towards ASEAN
Economic Community. This research doing to give perspecve of how Indonesia government’s preparaon in regulaon
towards service liberalizaon and compeon. Approaching methods that using in this research is analyzing descripve
that describe and analyzing what policies that government had taken and how to implement that policies to meet
ASEAN Economic Community. Result of this research shows that Indonesian government has done many eorts through
some policies towards ASEAN Economic Community 2015 eventough from implementaon perspecve cannot reach
all society’s aspect of life in order to reach that goal Indonesian government should opmize policies to strengthening
Indonesia’s compeveness towards ASEAN Economic Community 2015.
Keywords: policy, legal instrument, compeon
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
15/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .
UDC: 341.176
Subianta Mandala
Strengthening the Legal Framework to Realizing ASEAN Economic Community 2015
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 183-196
The members of ASEAN have been reluctant to be too “legalisc” in their relaons with each other, preferring to conduct
their relaonships in “ASEAN Way” or by consensus. Given that ASEAN would become the ASEAN Economic Community
in 2015, it is very important that appropriate legal-based mechanism should be developed to establish laws and resolve
disputes relang to trade and investment in the region. ASEAN have been moving slowly towards developing legal framework for economic cooperaon among the member state of ASEAN. This paper examines the various steps which
have been taken towards economic cooperaon in the region and, examines them in the context of the evolving legal
framework for economic cooperaon in ASEAN. As dispute will inevitably arise in any relaonship, one of the elements
of any any legal system is to provide a means for seling these disputes. This paper, therefore, also examines the various
mechanisms for dispute resoluon available in intra-ASEAN.
Keywords: legal framework, economic cooperaon, consensus
UDC: 347.427
B.G.M. Widipradnyana Arjaya
The Authority of Prosecutors as Bankruptcy Applicant on Behalf of State Interest towards Tax Debt of Foreign
ASEAN Non-Indonesian Legal Subjects aer AEC Entered Into Force
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 197-214
ASEAN Economic Community (AEC) will enter into force in 2015 and expected to bring posive impact on the Indonesian
economy, especially in the eld of taxaon as the main source of state revenue. Government is obliged to manage taxes
that earned by Indonesian government from economic acvies undertaken by foreign legal in ASEAN area subjects
which done in Indonesia maximally, as an example is to resolve tax disputes that posioning Indonesia as a creditor. One
of dispute selement method which could be used through bankruptcy peon lled by prosecutors for the reason of
public interest and also conducts management of bankrupt debtor assets which located outside of Indonesia to pay taxdebts to creditors through cross-border insolvency.
Keywords: tax debt, cross border insolvency, prosecutor
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
16/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .
UDC: 342.847.1
Muhammad Sapta Mur
The Importance of Special Autonomy of Batam According to Implementaon of ASEAN Economic Community
2015
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 215-235
Batam as an Industrial Zone, was also known as a free trade zone and free harbour zone. Based on enacted law there
are 2 (two) agencies who has the authority to manage and administer Batam, which are Batam Indonesia Free Zone
Authority (BIPZA) and The Local Government of Batam. In the implementaon, both agencies has overlapping authoritythereby somemes the development of Batam are obstructed by this. On the other side there are big challenges in
the year 2015, it is ASEAN Economic Community (AEC 2015) as an achievement of economic integraon in line with
the ASEAN Vision of 2020. This research tries to analize the crical issues about Batam Autonomy in order to solve the
overlapping authority problems in Batam along with the AEC Challenges in 2015. Using normave legal method, it is
concluded that special autonomy for Batam is urgent based on philosophical, historical, polical, jurist and theorical
reasons. Special autonomy for Batam consist of polics and goverment eld, economics, and land and space planning.
Through the autonomy of Batam, it’s expected that the dualism of instuon and/or regulaon will unite in one
authority and regulaon as well. Therefore, Batam’s goal to be an advanced district in Indonesia which will be part of
the internaonal trade lines can be accomplished and Batam can be part of AEC 2015.
Keywords: asymmetry, authority, special autonomy
UDC: 341.176
Harison Citrawan
Towards ASEAN Polical and Security Community: Crics and Challenges on Indonesia’s Human Rights Law
Polics Under Asean Human Rights Regionalism
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 237-254
This paper aempts to analyze human rights regionalism in ASEAN from Indonesia’s naonal human rights polics
perspecve. In parcular, an analysis will be taken on challenges and opportunies of the naonal human rights
polics in establishing a stronger regional human rights mechanism, and how an ideal interacon between regional
and naonal human rights mechanisms should be drawn. Using regime analysis approach and combined with legal
compliance concept, this paper proposes that ASEAN human rights regime would be superuous if it is not followed by
member states’ legal compliance upon human rights norms and principle in domesc level. In the context of naonal
human rights polics, there are at least three challenging dimensions that ought to be considered in the future, namely:
decentralizaon, human rights-military discourse, and internaonal human rights law skepcism. This paper thus
concludes that there is a need to harmonize the human rights polics in both naonal and regional level, so that any
internaonally accepted norms will be implemented and applied into ASEAN human rights regionalism, and equally
important is to ensure that such a regionalism is capable in inuencing human rights values and principles domescaon
in Indonesia.
Keywords: regionalism, legal polics, human rights
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
17/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .
UDC: 341.176
Ade Irawan Tauk
The Role of ASEAN and Its Member Countries in the Protecon of Migrant Workers
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 255-280
The issue of migrant workers is not new, but sll the current issue, because there were lots of negave sides in the form
of inhumane treatment of migrant workers. Within the scope of ASEAN, Indonesia is not the only sending countries
of migrant workers. There were other countries whose sending its migrant workers with similar desnaons with
Indonesia. Problems faced by migrant workers from those countries are basically the same as experienced by Indonesianmigrant workers. This research discusses the problem, namely how ASEAN’s role in protecng migrant workers and
how’s Indonesia and other ASEAN member countries legal instrument readiness to protect migrant workers. By using
the method of textual study, it was concluded that the role of ASEAN in the protecon of migrant workers has been
stated in the ASEAN Charter elaborated into three (3) pillars of the ASEAN Community, nevertheless that roles cannot
be maximized for there were no consensus in creang the protecon of the rights of migrant workers instruments.
Recommendaon to the impasse is to bring and discuss it in the ASEAN Community Council meeng, because the issue
is a cross-community issue. ASEAN’s role in implemenng ASEAN instrument on the protecon of migrant worker is
dependent upon the eorts of each ASEAN member countries in formulang regulaons in their respecve domesc
laws. Nevertheless, their commitments to the protecon of migrant workers are relavely poor.
Keywords: migran workers, commitment, protecon
UDC: 349.26
Muhammad Fadli
The Opmizaon of Employment Policies in facing The ASEAN Economic Community 2015
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 281-296
ASEAN Economic Community is one of the pillars of the establishment of the ASEAN Community which formally as a
form of regional economic integraon that will enter into force by 2015. This enforcement will make ASEAN as a single
market and producon based where there are ow of goods, services, investment and skilled labor that is free and freecapital ows among ASEAN member countries. Free ow of skilled labor should be used by Indonesia as an opportunity
to absorb employment and reducing unemployment. The issue of this subject is how the government policy in the eld
of labor in preparing skilled labour in facing the ASEAN Economic Community 2015. By using the method of juridical
normave research can be concluded that there are a variety of employment policies supporng the creaon of high
quality human resources or skilled labor.Thus, Law of Republic of Indonesia Number 13 year 2003 on Employment and
another regulaons that mandate the provision of vocaonal training and the establishment of the Naonal Professional
Cercaon which in charge of cerfying the competence of work must be opmized in order to prepare skilled labour,
high quality and having compeveness and recognized by the other ASEAN countries in facing the ASEAN Economic
Community 2015.
Keywords: opmizaon, policy, labor
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
18/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .
UDC: 34.03
Budi S.P. Nababan
The Importance of Local Regulaon Regarding Retribuon Fees on Renewal License for Hiring Foreign Workers
in The Liberalizaon of Foreign Workers among ASEAN Community 2015
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 297-309
One of main pillars of the ASEAN Vision 2020 is the ASEAN Economic Community that will be accelerated in 2015
that will lead to the liberalizaon of foreign workers in Southeast Asia. The main problem in this paper is why is Local
Regulaon on Retribuon Fees Renewal License for Hiring Foreign important in the liberalizaon of foreign workers ASEAN Community 2015. By using normave research method acknowledge that The Local Regulaon on Retribuon
Fees Renewal License For Hiring Foreign needed to be so the local government can collect fees on extension of work
permit of foreign workers (except Government employees, Internaonal Agencies and Foreign Representave), because
without regulaon (regelling) there is no legal basis for local governments to collect it. Regarding on high potenal for
the presence of foreign workers, as authors suggest to boost formaon of Local Regulaon on Retribuon Fees Renewal
License For Hiring Foreign workers Dra immediately for local government who has not have these regulaons yet and
make this as priority to discuss and enact into regulaon.
Keywords: retribuon, foreign workers, local regulaon
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
19/199
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
20/199
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
21/199145Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
PELUANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN INDONESIA DALAM
PELAKSANAAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN(Industry and Trade Opportunity of Indonesia on Asean Economic Community)
Syprianus Aristeus
Pusat Penelian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional
Email: [email protected]
Naskah diterima: 21 Mei 2014; revisi: 25 Agustus 2014; disetujui: 27 Agustus 2014
Abstrak
Kebijakan perdagangan bebas, dan pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015 harus dapat dilaksanakan sesuai dengankesepakatan yang telah dibuat. Sebagai pasar tunggal baik di perdagangan bebas maupun ASEAN semua hambatan
perdagangan khususnya seper tarif akan dihapuskan, ansipasi terutama harus kita lakukan adalah terkait dengan
liberalisasi sektor jasa sebagai sektor sensif, adapun lima sektor tersebut adalah jasa kesehatan, pariwisata, e-commerce,
transportasi udara dan logisk. Kelimanya akan efekf pada tahun 2015 mendatang. Untuk itu akan dibahas bagaimana
pelaksanaan pasar bebas MEA di Indonesia dan bagaimana ansipasi pemerintah Indonesia dengan diberlakukan WTO
serta Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelian hukum
normaf, hasil penelian menunjukkan bahwa negara-negara di dunia yang terlibat langsung dalam perdagangan bebas
mempunyai hak untuk menjual produk baik barang ataupun jasa terhadap negara lain tanpa harus dibebani oleh batasan-
batasan pajak atau bea masuk, serta peraturan yang membelenggu. Untuk itu harus segera dijalankan sebuah transformasi
industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan industrial yang selekf. Hal ini perlu dilakukan salah satunya dengan cara
penguatan peran Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi satu kementerian agar ada satu kebijakan industri
yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus menginduk kepada kebijakan industri.Kata Kunci: globalisasi, industri, investasi
Abstract
Free trade policy and the ASEAN single market in 2015 must be implemented in accordance with the agreements that have
been made. Either as a single market in free trade and ASEAN all trade barriers such as taris will be abolished in parcular,
the main ancipaon to do is related to the liberalizaon of the service sectors as a sensive sectors, thre are ve service
sectors such as health services, tourism, e-commerce, air transportaon and logiscs. Those sectors will be eecve soon
in 2015. In accordance to discuss how the implementaon of ASEAN Economic Community free trade in Indonesia; and
how Indonesian government ancipate the implementaon of WTO regulaon and the absence of Law regarding Industry
and Trade. Using normave legal method, this research shows that countries which directly involved in free trade has the
right to sell their products either goods or services to another country without having to be burdened by tax restricons or
customs dues and also without restricted by regulaons. There should be an industrialized transformaon immediately
based on selecve industrial policy. This thing needs to be done by merging the role of the Ministry of Industry and Ministry
of Trade into one ministry, so there will be a strong industrial policy which can be a basic for policies in trade and investment
too.
Keywords: globalizaon, industry, investment
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
22/199146 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
A. Pendahuluan
Pada abad ke-21 internasionalisasi dari
kegiatan masyarakat dunia dalam hampir
semua bidang akan semakin meningkat dan
membawa kita pada perkembangan dalam
gejala saling berkaitan di antara negara-negara
di dunia. Perkembangan dalam teknologi dan
pola kegiatan ekonomi membuat masyarakat
di dunia semakin saling bersentuhan, saling
membutuhkan, saling menentukan nasib satu
sama lain, tetapi juga saling bersaing.
Hal ini terutama terlihat dalam kegiatanperdagangan dunia sebagai salah satu bidang
utama dalam kegiatan eknomi masyarakat
di dunia, baik dalam bidang perdagangan
barang (trade in goods) maupun dalam bidang
perdagangan jasa (trade in services). Karena
dalam berinteraksi secara internasional satu
lama lain dalam perdagangan dunia akan
mengalami konik dan perselisihan-perselisihan,
maka negara-negara di dunia memerlukan suatukesepakatan terhadap aturan main tertentu
dalam suatu sistem perdagangan global.
Globalisasi yang terjadi saat ini di mana
mengarah kepada suatu dunia seolah
menjadi dak terbatas (bordeless world) telah
menempatkan semua penduduk dunia dalam
suatu perkampungan global, dimana menurut
Kinichi Ohmae dunia terintegrasi tanpa batas
-batas sik. Perkembangan dunia di era
millenium III ditanda dengan semakin pesatnya
loncatan kemajuan bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK). Perkembangan ini terasa
semakin mul dimensi keka dihadapkan
pada tuntutan dan kebutuhan manusia yang
beragam.
Kompleksitas ini semakin bertambah
manakala dihubungkan dengan pola interaksi
bisnis yang terjalin di masyarakat modern.
Implikasi ini telah mengubah wajah perdagangandan perekonomian dunia menjadi bentuk bisnis
dalam perkampungan global (business in globall
village). Kondisi ini dengan tepat digambarkan
Daniel Davidson: “We are so economicially
interdependent on one another that We so live
in global village”.1 Riuh rendah akvitas tersebut
pada akhirnya juga merambah bidang hukum
yang notabene diharapkan senanasa adapf
dan reakf dalam merespon segala bentuk
perubahan dan tantangan perkembangan
zaman.
Globalisasi ekonomi berar terintegrasinya
ekonomi berbagai negara menjadi satu seolah-
olah tanpa dibatasi oleh kedaulatan negara.
Salah satu ciri bisnis yang paling dominan pada
globalisasi ekonomi adalah sifatnya bergerak
cepat, baik dalam transaksi maupun pergerakan
arus barang dan modal. Hal ini mempengaruhi
pula terhadap berbagai peraturan di bidang
bisnis yang dengan cepat pula mengalami
perubahan.
Menurut William Irwin Thomson2, bahwa,
dengan dukungan teknologi dan informasi
kecepatan perubahan dak lagi menghitung
abad, tahun, atau bulan, tetapi bisa terjadi
seap hari. Di berbagai pelosok, berlangsungtransaksi bisnis tanpa mengenal penghenan,
mulai dari penyiapan pertanahan Real Setate
dan Industrial Estate seper halnya investasi di
bidang penanaman modal, pembentukan alat
produksi, penyediaan bahan baku, perlengkapan
dan perangkat kerja, pendistribusian produk
1 CFG Sunaryati Hartono, Globalisasi dan Perdagangan Bebas, (Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman, 1996), hlm.
12.2 Ibid.
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
23/199147Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
dan transportasi darat, laut dan udara yang
dibarengi dengan persetujuan asuransi,
perdagangan, komunikasi, pembiayaaan dan
sebagainya.
Dalam dekade terakhir ini atau sering
juga disebut sebagai era globalisasi, batas
nonsik antarnegara semakin sulit untuk
membedakannya dan bahkan cenderung
batas (borderless state). Dampak yang sangat
terasa dengan terjadinya globalisasi yakni arus
informasi begitu cepat sampai ke masyarakat.
Globalisasi ekonomi yang ditandai
dengan adanya keterbukaan perekonomian
dialami hampir semua negara di dunia saat
ini, telah membuat sistem perekonomian
menjadi terbuka bebas. Kondisi tersebut telah
diprediksi sebelumnya oleh Francis Fukuyama,
dimana menurutnya prinsip-prinsip liberal
dalam ekonomi telah menyebar dan berhasil
memproduksi kesejahteraan material yang
belum pernah dicapai sebelumnya.
Kalau perekonomian didasarkan pada
mekanisme pasar, maka akan tercipta suatu
keseimbangan (equilibrium). Dalam model pasar
persaingan sempurna ( perfect compeon),
pasar bersifat self regulang dan self correcng
karena ada tangan tak terlihat (invisible hand )
yang selalu dapat mengarahkan perekonomian
pada keseimbangan pemanfaatan sumber daya
penuh ( full equilibrium) yang menguntungkansemua pihak dalam masyarakat. Salah satu
asumsi penng dalam sistem ekonomi pasar
bebas yang dikembangkan oleh Adam Smith
lewat teori klasik laissez fairenya adalah bahwa
seap orang dibebaskan melakukan yang
terbaik bagi dirinya masing-masing (individual
freedom of acon). Dalam sistem ini, keputusan
tadi pada akhirnya akan menyumbang sebisa
mungkin bagi terwujudnya suatu masyarakat
yang lebih baik yang lebih adil, dan yang lebih
makmur.
Ada 4 (empat) asumsi yang melandasi
terciptanya suatu persaingan yang sempurna
pada suatu pasar tertentu, yaitu: pelaku
usaha dak dapat menentukan secara sepihak
harga atas produk dan jasa. Adapun yang
menentukan harga adalah pasar berdasarkan
equilibrium permintaan dan penawaran (supply
and demand ). Dengan demikian, pelaku usaha
dak berndak sebagai price maker melainkan
hanya sebagai price taker. Barang atau jasa
yang dihasilkan oleh pelaku usaha adalah betul-
betul sama ( product homogeneity ). Pelaku
usaha memiliki kebebasan untuk masuk atau
keluar dari pasar ( perfect mobility of resources).
Konsumen dan pelaku usaha memiliki informasi
yang sempurna ( perfect informaon) tentang
berbagai hal, seper: kesukaan ( preferences),
ngkat pendapatan (income levels), biaya
(cost ) serta teknologi yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa.
Dari sudut pandang ekonomi, invisible hand
adalah mekanisme alam yang memungkinkan
kepenngan ekonomi seluruh masyarakat
dapat dicapai dalam pasar bebas. Invisble hand
adalah mekanisme tersembunyi yang akan
mengubah kegiatan manusia untuk mengejar
kepenngannya menjadi kegiatan yang
membawa kesejahteraan seluruh masyarakat.Kesejahteraan masyarakat ini tercapai berkat
penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan
ekonomi, peningkatan pendapatan nasional,
perbaikan prasarana ekonomi, dan sebagainya.
Yang semuanya merupakan konsekuensi logis
dari kegiatan individual para pelaku ekonomi
dalam mengejar kepenngannya.
Di era globalisasi ekonomi seap negara
menghadapi persaingan yang semakin ketat di
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
24/199148 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
dua medan perang, yakni perdagangan bebas
serta foreign direct invesment/ FDI (selanjutnya
disebut investasi). Hal ini kemudian ditandai
dengan diimplementasikannya perjanjian
perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA)
dan perjanjian investasi (investment agreement )
serta kemajuan teknologi informasi, yang
menjadikan semakin terkikisnya hambatan-
hambatan perdagangan, lalu lintas keuangan
internasional yang semakin bebas, dan keluar
masuknya arus modal dan investasi di ap-ap
negara. Dampak dari bergulirnya era globalisasi
ini akan menimbulkan persaingan yang semakin
ketat di antara negara-negara, sehingga hanya
negara yang memiliki kemampuan bersaing saja
yang akan mampu bertahan.
Implementasi dari globalisai ekonomi
ditandai dengan terciptanya hubungan
perdagangan secara internasional yang dilakukan
secara bebas diantara individu-individu atau
negara-negara. Pada dasarnya, esensi dari
pelaksanaan perdagangan bebas tersebut
mengacu pada 2 (dua) prinsip kebebasan, yaitu:
pertama, adalah prinsip kebebasan berdagang
( freedom of trade) di mana berdasarkan
prinsip ini seap negara atau individu memiliki
kebebasan untuk berdagang dengan pihak
manapun (negara maupun individu) di dunia
ini. Kedua, adalah prinsip kebebasan untuk
berkomunikasi ( freedom of communicaon)di mana berdasarkan prinsip ini seap negara
memiliki kebebasan untuk memasuki wilayah
dari negara lain untuk melakukan transaksi-
transaksi perdagangan secara internasional.
Demikian juga halnya arus transportasi
dari satu negara ke negara lain dapat begitu
cepat dan mudah diakses oleh masyarakat.
Hal ini semua tentu berkat dukungan teknologi
yang terus digunakan dan dikembangkan oleh
para ahlinya. Dengan semakin dekatnya batas
antara satu negara dengan negara lain peluang
untuk berinvestasi, terlebih lagi hampir semua
negara dewasa ini sudah membuka diri bagi
investor asing sangat terbuka luas. Oleh karena
itu daklah berlebihan, jika pakar ekonomi
Dorodjatun Kuntjoro-Jak mengemukakan:
“Meningkatnya perekonomian di banyak
negara ini, sebagai akibatnya adalah
“interdepedensi” pada akhirnya menciptakan
derajat keterbukaan ekonomi yang semakin
nggi di dunia, yang terlihat bukan hanya
pada arus peningkatan barang tapi juga pada
arus jasa serta arus uang dan modal. Pada
gilirannya arus investasi di dunia semakin
mengiku perkembangan keterbukaan
ini , sehingga dewasa ini peningkatan
arus investasi itulah yang memacu arus
perdagangan di dunia”3.
Untuk itu, cukup beralasan jika seap negara
saling bersaing untuk menarik calon investor
khususnya investor asing (Foreign Direct
Investment, FDI) untuk menanamkan modal di
negaranya. Dalam suasana seper ini peluang
yang begitu terbuka di era globalisasi agaknya
perlu disikapi secara posif.
Kehadiran investor asing dalam suatu negara
yang berdaulat memang dapat menimbulkan
berbagai pendapat dengan argumentasi masing-
masing. Pendapat tersebut antara lain ada yangmengekemukakan, kehadiran investor asing
dapat mengancam industri dalam negeri sendiri
dan bahkan mungkin mengancam kedaulatan
negara. Permasalahan semacam ini, bukannya
dak disadari oleh negara penerima modal
(host country). Perhakan misalnya apa yang
dikemukakan oleh B. Napitupulu:
3 Yanto Bashri (ed ), Mau Ke Mana Pembangunan Ekonomi Indonesia. Prisma Pemikiran Prof. Dr. Dorodjatun
Kuntjoro-Jakti, (Jakarta: Predna Media, 2003), hlm. 12-13.
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
25/199149Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
“……kebijakan Pemerintah RI dalam
menghadapi modal asing menunjukkan suatu
keinginan untuk memberikan proporsi yang
wajar sebagai potensi ekonomi negara-negara
asing melalui sistem seleksi dan pengarahanyang adequate dengan kedaulatan tunggal
yang dimiliki”4.
Pendapat senada diungkapkan oleh Rusdin:
“Salah satu krik terhadap globalisasi
adalah meningkatnya ketergantungan
antara ekonomi global, kekuatan ekonomi
yang menggankan dominasi pemerintah
dan memfokuskan kearah organisasi
perdagangan bebas (WTO). Keka dunia
ini menjadi satu pasar berakibat padasemakin kuatnya interpedensi atau saling
ketergantungan antara satu negara dengan
negara lainnya yang sama-sama mempunyai
kedaulatan nasional. Jadi yang sebenarnya
terjadi bukanlah satu negara tergantung
pada negara lainnya, melainkan suatu
situasi dan kondisi di mana semuanya
saling memerlukan untuk mempertahankan
keseimbangan polis, ekonomis dan tentu
pula dalam rangka pemenuhan kepenngan
masingmasing negara”5
.
Oleh karena itu, terbukanya hubungan antara
satu negara dengan negara lainnya, terlebih lagi
bagi negara-negara yang selama ini menutup diri
dengan dunia luar, mulai membuka diri. Hal ini
berar peluang untuk berinvestasi cukup luas.
Negara penerima modal pun menyadari bahwa
implikasi yang akan muncul dengan kehadiran
investor asing di negaranya suatu hal yang sulit
untuk dihindari. Dalam hal inilah dibutuhkan
leadership yang kuat dari penyelenggara negara,
sebab negara membutuhkan modal dalam mem-
bangun berbagai sektor. Modal yang dimaksud
di sini, dak semata-mata berupa dana segar
(fresh money), akan tetapi melipu teknologi
(technology), keterampilan (skill) serta sumber
daya manusia (human resource). Hal ini dengan
cermat dikemukakan oleh Usha Dar dan PratapK Dar:
“Most developing countries today believe
that it is not possible for them to achieve
their development aspiraon enrely on their
own and therefore, need the cooperaon of
other relavely more developed countries.
This cooperaon may take the form direct
investment or sharing of technical know-
how, skilled personal and management
experse” 6.
Pendapat di atas menguatkan dalil, bahwa
modal dibutuhkan untuk mengelola sumber
daya alam (natural resource) dan potensi
ekonomi (economic potenal) yang berada di
bawah otoritas negara. Adanya pengelolaan
secara opmal terhadap sumber daya alam dan
potensi ekonomi yang ada, diharapkan ada nilai
tambah dak saja bagi negara akan tetapi juga
bagi masyarakat pada umumnya, khususnyapada masyarakat dimana potensi batubara
tersebut berada. Adapun wujud pengelolaan
sumber daya alam dan potensi ekonomi yang
ada tersebut antara lain dapat dilakukan
oleh investor baik lokal maupun asing. Untuk
investor asing pada umumnya merupakan
Perusahaan Mul Nasional, PMN (Mul
Naonal Corporaon, MNC). Jenis perusahaan
ini hampir dapat dipaskan telah mempunyai
jaringan bisnis yang cukup kuat di berbagai
negara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh J.
Panglaykim:
“Beberapa alasan terjadinya investasi
langsung luar negeri yang dilakukan lewat
4 B. Napitupulu, Joint Ventures di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1975), hlm. 30.5 Rusdin, Bisnis lnternasional dalam Pendekatan Praktik, Jilid 1, (Bandung: Alfabeta, 2002), hlm. 34.6 Usha Dar dan Pratap K Dar. Investment Opportunities in ASEAN Countries. (New Delhi: Sterling Published Pvt, ltd,
1970), hlm. 1.
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
26/199150 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
MNC yakni: pertama, MNC memiliki
keunggulan komparaf (comparave
advantage) dan keunggulan khas yang
dimiliki oleh suatu perusahaan (rm’s specic
advantage); kedua, k eunggulan lokasi(locaon advantage); kega, i nternalisasi,
termasuk pemilikan modal yang dak terlihat
dengan kasat mata (intangible assets) seper
keahlian di bidang pemasaran, manajemen
dan teknologi. Selain keunggulan yang
telah dikemukakan di atas, pada umumnya
perusahaan yang berstatus MNC juga
mempunyai: jaringan kantor cabang dan
informasi di ngkat internasional; dukungan
pemerintah; serta konglomerat yang
terintergrasi secara verkal dan horizontaldalam bisnis dan kelompok-kelompok
industri. Berkat keunggulan inilah, pada
umumnya MNC siap melakukan investasi
langsung ke luar negeri”7.
Berkaitan dengan kehadiran investor asing
di suatu negara, menarik menyimak pendapat
yang dikemukakan oleh Robert Gilpin dan Jean
Milles Gilpin:
“Para penerima investasi langsung (Foreign
Direct Investment, FDI) bersikap mendua
menyangkut kegiatan MNC . Di satu sisi,
mereka menyadari bahwa FDI membawa
modal dan teknologi berharga ke dalam
negara. Di sisi lain, mereka takut didominasi
dan dieksploitasi perusahaan-perusahaan
yang kuat ini”8.
Barangkali disinilah letak problemakanya,
yakni di satu sisi kehadiranFDI sangat dibutuhkan,
terlebih lagi bagi negara-negara yang sedangberkembang. Di sisi lain, ada kekhawaran
berbagai pihak investor hanya berpikiran bisnis.
Oleh karena itu daklah.berlebihan jika Bob
Sugeng Hadiwinata mengemukakan:
“Ada sejumlah pakar ekonomi yang
mengaitkan ekspansi PMN ke negara
berkembang dengan dampak posif yang
dimbulkan oleh akvitas PMN sehingga
mendorong pemerintah negara berkembanguntuk lebih membuka diri bagi investasi asing.
Mereka pada umumnya bersepakat bahwa
negara berkembang menginginkan investasi
asing karena manfaat langsung yang dapat
dirasakan dari kehadiran PMN. Selanjutnya
dikemukakan: Dampak posif dari kehadiran
PMN yakni pertama memberikan kontribusi
pertumbuhan ekonomi suatu negara; kedua
menciptakan lapangan kerja baru dan
kega modal yang dibawa oleh PMN dapat
memperbaiki neraca pembayaran negaraberkembang9.
Terlepas dari pendapat pro dan kontra
terhadap kehadiran investasi asing, namun
secara teoris kiranya dapat dikemukakan,
bahwa kehadiran investor asing di suatu negara
mempunyai manfaat yang cukup luas (mulplier
eect). Manfaat yang dimaksud yakni kehadiran
investor asing dapat menyerap tenaga kerja di
negara penerima modal; dapat menciptakan
demand bagi produk dalam negeri sebagai
bahan baku; menambah devisa apalagi in-
vestor asing yang berorientasi ekspor; dapat
menambah penghasilan negara dari sektor
pajak; adanya alih teknologi (transfer of
technology) maupun alih pengetahuan (transfer
onow how). Dilihat dari sudut pandang ini
terlihat bahwa, kehadiran investor cukup
berperan dalam pembangunan ekonomi suatu
negara, khususnya pembangunan ekonomi di
daerah di mana FDI menjalankan akvitasnya.
7 J. Panglaykim, “Era Pasca Minyak Identik dengan Strategi Eskpor Nasional .” Analisa, Tahun XIV, No.1, (Januari,
1985). hlm. 8.8 Robert Gilpin dan Jean Mules Gilpin, The Challenge of Global Capitalism (Tantangan Kapitalisme Global)
Penerjemah: Haris Munadar, Dudy Priatna. (Jakarta: Raja Graindo Persada, Ed. 1, Cet. 1, 2002), hlm. 173.9 Bob Sugeng Hadiwinata. Politik Bisnis Internasional , (Yogyakarta: Kanisius, Cet. 1, 2002), hlm. 146
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
27/199151Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Ar penngnya kehadiran investor asing
dikemukakan oleh Gunarto Suhardi:
“Investasi langsung lebih baik jika
dibandingkan dengan investasi portofolio,karena investasi langsung lebih permanen.
Selain itu investasi langsung juga memberikan
kesempatan kerja bagi penduduk; mempunyai
kekuatan penggandaan dalam ekonomi local;
memberikan risidu baik berupa peralatan
maupun alih teknologi; bila produksi diekspor
memberikan jalan atau jalur pemasaran
yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal di
samping sekeka memberikan tambahan
devisa dan pajak bagi Negara; lebih tahan
terhadap uktuasi bunga dan valuta asing;
serta memberikan perlindungan polik
dan keamanan wilayah karena bila investor
berasal dari negara kuat niscaya bantuan
keamanan juga akan diberikan”10.
Sekalipun kehadiran investor membawa
manfaat bagi negara penerima modal, di sisi lain
investor yang hendak menanamkan modalnya
juga dak lepas dari orientasi bisnis (business
oriented), apakah modal yang diinvestasikan
aman dan bisa menghasilkan keuntungan.
Dengan demikian menjadi sangat penng
untuk dibahas bagaimana pelaksanaan pasar
bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA);
serta bagaimana ansipasi pemerintah
Indonesia dengan diberlakukan WTO serta
Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan
Perdagangan?
B. Metode Penelian
Penelian ini merupakan suatu penelian
yuridis normaf. Sebagai suatu penelian
yuridis normaf, maka penelian ini berbasis
pada analisis terhadap norma hukum, baik
hukum dalam ar law as it is wrien in the books
and statutes (dalam literatur dan peraturan-
perundang-undangan).11 Tik berat analisis
adalah norma hukum yang terdapat dalamliteratur dan peraturan perundang-undangan.
1. Tipe Penelian
Penelian tentang “ globalisasi, masyarakat
ekonomi ASEAN, Indonesia dan investasi”
merupakan penelian hukum normaf .
Penelian hukum normaf yang difokuskan
dalam penelian ini, antara lain melipu
penelian terhadap asas-asas hukum.12
Penelian hukum normaf yang berupa
penelian mengenai asas-asas hukum,
dilakukan terhadap kaedah-kaedah hukum
yang merupakan patokan-patokan berperilaku
atau bersikap ndak. Penelian tersebut
dapat dilakukan terutama terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, sepanjang bahan-
bahan tersebut mengandung kaedah-kaedahhukum, karena dak seap pasal dalam suatu
perundang-undangan mengandung kaedah
hukum, seper: pasal-pasal yang hanya memuat
batasan-batasan atau denisi-denisi dari suatu
islah sebagaimana lazimnya ditemukan pada
bab mengenai ketentuan-ketentuan umum dan
perundang-undangan tersebut.
2. Metode Pendekatan
Metode yang dipergunakan dalam
penelian ini adalah metode deskripf analis
dengan pendekatan utamanya yuridis normaf .
Deskripf analis berar menggambarkan
dan melukiskan sesuatu yang menjadi obyek
10 Gunarto Suhardi. Beberapa Elemen Penting dalam Hukum Perdagangan Internasional. (Yogyakarta: Universitas
Atmajaya, 2004), hlm. 45.11 Ronald Dworkin, Legal Research, (Daedalus: Spring,1973), hlm. 250.12 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta PT.Raja Graindo Persada, 1985), hlm. 28.
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
28/199152 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
penelian secara kris melalui analisis yang
bersifat kualitaf. Oleh karena yang ingin dikaji
berada dalam ruang lingkup ilmu hukum, maka
pendekatan normaf tersebut, melipu: asas-asas hukum, sinkronisasi peraturan perundang-
undangan, baik secara verkal maupun
horizontal, sistemaka hukum, inventarisasi
hukum posif, termasuk usaha penemuan
hukum inconcreto.13
Di dalam suatu penelian yuridis normaf ,
maka penggunaan pendekatan perundang-
undangan (statute approach) adalah suatu hal
yang pas. Dikatakan pas, karena secara logika
hukum, penelian hukum normaf didasarkan
pada penelian yang dilakukan terhadap bahan
hukum yang ada. Meskipun misalnya penelian
dilakukan karena melihat adanya kekosongan
hukum, namun kekosongan hukum tersebut
dapat diketahui, karena sudah adanya norma-
norma hukum yang mensyaratkan pengaturan
lebih lanjut dalam hukum posif.14
C. Pembahasan
1. Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA)
Bagi Indonesia, globalisasi dak dapat
dihindari, untuk mengatasi hal tersebut maka
yang harus diperhakan adalah kebijakan ke
depan untuk menghadapi globalisasi tersebut
sehingga kita dak hanya sekedar menjadi
pelengkap di rumah sendiri.
Demikian halnya dengan adanya kesepakatan
perdagangan di negara-negara ASEAN yangakan diterapkan pada tahun 2015, sebagaimana
dalam pertemuan ngkat nggi Kerja Sama
Ekonomi Asia Pasik 2013 di Bali. Kesepakatan
dalam forum 21 pemimpin ekonomi ini semakin
mengukuhkan kerja sama ekonomi berbasis
neoliberal. Setelah perdagangan dan investasi,
kini bertambah lagi liberalisasi sektor jasa.
Liberalisasi menjadi keniscayaan keka suatu
negara terikat perjanjian perdagangan bebas
(FTA). Indonesia termasuk di dalam perjanjian
kerja sama ASEAN FTA (AFTA), kerja sama AFTA-
Jepang, AFTA Indiea, AFTA China, AFTA Korea,
dan AFTA Australia-Selandia Baru.
Indonesia dak sendiri dalam
mengintegrasikan perekonomiannya pada pasar
dunia. Dalam lingkup anggota APEC, penurunan
tajam rata-rata bea masuk barang impor juga
dialami China, Peru, Filipina, Thailand, dan
Vietnam.
Namun, liberalisasi yang berjalan sejauh ini
lebih banyak menempatkan Indonesia sebagai
pasar kembang sebaliknya. Liberalisasi dak
diiku peningkatan kemampuan produksi
pangan, energi, dan industri manufaktur
dalam negeri menyebabkan banjir barang
impor. Kebijakan impor yang mulanya bersifat
13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali,1985), hlm.4-15. Lihat juga
Roni Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 11-12.14 Johnny Ibrahim, op.cit., hlm 301. Menurut Johnny Ibrahim, dalam kaitannya dengan penelitian normatif, dapat
digunakan 7 (tujuh) pendekatan, yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (statute approach); Perdekatan
Konsep (conseptual approach); Pendekatan Analitis (analythical approach); Pendekatan Historis (historical
approach);Pendekatan Filsafat (philosophical approach), Pendekatan Kasus (case approach). Bandingkan dengan
pendapat Peter Mahmud Mamiki yang hanya mengaktegorikan 6 (enam) metode pendekatan yang digunakan
didalam penelitian hukum, yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (statute approach); Perdekatan Konsep
(conseptual approach); Pendekatan Analitis (analythical approach); Pendekatan Historis (historical approach):
dan Pendekatan Kasus (case approach). Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, Mei 2006), hlm. 93.
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
29/199153Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
sesekali keka dibutuhkan berubah menjadi
impor struktural karena ketergantungan yang
nggi. Perlindungan terhadap produsen lokal
terabaikan. Tahun depan, persoalan pangantetap akan diselesaikan secara instan, melalui
impor.
Liberalisasi dak selamanya berdampak
negaf. Hanya saja, Indonesia belum bisa
mengambil manfaat sebesar-besarnya.
Liberalisasi keuangan dinilai punya dampak
posif terhadap pertumbuhan ekonomi internal
negara berkembang secara bertahap dan dalam
kondisi fundamental baik. Namun perlu keha-
haan terhadap dana panas (hot money ) yang
gampang ditarik investor asing.
Pemerintah harus mampu memanfaatkan
liberalisasi untuk kemajuan lebih baik dengan
meningkatkan daya saing produsen domesk.
Diperlukan kebijakan yang melindungi
masyarakat kelas bawah dan meningkatkan
kapasitas pelaku ekonomi skala kecil.
Keberanian pemerintah melakukan
transformasi dan dukungan kelembagaan
untuk memperbaiki infrastruktur, industri, dan
pertanian merupakan keharusan. Jika dak,
liberalisasi dak akan memberi manfaat bagi
Indonesia.
Tahun 2015 akan menjadi tahun penentuan
bagi perekonomian Indonesia, terutama dengan
mulai berlaku efekfnya Masyarakat EkonomiAsia: Indonesia akan menjadi pemenang, atau
sebaliknya pecundang di kawasan.
Salah satu yang paling ekstensif, ambisius,
dan di depan mata adalah Masyarakat Ekonomi
ASEAN, yang salah satu pilarnya adalah
pembentukan pasar tunggal ASEAN pada 2015
atau dua tahun dari sekarang. Di ASEAN sendiri
kesepakatan perdagangan bebas bilateral (BTA)
ditempuh karena kemajuan AFTA dianggapterlalu lamban. Masyarakat Ekonomi Asia (MEA)
yang akan menjadikan ASAN pasar tunggal dan
basis produksi kompef di kawasan, juga
bentuk dari respons ASEAN terhadap bangkitnya
ekonomi China dan India.Sebagai pasar tunggal, semua hambatan
perdagangan, baik tarif maupun tarif, akan
dihapuskan. Ansipasi terutama harus
kita lakukan terkait liberalisasi sektor jasa
sebagai sektor sensif. Lima sektor jasa yang
disepaka diliberalisasi adalah jasa kesehatan,
pariwisata, e-commerce, transportasi udara,
dan logisk. Kelimanya pada 2015 akan bebas
diperdagangkan lintas negara. Perdagangan jasa
mengatur liberalisasi tenaga kerja profesional
dan buruh manufaktur. Untuk profesional ada
lima kategori yang disepaka mulai beroperasi
bebas 2015, yaitu perawat, dokter, dokter gigi,
akuntan, dan insinyur. Tenaga profesional dan
buruh yang melintas batas negara ini harus
memenuhi standar yang sudah ditetapkan di
ASEAN.
Bentuk lahirnya ASEAN Charter yang
ditandatangani oleh 10 negara ASEAN pada 20
November 2007, yang dapat menjadi landasan
hukum bagi kerja sama ASEAN. Salah satu
tujuan lahirnya ASEAN Charter adalah:
“commied to intensying community
building through enhanced regional
cooperaon and integraon, in parcular by
establishing an ASEAN community comprising
The ASEAN Security Community, The ASEANEconomic Community, and The ASEAN Socio-
cultural Community”.
Khusus tujuan ASEAN – Charter dalam aspek
sosial-ekonomi, antara lain menyangkut poin-
poin nomor 5, 6, 9, 10 dan 11 sebagai berikut:
To create a single market and producon
base which is stable, prospereous, highly
compeve and economically integrated with
eecve facilitaon for trade and investment
in which there is free ow of goods, servicesand investment; facilitated movement of
business persons, professionals, talents and
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
30/199154 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
labor; and free ow of capital (poin 5); To
aleviate proverty and narrow the development
gap within ASEAN through mutual assistance
and cooperaon (poin 6); To promote
sustainable development so as to ensurethe protecon of the region’s environment,
the sustainability of its natural resources,
the preservaon of its cultural heritage and
the high quality of life of its peoples (poin
9); To develop human resources through
closer cooperaon in educaon and long-
life learning, and in science and technology,
for enpowerment of the peoples of ASEAN
and for the strengthening of the ASEAN
Community (poin 10); To enhance the well-
being and livelihood of the peoples ASEANby providing them with equitable access to
opportunity for human development, social
welfare and jusce (poin 11).
Jika melihat ke-5 (lima) point yang terdapat
dalam deklarasi ASEAN menyangkut sosial-
ekonomi dari ASEAN Charter tersebut,
menyangkut tujuan komunitas ekonomi
ASEAN, yaitu: pembentukan pasar tunggal,
pemberantasan kemiskinan, proteksilingkungan, pengembangan SDM dan Iptek
untuk pemberdayaan rakyat, dan jaminan akses
bagi rakyat menggapai pembangunan manusia,
kesejahteraan dan keadilan sosial.
Seper juga dalam menerjemahkan
Pancasila dan UUD NRI 1945, khususnya untuk
menyangkut tujuan sosial-ekonomi, akan
membutuhkan penjabaran dalam peraturan
perundang-undangan, paradigma/ plaorm,kebijakan dan dan strategi yang tepat untuk
mencapai tujuan nasional, yakni: melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan keterban dunia (Pembukaan
UUD NRI 1945). Maka dari itu, dalam mencapai
tujuan ASEAN Charter pun akan tergantung
paradigma/ plaorm, kebijakan dan strategi
operasional yang tepat untuk mencapai tujuankolekf kesepuluh negara ASEAN.
Dengan demikian, kiranya solusi ekonomi
kerakyatan berbasiskan UUD 45 dapat menjadi
pioner untuk mengisi paradigma, kebijakan
dan strategi yang tepat dalam mencapai tujuan
sosial-ekonomi ASEAN yang innya baik dalam
bidang kesejahteraan, keamanan maupun
perdamaian, di masing-masing negara ASEAN,
regional ASEAN secara kolekf serta dunia pada
umumnya.
ASEAN Investment Area mempunyai ga
komponen, yaitu fasilitasi investasi, promosi
investasi, serta liberalisasi investasi. Kegiatan
yang sedang berjalan di bidang fasilitasi investasi
dan promosi investasi harus didukung dengan
kuat melalui pembentukan “ASEAN Regional
Unit” sebagai suatu lembaga baru. Lembaga ini
bisa dimulai dengan menjadikannya bagian dari
ASEAN Secretariat.15
Melihat perkembangan global maupun
di wilayah ASEAN, komponen liberalisasi
investasi dak lagi memberikan perlakuan
preferensial bagi investor ASEAN. Dalam banyak
hal daklah tepat bagi negara-negara ASEAN
bahwa dalam rangka liberalisasi rejim investasi
mereka negara-negara ASEAN harus mendapatpreferensi terlebih dahulu sebelum preferensi
yang sama diberikan kepada investor-investor
non-ASEAN.16
Sebagaimana dikatakan selain pasar tunggal
ASEAN yang berlaku tahun 2015, sebelumnya
telah ada 19 (sembilan belas) kesepakatan sejak
15 C.P.F. Luhulima, Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015 , (Jakarta: Pustaka Pelajar & LIPI, 2011), hlm. 42.16 Ibid .
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
31/199155Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
tahun 2011 mengenai perdagangan bebas (FTA)
dimana 7 (tujuh) diantaranya telah berjalan, 1
(satu) belum mulai berlaku, 3 (ga) masih dalam
status negosiasi, 2 (dua) dalam status negosiasi,tetapi kerangka kesepakatannya sudah ditanda
tangani, serta 6 (enam) masih berstatus usulan.
Dari 7 (tujuh) yang telah berjalan hanya satu
yang FTA bilateral, yakni kesepakatan kemitraan
ekonomi (EPA) Indonesia-Jepang, sedangkan
6 (enam) sisanya FTA yang ditandatangani
Indonesia sebagai bagian dari ASEAN, termasuk
AFTA.17
Untuk membuat ASEAN menjadi landasan
produksi tunggal yang kompef sangatlah
penng untuk menarik FDI yang berkualitas
paling baik dalam kuantas yang sebesar
mungkin terlepas dari country of origin. Harus
kita ingat bahwa arus masuk investasi langsung
dak digerakkan oleh negara-negara anggota
ASEAN, melainkan oleh perusahaan-perusahaan
mulnasional Amerika Serikat, Uni Eropa dan
Jepang.
Masuknya perusahaan mulnasional AS-
Eropa dan Jepang harus dapat dipahami oleh
ASEAN bahwa kesepakatan yang telah dibuat
harus dapat diimplementasikan, dak seper
halnya yang terjadi di Indoensia, begitu investor
mulai melakukan akvitasnya selalu terhambat
dengan kepenngan daerah tertentu, hal ini
bertentangan dengan kesepakatan dalam WTOmaupun ASEAN saat ini.
Di dalam rangka ini ASEAN memang harus
membuat dua keputusan penng, pertama,
Melangkah lebih jauh dari rekomendasi HLTF
yang tercantum di dalam Bali Concord II dan
membuka semua sektor manufaktur bagi
investasi asing. Hal ini tentu berar bahwa dak
perlu lagi ada temporary exclusion list (TEL) dan
sensive list dalam sektor manufaktur, dengan
menggunakan ASEAN-X formula. Kedua, ASEANharus membuka diri bagi semua investor, jadi
dak lagi ada perbedaan antara invetasi dari
ASEAN dan non-ASEAN.
Apabila melihat kesepakatan dalam Bali
Concord II khususnya dalam hal penerbangan
maka yang terjadi adalah pihak Indonesia
mengalami kerugian dengan pembagian wilayah
penerbangan khususnya perjanjian dengan
pihak Malaysia.18
Untuk membangun suatu landasan
produksi tunggal, ASEAN harus mendorong
pembentukan jejaring produksi regional di
Asia Tenggara. Kecenderungan global dalam
manufaktur menunjukkan suatu pergeseran
ke adopsi teknik-teknik produksi yang eksibel
dan pembangunan jejaring produksi yang
terintegrasi. Kompesi yang keras berar bahwa
daklah lagi cost eecve apabila seluruh
rangkaian manufaktur dilakukan di dalam
satu perusahaan (in-house) atau di dalam satu
negara. Untuk mempersingkat rangkaian dan
waktu produksi dan pengantaran ke pasar yang
cepat, perusahaan-perusahaan mulnasional
mengintegrasikan kegiatan manufaktur mereka
di berbagai lokasi dan memperkenalkan teknik
manajemen Just-In-Time dan seringkali melaluisubkontrak internasional. Kecenderungan
produksi global ini berar bahwa dak hanya
mencari pasar yang lebih besar, melainkan
juga tempat-tempat di mana mereka dapat
membangun jejaring produksi yang esien.
17 Sri Hartati, Perdagangan Internasional Indonesia dan Globalisasi, dalam Tinjauan Kompas, Menatap Indonesia
2014, Tantangan, Prospek Politik dan Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2014), hlm. 67-68.18 Rusli, M, Opensky Bali Concord II ASEAN, (Padang: (tanpa penerbit), 2012), hlm. 120.
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
32/199156 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Strategi perusahaan mulnasional yang kini
muncul menunjukkan bahwa mereka sudah
rencanakan untuk memanfaatkan wilayah
Asia Tenggara sebagai landasan produksiuntuk dapat memperbesar volume penjualan
mereka di pasar ASEAN dengan sekaligus
mengembangkan sarana perolehan komponen
di wilayah ASEAN, peningkatan spesialisasi
produk untuk mencapai economies of scale, dan
pemenngan keuntungan atas dasar operasi di
wilayah ASEAN.
HLTF on ASEAN Economic Integraon juga
menyarankan pembentukan jejaring ASEAN
Free Trade Zones, sehingga perusahaan-
perusahaan dapat menstrukturkan proses
manufaktur mereka melintasi berbagai negara
ASEAN “to take advantage of their cooperave
strengths” dan di dalam proses itu meningkatkan
perdagangan dan investasi intra-ASEAN.
Kemudian, ASEAN harus pula “undertake more
eecve joint ASEAN facilitaon and promoon
measures and develop new sources of inward
FDI”, seper dari China, India dan Republik
Korea, untuk melengkapi FDI dari AS, UE dan
Jepang.
Arus bebas barang manufaktur sangat
penng untuk mempromosikan ASEAN
sebagai landasan produksi tunggal. ASEAN
sudah melaksanakan liberalisasi perdagangan
melalui AFTA. Dalam rangka penurunan tarifsuatu kemajuan yang besar sudah dicapai
dengan AFTA. Arus bebas dak hanya berar
penghapusan tarif, melainkan harus sekaligus
pula berar penghapusan rintangan non-tarif.
ASEAN harus mengusahakan penghapusan
rintangan tarif dalam perdagangan intra-
ASEAN, khususnya barang-barang manufaktur.
Bagi beberapa negara, termasuk negara-negara
CMLV, hal ini merupakan suatu tantangankarena tarif atas perdagangan internasional
merupakan bagian yang besar bagi pemasukan
negara. Hal ini memang harus dihadapi dan
mekanisme harus dicari untuk mengatasinya.
Suatu analisa dari perdagangan infra-ASEANmemperlihatkan adanya landasan produksi
regional di ASEAN. Suatu penurunan dalam
saham produk yang berlandaskan sumber
daya alam (resource-based products) dalam
perdagangan intra-ASEAN selama 20 tahun
disertai dengan peningkatan ekspor produk
listrik dan elektronik, yang kini hampir mencapai
separoh dari arus dagang ASEAN, sebagian
besar daripadanya suku cadang dan komponen.
Kecenderungan ini menunjukkan suatu potensi
yang jelas bagi producon sharing sebagai
bagian dari jejaring produksi regional.
Akses yang meningkat sebagai akibat
dari penurunan rintangan tarif dan non-tarif
daklah cukup untuk menjamin arus barang
yang bebas di ASEAN. Biaya transaksi yang
nggi bagi perdagangan internasional yang
disertai antara lain bea-cukai yang dak esien
dan standar yang dak jelas dapat menurunkan
nilai perdagangan secara signikan.
ASEAN perlu segera mengupayakan
penurunan biaya transaksi ini dengan cepat
dan drass. Upaya untuk menurunkan biaya
transaksi ini memerlukan suatu komitmen yang
jauh lebih besar daripada upaya yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah akses pasar.Inisiaf fasilitasi ini sering memerlukan
pembentukan badan-badan baru atau
perombakan total lembaga-lembaga yang
sudah ada. Lagi pula, usaha ini hams
dilakukan semua negara ASEAN secara
bersama-sama, semua negara anggota harus
mengimplementasikan paling sedikit suatu
rangkaian minimal dari inisiaf-inisiaf utama,
khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
33/199157Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
mengharmonisasikan prosedur perbatasan dan
standarisasi.
Pemerintah-pemerintah ASEAN harus
memusatkan sumber dayanya, baik ekonomi,maupun polik, untuk menjamin bahwa fasilitasi
ini dak hanya akan mengurangi biaya transaksi,
melainkan pada akhirnya juga mendukung
perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
HLTF merekomendasikan integrasi jalur
cepat dari 4 sektor jasa yang diprioritaskan,
yaitu e-ASEAN, jasa kesehatan, perjalanan udara
dan pariwisata. HLTF juga merekomendasikan
bahwa integrasi sektor jasa diimplementasikan
melalui liberalisasi yang dipercepat sektor-
sektor prioritas ini, pengembangan MRA yang
dipercepat, dan pendorong joint ventures dan
kerjasama, termasuk pasar negara kega.
Integrasi sektor jasa harus memfasilitasi
proses pembangunan landasan produksi tunggal
ASEAN. Inisianisiaf regional harus pula
ditujukan untuk mempromosikan low cost high
quality service industries yang memungkinkan
ASEAN mengembangkan diri sebagai suatu
outsourcing hubungan global.
Di samping keempat sektor prioritas di
atas, ASEAN harus pula mempermbangkan
untuk mempercepat sektor-sektor jasa: Jasa
keuangan (seper banking and capital markets);
t elekomunikasi; jasa bisnis profesional (seper
akuntansi dan hukum); logisk dan transportasi;pendidikan; serta energi.
Integrasi sektor jasa dapat pula dipercepat
dengan memasukkan industri jasa ke dalam
liberalisasi investasi di bawah ASEAN Investment
Area (AIA), yang dipermbangkan ASEAN.
Liberalisasi sektor jasa ini harus pula dilakukan
ke luar ASEAN. Hal ini berar bahwa ASEANFramework Agreement on Services (AFAS)
harus dinggalkan untuk suatu jalur alternaf
yang lebih cepat. Salah satu jalur di sini ialah
mengadopsi suatu kebijakan ASEAN bagi
pembukaan sektor-sektor jasa prioritas secara
global. Kebijakan ini dengan sendirinya berar
pula kebijakan imigrasi yang terbuka bagi tenaga
kerja profesional dan trampil.
2. Ansipasi Pemerintah Indonesia
Dengan Diberlakukan WTO Serta
Kehadiran Undang-Undang Perindus-
trian Dan Perdagangan
Memperhakan ketentuan pada saat
Ministreal Meeng to the APEC Summit 2004
bahwa tanpa melihat sistem ekonomi yang
bagaimanapun yang diterapkan oleh suatu
negara maka seap negara bergerak ke arah yang
sama yaitu persaingan global dan perdagangan
bebas.19 Perdagangan bebas merupakan media
yang efekf dan damai dalam peningkatan
kekayaan masing-masing negara. Karena
negara-negara diuntungkan dengan kerjasama
perdagangan yang akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.20 Lebih dari itu,
agar terciptanya a peaceful global order, sistemdunia harus diarahkan menuju sebuah pasar
global, di mana barang dan jasa dapat bergerak
bebas melintasi batasan-batasan negara.21
19 Harian Kompas, “ASEAN Berencana Menjadi “Pasar Tunggal”. 7 Oktober 2003, Rizal Malaranggeng, Mendobrak
Sentralisme Ekonomi, Indonesia 1986-1992, (Kepustakaan Popular Gramedia bekerja sama dengan Freedom
Institute, 2004), hlm. 19-33.20 Scott Burchill & Andrew Linklater, Theories of International Relation, (The United States of America: St. Martin’s
Press. Inch., 1996), hlm. 32.21 Handy Hady, Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Indonesia: Ghalia, 2001),
hlm. 65.
8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf
34/199158 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014
Josep E. Sglitz menjelaskan capaian-
capaian posif dari perdagangan bebas sebagai
akibat dari proses globalisasi ekonomi yang
melanda dunia, yaitu:Opening up to internaonal trade has he