MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    1/199

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    2/199

    Jurnal RechtsVinding merupakan majalah ilmiah hukum yang memuat naskah-naskah di bidang hukum.

     Jurnal RechtsVinding terbit secara berkala ga nomor dalam setahun di bulan April, Agustus, dan Desember.

    Pembina

     Adviser 

    : Dr. Wicipto Seadi, S.H., M.H.Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI

    Pemimpin Umum

    Chief Execuve Ocer 

    : Yunan Hilmy, S.H., M.H.Kepala Pusat Penelian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN

    Wakil Pemimpin Umum

    Vice Chief Execuve Ocer 

    : Widya Oesman, S.H., M.H.

    Pemimpin Redaksi

    Editor in Chief

    : Arfan Faiz Muhlizi, S.H., M.H. (Hukum Tata Negara, BPHN, Jakarta)

    Anggota Dewan Redaksi

    Editorial Board 

    : Marulak Pardede, S.H., M.H. (Hukum Bisnis, BPHN, Jakarta)Mosgan Situmorang, S.H., M.H. (Hukum Bisnis, BPHN, Jakarta)Ahyar Ari Gayo, S.H., M.H. (Hukum Islam, BPHN, Jakarta)

    Mitra Bestari

    Peer Reviewer 

    : Prof. Dr. IBR Supancana, S.H., M.H. (Hukum Perdata Internasional, Universitas AtmaJaya, Jakarta)Prof. Dr. Sulistyawa Irianto, S.H., LL.M. (Antropologi Hukum, Universitas Indonesia,Jakarta)Dr. Hadi Subhan, S.H., M.Hum. (Hukum Perdata, Universitas Airlangga Surabaya)Prof. Dr. Rianto Adi, S.H., M.A. (Sosiologi Hukum, Universitas Atma Jaya, Jakarta)

    Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., (Hukum Tata Negara, Universitas Indonesia, Jakarta)Dr. Tauqurrohman Syahuri, S.H., M.H. (Hukum Tata Negara, Komisi Yudisial, Jakarta)

    Redaktur Pelaksana

    Managing Editor 

    : Nunuk Febriananingsih, S.H., M.H.

    Sekretaris

    Secretaries

    : Tyas Dian Anggraeni, S.H.,M.H.Apri Lisyanto, S.H.

    Tata Usaha

     Administraon

    : Ade Irawan Tauk, S.H.Masnur Monika Malau, S.H., M.H.Endang Wahyuni Setyawa, S.E.Eko Noer Krisyanto, S.H., M.H.Dwi Agusne, S.H., M.H.

    Desain LayoutLayout and cover 

    : Iis Trisnawa, A.Md.

    Alamat:

    Redaksi Jurnal RechtsVinding

    Pusat Penelian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional

    Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI

    Jl. Mayjen Sutoyo Cililitan Jakarta, Telp.: 021-8091908 ext.105, Fax.: 021-8002265

    e-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected] 

    website: www.rechtsvinding.bphn.go.id

    Isi Jurnal RechtsVinding dapat dikup dengan menyebutkan sumbernya(Citaon is permied with acknowledgement of the source)

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    3/199

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    4/199

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    5/199i

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    PENGANTAR REDAKSI

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenan-Nya, Jurnal Rechtsvinding (JRV) Volume 3 Nomor 2Tahun 2014 ini bisa diterbitkan dengan menyajikan arkel-arkel bertema “Kesiapan Hukum Nasional

    Dalam Menghadapi ASEAN Community   2015”. Tema ini dipilih mengingat semakin mendekatnya

    pelaksanaan ASEAN Community  2015, tetapi masih banyak persoalan yang belum diselesaikan, baik

    secara yuridis maupun struktural.

    Terdapat opmisme sekaligus pesimisme yang tergambar dalam beberapa arkel edisi kali ini.

    Opmisme terlihat dalam tulisan Syprianus Ariesteus yang berharap bahwa dengan adanya perdagangan

    bebas, interaksi antarnegara dalam perdagangan menjadi lebih intensif tanpa harus dibatasi oleh

    peraturan yang membelenggu di dalam negeri negara tujuan. Untuk itu harus segera dijalankan

    sebuah transformasi industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan yang selekf untuk menjalankannya.Syprianus Aristeus menawarkan  peleburan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi

    satu agar ada satu kebijakan industri yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus

    menginduk kepada kebijakan industri. Senada dengan ini, Masnur Tiurmaida Malau  yang melihat

    pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2015 menuntut upaya-upaya persiapan yang maksimal

    dari negara-negara anggotanya terutama dari sisi perangkat hukum di berbagai sektor seper lalu

    lintas barang dan modal, tenaga kerja terampil dan penurunan bea masuk (tari barrier ). Begitu juga

    dengan Subianta Mandala memandang pendekatan konsensus atau musyawarah untuk mufakat

    perlu diubah model pendekatan yang berlandaskan aturan hukum (rules-based ) dalam menghadapi

    MEA ini, termasuk kerangka hukum penyelesaian sengketa. Salah satu mekanisme penyelesaiansengketa yang menarik dibahas adalah mekanisme penyelesaian sengketa utang piutang pajak yang

    memposisikan negara sebagai Kreditor. Hal ini lebih jauh dibahas oleh B.G.M. Widipradnyana Arjaya

    yang menawarkan penyelesaian sengketa melalui prosedur kepailitan dengan mengopmalkan peran

    Kejaksaan.

    Pendekatan yang berlandaskan aturan hukum sebagaimana ditawarkan Subianta Mandala  juga

    didukung oleh Muhammad Sapta Mur yang memandang perlunya penataan regulasi akibat tumpang

    ndih regulasi di Pulau Batam. Tumpang ndih regulasi tersebut melahirkan dua otoritas yang justru

    menghambat pembangunan. Dengan memberikan perhaan pada hal ini maka diharapkan cita-cita

    menjadikan Batam sebagai jalur perdagangan internasional dapat berhasil.Di sisi lain pesimisme pelaksanaan MEA 2015 juga tergambar dalam beberapa arkel seper Harison

    Citrawan dan Ade Irawan Tauk.  Harison Citrawan menunjukkan bahwa interaksi perlindungan HAM

    di ngkat regional dengan nasional akan sia-sia apabila dak diiku dengan ngkat kepatuhan hukum

    (legal compliance) negara-negara anggota ASEAN terhadap norma dan prinsip HAM di ngkat domesk.

    Terdapat kebutuhan akan harmoni dalam reposisi polik hukum HAM baik di ngkat nasional dan

    regional, agar dapat diimplementasikan. Sementara Ade Irawan Tauk menyoro isu ketenagakerjaan,

    khususnya masih menonjolnya perlakuan yang dak manusiawi terhadap pekerja migran. Untuk itu

    Piagam ASEAN perlu dielaborasi lebih jauh agar terwujud konsensus dalam penyusunan instrumen

    perlindungan hak pekerja migran, meski terdapat pesimisme bahwa dukungan dan komitmen negaraanggota ASEAN masih relaf rendah. Pesimisme terkait isu ketenagakerjaan ini kemudian dibahas

    lebih jauh oleh Muhammad Fadli  dengan meningatkan perlunya menjalankan amanat Undang-

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    6/199ii

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk memberikan pelahan kerja serta

    pembentukan Badan Nasional Serkasi Profesi yang bertugas mempersiapkan tenaga kerja terampil,

    berkualitas dan berdaya saing serta diakui oleh negara ASEAN lainnya dalam menghadapi Masyarakat

    Ekonomi ASEAN 2015. Mekanisme perlindungan ketenagakerjaan lainnya ditawarkan oleh Budi S.P.Nababan dengan mengatur Tenaga Kerja Asing (TKA) melalui Peraturan Daerah (Perda). Menurutnya

    perlu Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan TKA agar daerah bisa memungut

    retribusi terhadap perpanjangan izin bekerja para TKA, sebab tanpa adanya pengaturan maka dak

    ada dasar yuridis bagi Pemerintah Daerah untuk memungutnya. Hal ini juga merupakan salah satu

    bentuk pengawasan TKA di Indonesia.

    Semoga gagasan-gagasan yang dituangkan melalui berbagai judul arkel di Volume 3 Nomor 2

    Tahun 2014 ini dapat memperkaya khasanah pemikiran hukum dan sekaligus bermanfaat bagi langkah-

    langkah ansipaf menghadapi pelaksanaan ASEAN Community  2015.

    Redaksi 

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    7/199iii

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    DAFTAR ISI

    Pengantar Redaksi………………………………………………………………………………………………….............………..… i-ii

    Daar Abstrak

    Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia Dalam Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEANSyprianus Aristeus .......…………..……………………………………………………………………….…………..............……. 145-162

    Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia menghadapi Liberalisasi EkonomiRegional: Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015Masnur Tiurmaida Malau ………………………………..……………………………………….………………...........…........ 163-182

    Pengaturan Kerangka Hukum ASEAN Untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015Subianta Mandala ......………………...............…………………………………………...…...........…………...…............ 183-196

    Wewenang Kejaksaan Sebagai Pemohon Pailit Untuk Kepenngan Negara Terhadap Utang PajakSubyek Hukum dari Negara Anggota ASEAN Non-Indonesia Pasca Berlakunya AECB.G.M. Widipradnyana Arjaya ..........…..…..…………………..………………..…………………...........…...….…….... 197-214

    Urgensi Otonomi Khusus Batam Dikaitkan Dengan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

    Muhammad Sapta Mur ...………………………………………………………………………….………………....…............ 215-235

    Menuju ASEAN Polical and Security Community : Krik dan Tantangan Polik Hukum HAMIndonesia dalam Regionalisme HAM ASEANHarison Citrawan ……………………..………………………………………………………………………......………................ 237-254

    Peran ASEAN Dan Negara Anggota ASEAN Terhadap Perlindungan Pekerja MigranAde Irawan Tauk .........…..……………………………………............................................……………………………. 255-280

    Opmalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan Dalam Mempersiapkan Tenaga Kerja TerampilMenghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015Muhammad Fadli ...........…..………………………………………………..........……………………………………....…….…. 281-296

    Pembentukan Peraturan Daerah Tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan TenagaKerja Asing Sebagai Persiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015Budi S.P. Nababan .............................….………………………………………………..........…………….......…………... 297-309

    Biodata Penulis

    Pedoman Penulisan Jurnal RechtsVinding

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    8/199

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    9/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    Kata Kunci Bersumber dari arkel.

    Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.

    UDC: 341.176

    Syprianus Aristeus

    Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia Dalam Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN

    Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162

    Kebijakan perdagangan bebas, dan pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015 harus dapat dilaksanakan sesuai dengan

    kesepakatan yang telah dibuat. Sebagai pasar tunggal baik di perdagangan bebas maupun ASEAN semua hambatan

    perdagangan khususnya seper tarif akan dihapuskan, ansipasi terutama harus kita lakukan adalah terkait dengan

    liberalisasi sektor jasa sebagai sektor sensif, adapun lima sektor tersebut adalah jasa kesehatan, pariwisata, e-commerce,

    transportasi udara dan logisk. Kelimanya akan efekf pada tahun 2015 mendatang. Untuk itu akan dibahas bagaimanapelaksanaan pasar bebas MEA di Indonesia dan bagaimana ansipasi pemerintah Indonesia dengan diberlakukan WTO

    serta Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelian hukum

    normaf, hasil penelian menunjukkan bahwa  negara-negara di dunia yang terlibat langsung dalam perdagangan

    bebas mempunyai hak untuk menjual produk baik barang ataupun jasa terhadap negara lain tanpa harus dibebani

    oleh batasan-batasan pajak atau bea masuk, serta peraturan yang membelenggu. Untuk itu harus segera dijalankan

    sebuah transformasi industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan industrial yang selekf. Hal ini perlu dilakukan salah

    satunya dengan cara penguatan peran Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi satu kementerian agar ada

    satu kebijakan industri yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus menginduk kepada kebijakan

    industri.

    Kata Kunci: globalisasi, industri, investasi

    UDC: 341.236

    Masnur Tiurmaida Malau

    Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia menghadapi Liberalisasi Ekonomi Regional:

    Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

    Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 163-182

    Akselerasi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2015 menuntut upaya-upaya persiapan yang maksimal dari

    negara-negara anggotanya termasuk Indonesia. Salah satu sendi kehidupan yang penng dipersiapkan yaitu sendihukum dalam sektor tertentu seper persaingan usaha dan liberalisasi jasa. Hal ini penng karena dapat menciptakan

    alur serta panduan bagi suatu negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan juga dapat mengarahkan masyarakat

    serta perangkat negara lainnya menuju tahap yang ingin dicapai, sehingga pengaturan melalui kebijakan ( policy ) ini

    merupakan langkah pertama sebagai upaya mempersiapkan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang

    akan datang. Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pandangan bagaimana kesiapan Indonesia dalam hal

    peraturan untuk menghadapi liberalisasi jasa dan persaingan usaha. Metode pendekatan yang digunakan dalam kajian

    ini adalah deskripf analis yang menjelaskan dan menganalisis dari sisi hukum berbagai peraturan yang dilakukan oleh

    pemerintah Indonesia dalam persiapan menuju ASEAN Economic Community  2015. Hasil dari kajian ini menunjukkan

    bahwa pemerintah Indonesia berusaha mempersiapkan diri melalui berbagai peraturan guna menyongsong ASEANEconomic Community  2015 walaupun dari segi pelaksanaan belum opmal dan belum menyentuh seluruh segi kehidupan

    bernegara, pemerintah Indonesia harus segera mengopmalkan usaha guna memperkuat kesiapan Indonesia bersaing

    dalam ASEAN Economic Community  2015.Kata Kunci: kebijakan, perangkat negara, persaingan usaha

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    10/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    Kata Kunci Bersumber dari arkel.

    Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.

    UDC: 341.176

    Subianta Mandala

    Penguatan Kerangka Hukum ASEAN Untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

    Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 183-196

    Negara negara anggota ASEAN pada umumnya kurang menyukai pendekatan yang terlalu legalisk dalam hubungan

    diantara mereka, dan cenderung memilih pendekatan “ASEAN Way” yaitu melalui konsensus atau musyawarah untuk

    mufakat. Namun demikian, menjelang terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahunn 2015, ASEAN perlu

    mengembangkan model pendekatan yang berlandaskan aturan hukum (rules-based ). Pendekatan hukum tersebutdiharapkan dapat digunakan dak saja dalam kerangka merumuskan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh ASEAN

    yang umumnya dibuat dalam perjanjian atau persetujuan ASEAN, namun juga untuk menyelesaikan sengketa-sengketa

    yang mbul diantara anggota negara negara ASEAN dalam mengimplementasikan kewajiban-kewajiban yang lahir dari

    kesepakatan atau perjanjian yang dibuat diantara mereka. ASEAN secara bertahap mulai mengembangkan kerangka

    hukum dalam melakukan kerjasama ekonomi yang berlangsung diantara anggota negara-negara ASEAN. Tulisan ini

    mencoba mengkaji lebih dalam langkah-langkah yang telah diambil oleh ASEAN dalam upaya mereka mempererat

    kerjasama ekonominya, dan kajian tersebut dilakukan dalam perspekf pengembangan kerangka hukum sebagai

    landasan bagi kerjasama ekonomi di ASEAN. Mengingat bahwa kerangka hukum yang dimasudkan disini bukan saja

    menyangkut pembentukan substansi hukum, tetapi juga melipu penyelesaian sengketa, tulisan ini juga membahas

    mekanisme penyelesaian sengketa yang tersedia di internal ASEAN.Kata Kunci: kerangka hukum, kerjasama ekonomi, kesepakatan

    UDC: 347.427

    B.G.M. Widipradnyana Arjaya

    Wewenang Kejaksaan Sebagai Pemohon Pailit Untuk Kepenngan Negara Terhadap Utang Pajak Subyek

    Hukum Dari Negara Anggota Asean Non-Indonesia Pasca Berlakunya AEC

    Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 197-214

    Mulai berlaku efekfnya Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community  diharapkan membawa dampakposif terhadap perekonomian Indonesia, khususnya bidang perpajakan sebagai sumber utama pendapatan negara.

    Pemerintah berkewajiban untuk mengelola secara maksimal pendapatan pajak yang diperoleh pemerintah Indonesia

    dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh subyek hukum negara ASEAN non-Indonesia, salah satunya pengelolaan

    pendapatan pajak adalah dengan menyelesaikan sengketa utang piutang pajak yang memposisikan negara sebagai

    Kreditor. Salah satu pilihan penyelesaian sengketa yang dapat digunakan adalah melalui prosedur kepailitan dengan

    pengajuan permohonan pailit demi kepenngan umum oleh Kejaksaan pada sistem peradilan Indonesia serta

    melaksanakan pengurusan harta Debitur pailit yang berada di luar Indonesia untuk membayar utang pajak terhadap

    Kreditor melalui kepailitan lintas batas (cross border insolvency ).Kata kunci: utang pajak, kepailitan lintas batas, kejaksaan

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    11/199

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    12/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    Kata Kunci Bersumber dari arkel.

    Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.

    UDC: 341.176

    Ade Irawan Tauk

    Peran ASEAN Dan Negara Anggota ASEAN Terhadap Perlindungan Pekerja Migran

    Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 255-280

    Isu pekerja migran bukan hal baru, namun masih isu yang aktual, karena masih banyak terjadinya sisi negaf berupa

    perlakuan yang dak manusiawi terhadap pekerja migran. Dalam lingkup ASEAN, Indonesia bukan satu-satunya negara

    pengirim pekerja migran, namun terdapat negara lain dengan negara tujuan yang hampir sama. Permasalahan yang dialami

    oleh pekerja migran dari negara-negara tersebut pada dasarnya hampir sama dengan yang dialami oleh pekerja migran dariIndonesia. Penelian ini mengangkat permasalahan, yakni bagaimana peran ASEAN dalam melindungi pekerja migran dan

    bagaimana kesiapan instrumen hukum Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam melindungi pekerja

    migran. Dengan menggunakan metode studi tekstual, didapatkan kesimpulan bahwa peran ASEAN dalam melindungi

    pekerja migran telah tertuang di Piagam ASEAN yang dielaborasikan ke dalam 3 (ga) pilar Komunitas ASEAN, namun

    peran tersebut dak dapat maksimal karena dak terciptanya konsesus dalam penyusunan instrumen perlindungan

    hak pekerja migran. Rekomendasi terhadap kebuntuan tersebut adalah dengan membawa dan membahasnya

    ke dalam pertemuan Dewan Komunitas ASEAN, karena isu tersebut merupakan isu lintas komunitas. Peran ASEAN

    sangat tergantung kepada upaya masing-masing negara anggota ASEAN dalam merumuskan regulasi dalam hukum

    nasionalnya masing-masing untuk mengimplemantasikan instrumen ASEAN terkait perlindungan pekerja migran,

    namun hal ini belum didukung dengan peran negara anggota ASEAN yang relaf rendah dalam komitmen perlindungan

    pekerja migran.

    Kata Kunci: pekerja migran, komitmen, perlindungan

    UDC: 349.26

    Muhammad Fadli

    Opmalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

    Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 281-296

    Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah salah satu pilar pembentukan Komunitas ASEAN dan merupakan bentuk integrasiekonomi regional yang mulai di berlakukan pada tahun 2015. Pemberlakuan tersebut akan menjadikan ASEAN sebagai

    pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran

    modal yang bebas antar-negara di kawasan ASEAN. Arus bebas tenaga kerja terampil tersebut harus dimanfaatkan

    oleh Indonesia sebagai peluang dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Hal yang menjadi

    permasalahan adalah bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dalam mempersiapkan

    tenaga kerja terampil menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dengan menggunakan metode penelian yuridis

    normaf dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan yang mendukung

    terciptanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas atau tenaga kerja terampil. Maka dari itu, Undang-Undang Nomor

    13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan berbagai kebijakan lain yang mengamanatkan pemberian pelahan kerja

    serta pembentukan Badan Nasional Serkasi Profesi yang bertugas memberikan serkasi kompetensi kerja harus

    diopmalkan, guna mempersiapkan tenaga kerja terampil, berkualitas dan berdaya saing serta diakui oleh negara

    ASEAN lainnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

    Kata Kunci: opmalisasi, kebijakan, tenaga kerja

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    13/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    Kata Kunci Bersumber dari arkel.

    Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.

    UDC: 34.03

    Budi S.P. Nababan

    Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Di Tengah Liberalisasi

    Tenaga Kerja Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

    Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 297-309

    Salah satu pilar utama ASEAN Vision 2020 adalah ASEAN Economic Community yang akan dipercepat di tahun 2015

    sehingga akan menyebabkan terjadinya liberalisasi tenaga kerja di kawasan Asia Tenggara. Adapun yang menjadi

    permasalahan dalam tulisan ini adalah mengapa diperlukan Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin MempekerjakanTenaga Kerja Asing di tengah liberalisasi tenaga kerja ASEAN Community  2015. Dengan menggunakan penelian yuridis

    normaf diketahui bahwa Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing diperlukan

    agar daerah bisa memungut retribusi terhadap perpanjangan izin bekerja para TKA (kecuali Instansi Pemerintah, Badan-

    Badan Internasional dan Perwakilan Negara Asing), sebab tanpa adanya pengaturan (regeling) dak ada dasar yuridis

    bagi Pemerintah Daerah untuk memungutnya. Mengingat ngginya potensi kehadiran TKA, penulis menyarankan agar

    segera dibentuk Ranperda tentang Retribusi Perpanjang Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing bagi daerah yang

    belum memiliki Perda tersebut dan menjadikannya skala prioritas untuk dibahas dan ditetapkan menjadi perda . Kata Kunci: retribusi , tenaga kerja asing, peraturan daerah

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    14/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.

    This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .

    UDC: 341.176

    Syprianus Aristeus

    Industry and Trade Opportunity of Indonesia on ASEAN Economic Community 

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 145-162

    Free trade policy and the ASEAN single market in 2015 must be implemented in accordance with the agreements that

    have been made. Either as a single market in free trade and ASEAN all trade barriers such as taris will be abolished in

     parcular, the main ancipaon to do is related to the liberalizaon of the service sectors as a sensive sectors, thre

    are ve service sectors such as health services, tourism, e-commerce, air transportaon and logiscs. Those sectors willbe eecve soon in 2015. In accordance to discuss how the implementaon of ASEAN Economic Community free trade

    in Indonesia; and how Indonesian government ancipate the implementaon of WTO regulaon and the absence of

    Law regarding Industry and Trade. Using normave legal method, this research shows that countries which directly

    involved in free trade has the right to sell their products either goods or services to another country without having

    to be burdened by tax restricons or customs dues and also without restricted by regulaons. There should be an

    industrialized transformaon immediately based on selecve industrial policy. This thing needs to be done by merging

    the role of the Ministry of Industry and Ministry of Trade into one ministry, so there will be a strong industrial policy

    which can be a basic for policies in trade and investment too.

    Keywords: globalizaon, industry, investment 

    UDC: 341.236

    Masnur Tiurmaida Malau

    Legal Aspect of Indonesian Government Regulaon against Regional Economic Liberalizaon:

     ASEAN Economic Community 2015

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 163-182

    Towards ASEAN Economic Community 2015 ASEAN member countries including Indonesia need to maximize eorts

    in preparing. One of the important parts of life which need to prepare is law aspect by some legal instruments in

    specic aspect such as compeon and service liberalizaon. This is important because legal instruments can create paern and guidelines for a country to achieve aims and to guide their society and government to achieve path of

    life that they want, so policy recognize as starng step for countries among ASEAN to move forward towards ASEAN

    Economic Community. This research doing to give perspecve of how Indonesia government’s preparaon in regulaon

    towards service liberalizaon and compeon. Approaching methods that using in this research is analyzing descripve

    that describe and analyzing what policies that government had taken and how to implement that policies to meet

     ASEAN Economic Community. Result of this research shows that Indonesian government has done many eorts through

    some policies towards ASEAN Economic Community 2015 eventough from implementaon perspecve cannot reach

    all society’s aspect of life in order to reach that goal Indonesian government should opmize policies to strengthening

    Indonesia’s compeveness towards ASEAN Economic Community 2015.

    Keywords:  policy, legal instrument, compeon

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    15/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.

    This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .

    UDC: 341.176

    Subianta Mandala

    Strengthening the Legal Framework to Realizing ASEAN Economic Community 2015

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 183-196

    The members of ASEAN have been reluctant to be too “legalisc” in their relaons with each other, preferring to conduct

    their relaonships in “ASEAN Way” or by consensus. Given that ASEAN would become the ASEAN Economic Community

    in 2015, it is very important that appropriate legal-based mechanism should be developed to establish laws and resolve

    disputes relang to trade and investment in the region. ASEAN have been moving slowly towards developing legal framework for economic cooperaon among the member state of ASEAN. This paper examines the various steps which

    have been taken towards economic cooperaon in the region and, examines them in the context of the evolving legal

     framework for economic cooperaon in ASEAN. As dispute will inevitably arise in any relaonship, one of the elements

    of any any legal system is to provide a means for seling these disputes. This paper, therefore, also examines the various

    mechanisms for dispute resoluon available in intra-ASEAN.

    Keywords: legal framework, economic cooperaon, consensus

    UDC: 347.427

    B.G.M. Widipradnyana Arjaya

    The Authority of Prosecutors as Bankruptcy Applicant on Behalf of State Interest towards Tax Debt of Foreign

     ASEAN Non-Indonesian Legal Subjects aer AEC Entered Into Force

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 197-214

     ASEAN Economic Community (AEC) will enter into force in 2015 and expected to bring posive impact on the Indonesian

    economy, especially in the eld of taxaon as the main source of state revenue. Government is obliged to manage taxes

    that earned by Indonesian government from economic acvies undertaken by foreign legal in ASEAN area subjects

    which done in Indonesia maximally, as an example is to resolve tax disputes that posioning Indonesia as a creditor. One

    of dispute selement method which could be used through bankruptcy peon lled by prosecutors for the reason of

     public interest and also conducts management of bankrupt debtor assets which located outside of Indonesia to pay taxdebts to creditors through cross-border insolvency.

    Keywords: tax debt, cross border insolvency, prosecutor 

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    16/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.

    This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .

    UDC: 342.847.1

    Muhammad Sapta Mur

    The Importance of Special Autonomy of Batam According to Implementaon of ASEAN Economic Community

    2015

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 215-235

    Batam as an Industrial Zone, was also known as a free trade zone and free harbour zone. Based on enacted law there

    are 2 (two) agencies who has the authority to manage and administer Batam, which are Batam Indonesia Free Zone

     Authority (BIPZA) and The Local Government of Batam. In the implementaon, both agencies has overlapping authoritythereby somemes the development of Batam are obstructed by this. On the other side there are big challenges in

    the year 2015, it is ASEAN Economic Community (AEC 2015) as an achievement of economic integraon in line with

    the ASEAN Vision of 2020. This research tries to analize the crical issues about Batam Autonomy in order to solve the

    overlapping authority problems in Batam along with the AEC Challenges in 2015. Using normave legal method, it is

    concluded that special autonomy for Batam is urgent based on philosophical, historical, polical, jurist and theorical

    reasons. Special autonomy for Batam consist of polics and goverment eld, economics, and land and space planning.

    Through the autonomy of Batam, it’s expected that the dualism of instuon and/or regulaon will unite in one

    authority and regulaon as well. Therefore, Batam’s goal to be an advanced district in Indonesia which will be part of

    the internaonal trade lines can be accomplished and Batam can be part of AEC 2015.

    Keywords: asymmetry, authority, special autonomy 

    UDC: 341.176

    Harison Citrawan

    Towards ASEAN Polical and Security Community: Crics and Challenges on Indonesia’s Human Rights Law

    Polics Under Asean Human Rights Regionalism

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 237-254

    This paper aempts to analyze human rights regionalism in ASEAN from Indonesia’s naonal human rights polics

     perspecve. In parcular, an analysis will be taken on challenges and opportunies of the naonal human rights

     polics in establishing a stronger regional human rights mechanism, and how an ideal interacon between regional

    and naonal human rights mechanisms should be drawn. Using regime analysis approach and combined with legal

    compliance concept, this paper proposes that ASEAN human rights regime would be superuous if it is not followed by

    member states’ legal compliance upon human rights norms and principle in domesc level. In the context of naonal

    human rights polics, there are at least three challenging dimensions that ought to be considered in the future, namely:

    decentralizaon, human rights-military discourse, and internaonal human rights law skepcism. This paper thus

    concludes that there is a need to harmonize the human rights polics in both naonal and regional level, so that any

    internaonally accepted norms will be implemented and applied into ASEAN human rights regionalism, and equally

    important is to ensure that such a regionalism is capable in inuencing human rights values and principles domescaon

    in Indonesia.

    Keywords: regionalism, legal polics, human rights

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    17/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.

    This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .

    UDC: 341.176

    Ade Irawan Tauk

    The Role of ASEAN and Its Member Countries in the Protecon of Migrant Workers

     

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 255-280

    The issue of migrant workers is not new, but sll the current issue, because there were lots of negave sides in the form

    of inhumane treatment of migrant workers. Within the scope of ASEAN, Indonesia is not the only sending countries

    of migrant workers. There were other countries whose sending its migrant workers with similar desnaons with

    Indonesia. Problems faced by migrant workers from those countries are basically the same as experienced by Indonesianmigrant workers. This research discusses the problem, namely how ASEAN’s role in protecng migrant workers and

    how’s Indonesia and other ASEAN member countries legal instrument readiness to protect migrant workers. By using

    the method of textual study, it was concluded that the role of ASEAN in the protecon of migrant workers has been

    stated in the ASEAN Charter elaborated into three (3) pillars of the ASEAN Community, nevertheless that roles cannot

    be maximized for there were no consensus in creang the protecon of the rights of migrant workers instruments.

    Recommendaon to the impasse is to bring and discuss it in the ASEAN Community Council meeng, because the issue

    is a cross-community issue. ASEAN’s role in implemenng ASEAN instrument on the protecon of migrant worker is

    dependent upon the eorts of each ASEAN member countries in formulang regulaons in their respecve domesc

    laws. Nevertheless, their commitments to the protecon of migrant workers are relavely poor.

    Keywords: migran workers, commitment, protecon

    UDC: 349.26

    Muhammad Fadli

    The Opmizaon of Employment Policies in facing The ASEAN Economic Community 2015

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 281-296

     ASEAN Economic Community is one of the pillars of the establishment of the ASEAN Community which formally as a

     form of regional economic integraon that will enter into force by 2015. This enforcement will make ASEAN as a single

    market and producon based where there are ow of goods, services, investment and skilled labor that is free and freecapital ows among ASEAN member countries. Free ow of skilled labor should be used by Indonesia as an opportunity

    to absorb employment and reducing unemployment. The issue of this subject is how the government policy in the eld

    of labor in preparing skilled labour in facing the ASEAN Economic Community 2015. By using the method of juridical

    normave research can be concluded that there are a variety of employment policies supporng the creaon of high

    quality human resources or skilled labor.Thus, Law of Republic of Indonesia Number 13 year 2003 on Employment and

    another regulaons that mandate the provision of vocaonal training and the establishment of the Naonal Professional

    Cercaon which in charge of cerfying the competence of work must be opmized in order to prepare skilled labour,

    high quality and having compeveness and recognized by the other ASEAN countries in facing the ASEAN Economic

    Community 2015.

    Keywords: opmizaon, policy, labor 

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    18/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in wring.

    This abstract sheet may be reproduced without permission or charge .

    UDC: 34.03

    Budi S.P. Nababan

    The Importance of Local Regulaon Regarding Retribuon Fees on Renewal License for Hiring Foreign Workers

    in The Liberalizaon of Foreign Workers among ASEAN Community 2015

    RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 297-309

    One of main pillars of the ASEAN Vision 2020 is the ASEAN Economic Community that will be accelerated in 2015

    that will lead to the liberalizaon of foreign workers in Southeast Asia. The main problem in this paper is why is Local

    Regulaon on Retribuon Fees Renewal License for Hiring Foreign important in the liberalizaon of foreign workers ASEAN Community 2015. By using normave research method acknowledge that The Local Regulaon on Retribuon

    Fees Renewal License For Hiring Foreign needed to be so the local government can collect fees on extension of work

     permit of foreign workers (except Government employees, Internaonal Agencies and Foreign Representave), because

    without regulaon (regelling) there is no legal basis for local governments to collect it. Regarding on high potenal for

    the presence of foreign workers, as authors suggest to boost formaon of Local Regulaon on Retribuon Fees Renewal

    License For Hiring Foreign workers Dra immediately for local government who has not have these regulaons yet and

    make this as priority to discuss and enact into regulaon.

    Keywords:  retribuon, foreign workers, local regulaon

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    19/199

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    20/199

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    21/199145Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    PELUANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN INDONESIA DALAM

    PELAKSANAAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN(Industry and Trade Opportunity of Indonesia on Asean Economic Community)

    Syprianus Aristeus

    Pusat Penelian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional

    Badan Pembinaan Hukum Nasional

    Email: [email protected]

    Naskah diterima: 21 Mei 2014; revisi: 25 Agustus 2014; disetujui: 27 Agustus 2014

    Abstrak

    Kebijakan perdagangan bebas, dan pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015 harus dapat dilaksanakan sesuai dengankesepakatan yang telah dibuat. Sebagai pasar tunggal baik di perdagangan bebas maupun ASEAN semua hambatan

    perdagangan khususnya seper tarif akan dihapuskan, ansipasi terutama harus kita lakukan adalah terkait dengan

    liberalisasi sektor jasa sebagai sektor sensif, adapun lima sektor tersebut adalah jasa kesehatan, pariwisata, e-commerce,

    transportasi udara dan logisk. Kelimanya akan efekf pada tahun 2015 mendatang. Untuk itu akan dibahas bagaimana

    pelaksanaan pasar bebas MEA di Indonesia dan bagaimana ansipasi pemerintah Indonesia dengan diberlakukan WTO

    serta Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelian hukum

    normaf, hasil penelian menunjukkan bahwa negara-negara di dunia yang terlibat langsung dalam perdagangan bebas

    mempunyai hak untuk menjual produk baik barang ataupun jasa terhadap negara lain tanpa harus dibebani oleh batasan-

    batasan pajak atau bea masuk, serta peraturan yang membelenggu. Untuk itu harus segera dijalankan sebuah transformasi

    industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan industrial yang selekf. Hal ini perlu dilakukan salah satunya dengan cara

    penguatan peran Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi satu kementerian agar ada satu kebijakan industri

    yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus menginduk kepada kebijakan industri.Kata Kunci: globalisasi, industri, investasi

     Abstract 

    Free trade policy and the ASEAN single market in 2015 must be implemented in accordance with the agreements that have

    been made. Either as a single market in free trade and ASEAN all trade barriers such as taris will be abolished in parcular,

    the main ancipaon to do is related to the liberalizaon of the service sectors as a sensive sectors, thre are ve service

    sectors such as health services, tourism, e-commerce, air transportaon and logiscs. Those sectors will be eecve soon

    in 2015. In accordance to discuss how the implementaon of ASEAN Economic Community free trade in Indonesia; and

    how Indonesian government ancipate the implementaon of WTO regulaon and the absence of Law regarding Industry

    and Trade. Using normave legal method, this research shows that countries which directly involved in free trade has the

    right to sell their products either goods or services to another country without having to be burdened by tax restricons or

    customs dues and also without restricted by regulaons. There should be an industrialized transformaon immediately

    based on selecve industrial policy. This thing needs to be done by merging the role of the Ministry of Industry and Ministry

    of Trade into one ministry, so there will be a strong industrial policy which can be a basic for policies in trade and investment

    too.

    Keywords: globalizaon, industry, investment 

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    22/199146 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    A. Pendahuluan

    Pada abad ke-21 internasionalisasi dari

    kegiatan masyarakat dunia dalam hampir

    semua bidang akan semakin meningkat dan

    membawa kita pada perkembangan dalam

    gejala saling berkaitan di antara negara-negara

    di dunia. Perkembangan dalam teknologi dan

    pola kegiatan ekonomi membuat masyarakat

    di dunia semakin saling bersentuhan, saling

    membutuhkan, saling menentukan nasib satu

    sama lain, tetapi juga saling bersaing.

    Hal ini terutama terlihat dalam kegiatanperdagangan dunia sebagai salah satu bidang

    utama dalam kegiatan eknomi masyarakat

    di dunia, baik dalam bidang perdagangan

    barang (trade in goods) maupun dalam bidang

    perdagangan jasa (trade in services). Karena

    dalam berinteraksi secara internasional satu

    lama lain dalam perdagangan dunia akan

    mengalami konik dan perselisihan-perselisihan,

    maka negara-negara di dunia memerlukan suatukesepakatan terhadap aturan main tertentu

    dalam suatu sistem perdagangan global.

    Globalisasi yang terjadi saat ini di mana

    mengarah kepada suatu dunia seolah

    menjadi dak terbatas (bordeless world) telah

    menempatkan semua penduduk dunia dalam

    suatu perkampungan global, dimana menurut

    Kinichi Ohmae dunia terintegrasi tanpa batas

    -batas sik. Perkembangan dunia di era

    millenium III ditanda dengan semakin pesatnya

    loncatan kemajuan bidang ilmu pengetahuan

    dan teknologi (IPTEK). Perkembangan ini terasa

    semakin mul dimensi keka dihadapkan

    pada tuntutan dan kebutuhan manusia yang

    beragam.

    Kompleksitas ini semakin bertambah

    manakala dihubungkan dengan pola interaksi

    bisnis yang terjalin di masyarakat modern.

    Implikasi ini telah mengubah wajah perdagangandan perekonomian dunia menjadi bentuk bisnis

    dalam perkampungan global (business in globall

    village). Kondisi ini dengan tepat digambarkan

    Daniel Davidson: “We are so economicially

    interdependent on one another that We so live

    in global village”.1 Riuh rendah akvitas tersebut

    pada akhirnya juga merambah bidang hukum

    yang notabene diharapkan senanasa adapf

    dan reakf dalam merespon segala bentuk

    perubahan dan tantangan perkembangan

    zaman.

    Globalisasi ekonomi berar terintegrasinya

    ekonomi berbagai negara menjadi satu seolah-

    olah tanpa dibatasi oleh kedaulatan negara.

    Salah satu ciri bisnis yang paling dominan pada

    globalisasi ekonomi adalah sifatnya bergerak

    cepat, baik dalam transaksi maupun pergerakan

    arus barang dan modal. Hal ini mempengaruhi

    pula terhadap berbagai peraturan di bidang

    bisnis yang dengan cepat pula mengalami

    perubahan.

    Menurut William Irwin Thomson2, bahwa,

    dengan dukungan teknologi dan informasi

    kecepatan perubahan dak lagi menghitung

    abad, tahun, atau bulan, tetapi bisa terjadi

    seap hari. Di berbagai pelosok, berlangsungtransaksi bisnis tanpa mengenal penghenan,

    mulai dari penyiapan pertanahan Real Setate

    dan Industrial Estate seper halnya investasi di

    bidang penanaman modal, pembentukan alat

    produksi, penyediaan bahan baku, perlengkapan

    dan perangkat kerja, pendistribusian produk

    1  CFG Sunaryati Hartono, Globalisasi dan Perdagangan Bebas, (Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman, 1996), hlm.

    12.2  Ibid.

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    23/199147Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    dan transportasi darat, laut dan udara yang

    dibarengi dengan persetujuan asuransi,

    perdagangan, komunikasi, pembiayaaan dan

    sebagainya.

    Dalam dekade terakhir ini atau sering

     juga disebut sebagai era globalisasi, batas

    nonsik antarnegara semakin sulit untuk

    membedakannya dan bahkan cenderung

    batas (borderless state). Dampak yang sangat

    terasa dengan terjadinya globalisasi yakni arus

    informasi begitu cepat sampai ke masyarakat.

    Globalisasi ekonomi yang ditandai

    dengan adanya keterbukaan perekonomian

    dialami hampir semua negara di dunia saat

    ini, telah membuat sistem perekonomian

    menjadi terbuka bebas. Kondisi tersebut telah

    diprediksi sebelumnya oleh Francis Fukuyama,

    dimana menurutnya prinsip-prinsip liberal

    dalam ekonomi telah menyebar dan berhasil

    memproduksi kesejahteraan material yang

    belum pernah dicapai sebelumnya.

    Kalau perekonomian didasarkan pada

    mekanisme pasar, maka akan tercipta suatu

    keseimbangan (equilibrium). Dalam model pasar

    persaingan sempurna ( perfect compeon),

    pasar bersifat self regulang dan self correcng

    karena ada tangan tak terlihat (invisible hand )

    yang selalu dapat mengarahkan perekonomian

    pada keseimbangan pemanfaatan sumber daya

    penuh ( full equilibrium) yang menguntungkansemua pihak dalam masyarakat. Salah satu

    asumsi penng dalam sistem ekonomi pasar

    bebas yang dikembangkan oleh Adam Smith

    lewat teori klasik laissez fairenya adalah bahwa

    seap orang dibebaskan melakukan yang

    terbaik bagi dirinya masing-masing (individual

     freedom of acon). Dalam sistem ini, keputusan

    tadi pada akhirnya akan menyumbang sebisa

    mungkin bagi terwujudnya suatu masyarakat

    yang lebih baik yang lebih adil, dan yang lebih

    makmur.

    Ada 4 (empat) asumsi yang melandasi

    terciptanya suatu persaingan yang sempurna

    pada suatu pasar tertentu, yaitu: pelaku

    usaha dak dapat menentukan secara sepihak

    harga atas produk dan jasa. Adapun yang

    menentukan harga adalah pasar berdasarkan

    equilibrium permintaan dan penawaran (supply

    and demand ). Dengan demikian, pelaku usaha

    dak berndak sebagai price maker   melainkan

    hanya sebagai  price taker.  Barang atau jasa

    yang dihasilkan oleh pelaku usaha adalah betul-

    betul sama ( product homogeneity ). Pelaku

    usaha memiliki kebebasan untuk masuk atau

    keluar dari pasar ( perfect mobility of resources).

    Konsumen dan pelaku usaha memiliki informasi

    yang sempurna ( perfect informaon) tentang

    berbagai hal, seper: kesukaan ( preferences),

    ngkat pendapatan (income levels), biaya

    (cost ) serta teknologi yang digunakan untuk

    menghasilkan barang dan jasa.

    Dari sudut pandang ekonomi, invisible hand  

    adalah mekanisme alam yang memungkinkan

    kepenngan ekonomi seluruh masyarakat

    dapat dicapai dalam pasar bebas. Invisble hand  

    adalah mekanisme tersembunyi yang akan

    mengubah kegiatan manusia untuk mengejar

    kepenngannya menjadi kegiatan yang

    membawa kesejahteraan seluruh masyarakat.Kesejahteraan masyarakat ini tercapai berkat

    penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan

    ekonomi, peningkatan pendapatan nasional,

    perbaikan prasarana ekonomi, dan sebagainya.

    Yang semuanya merupakan konsekuensi logis

    dari kegiatan individual para pelaku ekonomi

    dalam mengejar kepenngannya.

    Di era globalisasi ekonomi seap negara

    menghadapi persaingan yang semakin ketat di

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    24/199148 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    dua medan perang, yakni perdagangan bebas

    serta foreign direct invesment/ FDI (selanjutnya

    disebut investasi). Hal ini kemudian ditandai

    dengan diimplementasikannya perjanjian

    perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) 

    dan perjanjian investasi (investment agreement )

    serta kemajuan teknologi informasi, yang

    menjadikan semakin terkikisnya hambatan-

    hambatan perdagangan, lalu lintas keuangan

    internasional yang semakin bebas, dan keluar

    masuknya arus modal dan investasi di ap-ap

    negara. Dampak dari bergulirnya era globalisasi

    ini akan menimbulkan persaingan yang semakin

    ketat di antara negara-negara, sehingga hanya

    negara yang memiliki kemampuan bersaing saja

    yang akan mampu bertahan.

    Implementasi dari globalisai ekonomi

    ditandai dengan terciptanya hubungan

    perdagangan secara internasional yang dilakukan

    secara bebas diantara individu-individu atau

    negara-negara. Pada dasarnya, esensi dari

    pelaksanaan perdagangan bebas tersebut

    mengacu pada 2 (dua) prinsip kebebasan, yaitu:

     pertama,  adalah prinsip kebebasan berdagang

    ( freedom of trade) di mana berdasarkan

    prinsip ini seap negara atau individu memiliki

    kebebasan untuk berdagang dengan pihak

    manapun (negara maupun individu) di dunia

    ini. Kedua,  adalah prinsip kebebasan untuk

    berkomunikasi ( freedom of communicaon)di mana berdasarkan prinsip ini seap negara

    memiliki kebebasan untuk memasuki wilayah

    dari negara lain untuk melakukan transaksi-

    transaksi perdagangan secara internasional.

    Demikian juga halnya arus transportasi

    dari satu negara ke negara lain dapat begitu

    cepat dan mudah diakses oleh masyarakat.

    Hal ini semua tentu berkat dukungan teknologi

    yang terus digunakan dan dikembangkan oleh

    para ahlinya. Dengan semakin dekatnya batas

    antara satu negara dengan negara lain peluang

    untuk berinvestasi, terlebih lagi hampir semua

    negara dewasa ini sudah membuka diri bagi

    investor asing sangat terbuka luas. Oleh karena

    itu daklah berlebihan, jika pakar ekonomi

    Dorodjatun Kuntjoro-Jak mengemukakan:

    “Meningkatnya perekonomian di banyak

    negara ini, sebagai akibatnya adalah

    “interdepedensi” pada akhirnya menciptakan

    derajat keterbukaan ekonomi yang semakin

    nggi di dunia, yang terlihat bukan hanya

    pada arus peningkatan barang tapi juga pada

    arus jasa serta arus uang dan modal. Pada

    gilirannya arus investasi di dunia semakin

    mengiku perkembangan keterbukaan

    ini , sehingga dewasa ini peningkatan

    arus investasi itulah yang memacu arus

    perdagangan di dunia”3.

    Untuk itu, cukup beralasan jika seap negara

    saling bersaing untuk menarik calon investor

    khususnya investor asing (Foreign Direct

    Investment, FDI) untuk menanamkan modal di

    negaranya. Dalam suasana seper ini peluang

    yang begitu terbuka di era globalisasi agaknya

    perlu disikapi secara posif.

    Kehadiran investor asing dalam suatu negara

    yang berdaulat memang dapat menimbulkan

    berbagai pendapat dengan argumentasi masing-

    masing. Pendapat tersebut antara lain ada yangmengekemukakan, kehadiran investor asing

    dapat mengancam industri dalam negeri sendiri

    dan bahkan mungkin mengancam kedaulatan

    negara. Permasalahan semacam ini, bukannya

    dak disadari oleh negara penerima modal

    (host country). Perhakan misalnya apa yang

    dikemukakan oleh B. Napitupulu:

    3  Yanto Bashri (ed ), Mau Ke Mana Pembangunan Ekonomi Indonesia. Prisma Pemikiran Prof. Dr. Dorodjatun

    Kuntjoro-Jakti, (Jakarta: Predna Media, 2003), hlm. 12-13.

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    25/199149Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    “……kebijakan Pemerintah RI dalam

    menghadapi modal asing menunjukkan suatu

    keinginan untuk memberikan proporsi yang

    wajar sebagai potensi ekonomi negara-negara

    asing melalui sistem seleksi dan pengarahanyang adequate dengan kedaulatan tunggal

    yang dimiliki”4.

    Pendapat senada diungkapkan oleh Rusdin:

    “Salah satu krik terhadap globalisasi

    adalah meningkatnya ketergantungan

    antara ekonomi global, kekuatan ekonomi

    yang menggankan dominasi pemerintah

    dan memfokuskan kearah organisasi

    perdagangan bebas (WTO). Keka dunia

    ini menjadi satu pasar berakibat padasemakin kuatnya interpedensi atau saling

    ketergantungan antara satu negara dengan

    negara lainnya yang sama-sama mempunyai

    kedaulatan nasional. Jadi yang sebenarnya

    terjadi bukanlah satu negara tergantung

    pada negara lainnya, melainkan suatu

    situasi dan kondisi di mana semuanya

    saling memerlukan untuk mempertahankan

    keseimbangan polis, ekonomis dan tentu

    pula dalam rangka pemenuhan kepenngan

    masingmasing negara”5

    .

    Oleh karena itu, terbukanya hubungan antara

    satu negara dengan negara lainnya, terlebih lagi

    bagi negara-negara yang selama ini menutup diri

    dengan dunia luar, mulai membuka diri. Hal ini

    berar peluang untuk berinvestasi cukup luas.

    Negara penerima modal pun menyadari bahwa

    implikasi yang akan muncul dengan kehadiran

    investor asing di negaranya suatu hal yang sulit

    untuk dihindari. Dalam hal inilah dibutuhkan

    leadership yang kuat dari penyelenggara negara,

    sebab negara membutuhkan modal dalam mem-

    bangun berbagai sektor. Modal yang dimaksud

    di sini, dak semata-mata berupa dana segar

    (fresh money),  akan tetapi melipu teknologi

    (technology), keterampilan (skill) serta sumber

    daya manusia (human resource). Hal ini dengan

    cermat dikemukakan oleh Usha Dar dan PratapK Dar:

    “Most developing countries today believe

    that it is not possible for them to achieve

    their development aspiraon enrely on their

    own and therefore, need the cooperaon of

    other relavely more developed countries.

    This cooperaon may take the form direct

    investment or sharing of technical know-

    how, skilled personal and management

    experse” 6.

    Pendapat di atas menguatkan dalil, bahwa

    modal dibutuhkan untuk mengelola sumber

    daya alam (natural resource) dan potensi

    ekonomi (economic potenal) yang berada di

    bawah otoritas negara. Adanya pengelolaan

    secara opmal terhadap sumber daya alam dan

    potensi ekonomi yang ada, diharapkan ada nilai

    tambah dak saja bagi negara akan tetapi juga

    bagi masyarakat pada umumnya, khususnyapada masyarakat dimana potensi batubara

    tersebut berada. Adapun wujud pengelolaan

    sumber daya alam dan potensi ekonomi yang

    ada tersebut antara lain dapat dilakukan

    oleh investor baik lokal maupun asing. Untuk

    investor asing pada umumnya merupakan

    Perusahaan Mul Nasional, PMN (Mul 

    Naonal Corporaon, MNC). Jenis perusahaan

    ini hampir dapat dipaskan telah mempunyai

     jaringan bisnis yang cukup kuat di berbagai

    negara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh J.

    Panglaykim:

    “Beberapa alasan terjadinya investasi

    langsung luar negeri yang dilakukan lewat

    4  B. Napitupulu, Joint Ventures di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1975), hlm. 30.5  Rusdin, Bisnis lnternasional dalam Pendekatan Praktik, Jilid 1, (Bandung: Alfabeta, 2002), hlm. 34.6  Usha Dar dan Pratap K Dar. Investment Opportunities in ASEAN Countries. (New Delhi: Sterling Published Pvt, ltd,

    1970), hlm. 1.

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    26/199150 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    MNC   yakni:  pertama,  MNC   memiliki

    keunggulan komparaf (comparave

    advantage) dan keunggulan khas yang

    dimiliki oleh suatu perusahaan (rm’s specic

    advantage); kedua, k eunggulan lokasi(locaon advantage); kega, i nternalisasi,

    termasuk pemilikan modal yang dak terlihat

    dengan kasat mata (intangible assets) seper

    keahlian di bidang pemasaran, manajemen

    dan teknologi. Selain keunggulan yang

    telah dikemukakan di atas, pada umumnya

    perusahaan yang berstatus MNC   juga

    mempunyai: jaringan kantor cabang dan

    informasi di ngkat internasional; dukungan

    pemerintah; serta konglomerat yang

    terintergrasi secara verkal dan horizontaldalam bisnis dan kelompok-kelompok

    industri. Berkat keunggulan inilah, pada

    umumnya MNC   siap melakukan investasi

    langsung ke luar negeri”7.

    Berkaitan dengan kehadiran investor asing

    di suatu negara, menarik menyimak pendapat

    yang dikemukakan oleh Robert Gilpin dan Jean

    Milles Gilpin:

    “Para penerima investasi langsung (Foreign

    Direct Investment, FDI) bersikap mendua

    menyangkut kegiatan MNC . Di satu sisi,

    mereka menyadari bahwa FDI  membawa

    modal dan teknologi berharga ke dalam

    negara. Di sisi lain, mereka takut didominasi

    dan dieksploitasi perusahaan-perusahaan

    yang kuat ini”8.

    Barangkali disinilah letak problemakanya,

    yakni di satu sisi kehadiranFDI sangat dibutuhkan,

    terlebih lagi bagi negara-negara yang sedangberkembang. Di sisi lain, ada kekhawaran

    berbagai pihak investor hanya berpikiran bisnis.

    Oleh karena itu daklah.berlebihan jika Bob

    Sugeng Hadiwinata mengemukakan:

    “Ada sejumlah pakar ekonomi yang

    mengaitkan ekspansi PMN ke negara

    berkembang dengan dampak posif yang

    dimbulkan oleh akvitas PMN sehingga

    mendorong pemerintah negara berkembanguntuk lebih membuka diri bagi investasi asing.

    Mereka pada umumnya bersepakat bahwa

    negara berkembang menginginkan investasi

    asing karena manfaat langsung yang dapat

    dirasakan dari kehadiran PMN. Selanjutnya

    dikemukakan: Dampak posif dari kehadiran

    PMN yakni pertama memberikan kontribusi

    pertumbuhan ekonomi suatu negara; kedua

    menciptakan lapangan kerja baru dan

    kega modal yang dibawa oleh PMN dapat

    memperbaiki neraca pembayaran negaraberkembang9.

    Terlepas dari pendapat pro dan kontra

    terhadap kehadiran investasi asing, namun

    secara teoris kiranya dapat dikemukakan,

    bahwa kehadiran investor asing di suatu negara

    mempunyai manfaat yang cukup luas (mulplier

    eect). Manfaat yang dimaksud yakni kehadiran

    investor asing dapat menyerap tenaga kerja di

    negara penerima modal; dapat menciptakan

    demand bagi produk dalam negeri sebagai

    bahan baku; menambah devisa apalagi in-

    vestor asing yang berorientasi ekspor; dapat

    menambah penghasilan negara dari sektor

    pajak; adanya alih teknologi (transfer of

    technology) maupun alih pengetahuan (transfer

    onow how). Dilihat dari sudut pandang ini

    terlihat bahwa, kehadiran investor cukup

    berperan dalam pembangunan ekonomi suatu

    negara, khususnya pembangunan ekonomi di

    daerah di mana FDI  menjalankan akvitasnya.

    7  J. Panglaykim, “Era Pasca Minyak Identik dengan Strategi Eskpor Nasional .”  Analisa, Tahun XIV, No.1, (Januari,

    1985). hlm. 8.8  Robert Gilpin dan Jean Mules Gilpin, The Challenge of Global Capitalism (Tantangan Kapitalisme Global)

    Penerjemah: Haris Munadar, Dudy Priatna. (Jakarta: Raja Graindo Persada, Ed. 1, Cet. 1, 2002), hlm. 173.9  Bob Sugeng Hadiwinata. Politik Bisnis Internasional , (Yogyakarta: Kanisius, Cet. 1, 2002), hlm. 146

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    27/199151Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    Ar penngnya kehadiran investor asing

    dikemukakan oleh Gunarto Suhardi:

    “Investasi langsung lebih baik jika

    dibandingkan dengan investasi portofolio,karena investasi langsung lebih permanen.

    Selain itu investasi langsung juga memberikan

    kesempatan kerja bagi penduduk; mempunyai

    kekuatan penggandaan dalam ekonomi local;

    memberikan risidu baik berupa peralatan

    maupun alih teknologi; bila produksi diekspor

    memberikan jalan atau jalur pemasaran

    yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal di

    samping sekeka memberikan tambahan

    devisa dan pajak bagi Negara; lebih tahan

    terhadap uktuasi bunga dan valuta asing;

    serta memberikan perlindungan polik

    dan keamanan wilayah karena bila investor

    berasal dari negara kuat niscaya bantuan

    keamanan juga akan diberikan”10.

    Sekalipun kehadiran investor membawa

    manfaat bagi negara penerima modal, di sisi lain

    investor yang hendak menanamkan modalnya

     juga dak lepas dari orientasi bisnis (business

    oriented), apakah modal yang diinvestasikan

    aman dan bisa menghasilkan keuntungan.

    Dengan demikian menjadi sangat penng

    untuk dibahas bagaimana pelaksanaan pasar

    bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA);

    serta  bagaimana ansipasi pemerintah

    Indonesia dengan diberlakukan WTO serta

    Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan

    Perdagangan?

    B. Metode Penelian

    Penelian ini merupakan suatu penelian

    yuridis normaf. Sebagai suatu penelian

    yuridis normaf, maka penelian ini berbasis

    pada analisis terhadap norma hukum, baik

    hukum dalam ar law as it is wrien in the books

    and statutes  (dalam literatur dan peraturan-

    perundang-undangan).11  Tik berat analisis

    adalah norma hukum yang terdapat dalamliteratur dan peraturan perundang-undangan.

     

    1. Tipe Penelian

    Penelian tentang “   globalisasi, masyarakat

    ekonomi ASEAN, Indonesia dan investasi”

    merupakan penelian hukum normaf .

    Penelian hukum normaf   yang difokuskan

    dalam penelian ini, antara lain melipu

    penelian terhadap asas-asas hukum.12

    Penelian hukum normaf   yang berupa

    penelian mengenai asas-asas hukum,

    dilakukan terhadap kaedah-kaedah hukum

    yang merupakan patokan-patokan berperilaku

    atau bersikap ndak. Penelian tersebut

    dapat dilakukan terutama terhadap bahan

    hukum primer dan sekunder, sepanjang bahan-

    bahan tersebut mengandung kaedah-kaedahhukum, karena dak seap pasal dalam suatu

    perundang-undangan mengandung kaedah

    hukum, seper: pasal-pasal yang hanya memuat

    batasan-batasan atau denisi-denisi dari suatu

    islah sebagaimana lazimnya ditemukan pada

    bab mengenai ketentuan-ketentuan umum dan

    perundang-undangan tersebut.

    2. Metode Pendekatan

    Metode yang dipergunakan dalam

    penelian ini adalah metode deskripf analis 

    dengan pendekatan utamanya yuridis normaf .

    Deskripf analis berar menggambarkan

    dan melukiskan sesuatu yang menjadi obyek

    10  Gunarto Suhardi. Beberapa Elemen Penting dalam Hukum Perdagangan Internasional. (Yogyakarta: Universitas

    Atmajaya, 2004), hlm. 45.11  Ronald Dworkin, Legal Research, (Daedalus: Spring,1973), hlm. 250.12  Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta PT.Raja Graindo Persada, 1985), hlm. 28.

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    28/199152 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    penelian secara kris melalui analisis yang

    bersifat kualitaf. Oleh karena yang ingin dikaji

    berada dalam ruang lingkup ilmu hukum, maka

    pendekatan normaf tersebut, melipu: asas-asas hukum, sinkronisasi peraturan perundang-

    undangan, baik secara verkal maupun

    horizontal, sistemaka hukum, inventarisasi

    hukum posif, termasuk usaha penemuan

    hukum inconcreto.13

    Di dalam suatu penelian yuridis normaf ,

    maka penggunaan pendekatan perundang-

    undangan (statute approach) adalah suatu hal

    yang pas. Dikatakan pas, karena secara logika

    hukum, penelian hukum normaf didasarkan

    pada penelian yang dilakukan terhadap bahan

    hukum yang ada. Meskipun misalnya penelian

    dilakukan karena melihat adanya kekosongan

    hukum, namun kekosongan hukum tersebut

    dapat diketahui, karena sudah adanya norma-

    norma hukum yang mensyaratkan pengaturan

    lebih lanjut dalam hukum posif.14

    C. Pembahasan

    1. Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi

    ASEAN (MEA)

    Bagi Indonesia, globalisasi dak dapat

    dihindari, untuk mengatasi hal tersebut maka

    yang harus diperhakan adalah kebijakan ke

    depan untuk menghadapi globalisasi tersebut

    sehingga kita dak hanya sekedar menjadi

    pelengkap di rumah sendiri.

    Demikian halnya dengan adanya kesepakatan

    perdagangan di negara-negara ASEAN yangakan diterapkan pada tahun 2015, sebagaimana

    dalam pertemuan ngkat nggi Kerja Sama

    Ekonomi Asia Pasik 2013 di Bali. Kesepakatan

    dalam forum 21 pemimpin ekonomi ini semakin

    mengukuhkan kerja sama ekonomi berbasis

    neoliberal. Setelah perdagangan dan investasi,

    kini bertambah lagi liberalisasi sektor jasa.

    Liberalisasi menjadi keniscayaan keka suatu

    negara terikat perjanjian perdagangan bebas

    (FTA). Indonesia termasuk di dalam perjanjian

    kerja sama ASEAN FTA (AFTA), kerja sama AFTA-

    Jepang, AFTA Indiea, AFTA China, AFTA Korea,

    dan AFTA Australia-Selandia Baru.

    Indonesia dak sendiri dalam

    mengintegrasikan perekonomiannya pada pasar

    dunia. Dalam lingkup anggota APEC, penurunan

    tajam rata-rata bea masuk barang impor juga

    dialami China, Peru, Filipina, Thailand, dan

    Vietnam.

    Namun, liberalisasi yang berjalan sejauh ini

    lebih banyak menempatkan Indonesia sebagai

    pasar kembang sebaliknya. Liberalisasi dak

    diiku peningkatan kemampuan produksi

    pangan, energi, dan industri manufaktur

    dalam negeri menyebabkan banjir barang

    impor. Kebijakan impor yang mulanya bersifat

    13  Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali,1985), hlm.4-15. Lihat juga

    Roni Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 11-12.14  Johnny Ibrahim, op.cit., hlm 301. Menurut Johnny Ibrahim, dalam kaitannya dengan penelitian normatif, dapat

    digunakan 7 (tujuh) pendekatan, yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (statute approach); Perdekatan

    Konsep (conseptual approach); Pendekatan Analitis (analythical approach); Pendekatan Historis (historical

    approach);Pendekatan Filsafat (philosophical approach), Pendekatan Kasus (case approach). Bandingkan dengan

    pendapat Peter Mahmud Mamiki yang hanya mengaktegorikan 6 (enam) metode pendekatan yang digunakan

    didalam penelitian hukum, yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (statute approach); Perdekatan Konsep

    (conseptual approach); Pendekatan Analitis (analythical approach); Pendekatan Historis (historical approach):

    dan Pendekatan Kasus (case approach). Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, (Jakarta:

    Kencana Prenada Media Group, Mei 2006), hlm. 93.

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    29/199153Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    sesekali keka dibutuhkan berubah menjadi

    impor struktural karena ketergantungan yang

    nggi. Perlindungan terhadap produsen lokal

    terabaikan. Tahun depan, persoalan pangantetap akan diselesaikan secara instan, melalui

    impor.

    Liberalisasi dak selamanya berdampak

    negaf. Hanya saja, Indonesia belum bisa

    mengambil manfaat sebesar-besarnya.

    Liberalisasi keuangan dinilai punya dampak

    posif terhadap pertumbuhan ekonomi internal

    negara berkembang secara bertahap dan dalam

    kondisi fundamental baik. Namun perlu keha-

    haan terhadap dana panas (hot money ) yang

    gampang ditarik investor asing.

    Pemerintah harus mampu memanfaatkan

    liberalisasi untuk kemajuan lebih baik dengan

    meningkatkan daya saing produsen domesk.

    Diperlukan kebijakan yang melindungi

    masyarakat kelas bawah dan meningkatkan

    kapasitas pelaku ekonomi skala kecil.

    Keberanian pemerintah melakukan

    transformasi dan dukungan kelembagaan

    untuk memperbaiki infrastruktur, industri, dan

    pertanian merupakan keharusan. Jika dak,

    liberalisasi dak akan memberi manfaat bagi

    Indonesia.

    Tahun 2015 akan menjadi tahun penentuan

    bagi perekonomian Indonesia, terutama dengan

    mulai berlaku efekfnya Masyarakat EkonomiAsia: Indonesia akan menjadi pemenang, atau

    sebaliknya pecundang di kawasan.

    Salah satu yang paling ekstensif, ambisius,

    dan di depan mata adalah Masyarakat Ekonomi

    ASEAN, yang salah satu pilarnya adalah

    pembentukan pasar tunggal ASEAN pada 2015

    atau dua tahun dari sekarang. Di ASEAN sendiri

    kesepakatan perdagangan bebas bilateral (BTA)

    ditempuh karena kemajuan AFTA dianggapterlalu lamban. Masyarakat Ekonomi Asia (MEA)

    yang akan menjadikan ASAN pasar tunggal dan

    basis produksi kompef di kawasan, juga

    bentuk dari respons ASEAN terhadap bangkitnya

    ekonomi China dan India.Sebagai pasar tunggal, semua hambatan

    perdagangan, baik tarif maupun tarif, akan

    dihapuskan. Ansipasi terutama harus

    kita lakukan terkait liberalisasi sektor jasa

    sebagai sektor sensif. Lima sektor jasa yang

    disepaka diliberalisasi adalah jasa kesehatan,

    pariwisata, e-commerce,  transportasi udara,

    dan logisk. Kelimanya pada 2015 akan bebas

    diperdagangkan lintas negara. Perdagangan jasa

    mengatur liberalisasi tenaga kerja profesional

    dan buruh manufaktur. Untuk profesional ada

    lima kategori yang disepaka mulai beroperasi

    bebas 2015, yaitu perawat, dokter, dokter gigi,

    akuntan, dan insinyur. Tenaga profesional dan

    buruh yang melintas batas negara ini harus

    memenuhi standar yang sudah ditetapkan di

    ASEAN.

    Bentuk lahirnya ASEAN Charter yang

    ditandatangani oleh 10 negara ASEAN pada 20

    November 2007, yang dapat menjadi landasan

    hukum bagi kerja sama ASEAN. Salah satu

    tujuan lahirnya ASEAN Charter adalah:

    “commied to intensying community

    building through enhanced regional

    cooperaon and integraon, in parcular by

    establishing an ASEAN community comprising

    The ASEAN Security Community, The ASEANEconomic Community, and The ASEAN Socio-

    cultural Community”.

    Khusus tujuan ASEAN – Charter dalam aspek

    sosial-ekonomi, antara lain menyangkut poin-

    poin nomor 5, 6, 9, 10 dan 11 sebagai berikut:

    To create a single market and producon

    base which is stable, prospereous, highly

    compeve and economically integrated with

    eecve facilitaon for trade and investment

    in which there is free ow of goods, servicesand investment; facilitated movement of

    business persons, professionals, talents and

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    30/199154 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    labor; and free ow of capital (poin 5); To

    aleviate proverty and narrow the development

    gap within ASEAN through mutual assistance

    and cooperaon (poin 6); To promote

    sustainable development so as to ensurethe protecon of the region’s environment,

    the sustainability of its natural resources,

    the preservaon of its cultural heritage and

    the high quality of life of its peoples (poin

    9); To develop human resources through

    closer cooperaon in educaon and long-

    life learning, and in science and technology,

     for enpowerment of the peoples of ASEAN

    and for the strengthening of the ASEAN

    Community (poin 10); To enhance the well-

    being and livelihood of the peoples ASEANby providing them with equitable access to

    opportunity for human development, social

    welfare and jusce (poin 11).

    Jika melihat ke-5 (lima) point yang terdapat

    dalam deklarasi ASEAN menyangkut sosial-

    ekonomi dari ASEAN Charter tersebut,

    menyangkut tujuan komunitas ekonomi

    ASEAN, yaitu: pembentukan pasar tunggal,

    pemberantasan kemiskinan, proteksilingkungan, pengembangan SDM dan Iptek

    untuk pemberdayaan rakyat, dan jaminan akses

    bagi rakyat menggapai pembangunan manusia,

    kesejahteraan dan keadilan sosial.

    Seper juga dalam menerjemahkan

    Pancasila dan UUD NRI 1945, khususnya untuk

    menyangkut tujuan sosial-ekonomi, akan

    membutuhkan penjabaran dalam peraturan

    perundang-undangan, paradigma/ plaorm,kebijakan dan dan strategi yang tepat untuk

    mencapai tujuan nasional, yakni: melindungi

    segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

    darah, memajukan kesejahteraan umum,

    mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

    melaksanakan keterban dunia (Pembukaan

    UUD NRI 1945). Maka dari itu, dalam mencapai

    tujuan  ASEAN Charter   pun akan tergantung

    paradigma/ plaorm, kebijakan dan strategi

    operasional yang tepat untuk mencapai tujuankolekf kesepuluh negara ASEAN.

    Dengan demikian, kiranya solusi ekonomi

    kerakyatan berbasiskan UUD 45 dapat menjadi

    pioner untuk mengisi paradigma, kebijakan

    dan strategi yang tepat dalam mencapai tujuan

    sosial-ekonomi ASEAN yang innya baik dalam

    bidang kesejahteraan, keamanan maupun

    perdamaian, di masing-masing negara ASEAN,

    regional ASEAN secara kolekf serta dunia pada

    umumnya.

     ASEAN Investment Area mempunyai ga

    komponen, yaitu fasilitasi investasi, promosi

    investasi, serta liberalisasi investasi. Kegiatan

    yang sedang berjalan di bidang fasilitasi investasi

    dan promosi investasi harus didukung dengan

    kuat melalui pembentukan “ASEAN Regional

    Unit” sebagai suatu lembaga baru. Lembaga ini

    bisa dimulai dengan menjadikannya bagian dari

     ASEAN Secretariat.15

    Melihat perkembangan global maupun

    di wilayah ASEAN, komponen liberalisasi

    investasi dak lagi memberikan perlakuan

    preferensial bagi investor ASEAN. Dalam banyak

    hal daklah tepat bagi negara-negara ASEAN

    bahwa dalam rangka liberalisasi rejim investasi

    mereka negara-negara ASEAN harus mendapatpreferensi terlebih dahulu sebelum preferensi

    yang sama diberikan kepada investor-investor

    non-ASEAN.16

    Sebagaimana dikatakan selain pasar tunggal

    ASEAN yang berlaku tahun 2015, sebelumnya

    telah ada 19 (sembilan belas) kesepakatan sejak

    15  C.P.F. Luhulima, Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015 , (Jakarta: Pustaka Pelajar & LIPI, 2011), hlm. 42.16  Ibid .

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    31/199155Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    tahun 2011 mengenai perdagangan bebas (FTA)

    dimana 7 (tujuh) diantaranya telah berjalan, 1

    (satu) belum mulai berlaku, 3 (ga) masih dalam

    status negosiasi, 2 (dua) dalam status negosiasi,tetapi kerangka kesepakatannya sudah ditanda

    tangani, serta 6 (enam) masih berstatus usulan.

    Dari 7 (tujuh) yang telah berjalan hanya satu

    yang FTA bilateral, yakni kesepakatan kemitraan

    ekonomi (EPA) Indonesia-Jepang, sedangkan

    6 (enam) sisanya FTA yang ditandatangani

    Indonesia sebagai bagian dari ASEAN, termasuk

    AFTA.17

    Untuk membuat ASEAN menjadi landasan

    produksi tunggal yang kompef sangatlah

    penng untuk menarik FDI yang berkualitas

    paling baik dalam kuantas yang sebesar

    mungkin terlepas dari country of origin. Harus

    kita ingat bahwa arus masuk investasi langsung

    dak digerakkan oleh negara-negara anggota

    ASEAN, melainkan oleh perusahaan-perusahaan

    mulnasional Amerika Serikat, Uni Eropa dan

    Jepang.

    Masuknya perusahaan mulnasional AS-

    Eropa dan Jepang harus dapat dipahami oleh

    ASEAN bahwa kesepakatan yang telah dibuat

    harus dapat diimplementasikan, dak seper

    halnya yang terjadi di Indoensia, begitu investor

    mulai melakukan akvitasnya selalu terhambat

    dengan kepenngan daerah tertentu, hal ini

    bertentangan dengan kesepakatan dalam WTOmaupun ASEAN saat ini.

    Di dalam rangka ini ASEAN memang harus

    membuat dua keputusan penng, pertama,

    Melangkah lebih jauh dari rekomendasi HLTF

    yang tercantum di dalam Bali Concord II dan

    membuka semua sektor manufaktur bagi

    investasi asing. Hal ini tentu berar bahwa dak

    perlu lagi ada temporary exclusion list (TEL) dan

    sensive list dalam sektor manufaktur, dengan

    menggunakan ASEAN-X formula. Kedua, ASEANharus membuka diri bagi semua investor, jadi

    dak lagi ada perbedaan antara invetasi dari

    ASEAN dan non-ASEAN.

    Apabila melihat kesepakatan dalam Bali

    Concord II khususnya dalam hal penerbangan

    maka yang terjadi adalah pihak Indonesia

    mengalami kerugian dengan pembagian wilayah

    penerbangan khususnya perjanjian dengan

    pihak Malaysia.18

    Untuk membangun suatu landasan

    produksi tunggal, ASEAN harus mendorong

    pembentukan jejaring produksi regional di

    Asia Tenggara. Kecenderungan global dalam

    manufaktur menunjukkan suatu pergeseran

    ke adopsi teknik-teknik produksi yang eksibel

    dan pembangunan jejaring produksi yang

    terintegrasi. Kompesi yang keras berar bahwa

    daklah lagi cost eecve apabila seluruh

    rangkaian manufaktur dilakukan di dalam

    satu perusahaan (in-house) atau di dalam satu

    negara. Untuk mempersingkat rangkaian dan

    waktu produksi dan pengantaran ke pasar yang

    cepat, perusahaan-perusahaan mulnasional

    mengintegrasikan kegiatan manufaktur mereka

    di berbagai lokasi dan memperkenalkan teknik

    manajemen Just-In-Time dan seringkali melaluisubkontrak internasional. Kecenderungan

    produksi global ini berar bahwa dak hanya

    mencari pasar yang lebih besar, melainkan

     juga tempat-tempat di mana mereka dapat

    membangun jejaring produksi yang esien.

    17  Sri Hartati, Perdagangan Internasional Indonesia dan Globalisasi, dalam Tinjauan Kompas, Menatap Indonesia

     2014, Tantangan, Prospek Politik dan Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2014), hlm. 67-68.18  Rusli, M, Opensky Bali Concord II ASEAN, (Padang: (tanpa penerbit), 2012), hlm. 120.

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    32/199156 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    Strategi perusahaan mulnasional yang kini

    muncul menunjukkan bahwa mereka sudah

    rencanakan untuk memanfaatkan wilayah

    Asia Tenggara sebagai landasan produksiuntuk dapat memperbesar volume penjualan

    mereka di pasar ASEAN dengan sekaligus

    mengembangkan sarana perolehan komponen

    di wilayah ASEAN, peningkatan spesialisasi

    produk untuk mencapai economies of scale, dan

    pemenngan keuntungan atas dasar operasi di

    wilayah ASEAN.

    HLTF on ASEAN Economic Integraon  juga

    menyarankan pembentukan jejaring  ASEAN

    Free Trade Zones, sehingga perusahaan-

    perusahaan dapat menstrukturkan proses

    manufaktur mereka melintasi berbagai negara

    ASEAN “to take advantage of their cooperave

    strengths” dan di dalam proses itu meningkatkan

    perdagangan dan investasi intra-ASEAN.

    Kemudian, ASEAN harus pula “undertake more

    eecve joint ASEAN facilitaon and promoon

    measures and develop new   sources of inward

    FDI”, seper dari China, India dan Republik

    Korea, untuk melengkapi FDI dari AS, UE dan

    Jepang.

    Arus bebas barang manufaktur sangat

    penng untuk mempromosikan ASEAN

    sebagai landasan produksi tunggal. ASEAN

    sudah melaksanakan liberalisasi perdagangan

    melalui AFTA. Dalam rangka penurunan tarifsuatu kemajuan yang besar sudah dicapai

    dengan AFTA. Arus bebas dak hanya berar

    penghapusan tarif, melainkan harus sekaligus

    pula berar penghapusan rintangan non-tarif.

    ASEAN harus mengusahakan penghapusan

    rintangan tarif dalam perdagangan intra-

    ASEAN, khususnya barang-barang manufaktur.

    Bagi beberapa negara, termasuk negara-negara

    CMLV, hal ini merupakan suatu tantangankarena tarif atas perdagangan internasional

    merupakan bagian yang besar bagi pemasukan

    negara. Hal ini memang harus dihadapi dan

    mekanisme harus dicari untuk mengatasinya.

    Suatu analisa dari perdagangan infra-ASEANmemperlihatkan adanya landasan produksi

    regional di ASEAN. Suatu penurunan dalam

    saham produk yang berlandaskan sumber

    daya alam (resource-based products) dalam

    perdagangan intra-ASEAN selama 20 tahun

    disertai dengan peningkatan ekspor produk

    listrik dan elektronik, yang kini hampir mencapai

    separoh dari arus dagang ASEAN, sebagian

    besar daripadanya suku cadang dan komponen.

    Kecenderungan ini menunjukkan suatu potensi

    yang jelas bagi  producon sharing  sebagai

    bagian dari jejaring produksi regional.

    Akses yang meningkat sebagai akibat

    dari penurunan rintangan tarif dan non-tarif

    daklah cukup untuk menjamin arus barang

    yang bebas di ASEAN. Biaya transaksi yang

    nggi bagi perdagangan internasional yang

    disertai antara lain bea-cukai yang dak esien

    dan standar yang dak jelas dapat menurunkan

    nilai perdagangan secara signikan.

    ASEAN perlu segera mengupayakan

    penurunan biaya transaksi ini dengan cepat

    dan drass. Upaya untuk menurunkan biaya

    transaksi ini memerlukan suatu komitmen yang

     jauh lebih besar daripada upaya yang diperlukan

    untuk menyelesaikan masalah akses pasar.Inisiaf fasilitasi ini sering memerlukan

    pembentukan badan-badan baru atau

    perombakan total lembaga-lembaga yang

    sudah ada. Lagi pula, usaha ini hams

    dilakukan semua negara ASEAN secara

    bersama-sama, semua negara anggota harus

    mengimplementasikan paling sedikit suatu

    rangkaian minimal dari inisiaf-inisiaf utama,

    khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    33/199157Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia ... (Syprianus Aristeus)

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    mengharmonisasikan prosedur perbatasan dan

    standarisasi.

    Pemerintah-pemerintah ASEAN harus

    memusatkan sumber dayanya, baik ekonomi,maupun polik, untuk menjamin bahwa fasilitasi

    ini dak hanya akan mengurangi biaya transaksi,

    melainkan pada akhirnya juga mendukung

    perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

    HLTF merekomendasikan integrasi jalur

    cepat dari 4 sektor jasa yang diprioritaskan,

    yaitu e-ASEAN, jasa kesehatan, perjalanan udara

    dan pariwisata. HLTF juga merekomendasikan

    bahwa integrasi sektor jasa diimplementasikan

    melalui liberalisasi yang dipercepat sektor-

    sektor prioritas ini, pengembangan MRA yang

    dipercepat, dan pendorong  joint ventures dan

    kerjasama, termasuk pasar negara kega.

    Integrasi sektor jasa harus memfasilitasi

    proses pembangunan landasan produksi tunggal

    ASEAN. Inisianisiaf regional harus pula

    ditujukan untuk mempromosikan low cost high

    quality service industries yang memungkinkan

    ASEAN mengembangkan diri sebagai suatu

    outsourcing hubungan global.

    Di samping keempat sektor prioritas di

    atas, ASEAN harus pula mempermbangkan

    untuk mempercepat sektor-sektor jasa: Jasa

    keuangan (seper banking and capital markets);

    t elekomunikasi; jasa bisnis profesional (seper

    akuntansi dan hukum); logisk dan transportasi;pendidikan; serta energi.

    Integrasi sektor jasa dapat pula dipercepat

    dengan memasukkan industri jasa ke dalam

    liberalisasi investasi di bawah ASEAN Investment

    Area (AIA), yang dipermbangkan ASEAN.

    Liberalisasi sektor jasa ini harus pula dilakukan

    ke luar ASEAN. Hal ini berar bahwa  ASEANFramework Agreement on Services (AFAS)

    harus dinggalkan untuk suatu jalur alternaf

    yang lebih cepat. Salah satu jalur di sini ialah

    mengadopsi suatu kebijakan ASEAN bagi

    pembukaan sektor-sektor jasa prioritas secara

    global. Kebijakan ini dengan sendirinya berar

    pula kebijakan imigrasi yang terbuka bagi tenaga

    kerja profesional dan trampil.

    2. Ansipasi Pemerintah Indonesia

    Dengan Diberlakukan WTO Serta

    Kehadiran Undang-Undang Perindus-

    trian Dan Perdagangan

    Memperhakan ketentuan pada saat

    Ministreal Meeng to the APEC Summit 2004 

    bahwa tanpa melihat sistem ekonomi yang

    bagaimanapun yang diterapkan oleh suatu

    negara maka seap negara bergerak ke arah yang

    sama yaitu persaingan global dan perdagangan

    bebas.19 Perdagangan bebas merupakan media

    yang efekf dan damai dalam peningkatan

    kekayaan masing-masing negara. Karena

    negara-negara diuntungkan dengan kerjasama

    perdagangan yang akan meningkatkan

    kesejahteraan masyarakatnya.20  Lebih dari itu,

    agar terciptanya a peaceful global order, sistemdunia harus diarahkan menuju sebuah pasar

    global, di mana barang dan jasa dapat bergerak

    bebas melintasi batasan-batasan negara.21 

    19  Harian Kompas, “ASEAN Berencana Menjadi “Pasar Tunggal”. 7 Oktober 2003, Rizal Malaranggeng, Mendobrak

    Sentralisme Ekonomi, Indonesia 1986-1992,  (Kepustakaan Popular Gramedia bekerja sama dengan Freedom

    Institute, 2004), hlm. 19-33.20  Scott Burchill & Andrew Linklater, Theories of International Relation, (The United States of America: St. Martin’s

    Press. Inch., 1996), hlm. 32.21  Handy Hady, Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Indonesia: Ghalia, 2001),

    hlm. 65.

  • 8/16/2019 MEA_782524JURNAL VOLUME 3 NO 2 PROTECT.pdf

    34/199158 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162

    Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

    Josep E. Sglitz menjelaskan capaian-

    capaian posif dari perdagangan bebas sebagai

    akibat dari proses globalisasi ekonomi yang

    melanda dunia, yaitu:Opening up to internaonal trade has he