Upload
phungquynh
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA
RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF
Timothy Siahaan
99/126784/PA/07593
Departemen Pendidikan Nasional
Universitas Gadjah Mada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamYogyakarta
2004
SKRIPSI
MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA
RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF
Timothy Siahaan
99/126784/PA/07593
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika
Departemen Pendidikan Nasional
Universitas Gadjah Mada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamYogyakarta
2004
SKRIPSI
MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADARUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF
Timothy Siahaan
99/126784/PA/07593
Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji
pada tanggal 8 Juli 2004
Tim Penguji
Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid Dr. Kamsul Abraha
Pembimbing I Penguji I
Juliasih Partini, M.Si.
Pembimbing II Penguji II
Penguji III
Skripsi ini kupersembahkan
Bagi Dia yang menciptakan segala keteraturan
Untuk Papa, Mama, dan Adikku Andres tercinta
Untuk Ria tersayang
iii
Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke
manapun engkau pergi
(Yosua 1:9)
Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepa-
njang kawal malam,-
sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku
bersorak-sorai
(Mazmur 63:7,8)
Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghi-
na hikmat dan didikan
(Amsal 1:7)
iv
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat serta kasih se-
tiaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sesung-
guhnya Tuhanlah Pencipta alam semesta, dan segala usaha kita untuk mengungkap
rahasia ciptaanNya akan sia-sia tanpa campur tangan Sang Pencipta yang Agung.
Segala kata tidak akan dapat melukiskan puji syukur penulis kepadaNya atas semua
campur tangan pertolonganNya dalam proses penulisan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa apa yang penulis da-
patkan di bangku perkuliahan belumlah apa-apa dibandingkan dengan ilmu fisika.
Penulis juga menjadi terbuka wawasannya dan menyadari bahwa ilmu fisika, khusus-
nya fisika teori, terus berkembang selama manusia masih dapat berpikir. Kesadaran
penulis akan hal itu menyebabkan penulis dipenuhi semangat untuk berkreasi mengem-
bangkan teori yang telah ada. Sekarang setelah penulis merampungkan skripsi ini,
penulis menyadari bahwa dibutuhkan dua hal agar manusia dapat melakukan sesuatu,
yakni izin Tuhan serta optimisme manusia tersebut bahwa dia mampu melakukannya.
Dalam penulisan skripsi dan masa perkuliahan banyak pihak yang telah ber-
jasa kepada penulis, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih. Adapun uca-
pan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, yang begitu baik bagi penulis, membuka cakrawala dan
memberi gagasan-gagasan kreatif dalam pikiran penulis.
2. Papa dan Mama tercinta, yang tidak henti-hentinya memberi dukungan moral,
semangat, dan cinta kasih yang tak pernah menuntut balas.
3. Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid, selaku pembimbing penulisan skripsi ini, yang
telah memberi banyak masukan berupa tema skripsi yang menarik, bahan perku-
liahan dan berbagai pemahaman mengenai berbagai teori, dan yang terpenting
v
vi
adalah teladan dan semangat untuk memberi kontribusi kepada ilmu penge-
tahuan. Penulis saat ini hanya dapat membalas semua yang bapak berikan den-
gan ucapan terima kasih, dan di kemudian hari sekiranya Tuhan mengizinkan,
penulis ingin membalas semua kebaikan yang telah bapak berikan kepada penulis
dan juga berkolaborasi dalam usaha memberi kontribusi bagi fisika.
4. Dr. Mirza Satriawan, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk
membimbing penulis, berdiskusi, dan memberikan wawasan mengenai fisika.
Kalau Tuhan mengizinkan, penulis ingin sekali berkolaborasi dengan bapak
dalam berbagai riset yang menantang.
5. Prof.Dr. Muslim, yang banyak memberi teladan untuk tidak takut kepada keru-
mitan perhitungan. Walaupun penulis mendapat perkuliahan dari bapak hanya
pada tahun pertama, tetapi torehan selama tahun pertama itu membekas sampai
saat ini sehingga penulis memutuskan untuk terjun dalam fisika teori.
6. Staf pengajar program studi fisika yang telah membimbing selama masa perku-
liahan, yang telah mau diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan penulis selama di
kelas.
7. Ria Endriana Utami, yang terus memberikan dukungan moril dan kasih sayang
yang tidak henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih untuk semua yang ka-
mu berikan kepada penulis. Kejarlah terus cita-citamu dan sukses untuk kita
berdua.
8. Teman-teman kelompok "underground" Mathematical and Theoritical Physics,
yang telah menjadi teman diskusi yang menyenangkan. Penulis memimpikan
suatu saat nanti kita menorehkan nama kita di jurnal-jurnal fisika internasional
bahkan persamaan-persamaan dengan nama kita tertulis di berbagai buku teks
perkuliahan fisika di dunia.
vii
9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu demi satu, yang telah banyak
memberi bantuan, baik dalam penulisan skripsi ini maupun dalam perkuliahan.
Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan gagasan-gagasan
baru bagi yang membacanya sehingga skripsi ini memberi suatu kontribusi bagi fisi-
ka serta dapat menjadi batu loncatan menuju penelitian-penelitian lainnya. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari berbagai kesalahan, untuk itu penulis mo-
hon maaf. Terakhir penulis mengutip peribahasa lama:Bila ada jarum yang patah,
jangan disimpan di dalam peti. Bila ada sikap dan perilaku saya selama ini yang
salah, mohon jangan disimpan di dalam hati.
Yogyakarta, 21 Juni 2004
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Halaman Persembahan iii
Halaman Motto iv
PRAKATA v
INTISARI xii
I PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
2. Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
3. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
4. Tinjauan Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
5. Ruang Lingkup Kajian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
6. Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
7. Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
II RUANG TAK KOMUTATIF 10
1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif . . . . . . . . . . . . . . . 12
a. Ruang fase klasik(p, x) dalam bahasan mekanika kuantum . . 12
b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat . . . . . . . . 13
2. Bidang Tak Komutatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
3. Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
viii
ix
4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
III FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN KESETANGKU-
PAN 24
1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum . . . . . . . . . . . . . 24
2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu
Medan Yang Diperumum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
3. Homogenitas Ruang-Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
4. Isotropi Ruang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
IV MEDAN KLEIN-GORDON PADA RUANG MINKOWSKI TAK KO-
MUTATIF 42
1. Medan Klein-Gordon Riil . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
2. Medan Klein-Gordon Kompleks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50
V MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF 54
VI KESIMPULAN DAN SARAN 65
1. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Perluasan Teori Lagrangan Untuk
Suatu Medan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65
2. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Klein-
Gordon Pada Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . . . . . . . . . . 66
3. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Dirac Pa-
da Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69
4. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
A PEMBUKTIAN PERSAMAAN (II.22) 74
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
R Himpunan bilangan riil.
C Himpunan bilangan kompleks.
Rn Produk kartesisn buah himpunan bilangan riilR.
a ∈ A a adalah anggota himpunanA.
∀ Untuk setiap.
B ⊂ A HimpunanB adalah subhimpunan dari himpunanA.
C∞(Rn,C) Himpunan fungsi-fungsi licin (smooth functions) bernilai kompleks
padaRn.
A→ B Pemetaan dari himpunanA ke himpunanB.
ζ[D] Bayangan himpunanD oleh pemetaanζ.
ξ|B Pemetaanξ terbatas pada himpunanB.
? Perkalian-bintang (star-product).
[f, g]? Sama denganf ? g − g ? f .
e Muatan listrik elementer, dalam satuan SI sebesar1, 602× 10−19C.
δ(n) Fungsi delta Dirac.
:= Definisi
∞ Tak terhingga.
dnx Sama dengandx1dx2 · · · dxn ataudx0dx1 · · · dxn−1.∫∞−∞ Integral meliputi seluruh domainintegrand.
δ Variasi
εµνα Epsilon Kronecker.
δµν Delta Kronecker.
gµν Tensor metrik. Dalam skripsi ini yang dipakai adalah tensor metrik
x
xi
Minkowski yaknigµν = diag(+1 − 1 − 1 − 1) = gµν .
∇ Operator nabla pada ruang koordinat.
∇~k Operator nabla pada ruang momentum.
∇2 Operator Laplasan (Laplacian).∑r Penjumlahan meliputi semua nilair.
|·〉 Vektor ket.
〈·| Vektor bra.
〈·|·〉 Hasil kali skalar antara vektor ket dan vektor bra.
T αν Tensor energi-momentum kontravarian.
P ν Vektor momentum-4 kontravarian.
J jk = εjklJ l Komponen momentum sudut total ke arah sumbuxl.
M jk = εjklM l Komponen momentum sudut orbital ke arah sumbuxl.
Sjk = εjklSl Komponen momentum sudut intrinsik ke arah sumbuxl.
h Tetapan Planck. Dalam satuan SI besarnya adalah
6, 626× 10−34J.s.
~ Tetapan Planck tereduksi, sama denganh2π
.
e Muatan listrik elementer. Dalam satuan SI besarnya adalah
1, 602× 10−19C.
c Laju rambat cahaya pada ruang hampa, dalam satuan SI besarnya
adalah2, 998× 108m/s.
kν Komponen suatu vektor 4 kontravarian (kecuali ada keterangan
tambahan).
kµtµ Sama dengan
∑3µ=0 kµt
µ atau∑3
µ,ν=0 kµtνgµν .
INTISARI
MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA
RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF
Oleh :
Timothy Siahaan
99/126784/PA/07593
Telah dilakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac padaruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk medanyang telah diperumum. Perumuman teori Lagrangan untuk medan menghasilkanperumuman definisi Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut suatu medan.Definisi-definisi tersebut digunakan dalam kajian mengenai medan Klein-Gordon danmedan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif.
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Gagasan mengenai ketidakkomutatifan ruang dan waktu merupakan gagasan
lama yang telah dipikirkan oleh para fisikawan. Hal ini pertama kali dipublikasikan
oleh Snyder pada tahun 1947. Snyder mengemukakan bahwa invariansi Lorentz
tidak mensyaratkan ruang-waktu sebagai suatu kontinuum. Dalam artikelnya [Sny-
der , 1947]Snydermengemukakan gagasannya mengenai ruang-waktu yang diskret.
Ruang-waktu yang diskret dapat mengakibatkan ruang-waktu tidak lagi komutatif.
BahkanSnyder melangkah lebih jauh dengan melakukan telaah mengenai medan
elektromagnet pada ruang-waktu yang diskret. Namun gagasan mengenai ruang-
waktu yang tidak komutatif seakan tenggelam karena kurang mendapat tanggapan
para fisikawan. Hal ini dikarenakan kemunculan gagasan tersebut berdekatan wak-
tunya dengan "booming" renormalisasi kala itu.
Perkembangan penelitian teoritis di bidang fisika energi tinggi dan karya be-
sarConnesmengenai geometri tak komutatif [Connes , 1994] mengingatkan kem-
bali gagasan mengenai ruang-waktu tak komutatif yang telah lama dilupakan orang.
Perkembangan kajian teoritis menyatakan bahwa pada skala Planck1 struktur ruang-
waktu berubah menjadi tidak komutatif. Namun karena data eksperimen mengenai
struktur ruang-waktu pada skala yang sangat kecil (dengan kata lain pada energi
yang sangat tinggi) sangat terbatas, maka para fisikawan berusaha menyusun berba-
gai model yang diperkirakan dapat menggambarkan tidak komutatifnya ruang-waktu
tersebut. Model yang dipakai dalam skripsi ini adalah model yang paling sederhana,
1Skala Planck secara numerik diberikan oleh panjang PlancklP ≈ 10−33cm dan selang waktuPlancktP ≈ 10−44s.
1
2
yakni model yang berdasarkan kaitan komutasi
[xµ, xν ] = iθµν , (I.1)
denganθµν suatu tensor yang bernilai riil dan antismetris terhadap pertukaran indeks.
Kaitan komutasi (I.1) berimbas pada terbentuknya suatu aljabar fungsi-fungsi licin
(smooth functions) yang terdefinisikan pada ruang Minkowski (dapat dilihat misalnya
pada [Siahaandkk, 2004]).
Berbagai kajian teoritis mengenai teori medan (kuantum) pada ruang-waktu
tak komutatif telah dilakukan dan artikel-artikel mengenai teori medan pada ruang-
waktu tak komutatif telah dipublikasikan, namun belum ada artikel yang secara khusus
membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac2. Dalam berbagai artikel dise-
butkan bahwa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang
baru (lihat misalnya [Girotti , 2003], [Sochichiu , 2002], [Szabo , 2003]) karena sifat
dari perkalian tak komutatif (disebut sebagai perkalian-bintang ataustar-product(?)
– akan dibahas pada bab kedua dalam skripsi ini) antara dua fungsi licin yang ter-
integralkan secara kuadratis akan tereduksi menjadi perkalian biasa jika dilakukan
integrasi ke seluruh ruang-waktu
∫ ∞
−∞f ? gd4x =
∫ ∞
−∞fgd4x. (I.2)
Sifat di atas berlaku jika terdapat fungsi licinf(k) (dan jugag(k)) pada ruang momentum-
4 sedemikian sehingga
f(x) =
∫ ∞
−∞f(k)eikµxµ
d4x. (I.3)
Hal ini akan dibahas pada bab II. Dalam berbagai artikel tersebut dikemukakan bah-
2Sebenarnya artikel yang membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac sudah ada, namunyang artikel tersebut merupakan karya penulis dan merupakan bentuk ringkas dari skripsi ini [Siahaandkk, 2004].
3
wa sifat (II.1) menyebabkan aksi untuk suatu medan bebas pada ruang-waktu tak
komutatif tidak berbeda dengan aksi medan bebas pada ruang-waktu yang komu-
tatif. Namun demikian suatu aksi merupakan integral suatu rapat Lagrangan meliputi
sembarang daerah integrasi pada ruang-waktu berdimensi 4 (lihat misalnya [Ryder
, 1996]p.82-87, [Mandl dan Shaw , 1984]p.30). Selain itu, sifat (I.2) tidak berlaku
untuk medan Klein-Gordon dan medan Dirac, karena ekspansi Fourier medan-medan
tersebut di ruang momentum-4 dibatasi oleh persyaratan-persyaratan fisis, yakni keti-
daknegatifan energi dan kaitan energi-momentum Einstein, sehingga wakilannya di
ruang momentum-4 bukan fungsi licin yang berakibat medan-medan tersebut tidak
dapat diekspansikan seperti pada persamaan (I.3). Dengan demikian pernyataan bah-
wa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang baru kare-
na berlakunya persamaan (I.2) tidak dapat diterima. Karena itu pembahasan medan
Klein-Gordon dan medan Dirac, yang merupakan medan-medan bebas, pada ruang-
waktu yang tidak komutatif (lebih tepat disebutkan sebagai ruang Minkowski yang
tidak komutatif) masih harus dilakukan.
2. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas jelas bahwa kajian mengenai medan Klein-Gordon dan
medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif masih harus dilakukan. Hal ini
dikarenakan belum terdapatnya teori yang menjelaskan medan-medan tersebut pada
ruang Minkowski tak komutatif. Selain itu medan Klein-Gordon dan medan Dirac
merupakan dua medan yang paling sederhana kajiannya namun berkaitan dengan
zarah-zarah elementer yang terdapat di alam.
Pembahasan mengenai suatu medan biasanya berangkat dari suatu rapat La-
grangan yang menggambarkan medan tersebut. Demikian pula dalam pembahasan
medan Klein-Gordon dan medan Dirac, kajian akan dilakukan dengan meninjau ra-
4
pat Lagrangan medan-medan tersebut. Namun dalam teori medan yang lazim dikaji
rapat Lagrangan hanya gayut pada suatu medan dan turunan pertamanya sedangkan
pada kajian kali ini rapat Lagrangan gayut bukan saja pada suatu medan dan turunan
pertamanya tetapi juga pada turunan-turunan parsial berderajat tinggi sebagai akibat
deformasi (penggantian) perkalian biasa (perkalian per titik ataupointwise multipli-
cation) antara medan-medan menjadi perkalian-bintang. Untuk itu perlu diadakan
perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan (Lagrangian field theory) dengan
rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan-turunan parsial hingga
sembarang orde. Perumuman tersebut menyebabkan perlunya pendefinisian ulang be-
berapa kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan, yakni Hamiltonan, momentum,
serta momentum sudut, yang merupakan perumuman kuantitas-kuantitas tersebut pa-
da teori Lagrangan untuk suatu medan yang biasa. Selanjutnya teori Lagrangan untuk
suatu medan yang diperumum (Generalized Lagrangian field theory) tersebut digu-
nakan dalam menelaah medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski
tak komutatif.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Melakukan perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan dan merumuskan
persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, Hamiltonan, momentum, serta
momentum sudut suatu medan.
2. Merumuskan bentuk rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon dan medan
Dirac baik yang bernilai riil maupun kompleks pada ruang Minkowski tak ko-
mutatif.
3. Mencari bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan
5
Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan
menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang diperumum.
4. Tinjauan Pustaka
Kajian mengenai teori medan (kuantum) tak komutatif3 meliputi tiga aspek,
yakni ruang yang tidak komutatif, deformasi aljabar yang terdefinisikan pada ruang
tersebut, serta teori medan (kuantum) pada ruang yang tidak komutatif.
Connes (1994) mengemukakan gagasan mengenai geometri yang tidak ko-
mutatif (noncommutative geometry). Torrielli (2002) mengemukakan bahwa gagasan
ruang-waktu yang tidak komutatif cocok dengan dugaan bahwa struktur ruang-waktu
berubah pada skala penyatuan teori gravitasi dengan teori kuantum [Torrielli , 2002].
Sochichiu (2002) mengemukakan konsep ruang tak komutatif dan kaitannya den-
gan fisika disertai dengan beberapa model dan contoh ruang yang tidak komutatif
[Sochichiu , 2002]. Kajian Calmet (2004) mengenai ruang-waktu yang tidak ko-
mutatif memberikan hasil bahwa batas-batas ketidakkomutatifan ruang-waktu gayut
pada model yang ditinjau [Calmet , 2004].
Konsep ruang tak komutatif memiliki akar pada konseppenguantuman Mo-
yal [Moyal , 1949]. Dalam artikel tersebut Moyal memperkenalkan suatu prosedur
penguantuman melalui deformasi aljabar pada ruang fase klasik sebagai akibat keti-
dakkomutatifan ruang fase pada bahasan mekanika kuantum. Penguantuman terse-
but kemudian dikenal sebagaipenguantuman Moyal. Bayendkk (1978) memba-
has teoripenguantuman deformasi[Bayendkk , 1978] yang menjadi landasan bagi
penguantuman Moyal. Girotti (2003) menurunkan bentuk perkalian-bintang (star-
product) sebagai manifestasi asumsi bahwa ruang-waktu yang ditinjau tidak lagi ko-
mutatif. Penurunan bentuk perkalian-bintang tersebut analog dengan penguantuman
3Pengertian istilah teori medan (kuantum) tak komutatif mengacu pada teori medan (kuantum) padaruang yang tidak komutatif [Barbon , 2001].
6
Moyal. Pembahasan secara kompak mengenai perkalian-bintang dengan parameter
ketidakkomutatifan yang berupa konstanta telah dilakukan oleh Meyer (2003).
Kajian mengenai teori medan (kuantum) pada ruang tak komutatif telah banyak
dilakukan. Torrielli (2002) menunjukkan kaitan antara teori medan (kuantum) pa-
da ruang-waktu tak komutatif dengan teoristring (string theory). Kaitan tersebut
adalah bahwa teori medan (kuantum) pada ruang-waktu tak komutatif dapat ditu-
runkan sebagai penggambaran efektif teoristring pada energi rendah dengan latar
belakang yang antisimetris (effective description of string theory in antisymmetric
background). Selanjutnya Torrielli membahas teori gangguan medan kuantum tidak
komutatif [Torrielli , 2002]. Sochichiu (2002) membahas invariansi tera dan medan
tera pada ruang tak komutatif, pembahasan ini juga disertai pembahasan mengenai
lintasan Wilson dan simpal Wilson pada ruang tak komutatif. Girotti (2003) mem-
bahas berbagai suku interaksi pada Lagrangan medan yang tidak komutatif. Meyer
(2003) membahas model-model medan tera pada ruang tak komutatif. Selain yang
telah disebutkan masih banyak artikel yang membahas teori medan (kuantum) pada
ruang tak komutatif. Namun demikian belum ada yang melakukan kajian mengenai
medan bebas pada ruang Minkowski tak komutatif, sehingga kajian dalam skripsi ini
merupakan hal yang baru.
5. Ruang Lingkup Kajian
Kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang-waktu
yang tidak komutatif dibatasi hanya untuk medan bebas, yakni medan yang tidak
berinteraksi dengan medan lain. Selain itu medan yang ditelaah adalah medan klasik,
yakni belum diadakan penguantuman terhadap medan Klein-Gordon dan Dirac. Mo-
del ruang-waktu tak komutatif yang digunakan adalah model yang memenuhi kaitan
komutasi (I.1) dan merupakan ruang-waktu yangflatdisertai dengan metrik Minkows-
7
ki.
6. Sistematika Penulisan
Skripsi ini ditulis dalam enam bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah
sebagai berikut:
• Pada bab I mengemukakan latar belakang penelitian yang dilakukan, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan, serta penjelasan mengenai
metode pelaksanaan penelitian.
• Bab II berisi penjelasan mengenai konsep ruang tak komutatif serta beberapa
contoh ruang yang tidak komutatif. Pada bab ini dilakukan penurunan bentuk
perkalian tak komutatif (perkalian-bintang) yang merupakan akibat dari keti-
dakkomutatifan suatu ruang yang ditinjau.
• Bab III membahas perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan. Pada bab
ini dirumuskan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, serta kuantitas-
kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan yakni Hamiltonan, momentum,
serta momentum sudut.
• Pada bab IV dibahas medan Klein-Gordon pada ruang Minkowsi tak komutatif.
Pembahasan tersebut dilakukan dengan menggunakan teori Lagrangan untuk
suatu medan yang telah diperumum pada bab III. Pada bab ini dirumuskan
rapat Lagrangan medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski yang tidak ko-
mutatif baik yang bernilai riil maupun kompleks, serta dilakukan juga peru-
musan Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon.
Pada akhirnya bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut
medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski tak komutatif (baik medan yang
bernilai riil maupun yang bernilai kompleks) dinyatakan pada bab ini.
8
• Bab V membahas medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan
menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang telah diperumum. Seper-
ti halnya pada bab IV, pada bab ini juga dirumuskan rapat Lagrangan medan
Dirac pada ruang Minkowski yang tidak komutatif serta Hamiltonan, momen-
tum, dan momentum sudut medan Dirac. Hasil-hasil tersebut digunakan untuk
merumuskan bentuk eksplisit kuantitas-kuantitas tersebut.
• Bab VI berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan ser-
ta saran-saran untuk penelitian mendatang mengenai topik-topik yang telah
berkaitan dengan topik yang dikemukakan dalam skripsi ini.
7. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian teoritis terhadap
teori Lagrangan untuk suatu medan pada ruang Minkowski tak komutatif. Untuk
melakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Min-
kowski tak komutatif, mula-mula diperkenalkan konsep ruang tak komutatif. Kon-
sep yang diperkenalkan bukanlah konsep yang mendetail secara matematis namun
merupakan konsep yang memberikan gambaran kasar mengenai ruang tak komutatif.
Dalam pembahasan mengenai konsep ruang tak komutatif juga dibahas perkalian
tak komutatif yang disebut sebagai perkalian-bintang (star-product) yang digunakan
dalam menelaah rapat Lagrangan medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang
Minkowski tak komutatif. Selanjutnya dilakukan perluasan teori Lagrangan untuk
suatu medan. Hal ini dilakukan karena teori Lagrangan yang lazim dibahas tidak
memadai dalam pembahasan yang akan dilakukan selanjutnya. Dalam perluasan
teori Lagrangan untuk suatu medan ini dilakukan pendefinisian ulang Hamiltonan,
momentum, serta momentum sudut suatu medan. Hasil-hasil yang diperoleh dari
perluasan teori Lagrangan untuk medan kemudian digunakan dalam kajian mengenai
9
medan Klein-Gordon dan medan Dirac, yakni untuk merumuskan rapat Lagrangan,
Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan-medan tersebut.
BAB II
RUANG TAK KOMUTATIF
Andaikan(C∞(Rn,C),+, ·) aljabar asosiatif di atas lapangan kompleks (com-
plex field) yang beranggotakan fungsi-fungsi licin pada ruangRn. Aljabar asosi-
atif (C∞(Rn,C),+, ·) merupakan suatu aljabar yang dibangkitkan oleh koordinat-
koordinatxµ, µ = 1, 2, . . . , n. Andaikan pulaOn himpunan yang beranggotakan
operator-operator linier pada ruang HilbertH yang diperoleh dari anggota-anggota
C∞(Rn,C) melalui pemetaanPn : C∞(Rn,C) → On sebagai berikut:
f(x1, x2, . . . , xn) 7→ f(x1, x2, . . . , xn), ∀f ∈ C∞(Rn,C). (II.1)
PemetaanPn mengimbas terbentuknya aljabar(On,+, ·) di atas lapangan kompleks
yang dibangkitkan oleh operator-operatorxµ, µ = 1, 2, . . . , n. Kajian mengenai
kekomutatifan ruangRn terkait erat dengan kedua aljabar di atas. Ruang Minkowski
tak komutatif yang akan menjadi ruang konfigurasi dalam pembahasan medan Klein-
Gordon dan medan Dirac dalam skripsi ini merupakan kasus khusus untukn = 4
dengan disertakannya metrik Minkowski padaR4.
Menurut definisi (II.1) setiap anggotaOn dapat diperoleh dari setiap fungsi
f ∈ C∞(Rn,C) dengan penggantian tiap-tiap peubahxµ dengan operatorxµ. Pemetaan
Pn yang menjembatani himpunanC∞(Rn,C) danOn merupakan suatu pemetaan
yang bijektif. BijektivitasPn mengakibatkan struktur aljabar padaC∞(Rn,C) dan
padaOn saling berkaitan, yakni deformasi (pengubahan) struktur aljabar di him-
punanOn akan menyebabkan deformasi struktur aljabar pada himpunanC∞(Rn,C),
demikian pula sebaliknya. Karenaxµ membangkitkan suatu sruktur aljabar pada him-
punanC∞(Rn,C) danxµ membangkitkan suatu struktur aljabar padaOn, maka kai-
10
11
tan komutasi antaraxµ, yang menentukan bentuk perkalian antara operator-operator
anggota himpunanOn akan mempengaruhi bentuk perkalian antara fungsi-fungsi
anggota himpunanC∞(Rn,C). Jikaxµ saling komut, yakni
[xµ, xν ] = 0, (II.2)
maka
[xµ, xν ] = 0, (II.3)
dan bentuk perkalian baik padaOn maupun padaC∞(Rn,C) bersifat komutatif.
Salah satu bentuk perkalian yang komutatif antara fungsi-fungsif, g ∈ C∞(Rn,C)
adalah bentuk perkalian biasa antara fungsi-fungsi yang telah dikenal. Suatu ru-
angRn yang menjadi ruang basis (base space) bagi aljabar asosiatif dan komutatif
(C∞(Rn,C),+, ·) di atas lapangan kompleks disebut sebagairuang Rn komutatif .
Jika kaitan komutasi pada persamaan (II.2) didideformasi sedemikian sehing-
ga
[xµ, xν ] = iθµν (II.4)
denganθµν merupakan unsur-unsur suatu matriksθ berukurann × n yang anti-
simetris, maka perkalian padaOn berubah menjadi perkalian yang tidak komutatif.
Unsur-unsurθµν disebutparameter ketakkomutatifan. Hal ini akan mengimbas
terbentuknya suatu perkalian tak komutatif antara fungsi-fungsi licin pada himpunan
C∞(Rn,C) yang diparameterkan olehθµν . Bentuk perkalian tersebut harus kembali
ke bentuk perkalian komutatif untuk limitθµν → 0. RuangRn yang menjadi ruang
basis bagi aljabar asosiatif tak komutatif(C∞(Rn,C),+, ?θ), dengan(?θ) merupakan
perkalian tak komutatif yang disebut diatas, disebut sebagairuang Rn tak komutatif .
Menurut persamaan (II.4), ruangRn tak komutatif sangat bergantung padaθµν , se-
hingga model ruang tak komutatif ditentukan oleh parameterθµν .
12
Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, pembahasan dalam skrip-
si ini dibatasi hanya pada model ruang tak komutatif yang ditentukan oleh parameter
θµν yang merupakan suatu konstanta bernilai riil, antisimetris terhadap pertukaran
indeks, sehingga membentuk suatu matriks konstan berorden × n. Matriks θ yang
dibentuk olehθµν haruslah merupakan matriks yang swanilainya tidak merosot, se-
hingga mensyaratkan dimensin bernilai genap. Hal ini disebabkan karenatrθ harus
bernilai nol, sedangkantrθ berkaitan dengan jumlah swanilai matriksθ. Untuk n
yang bernilai genap dan swanilainya merosot, selalu dapat dilakukan transformasi
koordinat sedemikian sehingga terdapat pasangan-pasangan koordinat yang saling
komut. Artinya ruang yang tidak komutatif adalahRn−2m ⊂ Rn, 2m < n. Trans-
formasi yang demikian mengakibatkanθ′ = NθN−1 dapat tereduksi, yang berartiRn
dapat terbagi mendajiR2m yang komutatif danRn−2m yang tidak komutatif. Jikan
bernilai ganjil,det θ = 0. Hal ini berarti dapat diadakan transformasi koordinat yang
menyebabkan transformasiθ → θ′ denganθ′ diagonal. Karena determinan suatu ma-
triks tidak akan berubah karena transformasi pendiagonalan, makadet θ′ = 0, yang
berarti terdapat swanilai matriksθ yang lenyap. Dengan kata lain jikan bernilai gan-
jil, maka selalu dapat diadakan transformasi koordinat yang akan mengubah matriks
θ sedemikian sehingga ruangRn tersebut atau subruang dariRn komutatif.
1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif
a. Ruang fase klasik(p, x) dalam bahasan mekanika kuantum Ruang fase
(p, x) merupakan ruangR2 yang tidak komutatif. Melalui penguantuman kanonik
p→ p; x→ x; (II.5)
[x, p] = i~, (II.6)
13
maka terbentuk aljabar operator yang dibangkitkan oleh operator-operatorp dan x
yang tidak lagi komutatif. Kaitan komutasi (II.6) mengimbas terbentuknya aljabar
fungsi-fungsi licin(C∞(R2,C),+, ?M), dengan?M adalahperkalianMoyal (Moyal-
product) [Moyal , 1949] yang tidak lagi bersifat komutatif dan mempertahankan
struktur (II.6) diC∞(R2,C) yakni
[x, p]?M:= x ?M p− p ?M x = i~. (II.7)
b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat Ditinjau elektron yang be-
rada pada suatu bidang(x1, x2) dengan suatu vektor potensialAi = −12Bεijx
j, i, j =
1, 2. Bentuk Lagrangan bagi sistem tersebut adalah
L =1
2mexjx
j − e
2Bεijx
ixj, (II.8)
denganme adalah massa elektron. Lagrangan (II.8) merupakan penggambaran suatu
sistem yang terdiri dari sebuah elektron yang berada dalam suatu medan magnet ser-
agam (uniform) yang tegak lurus bidang(x1, x2). Jika tenaga kinetik elektron jauh
lebih kecil dibandingkan dengan tenaga yang ditimbulkan akibat interaksi elektron
tersebut dengan medan magnet, maka Lagrangan (II.8) tereduksi menjadi
L ≈ −e2Bεijx
ixj. (II.9)
Komponen-komponen momentum konjugat yang diperoleh dari Lagrangan (II.9) adalah
πj =dL
dxj= −e
2Bεijx
i, (II.10)
14
sehingga dengan penguantuman kanonis, diperoleh
[πj, xl] = −~δlj = −e
2Bεij[x
i, xl], (II.11)
atau
[xi, xl] = i2~eB
εil. (II.12)
Jika dibandingkan dengan persamaan (II.4), maka
θil =2~eB
εil, i, l = 1, 2. (II.13)
Hal ini berkaitan dengan aras-aras Landau.
2. Bidang Tak Komutatif
Ditinjau kasus ruang tak-komutatif yang paling sederhana yakni bidang yang
tidak komutatif dan himpunanC∞(R2,C). Selanjutnya hendak dibentuk aljabar tak
komutatif(C∞(R2,C),+, ?2), yakni dengan membentuk perkalian tak komutatif an-
tara fungsi-fungsi anggota himpunanC∞(R2,C) melalui pemetaanP−12 : O2 →
C∞(R2,C). Pada kasus bidang tak komutatif, koordinat-koordinatx1, x2 merupakan
observabel, sehingga wakilan operator liniernyax1, x2 bersifat Hermitan. Untuk
itu ditinjau himpunanSR2 ⊂ C∞(R2,C) yang beranggotakan fungsi-fungsi licin
yang semua turunannya (orde berapapun) meluruh lebih cepat daripada1/|~r|N , N =
1, 2, . . ., ketika|~r| → ∞. Setiap fungsiφ ∈ SR2 disebut sebagai fungsi yang meluruh
dengan cepat (rapidly decreasing function)[Dunford dan Schwartz , 1971]1.
Untuk setiapφ = φ(~r) = φ(x1, x2) ∈ SR2 , terdapat padanannya di ruang
1SR2 disertai operasi penjumlahan membentuk suatu ruang vector yang dikenal sebagairuangfungsi Schwartzyang terdefinisikan padaR2. Secara umum ruang fungsi Schwartz dapat didefinisikanpada ruangRD, D = 1, 2, . . ., dan selanjutnya dilambangkan denganSRD , D = 1, 2, . . . denganDadalah dimensi ruang yang menjadi domain dari tiap-tiap anggotaSRD .
15
momentum-2 [Dunford dan Schwartz , 1971]
φ(~p) = φ(p1, p2) = h−1
∫ ∞
−∞φ(~r)e−
i~ ~p·~rd2x, (II.14)
dan sebaliknyaφ(~r) dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik
φ(~r) = h−1
∫ ∞
−∞φ(~p)e
i~ ~p·~rd2p. (II.15)
PemetaanW := P2|SR2 memetakan tiap anggotaSR2 ke W [SR2 ] ⊂ O2, de-
ngan perkalian padaO2 digantikan menjadi perkalian tak komutatif menurut kaitan
[xj, xk] = iθjk, j, k = 1, 2. (II.16)
Bayanganφ di W [SR2 ] adalah
W [φ] = φ = h−1
∫ ∞
−∞φ(~p)e
i~pj x
j
d2p. (II.17)
Jika didefinisikan operatorT (~p)
T (~p) := ei~pj x
j
, (II.18)
maka persamaan (II.17) dapat dituliskan sebagai
φ = h−1
∫ ∞
−∞φ(~p)T (~p)d2p. (II.19)
Bayangan balik operatorφ dapat diperoleh dengan menggunakan sifat-sifat
16
operatorT (~p), yakni
T †(~p) = T (−~p); (II.20)
T (~p)T (~p′) = T (~p+ ~p′)e−i
2~2 pip′jθ
ij
; (II.21)
trT (~p) = h2δ(2)(~p). (II.22)
Persamaan (II.21) diperoleh dengan menggunakan rumusBaker-Campbell-Hausdorff,
sedangkan persamaan (II.22) dibuktikan pada lampiran A. Jikaφ dikalikan dari kanan
denganT †(~p′) dan dilanjutkan dengan mengambiltraceoperatorφT †(~p′), diperoleh
tr[φT †(~p′)] = h
∫ ∞
−∞φ(~p)e
i2~2 pjp
′kθ
jk
δ(2)(~p− ~p′)d2p
= hφ(~p′), (II.23)
atau
φ(~p) = h−1tr[φT †(~p)], (II.24)
sehingga dengan menggunakan persamaan (II.15), diperoleh
φ(~r) = h−2
∫ ∞
−∞e
i~ ~p·~rtr[φT †(~p)]d2p. (II.25)
PemetaanW merupakan pemetaan bijektif dariSR2 menujuW [SR2 ]. Andaikan
W [SR2 ] subaljabar dari(O2,+, ·) dengan perkalian padaO2 merupakan perkalian
yang tidak komutatif menurut kaitan (II.16)2. Perkalian antara operator-operator
φ1, φ2, . . . , φn ∈ W [SR2 ] adalah
φ1φ2 · · · φn = h−n∫ ∞
−∞· · ·∫ ∞
−∞φ1(~p1)φ2(~p2) · · · φn(~pn)
2Asumsi ini benar jika(SR2 ,+, ?2), dengan?2 perkalian tak komutatif yang hendak diturunkanbentuk eksplisitnya, merupakan suatu aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks.
17
= e−i
2~2 θlm∑n
j<k pljp
mk T (
n∑j=1
~pj)d2p1 · · · d2p2. (II.26)
Jika kedua ruas persamaan (II.26) dikalikan dari kanan denganT †(~p) dan diambil
nilai trace-nya, maka diperoleh
tr[φ1φ2 · · · φnT †(~p)] = h2−n∫ ∞
−∞· · ·∫ ∞
−∞φ1(~p1)φ2(~p2) · · · φn(~pn)
×e−i
2~2 θlm∑n
j<k pljp
mk e
i2~2 θlm
∑nj=1 p
ljp
m
×δ(n∑j=1
~pj − ~p)d2p1 · · · d2pn. (II.27)
Dengan mengalikan kedua ruas persamaan (II.27) denganhei~ ~p·~r dan dilanjutkan den-
gan pengintegralan ke seluruh nilaip1, p2, diperoleh
W−1[φ1φ2 · · · φn] = h−2
∫ ∞
−∞e
i~ ~p·~rtr[φ1φ2 · · · φn]d2p
= h−n∫ ∞
−∞· · ·∫ ∞
−∞φ(~p1)φ(~p2) · · · φn(~pn)e
i~ ~p·~r
×e−i
2~2 θlm∑n
j<k pljp
mk d2p1 · · · d2pn
= ei2θlm
∑nj<k
∂
∂xjl
∂
∂xkm φ1(~r1)φ2(~r2) · · ·φn(~rn)
∣∣∣~r1=···=~rn=~r
:= (φ1 ?2 φ2 ?2 · · · ?2 φn)(~r) (II.28)
yang merupakan definisi perkalian tak komutatif antara anggota-anggotaSR2 , untuk
n = 2
(φ1 ? φ2)(~r) = ei2θlm ∂
∂x1l
∂
∂x2m φ1(~r1)φ2(~r2)
∣∣∣~r1=~r2=~r
= (φ1φ2)(~r) +∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θj1k1 · · · θjnkn
× ∂nφ1
∂xj1 · · · ∂xjn(~r)
∂nφ2
∂xk1 · · · ∂xkn)(~r), (II.29)
18
yang merupakan anggotaSR2 . Dengan demikian(?2) merupakan operasi biner pa-
da SR2. Karena menurut persamaan (II.28) perkalian(?2) bersifat asosiatif, maka
(SR2 ,+, ?2) merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks.
Hal ini juga membuktikan kebenaran asumsi bahwaW [SR2 ] merupakan subaljabar
dari (O2,+, ·). KarenaW = P2|SR2 danP2 bersifat bijektif, maka perkalian(?2)
merupakan perkalian tak komutatif padaC∞(R2,C) sehingga terbentuklah aljabar
(C∞(R2,C),+, ?2) yang asosiatif dan tidak komutatif di atas lapangan kompleks.
Perkalian(?2) disebut sebagaiperkalian-bintang (star-product) yang terdefinisikan
pada bidangR2 tak komutatif.
3. Ruang Minkowski Tak Komutatif
Penurunan bentuk perkalian-bintang yang terdefinisikan pada bidangR2 di-
lakukan berdasarkan kenyataan bahwa dalam mekanika kuantum koordinat-koordinat
xj merupakan observabel yang berarti memiliki wakilan operator linier yang Hermi-
tan di ruang HilbertH. Penjabaran konsep ruang-waktuR4 tak komutatif yang diiku-
ti dengan pendefinisian perkalian-bintang pada ruang-waktuR4 analog dengan pen-
jabaran konsep bidang tak komutatif. Tetapi hal ini terkendala oleh kenyataan bahwa
dalam bahasan mekanika kuantum waktu bukanlah observabel melainkan suatu pa-
rameter, sehingga tidak terdapat operator linier yang Hermitan bagi waktu3. Dalam
pembahasan teori medan, waktu dan ruang bukan lagi suatu observabel melainkan su-
atu parameter, sehingga dapat dilakukan pembentukan ruang-waktu yang tidak komu-
tatif dengan memperkenalkan operator-operator linier yang Hermitan di ruang Hilbert
3Kedudukan waktu dalam mekanika kuantum masih menjadi perdebatan hingga kini. Beberapafisikawan (salah satunya adalahGoswami. Hal ini dapat diacu pada [Goswami , 1997]) menyatakantidak terdapat operator waktu. Namun andaikan waktu merupakan suatu observabel keberadaan op-erator linier yang hermitan bagiobservabelwaktu tidak dimungkinkan secara matematis [Dwandarudkk, 2004].
19
H bagiparameter ruang-waktuxµ yang mematuhi kaitan komutasi
[xµ, xν ] = iθµν , µ, ν = 0, 1, 2, 3. (II.30)
Kuantitasθµν merupakan komponen suatu tensor kontravarian antisimetris dengan
rank 2 yang[L]2 ([L] adalah dimensi observabel/besaran panjang).
Kaitan komutasi pada persamaan (II.30) menyebabkan aljabar(O4,+, ·) di
atas lapangan kompleks tidak lagi komutatif, dan melalui pemetaanP−14 ketidakko-
mutatifan aljabar(O4,+, ·) mengimbas terbentuknya aljabar(C∞(R4,C),+, ?) yang
tidak komutatif di atas lapangan kompleks, dengan perkalian(?) adalah perkalian tak
komutatif yang hendak dicari bentuk eksplisitnya. Untuk mencari bentuk eksplisit
perkalian(?) dilakukan penurunan yang analog dengan penurunan bentuk eksplisit
perkalian-bintang pada bidangR2 tak komutatif.
Ditinjau SR4 ⊂ C∞(R4,C), di mana setiapψ = ψ(x) = ψ(~r, t) ∈ SR4
mempunyai padanan di ruangk berdimensi 4 yang diperoleh melalui transformasi
Fourier
ψ(k) = (2π)−2
∫ ∞
−∞ψ(x)e−ikµxµ
d4x, (II.31)
danψ(x) dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik dariψ(k)
ψ(x) = (2π)−2
∫ ∞
−∞ψ(k)eikµxµ
d4k. (II.32)
Dengan adanya pemetaanW4 := P4|SR4 , maka bayanganψ(x) di W4[SR4 ] ⊂ O4
adalah
ψ = W4[ψ] = (2π)−2
∫ ∞
−∞ψ(k)eikµxµ
d4k, (II.33)
20
dan bayangan baliknya diSR4 adalah
W−14 [ψ] = ψ(x) = (2π)−4
∫ ∞
−∞eikµxµ
tr[ψT †(k)]d4k, (II.34)
dengan operatorT (k) didefinisikan sebagai
T (k) := eikµxµ
(II.35)
yang memiliki sifat-sifat yang mirip denganT (~p) = T (p1, p2) pada persamaan (II.20),
(II.21), dan (II.22), yakni
T †(k) = T (−k); (II.36)
T (k)T (k′) = T (k + k′)e−i2θµνkµk′ν ; (II.37)
tr[T (k)] = (2π)4δ(4)(k). (II.38)
Persamaan (II.38) merupakan analogi sifat pada persamaan (II.22) [Sochichiu , 2004].
Perkalian tak komutatif(?) padaSR4 didefinisikan sebagai
W−14 [ψ1ψ2 · · · ψn] := ψ1 ? ψ2 ? · · · ? ψn
= (2π)4
∫ ∞
−∞eikµxµ
tr[ψ1ψ2 · · · ψnT †(k)]d4k
= ei2θµν
∑nj<k
∂
∂xjµ
∂
∂xkν ψ1(x1)ψ2(x2) · · ·ψn(xn)
∣∣∣x1=...=xn=x
,
(II.39)
sehingga untukn = 2, diperoleh hasil yang serupa dengan (II.29)
(ψ1 ? ψ2)(x) = ei2θµν ∂
∂xµ∂
∂yν ψ1(x)ψ2(y)∣∣∣x=y
21
= (ψ1ψ2)(x) +∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1θµ2ν2 · · · θµnνn
× ∂nψ1
∂xµ1 · · · ∂xµn(x)
∂nψ2
∂xν1 · · · ∂xνn(x). (II.40)
Persamaan (II.40) menyatakan bahwaψ1 ? ψ2 ∈ SR4, dan dari persamaan (II.39)
jelas bahwa(SR4 ,+, ?) merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan
kompleks. Dengan memberlakukan perkalian(?) padaC∞(R4,C) ⊃ SR4, diper-
oleh aljabar asosiatif tak komutatif(C∞(R4,C),+, ?) dengan(SR4 ,+, ?) subaljabar
dari(C∞(R4,C),+, ?). Perkalian(?) disebut sebagai perkalian-bintang yang didefin-
isikan pada ruang-waktuR4. Suatu ruang yang menjadi basis bagi aljabar asosiatif
yang tak komutatif itu disertai dengan metrik Minkowski disebutruang Minkowski
tak komutatif .
4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang
Menurut persamaan (II.40) jelas bahwa untuk setiapf, g ∈ C∞(R4,C) berlaku
(f ? g)∗(x) = (g∗ ? f ∗)(x). (II.41)
Selanjutnya dengan melakukan pengintegralan persamaan (II.39) diperoleh
∫ ∞
−∞ψ1 ? ψ2 ? · · · ? ψnd4x = tr[ψ1ψ2 · · · ψn]. (II.42)
Karena nilaitracedari perkalian operator-operator invarian terhadap permutasi siklis
tr[ψ1ψ2 · · · ψn] = tr[ψπ(1)ψπ(2) · · · ψπ(n)], ∀π permutasi siklis, (II.43)
22
maka
∫ ∞
−∞ψ1 ? ψ2 ? · · · ? ψnd4x =
∫ ∞
−∞ψπ(1) ? ψπ(2) ? · · · ? ψπ(n)d
4x, ∀π permutasi siklis,
(II.44)
denganψj ∈ SR4 , j = 1, 2, . . . , n. Khusus untukn = 2 berlaku
∫ ∞
−∞ψ1 ? ψ2d
4x =
∫ ∞
−∞ψ1ψ2d
4x+∞∑n=1
(i
2
)n1
n!
∫ ∞
−∞θµ1ν1 · · · θµnνn
× ∂nψ1
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂nψ2
∂xν1 · · · ∂xνnd4x
=
∫ ∞
−∞ψ1ψ2d
4x, (II.45)
karena
∫ ∞
−∞θµ1ν1 · · · θµnνn
∂nψ1
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂nψ2
∂xν1 · · · ∂xνn=∫ ∞
−∞θµ1ν1 · · · θµnνn
∂
∂xµ1
(∂n−1ψ1
∂xµ2 · · · ∂xµn
∂nψ2
∂xν1 · · · ∂xνn
)d4x
−∫ ∞
−∞θµ1ν1 · · · θµnνn
∂n−1ψ1
∂xµ2 · · · ∂xµn
∂n+1ψ2
∂xµ1∂xν1 · · · ∂xνnd4x
= 0 (II.46)
dengan menerapkan hukum Gauss pada ruang berdimensi 4 dan menggunakan sifat
θµν yang antisimetris terhadap pertukaran indeks.
Untuk fungsi-fungsi licin yang terdefinisikan pada ruang berdimensi 4 dan
terintegralkan secara mutlak, serta padanannya di ruangk yang berdimensi 4 juga
merupakan fungsi licin, maka
∫ ∞
−∞f1 ? f2 ? · · · ? fnd4x =
∫ ∞
−∞· · ·∫ ∞
−∞f1(k1)f2(k2) · · · fn(kn)e−
i2θµν
∑nj<k k
jµk
kν
×(2π)4δ(4)(n∑j=1
k)d4k1 · · · d4kn ∈ C, (II.47)
23
karena faktore−i2θµν
∑nj<k k
jµk
kν hanyalah suatu faktor fase belaka. Jikafj = P4[fj],
maka
tr[f1f2 · · · fn] =
∫ ∞
−∞f1 ? f2 ? · · · ? fnd4x (II.48)
ada, sehingga persamaan (II.44) juga berlaku untuk fungsi-fungsi licin anggota him-
punan(C∞(R4,C) yang terintegralkan secara mutlak dan padanannya di ruangk
berdimensi 4 juga merupakan fungsi-fungsi licin. Selain itu, untukn = 2
∫ ∞
−∞f1 ? f2d
4x =
∫ ∞
−∞
∫ ∞
−∞e−
i2θµνk
µ1 k
ν2 f1(k1)f2(k2)
×(2π)4d4k1d4k2
=
∫ ∞
−∞f1(k1)f2(−k1)d
4k1
=
∫ ∞
−∞f1f2d
4x. (II.49)
Jikaϕ ∈ C∞(R4,C) terintegralkan secara mutlak tetapi wakilannya di ruang
k berdimensi 4 tidak licin, sifat persamaan (II.48) dan (II.49) tidak berlaku. Hal inilah
yang telah dikemukakan pada bab I.
Bentuk yang akan banyak dipakai dalam pembahasan mengenai medan Klein-
Gordon dan medan Dirac adalah komutator-bintang[·, ·]? dan antikomutator-bintang
·, ·?. Komutator-bintang dan antikomutator-bintang antaraf, g ∈ C∞(R4,C) adalah
[f, g]?(x) = 2i sin
(1
2θµν
∂
∂xµ∂
∂yν
)f(x)g(y)
∣∣∣x=y
, (II.50)
dan
f, g?(x) = 2 cos
(1
2θµν
∂
∂xµ∂
∂yν
)f(x)g(y)
∣∣∣x=y
. (II.51)
BAB III
FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN
KESETANGKUPAN
Pada bab sebelumnya telah diturunkan bentuk perkalian tak komutatif se-
bagai manifestasi dari asumsi bahwa ruang Minkowski yang terlibat tidak lagi ko-
mutatif. Perkalian yang tidak komutatif tersebut akan digunakan dalam telaah teori
medan yang akan dilakukan pada bab-bab selanjutnya, yakni dengan menggantikan
perkalian biasa pada rapat Lagrangan suatu medan tertentu dengan perkalian-bintang
(star-product) yang tidak komutatif. Pada persamaan (II.39) dan (II.40) tampak bah-
wa perkalian tak komutatif tersebut akan mengandung turunan suatu fungsi sampai
orde tak terhingga, sehingga rapat Lagrangan suatu medan tidak lagi hanya gayut pa-
da suatu medan dan turunan orde pertamanya. Untuk itu perlu dilakukan perluasan
terhadap teori Lagrangan suatu medan untuk dapat mewadahi pembahasan mengenai
teori medan pada ruang Minkowski yang tak komutatif. Hal ini pada akhirnya akan
membawa perubahan definisi beberapa kuantitas atau observabel yang dimiliki suatu
medan. Dalam bab ini akan dilakukan perumuman teori Lagrangan suatu medan ser-
ta perumuman definisi beberapa kuantitas atau observabel yang biasa dibahas dalam
teori Lagrangan medan yang biasa.
1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum
Suatu aksiI didefinisikan sebagai berikut:
I =
∫ t2
t1
Ldt, t2 > t1, (III.1)
24
25
denganL = L(qi, qi, t) adalah Lagrangan yang mengambarkan suatu sistem fisis
tertentu. Dalam LagranganL tersebut,qi adalah koordinat umum dant adalah waktu,
yang menjadi parameter Lagrangan tersebut. Dalam Mekanika Klasik suatu sistem
yang digambarkan oleh LagranganL berevolusi dari saatt1 sampait2 sedemikian
sehinggaI mencapai nilai ekstrim. Prinsip ini dikenal sebagaiprinsip aksi terkecil
(the principle of least action). Penerapan prinsip ini menghasilkanpersamaan Euler-
Lagrange∂L
∂qi− d
dt
∂L
∂qi= 0. (III.2)
Dalam teori medan, peranan koordinat umumqi dan turunan pertamanya ter-
hadap waktu,qi, digantikan oleh medanψ dan ∂ψ∂xµ = (1
c∂ψ∂t,∇ψ), di manaψ gayut
padax = (ct, ~r). Dengan demikianx dipandang sebagai parameter pada Lagrangan.
Penggantian peran ini dapat digambarkan sebagai berikut:
qi(t) → ψ(x);
qi(t) → ∂ψ∂xµ (x);
t → xµ.
Lagrangan suatu sistem merupakan suatu integral dari suatu rapat Lagrangan
L meliputi suatu daerahΩ pada ruang konfigurasiR3 [Goldstein , 1980]
L =
∫Ω
Ld3x, (III.3)
denganL = L(ψ, ∂ψ∂xµ , x
µ). Substitusi persamaan (III.3) ke dalam persamaan (III.1)
menghasilkan
I =
∫R
Ld4x, (III.4)
denganR adalah suatu daerah integrasi pada ruang berdimensi empat yang dibatasi
26
oleh ∂R. Dengan menerapkanprinsip aksi terkecil , maka diperolehpersamaan
Euler-Lagrange untuk suatu medanψ diberikan oleh
∂L∂ψ
− ∂
∂xµ
∂L
∂( ∂ψ∂xµ )
= 0. (III.5)
Berbagai persamaan fisika (yang merupakan persamaan-persamaan medan) dapat di-
turunkan dari persamaan (III.5) dengan membentuk suatu rapat LagranganL tertentu.
Rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan orde pertamanya
sudah cukup untuk membahas berbagai persamaan medan yang telah dikenal sela-
ma ini. Namun demikian secara umum suatu rapat Lagrangan tidak terbatas hanya
pada yang tergantung terhadap suatu medan dan turunan orde pertamanya. Rapat
LagranganL dapat merupakan suatu fungsi dari medanψ serta turunan-turunannya
hingga orde ke-n,L = L(ψ, ∂ψ∂xµ1
, ∂2ψ∂xµ1∂xµ2
, . . . , ∂nψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµn , x
ν). Dengan demikian
aksiI dapat dituliskan sebagai
I =
∫R
L(ψ,∂ψ
∂xµ1,
∂2ψ
∂xµ1∂xµ2, . . . ,
∂nψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµn, xν)d4x. (III.6)
Ketika aksiI mencapai ekstrim makaI tidak berubah jika diadakan variasi infinites-
imal
xµ → x′ν = xν + δxν
(III.7)
ψ(x) → ψ′(x) = ψ(x) + δψ
yang kemudian mengimbas variasi infinitesimal turunan-turunanψ
∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj(x) →
27
∂jψ′
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj(x) =
∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj(x) + δ
∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj,
(III.8)
denganj = 1, 2, . . . , n, serta dengan menyertakan syaratδxν = δψ = δ ∂jψ∂xµ1 ···∂xµj =
0 di ∂R, maka variasi aksi adalah
δI =
∫R
L(ψ′,∂ψ′
∂xµ1, . . . ,
∂nψ′
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµn, x′ν)d4x′
−∫R
L(ψ,∂ψ
∂xµ1, . . . ,
∂nψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµn, xν)d4x. (III.9)
Karenad4x′ = J(x′/x)d4x, denganJ(x′/x) adalah Jacobian untuk transformasix→
x′, dan∂x′ν
∂xλ= δνλ +
∂δxν
∂xλ, (III.10)
maka ([Ryder , 1996] p.83-84)
J
(x′
x
)= det
(∂x′ν
∂xλ
)= 1 +
∂δxν
∂xν. (III.11)
Dengan demikian persamaan (III.9) menjadi
δI =
∫R
(δL+ L∂δx
ν
∂xν
)d4x
=
∫R
[∂L∂ψ
δψ +n∑j=1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
δ∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
+∂L∂xν
δxν + L∂δxν
∂xν
]d4x. (III.12)
Karenaδ ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj = ∂jδψ
∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj , maka
n∑j=1
∂L∂( ∂jψ
∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
∂jδψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj=
28
n∑j=1
(j∑
k=1
(−1)k−1 ∂
∂xµk
[∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
× ∂j−kδψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
]+ (−1)j
∂j
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
δψ
),
(III.13)
sehingga
δI =
∫R
[∂L∂ψ
+n∑j=1
(−1)j∂j
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
]δψd4x
+
∫R
( n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂
∂xµk
[∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
× δ∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
]+
∂
∂xν(Lδxν)
)d4x. (III.14)
Integral terakhir pada persamaan (III.14) lenyap dengan menggunakan teorema Gauss
pada ruang berdimensi empat, sehingga suku yang tersisa adalah
δI =
∫R
∂L∂ψ
+n∑j=1
(−1)j∂j
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
(∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
)δψd4x
(III.15)
yang harus lenyap untuk sembarangδψ danR. Agar hal tersebut tercapai, makain-
tegrandpersamaan (III.15) harus bernilai nol, sehingga diperolehpersamaan Euler-
Lagrange yang diperumumyakni
∂L∂ψ
+n∑j=1
(−1)j∂j
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
= 0. (III.16)
Untuk n = 1, yang berartiL = L(ψ, ∂ψ∂xν , x
ν), persamaan (III.16) akan kembali ke
bentuk persamaan (III.5).
29
2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu
Medan Yang Diperumum
Pada bagian sebelumnya telah dibahasprinsip aksi terkecil yang diterapkan
dalam penurunan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum. Persamaan Euler-
Lagrange yang diperumum pada akhirnya akan menghasilkan persamaan-persamaan
medan yang menggambarkan dinamika suatu medan. Dengan demikian persamaan
Euler-Lagrange yang diperumum ekivalen dengan persamaan-persamaan medan terse-
but, dengan kata lain persamaan Euler-Lagrange yang diperumum menggambarkan
dinamika suatu medan.Prinsip aksi terkecil selain menghasilkan (III.16) juga dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai kesetangkupan danteorema Noether.
Suatu sistem fisis digambarkan oleh rapat LagranganL dan aksiI yang saling
terkait oleh persamaan (III.6). Suatu sistem fisis dikatakan setangkup terhadap su-
atu transformasi jika transformasi tersebut tidak menyebabkan perubahan pada per-
samaan yang menggambarkan dinamika medan. Hal ini dapat terpenuhi jika aksiI
invarian terhadap transformasi yang berkaitan.Teorema Noethermengatakan bahwa
kesetangkupan suatu sistem fisis terhadap suatu transformasi berkaitan dengan
keberadaan suatu kuantitas yang lestari. Dalam telaah berikut akan ditunjukkan
bahwateorema Noethermerupakan konsekuensi dariprinsip aksi terkecil .
Ditinjau persamaan (III.6) denganR sembarang daerah integrasi pada ruang
berdimensi empat. Selain itu persyaratanδxν = δψ = δ ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj = 0 di ∂R
tidak lagi diberlakukan. Dengan demikian persamaan (III.14) menjadi
δI =
∫R
[∂L∂ψ
+n∑j=1
(−1)j∂j
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
]δψd4x
+n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1
∫∂R
∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
30
× ∂j−kδψ
∂xµk+1 · · · ∂xµjdσµk
+
∫∂R
Lδxνdσν .
Karena untuk setiap nilaik integrasi kedua meliputi daerah∂R yang sama dan juga
karenaµk merupakan indeks boneka (dummy indices), maka dapat di-set dσµ1 =
dσµ2 = · · · = dσµk= dσα dengan mengadakan pertukaran indeksµk denganα,
sehingga persamaan di atas menjadi
δI =
∫R
[∂L∂ψ
+n∑j=1
(−1)j∂j
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
]δψd4x
+
∫∂R
n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1 ···∂xµk−1∂xα···∂xµj )
× ∂j−kδψ
∂xµk+1 · · · ∂xµjdσα +
∫∂R
Lδxνdσν . (III.17)
Jika suatu sistem fisis setangkup terhadap transformasi (III.7) dan (III.8), maka per-
samaan (III.16) tetap berlaku sehingga
∫R
[∂L∂ψ
+n∑j=1
(−1)j∂j
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
]δψd4x = 0.
(III.18)
Medanψ dan turunan-turunannya ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj selain mengalami transformasi
ψ → ψ + δψ
∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj → ∂jψ
∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj + δ ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj
= ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj + ∂jδψ
∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj
juga akan tertransformasi karena transformasi ruang-waktuxν → xν + δxν . Akibat-
nya terdapat variasi total untukψ dan ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj sebagai berikut
∆ψ = ψ′(x′)− ψ(x) = δψ +∂ψ
∂xνδxν
31
∆∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj=
∂jψ′
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj(x′)− ∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj(x)
= δ∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj+
∂
∂xν
(∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
)δxν .
(III.19)
Dengan mensubstitusikan persamaan (III.18) ke dalam persamaan (III.17) dan meng-
gunakan persamaan (III.19), maka persamaan (III.17) menjadi
δI =
∫∂R
( n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1 ···∂xα···∂xµj )
×∆∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj−[ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1
× ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1 ···∂xα···∂xµj )
∂
∂xν
(∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)−Lδαν
]δxν)dσα. (III.20)
Dengan mendefinisikan
T αν =
n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1 ···∂xα···∂xµj )
× ∂
∂xν
(∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)− Lδαν (III.21)
sebagaitensor energi-momentum, maka persamaan (III.20) dapat dituliskan sebagai
berikut:
δI =
∫∂R
[ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
×∆∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj− T µk
ν δxν
]dσµk
. (III.22)
32
Kesetangkupan suatu sistem fisis mensyaratkan bahwaI tidak berubah oleh
transformasi (III.7) dan (III.8), yang berartiI tetap memenuhi prinsip aksi terkecil,
akibatnya
δI = 0. (III.23)
Dengan menggunakan teorema Gauss serta persamaan (III.23) dan (III.22) diperoleh
∫R
∂
∂xα
[ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1 ···∂xα···∂xµj )
×∆∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj− T α
ν δxν
]d4x = 0. (III.24)
KarenaR sembarang, makaintegrand persamaan (III.24) harus lenyap, sehingga
diperoleh persamaan kontinuitas berikut:
∂
∂xα
[ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1 ···∂xα···∂xµj )
×∆∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj− T α
ν δxν
]= 0. (III.25)
Pengintegralan terhadap kedua ruas pada persamaan (III.25) meliputi seluruh ruang
konfigurasi menghasilkan
0 =
∫ ∞
−∞
∂
∂xα
[ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1 ···∂xα···∂xµj )
×∆∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj− T α
ν δxν
]d3x =
d
dx0
∫ ∞
−∞
[ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1
× ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂x0∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×∆∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj− T 0
νδxν
]d3x. (III.26)
33
Pada langkah terakhir suku berikutnya lenyap dengan menggunakan teorema Gauss
pada ruang berdimensi tiga dan diasumsikanintegrandsuku tersebut lenyap di|~r| →
∞. Karenax0 = ct, akhirnya diperoleh
d
dt
∫ ∞
−∞
[ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×∆∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj− 1
cT 0νδx
ν
]d3x = 0. (III.27)
Persamaan (III.27) menunjukkan terdapatnya suatu besaran yang lestari akibat ke-
setangkupan terhadap transformasi yang digambarkan oleh persamaan (III.7) dan
(III.8). Dengan demikian tampak bahwa teorema Noether merupakan konsekuensi
dari prinsip aksi terkecil.
3. Homogenitas Ruang-Waktu
Jika transformasi (III.7) merupakan suatu translasi,
xν → xν + aν ;
δxν = aν , (III.28)
maka medanψ mengalami transformasi
ψ → ψ′
dengan
ψ′(x) = ψ(x)− aν∂ψ
∂xν,
yang berarti
δψ = −aν ∂ψ∂xν
. (III.29)
34
Turunan-turunan medanψ juga mengalami transformasi serupa
∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj→ ∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj− aν
∂
∂xν∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj,
yang berarti
δ∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj= −aν ∂
∂xν∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj. (III.30)
Jika persamaan (III.29) dan (III.30) disubstitusikan ke dalam persamaan (III.19),
diperoleh
∆ψ = 0 = ∆∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj. (III.31)
Karena hukum fisika harus berlaku sama di mana-mana menandakan bah-
wa ruang-waktu bersifat homogen, dengan demikian translasi (III.28) tidak menye-
babkan perubahan rapat LagranganL dan aksiI, yang berarti persamaan (III.27)
berlaku. Dengan mensubstitusi persamaan (III.28) dan (III.31) ke dalam persamaan
(III.27) diperolehd
dt
1
c
∫ ∞
−∞T 0νd
3x = 0, (III.32)
dengan kuantitas yang lestari adalah
Pν =1
c
∫ ∞
−∞T 0νd
3x. (III.33)
Kuantitas ini didefinisikan sebagai momentum-4 kovarian dari medanψ. Pendefin-
isian ini dapat dipertegas sebagai berikut:kuantitas lestari yang menyertai kese-
tangkupan terhadap suatu translasi ruang-waktu adalah momentum-4. Kompo-
35
nenν = 0 dariPν adalah
P0 =1
c
∫ ∞
−∞
[ n∑j=1
j∑k=1
∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×(−1)k−1 ∂
∂t
(∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)− L
]d3x
=1
cH, (III.34)
dengan didefinisikannya tenaga total atau Hamiltonan medanψ sebagai
H =
∫ ∞
−∞T 0
0d3x. (III.35)
Integrandpersamaan (III.35) merupakan rapat Hamiltonan medanψ. Sedangkan
komponenν = i dariPν adalah
Pi =
∫ ∞
−∞
n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
× ∂
∂xi
(∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)d3x, (III.36)
yang merupakan momentum-3 kovarian medanψ. Kuantitas1cT 0i didefinisikan seba-
gai rapat momentum medanψ. Dengan demikian kesetangkupan terhadap translasi
ruang-waktu membawa konsekuensi berlakunya hukum kelestarian momentum-4.
Kelestarian momentum dan tenaga medanψ disebabkan karena medanψ tidak
berinteraksi dengan lingkungan luar, dengan kata lain sistem yang ditinjau adalah
suatu sistem yang tertutup. Setiap rapat Lagrangan yang tidak gayut padaxν secara
eksplisit tidak akan berubah terhadap translasi (III.28), sehingga aksi yang berkaitan
dengan rapat Lagrangan tersebut juga tidak berubah terhadap translasi (III.28). Hal
ini berarti bahwa setiap rapat LagranganL yang tidak gayut padaxν secara eksplisit
menggambarkan suatu sistem yang tidak berinteraksi dengan lingkungan luar.
36
4. Isotropi Ruang
Ditinjau suatu sistem yang mengalami rotasi sehingga suatu titikA dengan
vektor posisi~r berubah posisinya menjadi~r′. Jika rotasi tersebut infinitesimal dan
dilakukan mengitari suatu sumbu yang sejajar dengan vektor satuan~n dengan sudut
rotasi sebesarδφ, maka rotasi infinitesimal tersebut dapat dituliskan sebagai
~r′ = ~r + δφ~n× ~r, (III.37)
yang berarti
δ~r = δφ~n× ~r. (III.38)
Komponen-komponenδ~r adalah
δxk = δφεijknixj. (III.39)
Karena rotasi merupakan subgrup dari grup Lorentz, persamaan (III.39) dapat dit-
uliskan secara umum sebagai
δxν = δφεναβnαxβ. (III.40)
Pada persamaan (III.40)δφmerupakan parameter suatu transformasi Lorentz infinites-
imal. Untuk suatu rotasi, makaδφmerupakan sudut rotasi infinitesimal. Transformasi
(III.37) menyebabkan medanψ mengalami transformasi menjadiψ′ yang dinyatakan
sebagai
ψ′(x) = ψ(x)− δφεναβnαxβ∂ψ
∂xν+
1
2δφεναβnαRνβψ(x).
KoefisienRαβ ditentukan oleh sifat medanψ terhadap transformasi Lorentz serta
bersifat antisimetris terhadap pertukaran indeks. Perubahan yang dialami oleh medan
37
ψ adalah
δψ = −δφεναβnαxβ∂ψ
∂xν+
1
2δφεναβnαRνβψ
= −εναβnαgβλxλ∂ψ
∂xν+
1
2δφεναβnαRνβψ, (III.41)
yang mengimbas transformasi bagi turunan-turunan medanψ sebesar
δ∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj=
∂jδψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
= −εναβnα(j∑
k=1
gβµk
∂jψ
∂xν∂xµ1 · · · ∂xµk−1∂xµk+1 · · · ∂xµj
+xβ∂j+1ψ
∂xν∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj− 1
2
∂jRνβψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj).
(III.42)
Dari persamaan (III.41), (III.42), dan (III.19) diperoleh
∆ψ =1
2δφεναβnαRνβψ (III.43)
dan
∆∂jψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj= −(
j∑k=1
gβµk
∂jψ
∂xν∂xµ1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµj
−1
2
∂jRνβψ
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj)δφεναβnα. (III.44)
Ruang yang isotrop menyebabkanI tidak berubah terhadap transformasi (III.40), se-
hingga menghasilkan kuantitas yang lestari, yakni
δφ
∫ ∞
−∞
[ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµl−1∂xµl+1 ···∂xµj )
38
×εναβnα(−j∑
l=k+1
gβµl
∂j−kψ
∂xν∂xµk+1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµj
+1
2
∂j−kRνβψ
∂xmuk+1 · · · ∂xµj)− 1
cT 0ν ε
ναβnαxβ
]d3x. (III.45)
Karena
εναβnαxβ =1
2εραβnα(δ
νρxβ − δνβxρ) (III.46)
dan
εναβnαgβµl=
1
2εραβnα(δ
νρgβµl
− δνβgρµl) (III.47)
maka bentuk (III.45) dapat dituliskan sebagai dapat dituliskan sebagai
∫ ∞
−∞
([ n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×j∑
l=k+1
(δνβgρµl− δνρgβµl
)∂j−kψ
∂xν∂xµk+1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµj
+1
c(xρT 0
β − xβT 0ρ)
]+
n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
× ∂j−kRρβψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)1
2δφεραβnαd
3x. (III.48)
Dengan mensubstitusi (III.48) ke dalam persamaan (III.47) diperoleh
εραβnαd
dtJρβ = 0 (III.49)
dengan
Jρβ =
∫ ∞
−∞
([ n∑j=1
j∑k=1
∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
39
×(−1)k−1
j∑l=k+1
(δνβgρµl− δνρgβµl
)∂j−kψ
∂xν∂xµk+1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµj
+1
c(xρT 0
β − xβT 0ρ)
]+
n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
× ∂j−kRρβψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)d3x. (III.50)
Agar persamaan (III.49) berlaku untuk sembarangnα = gακnκ, maka
d
dtJρβ = 0. (III.51)
SelanjutnyaJρβ dapat diuraikan menjadi
Jρβ = Mρβ + Sρβ (III.52)
dengan
Mρβ =
∫ ∞
−∞
[ n∑j=1
j∑k=1
∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×(−1)k−1
j∑l=k+1
(δνβgρµl− δνρgβµl
)∂j−kψ
∂xν∂xµk+1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµj
+1
c(xρT 0
β − xβT 0ρ)
]d3x (III.53)
dan
Sρβ =
∫ ∞
−∞
n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
× ∂j−kRρβψ
∂xµk+1 · · · ∂xµjd3x (III.54)
40
yang masing-masing antisimetris terhadap pertukaran indeksρ danβ, sehinggaJρβ
juga antisimetris terhadap pertukaran indeks.
KuantitasMρβ berkaitan dengan momentum sudut orbital medanψ, sedan-
gkanSρβ yang gayut pada sifat medanψ terhadap transformasi Lorentz berkaitan
dengan momentum sudut intrinsik medanψ. Dari persamaan (III.53) tampak bahwa
Mρβ masih dapat diuraikan menjadi komponen yang gayut pada koordinat ruang dan
waktu
Mρβ =
∫ ∞
−∞
1
c(xρT 0
β − xβT 0ρ)d
3x, (III.55)
serta komponen yang tidak gayut pada koordinat ruang dan waktu
Kρβ =
∫ ∞
−∞
n∑j=1
j∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×j∑
l=k+1
(gρµlδνβ − gβµl
δνρ)∂j−kψ
∂xν∂xµk+1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµnd3x. (III.56)
Dengan demikianJρβ dapat dituliskan sebagai
Jρβ = Kρβ +Mρβ + Sρβ. (III.57)
Bentuk penulisan terakhir akan mempermudah pembahasan dalam bab-bab selanjut-
nya.
Komponen-komponenJρβ berkaitan dengan transformasi Lorentz, yakniJρβ
merupakan kuantitas yang lestari terhadap transformasi Lorentz. Komponen ruang
Jjk, j, k = 1, 2, 3 berkaitan dengan transformasi yang berupa suatu rotasi, dan meru-
pakan momentum sudut total medanψ. KuantitasMjk merupakan momentum sudut
orbital sedangkanSjk yang gayut terhadapRjk merupakan momentum sudut intrin-
sik (spin?) medanψ. Dari uraian di atas tampak bahwaMρβ = Kρβ + Mρβ, dan
komponen ruangnyaMjk = Kjk + Mjk. SukuKjk yang tidak gayut pada koor-
41
dinat ruang merupakan akibat perumuman rapat LagranganL yang dituliskan pada
persamaan (III.6) dan akan lenyap bila rapat Lagrangan hanya gayut padaψ dan tu-
runan orde pertamanya. Dengan demikianJjk yang merupakan kuantitas yang lestari
jika terdapat kesetangkupan terhadap suatu rotasi didefinisikan sebagai momentum
sudut total medan, atau dapat dikatakan bahwakuantitas lestari yang menyertai
kesetangkupan terhadap suatu rotasi adalah momentum sudut total.
Kajian mengenai kesetangkupan terhadap suatu transformasi ruang dan waktu
cukup dengan hanya membahas mengenai transformasi yang berupa translasi ruang-
waktu maupun rotasi (atau secara umum transformasi Lorentz), karena berbagai trans-
formasi dapat diuraikan sebagai kombinasi dari kedua jenis transformasi ini.
BAB IV
MEDAN KLEIN-GORDON PADA RUANG MINKOWSKI TAK
KOMUTATIF
Suatu zarah yang bermassam1, tenaga dan momentum yang dimiliki zarah
tersebut terkait menurut kaitan tenaga-momentum relativistik2
E2 = ~p2 +m2. (IV.1)
Persamaan (IV.1) merupakan titik tolak bagi Oskar Klein, Walter Gordon, serta Paul
Adrien Maurice Dirac dalam perumusan persamaan-persamaan mekanika kuantum
relativistik. Jika diadakan penguantuman terhadap persamaan (IV.1) dengan penguan-
tuman yang biasa dilakukan dalam pembahasan mekanika kuantum tak relativistik
E → i ∂∂t
;
~p → −i∇,
diperoleh
(∂2
∂t2−∇2 +m2)φ(x) = 0. (IV.2)
Persamaan (IV.2) dikenal sebagai persamaan Klein-Gordon. Penafsiran persamaan
Klein-Gordon sebagai persamaan gelombang bagi zarah tunggal menimbulkan per-
masalahan yang berkaitan dengan rapat kebolehjadian menemukan zarah pada posisi
~r di saatt yang tidak lagi mutlak positif dan keberadaan penyelesaiannya bagi suatu
1Dalam pembahasan ini dan selanjutnya istilahmassamengacu pada pengertianmassa rehat. Isti-lahmassa relativistikzarah tidak digunakan, sesuai dengan kesepakatan terakhir mengenai observabelmassa.[Muslim , 1997]
2Untuk mempermudah penulisan, dalam bab ini dan bab-bab selanjutnya digunakan sistem satuandengan~ = c = 1.
42
43
zarah bebas dengan swanilai tenaga yang bernilai negatif. Dengan demikian interpre-
tasiφ(x) sebagai fungsi gelombang bagi zarah tunggal tidak dapat lagi dipertahankan.
Namun demikian permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi dengan meman-
dangφ(x) bukan lagi sebagai fungsi gelombang bagi suatu zarah tunggal, melainkan
sebagai suatu medan, dalam hal ini sebagai suatu medan skalar. Dalam pemba-
hasan bab ini dan bab berikutnya diasumsikan medan-medan yang terlibat merupakan
fungsi licin pada ruang Minkowski.
1. Medan Klein-Gordon Riil
Jika dibentuk suatu rapat LagranganL untuk suatu medanφ(x) yang bernilai
riil sebagai berikut
L =1
2
(∂φ
∂xβ?∂φ
∂xβ−m2φ ? φ
)=
1
2
[∂φ
∂xβ∂φ
∂xβ−m2φ2 +
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1θµ2ν2 · · · θµnνn
×
∂
∂xβ
(∂nφ
∂xµ1 · · · ∂xµn
)∂
∂xβ
(∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
)−m2 ∂nφ
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
](IV.3)
Dengan mensubstitusi rapat Lagrangan di atas ke dalam persamaan (III.16), diperoleh
∂2φ
∂xβ∂xβ+m2φ
+∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1 · · · θµnνn
∂n+1
∂xβ∂xµ1 · · · ∂xµn
∂n+1φ
∂xβ∂xν1 · · · ∂xνn
+m2 ∂n
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
= 0. (IV.4)
44
Suku-suku yang mengandung parameterθµν akan lenyap karena
θµν∂2
∂xµ∂xν= θνµ
∂2
∂xν∂xµ= −θµν ∂2
∂xµ∂xν= 0, (IV.5)
sehingga persamaan (IV.4)menjadi
(∂2
∂t2−∇2 +m2)φ(x) = 0
yang tidak lain adalah persamaan Klein-Gordon, dengan demikian rapat Lagrangan
(IV.3) merupakan rapat Lagrangan bagi medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkows-
ki tak komutatif. Setelah memperoleh rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon
yang bernilai riil, maka dapat diperoleh tenaga total, momentum, serta momentum
sudut yang dimiliki oleh medanφ(x).
Tensor energi-momentum medanφ(x) dapat diperoleh dengan mensubstitusi
rapat LagranganL pada persamaan (IV.3) ke dalam persamaan (III.21). Substitusi ini
menghasilkan
T αν =
1
2
∞∑n=1
n∑k=1
(−1)k−1 ∂k−1
∂xµ1 · · · ∂xµ-1
[(i
2
)n−11
(n− 1)!
(θµ2ν1 · · · θµnνn−1
+θν1µ2 · · · θνn−1µn)∂
∂xα
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
)−m2
(i
2
)n1
n!
×
(θαν1 · · · θµnνn + θν1α · · · θνnµn)∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
]− δανL
=1
2
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!
∂
∂xα
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
)∂
∂xν
(∂n−1φ
∂xµ2 · · · ∂xµn
)×(θµ2ν1 · · · θµnνn−1 + θν1µ2 · · · θνn−1µn)−m2
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!
× ∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
∂
∂xν
(∂n−1φ
∂xµ2 · · · ∂xµn
)(θαν1 · · · θµnνn + θν1α · · · θνnµn)
−∞∑n=2
(i
2
)n−11
(n− 1)!
∂2
∂xµ1∂xµ1
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
)∂
∂xν
(∂n−2φ
∂xµ3 · · · ∂xµn
)
45
×(θαν1 · · · θµnνn−1 + θν1α · · · θνn−1µn)
− δανL. (IV.6)
Karena berlakunya persamaan Klein-Gordon, maka
(θαν1 · · · θµnνn−1 + θν1α · · · θνn−1µn)∞∑n=2
1
(n− 1)!
∂2
∂xµ1 · · · ∂xµ1
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
)× ∂
∂xν
(∂n−2φ
∂xµ3 · · · ∂xµn
)= −m2
∞∑n=2
(i
2
)n−11
(n− 1)!(θαν1 · · · θµnνn−1
+θν1α · · · θνn−1µn)∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
∂
∂xν
(∂n−2φ
∂xµ3 · · · ∂xµn
)= −m2
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!
× ∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
∂
∂xν
(∂n−1φ
∂xµ2 · · · ∂xµn
)(θαν1 · · · θµnνn−1 + θν1α · · · θνn−1µn),
(IV.7)
sehingga jika persamaan (IV.7) disubstitusikan ke dalam persamaan (IV.6) diperoleh
T αν =
1
2
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!
∂
∂xα
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
)∂
∂xν
(∂n−1φ
∂xµ2 · · · ∂xµn
)(θµ2ν1 · · · θµnνn−1 + θν1µ2 · · · θνn−1µn)− δανL
=1
2
(∂φ
∂xα?∂φ
∂xν+
∂φ
∂xν?∂φ
∂xα
)− δανL
=1
2
∂φ
∂xα,∂φ
∂xν
?
− δανL. (IV.8)
Bentuk kontravarian dari tensor energi momentum pada persamaan di atas adalah
T αν =1
2
∂φ
∂xα,∂φ
∂xν
?
− gανL (IV.9)
yang bersifat simetris terhadap pertukaran indeks. Rapat Hamiltonan serta rapat mo-
mentum medanφ(x) diperoleh dari persamaan (IV.9)
T 00 =∂φ
∂t?∂φ
∂t− L
46
=1
2
(∂φ
∂t?∂φ
∂t+∇φ ·? ∇φ+m2φ ? φ
); (IV.10)
T 0j =1
2
∂φ
∂t,∂φ
∂xj
?
. (IV.11)
Pada persamaan (IV.10) diperkenalkan perkalian noktah-bintang seperti pada perkalian
noktah antara dua buah vektor-3 namun dengan menggantikan setiap bentuk perkalian
per titik (·) dengan perkalian-bintang(?). Untuk jelasnya ditinjau sebuah contoh,
yakni perkalian noktah-bintang antara dua buah vektor-3~A(x) dan~B(x), yang masing-
masing komponennya merupakan fungsi licin yang terdefinisi pada ruang Minkowski.
Maka ~A(x) ·? ~B(x) didefinisikan sebagai
~A(x) ·? ~B(x) :=3∑j=1
Aj(x) ? Bj(x). (IV.12)
Setelah memperoleh bentuk rapat Hamiltonan dan rapat momentum medanφ(x), da-
pat diperoleh Hamiltonan dan momentum medan dengan menggunakan persamaan
(III.35) dan (III.36).
Selanjutnya hendak diturunkan bentuk momentum sudut medan Klein-Gordon
riil. Untuk suatu medan skalar, koefisienRνβ pada persamaan (III.41) bernilai nol, se-
hingga medan Klein-Gordon yang merupakan medan skalar tidak memiliki momen-
tum sudut intrinsik(Sjk = 0). Dengan demikian momentum sudut totalJjk hanya
terdiri dari momentum sudut orbitalMjk. Menurut persamaan (III.53), (III.55), dan
(III.56) Mρβ dapat diuraikan menjadiKρβ danMρβ, sehinggaMρβ = Kρβ +Mρβ.
Karena tensor energi-momentum medanφ(x) telah diperoleh, maka untuk mencari
bentukMρβ hanya perlu mencari bentukKρβ.
Jika persamaan (IV.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (III.56) dan dengan
47
menggunakan persamaan Klein-Gordon, diperoleh
Kρβ =1
2
∫ ∞
−∞
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!(θµ1ν1 · · · θµn−1νn−1)
∂
∂t
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
)
×n−1∑l=1
(gρµlδνβ − gβµl
δνρ)∂n−1φ
∂xν∂xµ1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµn−1
+∂
∂t
(∂n−1φ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1
) n−1∑l=1
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)
× ∂n−1φ
∂xν∂xν1 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xνn−1
d3x. (IV.13)
Karena
θµ1ν1 · · · θµn−1νn−1∂
∂t
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
) n−1∑l=1
(gρµlδνβ − gβµl
δνρ)
× ∂
∂xν
(∂n−2φ
∂xµ1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµn−1
)= (n− 1)θµ1ν1 · · · θµn−1νn−1
×(gρµ1δνβ − gβµ1δ
νρ)
∂
∂xν
(∂n−2φ
∂xµ2 · · · ∂xµn−1
∂
∂t
)(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
),(IV.14)
berartiintegrandpersamaan (IV.13) tidak lenyap hanya untukn > 1. Jika persamaan
(IV.14) disubstitusikan ke dalam persamaan (IV.13), diperoleh
Kρβ =i
4
∫ ∞
−∞
∞∑n=0
(i
2
)n1
n!θµ1ν1 · · · θµnνnθκλ
(gρκδ
νβ − gβκδ
νρ)
× ∂
∂xν
(∂nφ
∂xµ1 · · · ∂xµn
)∂2
∂t∂xλ
(∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
)+
∂2
∂t∂xκ
(∂nφ
∂xµ1 · · · ∂xµn
)(gρλδ
νβ − gβλδ
νρ)
∂
∂xν
(∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
)d3x
=i
4
∫ ∞
−∞θκλ(gρκδ
νβ − gβκδ
νρ)
[∂φ
∂xν,∂2φ
∂t∂xλ
]?
d3x (IV.15)
48
Dengan hasil ini maka diperoleh
Jρβ = Mρβ = Kρβ +Mρβ
=
∫ ∞
−∞
i
4θκλ(δνρgβκ − δνβgρκ)
[∂φ
∂xν,∂2φ
∂t∂xλ
]?
+(xρT 0β − xβT 0
ρ)
d3x,
dan bentuk kontravariannya adalah
Jρβ = Mρβ = Kρβ +Mρβ
=
∫ ∞
−∞
i
4θκλ(gνρδβκ − gνβδρκ)
[∂φ
∂xν,∂2φ
∂t∂xλ
]?
+(xρT 0β − xβT 0ρ)
d3x.
Komponen ruang dariJ jk adalah momentum sudut medan Klein-Gordon riil,
J jk = M jk = Kjk +Mjk
=
∫ ∞
−∞
i
4θκλ(gνjδkκ − gνkδjκ)
[∂φ
∂xν,∂2φ
∂t∂xλ
]?
+(xjT 0k − xkT 0j)
d3x. (IV.16)
Untuk mencari bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut
yang dimiliki medanφ(x), maka medanφ(x) dituliskan sebagai suatu ekspansi Fouri-
er
φ(x) =
∫ ∞
−∞
a(~k)e−ik·x + a∗(~k)eik·x
d3k
(2π)32ω~k, (IV.17)
dengank · x ≡ kµxµ. Vektor-4kµ memenuhi kaitan De Broglie-Einstein
E = ω~k = k0; ~p = ~k, (IV.18)
49
sehingga menurut persamaan (IV.1)3
ω~k = k0 =
√~k2 +m2. (IV.19)
Jikaφ(x) pada persamaan (IV.17) disubstitusikan ke dalam persamaan (IV.10), (IV.11),
serta dengan menggunakan persamaan (III.34) dan (III.35), diperoleh
H =
∫ ∞
−∞
1
2
(∂φ
∂t?∂φ
∂t+∇φ ·? ∇φ+m2φ ? φ
)d3x
=1
2
∫ ∞
−∞a∗(~k)a(~k)
d3k
(2π)3; (IV.20)
~P = −∫ ∞
−∞
1
2
∂φ
∂t,∇φ
?
d3x
=
∫ ∞
−∞
~k
(2ω~k)a∗(~k)a(~k)
d3k
(2π)3. (IV.21)
dan
J jk =1
2
∫ ∞
−∞=
a∗(~k)
(kj∂a(~k)
∂kk− kk
∂a(~k)
∂kj
)d3k
(2π)3ω~k
yang dapat dituliskan sebagai
~J =1
2
∫ ∞
−∞=a∗(~k)
(∇~ka(
~k)× ~k) d3k
(2π)3ω~k, (IV.22)
dengan=(z) menyatakan bagian imajiner dari bilangan kompleksz. Kuantitas pada
persamaan (IV.20), (IV.21), dan (IV.22) merupakan bentuk eksplisit Hamiltonan, mo-
mentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski tak
komutatif. Persamaan (IV.20), (IV.21) dan (IV.22) menunjukkan bahwa Hamiltonan,
momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski
yang tidak komutatif tidak berbeda dengan Hamiltonan, momentum, serta momen-
3Dalam pembahasan selanjutnya untuk medan Klein-Gordon kompleks dan medan Dirac kaitan(IV.18) dan (IV.19) selalu digunakan dalam pernyataan medan-medan yang bersangkutan sebagai suatuekspansi Fourier.
50
tum medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski yang komutatif ([Ryder , 1996]
p.126-135).
2. Medan Klein-Gordon Kompleks
Rapat Lagrangan yang akan menghasilkan persamaan Klein-Gordon untuk
medanφ(x) yang bernilai kompleks adalah sebagai berikut
L =∂φ∗
∂xβ?∂φ
∂xβ−m2φ∗ ? φ
=∂φ∗
∂xβ∂φ
∂xβ−m2φ∗φ+
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1 · · · θµnνn
×
∂
∂xβ
(∂nφ∗
∂xµ1 · · · ∂xµn
)∂
∂xβ
(∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
)−m2 ∂nφ∗
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
. (IV.23)
Jika rapat Lagrangan di atas disubstitusikan ke dalam persamaan (III.16), maka dida-
pat persamaan Klein-Gordon
(∂2
∂t2−∇2 +m2)φ(x) = 0 (IV.24)
dan kompleks konjugatnya
(∂2
∂t2−∇2 +m2)φ∗(x) = 0. (IV.25)
Bentuk rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon kompleks tidaklah tung-
gal. Beberapa bentuk rapat Lagrangan lain yang akan menghasilkan persamaan (IV.24)
dan (IV.25) misalnya
L =∂φ
∂xβ?∂φ∗
∂xβ−m2φ∗ ? φ; (IV.26)
51
L =1
2
[∂φ∗
∂xβ,∂φ
∂xβ
?
−m2 φ∗, φ?]. (IV.27)
Namun demikian bentuk yang akan dibahas adalah bentuk rapat Lagrangan pada per-
samaan (IV.23), karena bentuk rapat Lagrangan lain yang menghasilkan persamaan
(IV.24) dan (IV.25) akan menghasilkan hasil akhir yang sama.
Jika rapat Lagrangan pada persamaan (IV.23) disubstitusikan ke dalam per-
samaan (III.21) serta dengan menggunakan persamaan (IV.24) dan (IV.25) diperoleh
tensor energi-momentum medan Klein-Gordon kompleks
T αν =
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!
θµ2ν1 · · · θµnνn−1
∂
∂xν
(∂n−1φ∗
∂xµ2 · · · ∂xµn
)× ∂
∂xα
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
)+
∂
∂xα
(∂n−1φ∗
∂xµ1 · · · ∂xµn−1
)× ∂
∂xν
(∂n−1φ
∂xν2 · · · ∂xνn
)− δανL
=∂φ∗
∂xν?∂φ
∂xα+∂φ∗
∂xα?∂φ
∂xν− δανL
= 2<(∂φ∗
∂xν?∂φ
∂xα
)− δανL. (IV.28)
Bentuk kontravariannya adalah
T αν =∂φ∗
∂xα?∂φ
∂xν+∂φ∗
∂xν?∂φ
∂xα− gανL
= 2<(∂φ∗
∂xα?∂φ
∂xν
)− gανL, (IV.29)
dengan<(z) menyatakan bagian riil dari bilangan kompleksz. Tensor energi momen-
tum T αν di atas bersifat simetris terhadap pertukaran indeksα danν. Rapat Hamil-
tonan dan rapat momentum medan Klein-Gordon kompleks masing-masing adalah
T 00 =∂φ∗
∂t?∂φ
∂t+∇φ∗ ·? ∇φ+m2φ∗ ? φ; (IV.30)
52
T 0j = 2<(∂φ∗
∂t?∂φ
∂xj
). (IV.31)
Jika persamaan (IV.23) disubstitusikan ke persamaan (III.56), maka diperoleh
Kρβ =
∫ ∞
−∞
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1ν1 · · · θµn−1νn−1
∂
∂t
(∂n−1φ
∂xν1 · · · ∂xνn−1
)
×n−1∑l=1
(gρµlδνβ − gβµl
δνρ)∂
∂xν
(∂n−1φ∗
∂xµ1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµn−1
)
+∂
∂t
(∂n−1φ∗
∂xµ1 · · · ∂xµn−1
) n−1∑l=1
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)
× ∂
∂xν
(∂n−2φ
∂xν1 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xνn−1
)d3x
=
∫ ∞
−∞θκλ(δνρgβλ − δνβgρλ)=
(∂φ∗
∂xν?
∂2φ
∂t∂xλ
)d3x,
sehingga diperoleh
Jρβ =
∫ ∞
−∞
θκλ(gνρδβκ − gνβδρκ)=
(∂φ∗
∂xν?
∂2φ
∂t∂xλ
)+ (xρT 0β − xβT 0ρ)
d3x.
Momentum sudut medan Klein-Gordon kompleks adalah komponen ruang dariJρβ,
yakni
J jk =
∫ ∞
−∞
θκλ(gνjδkκ − gνkδjκ)=
(∂φ∗
∂xν?
∂2φ
∂t∂xλ
)+ (xjT 0k − xkT 0j)
d3x.
(IV.32)
Medan Klein-Gordonφ(x) dan kompleks konjugatnyaφ∗(x) dapat dituliskan
sebagai suatu ekspansi Fourier
φ(x) =
∫ ∞
−∞
a(~k)e−ik·x + b∗(~k)eik·x
d3k
(2π)32ω~k; (IV.33)
φ∗(x) =
∫ ∞
−∞
b(~k)e−ik·x + a∗(~k)eik·x
d3k
(2π)32ω~k. (IV.34)
53
Bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan Klein-Gordon
kompleks dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan-persamaan (IV.30), (IV.31),
(IV.32), (IV.33), dan (IV.34), yang menghasilkan
H =
∫ ∞
−∞
(∂φ∗
∂t?∂φ
∂t+∇φ∗ ·? ∇φ+m2φ∗ ? φ
)d3x
=1
2
∫ ∞
−∞
a∗(~k)a(~k) + b(~k)b∗(~k)
d3k
(2π)3; (IV.35)
~P = −∫ ∞
−∞2<(∂φ∗
∂t?∇φ
)d3x
=1
2
∫ ∞
−∞
~ka∗(~k)a(~k) + b(~k)b∗(~k)
d3k
(2π)3ω~k, (IV.36)
dan
J jk = −1
2
∫ ∞
−∞=[
∂a(~k)
∂kjkk − ∂a(~k)
∂kkkja∗(~k)
+
∂b∗(~k)
∂kjkk − ∂b∗(~k)
∂kkkjb(~k)
]d3k
(2π)32ω~k,
atau dapat dituliskan
~J =1
2
∫ ∞
−∞=[∇~ka(
~k)× ~ka∗(~k) +
∇~kb
∗(~k)× ~kb(~k)
] d3k
(2π)32ω~k. (IV.37)
Bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-
Gordon kompleks yang dinyatakan dalam persamaan (IV.35), (IV.36), dan (IV.37)
menunjukkan bahwa pada ruang Minkowski yang tidak komutatif, Hamiltonan, mo-
mentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon kompleks sama dengan Hamil-
tonan, momentum, dan momentum sudut medan Klein-Gordon kompleks pada ruang
Minkowski yang komutatif ([Ryder , 1996] p.135-137).
BAB V
MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK
KOMUTATIF
Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa penafsiran penyelesaian
persamaan Klein-Gordon sebagai fungsi gelombang bagi suatu zarah tunggal menim-
bulkan permasalahan mengenai rapat kebolehjadian yang dapat bernilai negatif ser-
ta munculnya penyelesaian persamaan tersebut bagi zarah bebas dengan swanilai
tenaga yang bernilai negatif. Munculnya rapat kebolehjadian yang dapat bernilai
negatif dalam persamaan Klein-Gordon mendorong Dirac untuk memperoleh suatu
persamaan relativistik yang cocok bagi elektron.
Dirac menyadari bahwa timbulnya rapat kebolehjadian yang dapat bernilai
negatif pada persamaan Klein-Gordon disebabkan karena rapat kebolehjadian terse-
but mengadung turunan parsial terhadap waktu dari fungsi gelombang yang meru-
pakan penyelesaian persamaan Klein-Gordon. Hal ini merupakan konsekuensi bahwa
fungsi gelombang tersebut memenuhi persamaan differensial yang merupakan per-
samaan differensial orde kedua terhadap waktu [Weinberg , 1995]. Dengan demikian
Dirac berusaha merumuskan suatu persamaan differensial yang merupakan suatu per-
samaan differensial orde pertama terhadap waktu, serta memenuhi persamaan (IV.1)
bagi suatu zarah tunggal yang bebas. Persamaan yang diperoleh Dirac adalah
iγµ∂ψ(x)
∂xµ−mψ(x) = 0, (V.1)
denganγµ adalah matriks berorde4× 4 yang memenuhi kaitan
γµ, γν = 2gµν14×4; 㵆 = γ0γµγ0 (V.2)
54
55
danψ(x) adalah suatu spinor-4. Salah satu bentuk matriks-matriksγµ yang memenuhi
persamaan (V.2) dan yang lazim digunakan dalam pembahasan mengenai persamaan
Dirac misalnya
γ0 =
0 1
1 0
; γj =
0 σj
−σj 0
dengan masing-masing elemen matriks-matriks di atas merupakan matriks-matriks
dengan orde2 × 2 danσj adalah matriks-matriks Pauli. Jika dimiliki seperangkat
matriksγµ yang memenuhi persamaan (V.2) dan sembarang matriks uniterU maka
γ′µ = UγµU † akan memenuhi persamaan (V.2) juga.
Persamaan pendamping dari persamaan (V.1) adalah
i∂ψ(x)
∂xµγµ +mψ(x) = 0, (V.3)
denganψ(x) = ψ†(x)γ0, danψ†(x) adalah pendamping Hermit fungsi gelombang
ψ(x).
Walaupun permasalahan mengenai kemunculan rapat kebolehjadian yang da-
pat bernilai negatif teratasi oleh persamaan Dirac, namun penyelesaian persamaan
Dirac dengan swanilai tenaga yang bernilai negatif tetap ada. Untuk mengatasi hal
ini, Dirac menginterpretasikan penyelesaian persamaan (V.1) dengan swanilai tenaga
yang bernilai negatif sebagai fungsi gelombang yang menggambarkan keadaan suatu
anti zarahyang memiliki tenaga positif, dan keadaan hampa diinterpretasikan seba-
gai "lautan" yang dipenuhi oleh zarah (dan anti zarah) dengan tenaga negatif. Karena
penyelesaian persamaan Diracψ(x) (danψ(x)) merupakan spinor-4 yang menggam-
barkan keadaan zarah dan anti zarah yang memiliki spin12, zarah dan anti zarah terse-
but taat statistik Fermi-Dirac, sehingga tidak mungkin bagi suatu zarah dan anti zarah
meluruh dan menempati suatu keadaan dengan tenaga negatif tersebut. Interpretasi
56
ini jelas menimbulkan permasalahan baru, beberapa diantaranya adalah:
• Fungsi gelombangψ tidak lagi menggambarkan keadaan suatu zarah tunggal,
melainkan menggambarkan keadaan suatu zarah dan sekaligus keadaan anti
zarah.
• Dengan interpretasi tersebut Dirac secara tidak langsung menyatakan bahwa
zarah elementer tidak mungkin merupakan boson [Weinberg , 1995]. Hal ini
bertentangan dengan hasil eksperimen yang menyatakan keberadaan zarah ele-
menter yang merupakan boson.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, makaψ(x) tidak la-
gi dipandang sebagai suatu fungsi gelombang yang menggambarkan keadaan suatu
zarah (dan anti zarah), melainkan suatu medan spinor.
Persamaan (V.1) dan (V.3) dapat diperoleh dari rapat Lagrangan
L = ψ ?
(iγβ
∂ψ
∂xβ−mψ
)= ψiγβ
∂ψ
∂xβ−mψψ +
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1 · · · θµnνn
×
∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµniγβ
∂
∂xβ
(∂nψ
∂xν1 · · · ∂xνn
)−m
∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµn
× ∂nψ
∂xν1 · · · ∂xνn
, (V.4)
dengan menggunakan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum. Dengan mensu-
bstitusi rapat LagranganL pada persamaan (V.4) ke dalam persamaan (III.21), diper-
oleh tensor energi-momentum medan Dirac
T αν =
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1ν2 · · · θµn−1νn
∂n−1ψ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1iγα
× ∂
∂xν
(∂n−1ψ
∂xν2 · · · ∂xνn
)−m
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1α · · · θµnνn
57
× ∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂
∂xν
(∂n−1ψ
∂xν2 · · · ∂xνn
)−
∞∑n=2
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1α · · · θµn−1νn
∂
∂xν1
(∂n−1ψ
∂xν1 · · · ∂xn−1
)×iγν1
∂
∂xν
(∂n−2ψ
∂xν3 · · · ∂xνn
)− δανL. (V.5)
Karena berlakunya persamaan (V.3), maka
∞∑n=2
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1α · · · θµn−1νn
∂
∂xν1
(∂n−1ψ
∂xmu1 · · · ∂xµn−1
)iγν1
× ∂
∂xν
(∂n−2ψ
∂xν3 · · · ∂xνn
)= −m
∞∑n=2
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1α · · · θµn−1νn
× ∂n−1ψ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1
∂
∂xν
(∂n−2ψ
∂xν3 · · · ∂xνn
)= −m
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1α · · · θµnνn
× ∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂
∂xν
(∂n−1ψ
∂xν2 · · · ∂xνn
), (V.6)
sehingga
T αν =
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1ν2 · · · θµn−1νn
∂n−1ψ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1iγα
× ∂
∂xν
(∂n−1ψ
∂xν2 · · · ∂xνn
)− δανL
=∞∑n=0
(i
2
)n1
n!θµ1ν1 · · · θµnνn
∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµniγα
∂
∂xν
(∂nψ
∂xν1 · · · ∂xνn
)−δανL
= ψiγα∂ψ
∂xν+
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1 · · · θµnνn
∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµniγα
× ∂
∂xν
(∂nψ
∂xν1 · · · ∂xνn
)− δανL
= iψ ? γα∂ψ
∂xν− δανL, (V.7)
58
dan bentuk kontravariannya
T αν = iψ ? γα∂ψ
∂xν− gανL. (V.8)
Rapat Hamiltonan medan Dirac adalah
T 00 = iψ† ?∂ψ
∂t, (V.9)
sedangkan rapat momentum medan Dirac adalah
T 0j = iψ† ?∂ψ
∂xj. (V.10)
Medan Dirac merupakan medan spinor (spinor-4), sehingga momentum sudut
total medan Dirac terdiri atas momentum sudut orbitalMjk dan momentum sudut
intrinsik Sjk. KarenaMρβ = Kρβ + Mρβ danMρβ = xρT 0β − xβT 0
ρ, cukup dicari
kuantitasKρβ. Jika persamaan (V.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (III.56),
diperoleh
Kρβ =
∫ ∞
−∞
( ∞∑n=1
[(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1ν2 · · · θµn−1νn
∂n−1ψ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1iγ0
×n∑l=2
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)∂n−1ψ
∂xν∂xν2 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xνn
−m
(i
2
)n1
n!θµ1α · · · θµnνn
∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµn
n∑l=2
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)
× ∂n−1ψ
∂xν∂xν2 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xνn
]− ∞∑
n=2
(i
2
)n−11
(n− 1)!
×θµ10 · · · θµn−1νn∂
∂xν1
(∂n−1ψ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1
)iγν1
n∑l=3
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)
× ∂n−2ψ
∂xν∂xν3 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xνn
)d3x
59
=
∫ ∞
−∞
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1ν1 · · · θµn−1νn−1
∂n−1ψ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1iγ0
×n−1∑l=1
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)∂n−1ψ
∂xν∂xν1 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xnun−1d3x.
(V.11)
Pada langkah terakhir telah digunakan persamaan (V.3), sehingga
∞∑n=2
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ10 · · · θµn−1νn
∂
∂xν1
(∂n−1ψ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1
)γν1
×n∑l=3
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)∂n−2ψ
∂xν∂xν3 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xνn
= −m∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ10 · · · θµnνn
∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµn
n−1∑l=2
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)
× ∂n−1ψ
∂xν∂xν2 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xνn.
Karena
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1ν1 · · · θµn−1νn−1 i
∂n−1ψ†
∂xµ1 · · · ∂xµn−1
×n−1∑l=1
(gρνlδνβ − gβνl
δνρ)∂n−1ψ
∂xν∂xν1 · · · ∂xνl−1∂xνl+1 · · · ∂xνn−1
= i∞∑n=1
(i
2
)n−1n− 1
(n− 1)!θµ1ν1θµ2ν2 · · · θµn−1νn−1
∂
∂xµ1
(∂n−2ψ†
∂xµ2 · · · ∂xµn−1
)= −1
2
∞∑n=0
(i
2
)n1
n!θκλθµ1ν1 · · · θµnνn
∂
∂xκ
(∂nψ†
∂xµ1 · · · ∂xµn
)× ∂
∂xν
(∂nψ
∂xν1 · · · ∂xνn
)(gρλδ
νβ − gβλδ
νρ)
=1
2θλκ(gρλδ
νβ − gβλδ
νρ)∂ψ†
∂xκ?∂ψ
∂xν, (V.12)
60
maka bentuk pada persamaan (V.11) dapat dibuat menjadi lebih sederhana
Kρβ =
∫ ∞
−∞
1
2θλκ(gρλδ
νβ − gβλδ
νρ)∂ψ†
∂xκ?∂ψ
∂xνd3x, (V.13)
sehingga diperoleh
Kjk =
∫ ∞
−∞
1
2θλκ(gjλδ
νk − gkλδ
νj)∂ψ†
∂xκ?∂ψ
∂xνd3x. (V.14)
Dengan demikian momentum sudut orbital medan Dirac adalah
Mjk =
∫ ∞
−∞
1
2θλκ(gjλδ
νk − gkλδ
νj)∂ψ†
∂xκ?∂ψ
∂xν+ (xjT 0
k − xkT 0j)d3x. (V.15)
KoefisienRνβ pada persamaan (III.41) untuk medan Dirac yang merupakan
medan spinor adalahσνβ = i4[γν , γβ] denganγν danγβ adalah matriks-matriks Dirac
yang memenuhi persamaan (V.2). Dengan menggunakan persamaan (III.54) dan (V.4)
akan diperoleh
Sρβ =
∫ ∞
−∞
∞∑n=1
n∑k=1
∂k−1
∂xν1 · · · ∂xνk−1
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1ν2 · · · θµn−1νn
× ∂n−1ψ
∂xµ1 · · · ∂xµn−1iγ0 −m
(i
2
)n1
n!θµ10 · · · θµnνn
× ∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂n−k
∂xν2 · · · ∂xνn
(− i
2σρβψ
)d3x
=
∫ ∞
−∞
∞∑n=1
(i
2
)n−11
(n− 1)!θµ1ν1 · · · θµn−1νn−1
∂n−1ψ†
∂xµ1 · · · ∂xµn−1i
× ∂n−1
∂xν1 · · · ∂xνn−1
(− i
2σρβψ
)d3x
=
∫ ∞
−∞
1
2ψ† ? σρβψd
3x, (V.16)
61
sehingga momentum sudut intrinsik medan Dirac adalah
Sjk =
∫ ∞
−∞
1
2ψ† ? σjkψd3x, (V.17)
dan momentum sudut totalnya
J jk =
∫ ∞
−∞
1
2θλκ(δjλg
νk − δkλgνj)∂ψ†
∂xκ?∂ψ
∂xν+ (xjT 0k − xkT 0j)
+1
2ψ† ? σjkψ
d3x. (V.18)
Medan Diracψ(x) dan pendampingnyaψ(x) dapat dinyatakan sebagai ekspan-
si Fourier
ψ(x) =
∫ ∞
−∞
m
k0
∑r
br(~k)u
(r)(~k)e−ik·x + d∗r(~k)v(r)(~k)eik·x
d3k
(2π)3; (V.19)
ψ(x) =
∫ ∞
−∞
m
k0
∑r
b∗r(~k)u(r)(~k)eik·x + dr(~k)v
(r)(~k)e−ik·x d3k
(2π)3, (V.20)
denganu(r)(~k) danv(r)(~k) adalah spinor-4 Dirac yang masing-masing berkaitan den-
gan penyelesaian persamaan (V.1) dengan tenaga yang bernilai positif dan negatif,
sedangkanu(r)(~k) = u†(r)(~k)γ0 dan v(r)(~k) = v†(r)(~k)γ0 masing-masing berkaitan
dengan penyelesaian persamaan (V.3) dengan tenaga yang bernilai negatif dan positif.
Masing-masing spinor-4 tersebut memenuhi kaitan
u†(r)(~k)us(~k) = v†(r)(~k)v(s)(~k) =ω~kmδrs
u†(r)(~k)v(s)(−~k) = 0
Bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan Dirac
diperoleh dengan mensubstitusiψ(x) dan ψ(x) = ψ†(x)γ0 pada persamaan (V.19)
62
dan (V.20) ke dalam persamaan (V.8) dan (V.18) serta menggunakan persamaan (III.35)
dan (III.36). Substitusi tersebut menghasilkan Hamiltonan medan Dirac
H =
∫ ∞
−∞iψ† ?
∂ψ
∂td3x
=
∫ ∞
−∞m∑r
b∗r(~k)br(~k)− dr(~k)d
∗r(~k) d3k
(2π)3, (V.21)
dan momentum medan Dirac
~P = −∫ ∞
−∞iψ† ?∇ψd3x
=
∫ ∞
−∞
m~k
k0
∑r
b∗r(~k)br(~k)− dr(~k)d
∗r(~k) d3k
(2π)3. (V.22)
Pada persamaan (V.21) dan (V.22) tampak bahwa Hamiltonan dan momentum medan
Dirac pada ruang Minkowski yang tidak komutatif sama dengan Hamiltonan dan mo-
mentum medan tersebut pada ruang Minkowski yang komutatif.
Sekarang hendak ditinjau momentum sudut medan Dirac. Momentum sudut
orbital medan Dirac adalah
M jk =
∫ ∞
−∞
(=∑r
[∂br(~k)
∂kjkk − ∂br(~k)
∂kkkjb∗r(~k) +
∂d∗r(
~k)
∂kjkk
−∂d∗r(~k)
∂kkkjdr(~k)
])md3k
(2π)3k0
, (V.23)
atau dapat dituliskan
~M =
∫ ∞
−∞
(=∑r
[∇~kbr(
~k)× ~kb∗r(~k) +
∇~kd
∗r(~k)× ~k
dr(~k)
]) md3k
(2π)3k0
.
(V.24)
Setelah bentuk eksplisit momentum sudut orbital medan Dirac diperoleh, maka dit-
injau momentum sudut intrinsik medan Dirac. Untuk mencari bentuk eksplisit mo-
63
mentum sudut medan Dirac digunakan sifat spinor-4 Dirac dan sifat matriks-matriks
Dirac. Telah dikemukakan bahwa matriks-matriks Diracγµ yang mengalami transfor-
masi uniterγµ → γ′µ = UγµU † denganU sembarang matriks uniter, makaγ′µ juga
memenuhi kaitan (V.2). Andaikanξ(~k) spinor-4 Dirac yang terkait dengan matriks
γµ, makaξ(~k) merupakan spinor-4 Dirac yang terkait dengan matriksγ′µ. Mengingat
spinor-4 Dirac tertransformasi secara uniter jika diadakan transformasi Lorentz yang
berupa suatu rotasi murni maka selalu dapat diadakan rotasi sehingga spinor-4 terse-
but merupakan swa-spinor dariσjk = i4[γj, γk]. Jika dibentuk suatu vektor~σ yang
dapat dinyatakan sebagai suatu matriks baris
~σ := (σ23 σ31 σ12) (V.25)
dan rotasi dilakukan sedemikian sehingga
~σ = σ~k~s, (V.26)
dengan spinor-4u(s)(~k) danv(s)(~k) merupakan swa-spinorσ~k dengan swanilai masing-
masingc1 danc2, serta~s adalah suatu vektor satuan yang memberikan orientasi mo-
mentum sudut intrinsik~S, maka diperoleh
~S =1
2
∫ ∞
−∞
∑r
c1b
∗r(~k)br(~k) + c2dr(~k)d
∗r(~k) ~smd3k
(2π)3k0
, (V.27)
yang merupakan bentuk eksplisit momentum sudut intrinsik medan Dirac. Momen-
tum sudut total medan Dirac~J merupakan jumlah dari~M dan~S, yakni
~J = ~M + ~S
=
∫ ∞
−∞
(∑r
=[∇~kbr(
~k)× ~kb∗r(~k) +
∇~kd
∗r(~k)× ~k
dr(~k)
]
64
+1
2~s∑r
c1b
∗r(~k)br(~k) + c2dr(~k)d
∗r(~k)) md3k
(2π)3k0
. (V.28)
Bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan Dirac
yang dinyatakan dalam persamaan (V.21), (V.22), dan (V.28) sama dengan Hamilto-
nan, momentum, dan momentum sudut medan Dirac pada ruang Minkowski komu-
tatif ([Ryder , 1996] p.137-140).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini menurut tujuan penelitian yang
telah dikemukakan pada bab pertama secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaknikesimpulan yang diperoleh dari perluasan teori Lagrangan untuk
suatu medan, kesimpulan yang diperoleh dari kajian mengenai medan Klein-
Gordon pada ruang Minkowski tak komutatif , sertakesimpulan yang diperoleh
dari kajian mengenai medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif .
1. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Perluasan Teori Lagrangan Untuk
Suatu Medan
Dengan memperluas teori Lagrangan untuk suatu medan diperoleh hasil-hasil
sebagai berikut
• Persamaan Euler-Lagrange yang diperumum:
∂L∂ψ
+n∑j=1
(−1)j∂j
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµj
∂L
∂( ∂jψ∂xµ1∂xµ2 ···∂xµj )
= 0. (VI.1)
• Hamiltonan suatu medan:
H =
∫ ∞
−∞
[ n∑j=1
j∑k=1
∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×(−1)k−1 ∂
∂t
(∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)− L
]d3x. (VI.2)
65
66
• Momentum suatu medan:
Pi =
∫ ∞
−∞
n∑j=1
j∑k=1
∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×(−1)k−1 ∂
∂xi
(∂j−kψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)d3x. (VI.3)
• Momentum sudut total suatu medan:
Jjk =
∫ ∞
−∞
([ n∑j=1
j∑k=1
∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×(−1)k−1
j∑l=k+1
(δνkgjµl− δνjgkµl
)∂j−kψ
∂xν∂xµk+1 · · · ∂xµl−1∂xµl+1 · · · ∂xµj
+1
c(xjT 0
k − xkT 0j)
]+
n∑j=1
j∑k=1
∂k−1
∂xµ1∂xµ2 · · · ∂xµk−1
∂L
∂( ∂jψ∂t∂xµ1 ···∂xµk−1∂xµk+1 ···∂xµj )
×(−1)k−1 ∂j−kRjkψ
∂xµk+1 · · · ∂xµj
)d3x. (VI.4)
2. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Klein-
Gordon Pada Ruang Minkowski Tak Komutatif
Dari kajian mengenai medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski tak komu-
tatif diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:
• Rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon yang bernilai riil pada ruang Minkows-
ki tak komutatif:
L =1
2
(∂φ
∂xβ?∂φ
∂xβ−m2φ ? φ
)=
1
2
[∂φ
∂xβ∂φ
∂xβ−m2φ2 +
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1θµ2ν2 · · · θµnνn
67
×
∂
∂xβ
(∂nφ
∂xµ1 · · · ∂xµn
)∂
∂xβ
(∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
)−m2 ∂nφ
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
](VI.5)
• Rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon yang bernilai kompleks pada ru-
ang Minkowski tak komutatif:
L =∂φ∗
∂xβ?∂φ
∂xβ−m2φ∗ ? φ
=∂φ∗
∂xβ∂φ
∂xβ−m2φ∗φ+
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1 · · · θµnνn
×
∂
∂xβ
(∂nφ∗
∂xµ1 · · · ∂xµn
)∂
∂xβ
(∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
)−m2 ∂nφ∗
∂xµ1 · · · ∂xµn
∂nφ
∂xν1 · · · ∂xνn
. (VI.6)
• Hamiltonan medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski tak komutatif:
H =
∫ ∞
−∞
1
2
(∂φ
∂t?∂φ
∂t+∇φ ·? ∇φ+m2φ ? φ
)d3x
=1
2
∫ ∞
−∞a∗(~k)a(~k)
d3k
(2π)3. (VI.7)
• Momentum medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski tak komutatif:
~P = −∫ ∞
−∞
1
2
∂φ
∂t,∇φ
?
d3x
=
∫ ∞
−∞
~k
(2ω~k)a∗(~k)a(~k)
d3k
(2π)3. (VI.8)
• Momentum sudut medan Klein-Gordon riil pada ruang Minkowski tak komu-
tatif:
~J =1
2
∫ ∞
−∞=a∗(~k)
(∇~ka(
~k)× ~k) d3k
(2π)3ω~k. (VI.9)
68
• Hamiltonan medan Klein-Gordon kompleks pada ruang Minkowski tak komu-
tatif:
H =
∫ ∞
−∞
(∂φ∗
∂t?∂φ
∂t+∇φ∗ ·? ∇φ+m2φ∗ ? φ
)d3x
=1
2
∫ ∞
−∞
a∗(~k)a(~k) + b(~k)b∗(~k)
d3k
(2π)3. (VI.10)
• Momentum medan Klein-Gordon kompleks pada ruang Minkowski tak komu-
tatif:
~P = −∫ ∞
−∞2<(∂φ∗
∂t?∇φ
)d3x
=1
2
∫ ∞
−∞
~ka∗(~k)a(~k) + b(~k)b∗(~k)
d3k
(2π)3ω~k, (VI.11)
• Momentum sudut medan Klein-Gordon kompleks pada ruang Minkowski tak
komutatif:
~J =1
2
∫ ∞
−∞=[∇~ka(
~k)× ~ka∗(~k) +
∇~kb
∗(~k)× ~kb(~k)
] d3k
(2π)32ω~k.
(VI.12)
Dari hasil-hasil tersebut di atas tampak bahwa pada ruang Minkowski yang tidak ko-
mutatif Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon mem-
punyai bentuk yang sama dengan Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut
medan tersebut pada ruang Minkowski yang komutatif. Hal ini berarti ketidakkomu-
tatifan ruang Minkowski tidak memberikan efek apa-apa terhadap kuantitas-kuantitas
tersebut.
69
3. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Dirac Pa-
da Ruang Minkowski Tak Komutatif
Kajian mengenai medan Dirac pada ruang Minkowski yang tak komutatif
memberikan hasil-hasil sebagai berikut
• Rapat Lagrangan untuk medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif:
L = ψ ?
(iγβ
∂ψ
∂xβ−mψ
)= ψiγβ
∂ψ
∂xβ−mψψ +
∞∑n=1
(i
2
)n1
n!θµ1ν1 · · · θµnνn
×
∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµniγβ
∂
∂xβ
(∂nψ
∂xν1 · · · ∂xνn
)−m
∂nψ
∂xµ1 · · · ∂xµn
× ∂nψ
∂xν1 · · · ∂xνn
. (VI.13)
• Hamiltonan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif:
H =
∫ ∞
−∞iψ† ?
∂ψ
∂td3x
=
∫ ∞
−∞m∑r
b∗r(~k)br(~k)− dr(~k)d
∗r(~k) d3k
(2π)3. (VI.14)
• Momentum medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif:
~P = −∫ ∞
−∞iψ† ?∇ψd3x
=
∫ ∞
−∞
m~k
k0
∑r
b∗r(~k)br(~k)− dr(~k)d
∗r(~k) d3k
(2π)3. (VI.15)
• Momentum sudut orbital, momentum sudut intrinsik, serta momentum sudut
70
total medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif:
~M =
∫ ∞
−∞
(=∑r
[∇~kbr(
~k)× ~kb∗r(~k) +
∇~kd
∗r(~k)× ~k
dr(~k)
]) md3k
(2π)3k0
;
(VI.16)
~S =1
2
∫ ∞
−∞
∑r
c1b
∗r(~k)br(~k) + c2dr(~k)d
∗r(~k) ~smd3k
(2π)3k0
; (VI.17)
~J = ~M + ~S
=
∫ ∞
−∞
(∑r
=[∇~kbr(
~k)× ~kb∗r(~k) +
∇~kd
∗r(~k)× ~k
dr(~k)
]+
1
2~s∑r
c1b
∗r(~k)br(~k) + c2dr(~k)d
∗r(~k)) md3k
(2π)3k0
. (VI.18)
Tampak dari hasil-hasil yang diperoleh bahwa Hamiltonan, momentum, serta mo-
mentum sudut medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif sama dengan Hamil-
tonan, momentum, serta momentum sudut medan tersebut pada ruang Minkowski
yang komutatif. Dengan demikian ketidakkomutatifan ruang Minkowski tidak mem-
berikan efek terhadap kuantitas-kuantitas tersebut.
4. Saran
Kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkows-
ki tak komutatif yang telah dipaparkan dalam skripsi ini masih dibatasi pada medan
yang bebas serta belum dikuantumkan. Dengan demikian masih terdapat hal-hal
yang dapat menjadi bahan kajian. Maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai penguantuman medan-medan tersebut pada ruang Minkowski yang
tidak komutatif serta kajian mengenai medan-medan tersebut jika berinteraksi dengan
medan lain.
Dalam melakukan penguantuman medan Klein-Gordon dan medan Dirac pa-
71
da ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan yang telah
diperumum tidak lagi terdapat konsep momentum konjugat. Namun demikian pen-
guantuman dapat dilakukan dengan mempostulatkan kaitan komutasi antara koefisien-
koefisien Fourier medan-medan yang bersangkutan. Dari kajian ini akan diperoleh
propagator Klein-Gordon dan propagator Dirac pada ruang Minkowski yang tidak
komutatif.
Kajian lain yang dapat dilakukan yakni dengan melakukan telaah mengenai
medan-medan yang berinteraksi. Kajian ini dapat dilakukan dari interaksi yang seder-
hana, hingga teori gangguan pada ruang Minkowski yang tidak komutatif.
DAFTAR PUSTAKA
Barbon, J.L.F., 2001,Introduction to Noncommutative Field Theory, perkuliahanyang diberikan padathe Summer School on Particle Physics, Trieste 18 Juni - 6Juli 2001, CERN, Theory Division, Switzerland
Bayen, F., Flato, M., Fronsdal, C., Lichnerowicz A., Sternheimer D., 1978, Defor-mation Theory and Quantization I: Deformations of Symplectic Structures,Ann.Phys., 111,61
Boas, M.L., 1996,Mathematical Methods in the Physical Sciences, edisi kedua, JohnWiley & Sons, Inc., New York
Calmet, X., 2004, What Are The Bounds On Space-Time Noncommutativity?,arXiv:hep-ph/0401097 v1 14 Januari 2004
Connes, A., 1994,Noncommutative Geometry, Academic Press, San Diego, CA
Dunford, N., Schwartz, J.T., 1971,Linear Operators Part II:Spectral Theory, SelfAdjoint Operators in Hilbert Space, John Wiley& Sons, Inc., New York
Dunford, N., Schwartz, J.T., 1971,Linear Operators Part III:Spectral Operators,John Wiley& Sons, Inc., New York
Dwandaru, W.S.B., Palupi, D.S., Rosyid, M.F., 2004, Recent Development In TimeOperator In Non-Relativistic Quantum Mechanics: Positive Operator Measure Ap-proach,Phys.J.IPS.,C8,0525
Girotti, H.O., 2003,Noncommutative Quantum Field Theory, kuliah yang disam-paikan padaThe XII Jorge Andre Swieca Summar School, Section Particles andFields, Campos de Jordao
Girotti, H.O., 2004,private communication
Goldstein, H., 1980,Classical Mechanics, Addison-Wesley Publishing Company,Inc., Manila
Goswami, A., 1997,Quantum Mechanics, edisi kedua, Wm. C. Brown Publishers,Dubuque, IA
Mandl, F., Shaw, G., 1984,Quantum Field Theory, John Wiley& Sons, Inc., Cich-ester
Meyer, F., 2003,Models Of Gauge Fields On Noncommutative Spaces, Master Thesis,Universitat München
72
73
Moyal, J.E., 1949, Quantum Mechanics as a Statistical Theory,Proc.CambridgePhil.Soc.,45,99
Muslim, 1997,Seri Fisika Dasar Bagian I:Mekanika, Modul I dan II Kinematika DanDinamika Zarah, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Peskin, M.E., Schroeder, D.V., 1995,An Introduction to Quantum Field Theory,Addison-Wesley, Reading
Rosyid, M.F., 2002,Diktat Mata Kuliah Matematika Untuk Fisika Teori I, FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta
Ryder, L.H., 1996,Quantum Field Theory, edisi kedua, Cambridge University Press,Cambridge
Siahaan, T., Rosyid, M.F., Satriawan, M., 2004, Klein-Gordon and Dirac Fields OnNoncommutative Spacetime,Phys.J.IPS.,C8,0522
Snyder, H.S., 1947, Quantized Space-Time,Phys.Rev.,71,38
Sochichiu, C., 2002, Gauge Invariance and Noncommutativity,arXiv:hep-th/0202014v1 2 Februari 2002
Sochichiu, C., 2004,private communication
Szabo, F.J., 2003, Quantum Field Theory on Noncommutative Spaces,Phys.Rept.,378,207-299
Torrielli, A., 2002, Noncommutative Perturbative Quantum Field Theory: WilsonLoop In Two-Dimensional Yang-Mills, And Unitarity From String Theory, Ph.DThesis, Universitá degli Studi di Padova
Weinberg, S., 1995,The Quantum Theory of Fields, Vol I:Foundations, CambridgeUniversity Press, Cambridge
LAMPIRAN A
PEMBUKTIAN PERSAMAAN (II.22)
Ditinjau suatu bidangR2 tak komutatif dengan koordinat-koordinatxj, j =
1, 2 dan wakilan operatorxj yang linier dan Hermitan. Kitan komutasi antaraxj
adalah
[xj, xk] = iθjk (A.1)
denganθjk bersifat antisimetris terhadap pertukaran indeks dan merupakan suat bi-
langan riil biasa. Diasumsikan tiap operatorxj memiliki swanilai malar. Jika|xj〉
adalah swa-ket bagi operatorxj dengan swanilaixj, maka hasil kali skalar
〈xi|xj〉, i 6= j (A.2)
berkaitan dengan kebolehjadian untuk mendapatkan hasil ukur koordinatxi jika telah
diketahui secara pasti nilaixj. Karenaxi danxj tidak komut maka jika telah diketahui
secara pasti nilaixj maka kebolehjadian mendapatkan hasil ukurxi harus bernilai
sama untuk tiap nilaixi. Dengan demikian haruslah berlaku
|〈xi|xj〉|2 = 〈xi|xj〉〈xj|xi〉 = 1. (A.3)
Jika dimiliki operatorT (~p) = T (p1, p2) sebagai berikut
T (~p) = ei~ (p1x1+p2x2 , (A.4)
maka
tr[T (~p)] = ei
2~2 θ12p1p2tr[e
i~p1x
1
ei~p2x
2
]
74
75
= ei
2~2 θ12p1p2
∫ ∞
−∞〈x1|e
i~p1x
1
ei~p2x
2|x1〉dx1
= ei
2~2 θ12p1p2
∫ ∞
−∞〈x2|e
i~p1x
1|x1〉〈x1|ei~p2x
2|x2〉dx1dx2
= h2ei
2~2 θ12p1p2δ(2)(~p)
= h2δ(2)(~p), (A.5)
dengan menggunakan sifat "fungsi" delta
f(~p)δ(2)(~p− ~p′) = f(~p′)δ(2)(~p− ~p′). (A.6)
Jika digunakan sistem satuan di mana~ = 1, maka
tr[T (~p)] = tr[T (~k)] = (2π)2δ(2)(~k), (A.7)
dengan~p = ~~k.
Perumuman persamaan (A.7) dapat dilakukan untukn bilangan genap [Sochichiu
, 2004] sehingga
tr[T (k)] = tr[T (k1, k2, . . . , kn)] = (2π)nδ(n)(k). (A.8)