6
LAPSUS MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160 P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 155 CrossMark ABSTRACT Thermoregulation in neonates with gastroschisis is important. Many factors cause loss of body heat and cause hypothermia in infants with gastroschisis, including cold environments, differences in the ratio between body surface area and body weight, low subcutaneous fat, low shivering ability to cold response and exposed visceral organ. Heat loss occurs through evaporation, convection, conduction, and radiation processes. Neonates with gastroschisis require urgent surgery to allow the exposed intestine to be close quickly, so that fluid l and body heat loss from exposed visceral resolved. Management of thermoregulation in neonate patients with gastroschisis begins pre operatively by preventing the loss of body heat from exposed visceral organ. It is important to avoid hypothermia by regulating the room temperature, using heating lights, blankets, heating mats, and warm intravenous fluids. Hypothermia can lead to the delayed recovery of anesthesia, coagulopathy, and delayed wound healing which in turn to increases the length of hospital care. Keywords: Thermoregulation, hypothermia, infant, gastroschisis Cite This Article: Thewidya, A., Kurniyanta, P., Wiryana, M. 2018. Manajemen termoregulasi untuk mencegah kejadian hipotermia pada pasien neonatus yang menjalani operasi gastroschisis. Medicina 49(2): 155-160. DOI:10.15562/medi.v49i2.65 ABSTRAK Termoregulasi neonatus dengan gastroschisis menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Banyak faktor yang menyebabkan hilangnya panas tubuh dan menyebabkan hipotermia pada neonatus dengan gastroschisis, termasuk lingkungan yang dingin, perbedaan ratio antara luas permukaan tubuh dengan berat badan, kurangnya lemak subkutan, rendahnya kemampuan menggigil terhadap respon dingin serta organ viscera yang terekspose. Kehilangan panas terjadi melalui proses evaporasi, konveksi, konduksi, dan radiasi. Neonatus dengan gastroschisis memerlukan operasi darurat agar usus yang terekspos dapat cepat ditutup sehingga kehilangan cairan dan panas tubuh dari viscera yang terekspose teratasi. Manajemen termoregulasi pada pasien neonatus dengan gastroschisis dimulai preoperatif dengan mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh dari organ viscera yang terekspose. Durante operasi diperhatikan agar pasien tidak terjadi hipotermia dengan mengatur suhu ruangan, menggunakan lampu pemanas, selimut, matras penghangat, dan menggunakan cairan infus hangat. Hipotermi dapat menyebabkan terlambatnya pemulihan anestesi, koagulopati, terlambatnya penyembuhan luka yang pada akhirnya meningkatkan lamanya perawatan rumah sakit. Kata kunci : Termoregulasi, hipotermia, infant, gastroschisis Cite Pasal Ini: Thewidya, A., Kurniyanta, P., Wiryana, M. 2018. Manajemen termoregulasi untuk mencegah kejadian hipotermia pada pasien neonatus yang menjalani operasi gastroschisis. Medicina 49(2): 155-160. DOI:10.15562/medi.v49i2.65 Manajemen termoregulasi untuk mencegah kejadian hipotermia pada pasien neonatus yang menjalani operasi gastroschisis Andri Thewidya, * Putu Kurniyanta, Made Wiryana PENDAHULUAN Gastroschisis merupakan defek dinding abdomen yang sering terjadi pada bayi dengan angka insidens mencapai 1: 10.000 setiap 100.000 kelahiran bayi. 1 Pada pasien neonatus dengan gastroschisis yang akan menjalani operasi penutupan defek dind- ing abdomen selain manajemen cairan, manaje- men termoregulasi untuk mencegah terjadinya hipotermia juga diperlukan. Hipotermia dapat menyebabkan terlambatnya pemulihan anestesi, koagulopati, dan terlambatnya penyembuhan luka yang pada akhirnya meningkatkan lamanya perawatan rumah sakit. 2 Banyak faktor yang menyebabkan hilangnya panas tubuh dan menyebabkan hipotermia pada neonatus dengan gastroschisis, termasuk lingkun- gan yang dingin, perbedaan ratio antara luas permukaan tubuh dengan berat badan, kurangnya lemak subkutan, rendahnya kemampuan menggigil terhadap respons dingin serta organ viscera yang terekspose. 3,4,5 Kehilangan panas terjadi melalui Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali * Correspondence to: Andri Thewidya, Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali [email protected] Diterima: 2017-07-20 Disetujui: 2018-04-05 Diterditkan: 01-08-2018

MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160 P-ISSN.2540 ... · karena perpindahan molekul yang bergerak, seperti udara atau cairan. EVAPORASI Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160 P-ISSN.2540 ... · karena perpindahan molekul yang bergerak, seperti udara atau cairan. EVAPORASI Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi

LAPSUSMEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160

P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321

155

CrossMark

ABSTRACT

Thermoregulation in neonates with gastroschisis is important. Many factors cause loss of body heat and cause hypothermia in infants with gastroschisis, including cold environments, differences in the ratio between body surface area and body weight, low subcutaneous fat, low shivering ability to cold response and exposed visceral organ. Heat loss occurs through evaporation, convection, conduction, and radiation processes. Neonates with gastroschisis require urgent surgery to allow the exposed intestine to be close quickly, so that fluid l and body heat

loss from exposed visceral resolved. Management of thermoregulation in neonate patients with gastroschisis begins pre operatively by preventing the loss of body heat from exposed visceral organ. It is important to avoid hypothermia by regulating the room temperature, using heating lights, blankets, heating mats, and warm intravenous fluids. Hypothermia can lead to the delayed recovery of anesthesia, coagulopathy, and delayed wound healing which in turn to increases the length of hospital care.

Keywords: Thermoregulation, hypothermia, infant, gastroschisisCite This Article: Thewidya, A., Kurniyanta, P., Wiryana, M. 2018. Manajemen termoregulasi untuk mencegah kejadian hipotermia pada pasien neonatus yang menjalani operasi gastroschisis. Medicina 49(2): 155-160. DOI:10.15562/medi.v49i2.65

ABSTRAK

Termoregulasi neonatus dengan gastroschisis menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Banyak faktor yang menyebabkan hilangnya panas tubuh dan menyebabkan hipotermia pada neonatus dengan gastroschisis, termasuk lingkungan yang dingin, perbedaan ratio antara luas permukaan tubuh dengan berat badan, kurangnya lemak subkutan, rendahnya kemampuan menggigil terhadap respon dingin serta organ viscera yang terekspose. Kehilangan panas terjadi melalui proses evaporasi, konveksi, konduksi, dan radiasi. Neonatus dengan gastroschisis memerlukan operasi darurat agar usus yang terekspos dapat cepat ditutup sehingga kehilangan cairan dan

panas tubuh dari viscera yang terekspose teratasi. Manajemen termoregulasi pada pasien neonatus dengan gastroschisis dimulai preoperatif dengan mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh dari organ viscera yang terekspose. Durante operasi diperhatikan agar pasien tidak terjadi hipotermia dengan mengatur suhu ruangan, menggunakan lampu pemanas, selimut, matras penghangat, dan menggunakan cairan infus hangat. Hipotermi dapat menyebabkan terlambatnya pemulihan anestesi, koagulopati, terlambatnya penyembuhan luka yang pada akhirnya meningkatkan lamanya perawatan rumah sakit.

Kata kunci : Termoregulasi, hipotermia, infant, gastroschisisCite Pasal Ini: Thewidya, A., Kurniyanta, P., Wiryana, M. 2018. Manajemen termoregulasi untuk mencegah kejadian hipotermia pada pasien neonatus yang menjalani operasi gastroschisis. Medicina 49(2): 155-160. DOI:10.15562/medi.v49i2.65

Manajemen termoregulasi untuk mencegah kejadian hipotermia pada pasien neonatus yang menjalani

operasi gastroschisis

Andri Thewidya,* Putu Kurniyanta, Made Wiryana

PENDAHULUAN

Gastroschisis merupakan defek dinding abdomen yang sering terjadi pada bayi dengan angka insidens mencapai 1: 10.000 setiap 100.000 kelahiran bayi.1 Pada pasien neonatus dengan gastroschisis yang akan menjalani operasi penutupan defek dind-ing abdomen selain manajemen cairan, manaje-men termoregulasi untuk mencegah terjadinya hipotermia juga diperlukan. Hipotermia dapat menyebabkan terlambatnya pemulihan anestesi, koagulopati, dan terlambatnya penyembuhan

luka yang pada akhirnya meningkatkan lamanya perawatan rumah sakit.2

Banyak faktor yang menyebabkan hilangnya panas tubuh dan menyebabkan hipotermia pada neonatus dengan gastroschisis, termasuk lingkun-gan yang dingin, perbedaan ratio antara luas permukaan tubuh dengan berat badan, kurangnya lemak subkutan, rendahnya kemampuan menggigil terhadap respons dingin serta organ viscera yang terekspose.3,4,5 Kehilangan panas terjadi melalui

Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali

*Correspondence to: Andri Thewidya, Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali [email protected]

Diterima: 2017-07-20 Disetujui: 2018-04-05 Diterditkan: 01-08-2018

Volume No.: 49

Issue: 2

First page No.: 155

P-ISSN.2540-8313

E-ISSN.2540-8321

Doi: http://dx.doi.org/10.15562/medicina.v49i2.65

Lapsus

Page 2: MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160 P-ISSN.2540 ... · karena perpindahan molekul yang bergerak, seperti udara atau cairan. EVAPORASI Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi

156 Medicina 2018; 49(2): 155-160 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.65

LAPSUS

proses evaporasi, konveksi, konduksi, dan radiasi.4 Pada pasien neonatus dengan gastroschisis memer-lukan operasi urgent agar usus yang terekspose dapat cepat ditutup sehingga kehilangan cairan dan kehilangan panas tubuh dari organ viscera dapat diatasi.6

Manajemen termoregulasi pada pasien neonatus dengan gastroschisis dimulai preoperatif dengan mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh dari organ viscera yang terekspose. Durante operasi diperhatikan agar pasien tidak terjadi hipotermia dengan mengatur suhu ruangan, menggunakan lampu pemanas, selimut, matras penghangat, menutupi kepala dan anggota tubuh serta menggu-nakan cairan infus hangat.7,8,9

Pada kasus ini,selain manajemen cairan dan pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotik spektrum luas, kami juga melakukan manajemen termoregulasi untuk mencegah terjadinya hipoter-mia yang dapat berbahaya pada pasien neonatus dengan gastroschisis.10

LAPORAN KASUS

Neonatus usia 1 hari bayi cukup bulan – sesuai masa kehamilan (39 minggu) dilahirkan dari ibu dari P1000 lahir secara spontan per vaginam di Puskesmas dengan pertolongan bidan nilai Apgar 8/10 dengan gastroschisis akan menjalani oper-asi siloplasty (gambar 1) . Sebelumnya ibu pasien tidak melakukan pemeriksaan ANC secara teratur. Keluhan tekanan darah tinggi, kaki bengkak, nyeri kepala dan ulu hati tidak pernah dikeluhkan oleh ibu pasien. Ibu pasien hamil baru pertama kali. Sewaktu kehamilan ini ibu pasien sering mengkon-sumsi Paracetamol karena sering mengeluh sakit kepala. Riwayat penyakit sistemik, alergi dan oper-asi sebelumnya tidak ada. Pasien mendapat terapi IVFD D5 ¼ Saline 180ml/24 jam dan Ceftriaxone 150 mg tiap 12 jam. Pasien dengan berat badan 2800 gram, panjang badan 46 cm, FLACC Score 0, temperatur axilla 36,7°C. Respirasi 60 kali/menit, nadi 140 kali/menit, kelainan VACTERL gastro-schisis. Hasil laboratorium dalam batas normal.

PENGELOLAAN ANESTESI

Pasien kami lakukan pemasangan infus dan pemberian cairan untuk melakukan rehidrasi dengan kristaloid 10 ml/kgbb dengan tujuan untuk mencukupi cairan intravaskular sebelum dimulai proses induksi. Manajemen termoregulasi dimulai preoperatif dengan mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh dari organ viscera yang terekspose. Pasien dilakukan pemasangan OGT

Gambar 1 Foto pasien

Grafik 1 Grafik yang menggambarkan denyut nadi dan suhu pasien selama operasi

Gambar 2 Empat mekanisme yang menyebabkan terjadinya kehilangan panas

Gambar 3 A. Distribusi lemak coklat pada pasien neonatus. Gambar 3.B. Kurva yang menunjukkan pembentukan panas pada neonatus dari saat lahir hingga umur 1 tahun

Page 3: MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160 P-ISSN.2540 ... · karena perpindahan molekul yang bergerak, seperti udara atau cairan. EVAPORASI Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi

157Medicina 2018; 49(2): 155-160 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.65

LAPSUS

untuk dekompresi lambung. Premedikasi kami berikan pemberian sulfas atropin 0,1 mg karena neonatus mempunyai komplians ventrikel yang rendah dan kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi sehingga neonatus tergan-tung pada denyut jantung untuk menaikkan cardiac ouput. Bradikardi oleh karena itu sangat berbahaya pada pasien neonatus. Hipoksia, yang dapat mencetuskan bradikardi, harus dihindari. Neonatus juga mempunyai baroreseptor yang kurang sensitif terhadap hipotensi dan mempu-nyai kesulitan untuk memulai respons takikardi. Induksi dilakukan dengan oksigen: sevoflu-rane, lalu diberikan analgetik fentanyl 5 mcg dan dilakukan intubasi dengan ETT nomer 3 non cuff setelah sebelumnya diberikan pelumpuh otot atracurium 2 mg. Anestesi dipelihara dengan oksigen: udara: sevoflurane. Operasi berlangsung selama 45 menit, durante operasi hemodina-mik stabil, dimana nadi dan saturasi didapatkan dalam rentang normal. Dilakukan penjahitan silobag disekeliling defek dinding abdomen. Suhu tubuh dipertahankan normotermia. Bayi harus selalu ditutupi termasuk ketika proses operasi sedang berlangsung. Bagian kepala merupakan bagian permukaan terbesar untuk kehilangan panas Tutupi usus dengan kassa yang telah diberi NaCl 0,9% hangat. Suhu ruangan di kamar oper-asi juga dibuat agar tidak terlalu dingin. Hindari kontak langsung dengan meja operasi yang tidak dialasi karena akan membuat kehilangan panas melalui proses konduksi. Gunakan pula cairan infus yang telah dihangatkan. Durante operasi didapatkan hasil urine 1 ml/kgbb/jam. Setelah operasi selesai pasien dilakukan ekstubasi setelah sadar penuh dengan pernafasan spontan regular dan pergerakan aktif dari keempat ekstremitas dengan saturasi oksigen perifer yang baik dan hemodinamik yang stabil. Post operasi kami

berikan fentanyl 0,25 mcg/kgbb/jam sebagai anal-getik pascaoperasi. Pasien kami rawat di ruang perawatan neonatus.

DISKUSI

Pada pasien neonatus dengan gastroschisis memer-lukan operasi darurat agar usus yang terekspose dapat cepat ditutup sehingga kehilangan cairan dan kehilangan panas tubuh dari organ viscera dapat diatasi.9,11,12 Manajemen awal pada pasien dengan gastroschisis menutupi usus yang terek-spose dengan kassa yang sudah dibasahi dengan NaCl 0,9% hangat, memasang akses vaskular dan memberikan cairan, memasang gastric tube untuk dekompresi lambung dan menjaga suhu tubuh agar tetap normotermia. Neonatus dengan defek dinding abdomen terutama membutuhkan perha-tian khususnya pada resusitasi cairan dan penga-turan suhu (6). Banyak faktor yang menyebabkan hilangnya panas tubuh pada neonatus, termasuk lingkungan udara yang dingin, perbedaan ratio antara luas permukaan tubuh dengan berat badan, berkurangnya lemak subkutan, dan rendahnya kemampuan untuk menggigil terhadap respons dingin. Kehilangan panas dapat terjadi melalui proses evaporasi, konveksi, konduksi, dan radiasi (gambar 2).4

KONDUKSI

Proses transfer panas antara dua permukaan melalui kontak langsung. Jumlah panas yang ditransfer tergantung dari perbedaan suhu antara dua objek yang mengalami kontak. Konduksi di dalam proses anestesi dapat dicegah dengan memanaskan cairan intravena dan larutan irigasi yang berpotensi untuk menurunkan suhu tubuh dengan cepat. Pasien juga harus diperhatikan tidak boleh kontak langsung dengan permukaan metalik, karena metal mempu-nyai konduktifitas yang tinggi terhadap termal dan dapat memfasilitasi transfer panas.

RADIASI

Perpindahan panas secara radiasi terjadi antara dua objek yang berbeda temperatur yang tidak mengalami kontak satu sama lain (contoh panas matahari memanasi bumi dengan radiasi). Kehilangan panas melalui radiasi terjadi karena adanya perbedaan suhu antara suhu ruangan dengan tubuh pasien. Menghangatkan ruangan operasi akan mengurangi kehilangan panas secara

Gambar 4 Perubahan yang terjadi pada ketiga kompartemen suhu tubuh saat anestesi berlangsung

Page 4: MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160 P-ISSN.2540 ... · karena perpindahan molekul yang bergerak, seperti udara atau cairan. EVAPORASI Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi

158 Medicina 2018; 49(2): 155-160 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.65

LAPSUS

radiasi. Menutupi tubuh akan mengurangi kehilan-gan panas melalui konveksi dan radiasi.

KONVEKSI

Kehilangan panas tubuh melalui konveksi terjadi karena perpindahan molekul yang bergerak, seperti udara atau cairan.

EVAPORASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi adalah kelembapan udara, kecepatan aliran udara, dan ventilasi paru semenit. Kehilangan melalui evaporasi terjadi melalui tiga komponen: sensible water loss melalui keringat; insensible water loss melalui kulit, traktus respirasi, luka operasi yang terbuka; dan evaporasi dari cairan yang dituangkan ke kulit seperti larutan antibakteri.

Kompensasi utama untuk neonatus terhadap udara dingin adalah nonshivering termogene-sis. Nonshivering termogenesis merupakan hasil dari stimulasi metabolisme trigliserida dan asam lemak pada lemak coklat oleh norepinefrin dan hormon thyroid. Lemak coklat yang banyak terde-posit sewaktu trimester ketiga dari kehamilan banyak ditemukan diantara skapula dan organ abdominal. Bayi yang lahir sebelum trimester ketiga mempunyai kemampuan yang lebih rendah untuk menghasilkan nonshivering termogenesis dan lebih rentan terhadap hipotermia. Bayi kecil masa kehamilan mempunyai kemampuan untuk nonshivering termogenesis tapi dengan derajat yang lebih rendah dibanding bayi sesuai masa kehamilan.4,5

Hipotermia (suhu tubuh lebih rendah dari 36°C) meningkatkan konsumsi oksigen, asidosis metabolik, dan resistensi vaskular paru dan perifer dan menurunkan cardiac output.13,14 Neonatus harus tetap berada pada lingkungan dengan suhu netral (suhu lingkungan dimana konsumsi oksigen minimal). Biasanya ini dicapai pada suhu kulit 36°C dan suhu lingkungan 32°-34° C. Prematuritas, hipoglikemia, dan anestesi umum akan menye-babkan respons metabolik yang buruk terhadap hipotermia.

Ada beberapa metode untuk mempertahankan suhu tubuh neonatus termasuk menutup bagian tubuh dengan plastik, menutupi kepala dengan penutup kepala, meletakan lapisan penghan-gat dibawah neonatus, menaikkan suhu ruan-gan, dan melapisi bayi dengan blanket warmer. Mempertahankan suhu tubuh normal penting karena hipotermia meningkatkan pulmonary vascular resistence, menurunkan aliran darah paru dan menyebabkan shunting right to left melalui

foramen ovale atau PDA. Eksposure lama terhadap lingkungan hipotermi dapat menyebabkan hipov-entilasi, hantaran oksigen tidak adekuat, asidosis jaringan, dan gangguan kardiovaskular.5,9

PRODUKSI PANAS

Tubuh mempunyai kemampuan menghasilkan panas. Panas dapat dihasilkan dari empat mekanisme: 1. Aktifitas Otot Volunter, 2. Nonshivering Termogenesis, 3. Aktifitas Otot Involunter (Menggigil) , dan 4. Dietary Termogenesis.4,5

Dari keempat mekanisme produksi panas tubuh, nonshivering termogenesis merupakan mekanisme utama pada bayi baru lahir, sementara pada anak- anak dan dewasa menggigil merupakan cara menghasilkan panas. Mekanisme nonshiver-ing termogenesis menurun setelah umur pertama kehidupan.

NONSHIVERING TERMOGENESIS

Peningkatan metabolisme diatas metabolisme basal dalam rangka menghasilkan panas yang tidak berkaitan dengan aktifitas otot. Terjadi terutama melalui metabolisme lemak coklat. Lemak coklat berdifferensiasi pada fetus pada usia kehamilan 20 sampai 30 minggu. Merupakan 2 sampai 6% total berat badan bayi dan banyak ditemukan diantara skapula, diantara pembuluh darah leher, aksila, mediastinum, dan diantara kelenjar adrenal atau ginjal ( gambar 3 ). Lemak coklat merupakan jarin-gan khusus, warna coklat berasal sekunder dari isi mitokondria pada sitoplasma dari sel lemak. Lemak coklat kaya akan vaskularisasi dan mempunyai persarafan simpatis. Stress dingin akan mening-katkan aktifitas sistem saraf simpatis dan pelepasan norepinefrin, yang akan menyebabkan pening-katan aktifitas lipase pada jaringan lemak coklat. Akibatnya akan terjadi hidroksilasi trigliserida dan terjadi pelepasan asam lemak bebas. Selain norepinefrin, glukokortikoid dan thyroxin juga disebutkan sebagai faktor yang akan mencetuskan nonshivering termogenesis. Panas yang dihasilkan oleh nonshivering termogenesis merupakan hasil dari metabolisme asam lemak.

MENGGIGIL

Dengan meningkatnya usia, maka mekanisme nonshivering termogenesis semakin menurun dan usaha untuk menghasilkan panas tubuh berubah menjadi menggigil. Neonatus tidak dapat meng-gigil kemungkinan disebabkan karena sistem muskuloskeletal yang belum matang. Menggigil digambarkan sebagai gerakan otot yang involunter,

Page 5: MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160 P-ISSN.2540 ... · karena perpindahan molekul yang bergerak, seperti udara atau cairan. EVAPORASI Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi

159Medicina 2018; 49(2): 155-160 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.65

LAPSUS

irregular dan biasanya dimulai dari otot di bagian atas tubuh ( masseter paling sering). Menggigil pada awalnya ditandai dengan peningkatan tonus otot dan apabila tonus otot mencapai batas tertentu maka menggigil dapat dideteksi. Intensitas meng-gigil lebih tinggi pada otot sentral daripada otot perifer. Menggigil akan meningkatkan konsumsi oksigen.

DIETARY TERMOGENESIS

Penghasilan panas dapat dicapai dengan pemberian beberapa nutrien (protein dan asam amino). Meski sewaktu anestesi umum terjadi paralisis otot dan menurunnya metabolisme, pemberian asam amino akan menghasilkan kenaikan sampai lima kali lipat dalam pembentukan panas sewaktu anestesi umum dibanding pasien yang sadar.

Efek Anestesi Terhadap Termoregulasi5Belum ada definisi yang diterima secara umum untuk hipotermia, tapi perbedaan antara hipo-termia ringan (temperatur inti 34,0° C – 35.9°C), hipotermia sedang (32,0° C – 33,9°C), dan hipo-termia berat (dibawah 32°C) sangat berguna untuk kepentingan klinis. Anestesi umum mengurangi ambang batas dimana tubuh memulai respons termoregulasi terhadap stress dingin. Hipotermia ringan intraoperatif (penurunan suhu tubuh 1°C sampai 3°C dibawah suhu normal) sering terjadi dan merupakan akibat dari: pengurangan kurang lebih 30% dari pembentukan panas metabolisme selama anesthesi, meningkatnya ekspos lingkun-gan, anestesi mengaktifkan inhibisi sentral termo-regulasi, redistribusi panas dari tubuh.

Hipotermia selama anestesi umum mempunyai profil tipikal dan biasanya berkembang menjadi tiga fase: 1. Redistribusi internal dari panas; 2. Imbalance panas; 3. Keadaan steady state panas (plateau atau rewarming ).

REDISTRIBUSI INTERNAL

Tubuh manusia terbagi atas tiga kompartemen termal yaitu kompartemen sentral, perifer, dan kulit. Temperatur inti menggambarkan temperatur kompartemen sentral, yang mengandung organ yang kaya akan pembuluh darah yang menerima kurang lebih 75% dari cardiac output dan mewakili 10% dari berat badan pada dewasa dan 22% pada neonatus. Pada orang dewasa yang sedang istira-hat, keseluruhan kompartemen sentral menempati 66% dari masa tubuh dan bertambah menjadi 71% selama anestesi umum. Kompartemen perifer menggambarkan bagian yang tersisa dari massa tubuh (terutama otot) dan berfungsi sebagai buffer dinamis untuk mengakomodasi segala

perubahan pada temperatur inti yang disebabkan oleh vasodilatasi atau vasokonstriksi termoregulasi. Kompartemen kulit menggambarkan penghalang antara dua kompartemen terdahulu dengan lingkungan.

Setelah induksi anestesi terjadi vasodilatasi perifer yang menyebabkan peningkatan dari kompartemen sentral, menyebabkan pendistribu-sian panas ke volume yang lebih besar. Selain itu, anestesi juga menyebabkan penurunan pada panas yang dihasilkan metabolisme karena jumlah energi yang dipakai untuk mengkompensasi pembesaran kompartemen ini. Konsep redistribusi internal ini oleh sebab itu disebabkan oleh bukan karena kehilangan panas tapi akibat penurunan panas inti tubuh dan kenaikan suhu dari kompartemen perifer dan kulit. Dengan induksi anestesi, tempera-tur inti akan menurun secara cepat kurang lebih 0,5°C sampai 1,5°C selama 30-45 menit pertama. Redistribusi inti panas pada jam pertama anesthesi merupakan penyebab 81% penurunan suhu tubuh, dimana penyebab lainnya hasil dari berkurangnya metabolisme dan meningkatnya kehilangan panas. Untuk 2 jam selanjutnya redistribusi panas akan menurun sampai 43%. Penambahan vasokonstrik-tor seperti fenilefrin dapat menurunkan suhu inti tubuh yang disebabkan redistribusi. Redistribusi internal menyebabkan berkurangnya kompar-temen perifer dan penambahan kompartemen sentral yang menjelaskan turunnya suhu inti tubuh tapi juga kenaikan suhu pada kompartemen perifer dan kulit (gambar 4).

IMBALANCE PANAS

Fase kedua, dimana merupakan hasil dari berkuran-gnya produksi panas yang dikombinasikan dengan meningkatnya kehilangan panas ke lingkungan, bertahan sekitar 2 sampai 3 jam. Kehilangan panas ini menyebabkan penurunan linear pada tempera-tur suhu tubuh (0,5°C -1°C/jam). Penurunan produksi panas selama anesthesi disebabkan oleh berkurang atau terbatasnya aktifitas otot, work of breathing, dan berkurangnya metabolik rate. Kehilangan panas ke lingkungan merupakan fungsi dari perbedaan temperatur antara permukaan tubuh dengan struktur sekitar. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, radiasi, konveksi, evap-orasi, dan konduksi semua berkontribusi terhadap kehilangan panas dari pasien ke lingkungan selama anestesi dan pembedahan.

Keadaan Steady State Panas ( Fase Plateau atau Rewarming )Fase ketiga dari respon hipotermik ini terjadi ketika produksi panas metabolisme sama dengan proses menghilangnya panas secara gradual ke

Page 6: MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 155-160 P-ISSN.2540 ... · karena perpindahan molekul yang bergerak, seperti udara atau cairan. EVAPORASI Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi

160 Medicina 2018; 49(2): 155-160 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.65

LAPSUS

lingkungan dan suhu inti akan tetap konstan. Plateau ini biasanya terjadi antara suhu inti 34.5° C sampai 35.5° C. Hal ini hanya bisa terjadi jika pasien meningkatkan produksi panas, mengurangi kehi-langan panas, atau keduanya untuk mengurangi hipotermia. Vasokonstriksi berpengaruh terhadap thermal plateau dengan mengatur gradien tempera-tur antara kompartemen sentral dengan perifer dan mencegah panas metabolik untuk ditransfer ke perifer yang akan menghilang secara gradual ke lingkungan. Panas metabolik yang diproduksi oleh suhu inti dipertahankan didalam kompartemen yang kecil yang akan membuat panas inti tubuh tetap konstan.10,15

Tidak seperti orang dewasa, fase ketiga ini pada bayi dan anak-anak lebih bersifat rewarming dari-pada plateau. Anestesi umum akan menurunkan produksi panas dengan menghambat aktifitas muskular dan nonshivering termogenesis dan dengan mengurangi laju metabolik.

SIMPULAN

Pada pasien neonatus dengan gastroschisis memer-lukan operasi darurat agar usus yang terekspos dapat cepat ditutup sehingga kehilangan cairan dan kehilangan panas tubuh dari organ viscera dapat diatasi. Kehilangan panas dapat terjadi melalui proses evaporasi, konveksi, konduksi, dan radi-asi. Kompensasi utama untuk neonatus terhadap udara dingin adalah nonshivering termogenesis. Manajemen termoregulasi untuk mencegah hipo-termia disamping manajemen cairan memegang peranan penting dalam menentukan outcome pasien gastroschisis.

SARAN

Perlu dilaporkan secara tertulis laporan kasus mengenai manajemen termoregulasi untuk mence-gah hipotermi pada pasien neonatus yang menjal-ani operasi gastroschisis agar dapat mengevaluasi hambatan apa saja yang kemungkinan muncul saat termoregulasi dilakukan dan komplikasi yang dapat terjadi pada kasus hipotermi pada pasien nenonatal gastroschisis.

Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi praktisi kesehatan agar kedepannya dapat memberikan pelayanan yang lebih baik khususnya dalam melakukan

manajemen termoregulasi untuk mencegah hipo-termia pada pasien neonates yang menjalani oper-asi gastroschisis.

DAFTAR PUSTAKA1. Owen A, Marven S, Bell J. Gastroschisis: putting the bowel

back safely. Infant [Internet]. 2009;5(2):40–4. Available from: http://www.neonatal-nursing.co.uk/pdf/inf_026_gpd.pdf

2. Holland AJA, Walker K, Badawi N. Gastroschisis: An update. Vol. 26, Pediatric Surgery International. 2010. p. 871–8.

3. Haberman E. TEMPERATURE MANAGEMENT IN CHILDREN ANAESTHESIA TUTORIAL OF THE WEEK 305 Great Ormond Street Hospital. 2014;(March):1–5.

4. CMNRP IE and research committe of the. Newborn Thermoregulation. 2013;(June):16.

5. Davis PJ, Motoyama E. Smith’s Anesthesia for Infants and Children. Smith’s Anesthesia for Infants and Children. 2011.

6. Ledbetter DJ. Congenital Abdominal Wall Defects and Reconstruction in Pediatric Surgery. Gastroschisis and Omphalocele. Vol. 92, Surgical Clinics of North America. 2012. p. 713–27.

7. Sessler DI. Forced-air warming in infants and children. Paediatr Anaesth. 2013;23(6):467–8.

8. Bajwa SJS, Swati. Perioperative hypothermia in pedi-atric patients: Diagnosis, prevention and manage-ment. Anaesthesia, Pain Intensive Care [Internet]. 2014;18(1):97–100. Available from: http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-84928943634&part-nerID=40&md5=d0919d7743c665acd618cf5c8226033c

9. Em M, Alderdice F, Hl H, Jg J, Vohra S. Interventions to prevent hypothermia at birth in preterm and / or low birthweight infants ( Review ). Cochrane Database Syst Rev 2010 [Internet]. 2010;(3):CD004210. Available from: http://www.embase.com/search/results?subac-tion=viewrecord&from=export&id=L40699074

10. Ferguson M. Nursing management of gastroschisis in the newborn. J Neonatal Nurs [Internet]. Neonatal Nurses Association; 2017;23(1):40–5. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jnn.2016.08.004.

11. Hashish AA, Elhalaby E. Evolution of management of gas-troschisis. Annals of Pediatric Surgery. 2011;7(1):10-5.

12. Tsuchida T, Takesue Y, Ichiki K, Uede T, Nakajima K, Ikeuchi H, Uchino M. Influence of peri-operative hypo-thermia on surgical site infection in prolonged gas-troenterological surgery. Surgical infections. 2016 Oct 1;17(5):570-6.

13. Landisch RM, Massoumi RL, Christensen M, Wagner AJ. Infectious outcomes of gastroschisis patients with intraop-erative hypothermia. Journal of Surgical Research. 2017 Jul 31;215:93-7.

14. Owen A, Marven S, Johnson P, Kurinczuk J, Spark P, Draper ES, et al. Gastroschisis: a national cohort study to describe contemporary surgical strategies and outcomes. J Pediatr Surg 2010; 45:1808–1816.

15. David AL, Tan A, Curry J. Gastroschisis: sonographic diagnosis, associations, management and outcome. Prenat Diagn 2008; 28:633–644.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution