32
MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN Pokok-pokok pikiran untuk perbaikan regulasi pengukuhan kawasan hutan di Indonesia Myrna A. Safitri Grahat Nagara Volume 1/2015

MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

MENDESAKNYAKAJI ULANGPERATURAN

Pokok-pokok pikiran untukperbaikan regulasi

pengukuhan kawasan hutandi Indonesia

Myrna A. SafitriGrahat Nagara

Volume 1/2015

Page 2: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan
Page 3: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

MENDESAKNYAKAJI ULANGPERATURAN

Pokok-pokok pikiran untukperbaikan regulasi

pengukuhan kawasan hutandi Indonesia

Myrna A. SafitriGrahat Nagara

Volume 1/2015

Page 4: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

PERSANTUNANDokumen ini diterbitkan atas dukungan Rights and Resources Initiative. Sebagian materi telah didiskusikanbersama anggota tim penyusun harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dansumber daya alam yang dibentuk oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Unit Kerja Presidenbidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan tim serupa yang dibentuk dalam kaitanpelaksanaan Nota Kesepakatan Bersama (NKB) mengenai percepatan pengukuhan kawasan hutan pada KomisiPemberantasan Korupsi (KPK). Apa yang tercantum dalam dokumen ini adalah pandangan penulis, tidakmencerminkan pandangan Rights and Resources Initiative dan organisasi dimana ide-ide pernah didiskusikan.

© 2015 Epistema Institute

Penulis:Myrna A. Safitri

Grahat Nagara

Pracetak:Andi Sandhi

Koleksi Foto:

Mumu Muhajir

Penerbit:

Epistema Institute

Jalan Jati Padang Raya No. 25

Jakarta 12540

Telepon: 021-78832167

E-mail: [email protected]

Website: www.epistema.or.id

Page 5: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

Ketidakharmonisan peraturan

perundang-undangan adalahmasalah yang difahami bersamanamun sulit diselesaikan dalampelaksanaan pembangunan diIndonesia. Hal itulah yang terjadidalam pelaksanaan pengukuhankawasan hutan. Sebagai salah satuupaya perbaikan tata kelolakehutanan, Pemerintah Indonesiamenargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan padatahun 2015. Pengukuhan kawasanhutan merupakan cara untukmembentuk hutan tetap yanglegal dan legitimate. Untukmencapai tujuan itu, perbaikankerangka regulasi adalah pra-syarat penting. Namun, sebelum-nya diperlukan kaji ulang ter-hadap peraturan perundang-undangan yang ada. Apa yangpenting diperhatikan pemerintahuntuk kaji ulang peraturan gunamewujudkan pengukuhan kawa-san hutan yang berkepastianhukum, berkeadilan dan berjalanatas dasar tata kelola yang baikadalah pertanyaan pokok yangdibahas dalam dokumen ini.

Mengacu pada prinsip-prinsipdalam Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang PembaruanAgraria dan Pengelolaan SumberDaya Alam, kaji ulang peraturanperundang-undangan didasarkanpada empat prinsip yaitu keadilansosial, kelestarian hutan, kepastiandan perlindungan hukum sertatata kelola kehutanan yang baik.Melalui penjabaran pada sejumlahkriteria dan indikator, studi inimenemukan bahwa peraturanperundang-undangan yang ter-kait pengukuhan kawasan hutansangat lemah dalam pemenuhanprinsip keadilan sosial dan prinsipkepastian dan perlindunganhukum. Meskipun demikian upayamemenuhi prinsip tata kelolaterlihat menunjukkan kemajuanmeskipun belum sepenuhnyamenjamin transparansi dan parti-sipasi masyarakat. Hal yang sangatkuat dalam peraturan perundang-undangan ini adalah pemenuhanaspek kelestarian hutan.

Studi ini merekomendasikanKementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan dan KementerianHukum dan Hak Asasi Manusiauntuk segera melakukan pengkaji-an ulang terhadap peraturanperundang-undangan yang ter-kait dengan pengukuhan kawasanhutan. Pada tahap pertama,pengkajian ulang, paling tidak,dilakukan dari tingkat undang-

undang hingga ke tingkatperaturan menteri. KementerianHukum dan Hak Asasi Manusiaperlu melakukan harmonisasipada sejumlah rancangan peratu-ran dengan mengacu pada prinsip-prinsip Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001. Dalam kaitan denganpengukuhan kawasan hutan ini,harmonisasi perlu dilakukan padaRancangan Undang-Undangte n ta n g P e n ga k u a n d a nPerlindungan Hak MasyarakatHukum Adat dan RancanganPeraturan Pemerintah untukperubahan PP No. 44 Tahun 2004tentang Perencanaan Kehutanan.Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan perlu melakukanperubahan pada sejumlahperaturan menteri dan me-nyiapkan peraturan pemerintahuntuk pelaksanaan pemanfaatanhutan hak termasuk hutan adat didalamnya. Untuk mendukungpencapaian target pengelolaanhutan oleh rakyat yang lebih luas,maka Presiden perlu membentuksebuah peraturan presidensebagai dasar bagi rencana aksipengakuan hak dan perluasanakses masyarakat pada kawasanhutan. Akhirnya, Presiden danDPR RI perlu segera mengesahkanRancangan Undang-Undangte n ta n g P e n ga k u a n d a nPerlindungan Hak MasyarakatHukum Adat.

1

RINGKASAN

Pengukuhan kawasan hutan

merupakan cara untuk

membentuk hutan tetap yang

legal dan legitimate.

Untuk mencapai tujuan itu,

perbaikan kerangka regulasi

adalah prasyarat penting.

Page 6: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 dan

Putusan No. 35/PUU-X/2012 (selanjutnya disebutPutusan MK 45 dan Putusan MK 35) mengubah carapandang hukum kehutanan mengenai legalitas kawasanhutan dan penguasaan tanah dalam kawasan hutan.Sesuai dengan Putusan MK 45, legalitas kawasan hutanterpenuhi ketika seluruh proses pengukuhan kawasanhutan yang meliputi penunjukan, penataan batas,pemetaan hingga penetapan telah diselesaikan. Iniberarti bahwa yang disebut kawasan hutan secarahukum adalah kawasan yang telah ditetapkan olehpemerintah, bukan sekedar kawasan yang ditunjuk. Padakenyataannya, kawasan ini jumlahnya sangat sedikit.Kementerian Kehutanan (Kemenhut, sekarang menjadiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KLHK)menyatakan bahwa kawasan hutan di wilayah daratanmeliputi areal seluas 122,4 juta hektar (tabel 1). Dari luasitu, hingga tahun 2009, kawasan yang telah ditetapkanhanya 13,8 juta hektar atau 11,29% dari seluruh luaskawasan hutan yang ada. Dalam kurun waktusesudahnya terjadi lompatan besar dalam capaian

penetapan kawasan hutan. Data Kemenhut pada 4September 2014, misalnya, menyebutkan telahditetapkannya sekitar 72 juta hektar kawasan hutan.Dengan demikian, secara keseluruhan terdapat 58,8%kawasan hutan yang ditetapkan (grafik 1).

Pada periode 2015-2019, Pemerintah Indonesiamenargetkan pengukuhan kawasan hutan selesaidilakukan. Hal ini menjadi bagian dari arah kebijakanperbaikan tata kelola kehutanan dalam RencanaPembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)2015-2019. Namun demikian, pertanyaan yang masihsahih kita ajukan adalah apakah penetapan kawasanhutan ini benar-benar dilakukan dengan baik dan benar;apakah penataan batas kawasan hutan telah mengakui,menghormati dan melindungi hak ulayat darimasyarakat hukum adat atau hak dan penguasaan tanahdari warga negara lainnya? Bagaimanapun pengukuhankawasan hutan bukan sekedar upaya memperolehlegalitas tetapi juga proses menegakkan keadilan dalampenguasaan tanah. Di sinilah penting mengaitkanPutusan MK 45 dengan Putusan MK 35 yangmenegaskan bahwa penguasaan tanah dalam kawasanhutan meliputi penguasaan oleh negara, masyarakathukum adat dan perorangan atau badan hukum. Selainitu, pengukuhan kawasan hutan merupakan pulainstrumen pelaksanaan tata kelola yang baik dalamperencanaan kehutanan.

Nota Kesepakatan Bersama Percepatan PengukuhanKawasan Hutan Indonesia yang dibuat oleh 12Kementerian dan Lembaga Negara1 (selanjutnya disebutNKB) merupakan instrumen untuk mendukungtercapainya ketiga tujuan pengukuhan kawasan hutantersebut. Salah satu agenda penting dalam NKB iniadalah harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pengukuhan kawasan hutan,diperlukan penyelarasan peraturan perundang-undangan pada beberapa sektor yang berkaitan. Namun,sebelum sampai pada hal itu diperlukan kaji ulang

Pendahuluan

1 Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi danSumber Daya Mineral, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Badan Pertanahan Nasional,Badan Informasi Geospasial, Komnas HAM, dan Bappenas.

2

Page 7: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Apayang penting diperhatikan pemerintah untuk kaji ulangperaturan guna mewujudkan pengukuhan kawasanhutan yang berkepastian hukum, berkeadilan danberjalan atas dasar tata kelola yang baik adalahpertanyaan pokok yang didiskusikan di sini. Untukkepentingan tersebut maka dalam dokumen ini dibahasmengenai metode kaji ulang peraturan yang digunakantermasuk ruang lingkupnya, prinsip, kriteria danindikator, analisis terhadap derajat keterpenuhanindikator dan rekomendasi untuk pencapaian setiapprinsip.

RUANG LINGKUP KAJI ULANG

Pengkajian ulang peraturan yang dimaksud dalam

dokumen ini merujuk pada hasil penelaahan mendalamterhadap kesesuaian norma-norma dalam dan antarperaturan perundang-undangan terkait denganpengukuhan kawasan hutan dengan prinsip-prinsip yangterdapat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat(TAP MPR) No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria danPengelolaan Sumber Daya Alam(kotak 1).

TAP MPR No. IX/MPR/2001 penting dijadikan rujukankarena memerintahkan Presiden dan DPR-RI untukmelaksanakan pengkajian ulang peraturan perundang-undangan terkait pembaruan agraria dan pengelolaansumber daya alam. Sayangnya, perintah ini masih belumsepenuhnya dilaksanakan.

Kaji ulang yang dilakukan di sini membatasi padaperaturan perundang-undangan di tingkat undang-undanghingga peraturan menteri pada urusan-urusan terkaitkehutanan, pertanahan, tata ruang, informasi publik,pemerintahan daerah dan desa serta masyarakat hukumadat. Kajian ini tidak membahas peraturan di tingkat daerah,peraturan kebijakan seperti surat edaran dan peraturan lainyang lebih rendah dari peraturan menteri.

BAGAIMANAKAJI ULANGDILAKUKAN

Kajian peraturan perlu dilakukan berdasarkan aspek formal

dan aspek substantif. Aspek formal adalah terpenuhinyatertib kewenangan dan terpenuhinya syarat sebagai aturanyang kokoh (robust regulation).

Tertib kewenangan sebagaimana disebutkan Susantidan Ahmad (2013) meliputi kesesuaian materi muatanperaturan dengan jenis dan hierarkinya (lihat tabel 2) danketepatan lembaga yang mempunyai kewenanganmembuat peraturan.

Aturan yang kokoh2 adalah aturan yang rumusannormanya jelas, rinci dan selaras dengan aturan yang laindalam peraturan perundang-undangan yang sama atauperaturan perundang-undangan yang lain.

Aturan yang jelas adalah aturan yang rumusannormanya tegas, lugas, tidak menimbulkan banyakpenafsiran dan menggunakan istilah dalam BahasaIndonesia yang dikenal umum.

Aturan yang rinci adalah norma yang memuat langkah-langkah atau bagian-bagian yang menjelaskan tahapan-tahapan suatu prosedur.

Aturan yang selaras adalah aturan yang rumusannormanya tidak bertentangan dengan norma yang laindalam peraturan yang sama atau norma lain dalamperaturan yang berbeda baik yang setara atau berbedahierarkinya.

Aspek substantif meliputi tiga hal. Pertama adalahkonsitusionalitas peraturan. Artinya materi muatan peraturantidak bertentangan dengan UUD 1945. Kedua adalahkesesuaian materi muatan dengan prinsip-prinsip umumyang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011. Ketiga adalahkesesuaian dengan prinsip-prinsip yang dimuat dalamKetetapan MPR No. IX/MPR/2001 (lihat kotak 1).

Kaji ulang di sini dibatasi pada

peraturan perundang-undangan

di tingkat undang-undang

hingga peraturan menteri.

2 Tulisan ini menggunakan definisi sendiri mengenai aturan yang kokoh atau robust regulation. Penulis lain, misalnya Andrew Hale (2013)mendefinisikan robust regulation sebagai sebuah rezim pengaturan yang mempunyai kestabilan pada prinsip-prinsipnya namun mempunyaiaturan operasional yang relatif adaptif terhadap perubahan situasi.

3

Page 8: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

Ketetapan MPR NO. IX/MPR/2001 memberikan 12

prinsip pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam (kotak 1). Untuk kepentingan studi ini, ke-12 prinsip itu disederhanakan menjadi empat yaitukeadilan sosial, kelestarian hutan, kepastian danperlindungan hukum serta tata kelola kehutanan yangbaik.3

Prinsip Keadilan Sosial

Pengukuhan kawasan hutan menjamin diakui hakulayat dari masyarakat hukum adat dan hak-hakserta penguasaan warga negara atas tanah sertaadanya alokasi kawasan hutan negara yangproporsional bagi rakyat.

Prinsip Kelestarian Hutan

Pengukuhan kawasan hutan menjaminterlindunginya fungsi hutan melalui tanggungjawab pemanfaatan hutan untuk kepentingan

intra dan antar generasi sesuai dengan dayadukung ekosistem dan perbaikan fungsi hutan.

Prinsip Kepastian dan Perlindungan Hukum

Pengukuhan kawasan hutan memberikankepastian hukum terhadap status kawasan hutan,kepastian dan perlindungan hukum terhadap hak-hak warga negara atas tanah di kawasan hutandan hak ulayat masyarakat hukum adat dikawasan hutan.

Prinsip Tata Kelola Kehutanan yang baik

Pengukuhan kawasan hutan dijalankan melaluiproses persetujuan atas informasi yang diberikandiawal dan tanpa paksaan (PADIATAPA) denganpemegang hak dan masyarakat hukum adat, danmelalui partisipasi dari pemangku kepentinganserta pembagian kewenangan dan tanggungjawab yang jelas antar tingkat pemerintahan.

Tabel 2. Penilaian Kesesuaian Materi Muatan Peraturan menurut UU No. 12 Tahun 2011

Jenis dan Hierarki Materi Muatan

Undang-undang/Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-undang (Perpu)

Pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945

Perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang

Pengesahan perjanjian internasional tertentu

Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi

Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

Ketentuan pidana

Peraturan Pemerintah

Materi untuk melaksanakan perintah undang-undang

Materi untuk menjalankan undang-undang sepanjang diperlukan dengantidak menyimpang dari materi yang diatur dalam undang-undang yangbersangkutan

Peraturan Presiden

Materi yang diperintahkan oleh undang-undang

Materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah

Materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan

Peraturan Daerah Provinsi,Kabupaten/Kota

Materi muatan terkait otonomi daerah dan tugas pembantuan

Materi muatan untuk menampung kondisi khusus daerah

Penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Ketentuan pidana berupa ancaman pidana kurungan paling lama enam bulanatau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Ketentuan pidana berupa ancaman pidana kurungan atau pidana dendasesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

PRINSIP, KRITERIA DAN INDIKATOR

3 Sebagai pembanding lihat Nurlinda (2015) yang merangkum 12 prinsip dalam TAP MPR IX/MPR/2001 menjadi tiga yaitu keadilan, demokrasi dankeberlanjutan. Lihat pula Sumardjono, dkk. 2011 yang menyebutkan tujuh tolok ukur pemeriksaan peraturan yaitu orientasi, keberpihakan,pengelolaan, perlindungan hak asasi manusia, pengaturan good governance, hubungan orang dan sumber daya alam, hubungan negara dansumber daya alam.

4

Page 9: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

Kotak 1.Prinsip-prinsip Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alammenurut Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001

1. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;2. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;3. Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum;4. Mensejahterakan rakyat, melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;5. Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat;6. Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan,

pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agraria/sumber daya alam;7. Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi

sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan dayadukung lingkungan;

8. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budayasetempat;

9. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan dan antar daerah dalampelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam;

10. Mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budayabangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam;

11. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi,kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu;

12. Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi,kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumberdaya agraria/sumber daya alam.

Tabel 3. Prinsip, Kriteria, Indikator dan Verifier

Prinsip Kriteria Indikator Verifier

1 Keadilan Sosial

Pengukuhan kawasanhutan menjamin di-akui hak ulayat darimasyarakat hukumadat dan hak-hak sertapenguasaan warganegara atas tanahserta adanya alokasikawasan hutan negarayang proporsionalbagi rakyat.

1.1. Norma dalamperaturan memuatpengakuan hukumyang kuat terhadapk e b e r a d a a nmasyarakat hukumadat dan hak ulayat.

1.1.1. Norma yang jelas dan selarasdengan norma pada peraturan lainyang mengatur definisi masyarakathukum adat.

1.1.1.1......Definisi masyarakathukum adat.

1.1.2. Norma yang jelas dan selarasdengan norma pada peraturan lainyang mengatur definisi hak ulayat.

1.1.2.1......Definisi hak ulayat.

1.1.3. Norma yang jelas dan selarasdengan norma pada peraturan lainyang mengatur definisi wilayah adat.

1.1.3.1....Definisi wilayahadat.

1.1.4. Norma yang jelas dan selarasdengan norma pada peraturan lainyang mengatur definisi hutan adatsebagai bagian dari wilayah adat.

1.1.4.1......Definisi hutan adat.

1.1.5. Norma yang jelas dan selarasdengan norma pada peraturan lainyang mengatur kriteria keberadaanmasyarakat hukum adat yang jelas,berdasarkan prinsip self-identificationdan identification by others.

1.1.5.1....,.Kriteria dan caraidentifikasi masyarakathukum adat.

1.1.6.. Norma yang jelas dan selarasdengan norma pada peraturan lainyang mengatur kriteria hak ulayat.

1.1.6.1. Kriteria hak ulayat.

1.1.7. Norma yang jelas, rinci danselaras dengan norma pada peraturanlain yang mengatur mengenai tatacara pengakuan masyarakat hukumadat, hak ulayat dan wilayah adat.

1.1.7.1.. .Bentuk hukumpengakuan masyarakathukum adat, hak ulayat danwilayah adat.

5

Page 10: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

1.1.8. Norma yang jelas, rinci danselaras dengan norma pada peraturanlain yang mengatur mengenai bentukhukum pengakuan pada masyarakathukum adat, hak ulayat dan wilayahadat.

1.1.8.1.. .Bentuk hukumpengakuan masyarakathukum adat, hak ulayat danwilayah adat.

1.1.9. Norma yang jelas dan selarasdengan norma pada peraturan lainm e n g e n a i j a n g k a w a k t uditerbitkannya pengakuan masyarakathukum adat, hak ulayat dan wilayahadat.

1.1.9.1. , Jangka waktu prosespengakuan.

1.2 Norma dalamperaturan terkaitpengukuhan kawasanhutan mengakui hakulayat dan hak-hakatas tanah, baikdengan bukti tertulisatau tidak.

1.2.1. Norma yang jelas dan selarasmemuat pengakuan terhadap hakulayat dalam pengukuhan kawasanhutan.

1.2.1.1.. Hak ulayat dalampenyelesaian hak padapengukuhan kawasan hutan.

1.2.2. Norma yang jelas dan selarasmemuat jenis-jenis hak atas tanahyang diakui dalam pengukuhankawasan hutan.

1.2.2.1... Definisi dan jenis-jenis hak atas tanah.

1.2.3. Norma yang jelas dan selarasmemuat tentang subjek hak atas tanahyang diakui.

1.2.3.1.. Pemegang hak atastanah.

1.2.4. Norma yang jelas dan selarasmengatur bukti-bukti tertulis daripenguasaan tanah yang diakui.

1.2.4.1......Bukti tertulis hakatas tanah.

1.2.5. Norma yang jelas dan selarasmengatur bukti-bukti tidak tertulis daripenguasaan tanah yang diakui.

1.2.5.1... Bukti tidak tertulishak atau penguasaan tanah.

1.2.6. Norma yang jelas, terinci danselaras mengatur tata cara pengakuanhutan hak.

1.2.6.1......Tata cara peng-akuan hutan hak.

1.2.7. Norma yang jelas, terinci danselaras mengatur tata caradikeluarkannya tanah hak darikawasan hutan negara.

1.2.7.1......Tata cara dikeluar-kannya tanah hak dari trayekbatas hutan negara.

1.2.8. Norma yang jelas, terinci danselaras mengatur tata cara pemberianganti kerugian pada pemegang hakatas tanah yang tanahnya dijadikansebagai kawasan hutan negara.

1.2.8.1.....Ganti kerugianpada pemegang hak atastanah dalam prosespenataan batas kawasanhutan.

1.3 Norma dalamperaturan mengaturalokasi tertentu dalamkawasan hutan negarayang dapat diaksesoleh masyarakat.

1.3.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur luas minimumkawasan hutan negara yang diberikanizin kepada masyarakat.

1.3.1.1.....Luas kawasan hutanyang diberikan izin kepadamasyarakat melalui hutankemasyarakatan, hutan desa,hutan tanaman rakyat ataubentuk kemitraan.

2 Kelestarian Hutan

Pengukuhan kawasanhutan menjaminterlindunginya fungsih u t a n m e l a l u itanggung jawabpemanfaatan hutanuntuk kepentinganintra

2.1 Norma dalamperaturan mengaturt an g g un g ja wabnegara memeliharak e l e s t a r i a n d a nkeberlanjutan fungsihutan di dalamkawasan hutan.

2.1.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur bentuk tanggungjawab pemerintah mempertahankankelestarian fungsi hutan di kawasan

hutan negara dan hutan hak.

2.1.1.1. Bentuk tanggungjawab pemerintah dikawasan hutan negara danhutan hak.

6

Page 11: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

intra dan antargenerasi sesuaidengan daya dukungekosistem danperbaikan fungsihutan.

2.2 Norma dalamperaturan mengaturt an g g un g ja wabnegara memeliharak e l e s t a r i a n d a nkeberlanjutan fungsihutan di luar kawasanhutan.

2.2.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur bentuk tanggungj a w a b p e m e r i n t a h d a e r a hmempertahankan kelestarian fungsihutan di luar kawasan hutan.

2.2.1.1......Bentuk tanggungjawab pemerintah di luarkawasan hutan.

2.3 Norma dalamperaturan mengaturkewajiban pemeganghutan hak memeliharak e l e s t a r i a n d a nkeberlanjutan fungsihutan.

2.3.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur bentuk dan insentifterhadap kewajiban pemegang hutanhak mempertahankan kelestarianfungsi hutan.

2.3.1.1......Bentuk kewajibandan insentif pemeganghutan hak memelihara danmelestarikan fungsi hutan.

2.4 Norma dalamperaturan mengaturkewajiban masyarakath u k u m a d a tmemelihara kelestariandan keberlanjutanfungsi hutan dalamhutan adat dan wilayahadat di luar kawasanhutan.

2.4.1. Norma yang jelas, rinci dans el ar as me ng at ur ke waj i b anmasyarakat hukum adat memeliharadan melestarikan fungsi hutan dalamhutan adat dan wilayah adat di luarkawasan hutan.

2.4.1.1......Bentuk kewajibandan insentif bagi masyarakathukum adat memelihara danmelestarikan fungsi hutan.

3 K e p a s t i a n d a nPerlindungan Hukum

Pengukuhan kawasanhutan memberikankepastian hukumt e rh adap s t at usk a w as an h ut an ,k e p a s t i a n d a nperlindungan hukumterhadap hak-hakwarga negara atastanah di kawasanhutan dan hak ulayatmasyarakat hukumadat di kawasanhutan.

3.1 Norma dalamperaturan mengaturk e j e l as a n s t at u skawasan hutan sebagaihutan negara danhutan hak.

3.1.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur kawasan hutanmeliputi hutan negara dan hutan hak.

3.1.1.1.....Status hutan negaradan hutan hak dalamkawasan hutan.

3.2 Norma dalamperaturan mengaturk e j e l as a n s t at u swilayah adat yangberfungsi hutan didalam kawasan hutansebagai hutan adat.

3.2.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur kawasan hutanmeliputi hutan adat.

3.2.1.1......Hutan adat dalamkawasan hutan.

3.3 Norma dalamperaturan mengaturkejelasan status tanahhak di dalam kawasanhutan sebagai hutanhak perorangan ataubadan hukum.

3.3.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur keberadaan tanahhak dalam kawasan hutan sebagaihutan hak perorangan atau badanhukum.

3.3.1.1......Ketentuan menge-nai hutan hak.

3.4 Norma dalamperaturan mengaturperlindungan hukumterhadap wilayah adatdari tindakan pihak lainyang memanfaatkanwilayah adat tanpap e r s e t u j u a nmasyarakat hukumadat.

3.4.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur larangan terhadaptindakan pemanfaatan wilayah adattanpa persetujuan masyarakat hukumadat.

3.4.1.1.....Larangan dan sanksiterkait wilayah adat.

7

Page 12: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

3.5 Norma dalamperaturan mengaturkeberadaan peradilanadat atau mekanismepenyelesaian sengketa.

3.5.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur keberadaanperadilan adat atau mekanismepenyelesaian sengketa internalmasyarakat.

3.5.1.1..... Peradilan adat ataupenyelesaian sengketainternal.

3.5.2. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur keberadaanperadilan adat atau mekanismepenyelesaian sengketa antaramasyarakat dengan pihak luar.

3.5.2.1..... Peradilan adat ataupenyelesaian sengketa antaramasyarakat dengan pihakluar.

3.5.3. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur keberadaanperadilan adat atau mekanismepenyelesaian sengketa internal danantara masyarakat dengan pihak luar.

3.5.3.1..... Peradilan adat ataupenyelesaian sengketai nte rn al atau ant ar amasyarakat dengan pihakluar.

3.6 Norma dalamperaturan mengaturdan perlindungan hakmasyarakat setempatuntuk mengaksessumber daya hutan.

3.6.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur hak masyarakatsetempat untuk mengakses sumberdaya hutan untuk kebutuhan nonkomersial dan batasannya agar tetapmenjaga kelestarian hutan.

3.6.1.1.......Hak masyarakatterhadap hasil hutan atau jasalingkungan untuk nonkomersial dan batasannya.

3.6.1.2.........Pengecualian kri-minalisasi terhadap akses nonkomersial.

4 Tata Kelola Kehutananyang Baik

Prosedur pengukuhankawasan hutan di-jalankan melalui pro-ses persetujuan atasinformasi yang diberi-kan diawal dan tanpapaksaan (PADIATAPA)dengan pemeganghak dan masyarakathukum adat, dan me-lalui partisipasi daripemangku kepen-tingan serta pem-bagian kewenangandan tanggung jawabyang jelas antartingkat pemerintahan.

4.1 Norma dalamperaturan mengaturdiberikannya informasipenunjukan kawasanh u t a n k e p a d amasyarakat hukumadat, pihak ketiga danp e m a n g k ukepentingan.

4.1.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur tanggung jawabpemerintah memberikan informasimengenai penunjukan atau rencanapenunjukan kawasan hutan kepadamasyarakat hukum adat, pihak ketigadan para pemangku kepentingan.

4.1.1.1....... Informasi atau so-sialisasi penunjukan ataurencana penunjukan kawasanhutan.

4.2 Norma dalamperaturan mengaturd i l a k s a n a k a n n y aPADIATAPA dalamp e n a t a a n b a t a skawasan hutan.

4.2.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur tanggung jawabpemerintah memberikan informasimengenai rencana penataan bataskawasan hutan dan hasil penataanbatas kawasan hutan kepadamasyarakat hukum adat dan pihakketiga.

4.2.1.1...... Informasi atau so-sialisasi rencana dan hasilpenataan batas kawasanhutan.

4.2.1.2.........Media penyampai-an informasi atau sosialisasirencana penunjukan ataurencana dan hasil penataanbatas kawasan hutan.

4.2.1.3.........Waktu penyampai-an informasi atau sosialisasirencana penunjukan ataurencana dan hasil penataanbatas kawasan hutan.

4.2.2.1.........Tata cara penyam-paian keberatan terhadaphasil penataan batas kawasanhutan.

4.2.2.2.........Waktu penyampai-an keberatan terhadap hasilpenataan batas kawasanhutan.

4.2.2.3.........Lembaga yang me-nerima keberatan terhadaphasil penataan batas kawasanhutan.

4.2.2. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur tata carapenyampaian keberatan masyarakathukum adat dan pihak ketigaterhadap hasil penataan bataskawasan hutan.

8

Page 13: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

4.3 Norma dalamperaturan mengaturd i s e b a r l u a s k a n n y ainformasi penetapankawasan hutan.

4.3.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur tanggung jawabpemerintah menyebarkan informasipenetapan kawasan hutan.

4.3.1.1....... Penyampaian infor-masi penetapan kawasanhutan.

4.4 Norma dalamperaturan mengaturp e m b a g i a nkewenangan dantanggung jawab antarapemerintah pusat danpemerintah daerahdalam pengukuhankawasan hutan.

4.4.1. Norma yang jelas, rinci danselaras mengatur pembagiankewenangan dan tanggung jawabpemerintah pusat, pemerintahprovinsi dan pemerintah kabupaten/kota terkait tahapan pengukuhankawasan hutan.

4.4.1.1....... Tugas, kewenanganp e m e r i n t a h , m e n t e r i ,gubernur, bupati/walikota.

Kotak 3. Tentang Prinsip, Kriteria dan Indikator

Definisi operasional mengenai prinsip, kriteria, indikator dan verifier yang digunakan di sini mengacu

dan memodifikasi definisi yang digunakan oleh CIFOR (1999) untuk penilaian pengelolaan hutan

berkelanjutan.

a. Prinsip:

Nilai fundamental sebagai basis perumusan norma terkait pengukuhan kawasan hutan. Prinsip

memberikan justifikasi bagi kriteria dan indikator.

b. Kriteria:

Standar untuk menilai norma-norma terkait dengan pengukuhan kawasan hutan. Kriteria adalah

turunan dari prinsip dan menjadi perantara bagi informasi yang akan disediakan oleh indikator.

c. Indikator:

Variabel atau komponen dari kualitas norma terkait dengan pengukuhan kawasan hutan yang

digunakan untuk menilai suatu kriteria.

d. Verifier:

Kata kunci dalam peraturan yang digunakan untuk menilai ketercapaian indikator.

9

Page 14: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

Pemenuhan prinsip keadilan

sosial dan prinsip kepastian danperlindungan hukum sangat ren-dah dalam peraturan perundang-undangan yang dikaji. Hal initerdeteksi dari aturan yang tidakjelas, tidak rinci dan tidak selarasterkait dengan penggunaanistilah, definisi, kriteria, tata carapengakuan terhadap masyarakathukum adat, hak ulayat, wilayahadat dan hutan adat

Terdapat ketidakselarasanantara UU No. 41 Tahun 1999 danPeraturan Menteri Kehutanan(Permenhut) No. P.62/Menhut-II/2014 dengan Peraturan MenteriDalam Negeri (Permendagri) No.52 Tahun 2014 terkait denganbentuk produk hukum yang di-gunakan untuk pengakuan masya-rakat hukum adat. Demikian puladitemukan ketidakselarasan anta-ra Permenhut No. P.44/Menhut-II/2012 dengan PP No. 24 Tahun1997 dan Peraturan BersamaMenteri Dalam Negeri, MenteriKehutanan, Menteri PekerjaaanUmum dan Kepala BPN No. 79Tahun 2014, No. PB.3/Menhut-II/2014, No. 17/PRT/M/2014, No. 8/SKB/X/2014 terkait dengan persya-ratan jangka waktu dan lokasiyang dapat diakui dengan buktifisik penguasaan tanah di dalamkawasan hutan.

Terkait dengan alokasikawasan hutan untuk rakyat,perkembangan baru terjadi padaawal tahun 2015. Peraturan Presi-den No. 2 Tahun 2015 tentangRencana Pembangunan JangkaMenengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menargetkan alokasi kawa-san hutan untuk rakyat sebesar12,7 juta hektar. Meskipun demi-kian, kelemahan dari rencana iniadalah ketiadaan pemisahan

antara target alokasi kawasanhutan negara untuk masyarakatlokal dan target pengakuan untukhutan adat.

UU No. 41 Tahun 1999 setelahPutusan MK 35 membagi statuspenguasaan kawasan hutan kedalam hutan negara dan hutanhak, dimana hutan hak terdiri darihutan adat, hutan hak perorangandan badan hukum. Meskipundemikian, masih ada ketidaksela-rasan dari sejumlah Permenhutyang terbit setelah Putusan MK 35.Dua contohnya adalah PermenhutNo. P.62/Menhut-II/2013 danPermenhut No. P.43/Menhut-II/2014. Keduanya memandangkawasan hutan hanya berisikanhutan negara. Oleh sebab ituhutan adat dan hutan hak lainnya,menurut peraturan ini, harusdikeluarkan atau berada di luarkawasan hutan.

Perlindungan terhadap hutanadat tidak ditemukan di seluruhperaturan. Ini disebabkan peng-akuannya secara operasionalpunjuga tidak ada. Belum disahkannyaRUU Pengakuan dan PerlindunganHak Masyarakat Hukum Adat danminimnya jumlah PeraturanDaerah (Perda) untuk penetapanmasyarakat hukum adat menjadifaktor yang menentukan absen-nya perlindungan pada hutan adatitu.

Pemanfaatan hutan hakdengan definisi yang lebih luasyang meliputi hutan adat semes-tinya diatur dengan peraturanpemerintah. Hal ini diperintahkanoleh UU No. 41 Tahun 1999.Meskipun demikian, hanya adasatu peraturan menteri mengenaipedoman pemanfaatan hutan hak(Permenhut No. P. 26/Menhut-II/2005). Peraturan ini masih me-mandang hutan hak berada di luarkawasan hutan dan tidak men-cakup hutan adat.

Meskipun terdapat kelemah-an pada prinsip keadilan sosialdan kepastian serta perlindungan

hukum, studi ini menemukanbahwa peraturan perundang-undangan di bidang kehutanansangat kuat dalam memenuhiprinsip ketiga yaitu kelestarianhutan. Hal ini perlu dipertahankandan dilengkapi dengan pemenuh-an prinsip-prinsip lain. Dalam haltata kelola pada pengukuhankawasan hutan, masalah terbesardalam peraturan yang ada adalahsoal penyampaian informasi danpenanganan keberatan dari ma-syarakat. Pengumuman tentangpenataan batas kawasan hutandilakukan setelah pemancanganbatas sementara. Semestinyauntuk menghindari konflikpenyampaian informasi inidilakukan sebelumnya, atau palingtidak pada saat rencana penataanbatas dibuat.

Penanganan keberatan ter-hadap hasil penataan bataskawasan hutan tidak diatur secararinci. Dengan demikian tidak adastandar penanganan keberatandalam proses pengukuhan kawa-san hutan. Meskipun demikian,perlu diapresiasi upaya untukmenyelaraskan aturan mengenaikewenangan pengukuhan kawa-san hutan. UU No. 23 Tahun 2014telah menetapkan kewenangan iniada pada pemerintah pusat.Permenhut No. P.25/Menhut-II/2014 telah selaras dengan keten-tuan ini. Rancangan perubahan PPNo. 44 Tahun 2004 semestinyamenguatkan hal ini.

ANALISIS UMUM

Pemenuhan prinsip keadilan

sosial dan prinsip kepastian

dan perlindungan hukum

sangat rendah dalam

peraturan perundang-

undangan terkait

pengukuhan kawasan

hutan. Perbaikan terdapat

dalam pemenuhan prinsip

tata kelola kehutanan yang

baik, dan sangat kuat pada

prinsip kelestarian hutan.

10

Page 15: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

1. Prinsip Keadilan Sosial

Pengukuhan kawasan hutanmenjamin diakui hak ulayat darimasyarakat hukum adat dan hak-hak warga negara atas tanah sertaadanya alokasi kawasan hutannegara yang proporsional bagirakyat.

Kriteria:1.1. Norma dalam peraturan

memuat pengakuan hukumyang kuat terhadap keberada-an masyarakat hukum adatdan hak ulayat atas wilayahadat yang terdapat di dalamdan di luar kawasan hutan.

Indikator:1.1.1. Norma yang jelas danselaras dengan norma padaperaturan lain yang mengaturdefinisi masyarakat hukumadat.

Temuan:a. Terdapat beragam istilah

yang digunakan dalamperaturan perundang-undangan yang ditelitiu n t u k m e n y e b u t k a nmasyarakat hukum adat.Istilah-istilah itu meliputi:k e s a tu a n ma s y a r a k a thukum adat, masyarakathukum adat, masyarakatadat, masyarakat tradisional,komunitas adat terpencildan desa adat.

b. Tidak semua peraturanp e r u n d a n g - u n d a n g a nm e m b e r i k a n d e f i n i s iterhadap istilah masyarakath u k u m a d a t y a n gdigunakannya. Peraturanperundang-undangan yangmemberikan definisi adalah:

(i) UU No. 21 Tahun 2001tentang Otonomi Khusus

Papua

(ii) UU No. 32 Tahun 2009tentang Perlindungan danPengelolaan LingkunganHidup

(iii) UU No. 1 Tahun 2014tentang Perubahan Atas UUNomor 27 Tahun 2007te n t a n g P e n ge l o l a a nWilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

(iv) UU No. 39 Tahun 2014tentang Perkebunan

(v) Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun1999 tentang PedomanPenyelesaian PermasalahanHak Ulayat MasyarakatHukum Adat

(vi) P e r a t u r a n M e n t e r iKehutanan No. P.62/Menhut-II/2013 tentangPerubahan Atas PeraturanMenteri Kehutanan NomorP . 4 4 / M e n h u t - I I / 2 0 1 2te n t a n g P e n gu k u h a nKawasan Hutan

(vii) Peraturan Menteri DalamNegeri No. 52 Tahun 2014t e n t a n g P e d o m a nP e n g a k u a n d a nPerlindungan MasyarakatHukum Adat

c. Terhadap istilah masyarakathukum adat pada umumnyadigunakan definisi yangberbeda kecuali PeraturanMenteri Agraria/Kepala BPNNo. 5 Tahun 1999 danPermenhut No. P.62/Menhut-II/2013 (lihat tabel4).

1.1.2. Norma yang jelas danselaras dengan norma padaperaturan lain yang mengaturdefinisi hak ulayat.

Temuan:Tidak semua peraturan yangme n ga tu r h ak u la ya tm e m b e r i k a n d e f i n i s i .Peraturan yang memberikandefinisi adalah Peraturan

Menteri Agraria/Kepala BPNNo. 5 Tahun 1999 danPeraturan Bersama MenteriDalam Negeri, MenteriK e h u t a n a n , M e n t e r iPekerjaaan Umum dan KepalaBPN No. 79 Tahun 2014, No.PB.3/Menhut-II/2014, No. 17/PRT/M/2014, No. 8/SKB/X/2014. Kedua peraturanmenggunakan definisi yangsama.

1.1.3. Norma yang jelas danselaras dengan norma padaperaturan lain yang mengaturdefinisi wilayah adat.

Temuan:a. Tidak ditemukan definisi wi-

layah adat dalam undang-undang atau peraturanpemerintah.

b. Digunakan istilah wilayahadat atau tanah ulayat atauwilayah masyarakat hukumadat dalam beberapaperaturan menteri sepertiPermendagri No. 52 Tahun2014 (wilayah adat),Permenhut No. P.62/Menhut-II/2013 (wilayahmasyarakat hukum adat),dan Peraturan MenteriAgraria/Kepala BPN No. 5Tahun 1999 (tanah ulayat).

c. Hanya ditemukan satuperaturan yang memuatdefinisi wilayah adat yakniPermendagri No. 52 Tahun2014.

1.1.4. Norma yang jelas danselaras dengan norma padaperaturan lain yang mengaturdefinisi hutan adat sebagaibagian dari wilayah adat.

Temuan:Pasal 1 angka 6 UU No. 41T a h u n 1 9 9 9 t e n t a n gKehutanan setelah adanyaP u t u s a n M K 3 5mendefinisikan hutan adatsebagai hutan yang terdapatdalam wilayah masyarakathukum adat.

ANALISIS SETIAP

INDIKATOR

11

Page 16: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

12

Tabel 4. Penggunaan istilah dan definisi masyarakat hukum adat

Perbedaan definisi di tingkat undang-undang

UU No. 21 Tahun 2001 UU No. 32 Tahun 2009 UU No. 1 Tahun 2014tentang Perubahan Atas UU

Nomor 27 Tahun 2007

UU No. 39 Tahun 2014

Warga masyarakat asliP a p u a y a n g s e j a kkelahirannya hidup dalamwilayah tertentu dan terikatserta tunduk kepada hukumadat tertentu dengan rasasolidaritas yang tinggi diantara para anggotanya.

Masyarakat Hukum Adata d a l a h k e l o m p o kmasyarakat yang secaraturun temurun bermukimdi wilayah geografistertentu karena adanyaikatan pada asal usull e l u h u r , a d a n y ahubungan yang kuatdengan lingkunganhidup, serta adanyasistem nilai yangmenentukan pranataekonomi, politik, sosial,dan hukum.

Masyarakat Hukum Adat adalahsekelompok orang yang secaraturun-temurun bermukim diwilayah geografis tertentu diNegara Kesatuan RepublikIndonesia karena adanya ikatanpada asal usul leluhur,hubungan yang kuat dengantanah, wilayah, sumber dayaalam, memiliki pranatapemerintahan adat, dan tatananhukum adat di wilayah adatnyasesuai dengan ketentuanp e r a t u r a n p e r u n d a n g -undangan.

Masyarakat Hukum Adatadalah sekelompok orangyang secara turun-temurunbermukim di wilayahgeografi tertentu di NegaraKesatuan Republik Indonesiakarena ikatan pada asal usulleluhur, hubungan yang kuatdengan tanah, wilayah,sumber daya alam, yangm e m i l i k i p r a n a t apemerintahan adat dantatanan hukum adat diwilayah adatnya.

Perbedaan di tingkat Peraturan Menteri

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun1999 tentang PedomanPenyelesaian PermasalahanHak Ulayat MasyarakatHukum Adat

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2013 tentang Perubahan AtasPeraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang PengukuhanKawasan Hutan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 52Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuandan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

Masyarakat Hukum Adatadalah sekelompok orangyang terikat oleh tatananhukum adatnya sebagaiwarga bersama suatupersekutuan hukum karenakesamaan tempat tinggalatau pun atas dasarketurunan.

Masyarakat hukum adat adalah sekelompokorang yang terikat oleh tatanan hukumadatnya sebagai warga bersama suatupersekutuan hukum karena kesamaantempat tinggal ataupun atas dasarketurunan.

Masyarakat Hukum Adat adalah WargaNegara Indonesia yang memiiki karakteristikkhas, hidup berkelompok secara harmonissesuai hukum adatnya, memiliki ikatan padaasal usul leluhur dan atau kesamaan tempattinggal, terdapat hubungan yang kuatdengan tanah dan lingkungan hidup, sertaadanya sistem nilai yang menentukanpranata ekonomi, politik, sosial, budaya,hukum dan memanfaatkan satu wilayahtertentu secara turun temurun.

Tabel 5. Perbedaan istilah dan definisi wilayah adat

Permendagri

No. 52 Tahun 2014

Permenhut

No. P.62/Menhut-II/2013

Permen Agraria No. 5 Tahun 1999

Wilayah adat adalah tanah adat yang berupatanah, air, dan atau perairan beserta sumberdaya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dandilestarikan secara turun-temurun dan secaraberkelanjutan untuk memenuhi kebutuhanhidup masyarakat yang diperoleh melaluipewarisan dari leluhur.

Wilayah Masyarakat hukum adat adalahtempat berlangsungnya hidup danm e n y e l e n g g a r a k a n k e h i d u p a nmasyarakat hukum adat yangbersangkutan yang letak dan batasnyajelas serta dikukuhkan denganPeraturan Daerah.

Tanah ulayat adalah bidang tanahyang diatasnya terdapat hakulayat dari suatu masyarakathukum adat tertentu.

Page 17: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

1.1.5. Norma yang jelas danselaras dengan norma padaperaturan lain yang mengaturk r i t e r i a k e b e r a d a a nmasyarakat hukum adatsesuai dengan prinsip self-i d e n t i f i c a t i o n d a nidentification by others.

Temuan:a. K r i t e r i a k e b e r a d a a n

masyarakat hukum adatterdapat dalam UU No. 41Tahun 1999 (masyarakathukum adat), UU No. 6Tahun 2014 (desa adat),Permendagri No. 52 Tahun2014 dan KeputusanPresiden No.111 Tahun1999 (Komunitas AdatTerpencil).

b. K r i t e r i a k e b e r a d a a nmasyarakat hukum adatdirumuskan berbeda-beda.

c. Prinsip self-identificationdan identification by otherstidak ditemukan padas e m u a p e r a t u r a n .Permendagri No. 52 Tahun2 0 1 4 m e n y a t a k a nidentifikasi dilakukan olehbupati/walikota melaluicamat dengan melibatkanmasyarakat hukum adatatau kelompok masyarakat.

1.1.6. Norma yang jelas danselaras dengan norma padaperaturan lain yang mengaturkriteria hak ulayat.

Temuan:Kriteria hak ulayat dimuatdalam UU No. 5 Tahun 1960dan Peraturan MenteriAgraria/Kepala BPN No. 5Tahun 1999.

1.1.7. Norma yang jelas, rincidan selaras dengan normapada peraturan lain yangmengatur mengenai tata carape n gak ua n mas y ar a k athukum adat, hak ulayat danwilayah adat.

Temuan:a. Terdapat tata cara yang

berbeda untuk pengakuanmasyarakat hukum adat danhak ulayat. Tata carapengakuan masyarakathukum adat dimuat dalamUU No. 41 Tahun 1999 danPermendagri No. 52 Tahun2014. Tata cara pengakuanhak ulayat terdapat dalamPeraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun1999.

b. Tidak terdapat pengaturankhusus tentang tata carapengakuan wilayah adat.Permendagri No. 52 Tahun2 0 1 4 m e n y a t u k a npengakuan wilayah adatd e n g a n p e n g a k u a nmasyarakat hukum adat.

1.1.8. Norma yang jelas, rincidan selaras dengan normapada peraturan lain yangmengatur mengenai bentukhukum pengakuan padamasyarakat hukum adat, hakulayat dan wilayah adat.

Temuan:a. T e r d a p a t p e r b e d a a n

pengaturan tentang jenisproduk hukum yangd i g u n a k a n u n t u kpengakuan masyarakathukum adat. UU No. 41Tahun 1999 menyebutkanpengakuan d ilakuk anmelalui peraturan daerahsedangkan Permendagri No.5 2 T a h u n 2 0 1 4menyebutkan pengakuanmelalui keputusan kepaladaerah.

b. Ada peraturan perundang-undangan yang tidakmenjelaskan produk hukumu n t u k p e n g a k u a nmasyarakat hukum adat.Misalnya UU No. 39 Tahun2014 dan PeraturanBersama Menteri DalamNegeri, Menteri Kehutanan,Menteri Pekerjaaan Umumd a n K e p a l a B a d a nPertanahan Nasional No. 79

Tahun 2014, No. PB.3/Menhut-II/2014, No. 17/PRT/M/2014, No. 8/SKB/X/2014.

1.1.9. Norma yang jelas danselaras dengan norma padaperaturan lain mengenaijangka waktu pengakuanmasyarakat hukum adat, hakulayat atau wilayah adat.

Temuan:T i d a k a d a p e r a t u r a nperundang-undangan yangmenyebutkan jangka waktuyang diperlukan untukpengakuan masyarakat hukumadat, hak ulayat atau wilayahadat.

Kriteria:1.2. Norma dalam peraturan terkait

pengukuhan kawasan hutanmengakui hak ulayat dan hak-hak atas tanah, baik denganbukti tertulis atau tidak.

Indikator:1.2.1. Norma yang jelas danselaras memuat pengakuanterhadap hak ulayat dalampengukuhan kawasan hutan.

Temuan:a. Peraturan yang khusus

mengatur pengukuhan ka-wasan hutan yakni Permen-hut No. P.44/Menhut-II/2012jo Permenhut No. P.62/Me n hu t- I I /201 3 t id akmengatur mengenai hakulayat. Peraturan Menteri inimengatur tentang hak-hakpihak ketiga yang meliputihak orang perorang danbadan hukum. Untuk hak-hak masyarakat hukum adatdisebut sebagai wilayahmasyarakat hukum adat.

b. Dalam proses pengukuhankawasan hutan, wilayahmasyarakat hukum adat inidikeluarkan dari kawasanhutan. Hal ini bertentangandengan UU No. 41 Tahun1999 dan Putusan MK 35yang tidak menyatakanbahwa kawasan hutan tidak

13

Page 18: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

boleh terdapat hak ulayatatau wilayah masyarakathukum adat atau hutanadat.

1.2.2. Norma yang jelas danselaras memuat jenis-jenis hakatas tanah yang diakui dalampengukuhan kawasan hutan.

Temuan:Penjelasan Umum UU No. 41Tahun 1999 dan PermenhutNo. P.44/Menhut-II/2012 joPermenhut No. P.62/Menhut-II/2013 menyebutkan hak atastanah yang dimaksud dalamundang-undang ini adalahhak atas tanah sebagaimanadiatur dalam UU No. 5 Tahun1960.

1.2.3. Norma yang jelas danselaras memuat tentangsubjek hak atas tanah yangdiakui.

Temuan:Pengaturan tentang subjekhak atas tanah di kawasanhutan mengacu padap e r a t u r a n p e r u n d a n g -u n d a n g a n d i b i d a n gpertanahan (UU No. 5 Tahun1960, PP No. 40 Tahun 1996,PP No. 24 Tahun 1997,Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997).

1.2.4. Norma yang jelas danselaras mengatur bukti-buktitertulis dari hak atas tanahyang diakui.

Temuan:Permenhut No. P.44/Menhut-II/2012 jo Permenhut No. P.62/Menhut-II/2013 menyebutkandengan jelas bentuk-bentukbukti tertulis dari hak-hak atastanah yang diakui. Ketentuanini selaras dengan PeraturanMenteri Agraria/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1997.

1.2.5. Norma yang jelas danselaras mengatur bukti-buktitidak tertulis dari hak atastanah yang diakui.

Temuan:a. Peraturan kehutanan dan

pertanahan mengakuipenguasaan fisik atau bukti-bukti tidak tertulis dalamp e n g u a s a a n t a n a h .M e s k i p u n d e m i k i a n ,terdapat ketidaksinkronanpengaturan mengenaipersyaratan penguasaanfisik yang dapat diakui.

(i) Permenhut No. P.44/M e n h u t - I I / 2 0 1 2 j oPermenhut No. P.62/Menhut-II/2013 mengaturbukti-bukti tidak tertulisb e r u pa p e r mu k i m a n ,fasilitas umum, fasilitassosial yang berdasarkansejarah keberadaannyasudah ada sebelumpenunjukan kawasan hutanatau setelah penunjukankawasan hutan. Jika adas e t e l a h p e n u n j u k a nkawasan hutan makapermukiman, fasilitas umumdan fasilitas sosial itu harustelah ditetapkan dalamperaturan daerah, tercatatpada statistik desa ataukecamatan, dihuni olehpenduduk di atas 10 kepalakeluarga dan terdiri dariminimal 10 rumah.

(ii) PP No. 24 Tahun 1997 dandiperje las lagi olehPeraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun1997 menyatakan bahwa

penguasaan tanah selama20 tahun atau lebih secarabe r tu r u t-tu r u t d ia ku isepanjang: (a) dilakukandengan itikad baik; (b)terbuka; (c) diperkuat saksi-saksi; dan (d) tidakdipermasalahkan olehmasyarakat hukum adat,desa/kelurahan atau pihaklain.

(iii)Peraturan Bersama MenteriDalam Negeri, MenteriK e h u t a n a n , M e n t e r iPekerjaaan Umum danKepala Badan PertanahanNasional No. 79 Tahun 2014,No. PB.3/Menhut-II/2014,No. 17/PRT/M/2014, No. 8/SKB/X/2014 mengakuipenguasaan fisik atas tanahdalam kawasan hutan yangsudah terjadi selama 20tahun atau lebih secaraberturut-turut. PeraturanB e r s a m a i n i t i d a kmenyebutkan empat syaratyang ada dalam PP No. 24Tahun 1997.

b. Permenhut No. P.44/Menhut-II/2012 menyatakanbahwa penguasaan tanahatas dasar bukti tidakte r tu l i s s e ba ga ima n adisebut pada huruf a hanyaberlaku pada provinsi yangluas kawasan hutannya diatas 30%; PeraturanBersama Menteri DalamNegeri, Menteri Kehutanan,Menteri Pekerjaaan Umumd a n K e p a l a B a d a nPertanahan Nasional No. 79Tahun 2014, No. PB.3/Menhut-II/2014, No. 17/PRT/M/2014, No. 8/SKB/X/2014t i d a k m e n y a t a k a npembatasan lokasi. Artinya,di seluruh kawasan hutan,proses pengakuan terhadappenguasaan dengan buktitertulis atau tidak tertulisdapat dilakukan.

1.2.6. Norma yang jelas, terinci

14

Page 19: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

dan selaras mengatur tatacara pengakuan tanah hakdalam kawasan hutan sebagaihutan hak.

Temuan:a. Terdapat pertentangan

definisi hutan hak antara UUNo. 41 Tahun 1999 dan PPNo. 44 Tahun 2004 denganPermenhut No. P.43/Menhut-II/2014. UU No. 41Tahun 1999 dan PP No. 44Tahun 2004 menyatakanbahwa hutan hak adalahhutan yang terdapat di atastanah yang dibebani hakatas tanah. PenjelasanUmum UU No. 41 Tahun1999 menyebutkan hak atastanah yang dimaksudadalah hak milik, hak gunausaha dan hak pakai. Keduape r a tu r a n in i t id a kmenyatakan bahwa hutanhak berada di luar kawasanhutan. Hal ini sejalandengan Putusan MK 35.M e s k i p u n d e m i k i a n ,Permenhut No. P.43/M e n h u t - I I /2 0 1 4 y a n gditerbitkan pasca PutusanMK 35 mendefinisikanhutan hak sebagai “hutanyang berada pada tanahyang telah dibebani hakatas tanah yang berada diluar kawasan hutan dandibuktikan dengan alas titelatau hak atas tanah".P e r m e n h u t i n ibertentangan dengan UUNo. 41 Tahun 1999 dan PPNo. 44 Tahun 2004, sertatidak selaras denganP u t u s a n M K 3 5 .Pertentangan lain tersiratdari Pasal 8 ayat (4)Permenhut No. P.44/M e n h u t - I I /2 0 1 2 y a n gmenyatakan: "Tanah milikatau tanah hak lainnya yangsecara sukarela diserahkank e p a d a P e m e r i n t a h

sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 ayat (2) hurufd untuk dijadikan kawasanhutan, maka Menterilangsung menunjuk sebagaik a w a s a n h u t a n " .Penyerahan ini menanda-kan bahwa dalam kawasanhutan tidak ada hak atastanah lagi.

b. Ada pertentangan normadalam pengaturan statuspenunjukan hutan hak.Permenhut No. P.26/M e n h u t - I I / 2 0 0 5m e n y e b u t k a n b a h w apenunjukan hutan hakdilakukan oleh Bupati.P e n u n j u k a n me l i pu t iinventarisasi, pemetaan danpenunjukan. Norma yangada dalam Peraturan inimenyiratkan penunjukanhutan hak ini tidakmerupakan bagian daripengukuhan kawasan hutansebagaimana diatur dalamUU No. 41 Tahun 1999 danPP No. 44 Tahun 20044.Penunjukan hutan hakmenurut Permenhut No.P . 2 6 / M e n h u t - I I / 2 0 0 5diintegrasikan ke dalampeta Rencana Tata RuangWilayah bukan pada petakawasan hutan. Dengandemikian Peraturan inimembawa keberadaanhutan hak keluar darikawasan hutan. Hal inibertentangan dengan UUNo. 41 Tahun 1999 dan PPNo. 44 Tahun 2004, sertatidak selaras denganPutusan MK 35.

c. Ada ketidakselarasan Pasal11 ayat (1) PP No. 16 Tahun2004 dengan UU No. 41Tahun 1999 dan PutusanMK 35. Pasal ini tidakmembenarkan penerbitansertifikat hak atas tanah didalam kawasan hutan

sehingga menghalangipengakuan hutan hakdalam kawasan hutan.

1.2.7. Norma yang jelas, terincidan selaras mengatur tatacara dikeluarkannya tanah hakdari kawasan hutan negara.

Temuan:a. Ada proses inventarisasi dan

penyelesaian hak-hak pihakketiga dalam penataanbatas kawasan hutansebagaimana diatur oleh PPNo. 44 Tahun 2004 danPermenhut No. P.44/M e n h u t - I I / 2 0 1 2 j oPermenhut No. P.62/Menhut-II/2013. Proses inimenandai dikeluarkannyatanah hak dari bataskawasan hutan Negara.

b. Terdapat perbedaan prosespenataan batas antara PPNo. 44 Tahun 2004 denganPermenhut No. P.44/Menhut-II/2012 (lihat tabel6). Dalam PP No. 44 Tahun2004, terdapat dua beritaacara yakni berita acarapengakuan oleh masyarakatdan berita acara peman-cangan batas sementara.Sementara itu dalamPermenhut No. P.44/Menhut-II/2012, hanya adasatu berita acara yakniberita acara pembahasandan persetujuan hasilp e m a n c a n g a n b a t a ssementara.

1.2.8. Norma yang jelas, terincidan selaras mengatur tatacara pemberian gantikerugian pada pemegang hakatas tanah yang tanahnyadijadikan sebagai kawasanhutan negara.

Temuan:a. Terdapat ketentuan dalam

Pasal 68 ayat (3) dan ayat (4)UU No. 41 Tahun 1999 yangmenyatakan pemberian

4 Saat tulisan ini dibuat, PP No. 44 Tahun 2004 sedang dalam proses perubahan.

15

Page 20: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

k o m p e n s a s i a k i b a thilangnya hak dan akseskarena penetapan kawasanhutan.

b. Tidak ditemukan normajelas sebagai turunan Pasal68 ayat (3) dan (4) dalam PPNo. 44 Tahun 2004, untukmenyediakan kompensasiakibat hilangnya akses danpenguasaan tanah dalamkawasan hutan yangdiakibatkan oleh pengu-kuhan dan penatagunaankawasan hutan.

c. T e r d a p a t k e t e n t u a nme n ge na i pe mbe r iank o m p e n s a s i a k i b a tperubahan status hutan hakmenjadi hutan negaradalam Permenhut No. P.26/Menhut-II/2005.

Kriteria:1.3. Norma dalam peraturan

mengatur alokasi tertentubagi kawasan hutan negarayang dapat diakses olehmasyarakat.

Indikator:1.3.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengatur luasminimum kawasan hutannegara yang diberikan izinkepada masyarakat.

Temuan:Tidak ada satu peraturan dibidang kehutanan yangmenyatakan luas minimumkawasan hutan negara yangd i a l o k a s i k a n k e p a d am a s y a r a k a t . M e s k i p u ndemikian dalam PeraturanPresiden No. 2 Tahun 2015disebutkan bahwa dalamp e r i o d e 2 0 1 5 - 2 0 1 9ditargetkan 12,7 juta hektark a w a s a n h u t a n a k a nd i a l o k a s i k a n u n t u kmasyarakat hukum adat danmasyarakat lokal.

2. Prinsip Kelestarian Hutan

Pengukuhan kawasan hutanmenjamin terlindunginya fungsi

hutan melalui tanggung jawabpemanfaatan hutan untukkepentingan intra dan antargenerasi sesuai dengan dayadukung ekosistem dan perbaikanfungsi hutan.

Kriteria:2.1. Norma dalam peraturan

mengatur tanggung jawabn e g a r a m e m e l i h a r akelestarian dan keberlanjutanfungsi hutan di dalamkawasan hutan.

Indikator:2.1.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengatur bentuktanggung jawab pemerintahmempertahankan kelestarianfungsi hutan di kawasanhutan negara dan hutan hak .

Temuan:a. Tanggung jawab negara

melestarikan fungsi hutandiatur dalam UU No. 41Tahun 1999 dan peraturanpelaksanaannya sepertihalnya PP No. 45 Tahun2004 serta menjadi rujukandalam peraturan yang lebihrendah.

b. Secara khusus, UU No. 41Tahun 1999 menyatakanpemerintah menetapkandan mempertahankankecukupan luas kawasanhutan dan penutupan hutansebesar 30% dari luasdaerah aliran sungai dan/atau pulau dengan sebarany a n g p r o p o r s i o n a l .Penetapan fungsi hutanlindung dan konservasim e r u p a k a npengejawantahan daritanggung jawab negaram e m p e r t a h a n k a nkelestarian hutan.

c. Pada hutan hak, tanggungjawab melestarikan hutanada pada pemegang hak,pemerintah memberikaninsentif dan fasilitasisebagaimana diatur dalamPermenhut No. P.26/

Menhut-II/2005.

Kriteria:2.2. Norma dalam peraturan

mengatur tanggung jawabn e g a r a m e m e l i h a r akelestarian dan keberlanjutanfungsi hutan di luar kawasanhutan.

Indikator:2.2.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengatur bentuktanggung jawab pemerintahdaerah mempertahankankelestarian fungsi hutan diluar kawasan hutan.

Temuan:a. K e te n t u a n me n g e n a i

kelestarian fungsi hutan diluar kawasan hutanterdapat dalam peraturanperundang-undangan dibidang penataan ruang.Dalam UU No. 26 Tahun2007 disebutkan mengenaikawasan lindung.

b. Pemanfaatan tanah di luarkawasan hutan, sesuaidengan UU No. 5 Tahun1 9 6 0 t e t a p h a r u smemperhatikan kelestarianlingkungan. PP No. 40Tahun 1996 juga memuatkewajiban pemegang hakguna usaha, hak gunabangunan dan hak pakaiuntuk memelihara fungsilingkungan dan mencegahkerusakannya.

c. Secara umum, UU No. 32Tahun 2009 memberikanarahan bagi pemanfaatantanah di dalam dan luarkawasan hutan bagikelestarian lingkungan.

Kriteria:2.3. Norma dalam peraturan

m e n g a t u r k e w a j i b a npemegang hutan hakmemelihara kelestarian dankeberlanjutan fungsi hutan.

Indikator:2.3.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengatur bentuk

16

Page 21: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

dan insentif terhadapkewajiban pemegang hutanh a k m e m p e r t a h a n k a nkelestarian fungsi hutan.

Temuan:a. UU No. 41 Tahun 1999

m e n y a t a k a n b a h w apemanfaatan hutan hakharus dilakukan sesuaidengan fungsinya.

b. Permenhut No. P.26/Menhut-II/2005 membagifungsi hutan hak menjadihutan produksi, hutanl i n d u n g d a n h u t a nkonservasi. Peraturan inimewajibkan pemeganghutan hak memeliharakelestarian hutan danmemanfaatkan sesuaidengan fungsinya.

Kriteria:2.4. Norma dalam peraturan

m e n g a t u r k e w a j i b a nmasyarakat hukum adatmemelihara kelestarian dankeberlanjutan fungsi hutandalam hutan adat dan wilayahadat di luar kawasan hutan.

Indikator:2.4.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturkewajiban masyarakat hukumadat memel ihara danmelestarikan fungsi hutandalam hutan adat dan wilayahadat di luar kawasan hutan.

Temuan:a. UU No. 41 Tahun 1999

menyebutkan kewajibanmasyarakat hukum adatuntuk melestarikan hutanadat. Namun, pengaturanyang lebih operasional tidakada disebabkan belumadanya pengaturan khususmengenai hutan adat.

b. Di luar kawasan hutan.Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun1999 tidak mengaturmengenai pemanfaatantanah hak ulayat.

c. Secara umum, kewajibanmemelihara lingkungantermasuk kelestarian hutanmerujuk pada UU No. 5Tahun 1960, UU No. 26Tahun 2007 dan UU No. 32Tahun 2009.

3. P r i n s i p K e p a s t i a n d a nPerlindungan Hukum

Pengukuhan kawasan hutanmemberikan kepastian hukumterhadap status kawasan hutan,kepastian dan perlindunganhukum terhadap hak-hak warganegara atas tanah di kawasanhutan dan hak ulayat masyarakathukum adat di kawasan hutan.

Kriteria:3.1. Norma dalam peraturan

mengatur kejelasan statuskawasan hutan sebagai hutannegara dan hutan hak.

Indikator:3.1.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturkawasan hutan meliputi hutannegara dan hutan hak.

Temuan:a. UU No. 41 Tahun 1999

pasca Putusan MK 35m e n y a t a k a n b a h w aberdasarkan statusnya,kawasan hutan terdiri darihutan negara dan hutanhak.

b. Terdapat ketidakselarasanantara sejumlah Permenhutdengan UU No. 41 Tahun1999. Beberapa peraturanm e n t e r i me m a n d a n gbahwa kawasan hutan ituhanyalah hutan negara. Halini terlihat dari PermenhutNo. P.44/Menhut-II/2012 joPermenhut No. P.62/M e n h u t - I I /2 0 1 3 y a n gmenyatakan bahwa wilayahadat harus dikeluarkan darikawasan hutan dank e t e n t u a n m e n g e n a ipenyelesaian hak pihakketiga yang menyatakanbahwa hak atas tanah yang

terbukti dikeluarkan darikawasan hutan. Selain itu,Permenhut No. P.26/M e n h u t - I I / 2 0 0 5menyatakan bahwa hutanhak ditunjuk oleh bupatidan diintegrasikan ke dalampeta rencana tata ruangwilayah, bukan ke dalampeta kawasan hutan.S e ma k i n j e l a s l a g i ,Permenhut No. P.43/M e n h u t - I I /2 0 1 4 y a n gmenyatakan bahwa hutanhak berada di luar kawasanhutan.

Kriteria:3.2. Norma dalam peraturan

mengatur kejelasan statuswilayah adat yang berfungsihutan di dalam kawasanhutan sebagai hutan adat.

Indikator:3.2.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturkawasan hutan meliputi hutanadat.

Temuan:a. UU No. 41 Tahun 1999

pasca Putusan MK 35mengakui kawasan hutanterdiri dari hutan negaradan hutan hak. Di dalamhutan hak terdapat hutanhak perorangan dan badanhukum serta hutan adat.Hutan adat bukan lagibagian dari hutan negara.

b. Terdapat ketidakselarasanantara Permenhut No. P.62/Menhut-II/2013 dengan UUNo. 41 Tahun 1999 danPutusan MK 35 karenamenyatakan bahwa wilayahmasyarakat hukum adatyang telah diakui denganp e r a t u r a n d a e r a hdikeluarkan dari kawasanhutan.

Kriteria:3.3. Norma dalam peraturan

mengatur kejelasan statustanah hak di dalam kawasanhutan sebagai hutan hak

17

Page 22: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

perorangan atau badanhukum.

Indikator:3.3.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturkeberadaan tanah hak dalamkawasan hutan sebagai hutanhak perorangan atau badanhukum.

Temuan:a. UU No. 41 Tahun 1999

mengacu pada UU No. 5Tahun 1960 tentang hakatas tanah yang dapatdiakui sebagai dasarpenentuan hutan hak.Subjek hak atas tanah itumeliputi perorangan danbadan hukum.

b. Terdapat ketidakselarasanPermenhut No. P.26/M e n h u t - I I / 2 0 0 5 d a nPermenhut No. P.43/Menhut-II/2014 dengan UUNo. 41 Tahun 1999 danPutusan MK 35 mengenaikeberadaan hutan hakdalam kawasan hutan.Kedua Peraturan Menteri itumenolak keberadaan hutanhak dalam kawasan hutan.

Kriteria:3.4. Norma dalam peraturan

mengatur perl indunganhukum terhadap wilayah adatdari tindakan pihak lain yangmemanfaatkan wilayah adattanpa persetujuan masyarakathukum adat.

Indikator:3.4.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturlarangan terhadap tindakanpemanfaatan wilayah adattanpa persetujuan masyarakathukum adat.

Temuan:Tidak ada peraturan di bidangkehutanan atau pertanahanyang memberikan larangand a n s a n k s i t e r h a d a ppemanfaatan wilayah adat didalam dan luar kawasan hutan

tanpa persetujuan masyarakathukum adat.

Kriteria:3.5. Norma dalam peraturan

m e n g a t u r k e b e r a d a a np e r a d i l a n a d a t a t a umekanisme penyelesaiansengketa.

Indikator:3.5.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturkeberadaan peradilan adatatau mekanisme penyelesaiansengketa internal masyarakat.

Temuan:Tidak ada peraturan di tingkatnasional mengakui peradilanadat atau mekanismepe n y e l e s a ia n s e n gk e takehutanan berdasarkanhukum adat. RUU Pengakuandan Perlindungan HakMasyarakat Hukum Adatmemuat tentang hal ini.

3.5.2. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturkeberadaan peradilan adatatau mekanisme penyelesaiansengketa antara masyarakatdengan pihak luar.

Temuan:Tidak ada peraturan di tingkatnasional mengakui hal ini.R U U P e n g a k u a n d a nPerlindungan Hak MasyarakatHukum Adat memuat tentanghal ini.

3.5.3. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturkeberadaan peradilan adatatau mekanisme penyelesaiansengketa internal dan antaramasyarakat dengan pihak luar.

Temuan:Tidak ada peraturan di tingkatnasional mengatur hal ini.R U U P e n g a k u a n d a nPerlindungan Hak MasyarakatHukum Adat memuatpengaturan ini.

Kriteria:3.6. Norma dalam peraturan

mengatur dan melindungi hakmasyarakat setempat untukmengakses sumber dayahutan.

Indikator:3.6.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengatur hakmasyarakat setempat untukmengakses sumber dayahutan untuk kebutuhan nonkomersial dan batasannyaa g a r t e t a p m e n j a g akelestarian hutan.

Temuan:a. Terlepas hak atas tanahnya,

hak masyarakat untukmengakses sumber dayahutan hanya dicantumkandalam bentuk a contrariodalam Pasal 68 ayat (3). Disisi lain tidak ada batasantegas bagaimana haktersebut dilaksanakan agartetap menjaga kelestarianhutan sesuai fungsinya.

b. UU No. 18 Tahun 2013mengatur hak masyarakatyang bertempat tinggal didalam dan/atau di sekitarkawasan hutan yangmelakukan penebangankayu di luar kawasan hutankonservasi dan hutanlindung untuk keperluansendiri dan tidak untuktujuan komersial dengansyarat mendapatkan izind a r i p e j a b a t y a n gberwenang. Namun, tidakdiatur dengan jelas tentangapa yang dimaksud izintersebut.

4. Prinsip Tata Kelola Kehutananyang baik

Prosedur pengukuhan kawasanhutan dijalankan melalui prosespersetujuan atas informasi yangdiberikan diawal dan tanpapaksaan (PADIATAPA) denganpemegang hak dan masyarakathukum adat, dan melaluipartisipasi dari pemangkukepentingan serta pembagian

18

Page 23: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

kewenangan dan tanggung jawabyang jelas antar tingkatpemerintahan.

Kriteria:4.1. Norma dalam peraturan

mengatur diberikannyai n f o r m a s i p e n u n j u k a nkawasan hutan kepadamasyarakat hukum adat, pihakketiga dan pemangkukepentingan.

Indikator:4.1.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturtanggung jawab pemerintahm e m b e r i k a n i n f o r m a s imengenai penunjukan ataurencana penunjukan kawasanhutan kepada masyarakathukum adat, pihak ketiga danpara pemangku kepentingan.

Temuan:Tidak ada norma dalamperaturan terkait pengukuhank a w a s a n h u t a n y a n gmewajibkan pemerintahm e m b e r i k a n i n f o r m a s im e n g e n a i p e n u n j u k a nkawasan hutan atau rencanapenunjukan kawasan hutan.Permenhut No. P.44/Menhut-II/2012 jo Permenhut No. P.62/Menhut-II/2013 menyatakanbahwa penunjukan kawasanhutan didasarkan pada usulandan rekomendasi pemerintahdaerah. Meskipun demikian,tidak disebutkan bahwapemerintah atau pemerintahdaerah memberikan informasikepada publik perihal rencanapenunjukan kawasan hutanitu.

Kriteria:4.2. Norma dalam peraturan

mengatur dilaksanakannyaPADIATAPA dalam penataanbatas kawasan hutan.

Indikator:4.2.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturtanggung jawab pemerintah

m e m b e r i k a n i n f o r m a s imengenai rencana penataanbatas kawasan hutan dan hasilpenataan batas kawasanhutan kepada masyarakathukum adat dan pihak ketiga.

Temuan:Penyampaian informasimengenai penataan batasdiatur oleh Permenhut No.P . 4 4 / M e n h u t - I I / 2 0 1 2 .Setelah batas sementaradipancangkan barulahdilakukan pengumumankepada masyarakat disekitarnya. Dengan cara inimaka negara menyatakanterlebih dahulu klaimnyaterhadap tanah yang akandijadikan kawasan hutansetelah itu warga negaramembuktikan hak-haknyaa t a s t a n a h u n t u kmemperoleh kembali tanahitu.

b. Tidak ada pengaturan yangmewajibkan penyampaianinformasi rencana tata batasdi awal kegiatan atausebelum batas sementaradipancangkan.

c. Tidak ada pengaturanmengenai waktu sertamedia yang digunakanu n t u k p e n y a m p a i a ni n f o r m a s i a t a upengumuman.

4.2.2. Norma yang jelas, rincidan selaras mengatur tatacara penyampaian keberatanmasyarakat hukum adat danpihak ketiga terhadap hasilpenataan batas kawasanhutan.

Temuan:Tidak ada pengaturan yangjelas dan rinci mengenaimekanisme keberatan darimasyarakat hukum adat danpihak ketiga terhadap hasilpenataan batas. PermenhutNo. P.44/Menhut-II/2012 jo

Permenhut No. P.62/Menhut-II/2013 mengatur mengenaipenyelesaian hak-hak pihakk e t i g a , t e t a p i d a l a mpengaturan itu tidak diaturb a g a i m a n a k e b e r a t a nditangani. Peraturan Menteriini hanya mengatur tentangbukti-bukti klaim dan carapenyelesaian klaim.

Kriteria:4.3. Norma dalam peraturan

mengatur disebarluaskannyainformasi penetapan kawasanhutan.

Indikator:4.3.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturtanggung jawab pemerintahmenyebarkan informasipenetapan kawasan hutan.

Temuan:Informasi mengenai statuspengukuhan kawasan hutan,perubahan peruntukan danperubahan fungsi termasuk kedalam kategori informasi yangt e r s e d i a s e t i a p s a a t(Permenhut No. P.7/Menhut-II/2011). Informasi mengenaipenunjukan kawasan hutantelah tersedia. Demikian pulainformasi perihal penetapankawasan hutan meskipunmasih terbatas. Meskipundemikian, Permenhut No. P.7/Menhut-II/2011 menyatakanpula adanya informasi yangdikecualikan yaitu data daninformasi yang masih dalamtahap pengolahan ataupenyelesaian. Data mengenaiberita acara tata bataskawasan hutan yang belumditetapkan dianggap sebagaidata yang dikecualikan. Hal inim e n y u l i t k a n p u b l i kmengetahui proses penataanbatas termasuk persetujuanatau keberatan masyarakatterhadap penataan batas yangbiasanya terekam dalamberita acara tata batas.

19

Page 24: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

Kriteria:4.4. Norma dalam peraturan

m e n g a t u r p e m b a g i a nkewenangan dan tanggungjawab antara pemerintahpusat dan pemerintah daerahdalam pengukuhan kawasanhutan.

Indikator:4.4.1. Norma yang jelas, rincidan selaras mengaturpembagian kewenangan dantanggung jawab pemerintahpusat, pemerintah provinsidan pemerintah kabupaten/k o t a te r k a i t ta h a pa npengukuhan kawasan hutan.

Temuan:a. UU No. 23 Tahun 2014

m e n y a t a k a n b a h w ap e n y e l e n g g a r a a npengukuhan kawasan hutana d a l a h k e w e n a n g a npemerintah pusat. Terdapatketidakselarasan antara UUNo. 23 Tahun 2014 dengan

PP No. 44 Tahun 2004 yangsekarang sedang dalamproses revisi. Pasal 19 PP No.44 Tahun 2004 menyatakanbahwa Gubernur membuatpedoman penataan batasdan Bupati menetapkanpetunjuk pelaksanaanpenataan batas danm e n y e l e n g g a r a k a npenataan batas.

b. Permenhut No. P.25/M e n h u t - I I / 2 0 1 4m e n y e b u t k a n b a h w apanitia tata batas dibentukoleh Menteri untuk setiapkabupaten/kota dengank e t u a d a r i B a l a iPemantapan KawasanHutan dan anggota dariinstansi terkait di daerah.D e n g a n d e m i k i a n ,Peraturan Menteri inim e n g e m b a l i k a nkewenangan penataanbatas kepada pemerintahpusat.

20

Data mengenai

berita acara tata

batas kawasan

hutan yang belum

ditetapkan

dianggap sebagai

data yang

dikecualikan. Hal ini

menyulitkan publik

mengetahui proses

penataan batas

termasuk

persetujuan atau

keberatan

masyarakat

terhadap penataan

batas.

Page 25: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

21

Penataan Batas Kawasan Hutanmenurut PP No. 44 Tahun 2004

Penataan Batas Kawasan Hutan menurutPermenhut No. P.44/Menhut-II/2012 jo

Permenhut No. P.62/Menhut-II/2013

Pemancangan patok batas sementara Pembuatan peta trayek batas

Pemancangan batas sementara

Pengumuman hasil pemancanganpatok batas sementara

Pengumuman hasil pemancangan batassementara

Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada disepanjang trayek batas dan di dalamkawasan hutan

Inventarisasi, identifikasi dan penyelesaianhak-hak pihak ketiga

Penyusunan berita acara pengakuanoleh masyarakat di sekitar trayek batasatas hasil pemancangan patok batassementara

Berita acara pembahasan dan persetujuanhasil pemancangan batas sementara

Penyusunan berita acarapemancangan batas sementara yangdisertai dengan peta pemancanganpatok batas sementara

Pemasangan pal batas yangdilengkapi dengan lorong batas

Pengukuran batas dan pemasangan tandabatas

Pemetaan hasil penataan batas Pemetaan hasil penataan batas

Pembuatan dan penandatangananberita acara tata batas dan peta tatabatas

Pembuatan dan penandatanganan beritaacara tata batas dan peta tata batas

Pelaporan kepada Menteri dengantembusan kepada Gubernur

Pelaporan kepada Menteri

Tabel 6. Perbedaan tahapan penataan batas kawasan hutan dalam PP No. 44Tahun 2004 dan Permenhut No. P.44/Menhut-II/2012

Page 26: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

22

Tabel 7. Perbedaan pengaturan penyelesaian sengketa dalam RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak MasyarakatHukum Adat versi DPR-RI dan Pemerintah

Rumusan DPR-RI Rumusan Pemerintah

Penyelesaian Sengketa Masyarakat Hukum Adat dapatdiselesaikan melalui lembaga adat dan/atau PeradilanAdat.

Lembaga adat memiliki kewenangan menyelesaikansengketa Masyarakat Hukum Adat.

Peradilan Adat tidak berwenang mengadili tindak pidanaberat dan tindak pidana khusus.

Peradilan Adat dapat dibentuk oleh Lembaga Adat secaraberjenjang dari Kabupaten/Kota sampai dengan tingkatProvinsi.

Penyelesaian sengketa Masyarakat Hukum Adat dapatdiselesaikan melalui Lembaga Adat dan/atau Pengadilan Negeri.

Lembaga Adat menangani sengketa adat yang bukanmerupakan tindak pidana.

Pengadilan Negeri menangani sengketa Masyarakat Hukum Adatyang tidak dapat diselesaikan oleh Lembaga Adat, dan sengketayang merupakan tindak pidana.

Sengketa internal:

Sengketa internal dalam Masyarakat Hukum Adatdiselesaikan melalui Lembaga Adat.

Lembaga Adat mengeluarkan putusan Lembaga Adatsebagai hasil penyelesaian sengketa.

Dalam hal terdapat keberatan terhadap putusanLembaga Adat sengketa diselesaikan melalui PeradilanAdat.

Peradilan adat mengeluarkan putusan yang bersifat finaldan mengikat.

Sengketa internal:

Sengketa internal dalam Masyarakat Hukum Adat diselesaikanmelalui Lembaga Adat.

Lembaga Adat mengeluarkan putusan Lembaga Adat sebagaihasil penyelesaian sengketa.

Lembaga Adat dapat melibatkan Pemerintahan Desa dalammenyelesaikan sengketa di wilayahnya.

Dalam hal sengketa tidak dapat diselesaikan atau terdapatkeberatan terhadap putusan Lembaga Adat, sengketadiselesaikan melalui Pengadilan Negeri.

Sengketa antar-Masyarakat Hukum Adat:

Sengketa antar-Masyarakat Hukum Adat diselesaikanmelalui musyawarah antar-Lembaga Adat.

Dalam hal musyawarah antar-Lembaga Adat tidak dapatmenyelesaikan sengketa, sengketa diselesaikan melaluiPeradilan Adat.

Peradilan Adat mengeluarkan putusan sebagai hasilpenyelesaian sengketa.

Dalam hal terdapat keberatan terhadap putusanperadilan, sengketa dapat diselesaikan di tingkatMahkamah Agung.

Sengketa antar-Masyarakat Hukum Adat:

Sengketa antar-Masyarakat Hukum Adat diselesaikan melaluimusyawarah antar-Lembaga Adat.

Dalam hal musyawarah antar-Lembaga Adat tidak dapatmenyelesaikan sengketa, sengketa diselesaikan melaluiPengadilan Negeri.

Sengketa antara Masyarakat Hukum Adat dan pihak lain:

Sengketa antara Masyarakat Hukum Adat dan pihak lainyang menyangkut hak Masyarakat Hukum Adatdiselesaikan melalui Peradilan Adat.

Peradilan adat mengeluarkan putusan sebagai hasilpenyelesaian sengketa.

Dalam hal terdapat keberatan terhadap putusanperadilan adat, sengketa dapat diselesaikan di tingkatMahkamah Agung.

Sengketa antara Masyarakat Hukum Adat dan pihak lain:

Sengketa antara Masyarakat Hukum Adat dan pihak lain,diutamakan dapat diselesaikan melalui musyawarah LembagaAdat, pihak lain dan pihak pemerintahan.

Musyawarah Lembaga Adat mengeluarkan putusan penyelesaiansengketa.

Dalam hal terdapat keberatan terhadap putusan MusyawarahLembaga Adat sengketa diselesaikan di Pengadilan Negeri.

Pemeriksaan perkara sengketa Masyarakat Hukum Adatdilakukan oleh Majelis Hakim yang berjumlah 3 (tiga) orang yangterdiri dari 1 (satu) orang Hakim Karier dan 2 (dua) orang HakimAd Hoc.

Pengangkatan Hakim Ad Hoc dilakukan oleh Presiden atas usulanKetua Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui KeputusanPresiden.

Dalam mengusulkan Hakim Ad Hoc, Ketua Mahkamah Agungwajib mengumumkan kepada masyarakat.

Page 27: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

23

REKOMENDASI

Se c a r a u mu m , s tu d i i n i

merekomendasikan KementerianLingkungan Hidup dan Kehutanan danKementerian Hukum dan Hak AsasiManusia untuk segera melakukanpengkajian ulang terhadap peraturanperundang-undangan yang terkaitdengan pengukuhan kawasan hutan.Pada tahap pertama, pengkajian ulang,paling tidak, dilakukan dari tingkatundang-undang hingga ke tingkatperaturan menteri.

Kementerian Hukum dan Hak AsasiManusia perlu melakukan harmonisasipada sejumlah rancangan peraturandengan mengacu pada prinsip-prinsipTAP MPR No. IX/MPR/2001 sebagaimanadibahas dalam dokumen ini. Dalamkaitan dengan pengukuhan kawasanhutan ini, harmonisasi perlu dilakukanpada RUU Pengakuan dan PerlindunganHak Masyarakat Hukum Adat danRancangan Peraturan Pemerintah untukperubahan PP No. 44 Tahun 2004tentang Perencanaan Kehutanan.

Kementerian Hukum dan HakAsasi Manusia perlu memastikantercapainya hal-hal berikut ini:

a. Penyelarasan istilah, definisi dankriteria untuk masyarakat hukumadat dan hak ulayat pada peraturanperundang-undangan nasional.

b. Penetapan konsep dan definisi yanglebih tepat digunakan terkait denganwilayah adat, wilayah masyarakathukum adat dan tanah ulayat.

c. Penyelarasan ketentuan dalam UUNo. 41 Tahun 1999 dengan PeraturanMenteri Dalam Negeri No. 52 Tahun2014 terkait dengan bentuk produkhukum untuk pengakuanmasyarakat hukum adat.

d. Memastikan adanya pengaturantentang proses pengakuanmasyarakat hukum adat yang jelas

waktunya sebagai bagian pelaksanaan pelayanan publik yang baik daripemerintah dalam setiap rancangan peratuan perundang-undangan yangakan diharmonisasi.

e. Penyelarasan persyaratan pengakuan penguasaan fisik atas tanah dalamkawasan hutan yang terdapat dalam PP No. 24 Tahun 1997, PeraturanMenteri Kehutanan No. P. 44/Menhut-II/2012 jo Peraturan MenteriKehutanan No. P. 62/Menhut-II/2013, Peraturan Bersama Menteri DalamNegeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaaan Umum dan Kepala BadanPertanahan Nasional No. 79 Tahun 2014, No. PB. 3/Menhut-II/2014, No. 17/PRT/M/2014, No. 8/SKB/X/2014.

f. Penyelarasan pengaturan mengenai berita acara penataan batassebagaimana ada dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 44/Menhut-II/2012 jo Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 62/Menhut-II/2013 denganRancangan Peraturan Pemerintah Perubahan PP No. 44 Tahun 2004.

g. Penyelarasan materi muatan dalam revisi PP No. 44 Tahun 2004 dengan UUNo. 23 Tahun 2014 perihal kewenangan pengukuhan kawasan hutan yangada pada pemerintah pusat. Meskipun demikian, RPP ini perlu menegaskanbagaimana koordinasi dilakukan dengan pemerintah daerah dalampenataan batas kawasan hutan ini. Selanjutnya pengaturan mengenaikoordinasi itu perlu diakomodir dalam pengaturan mengenai panitia tatabatas kawasan hutan dengan mendorong Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan melakukan perubahan pada Peraturan Menteri KehutananNo. P. 25/Menhut-II/2014.

h. Mendorong perubahan pada Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004tentang Penatagunaan Tanah, khususnya Pasal 11 ayat (1) denganmenghapus frasa “kecuali pada kawasan hutan.” Frasa itu menghalangipengakuan hutan hak sehingga tidak sejalan dengan UU No. 41 Tahun1999 dan Putusan MK 35.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu melakukanlangkah-langkah berikut:

a. Melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004tentang Perencanaan Hutan agar memuat norma yang lebih jelas tentangperencanaan pada tiap status kawasan hutan termasuk, hutan negara,hutan hak, dan hutan adat; norma yang menegaskan hak masyarakat untukmengakses sumber daya hutan yang sesuai dengan fungsinya; norma yangmenegaskan kompensasi terhadap akses dan hak atas tanah masyarakatyang hilang akibat perencanaan hutan.

b. Melakukan perubahan kedua pada Peraturan Menteri KehutananNo. P. 44/Menhut-II/2012 jo Peraturan Menteri Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2013 agar memuat penyelarasan konsep hutan hak baiksebagai hutan hak perorangan, badan hukum atau hutan adatsebagai bagian kawasan hutan; pengaturan mengenai hak ulayatyang terpisah dari pengaturan hak-hak pihak ketiga; tidakmembatasi pengakuan pada penguasaan fisik hanya pada kawasanhutan di provinsi yang luas kawasan hutannya lebih dari 30%; dantidak serta-merta mengeluarkan wilayah masyarakat hukum adat

Page 28: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

24

dari kawasan hutan melainkanmengakomodir keberadaanhutan adat dalam kawasan hutansepanjang pemanfaatan lahansesuai dengan fungsi hutan.P e r u ba h a n k e d u a p a d aPeraturan Menteri KehutananNo. P.44/Menhut-II/2012 jugaperlu memasukkan ketentuanyang mewajibkan pemerintahm e l a k u k a n pe n y a m pa i a ninformasi atau pengumumansebelum batas sementaradipancangkan. Demikian pulad i p e r l u k a n p e n g a t u r a nm e n g e n a i m e k a n i s m epenyampaian dan penanganankeberatan yang rinci terhadaphasil penataan batas kawasanhutan.

c. Menyiapkan pembentukanperaturan pemerintah mengenaipemanfaatan hutan hak.Peraturan Menteri Kehutanan No.P.26/Menhut-I I/2005 perluditingkatkan menjadi PPmengenai pemanfaatan hutanhak. Namun, di dalam peraturanbaru ini diatur juga perlindunganterhadap pemanfaatan hutanadat. PP mengenai pemanfaatanhutan hak ini adalah pelaksanaandari Pasal 36 dan Pasal 37 UU No.41 Tahun 1999.

d. Melakukan perubahan pada Peraturan Menteri Kehutanan No.P.43/Menhut-II/2014 terkait definisi hutan hak dan peraturanmenteri lainnya agar selaras dengan UU No. 41 Tahun 1999 danPutusan MK 35.

e. Menyiapkan pembentukan peraturan presiden sebagai dasar bagipenyusunan rencana aksi lintas sektor untuk pencapaian targetalokasi kawasan hutan untuk masyarakat seluas 12,7 juta hektar.

Presiden dan DPR-RI:a. Presiden dan DPR-RI mempercepat pengesahan RUU Pengakuan

dan Perindungan Hak Masyarakat Hukum Adat.

b. Presiden RI segera membentuk peraturan presiden terkait denganrencana aksi pencapaian alokasi kawasan hutan 12,7 juta hektaruntuk rakyat bilamana telah disiapkan oleh KementerianLingkungan Hidup dan Kehutanan.

Penyelarasan istilah, definisi dan

kriteria untuk masyarakat hukum

adat dan hak ulayat pada

peraturan perundang-undangan

nasional.

Diperlukan peraturan presiden

sebagai dasar bagi

penyusunan rencana aksi lintas

sektor untuk pencapaian

target alokasi kawasan hutan

untuk masyarakat seluas 12,7

juta hektar.

Page 29: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

25

REFERENSIHale, A. 2013. “Advancing robust regulation”, dalam: Lindøe, P.M, Baram, M., dan Renn, O. (eds.), Risk governance

of offshore oil and gas operations. Cambridge: Cambridge University Press, hlm. 403-424.

Center for International Forestry Research (Cifor), 1999. The Cifor criteria and indicators: Generic template.Bogor: Cifor.

Kementerian Kehutanan, 2014. Perubahan kebijakan dalam pengukuhan kawasan hutan. Presentasi dalamRapat Pembekalan Instrumen Tata Kelola Keuangan dan Inisiatif Tata Kelola Hutan dan Lahan.

Nurlinda, I. 2015. Membangun struktur hukum reforma agraria untuk mewujudkan keadilan agraria. Orasiilmiah pengukuhan guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung.

Soemardjono, M.S.W., Ismail, N., Rustiadi, E., dan Damai, A.H. 2011. Pengaturan sumber daya alam di Indonesia,antara yang tersurat dan tersirat: Kajian kritis undang-undang terkait penataan ruang dan sumberdaya alam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Susanti, B. dan Ahmad, R. 2013. Panduan pemeriksaan peraturan daerah. Laporan penelitian belum diterbitkan,Epistema Institute. Jakarta: Epistema Institute.

Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Kementerian Hukum danHak Asasi Manusia, 2013. Peta jalan pembaruan peraturan perundang-undangan untuk mendorongpenyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut dalam kerangka REDD+. Jakarta.

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN1. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

3. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

4. Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua

5. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

6. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

7. Undang-Undang No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang OtonomiKhusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang

8. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup

9. Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

10. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

11. Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

12. Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial

13. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

14. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

15. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai

16. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

17. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan

18. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

19. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional

20. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008tentang Keterbukaan Informasi Publik

21. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalamPenataan Ruang

Page 30: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

26

22. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentangInformasi Geospasial

23. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun2014 tentang Desa

24. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang PedomanPenyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

25. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

26. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.7/Menhut-II/2011 tentang Pelayanan Informasi Publik di LingkunganKementerian Kehutanan

27. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.44/Menhut-II/2012 jo Peraturan Menteri Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2013 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan

28. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.32/Menhut-II/2013 tentang Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan

29. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.25/Menhut-II/2014 tentang Panitia Tata Batas

30. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2014 Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestaridan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak

31. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaaan Umum dan Kepala BPN No.79 Tahun 2014, No. PB.3/Menhut-II/2014, No. 17/PRT/M/2014, No. 8/SKB/X/2014 tentang Tata CaraPenyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan

Daftar Rancangan Peraturan

1. Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat

2. Rancangan Perubahan PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan

Epistema Institute

Jalan Jati Padang Raya No. 25

Jakarta 12540, Indonesia

Telepon: +622177832167;

Faksimile: +622178830500

E-mail: [email protected]

Website: www.epistema.or.id

Page 31: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan
Page 32: MENDESAKNYA KAJI ULANG PERATURAN · kawasan hutan. Sebagai salah satu upaya perbaikan tata kelola kehutanan, Pemerintah Indonesia menargetkan pengukuhan kawa-san hutan selesai dilakukan

Alamat kontak:

Jalan Jati Padang Raya No. 25

Jakarta 12540

Telepon : +62 21 7883 2167

Faksimile : +62 21 7883 0500

Email : [email protected]

Website : www.epistema.or.id

Facebook : Epistema Inst

Twitter : @yayasanepistema