28
Menganalisis REDD+ Sejumlah tantangan dan pilihan Disunting oleh Arild Angelsen Disunting bersama oleh Maria Brockhaus William D. Sunderlin Louis V. Verchot Asisten redaksi Therese Dokken

Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Menganalisis REDD+Sejumlah tantangan dan pilihan

Disunting oleh Arild Angelsen

Disunting bersama oleh Maria Brockhaus William D. Sunderlin Louis V. Verchot

Asisten redaksi Therese Dokken

Page 2: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

© 2013 Center for International Forestry Research.Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dicetak di IndonesiaISBN: 978-602-1504-01-7

Angelsen, A., Brockhaus, M., Sunderlin, W.D. dan Verchot, L.V. (ed.) 2013 Menganalisis REDD+: Sejumlah tantangan dan pilihan. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Terjemahan dari: Angelsen, A., Brockhaus, M., Sunderlin, W.D. and Verchot, L.V. (eds) 2012 Analysing REDD+: Challenges and choices. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Penyumbang foto:Sampul © Cyril Ruoso/Minden PicturesBagian: 1. Habtemariam Kassa, 2. Manuel Boissière, 3. Douglas SheilBab: 1 dan 10. Yayan Indriatmoko, 2. Neil Palmer/CIAT, 3. dan 12. Yves Laumonier, 4. Brian Belcher, 5. Tony Cunningham, 6. dan 16. Agung Prasetyo, 7. Michael Padmanaba, 8. Anne M. Larson, 9. Amy Duchelle, 11. Meyrisia Lidwina, 13. Jolien Schure, 14. César Sabogal, 15. Ryan Woo, 17. Edith Abilogo, 18. Ramadian Bachtiar

Desain oleh Tim Multimedia CIFORKelompok pelayanan informasi

CIFORJl. CIFOR, Situ GedeBogor Barat 16115Indonesia

T +62 (251) 8622-622F +62 (251) 8622-100E [email protected]

cifor.orgForestsClimateChange.org

Pandangan yang diungkapkan dalam buku ini berasal dari penulis dan bukan merupakan pandangan CIFOR, para penyunting, lembaga asal penulis atau penyandang dana maupun para peninjau buku.

Center for International Forestry ResearchCIFOR memajukan kesejahteraan manusia, konservasi lingkungan dan kesetaraan melalui penelitian yang berorientasi pada kebijakan dan praktik kehutanan di negara berkembang. CIFOR merupakan salah satu Pusat Penelitian Konsorsium CGIAR. CIFOR berkantor pusat di Bogor, Indonesia dengan kantor wilayah di Asia, Afrika dan Amerika Selatan.

Page 3: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

5Bab

• Diperlukan empat prasyarat untuk mengatasi berbagai rintanganpolitik‑ekonomi dalam usaha mencapai pengurangan emisi melaluiREDD+: i) otonomi relatif negara/bangsa terhadap kepentingan yangmendorong deforestasi dan degradasi hutan, ii) pengakuan atau rasamemiliki nasional atas proses‑proses kebijakan REDD+, iii) proseskebijakanREDD+yanginklusif,daniv)adanyakoalisiyangmenyerukanperubahantransformatif.

• MerumuskandanmelaksanakanstrateginasionalREDD+adalahhalyangsangatmenantangbaginegara‑negaradimanaparapelakuinternasionalmerupakankekuatanpemicusatu‑satunyabagiproseskebijakanREDD+.

• Koalisibaruyangmampumemutuskanketergantungankelembagaandanlangkahpolitikmembutuhkanpartisipasikalanganelitedimasing‑masingnegara dan keterlibatan para pelaku bisnis untukmemengaruhi agendapolitiksecarasignifikan.

5.1 PengantarBab ini menyajikan analisis proses kebijakan perumusan dan usulanimplementasi strategi REDD+ di tingkat nasional (dan federal) di tujuhnegara:Bolivia,Brasil,Kamerun,Indonesia,Nepal,PerudanVietnam.Dengan

Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+Monica Di Gregorio, Maria Brockhaus, Tim Cronin dan Efrian Muharrom

Page 4: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+80 |

menggunakanlensaekonomi‑politik,kamimengidentifikasikendala‑kendalautamadalamperumusankebijakanyang efektif.Mulaidari pemicuutamadeforestasi dan konteks khusus masing‑masing negara, pertama kamimengidentifikasi ciri‑ciri utamadalamproses kebijakannasional, termasukkondisistruktural,pelaku‑pelakukebijakanyangmemegangperandominandan berbagai proses yang membantu atau menghambat pengembangankebijakan‑kebijakanREDD+yangefektif,efisiendanberkesetaraan.TentunyaiklimnegosiasiinternasionalmemengaruhiproseskebijakannasionaltentangREDD+, namun dalam bab ini kami tidak membahas hubungan antarakeduanya,tetapimemfokuskanpembahasanpadatingkatnasional.

Negara‑negara yang terlibat dalam pengembangan kebijakan REDD+mengalami kemajuan dengan kecepatan yang berbeda dan terlibat denganderajatyangberbedadalamkerjasamamultilateralmaupunbilateraluntukdesain kebijakanREDD+, denganpenekanan khusus pada pengembangankapasitas (Bab 3). Rezim politik negara‑negara ini beragam, mulai daripemerintahan demokrasi sampai ke pemerintahan otoriter. Seperti bisadidugarezimdemokratismenghadirkanproseskebijakanyanglebihterbukadaninklusif(JohannsendanPedersen2008).Disemuanegara,adabanyakpelaku,baikditingkatsubnasional,nasionaldaninternasionalyangterlibatdalam proses kebijakan nasional REDD+ (Hiraldo dan Tanner 2011a).Pertentangan politik selalu berada di jantung setiap proses kebijakan, danarenakebijakanREDD+tidakterkecuali.

Masing‑masing dari tujuh negara yang diteliti tersebut telah mengalamiberbagai peristiwadimanakebijakanutamanya terkait denganperumusankebijakanREDD+ (Gambar5.1).Keluaranutamakebijakanberhubungandengan pembentukan lembaga‑lembaga baru, prosedur dan peningkatankapasitasyangterkaitdenganberbagaikegiatankesiapan(readiness),sementaraperumusan kebijakan dan pelaksanaan konkret sampai sekarang masihterbatas.Secarakeseluruhan,lambatnyakemajuanmungkinmencerminkanketerlambatan dalammemperoleh pembiayaan dari negosiasi iklim global,tetapiperebutankekuasaandikancahdomestik jugabisamerupakan salahsatupenyebabnya.

Bab inimenggunakan kerangka analisis ekonomi politik, yang didasarkanpadakerangka‘4I’yangdiuraikandalamBab2:”institutions, interests, ideas and information” (kelembagaan, kepentingan, gagasan dan informasi) dengan fokus khusus padatigahalpertama.Kamimenyelidikibagaimanaterjadinyakebergantungan kelembagaan dan langkah politik, kepentingan‑kepentinganyang mendorong pelaku deforestasi dan degradasi hutan, dan bagaimanagagasan‑gagasanmerekaditerjemahkankedalampraktik‑praktikpewacanaan(Gambar5.2).Semuafaktorinimemengaruhikekuatankoalisidominanyangmemungkinkanataumembatasiperubahantransformatifdalamarenakebijakan

Page 5: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 81Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

ini.Kamimendefinisikanperubahantransformatifsebagaiperubahandalamsikap,wacana,hubungankekuasaandantindakanterarah(kebijakandan/atauprotes)yangdiperlukanuntukmengarahkanperumusandan implementasikebijakanmenjauh dari pendekatan kebijakan bisnis‑seperti‑biasa (business as usual) dan bergerak mendukung (secara langsung atau tidak langsung)penguranganemisidarideforestasidandegradasihutansertapeningkatanstokkarbonhutan(Bab2).Kamiberpendapatbahwaadaempatprasyaratyangdiperlukan guna mendorong perubahan transformatif: i) otonomi tingkattinggibaginegaravis‑à‑viskepentinganekonomiyangkuatyangmendorongdeforestasidandegradasihutandalamhalprasyaratkelembagaandanpolitisyang diperlukan; ii) kepemilikan pemerintah nasional atas proses‑proseskebijakanREDD+;iii)pelibatanparapemangkukepentingandalamproseskebijakanREDD+,daniv)dalamhaldinamikakebijakandiperlukanadanyakoalisi dominan yang inginmenghentikan berlangsungnya praktik‑praktikbisnis‑seperti‑biasa(Gambar5.2).

5.2 MetodeAnalisis berikut ini didasarkan pada temuan dari dua modul penelitiankomponenanalisiskebijakandariStudiKomparatifGlobal(GCS)REDD+yangsedangberlangsungdibawahpimpinanCIFOR(lihatLampiran).

Modulpertamaadalahanalisis kebijakanyangmenelitikontekspolitikdimanastrategi‑strateginasionalREDD+sedangdikembangkandanmengidentifikasialur‑ketergantungan yang mungkin terjadi dan penghambat pelaksanaanREDD+.Fokusutamanyaadalahkondisipolitik‑ekonomi,kelembagaandantata keloladimasing‑masingnegara.Penelitiandi setiapnegaramencakupdesktop research,wawancaraparapakardantelaahdokumenkebijakan.

Modulkeduaadalahanalisis mediatentangwacanakebijakan,yangmenelitikomposisi arena kebijakan, pernyataan posisi (sikap pendirian) parapelakuutamadanpotensi pembentukankoalisi gunamencapai perubahantransformatif. Kami menyoroti bagaimana media menyajikan perdebatanREDD+ dan membandingkan wacana dominan dengan kontra‑wacana(Hajer1995;Boykoff2008).Bingkai mediaadalah“polakognisi,interpretasi,dan presentasi, seleksi, penekanan pengecualian yang digunakan olehpewacanasecararutinmembingkaiwacananya”(Gitlin1980:7).Penetapaantemadananalisissistematisterhadapbingkaimediamengidentifikasipelakuutamayangmendukungbingkaiyangdihadirkandalamartikel‑artikel,sikapmerekaterhadapREDD+danpraktik‑praktikwacanayangmerekalakukan.Dalamanalisisinidisertakanartikel‑artikeldaritigasuratkabarbesarditingkatnasional dariDesember 2005 hinggaDesember 2009.Analisis komparatifdidasarkanpadadatamediayangdikumpulkandalamsebuahstudikasus.

Page 6: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+82 |

Peristiwa Internasional

Bolivia

Brasil

Kamerun

Indonesia

Nepal

Vietnam

Peru

Desember 2007Peluncuran fasilitas Carbon Partnership oleh Bank Dunia/World bank

Maret 2007Pembentukan komite politik dan teknik REDD+(memulai kesiapan REDD+, R-PIN, dll.)

Juni 2007Peraturan negaratentang CC dan

2007Komite antarkementerian di tingkat federal mengenai perubahan iklim

Juli 2008Penyerahan R-PIN Kamerun kepada FCP

Januari 2009Keputusan No 09/minep–pembentukan panitiapengarah Kamerun REDD

Desember 2008Peraturan Kementerian Kehutanan68/2008 tentang REDD DA

April 2009Penyelesaian R-PP

Januari 2009• Pembentukan Sel REDD• Penyusunan kelompok kerja

REDD

Juli 2008Penetapan DNPI

Juli 2008R-PIN disetujui

Mei 2008Pondasi kelompok REDD

May 2009Pembentukan kelompok teknis REDD di dalam dewan nasional tentang

Desember 2009Pengumuman penguranganjumlah total deforestasisampai 0% pada 2021

Maret 2010Diterima sebagai negara pilot

September 2009Kelompok kerja teknis dan jaringannasional REDD

Oktober 2008Keputusan Perdana Menteri 380/qd-t tg tentang PES

Juli 2009Fase 1 program Vietnam PBB-REDD

Maret 2010Strategi Nasional REDD+

April 2011Lokakarya nasional “krisis iklim, REDD+ dan REDDpenduduk asli ” dan deklarasi Quitos

July 2011Hukum nasional yang baru tentang hutan disetujui (peraturan-peraturan

Juli 2010Usulan amandemen Undang-undang Kehutanan 1993

September 2009Komitmen Indonesia dengan target emisi 26% di pertemuan G-20

September 2011Instruksi Presiden no. 61/2011 tentang Rencana Nasional untuk Mengurangi GRK

Mei 2009Keputusan Kementerian Kehutanan36/2009 tentang ijin pemencilan karbon

September 2009Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC

Desember 2009Dekrit Presiden tentang pengamatan nasional akan perubahan iklim

Desember 2009Pertemuan umpan balik tentang partisipasi di konferensi Kopenhagen

Mei 2010Surat Pernyataan Minat antaraIndonesia dan Norwegia

Mei 2011Instruksi Presiden 10/2011 tentangmoratorium ijin baru

Desember 2009Pertemuan Kabinet di Kalapathar, di dekat base camp Mount Everest

Maret 2011R-PP disetujui oleh fcpf

Juli 2011Penyerahan kerangkakerja nasional MRV

Januari 2011Penetapan NRS dan VRO

Oktober 2010PFES dekrit pemerintah

Desember 2008NTP-RCC

Juli 2007Pakta “zerodeforestation”/deforestasi Nol

Agustus 2008Dana Amazon

Juni 2009Surat tocantins mengenai “forum gubernur wilayah amazona

Oktober 2009Partisipasi penduduk Brasil dalamCOP-15 (pertemuan antarmenteri dengan Presiden Lula)

Juli 2009Lokakarya konsultasi formulasistrategi perubahan hutan dan iklim

2011Formulasi strategi nasionalREDD+ oleh komite

2010Regulasi NPCC dan tujuan umum ekonomidari 2 Gt reduksi emisi sampai tahun 2020

2010Dialog berbagai pelaku mengenaistrategi nasional REDD+

2009NPCC dan komitmen sukarela 80%REDD di Amazon dan 40% di Cerrado

Desember 2010Persetujuan antara PBB dan pemerintah Boliviamengenai PBB REDD+ Bolivia

April 2010Konferensi ‘World peoples’ mengenai perubahan iklim

September 2007Pertemuan Forest 11 di New York

May 2010Kemitraan sementara REDD+

Desember 2008COP14 di Poznań

Desember 2009COP15 di Kopenhagen

November/Desember 2010COP16 di Cancun

Desember 2011COP17 di Durban

Desember 2007COP13 di Bali

2007 20112008 2009 2010

September 2008Peluncuran program PBB-REDD

antarkementerian

PES Amazona

perubahan iklim

dan norma-norma masih ditunda)

Gambar 5.1 Peristiwa/kegiatan/Peristiwa kebijakan REDD+ oleh negara

Page 7: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 83Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

Peristiwa Internasional

Bolivia

Brasil

Kamerun

Indonesia

Nepal

Vietnam

Peru

Desember 2007Peluncuran fasilitas Carbon Partnership oleh Bank Dunia/World bank

Maret 2007Pembentukan komite politik dan teknik REDD+(memulai kesiapan REDD+, R-PIN, dll.)

Juni 2007Peraturan negaratentang CC dan

2007Komite antarkementerian di tingkat federal mengenai perubahan iklim

Juli 2008Penyerahan R-PIN Kamerun kepada FCP

Januari 2009Keputusan No 09/minep–pembentukan panitiapengarah Kamerun REDD

Desember 2008Peraturan Kementerian Kehutanan68/2008 tentang REDD DA

April 2009Penyelesaian R-PP

Januari 2009• Pembentukan Sel REDD• Penyusunan kelompok kerja

REDD

Juli 2008Penetapan DNPI

Juli 2008R-PIN disetujui

Mei 2008Pondasi kelompok REDD

May 2009Pembentukan kelompok teknis REDD di dalam dewan nasional tentang

Desember 2009Pengumuman penguranganjumlah total deforestasisampai 0% pada 2021

Maret 2010Diterima sebagai negara pilot

September 2009Kelompok kerja teknis dan jaringannasional REDD

Oktober 2008Keputusan Perdana Menteri 380/qd-t tg tentang PES

Juli 2009Fase 1 program Vietnam PBB-REDD

Maret 2010Strategi Nasional REDD+

April 2011Lokakarya nasional “krisis iklim, REDD+ dan REDDpenduduk asli ” dan deklarasi Quitos

July 2011Hukum nasional yang baru tentang hutan disetujui (peraturan-peraturan

Juli 2010Usulan amandemen Undang-undang Kehutanan 1993

September 2009Komitmen Indonesia dengan target emisi 26% di pertemuan G-20

September 2011Instruksi Presiden no. 61/2011 tentang Rencana Nasional untuk Mengurangi GRK

Mei 2009Keputusan Kementerian Kehutanan36/2009 tentang ijin pemencilan karbon

September 2009Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC

Desember 2009Dekrit Presiden tentang pengamatan nasional akan perubahan iklim

Desember 2009Pertemuan umpan balik tentang partisipasi di konferensi Kopenhagen

Mei 2010Surat Pernyataan Minat antaraIndonesia dan Norwegia

Mei 2011Instruksi Presiden 10/2011 tentangmoratorium ijin baru

Desember 2009Pertemuan Kabinet di Kalapathar, di dekat base camp Mount Everest

Maret 2011R-PP disetujui oleh fcpf

Juli 2011Penyerahan kerangkakerja nasional MRV

Januari 2011Penetapan NRS dan VRO

Oktober 2010PFES dekrit pemerintah

Desember 2008NTP-RCC

Juli 2007Pakta “zerodeforestation”/deforestasi Nol

Agustus 2008Dana Amazon

Juni 2009Surat tocantins mengenai “forum gubernur wilayah amazona

Oktober 2009Partisipasi penduduk Brasil dalamCOP-15 (pertemuan antarmenteri dengan Presiden Lula)

Juli 2009Lokakarya konsultasi formulasistrategi perubahan hutan dan iklim

2011Formulasi strategi nasionalREDD+ oleh komite

2010Regulasi NPCC dan tujuan umum ekonomidari 2 Gt reduksi emisi sampai tahun 2020

2010Dialog berbagai pelaku mengenaistrategi nasional REDD+

2009NPCC dan komitmen sukarela 80%REDD di Amazon dan 40% di Cerrado

Desember 2010Persetujuan antara PBB dan pemerintah Boliviamengenai PBB REDD+ Bolivia

April 2010Konferensi ‘World peoples’ mengenai perubahan iklim

September 2007Pertemuan Forest 11 di New York

May 2010Kemitraan sementara REDD+

Desember 2008COP14 di Poznań

Desember 2009COP15 di Kopenhagen

November/Desember 2010COP16 di Cancun

Desember 2011COP17 di Durban

Desember 2007COP13 di Bali

2007 20112008 2009 2010

September 2008Peluncuran program PBB-REDD

antarkementerian

PES Amazona

perubahan iklim

dan norma-norma masih ditunda)

Page 8: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+84 |

Alur-kebergantungan politik dan lembaga• pengaturan kelembagaan (terutama yang terkait dengan penggunaan lahan)• kebijakan masa lalu yang mendukung atau yang menentang REDD+• Tingkat inklusi dalam proses politik

Proses kebijakanKoalisi politik, kerja sama atau

perlawanan terhadap gerak maju, dari:

Bisnis-seperti-biasa• Raupan negara oleh sektor DD• rendahnya inklusifitas dalam

proses kebijakan• pelaku internasional

mendominasi proses kebijakan nasional

Perubahan transformatif• otonomi negara terlepas dari

sektor DD • proses kebijakan inklusif• negara memimpin proses

* DD: deforestasi dan degradasi hutan

Pemangku kepentingan• sektor-sektor yang

mendorong DD*• negara: tingkat otonomi• masyarakat madani• para pelaku internasional

Gagasan-gagasan pelaku• keyakinan dan ideologi• model pengembangan

Gambar 5.2 Kerangka kerja politik‑ekonomi

5.3 Konteks kelembagaan, alur‑kebergantungan dan kepentingan‑kepentinganFaktor‑faktor yang menghambat perubahan transformatif ditentukan olehinteraksitatanankelembagaan,kebijakan‑kebijakanterdahuludankonsolidasiberbagai kepentingan yang beroperasi di sektor‑sektor pemicu deforestasidan degradasi hutan. Berbagai faktor ini bersama‑sama membangunalur‑kebergantungan yang sulit diatasi. Beberapa penyebab deforestasi dandegradasi telah disorot dalam kepustakaan, yang berkisar dari penyebablangsungsepertiperluasanpertanianbaikskalabesarmaupunkecil,sampaikepemicutidaklangsungsepertikebijakannegaradankepentinganbisnisbesar,baikdidalammaupundiluarsektorkehutanan(Rudel2007;Brockhausdkk.2012). Insentif ekonomiyangkuat seringadadibalikpemicuyangpalingrelevan, biasanya hal ini saling memperkuat atau berlangsung bersamaan(Lambindkk.2001).

Page 9: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 85Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

Perubahan transformatif membutuhkan adanya negara yang otonom darisektor‑sektor pemicu deforestasi dan degradasi hutan dan bekerja bagikepentinganmasyarakatumum(KarsentydanOngolo2012).Otonominegaramengacu pada sejauh mana pelaku penyelenggara negara dapat membuatberbagaikeputusankebijakanyangindependendariberbagaisektor.Bentukotonomiyangdimilikiadalahprodukdarisejarahspesifiksuatunegara.Negaraharusmampumenahantekananlobidariberbagaisektoryangmendapatkankeuntungandarieksploitasihutandanperubahantatagunalahansehinggamemungkinkanterjadinyaperubahantransformatif.Namunotonomiharusberjalanseiringdenganproseskebijakaninklusifyangditerjemahkankedalambentukotonomiyangsudahada(Evans1995).Semakininklusifsuatusistempolitik,semakinbesarkemungkinannegaramelayanimasyarakatyanglebihluas, karena berbagai tuntutan kepentingan‑kepentingan yang lebih lemah(sepertimasyarakatsipil)terwakilisecaralebihbaikdalamsistempolitikyangotonom(Jenkins1995).

Adabuktikuatmengenaikurangnyaotonominegaravis‑à‑vis sektor‑sektoryangmendorongdeforestasidandegradasihutan.Adanyakolusidankorupsi,ataulemahnyatatakelolahutan,dipandangsebagaitantanganutamadalampengembangandanpelaksanaankebijakanREDD+yangefektif(Kanninendkk. 2007). Pembalakan liar dan tidak adanya penegakan hukum umumterjadidibanyaknegaraberhutantropis(Brack2005).Analisisyangsedangberlangsungmenunjukkan adanyahubungankuat antara tatakelolahutandan kondisi pemerintahan secara umum serta dampaknya bagi proseskebijakanREDD+(WRI2009).

Analisis berikut ini mempertimbangkan empat kondisi utamapolitik‑ekonomidankelembagaan:i)pemicuutamadeforestasi,yangmewakilikepentingan‑kepentingan bisnis‑seperti‑biasa; ii) berbagai kebijakan yangmemungkinkanataumenghambattujuanREDD+dantatanankelembagaanyangterkait;iii)otonominegaravis ‑à‑vispelakuekonomiyangmendorongterjadinyadeforestasidandegradasihutan,daniv)tingkatinklusivitasproseskebijakan(Tabel5.1).

Kondisipertamamengacupadaberbagaikegiatanyangmemicu deforestasi dan degradasi hutan.Perluasanpertanian,termasukpeternakanadalahpenyebabutama deforestasi, meskipun dampak relatif pertanian skala besar versusskalakecildanpertaniansubsistensangatbervariasi.Pemiculainnyaadalahpenebanganhutan,pertambangandanpembangunaninfrastruktur(Tabel5.1).Karenaitu,agardapatmengatasideforestasidandegradasihutansecaraefektif,paraperumuskebijakanperlumengidentifikasikendala‑kendalautamadalamkebijakan kehutanan, pertanian, peternakan dan sektor pertambangan danmenyusun struktur insentif baru (lihat Tabel 5.1 diskusi tentang Brasil).Tingginyarenteataukeuntunganekonomidiberbagaisektor inimembuat

Page 10: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+86 |Ta

bel 5

.1 B

erba

gai p

emic

u de

fore

stas

i, ke

bija

kan‑

kebi

jaka

n ya

ng m

enen

tang

ata

u ya

ng m

endu

kung

RED

D+

dan

oton

omi p

ara

peny

elen

ggar

a ne

gara

Neg

ara

Pem

icu

defo

rest

asi

dan

degr

adas

i hu

tan

Kebi

jaka

n‑ke

bija

kan

yang

be

rten

tang

an d

enga

n tu

juan

RED

D+

Kebi

jaka

n‑ke

bija

kan

yang

m

endu

kung

RED

D +

Kura

ngny

a ot

onom

i ata

u ke

mun

gkin

an m

anfa

at

yang

din

ikm

ati o

leh

kepe

ntin

gan‑

kepe

ntin

gan

khus

us

Kate

gori

nila

i de

mok

rasi

(in

deks

)*

Ting

kat

sent

ralis

asi

Bras

ilPe

tern

akan

; pe

rtan

ian

(ska

la

besa

r dan

kec

il);

infr

astr

uktu

r; te

bang

pili

h hu

tan;

pe

rtam

bang

an;

pene

bang

an

sele

ktif;

keb

akar

an

Kred

it pe

desa

an u

ntuk

pe

tern

akan

sap

i (m

eski

pun

lebi

h te

rbat

as d

iban

ding

kan

sebe

lum

nya)

ata

u pe

mba

ngun

an in

fras

truk

tur

(jala

n da

n be

ndun

gan)

; le

mah

nya

pene

gaka

n pe

ratu

ran

hak

guna

laha

n?

Pers

yara

tan

atur

an k

onse

rvas

i hu

tan

atas

tana

h pr

ibad

i; m

enin

gkat

kan

pene

gaka

n ke

bija

kan

tata

gun

a la

han

(ter

mas

uk k

awas

an d

ilind

ungi

); zo

na e

kono

mi d

an e

kolo

gi;

usah

a‑us

aha

sert

ifika

si le

galit

as

prod

usen

dal

am m

ata

rant

ai

perd

agan

gan

(dag

ing

sapi

, ke

dela

i); p

rose

s pe

ngat

uran

la

han

dan

tata

bat

as la

han

pend

uduk

asl

i; pe

man

taua

n de

fore

stas

i ses

uai w

aktu

te

rjadi

nya

Men

enga

h‑tin

ggi (

spek

ulas

i la

han;

teba

ng‑li

ar;

pete

rnak

an; p

engh

inda

ran

paja

k; p

enye

lund

upan

ob

at te

rlara

ng; h

ubun

gan

patr

on‑k

lien;

kam

pany

e pe

milu

)

Dem

okra

si

yang

cac

at

(7.1

2)

Sist

em fe

dera

l

Peru

Pert

ania

n (b

iasa

nya

skal

a ke

cil);

in

fras

truk

tur;

pene

bang

an li

ar;

pert

amba

ngan

Rezi

m p

ajak

dan

keb

ijaka

n ya

ng m

endu

kung

mig

rasi

da

n pe

rluas

an p

erta

nian

; pr

oyek

‑pro

yek

infr

astr

uktu

r ja

lan

(min

yak,

bio

fuel

) da

n lis

trik

tena

ga a

ir);

duku

ngan

eks

pans

i pe

rtam

bang

an; k

uran

gnya

ke

bija

kan

lingk

unga

n da

n ke

bija

kan

pem

bang

unan

be

rkel

anju

tan

di A

maz

on.

Ley

2976

3 le

y fo

rest

al y

de

faun

a si

lves

tre

(und

ang‑

unda

ng

huta

n ba

ru d

an k

ehid

upan

lia

r) te

lah

dise

tuju

i tet

api

belu

m s

epen

uhny

a di

jala

nkan

; pe

rjanj

ian

daga

ng P

eru–

AS;

pe

rjanj

ian

perd

agan

gan

beba

s de

ngan

Chi

na te

ntan

g pe

rlind

unga

n hu

tan

dan

lingk

unga

n; p

erja

njia

n da

gang

Per

u–EU

(RED

D+,

se

rtifi

kasi

hut

an, p

enge

lola

an

huta

n le

star

i); le

y 29

785

ley

de c

onsu

lta p

revi

a (h

ukum

pr

ior c

onsu

ltatio

n); p

rogr

am

kons

erva

si h

utan

nas

iona

l

Men

enga

h‑tin

ggi (

koru

psi

para

peg

awai

sip

il da

n pr

ofes

iona

l); k

arte

l be

rkek

uata

n be

sar y

ang

men

duku

ng te

bang

liar

, pr

oduk

si c

oca

dan

koka

in d

an

pena

mba

ngan

liar

Dem

okra

si

yang

cac

at

(6.5

9)

Sent

ralis

asi

Page 11: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 87Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

Neg

ara

Pem

icu

defo

rest

asi

dan

degr

adas

i hu

tan

Kebi

jaka

n‑ke

bija

kan

yang

be

rten

tang

an d

enga

n tu

juan

RED

D+

Kebi

jaka

n‑ke

bija

kan

yang

m

endu

kung

RED

D +

Kura

ngny

a ot

onom

i ata

u ke

mun

gkin

an m

anfa

at

yang

din

ikm

ati o

leh

kepe

ntin

gan‑

kepe

ntin

gan

khus

us

Kate

gori

nila

i de

mok

rasi

(in

deks

)*

Ting

kat

sent

ralis

asi

Indo

nesi

aPe

rtan

ian

(ska

la

besa

r men

caku

p pe

nana

man

hut

an

sepe

rti h

utan

ke

lapa

saw

it,

pert

ania

n sk

ala

keci

l da

n su

bsis

tem

); pe

neba

ngan

; pe

rtam

bang

an

Kete

rgan

tung

an p

ajak

pad

a hu

tan

dan

pert

amba

ngan

; be

bas

paja

k ha

sil h

utan

, pr

oduk

per

tani

an, p

ulp

dan

kert

as, i

zin

pert

amba

ngan

di

kaw

asan

lind

ung,

ko

nses

i fisk

al d

an n

on‑fi

skal

un

tuk

peng

emba

ngan

pe

rusa

haan

mak

anan

dan

en

ergi

, pen

gem

bang

an

biof

uel,

alok

asi l

ahan

unt

uk

perk

ebun

an k

elap

a sa

wit

Mor

ator

ium

pem

beria

n iz

in

baru

dan

per

baik

an h

utan

al

am u

tam

a se

rta

peng

atur

an

laha

n ga

mbu

t (m

eski

pun

dian

ggap

seb

agai

keb

ijaka

n ya

ng le

mah

kar

ena

besa

rnya

pe

ngar

uh p

engu

saha

terh

adap

pe

mer

inta

h)

Men

enga

h‑tin

ggi (

teka

nan

dari

perk

ebun

an s

kala

bes

ar

dan

pene

bang

an, p

ulp

dan

kert

as, p

erta

mba

ngan

dan

ka

mpa

nye

pem

ilu)

Dem

okra

si

yang

cac

at

(6.5

3)

Des

entr

alis

asi

dise

rtai

ad

anya

ke

tega

ngan

Boliv

iaPe

rtan

ian

(ska

la

keci

l dan

bes

ar);

kolo

nisa

si d

an

prod

uksi

ked

elai

; pe

mba

ngun

an

infr

astr

uktu

r; pe

neba

ngan

(ile

gal);

pe

rtam

bang

an

Inse

ntif

polit

ik d

an e

kono

mi

di s

ekto

r per

tani

an

(agr

ibis

nis

kede

lai d

an

tebu

), pr

oyek

‑pro

yek

infr

astr

uktu

r yan

g ak

an

data

ng (j

alan

, ben

dung

an),

duku

ngan

unt

uk k

olon

isas

i A

maz

on U

tara

Peni

ngka

tan

pem

anta

uan

pene

bang

an li

ar d

i kaw

asan

hu

tan,

pen

gaku

an p

enin

gkat

an

hak

kepe

mili

kan

loka

l, ke

rang

ka

huku

m te

ntan

g pe

ngel

olaa

n hu

tan

lest

ari,

dese

ntra

lisas

i pe

ngel

olaa

n hu

tan

Rend

ah (p

eneb

ang

liar

men

yuap

pol

isi k

ehut

anan

da

n po

lisi l

alu‑

linta

s, te

tapi

ha

nya

ada

sedi

kit b

ukti

bahw

a ha

l ini

mel

ibat

kan

pem

erin

tah

nasi

onal

)

Rezi

m h

ibrid

(5

.84)

Des

entr

alis

asi

Nep

alPe

rtan

ian;

pe

neba

ngan

lia

r; re

sett

lem

ent;

infr

astr

uktu

r; ke

baka

ran

Mod

erni

sasi

per

tani

an d

an

pem

bang

unan

infr

astr

uktu

r te

rkai

t; pe

mba

ngun

an

PLTA

, pem

bang

unan

jala

n se

tem

pat,

pena

mba

ngan

pa

sir,

batu

bes

ar d

an b

atu

bias

a, k

uran

gnya

keb

ijaka

n ya

ng m

enye

luru

h te

ntan

g pe

nggu

naan

laha

n

Subs

idi m

inya

k ta

nah,

bio

gas,

mik

ro‑h

idro

, sol

ar, k

ompo

r m

asak

yan

g le

bih

efisi

en,

prog

ram

hut

an m

asya

raka

t

Men

enga

h‑tin

ggi (

teba

ng

liar d

an p

enye

lund

upan

ke

Indi

a da

n Ti

bet (

Chin

a),

pera

mba

han

laha

n hu

tan,

po

litis

i, bi

rokr

at d

an to

koh

mas

yara

kat y

ang

koru

p)

Rezi

m h

ibrid

(4

.24)

Des

entr

alis

asi

berla

njut

ke

hala

man

ber

ikut

nya

Page 12: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+88 |

Neg

ara

Pem

icu

defo

rest

asi

dan

degr

adas

i hu

tan

Kebi

jaka

n‑ke

bija

kan

yang

be

rten

tang

an d

enga

n tu

juan

RED

D+

Kebi

jaka

n‑ke

bija

kan

yang

m

endu

kung

RED

D +

Kura

ngny

a ot

onom

i ata

u ke

mun

gkin

an m

anfa

at

yang

din

ikm

ati o

leh

kepe

ntin

gan‑

kepe

ntin

gan

khus

us

Kate

gori

nila

i de

mok

rasi

(in

deks

)*

Ting

kat

sent

ralis

asi

Kam

erun

Pert

ania

n (m

enen

gah

dan

skal

a ke

cil,

subs

iste

n);

pene

bang

an;

pert

amba

ngan

Dev

alua

si m

enin

gkat

kan

eksp

or k

ayu;

infr

astr

uktu

r (ja

lan,

rel k

eret

a ap

i, be

ndun

gan)

; pen

amba

ngan

da

n pr

oyek

per

tani

an

skal

a be

sar

Pera

tura

n N

o. 2

011/

08 p

andu

an

pere

ncan

aan

terit

oria

l dan

pe

mba

ngun

an b

erke

lanj

utan

di

 Kam

erun

Ting

gi d

i sek

tor p

eneb

anga

n (k

orup

si y

ang

men

doro

ng

teba

ng li

ar m

enca

kup

elite

lo

kal d

an n

asio

nal)

Oto

riter

(3.4

1)D

esen

tral

isas

i na

mun

ada

ba

tasa

n‑ba

tasa

n

Viet

nam

Pert

ania

n;

infr

astr

uktu

r; pe

neba

ngan

; ke

baka

ran;

pe

rlada

ngan

be

rpin

dah;

mig

rasi

Peng

emba

ngan

tana

man

ke

ras

(kar

et d

an k

opi);

re

ncan

a pe

mba

ngun

an

sosi

o‑ek

onom

i na

sion

al; s

kem

a kr

edit

untu

k m

embe

rant

as

kem

iski

nan;

alo

kasi

laha

n;

perk

emba

ngan

eko

nom

i se

baga

i tuj

uan

utam

a st

rate

gi p

enge

mba

ngan

hu

tan,

infr

astr

uktu

r (ja

lan

dan

PLTA

), sw

aday

a pa

ngan

Kepu

tusa

n 38

0 da

n de

krit

99; p

emba

yara

n ba

gi

jasa

ling

kung

an h

utan

te

rmas

uk p

erat

uran

pe

mba

gian

‑keu

ntun

gan

(des

ain

kuat

, im

plem

enta

si

lem

ah);

pera

tura

n te

ntan

g pe

ngem

bang

an d

an

perli

ndun

gan

huta

n 20

04 d

an

unda

ng‑u

ndan

g pe

rtan

ahan

20

03; d

asar

huk

um b

agi/k

arbo

n/ha

k‑ha

k ka

rbon

(car

bon

right

s),

stra

tegi

per

ubah

an ik

lim d

an

prog

ram

nas

iona

l RED

D+

Men

enga

h‑tin

ggi (

khus

usny

a di

ting

kat l

okal

dan

dal

am

hubu

ngan

nya

deng

an

peru

saha

an‑p

erus

ahaa

n m

ilik

nega

ra d

an

adm

inis

tras

i lah

an)

Oto

riter

(2.9

6)Se

ntra

lisas

i

Berd

asar

kan

May

dkk

. (20

11b)

, Dka

mel

a (2

011)

, Ind

rart

o dk

k. (2

012)

, Pha

m d

kk. (

2012

), Ce

dla

dan

Cifo

r (20

11a)

, For

est A

ctio

n da

n ci

for (

2011

), D

ar d

an C

ifor (

2012

)*

Skor

ting

gi p

ada

inde

ks m

enun

jukk

an a

dany

a de

mok

rasi

, sed

angk

an s

kor r

enda

h m

enun

jukk

an re

zim

oto

riter

(Eco

nom

ist I

ntel

ligen

ce U

nit 2

011)

Tabe

l 5.1

Lan

juta

n

Page 13: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 89Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

Kotak 5.1 REDD+ cara Brasil: Memadukan tongkat tua dengan wortel baruJan Börner dan Sven Wunder

Melaksanakan REDD+ memerlukan kebijakan yang efektif dalam mengubah keputusan penggunaan lahan dan hutan. Biasanya, perubahan seperti ini menyebabkan hilangnya manfaat ekonomi bagi pengguna lahan, setidaknya dalam jangka pendek. Selain biaya pelaksanaan, setiap kebijakan REDD+ yang efektif pasti memiliki konsekuensi distribusi manfaatnya. Idealnya, REDD+ bisa memaksimalkan keefektifan dari segi biaya dan kesetaraan. Namun dalam kenyataannya, perumus kebijakan cenderung menghadapi kesulitan negosiasi timbal balik di antara kedua tujuan ini.

Kepemilikan lahan dan hak pemanfaatan hutan penduduk Brasil sangat terkonsentrasi. Merebaknya pelanggaran menyebabkan Senat pemerintah Brasil kini sedang mempertimbangkan perluasan peraturan tata guna lahan yang saat ini sangat terbatas. Jika peraturan kehutanan yang berlaku sekarang ditegakkan secara efektif  –  misalnya, mewajibkan konservasi 80% tanaman hutan yang ada di lahan pertanian – maka negara ini akan mengorbankan agroindustri skala besar yang sedang berkembang pesat. Sebaliknya, pendekatan REDD+ yang murni berbasis insentif akan berarti memberikan kompensasi kepada pemilik lahan supaya tidak melanggar peraturan konservasi yang ada, yang secara politis sensitif. Karenanya, pada COP15 tahun 2009, Brasil mengusulkan pendekatan REDD+ yang menggabungkan penegakan peraturan yang lebih tegas diiringi program nasional yang memberikan kompensasi pembayaran jasa lingkungan (PES).

Usaha menemukan kombinasi optimal antara tongkat ‘peraturan lama’ dan ‘wortel’ PES memiliki implikasi tidak hanya dalam hal kesetaraan, tetapi juga dalam hal biaya pelaksanaan. Penegakan hukum konservasi memerlukan biaya mahal untuk operasi lapangan, tetapi juga dapat menghasilkan pemasukan denda yang sebagian dapat mengimbangi biaya pelaksanaan tersebut. Sebaliknya, PES memerlukan pengeluaran anggaran cukup besar sehingga mengorbankan peluang politik vis‑à‑vis pengeluaran pemerintah lainnya. Menambahkan aspek kesetaraan pada REDD+ dengan cara memberikan ganti rugi hilangnya peluang pemilik lahan  –  baik legal maupun ilegal tetapi ditoleransi – akan membutuhkan biaya besar, terutama jika para penjaga hutan di masa lalu yang mengabdi dengan baik (misalnya, banyak masyarakat adat Amazon dan penghuni hutan tradisional) juga diberi penghargaan.

Pendekatan yang memadukan tongkat‑dan‑wortel mengandung pro dan kontra. Sebagai instrumen yang berdiri sendiri, PES dapat ditegakkan dengan sekedar menangguhkan pembayaran kepada pengguna lahan yang tidak patuh. Penerima PES kemudian akan berharap untuk menerima paling sedikit kompensasi atas peluang mereka yang hilang. Meskipun demikian, dalam hubungannya dengan peraturan‑peraturan sebelumnya

berlanjut ke halaman berikutnya

Page 14: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+90 |

pemerintahsangatkesulitanmendesainulangsejumlah insentif.Dibanyaknegara,meskipun sektor yangmendorong deforestasi dan degradasi hutansudahsangatdikenali,caramengukurdampakmasing‑masingsektorpemicudeforestasidandegradasihutantersebuttetapmerupakantantanganberat.

Kebijakan‑kebijakan yang mendukung penyebab deforestasi dan tatanan kelembagaanyangterkaitdengankebijakantersebut,menghambatperubahantransformatif dan menciptakan alur‑kebergantungan yang sulit dicari jalankeluarnya. Di kebanyakan negara, rezim pajak lebih memilih eksploitasihutan demi mendukung pembangunan ekonomi, seperti pemberiandukungan kredit pedesaan untuk peternakan sapi di Brasil (meskipunsekarang jumlahnya lebih rendah dan sudah terpaut dengan berbagaitindakan pelestarian lingkungan) dan potongan pajak untuk biofuel sertapengembangan penanaman di Indonesia (Tabel 5.1). Dana publik untukpembangunan infrastruktur juga merupakan kunci pendukung perluasankegiatantersebut.Setelahsekianlamakebijakan‑kebijakaninimenciptakanstruktur kelembagaan yang meningkatkan keuntungan penggunaan lahanyangbersaingdenganpelestarianhutan,sehinggasecaraefektifmengokohkankekuatan sektor utama yang mendorong deforestasi dan degradasi hutan.

yang sudah berlaku, maka PES menjadi subsidi atas kepatuhan, yang biasanya tidak bisa memberi kompensasi penuh kepada pengguna lahan atas kepatuhannya pada undang‑undang konservasi. Di bawah kebijakan yang terpadu seperti ini, penangguhan pembayaran mungkin tidak cukup efektif untuk mendorong konservasi jika ancaman terhadap pelanggaran peraturan dianggap sebagai sesuatu yang mustahil dijalankan, misalnya di daerah perbatasan terpencil. Ketidaksempurnaan penegakan hukum dari komponen pelengkap ‘tongkat’ juga dapat mendorong pengguna lahan untuk mengantongi PES lalu melanjutkan bisnis seperti biasa. Karena itu pembuat kebijakan yang secara efektif mengintegrasikan tongkat‑dan‑wortel berbasis kebijakan REDD+ akan bergantung pada alat‑alat perencanaan yang dapat mengantisipasi biaya pelaksanaan yang mencakup ruang yang heterogen dan bergantung pada efek kesejahteraan seperti yang dihasilkan oleh alat‑alat konservasi yang dioperasikan secara sinergis. Dalam lingkungan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi sebagian seperti Brasil, biaya penerapan kebijakan‑kebijakan lingkungan ditanggung bersama oleh pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian mekanisme baru untuk pembagian biaya dan penerimaan manfaat juga diperlukan di seluruh entitas administratif untuk mencapai hasil yang efektif dan setara.

Sumber: Börner dkk. (2011)

Kotak 5.1 Lanjutan

Page 15: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 91Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

Tantangannyaadalahbagaimanamembebaskandiridarialur‑kebergantungansepertiini.Disemuanegaraadajugakebijakan‑kebijakanyangsudahadayangbisadipakaimengaktifkanperumusandanimplementasikebijakanREDD+.Kebijakan‑kebijakan inimencakupkebijakanpembayaran jasa lingkungan,peraturankehutananyangmendorongpengelolaanhutanlestari;konservasi,reboisasidanrehabilitasihutan;danpengeluaranpemerintahyangbertujuanuntuk meningkatkan efisiensi energi serta memberikan alternatif untukproduk‑produkhutan.Masalahnya,kebijakan‑kebijakaniniumumnyahanyamemilikisumberdayayanglebihsedikitdanhanyamencakupwilayahyangsangatterbatas,dibandingkandengankebijakan‑kebijakanyangmendukungpenyebab‑penyebabdeforestasi(Tabel5.1).

Terlepas dari sektor bisnis, negara sendiri memiliki kepentingan ekonomidan politik untuk mengeksploitasi dan mengonversi hutan, karenakegiatan‑kegiatan ini berkontribusi untuk tujuan pembangunan ekonomidanmenyediakansumberdayakeuanganbaginegaradalambentukpajakdanpungutanlainnya.Agardapatmemberikaninsentif,negaraperlumemegangtingkatotonomiyangmemadaisehinggabebasdariparapelakuekonomiyangmendorongdeforestasi(KarsentydanOngolo2012).Kurangnyaotonomijugadapatterungkapmelaluitingginyatingkatkolusiantaranegaradanparapelakusosial.Dari ketujuh negara yang diteliti, semuanyamenghadapi tantanganini (Tabel 5.1). Nepal dan Peru menghadapi tantangan dalam penerapanundang‑undang kehutanan, khususnya di tingkat lokal di mana jaringanpatron‑client berperan kuat.Di Brasil dan Indonesia, agribisnis yang kuat,pemiliktanahpeternakan,danperusahaankayuterusmemberikantekananpadapemerintahuntukmelindungihaksewamereka.Inibisadibuktikandariseranganparapemangkukepentinganbisnis terhadapperaturankehutanandiBrasildanmoratoriumdi Indonesia.Sebagianbesar lobiberlangsungdibelakang layar, namun efeknya terlihat dalam perumusan kebijakan akhir,sangatterbatasnyapelaksanaankebijakansertarendahnyatingkatkepatuhanterhadapkebijakanyangada(Coen2004).Dalambeberapatahunterakhirterlihat bahwa Brasil meningkatkan kemampuan dalammenahan tekanantersebutdibandingkanIndonesia,yangmemilikisejarahpanjanghubunganeratantarapejabatpemerintahdankepentinganbisnisdi semuatingkatan.Dibanyaknegaraini,ijinpenebanganliarjugasecararutindigunakanuntukmenggalang sumberdaya untuk kampanye pemilu. Di Vietnam tantanganutamanya terkait dengan korupsi dan kolusi di perusahaan milik negara,pemerintah daerah dan pelayanan publik. Tingginya tingkat pendapatannegaradarikepentinganyangmendorongdeforestasi,terlihatdiKamerundimanalebihdari90%darikegiatanpenebanganliarmelibatkanelitetingkatlokaldannasional.Tidak satupundari tujuhnegara yangdikajimemilikiotonomi memadai untuk mendukung perubahan kebijakan yang beranimemberikan isyarat untuk memutuskan diri dari model pembangunantradisional yang mengandalkan eksploitasi sumberdaya alam. Para pelakupenyelenggaranegaradiVietnam,diikutiolehBrasil,mungkinyangpaling

Page 16: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+92 |

Kotak 5.2 Mengaitkan pengetahuan dan tindakan: perumusan kebijakan REDD+ di TanzaniaSalla Rantala

Bagaimana memetik berbagai jenis pengetahuan yang relevan dalam cara yang meningkatkan keefektifan, efisiensi dan kesetaraan dalam perumusan kebijakan merupakan tantangan mendesak yang dihadapi negara‑negara saat mereka menyiapkan kebijakan nasional REDD+. Para perumus kebijakan semakin bergantung pada para pialang pengetahuan ilmiah yang kompleks yang berkaitan dengan perubahan iklim dan rezim yang diperlukan untuk mengatasinya. Pada saat yang sama, keluaran kebijakan sering mencerminkan proses tawar‑menawar politik antara berbagai pelaku kebijakan yang berbeda dalam sumberdaya dan kapasitas masing‑masing, dan bukannya sebagai cerminan dari proses linear pembuatan kebijakan berbasis bukti.

Di Tanzania, satuan tugas REDD+ yang dipimpin oleh pemerintah menyambut kontribusi masyarakat madani, lembaga penelitian, pemerintah daerah dan mitra internasional untuk pembangunan strategi nasional REDD+. Organisasi dengan tanggung jawab yang kuat untuk menyebarkan informasi yang relevan tentang REDD+ membagikan pengalaman‑pengalaman mereka dalam proses perumusan kebijakan. Tindakan formal yang dilakukan mencakup penyelenggaraan berbagai lokakarya dan pelatihan. Namun, pintu masuk untuk memengaruhi kebijakan yang paling berhasil dan banyak dibicarakan adalah menemukan organisasi‑organisasi yang tepat baik di dalam maupun di luar pemerintah untuk bekerja sama melakukan advokasi, serta diplomasi terselubung yang dilakukan terhadap orang‑orang yang menduduki posisi tinggi dalam garis kewenangan di berbagai sektor yang berbeda. Ada cukup banyak konsensus mengenai kebutuhan untuk menampilkan kisah nyata tentang kesuksesan lokal guna meyakinkan para perumus kebijakan. Tantangan paling menonjol dalam mengaitkan pengetahuan relevan dengan pembuatan kebijakan REDD+ adalah biaya tinggi yang diperlukan untuk mendapatkan perhatian para pejabat penting. Pengelola acara yang bertujuan membagi informasi harus bersaing untuk bisa mendapatkan waktu yang sangat terbatas di antara pihak yang perlu dilibatkan. Dihadapkan pada banyaknya pilihan acara‑acara yang perlu diikuti maka orang‑orang ini bisa saja akhirnya mengambil keputusan berdasarkan sumberdaya yang tersedia, misalnya jumlah tunjangan yang diperoleh dan bukannya pada isi informasi apa yang disampaikan dalam acara tersebut.

Tantangan ini menggambarkan bagaimana saluran‑saluran sumberdaya dan informasi dalam perumusan kebijakan saling terjalin satu sama lain. Hambatan‑hambatan lain yang disebutkan oleh narasumber di Tanzania berkaitan dengan kapasitas dan kesediaan para pengambil keputusan untuk mempertimbangkan rekomendasi yang berbeda dari pandangan lama mereka, serta kelesuan sistem birokrasi dalam menanggapi bukti. Interaksi dengan para pejabat yunior dan cabang‑cabang (kekuasaan) eksekutif dalam pemerintahan saja, dan bukannya berinteraksi dengan “pengambil keputusan yang sesungguhnya”, juga dikatakan sebagai sebagian dari kegagalan dalam mengaitkan pengetahuan dengan tindakan.

Page 17: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 93Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

mandiri dalam mendukung perubahan tersebut. Di semua kasus lainnya,perubahan transformatif akanmembutuhkan aliansi yang lebih luas antaraberbagaibagiandarinegaradankerjasamakekuatanlainsehinggamampumemecahkanalur‑kebergantungan.Pelakuinternasionaldanmasyarakatsipildapatmengambilbagiandenganmendorongterjadinyaperubahantersebut.Norwegia adalah salah satu donor internasional utama yang mendukungupayaini(lihatKotak5.4).

Akhirnya, semakin inklusif sebuah proses kebijakan, semakin besar pulakemungkinankebijakanREDD+dapatmencakuppertimbangankesetaraandankemungkinanpotensiketegangandankonflikantaraparapelakukebijakandan pemangku kepentingan menjadi lebih kecil. Proses kebijakan yanginklusifdipengaruhiolehjenisrezimpolitikdantingkatsentralisasinya.Kamimenggunakanindeksdemokrasidantingkatsentralisasiyangsebenarnyadarisistempolitiksebagaiproxy (sesuatuyangdigunakanuntukmengukursesuatuyang lain)untukmengukur inklusivitas (Tabel5.1)Rezimpolitikdi tujuhnegarayangditelitibervariasidaridemokrasikeotoriter,demikianjugatingkatsentralisasinya,darisangattersentralisasi(Vietnam)sampaikenegara‑negarayangbersifatfederaldanterdesentralisasi(Brasil,Indonesia).Secaraumum,rezim yang lebih otoriter seperti Vietnam dan Kamerun cenderung lebihterpusatdanmemilikibentukpartisipasieksklusifdalamproseskebijakannya.Sedangkan beberapa rezim, seperti Peru, bersifat demokratis namun relatiftersentralisasi.Negarayanglebihdemokratisdiharapkanmenjadilebihinklusifdalam pengambilan keputusan kebijakan. Negara seperti Indonesia danKameruntelahmengalamiprosesperubahandesentralisasidanresentralisasi(Ribot 2003, Oyono 2004). Secara keseluruhan, Vietnam dan Kamerunmewakilirezimpolitikyangeksklusif,sedangkanBrasil,PerudanIndonesialebihinklusif.BoliviadanNepalmemilikirezimhibridyangmemilikifiturdemokratismaupun otoriter, ditandai dengan adanya inklusivitas terbatas.Inklusivitas rezim politik kemungkinan akan berdampak pada inklusivitasproseskebijakanspesifik,termasukREDD+(lihatKotak5.2untukanalisislebih rincimengenai inklusivitas dalam proses konsultasi tentangREDD+diTanzania).

5.4 Wacana kebijakan dan koalisi ke arah perubahanMedia dapat dilihat sebagai cermin dari proses kebijakan yang sedangberlangsung, dan dalam penelitian ini analisis media digunakan untukmengidentifikasiwacanakebijakanyangdominandansejauhmanawacanaini dirangkul di antara para pelaku. Koalisi transformatif menggunakanpraktik‑praktif wacana yang menantang skenario bisnis‑seperti‑biasa danmenghimbau adanya perubahan kelembagaan, kebijakan dan strukturinsentifdarimodelpembangunanekonomitradisional,yangdidasarkanpadaeksploitasisumberdayahutan.Namun,pencerminanproses‑proseskebijakanolehmediahanyabersifatparsial.Tidaksemuapelakumenggunakanmedia

Page 18: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+94 |

sebagaialatuntukmemengaruhikebijakandanopinipublik;kalanganbisnisbiasanyatidakingindieksposolehmediadanlebihmemilihuntukmelobipemerintahdengancarayanglebihtersembunyi(Coen2004).Halyangsamaberlakubagiparailmuwan,meskipun lembaga‑lembaga penelitian lebih banyak diliput oleh media daripadakalanganbisnis.

Di ketujuh negara ini, liputanmediamengenaiREDD+dimulai setelah road mapBalidiluncurkanpadaCOP13tahun2007.Sejaksaat itu,artikelmediameningkatjumlahnya, namun tingkat peliputannya berbeda secara substansial antarnegara.AntaraDesember 2005 dan 2009, tiga surat kabar utama di Indonesia dan Brasilmasing‑masing memuat sekitar 190 dan 250 artikel yang membahas REDD+,sedangkandinegara‑negaralainpeliputanmediatetapdibawah15artikel(Cronindan Santoso 2010; cedla dan CIFOR 2011b, Kengoum 2011;May dkk. 2011a,.Pham2011; forest action dan CIFOR2012;LibeluladanCIFOR2012).

5.4.1 KepemilikanAgarpemerintahdi suatunegaradapatmemimpinperubahanberkelanjutandalamarena kebijakan nasional REDD+,makamereka perlu berperan sebagai pemegangkendaliatasproseskebijakandanmemperlihatkankemauanpolitikuntukmenerapkan

Tabel 5.2 Pelaku yang membentuk wacana kebijakan (persentase jumlah total pelaku yang mengekspresikan posisinya tentang REDD+ melalui media)

Kelompok pelaku Indonesia Brasil Bolivia Vietnam Nepal Kamerun Peru

Negara (nasional) 45 26 50 67 17 8 12

Negara (subnasional)

7 2 3 0 6 0 0

Korporasi 3 4 10 6 6 0 0

Antarpemerintahan 8 7 9 27 6 17 25

Riset (internasional) 5 11 0 0 6 42 25

LSM dan LSM‑Lingkungan (internasional)

16 17 10 0 0 0 25

Riset (nasional) 6 13 3 0 12 25 0

Pelaku masyarakat madani (nasional dan LSM lingkungan )

10 20 15 0 47 8 13

Total% organisasi 100 100 100 100 100 100 100

Jumlah total organisasi

219 113 60 32 17 12 8

Page 19: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 95Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

Kotak 5.3 Berbagai kendala dalam perumusan kebijakan REDD+ yang efektif di NepalBryan R. Bushley dan Dil Bahadur Khatri

Sejak akhir 1970‑an, sektor kehutanan di Nepal telah mengalami proses yang mantap ke arah desentralisasi menuju peningkatan otonomi daerah dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat, serta proses pembuatan kebijakan nasional yang semakin inklusif. Namun dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah dan para petugas kehutanan telah berusaha membatasi otonomi kelompok‑kelompok pengguna hutan dan mengambil lebih banyak nilai ekonomis hutan melalui perundang‑undangan, arahan‑arahan, dan instrumen pertanggungjawaban lainnya. Pemerintah, LSM‑LSM internasional, donor dan masyarakat madani telah bersama‑sama menyambut REDD+ dan terlibat dalam pembuatan kebijakan dan proses uji coba.

Namun, wacana dan kebijakan REDD+ telah dipengaruhi oleh sejumlah interaksi antara para pelaku dalam tubuh pemerintah, donor/LSM internasional dan masyarakat madani; ada beberapa kecenderungan yang bisa dilihat. Pertama, pertukaran informasi dan sumberdaya terkait dengan REDD+ dikendalikan oleh LSM‑LSM nasional dan internasional yang sedang melaksanakan proyek‑proyek percontohan tertentu, sedangkan organisasi pemerintah paling berpengaruh dalam membentuk kebijakan tertentu. Kedua, partisipasi masyarakat madani dalam perumusan kebijakan terbatas pada beberapa pelaku yang terlibat, sedangkan kepentingan kelompok tertentu terpinggirkan, seperti perempuan dan kaum Dalit (kasta rendah yang terkucil), kurang terwakili. Ketiga, belum ada keterlibatan langsung dari sektor swasta dalam uji coba atau proses perumusan kebijakan. Meskipun ada beberapa kekurangan di atas, muncul konfigurasi baru para pelaku di sekitar proyek percontohan dan usaha‑usaha peningkatan kesadaran dan kampanye advokasi untuk membela hak‑hak masyarakat yang bergantung pada hutan.

Ada juga sejumlah kendala kebijakan khusus yang dapat mengancam kelangsungan jangka panjang REDD+ di Nepal. Kendala pertama dan terpenting adalah kurangnya dasar hukum yang jelas akan penetapan hak‑hak karbon. Terkait dengan hal ini adalah masalah kelemahan dan ketidakpastian hak‑hak kepemilikan lahan, terutama untuk sejumlah masyarakat yang bergantung pada hutan. Tanpa salah satu dari hal ini maka akan sulit untuk menggalang dukungan keuangan dan politik yang kuat untuk REDD+, baik dukungan internal maupun eksternal. Kurangnya kejelasan dan konsensus dalam mengadopsi pendekatan berbasiskan dana vs pendekatan berbasiskan pasar untuk REDD+ juga merupakan kendala utama. Hambatan penting lainnya adalah kurangnya mekanisme yang inklusif, adil dan pembagian keuntungan yang bisa dipasarkan. Percontohan pembagian keuntungan telah dilakukan di tiga lokasi percontohan REDD+, dengan minoritas (40%) dari kriteria untuk keuntungan berbasiskan stok karbon dan

berlanjut ke halaman berikutnya

Page 20: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+96 |

strategi‑strategiini.MenganalisissejauhmanapenyelenggaranegaraditingkatnasionalbertindakaktifdalammembentukwacanakebijakandimediadapatmemberikanindikasimengenaitingkatkepemilikanpemerintahatasproseskebijakanREDD+.Datayangdisajikandisinimengacupadajumlahpelakukebijakan(Tabel5.2)danberbagaiwacanamengenaiREDD+yangmerekalakukan,sebagaimanaditunjukkanmelaluibingkaimedia.

Diempatdaritujuhnegara,parapelakupenyelenggaranegaramendominasiwacana media. Di Bolivia, kebanyakan penyelenggara negara memahamiREDD+sebagaimekanismeyangmerugikandanmenolaknyasecarasepihak,namun penyelenggara negara tingkat nasional di Vietnam dan IndonesiamenunjukkansikapyangsangatmendukungREDD+.WacanakebijakandiBrasildidominasiolehpenyelenggaranegaraditingkatnasional(26%),namunpemangkukepentinganyangsangatberagamjugadiwakilididalammedia,terutamaLSMinternasionaldibidanglingkunganhidup,lembaga‑lembagapenelitiandanparapelakudarikalanganmasyarakatmadani.Indonesiajugamenyajikanparapelakuyangsangatberagam,terutamaLSMinternasional.KekhasanIndonesiayangterdesentralisasiadalahjumlahpelakusubnasionalyangrelatiftinggi,sebagaicerminannegosiasiyangsedangberlangsungantarapemerintah pusat dan daerahmengenai kendali atas sumberdaya REDD+dan keputusan‑keputusan kebijakan (Cronin dan Santoso 2010; lihat jugaKotak6.2).Hanyaadaduanegaralainyangpelakusubnasionalnyamasukkedalamliputanmedia,yaituBrasilsebagainegarafederal,danBolivianegaraterdesentralisasi.

mayoritas (60%) berbasiskan berbagai faktor sosial yang berbeda, seperti proporsi masyarakat adat, perempuan, dan kelompok‑kelompok miskin di setiap komunitas. Namun pendekatan seperti itu tidak memiliki dasar dalam pasar karbon, mungkin tidak akan dapat bertahan dalam skema perdagangan karbon global, dan mengabaikan para pengelola lahan lainnya di luar komunitas pengguna hutan. Akhirnya, dibutuhkan kerangka kerja tata kelola menyeluruh yang demokratis, yang bisa meningkatkan mekanisme pembagian manfaat, mengawasi pemantauan, pelaporan dan verifikasi, dan membahas resolusi konflik yang terkait dengan implementasi REDD+.

Di Nepal, REDD+ tampaknya memperkuat kecenderungan negara untuk mengarah pada sentralisasi sekaligus meminggirkan pemangku kepentingan penting lainnya. Namun, modus baru kolaborasi juga muncul. Modus baru ini berpotensi mengubah lembaga‑lembaga tata kelola hutan yang ada. Jika kolaborasi ini berhasil mengatasi kendala‑kendala yang disampaikan di atas, maka berbagai kolaborasi baru ini bisa turut berkontribusi bagi realisasi mekanisme REDD+ yang lebih efektif, efisien dan setara.

Kotak 5.3 Lanjutan

Page 21: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 97Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

Kotak 5.4 Analisis berbasis media tentang wacana REDD+ di NorwegiaLaila Borge

Tahun 2010, ilmuwan iklim terkenal James E. Hansen mengatakan bahwa efek utama dari pendanaan yang diberikan oleh Norwegia bagi perlindungan hutan adalah lahirnya hati nurani yang lebih jernih bagi anggota‑anggota bangsa kaya minyak ini. Menteri Lingkungan Hidup Norwegia, Erik Solheim dengan cepat membalas pernyataan tersebut dengan sebuah surat kepada Aftenposten (surat kabar terkemuka Norwegia): “Norwegia mendukung upaya mencegah deforestasi karena ini adalah cara tercepat dan paling efisien dari segi biaya untuk mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca secara mendasar. (...) Norwegia telah menunjukkan kepemimpinan internasional dengan inisiatifnya di bidang iklim dan kehutanan dan kami telah membuat beberapa negara lain mendukung pekerjaan penting ini”. Sudut pandang ini telah menjadi pandangan yang paling banyak diungkapkan media Norwegia.

Tahun 2007, selama negosiasi iklim internasional di Bali, Norwegia menjanjikan 15 miliar nok (AS $2,6 miliar) untuk mendanai upaya mengurangi emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan di negara‑negara sedang berkembang. Inisiatif Hutan dan Iklim Internasional Norwegia didirikan pada tahun 2008 untuk melaksanakan janji itu. Inisiatif ini mendatangkan dukungan politik yang luas dan media Norwegia sangat optimis mengenai gagasan ini. Perlindungan hutan hujan disajikan sebagai cara yang sederhana, murah dan efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Beberapa komentator juga menyatakan bahwa dengan mendanai konservasi hutan, Norwegia cepat bisa menjadi negara netral karbon.

Beberapa tahun terakhir, suara‑suara kritis meningkat lebih keras terutama dari komunitas peneliti dan kalangan masyarakat madani. Tidak ada yang menyangkal nilai yang terkandung dalam tujuan inisiatif, namun banyak yang meragukan apakah memungkinkan untuk mengukur dan mengontrol efeknya dan juga mengungkapkan bahwa sebagian besar uang itu belum dikucurkan. Pemerintah Norwegia juga dikritik karena membiayai proyek‑proyek yang menghancurkan hutan hujan melalui dana pensiun pemerintah. Beberapa media telah menyoroti secara kritis beberapa dampak negatif tak disengaja dari REDD+. Selain itu, pemerintah Norwegia juga dikritik karena membeli jalan keluar dari pengurangan CO2 di dalam negeri yang kurang populer.

Secara keseluruhan, media Norwegia tetap positif, dan inisiatif hutan dan iklim internasional Norwegia dipandang sebagai upaya paling sukses dari pemerintah dalam mengurangi emisi. Perdebatan di Norwegia sebagian besar dibentuk oleh pemerintah dan LSM‑LSM lingkungan dalam negeri. Pemerintah Brasil juga cukup mendapat tempat dalam liputan pers Norwegia. Pelaku paling sering dikutip adalah (mantan) menteri lingkungan dan menteri pengembangan koperasi, Erik  Solheim, dan Perdana Menteri Norwegia, Jens Stoltenberg.

Page 22: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+98 |

Nepal menunjukkan kehadiran pelaku masyarakat madani yang tinggi dimedia,yang jauhmelebihipelakupenyelenggaranegara.Lembaga‑lembagadalam badan pemerintahan dan lembaga‑lembaga penelitian internasionalmenduduki peringkat berikutnya. Di kebanyakan negara, para pelakumasyarakat sipil bekerja sama dengan pemerintah, namun di KamerundanPerumereka secaramenyeluruhmendominasiwacanakebijakan.Padakenyataannya,Kamerunmenunjukkankontrolpemerintahyangpalinglemahataswacanakebijakan.SecaradominanstrategiREDD+didorongolehparapelaku internasional,dankondisiyang sama terbukti jugadiPeru.Hal inimemangbisamenunjukkankemungkinankurangnyakapasitasnegarauntukterlibat dengan masalah‑masalah teknis yang kompleks seperti REDD+,namunbisajugamenjadiindikatorlambatnyakemajuanproseskebijakandankurangnya kemauan politik untukmencurahkan sumberdaya dalamupayaperumusandanpelaksanaanstrateginasionalREDD+.DiKamerun,kondisiinimenjaditandabahwatindakankebijakanyangberkelanjutandanefektifdisekitarREDD+mungkindalamwaktudekatakanmenjaditerbatas.Nepalmenyajikan profil yang berbeda,masyarakat sipilnyamemiliki representasiyanglebihmenonjoldiliputanmediadibandingkanpemerintahdanmerekamerupakanpendukungutamakebijakanREDD+(lihatKotak5.3).

Secarakeseluruhan,pemerintahdiBrasil, IndonesiadanVietnammemilikikepemilikan yang kuat atas proses kebijakan REDD+ di tingkat nasionaldan secaraproaktifmendukung tindakankebijakanREDD+,meskipundiIndonesia danVietnam tindakan ini dilakukan dalam aliansi kuat dengandonor internasional. Satu analisis yang dilakukan atas media Norwegiajuga mengungkapkan hal senada, karena debat yang ada sebagian besardipengaruhi oleh pemerintahNorwegia dan LSM‑LSM lingkungan dalamnegeri (untuk pandangan negara‑negara donor, lihat Kotak 5.4). DiNepal, kendali pemerintah lebih terbatas dan liputan REDD+ di mediautamanyadiisiolehasosiasipenggunahutan.DiKamerundanPeru, suaradan posisi pemerintah hampir tidak terdengar, menunjukkan rendahnyatingkat kepemilikan nasional atas proses kebijakan REDD+. Para pelakuinternasionalmungkinberusahamendorongperumusankebijakanREDD+,namun kemajuan kebijakan REDD+ kemungkinan akan terhambat olehtidakadanyakepemilikannasional.

5.4.2 Tidak adanya suara dan wacana tersembunyiOtonomi negara vis‑à‑vis para pelaku pemicu deforestasi dan kepemilikanpemerintah atas proses kebijakan dan sikap positif terhadap REDD+merupakan prasyarat untuk kemajuan kebijakan; tetapi sejumlah prasyaratini tidak cukup untuk memastikan formulasi yang efektif dan seimbangbagistrateginasionalREDD+.Perubahantransformatifmemerlukanpelakukebijakandankoalisiyangmampumemimpindiskusikearahkebijakanbarudibandingkanskenariobisnis‑seperti‑biasa,dengandemikianmelepaskandiri

Page 23: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 99Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

darialur‑kebergantungankelembagaandanpolitik‑ekonomi(LaumanndanKnoke1987).Perlawanandarikoalisikonservatifyangmempertahankanstatus quomerupakanhalyangtidakdapatmerekahindari.Terjadinyaperubahantransformatif atau tidakbergantungpadakoalisimanayangakhirnyaakanmendapatkan dominasi dalam lingkaran kebijakan. Dominasi biasanyamembutuhkanwaktuuntukmenunggu,setidaknyabagisebagianelitenegaradankepentinganbisnis.Koalisidapatdidasarkanpadakepentinganbersama,keyakinanideologisatauwacanaumum(Hajer1995;Sabatier1999,BenforddanSnow2000;DiGregorio2012).

Tidak hanya suara dominan di media yang mengungkapkan posisi parapelaku kebijakan – tidak adanya suara juga sama pentingnya. Analisisdi atas menunjukkan bahwa pandangan kalangan bisnis dan hubungannegaradankalanganbisnishampirtidakdieksplorasisamasekalidimedia.Ini terjadi bahkan di negara‑negara seperti Indonesia dan Brasil, di manaperan sektor bisnis cukup signifikan. Pada umumnya, bisnis cenderungmelobiparaperumuskebijakandibaliklayar(Coen2004).Inimerupakanfenomenauniversal,terlebihlagiditempat‑tempatdimanalobisemacaminidianggapbermasalaholehpublik.Ketika tekanan semacam inimelahirkankegiatan‑kegiatan ilegal, kerahasiaanmenjadi lebih penting lagi.Kita telahmelihatbagaimanakorupsidankolusiantaranegaradankepentinganbisnis,legalmaupunilegal,merupakankeprihatinanutamadisebagianbesarnegarayangditeliti(Kotak5.1).Kolusisemacaminimembentukkoalisiterselubungyang bisa sangat kuat dalammelawan perubahan transformatif dan dapatmemengaruhibukanhanyapelaksanaan,tetapijugaperumusankebijakan.

Meskipundemikianadasejumlahindikasiyangmenunjukkanbahkanketikakoalisi semacam ini cenderungberoperasi secara rahasia, suaramerekabisadicerminkan di media. Dukungan pelaku penyelenggara negara kepadapraktikbisnis‑seperti‑biasa,dalamkondisi‑kondisidimanaotonominegararendah,merupakanindikatorkemungkinanadanyakoalisidominantersebut.Misalnya,keenggananpemerintahuntukmengambil tindakan tegas terkaitREDD+ saat ini mungkin mengancam keuntungan ekonomi yang telahditetapkandanterkaitdengandeforestasidandegradasihutan.

Selainmengidentifikasipelakuutama,analisismediamembantumenentukanposisi para pelaku ini dalam kebijakan REDD+. Posisi kebijakan tunggalmerekatelahdigabungkanmenjadikategorilebihluasuntukmengidentifikasikoalisimana yangmendukung perubahan transformatif, dan koalisimanayangmenolakperubahantersebut.Hasilanalisisnyadisajikandalambagianberikutnya.1

1 Mengingat perlawanan pemerintah Bolivia terhadap REDD+ dan tidak adanya upayauntukmewujudkanperubahantransformatif,makanegarainitidakdiikutkandalamanalisisyangdibahasdalambagianini.

Page 24: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+100 |

5.4.3 Koalisi bisnis‑seperti‑biasa yang umum ditemui dan koalisi perubahan transformatifDi media, sejumlah koalisi kuat yang mendukung sektor‑sektor utamayang memicu deforestasi dan degradasi hutan terlihat jelas di Brasil danIndonesia.ParapelakudiIndonesiamenekankanperlunyakebijakanREDD+mengompensasihilangnyakesempatan(opportunity cost)bisnisskalabesaryangterkait dengan konversi hutan danmemperingatkan bahwaREDD+ tidakboleh mengesampingkan pembangunan ekonomi. Mengingat rendahnyatingkat otonomi pelaku penyelenggara negara yang telah digambarkansebelumnya, pernyataan‑pernyataan seperti ini konsisten dengan situasidimanabagiandari sisi aparaturnegaraberpihakpadakepentinganbisnisyangmendapatkankeuntungandaripemanfaatan lahanuntukpeternakan,pengembanganperkebunan,penebanganhutandanpertambangan.Namunpendapat para pelaku penyelenggara negara beragam. Sebagai contoh diIndonesia,bagiankonservasidariKementerianKehutanandanKementerianLingkunganHidupmengakuibahwaperkembangankebijakanREDD+akanmembutuhkankebijakanyangluasdanreformasikelembagaan.

Ada jugabagiandimanakebijakanREDD+menghambatkerjakoalisi.DiBrasil,baikpelakupenyelenggaranegaramaupunorganisasiinternasionalyangbergerakdibidanglingkunganterpecahdalamhalkemungkinanpembiayaanREDD+ melalui mekanisme pasar. Debat yang sama terlihat di Nepal,di mana organisasi‑organisasi lokal dan kelompok‑kelompok lingkungandomestikmendukungmekanismepasarnamunmenyuarakankeprihatinantentang kurangnya pelibatan pengguna lokal dalam keputusan‑keputusankebijakanREDD+.Merekamenyerukanadanyaperubahanproseduraldalampembuatankeputusankebijakan.Namunparapelakupenyelenggaranegaratidakterlibatdenganisupelibatansosialdimedia.

DiVietnam,perdebatantentangkompensasimengacupadaperaturanyangmewajibkanperusahaan‑perusahaanmiliknegara/BUMN(pembangkitlistriktenagaair)menghargaipenggunahutanyangmenyediakanjasa‑jasalingkunganyangberkaitandenganhutan,karenapemerintahVietnammemasukkanPESdi bawah kebijakan REDD+.Mediamelaporkan dua kasus seperti ini, dimanaperusahaanmiliknegaratidaksetujudenganpemerintahnya.Meskipunadaperlawananini,terlihatbahwadiVietnampemerintahtingkatnasionalsedangmencobamendorongadanyaperubahanarahdaribisnis‑seperti‑biasavis‑à‑visbeberapakepentinganbisnismiliknegara(Phamdkk.2012).

Secarakeseluruhankoalisidanpernyataansikapyangmenyerukanperubahantransformatif kurangmenonjol di media dibandingkan bisnis‑seperti‑biasaatau sikap netral. Ini menunjukkan bahwa, secara keseluruhan koalisitransformatifadalahkoalisiminoritasyangmenentangkoalisiyanglebihkuatyangmendukungstatus quo.DiIndonesia,sebagiandarimasyarakatsipildalam

Page 25: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 101Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

negeri menentang dimasukkannya perkebunan di dalam skema REDD+.Hal inimenunjukkan adanya serangan langsung terhadapkoalisi dominanbisnis‑seperti‑biasa.Namun, tidakada indikasiadanyakoalisi transformatiflebihluasyangmungkinmencakuppelakulainsepertiperwakilanbisnisataupemerintah. Sejumlah LSM internasional di bidang lingkungan berpihakkepadamasyarakatsipildomestikdalammengekspresikankeprihatinanmerekamengenaipotensiREDD+yangakanmembatasiaksespenggunahutanlokalataubahkanmengusirkelompokyangbergantungpadahutan.Namunupayamendorong para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan kembalipengaturan penguasaan hutan lokal tidakmendapat respon dalamwacanakoalisidominan.

Kekuatirantentangtatakelolayanglemahdankorupsidisuarakanolehkeduabelahpihak,baikpelakuinternasionalmaupunpelakudomestikmasyarakatsipil di Indonesia. Secara khusus, mereka menekankan ancaman bahayabahwakorupsimengakibatkanketidakefektifanimplementasiREDD+.Posisiini dapat dipahami sebagai seruan perlunya perubahan transformatif dankecaman terhadap kolusi dan keuntungan ekonomi yang seringmendasarikoalisi bisnis‑seperti‑biasa. Namun di sebagian besar negara lainnya,kekuatiran seperti ini tetap tak tertangani, meskipun fakta menunjukkanbahwa pemerintahan yang lemah merupakan kendala politik utama disebagianbesarnegara.

Tuntutan utama dari koalisi dominan masyarakat sipil dalam negeri diNepal adalah agar kelompok pengguna hutan memiliki peran yang lebihkuat dalam mengakses manfaat REDD+. Pandangan ini ditentang olehpemerintah lokal, sementara pemerintah tingkat nasional tampaknya tidakterlibatdenganmasalahREDD+dalamperdebatanmedia.Federasipenggunahutanmembentuksatu‑satunyakoalisiREDD+yangterlibatdenganmediadi negeri ini. Posisi sepenting ini sebagian terkait dengan sejarah panjangkelompokpenggunahutandanhutankemasyarakatandiNepal.Iniadalahsatu‑satunya kasus dalam penelitian kami di mana jalur‑ketergantungantampaknyamemberikanpeluangkekuatankepadamasyarakatsipil.Namun,dengan tidak adanya koalisi yang lebih luas yang mencakup sekutu darikalanganelit,keefektifannyadalammendorongperubahantetapdiragukan.

Di Peru, LSM‑LSM lingkungan internasional mendominasi perdebatanmedia dan pendapatnya sama dengan sejumlah organisasimasyarakat adatdalam keprihatinan mereka tentang hutan tanaman yang dimasukkan kedalamskemaREDD+.Namun,pelakupenyelenggaranegarahampir tidakterlibatdalamdiskusisekitarREDD+dimedia,sementaraparapelakubisnismenyerukanpenguatanpengaturanpropertiswastauntukmemastikanakseskekreditdankeamananinvestasi.Koalisibusiness as usual,korupsidankolusitetap tersembunyi dari pengawasan publik.Hal yang sama berlangsung diKamerun, di mana media tidak menyebut adanya pelaku penyelenggara

Page 26: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+102 |

negara yang memberikan pernyataan tentang posisi REDD+, meskipunKamerundinyatakansebagainegarayangturutmendukungpengembanganprogram‑program REDD+. Tidak adanya koalisi transformatif di mediamungkin berkontribusi pada kurangnya keterlibatan pelaku penyelenggaranegara,yangtidakdihimbauuntukmengambilposisiatasREDD+.Halinimenunjukkan bahwa perkembangan kebijakan REDD+masih pada tahapsangatdini.

Singkatnya, pelaku penyelenggara negara di Indonesia, meskipun dalampernyataan‑pernyataan lisannyamendukungREDD+,mereka juga terbukadalam mempertahankan kebijakan bisnis‑seperti‑biasa. Di Brasil, pelakupenyelenggaranegaratelahmengambil langkah‑langkahuntukmendukungREDD+tetapikepentingan‑kepentinganparapemicudeforestasiyangtelahtertanamdemikiandalammerupakanpemainkuatdanmencobamenanamkanpengaruhnyadalamberbagaikeputusankebijakan.DiVietnam,pemerintahsecara eksplisit menentang jalur‑ketergantungan semacam ini, meskipunjelasterlihatadaresistensidariparapemangkukepentinganbisnis.Disemuanegara kecuali Nepal, koalisi yang mendukung perubahan transformatif,jikaada,merupakankoalisiminoritas.HanyadiNepalkoalisisemacaminimendominasiwacanadimedia,sebagianbesarberkatkurangnyaketerlibatanpara penyelenggara negara dalam diskusi kebijakanREDD+.Di Peru danKamerunbuktikoalisiperubahantransformatiftidakada.

5.5 KesimpulanBukti‑buktidiatasmenggambarkanbagaimanaempatfaktorpenting,yangdapat membantu mengatasi kendala ekonomi‑politik dalam mewujudkanreformasikebijakandanmenujudesainkebijakanREDD+yangefektifdanberkesetaraan, telah dilaksanakan di negara yang berbeda‑beda. Keempatfaktorituadalah:tingkatotonomitinggiyangdimilikipelakupenyelenggaranegarayangbebasdarikepentinganbisnisyangterkaitdenganeksploitasidankonversi hutan; kepemilikan dan kontrol pemerintahnasional atas strateginasional REDD+; tingkat inklusivitas yang tinggi dalam proses kebijakan;danhadirnyakoalisiuntukmencapaiperubahantransformatif.

Temuan‑temuanyangadamenggambarkanbahwadisebagianbesarnegara,faktor‑faktor tersebut tidak hadir sebelum REDD+ diperkenalkan, atausaat ini belum bisa dicapai, selain negara‑negara sedang berjuang denganproses reformasi baik di dalam maupun di luar sektor kehutanan. Salahsatu tantanganyang sama‑samadihadapiketujuhnegara iniadalah tingkatotonomi pelaku penyelenggara negara. Sementara pernyataaan‑pernyataannegara,dinyatakandalamsikapmedia,menggambarkanskenariosama‑samamenang, di mana tujuan ekonomi berjalan seiring dengan perlindunganlingkungan, namun pelaku penyelenggara negara tampaknya menemukanbahwadalampraktiknyamerangkulpandanganinisangatlahsulit.Tingginya

Page 27: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

| 103Politik dan kekuasaan dalam proses kebijakan REDD+

ketergantungan perkembangan ekonomi pada eksploitasi sumberdayaalam yang tak berkelanjutan telah begitu dalam tertanam dalam strukturpolitik‑ekonomi.Tantangan utama ini masih terus dihadapi oleh ketujuhnegarayangditeliti.

Tidak satu pun negara yang ditelitimenunjukkan proses kebijakan sangatinklusif,sepertidinyatakanolehindeksdemokrasidanindeksdesentralisasiefektif,namunIndonesiadanBrasil terbukti lebihbaikdibandingkanyanglain. Kamerun dan Vietnam menunjukkan proses yang paling eksklusif,meningkatkankekuatiranbahwakonflikdanketegangantersembunyi(laten)antara para pemangku kepentinganmungkin terjadi dalam arenaREDD+dan ada kemungkinanmemburuk seiring berjalannyawaktu.Di sejumlahnegara,kurangnyaketerlibatanparapelakupenyelenggaranegaraditingkatnasionalmenimbulkanpertanyaanseriustentangsiapayangmengendalikanproses kebijakan. Di tiga dari tujuh negara, kepemilikan nasional atasperkembangankebijakandanreformasiyangterkaitREDD+terlihatlemah.Dinegara‑negarainiperanpentingpemaininternasionaldalampembiayaandan desain kebijakan – tanpa adanya kehadiran pemerintah nasional yangmengambil alih proses tersebut – mengarah pada lambatnya kemajuandan kemungkinan akanmenyebabkanmunculnya berbagaimasalah dalampenerapannya.

Berbagai upaya proaktif, yang utamanya dilakukan oleh organisasimasyarakat sipil untukmembangun konstituen domestik yangmenantangkepentingan‑kepentinganyangsangatkuat,jelasterlihatdalamdebatmediadi beberapa negara, tetapi tetap sajamerekamerupakan koalisiminoritas.Diperlukan kemajuan lebih lanjut jika REDD+ tidak ingin dianggapsebagai kegiatan yang dikendalikan oleh donor, tetapi sebagai kebijakannasional yang sejati, kebijakan yang melayani kepentingan lebih luas dinegara‑negara berkembang kaya hutan dan tidak dianggap sebagai sesuatuyangbertentangandenganpembangunannasional.Bahkandinegara‑negarayang paling maju dalam perumusan strategi nasional REDD+, kebijakanterkait sering dianggap sebagai ancaman bagi pembangunan ekonomi.Akibatnya,kepentingan‑kepentinganekonomikuatmelobipemerintahuntukmengadopsi kebijakan yang mengurangi keefektifan atau memperlambatpembuatankeputusantentangREDD+,sepertiyangterlihatdaripengalamanmoratorium Indonesia mengenai konversi hutan dan ancaman saat ini diBrasiluntukmerevisiperaturankehutanansehinggamelemahkanpersyaratanuntukperlindunganhutan.

Sekarang yang dibutuhkan adalah koalisi yang mampu memutuskanjalur‑ketergantungan seperti itu: aliansi baru, yang luas dan inklusif yangmenggunakankeahlianilmiahdankapasitasteknissertakelembagaanuntukmengatasi model kebijakan tradisional yang tidak dapat memproyeksikanbagaimana kebijakan REDD+ dapat diselaraskan dengan tujuan

Page 28: Menganalisis REDD+ - CIFOR · 2014. 2. 26. · 36/2009 tentang ijin pemencilan karbon September 2009 Pengesahan dokumen pertemuan tentang posisi Kamerun dalam CC Desember 2009 Dekrit

Melaksanakan REDD+104 |

pembangunan.Partisipasielitenegaradanketerlibatanpelakubisnisdalamkoalisi‑koalisi merupakan penentu untuk memengaruhi agenda politiksecara signifikan.Di sebagianbesarnegarahal inimemerlukanmunculnyawacanakontra‑perubahantransformatifyangdapatmenantangmodellamapembangunan,membubarkankoalisidominandanmenarikdukungandaripelakupenyelenggaranegaradanbisnissehinggamerekabersediamenerimatantanganini.