14
Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata Busyro Muqaddas Abstract The critical thinking on civil law procedure must be put on the frame and spectrum of comprehensive thnking, namely how is the role ofjudicative body on the more basic agenda, namely to give the contribution for civil conflict solution, to recover and distribute right and responsibility proporsionally. It also recovers the public balance, give law pro tection for individual through considering public right and interest Pendahuluan Kualitas keberadaan pengadilan selama ini menunjukkan semakin mengalami distorsi dari peran utamanya yaitu sebagai the last straggle bagi justisiabelen pada khususnya dan harapan masyarakat pada umumnya. Peran dan misi pengadilan yang seharusnya independen secara penuh dalam keberpihakan kepada kesetiaan atas nilai-nllai keadilan kebenaran, telah banyak mengalami proses pembusukan yang cukup signifikan. Kondisi ini telah lama dialami sejak rezim orde lama dan dilanjutkan dalam masa orde baru yang, efek destruktlfnya masih terasa hingga sekarang ini. Dalam dua era rezim itu, pengadilan sebagai wujud dari kekuasaan kehakiman —dan kekuasaan kehakiman sebagai wujud dari Rl sebagai rechtsstaat — telah menunjukkan perannya bukan sebagai badan peradilan yang independen, melainkan justru sebagai alat kekuasaan yang otoriter.^ Mengingat latarsejarah pengadilan yang berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama itu, wajar jika kini masih dapat dirasakan terdapatnya sikap masyarakat yang sinis, apatis bahkan hopeless terhadap keberadaan dan peran pengadilan. Sikap yang tidak menguntungkan terhadap citra pengadilan ini, akan mengalami eskalasi dan perluasan pengaruhnya disaat seperti sekarang ini, dengan alasan; Pertama, masyarakat telah ^Penilaian yang sama dikemukan pula oleh Daniel Lev: Tidak dapat disangka! bahwa sistem peradilan di Indonesia rusak sesudah empat puluh tahun Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru." Daniel S. Lev. 2001. Advokat Indonesia Mencari Legitimasl. Jakarta, PSHK dan The Asia Foundation. Him. viii. 18 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL. 9. JUN! 2002: 18 - 31

Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata

Busyro Muqaddas

Abstract

The critical thinking on civil law procedure must be put on the frame and spectrum ofcomprehensive thnking, namely how is the role ofjudicative body on the more basicagenda, namely to give the contribution for civil conflict solution, to recover and distributeright and responsibility proporsionally. It also recovers the public balance, give law protection for individual through considering public right andinterest

Pendahuluan

Kualitas keberadaan pengadilan selamaini menunjukkan semakin mengalami distorsidari peran utamanya yaitu sebagai the laststraggle bagi justisiabelen pada khususnyadan harapan masyarakat pada umumnya.Peran dan misi pengadilan yang seharusnyaindependen secara penuh dalamkeberpihakan kepada kesetiaan atas nilai-nllaikeadilan kebenaran, telah banyak mengalamiproses pembusukan yang cukup signifikan.Kondisi ini telah lama dialami sejak rezim ordelama dan dilanjutkan dalam masa orde baruyang, efek destruktlfnya masih terasa hinggasekarang ini. Dalam dua era rezim itu,pengadilan sebagai wujud dari kekuasaan

kehakiman —dan kekuasaan kehakiman

sebagai wujud dari Rl sebagai rechtsstaat—telah menunjukkan perannya bukan sebagaibadan peradilan yang independen, melainkanjustru sebagai alat kekuasaan yang otoriter.^

Mengingat latarsejarahpengadilan yangberjalan dalam kurun waktu yang cukup lamaitu, wajar jika kini masih dapat dirasakanterdapatnya sikap masyarakat yang sinis, apatisbahkan hopeless terhadap keberadaan danperan pengadilan. Sikap yang tidakmenguntungkan terhadap citra pengadilan ini,akan mengalami eskalasi dan perluasanpengaruhnya disaat seperti sekarang ini,dengan alasan; Pertama, masyarakat telah

^Penilaian yang sama dikemukan pula oleh Daniel Lev: Tidakdapat disangka! bahwa sistem peradilan diIndonesia rusak sesudah empat puluh tahun Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru." Daniel S. Lev. 2001.Advokat Indonesia Mencari Legitimasl. Jakarta, PSHK dan The Asia Foundation. Him. viii.

18 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL. 9. JUN! 2002: 18 - 31

Page 2: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

Busyro Muqaddas. Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata

mengalaml proses akumulasi kekecewaanyang telah berjalan begitu lama. Dapatdibayangkan ratusankasus baikpidana umum,pidana khususseperti korupsi, politik, maupunperdata, serta sejumlah kasus struktufal yangselama itu lebih banyak menghasiikan-vonishakim yang berpihak kepada penguasa, dankepada pihak yang kuat loby finansiilnya,semuanya in! telah merupakan andil burukbag! terbentuknya penggumpalan kekecewaanmassif yang sudah merupakan gunung es danbersifat eksplosif itu. Kedua,. semakinmenguatnya pengetahuan dan kesadaranmasyarakat tentang terjadinya praktik kolusidan manlpuiasi di pengadilan yang secaraumum. telah memberi andil bag! dirampasnyahak-hak pubiik untuk memperoleh keadilandan kebenaran lewat putusan hakim. Ketiga,muncuinya kecenderungan yang menarikdimasyarakat dengan terbentuknya. sejumlahorganisasi yang bersifat non governmental(NGO)di berbagai daerah.- Organisasi yangmemiiiki visi dan komitmen untuk meiancarkan

gerakan social control terhadap berjalannyainstitusi-institusi pubiik seperti pengadilan telahberperan positif dalam memberikan mediasidan advokasi bagi hak-hak pubiik yangdiabaikan oleh pejabat pubiik seperti hakim.

Keberadaan dan pola kerja/pola juangmerekatidak layakuntuk diabaikan siapapun,karena telah merupakan meansfream.dengankarakternya yang independen dan. non parti^san. Jaringan kerja (networks) yang bersifat tall

temail diantara mereka, patut dikalkulasisebagai kekuatan moral yang berpengaruhterhadap proses-proses politik di mana hak-hak dan kepentingan pubiik sering kalidiabaikan begitu saja dalam sistemkekuasaan yang otoriter dan anti demokrasiserta eksklusif.^

Dengan dukungan persyang Independendan kritis yang mengkomunlkasikan gerakanadvokasi struktural oieh kalangan NGO kepadapubiik, telah berhasli menyadarkan pubiik akanarti penting suatu sikap berani membela danmemperjuangkan kepentingan sendiri (selfprotection ) dalam bentuk pembelaan yangbersifat swadaya. Kesadaran massif ini positifbagi kepentingan penguatan pubiik, dansebaliknya dapat dianggap sebagai ancarhanbagi penguasa yang masih mengidap sisa-sisa mentalitas kekuasaan otoriter dan status

quo.

Jika melalui jaringan NGO dan dukunganpers pubiik dapat menemukan arti pentingsebuah gerakan perlawanan melalui jalurhukum, namun pada sisl lain, dilihat dariurgensi pendidikan hukum bagi masyarakat,kondisi-pengadiian yang masih jauh dari peranidealnya itu, akan berdampak buruk padapotensi muncuinya tindakan sebagianmasyarakat di luar jalur hukum daiammenylkapi situasi atau kejadlan yang munculdisekitarnya. Merebaknya tindakan sfreef justice dalam bentuk pembakaran hidup-hlduppelaku kriminal oleh kelompok masyarakat

^Tentang pola kerja sejumlah NGO yang berorientasi pada social empowerment movement-ini, secarakhusus memiiiki peran yang signlfikan dalam kaitan dengan upaya menuju pembentukan masyarakat sipil.Dalam konsep Mansour Fakih, masyarakat sipil dirumuskan sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagaibentuk organisasi voiuntir yang rrierupakan dunia politik utama, yang berada dalam sebuah aktivltas ideologisdan Intelektual dinamis. Mansour Fakih. 1996. Masyarakat Sipil. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Him. 59.

19

Page 3: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

dengan suka ria disejumlah daerahmembuktikan dampak buruk itu yang telahmengindikasikan rapuhnya kepercayaan danharapan publik kepada pengadilan, disamping terhadap aparat kepollsian.Tindakan main hakim sendiri kendatipunmerupakan bentuk tindakan kriminal juga,namuh ini tidak dapat dilepaskan dari prosespembusukan di dalam lembaga pengadilanIndonesia.

- Ditinjau dari perspektif "masyarakattamaddun/masyarakat madan/ yang menurutAnwar Ibrahim menuntut dipenuhinya prinsipmoral, keadilan, keseksamaan, musyawarahdan demokrasi, maka aparat pengadilanseharusnya secara institusional menyikaplproses pembusukan diberbagai lini kehidupankenegaraan dewasa ini sebagai strategic momentum untuk mewujudkan prinsip-prinsipmasyarakat tamaddun di atas dalam proses-proses peradilan.

Sesuai dengan spirit yang tercantumdal^m Pasa! 1 UU No.14 Tahun 1970 tentangPokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yangmemberikan kebebasan bagi hakim untuksecara independen melakukan tugas danperannya sebagai penegak kebenaran dankeadilan, maka strategic momentum ini dapatdiletakkan dalam suatu kerangka inovasisecara jelas dan komprehensif dan fundamental. Mengingat bahwa akar permasalahandasarnya yang menjadikan wajah pengadilantercemar adalah berawal dari ketidak jelasanlandasan konsep filosofis mengenai maknakeberadaan, peran, dan misi pengadilan,maka upaya mengkritisi asas-asas hukumacara perdata perlu diletakkan dalamkerangka menyeluruh bagi perbaikan seluruhsistem peradilan.

Ditinjau dari pendekatan sistem, badanperadilan khusus maupun umum terikatdengari asas-asas umum yang berslfat fundamental sebagaimana diatur dalam UU No. 14Tahun 1970. Asas-asas Hukum Acara Perdata

juga memiliki sumber dari sini. Di sampingitu, hendaknya perlu difahami bahwa,keberadaan badan-badan peradilan di Indonesia tidak dapat dilepaskan kaitan perannyauntuk mewujudkan kebenaran dan keadilandalam bingkai konsep Rechtsidee ^citahukum). Dalam pandangan Moeh Koesnoe,rechtsidee ini terdapat dalam rumusanPembukaan UUD 1945. Keberadaan badan-

badan peradilan dalam pola masyarakat dannegara Indonesia menuju pada tatanan dankualitas kehidupan menuju masyarakatmadani.

Persoalannya adalah bahwa, sejauhmana diperlukan suatu persepsi dan tafsirakademik yang tepat terhadap substansirumusan Rechtsidee, yang secara akademikdapat menjadi salah satu rujukan bagikalangan hakim. Dalam pada itu pula, bertitiktolak dari tafsir atas Rechtsidee Itu kemudian

dapat dielaborasi pengertian-psngertiansubstansiilnya yang memiliki kaitan relasionaldan kontekstualnya dengan agenda menujumasyarakat madani. Dengan kerangkademikian, pemikiran yang bersifat mengkritisiAsas-asas Hukum Acara Perdata, diletakkandalam tiga perspektif: Perlama, perspektiffilosofis yangbeiiandas pacu pada rechts ideeyang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.Kedua, perspektif sosiologis yang berusahamerespon agenda kolektif menuju masyarakatmadani, dan ketiga, perspektif normatif yangbertitik tolak dari spirityang terkandung dalamPasallUU No. 14 Tahun 1970.

20 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNi 2002: 18 - 31

Page 4: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

Busyro Muqaddas. Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata

Telaah perspektif filosofis

Upaya pemikiran eksploratif dan inovatifdalam rangka untuk menemukan elemen-elemen esensial mengenai hukum acaraperdata sebagai bidang hukum prdseduralmemiliki arti yang signifikan. Di antara alasanyang dapat dikemukakan untuk memberikanilustrasi pentingnya upaya itu adalah masihkuatnya pandangan dikalangan hakim yangmencerminkan paradigma ' positivistik.Semangat pandang formalisme pada bunyitesktual suatu peraturan perundangan maupundoktrin/postulat-postulat hukum tertentu masihamat menonjol. tanpa bisa ditemukan suatukecenderungan umum pada pemikiran hakimitu yang bersifat apresiatif terhadaptafsir-tafsirkritis yang dapat menolong penemuan nilai-nilai fundamental yang bersifat intrinsik di balikteks peraturan perundangan maupun doktrin-doktrin hukum

Dalam kurun waktu dua puluh tiga tahunsebagai lawyeryang berinteraksi dengan parahakim dan para jaksa serta counter partsesama lawyer, dapat ditarik benang merahtentang bagaimana proses pengadllansebagai suatu proses pengidentifikasian,pemecahan dan penemuan hukum atas suatukasus perdata maupun kasus hukum lainnya,lebih sering mencerminkan suatu proses yangbersifat tehnis mekanistik, yang mirip dengancara kerja suatu mesin. Dalam" prosespersidangan dengan kecenderungan sepertiini, sulit ditemukan ikiim persidangan dimanapara pihak dan hakim tampak merefleksikanpemikiran dan sikapelegan yang kontemplatif,rasional, radikal, sistematis dan kritis —sebagai ciri berpikirfiiosofis— yangdiperlukandalam mengadili suatu sengketa perkara.

Hukum acara perdata sebagai himpunankaedah beracara, secara substansial

mengandung makna, bagaimana para pihak,terutama hakim sebagai pemimpin sidang,memiliki kapasitas intelektual, spiritual danintegritas profesi untuk melakukan tahapansidang yang terdiri dari legal problem identification, legal problem solving dan decisionmaking atas suatu sengketa. Meialui tigatahapini, hakim memiliki tugas mengadili menuruthukum.{Pasal5ayat1) UU No. 14Tahun 1970,dengan kewajiban menggali, menglkuti danmemahami nilai-nilai hukum yang hidupdalam masyarakat (Pasal 27 ayat 1) undang-undang yang sama. Menggali nilai-nilai hukumyang hidup dalam suatu masyarakat tentumemerlukan pendekatan filsafati.

Permasalahan yang acap kali muncul didalam praktik- persidangan, terletak padasementara hakim yang memiliki keterbatasanpada ketiga kapasitas di atas. Faktor ini akanberpengaruh pada kemampuannya untukmelakukan pemaknaan atas fakta sosial yangselanjutnya akan dikonversi menjadi "faktahukum. Pada tingkat ini saja, jika terdapatkesalahan pemaknaan secara substansial,akan berpengaruh pada kualitas putusannya.

Dalam mekanisme persidangan, hakimakan dihadapkan pada sejumlah fakta sosiai,balk yang diajukan oleh para pihak yangbersengketa, maupun. —jikahakim aktif — iatemukan meialui kecermatannya dalammemimpin persidangan. Pada tahap ketikahakim sampai padatingkat mengkonversi faktasosial menjadi fakta hukum, ia sudah mulaiberada pada tahap bersentuhan denganpendektan filsafati, tidak lagi hanya tehnismekanistik. Jika ia cermat dalam memaknai

—meialui penafsiran— atas sejumlah faktasosial dan kemudian ia memiliki kemampuanmenganalisisnya dari perspektif filsafati, makahasil yang akan diperoleh adalah fakta hukum

21

Page 5: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

yang merupakan out put dari pergumulan(analisis kritis) dan simbiosis kualitatif yangberbobot etis yuridls.

Sebagai salah satu contoh yangmerepresentasikan sebuah pergumulanpemikiran hukum yang mencerminkanperasan keadilan (sense ofJustice) dalamsuatu putusan perkara perdata, dapatmeriyontoh pada gugatan tuntutan ganti rugitanah yang diajukan oleh petani' miskin dikawasan Kedongombo yang pada pengadilantingkat pertama dan tingkat banding, tuntutanganti rugi Rp 10.000/m2 ditolak, tetapi padatingkat kasasi justeru dikabulkan denganjumlah yang melebihi daripada yang dituntutpara petani itu yaitu Rp 50.000/m2.

Putusan hakim pada kedua tingkatan Ituyang berbeda dengan tingkat kasasi Ini, secarajelas menggambarkan bagaimana suatukonstruksi konsephukum daripara hakim yangmengadiii satu kasus menghasilkan perbedaanputusan yang sangat substansial. Pada kedua

putusan sebelum kasasi tergambarkanbagaimana paradigma positivisme telahberhasil mengkerangkai cara berflkir hakimdengan putusannya yang menolak tuntutanganti rugi itu, sedang pada tingkat kasasi yangterlihat secara antagonistik adalah suatuparadigma hukum yang mencerminkankandungan pemikiran hukum yangmerefleksikan visi sosial yang kental. Putusanmajelis hakim tingkat kasasi yang mengabulkantuntutan ganti rugi sebesar Rp50.000/m2yangjustru melebihi dari pada yang dituntut parapetani gurem sebagai pihak yangmemperjuangkan keadilan sosial dl depanhidung penguasa Orde Baru yang otoriterketika itu. menunjukkan suatu parameterkebenaran dan asas hukum yang berkeadilansosial yang terkandung di dalam putusannya.^Kasus ini memberikan contoh menarik di

mana majelis hakim yang diketuai Prof AsikinKusuma Atmaja telah melakukan tafsir(pendekatan hermeneutik) kontekstual yang

^Tentang putusan tingkat kasasi ini, Purwoto, ketua Mahkamah Agung waktu itu menilainya sebagaibertentangan dengan hukum, dengan alasan karena melebihi daripada yang diminta para penggugatsebagaimana dikutip Kompas. 17 Oktober 1994. Catalan Penulis: Memang terdapat suatu sistem aturan,dimana pada prinslpnya hakim terikat dengan undang-undang dalam memeriksa dan rhengadili suatu sengketa(Pasal 20 Algemene Bepaling van Wetgeving). Namun berdasarkan Pasal 5(ayat 1) dan Pasal 27 (ayat 1)UU.No.14 Tahun 1970, hakim memiliki landas pijak yuridis untuk tidak sepenuhnya terikat padaundang-undang. Bahkan biiamana dengan mendasarkan pada undang-undang secara ketat justru melahirkan putusanyang tidak benar dan tidak adil, maka secara independen. dengan kapasitas intelektualitas, spiritualitas danintegritas profesi yang meiekat pada hakim, apa yang merupakan isi suatu undang-undang dapat diabaikanpenerapannya. Jadi, undang-undangnya tetap ada, namun konteks sosial dimana putusan hakim akan diterapkandimasyarakat tidak memungkinkan hakim menerapkannya. Lebih jauh bandingkan dengan model peradilanIslam yang pernah diterapkan cleh Khalifah 'Umar Ibn Khatab yang dalam suatu putusannya tidak menerapkanhukum potong tangan yang begitu jelas nashnya dalam kitab suci Al-Qur'an Surat Al Maidah ayat 38 yarigmenyatakan bahwa pencuri laki-laki maupun perempuan diancam dengan pidana potong tangan. AlasanKhalifah 'Umar adalah karena pencurian terjadi pada situasi yang secara umum sedang paceklik. Pencuriandinilainya sebagai unsur keterpaksaan. Ahmad Azhar Basyir. 1993. MA: Refleksi atas Persoalan Keislaman.Bandung: Mizan. Him. 125.

22 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNI2002: 18 - 31

Page 6: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

Busyro Muqaddas. Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata

secara tajam dan radikal memantulkansensitifitas keadilan sosial/ Dari putusan inipula diperoleh contoh putusan hakim yangjenis langka, yang dida lamnya memuatkandungan aspek intelektualitas, spiritualitasdan jntegritas profesi Sang Hakim Agung.

Dl dalam hukum dikandung suatu asas.Asas hukum sebagai suatu nilai-nilai fundamental yang bersifat •instrihsik selalumemerlukan pendekatan hermeneutik.^gunamemperoleh pengertianTpengertiannya yangsubstansiil, aktual dan memiliki maknarelasional, yaitu, suatu makna yang dapatdilacak/digeledah dari suatu teks undang-undang atau doktrin yang mengait denganrealitas atau problematik sosio kulturai yangpada situasi tertentu, dipandang perlu bagiupaya menemukan makna yang sejatinya(hakiki) dari berbagai sis! suatu undang-undang atau doktrin. Disinilah ietakpermasalahan yang cukup mengakar dan fundamental ketika suatu asas hukum

dihadapkan pada keperiuan untuk ditelaahsecara kritis. Agar dengan demikian"katamaupun kaiimat dalam suatu teks undang-undang yang bersifat pasif tidak dibiarkansedemikian rupa tanpa makna, yang akanberakibat pada kesaiahan substansial,terutama jika hal ini diiakukan oleh kaianganhakim secara iuas.

Faedah pendekatan ini adalah untukmemperoleh makna substanslalnya yangterdaiam, makna kontekstuainya dan tujuan-tujuan yang dimaksud olehperumusnya ketikaasas hukum balk yang terdapat dalam suatuundang-undang maupundoktrin disusun. Jugaagar dapat memperoleh reiefansi maknawinyadengan'situasi sekarang ketika. suatu udang-undang atupun doktrin akan diterapkan dalamsuatu kasus baru dengan konteks sosiokulturai baru, bahkan mungkin berbedadenganmasa ialu ketika hal itu disusun. Faktorlain yang periu dipertimbangkan dalampenerapan suatu asas hukum adaiahberkaitan dengan perlindungan kepentinganpubiik, agar out put yang diperolehmenghasiikan keseimbangan . antaraperlindungan kepentingan individual dengankepentingan pubiik. Keseimbangan dalam artiproporsionaiitas ini diperiukan dalammasyarakat yang tidak menganut faisafahindivldualisme

Permasalahan berikut yang secaraspesifik adaiah, berkaitan aktivltas hakimdalam menemukan dan menerapkan suatuasas hukum dalam proses pengadilanperdata. Permasalahan ini muncul terkaitdengan adanya meanstream pemikiran kiasikdikaiangan para hakim bahkan juga dalampendidikan hukum bahwa, hukum perdataadaiah masuk dalam wiiayah hukum privat

^Tentang konsep Keadilan Sosiai, antara lain dapatdirujuk padapendapat Ibnu Talmiyah yaitu suatukonsep keadilan dalam as -Siyasyahasy-Syar'lyah yang bertujuan untuk melayani kepentingan pubiik yangberfungsi menjembatani jurang pemisah antara kepentingan penguasa dengan rakyatnya (ar-Ra'iwa ar-Ra'iyah) dengan tujuan akhir memajukan kondlsi-kondisi sosiai. Majid Khadduri. 1999. TeologiKeadilan;perspektifIslam. Risalah Gusti. Him. 265: Istilah Keadilan Sosiai memperoleh tempat sebagai silakelima Pancasila yang secararealistlk masih mempakan jargon politik danabstrak dantidak pemahmembumisertajarang dijadikan sumber inspirasl bagi kaiangan hakim dalam proses pembentukan hukum dalam bentukputusan haklm/vonis yang berpihak padanllal kebenaran dan keadilan.

23

Page 7: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

yang melibatkan konflik antara individu.'Pemahaman yang terbatas sampai padapengertian yang' simplistis ini, acap kalimenimbuikan penllaian .hakim^iyang. kurangproporsiohal dimana, suatu sengketa perkaraperdata dipandang dari perspektif hubungankeperdataan yang tidak memiliki.relevansisosio kultura! sama sekali.. Tentu. saj'apenllaian' sertiacanr ini' kurang ^memilikipijakan akademis.:di antara argumennyaadalah, karena suatu undang-undang disusundan diterapkah tidak lepas sama sekali' darifaktor agama, moral, sosial, ekonomi. polltikdan- kultural- masyarakatnya.. Sejumlahputusan''hakim.mengenai kasus tertentumenggartibarkan adanya.'kerangka berfikiryang'menganggap bahwa sengketa.perdataadalah sengketa antar indivldu yang tidakmemiliki keterkaitan dengan faktor-faktor sosiokultural politik. / ^ . : -r. ,• • Salah satu contoh yang secaraijelasmengkonstruksikan paradigma hukum yangtidak begitu mencerminkan nllai-nilai-asasidalam penerapan asas hukum' acara perdataadalah, dapat-diiihat pada penerapan "asaskebenaranJormir{kebeman yang .semata-mata ditunjukkan dalam bukti-bukti formil

dimuka sidahg sesuai teori "preponderanceof evidence"), khususnya untuk kasus-kasusstruktural, seperti.pada putusan tingkatpertama dan tingkat banding pada kasusKedongombo. Di sini tampak bagaimanahakim berkutatsecara hormatif pada apa.yangsecara.formihdiajukan tuntutan oleh wargaKedongombo. Dasar pikiran.,hakim adalahPasai^178 HIR ayat(3) (Rasal 189ayat (3) Rbgdan Pasai 50 ayat (3) Rv) yang intinya, hakimdilarang menjatuhkan putusan atas perkarayang tidak dituntut atau meluluskan lebih daripada yang dituntut. Demikian juga.penilaianPurwoto terhadap putusan tingkat kasasidalam kasus ini yang isinya "menerjang"ketentuah pasal-pasal warlsan -kolonialBelandaHtu. Keduanya Itu menggambarkankeringnya ketajaman intelektuaiitas .danrendahnya kepekaan spirituaiitas. hakim.

•- -Penggambaran mengenai. penerapanasas kebenaran formil yang masih dominandalam berbagai .putusan hakim, dapatmenjadi dasar pembenardalam arti normjudg:ment,' bukan moral judgment, dalam situasidimana pengadilan berada dalam pengaruh— dan- menjadi sebuah instrumen darikekuasaan yang dominan,^-baik kekuasaan

'i 'Istilah hermeneirtika baru muncul pada abad ke tujuh belas,—jauh sebelumnya sudah merupakan wacanabaku dalam Islam dengan istilah ilmu tafsir,— diberi pengertian oieh Carl Braaten yaitu sebagai"ilmu yangmencoba menggambarkan bagaimana sebuah kata atau suatu kejadian dalam waktu dan budaya lampau dapatdiniengerti dan menjadi bermakna secara eksistensiial dalam situasi kitasekarang". Sernentara itu menurut RudolfBultmanh: "istilah hermeneulika secaraumum dipakai untuk mendeskripsikan upaya menjembatani jurang antaramasa lalu dan masa kini". Farid Isack. 2000.- Membebaskan Yang Tertindas. Bandung: Mizan. Him. 83.

®Seperti dinyatakan Mulyana WKusuma, bahwa pembentukan dan realitas kerja hukum sangatdipengaruhioleh sifat dan karakter negara, dan terikat erat pada hubungan-hubungan kekuasaan politik serta proses perubahantatanan sosial. Mulyana WKusuma. 2001. Tegaknya Supremasi Hukum. Bandung: Remaja Rosdakarya.Hlm.11. Berdasarkan fakta diEraOrdeBaru, pandangan hakim tidak mencerminkan nilai-niiai hukum.yangasasi,—seperli keberpihakan kepada kepentingan publlk— dapat dilacak iebih jauh pada,kasus-kasus yangmenghadapkan kepentingan rakyat dengan penguasa, seperli sejumlah gugatan PDIP terhadap pemerintah

'24 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNI2002:18 - 31

Page 8: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

Busyro Muqaddas. Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata

domestik maupun asing yang terllbat padakonflik kepentingan dalam suatu perkara. Dariperspektif moral sebagai salah satu elemenpanting dalam hukum, hakim berkewajibandan sekallgus berwenang untuk menentukansuatu putusan yang secara tegas memllikikarakter adil dan benar. Jadi, hakim denganproduk putusannya tetapterikat kepada sikapkeberpihakan pada nilai substansial ini. Daiampersepktif ini, akan mudah diaudit, apakahsecara metodologis putusan hakim memuatkandungan moral (adil dan benar) sebagaiunsur yang asasi atau, mungkin justrumencerminkan keberpihakannya pada pihakyang memiliki pengaruh kuat seperti halnyakasus Kedongombo itu.

Sebaliknya, pada perspektif normatif yangbersifat positivistik, akan berimplikasi padaterbentuknya paradigma pemikiran hukum

yang sangat mengandalkan pada empirisitasatau pengalaman yangjika hal ini tidakdikritiksecara mendasar, akan cenderung pada tidakterbukanya tradisi baru bagi pemikiran hukumkritis.'Akibatnya secara sangat pragmatis,akan memunculkan kecenderungan bagimelemahnya dinamika pemikiran hukum yangkritis - dekonstruktif terhadap sejumlahperaturan perundangan maupun doktrinhukum yang sudah lapuk, bahkan secarasubstansial bertentangan dengan nilai-nllaisubstansial dari hukum itu sendiri.

Telaah Perspektif Sosiologis

Dengan telaah ini dimaksudkan untukmenekankan arti penting bagaimana hakimbersama dengan para lawyer sebagai kuasahukum {adviser) klien, dapat secara sinergis

dimana terdapal keseragaman dalam bentuk gugatan ditolak, petani gurem di Gimacan yang dlkalahkan, kasus-kasus politik (subversif) seperti Komando Jihad yang kental sekali kesan rekayasa politik aparat inteiejen yangdengan rapih merekayasa kaiangan umat islam, dengan lakon ini. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa umatIslam sebagai potensi subversif untuk dihadapkan kepada arogansi pemerintah dan tentara yang tanpa reserveberada dibelakang kehendak penguasa Orde Baru. Dalam kasus sejenis ini, tidak satupun pembelaan parapengacara yang diterima oleh hakim. Semua vonis hakim tidak adayang ringan, sementara mereka yang telahdieksekusi, tidak melalui prbsedure yang transparan. Catatan ini merupakan refleksi pengalaman penulis selakulawyer pada kantor LKBH FH Ull dalam mendampingi terdakwa kasus "Sinteron Komando Jihad."

^Pandangan hukum yang dibangun diatas doktrin atau postulat-postulat yang dianggap sudah mapandisuatu tempat tetapi ternyata tidak kontributif bagi pendptaan ruang baru bagi munculnya pemikiran kritis ini,agaknya merupakan suatu keniscayaan, yang dalam tradisi pemikiran Islam dikena! dengan ijtihad sebagaimetoda bagaimanasuatu pemahaman kritis, rasional dengan tidak tercerabut dari spirit al-Qurian dan as-. Sunah,baik terhadap nash maupun penomena sosiologis dapat ditemukan tafsir baru yang tujuan dasarnya'adalahmashlahat (kepentingan publik). Dalam konteks ini dapat dibandingkan dengan munculnya sebuah GerakanStudi Hukum Kritis di Barat yang dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa doktrin hukum liberal yang dianutselama ini dinilai tidak memiliki andil bagi pemecahan persolan diskrimanasi ras dan gender, ketidakadilan,kemiskinan, penindasan dan seterusnya. Dalam paradigma GSHK ini ada meanstream bahwa tidak mungkinproses-proses hukum (undang-undang atau penafsiran) berlangsung dalam konteks bebas atau netral daripengaruh-pengaruh moral, agama dan pluralisms politik (Kata Pengantar Ifdhal Kashim dalam Roberto Linger.1999. Gerakan Studi Hukum Kritis. Jakarta: ELSHAM.1999. Him. xv-xli.

25

Page 9: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

berada dalam satu persepsi, satu kerangkapandangdansatu sikapyuridis didalam prosespersidangan. Dimulai dengan penemuan fakta-yang dilanjutkan dengan penafsiran atas faktaitu melalui pilihan kritis terhadap sumberperaturan'.perundangan, kontrak (kalau ada)dari parapihak yang bersengketa, yurisprudensi;hukum kebiasaan, dan doktrln.hukum, bahkan—bilamana perlu —-doktrin di luar hukum,-yang kesemuanya itu bermuara pada putusanhakim yang adil dan benar.

Telaah dari aspek sosioiogls memiiikireievansl dan faedah bagi penafsiran atasfakta dari perlstiwa yang secara konkritdisengketakan para pihak. Suatu sengketapada umumnya dilatarbelakangi olehpeianggaran suatu hak balk disebabkankarena perbuatan wan prestasi maupunperbuatan melanggar hukum diam art! luas.Seperti apa bentuk dan kualitas suatu hakyangdilanggar, demikian juga bentukpelanggarannya, aspek-aspek hukum apayang dilanggar, serta sejauh rriana kerugianyang diderita oleh pihak yang hakn'ya dilanggar,kesemuanya ini memerlukan suatu telaahyang komprehensif.

Ditinjau dari perspektif llmu, bangunanilmu baik-yang bersifat teoretik maupunempiris, keduanya bersifat/infer-/comp/emen/er.Bagaimana suatu praktik ilmu dapatmemperoieh pembobotan kualitas teoretiknyasehingga dapat menghasilkan peningkatanvaliditas ilmlahnya, sedang pada sisi lainmelalui penerapan suatu ilmu dalam praktik(empiris) dapat ditemukan unsur-unsur baruyang berguna bagi proses kritik terhadapteori

ilmu. Dalam wacana agama, bagaimanaterjadi suatu proses simblotik mutualistik ketikasuatu ilmu (teoretik) diterapkan dalam bentukaksi (empiris) yang kemudian disebut denganHmu amaliah, dibarengi dengan aktivitas yangbersifat praksis (empiris) berdasarkan kaedahilmiah-yang selanjutnya disebut dengan amalUmiah. Dengan melalui dua pendekatan yangintegral ini, empirisitas sosioiogls daribekerjanya ilmu di dalam masyarakat, dapatberfungsi bagi munculnya kritik terhadapvaliditas suatu ilmu menurut doktrin tertentu

maupun terhadap undang-undang.Ignas Kleden memberikan suatu

mekanisme bekerjanya teori dan praktik,dimana teori berikhtiar menyiapkanpengetahuan yang terjamin objektivitasnya,yang kemudian dimanfaatkan dalam praktik.Suatu praktik juga memberikan sesuatukepada teori, bahwa ada yang bisa dipelajarioleh para teoretisi dari praktik, dan bahwapraktik merupakan hal" penting bagipenciptaan teori. Dengan demikian, objektivltasjuga tidak berarti menghindar sejuh mungkindari ko.ndlsi-kondisi praktis. Di dalam praktikterkandung dua uhsur, salah satunya adalahkepentingan, yang mungkin hendakdilegitimasioleh' pengetahuan yang dit^angunnya, yangkemudian menimbulkan masalah, apakahilmu (khususnya ilmu-ilmu sosial) mengandungideoiogi tertentu atau tidak.^

Dari perspektifetika profesi yangmenuntutcara bekerjanya seorang profesional yaituselalau mendasarkan pada kaedah ilmu, makadalam konteks tugas hakim maupun para lawyer, mekanisme seperti Kleden kemukakan

®lgnas Kleden. 1987.Sikap llmiahdan Kritik Kebudayaan. Yogyakarta: LP3ES. Him. 25.

26 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNI2002: 18 - 31

Page 10: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

Busyro Muqaddas. Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata

diatas, menuntut tanggung jawab secarayuridis ilmiah. Dalam bentuk kesungguhandan kecermatan yang tinggi dalammemahami, memilah dan menafslrkansejumlah fakta hukum, sebelum melangkahuntuk membuat suatu putusan.

Langkah ini cukup rumit, namunbagaimanapun harus ditempuhnya.^Apalagijika ditinjau dari kedudukan hakim sebagaiunsur terpenting badan peradiian, sedangyang disebut terakhir Ini merupakanperwujudan dari kekuasaan kehakiman. Makajika tugas kekuasaan kehakiman adalahmenjeimakan Hukum Dasar yang ada didaiam Rechtsidee mehjadi kaidah kasus darihukum positif daiam perkara konkrit,^° dapatdltarik pengertian bahwa.-termasuk tugashakim adalah terietak pada kemampuanyuridis akademisnya di dalam menemukanasas-asas hukum dari Rechsidee untuk

diwujudkan dalam putusanhakim yang bersifatindividual dan konkrit serta mampumenyelesaikan konflik secara tuntas.

Di atas dikemukan pendapat Kledenmengenaiadanya unsur kepentlngan didalampraktik iimu pengetahuan yang kemudianrneiahirkan suatu masalah apakah ilmupengetahuan mengandung unsur ideoiogitertehtu atau tidak. Mengenai masaiah ini,dapat ditinjau dari fungsl iimu pengetahuanyang, antara lain adalah memprediksi suatumasa depan, untuk mana suatu iimu

pengetahuan dapat diorientasikan bagipencapaian perwujudan suat masa depan/^

Sebagaimana- dikemukakan MMKoesnoe, tugas hakim untuk mereaiisasikanRechtsidee menjadi putusan yang bersifat individual dan konkrit, mengandung suatumakna bahwa, pendekatah sosiologis yangdilakukan hakim daiam melakukan tafsir atas

fakta hukum perlu mempertimbangkan duaunsur. Pertama, unsur kaedah hukum yangreiefan dengan fakta hukum. Kedua, unsurpertimbangan yang terkait dengan pendekatanfuturoiogis. Yang kedua ini berkaitan denganupaya pemikiran akademis untuk menentukansuatu formula yuridis, yaitu apakah suatuputusan hakim, dapat dipertanggungjawabkansecara yuridis akademi^ jika, putusan itubersifat melegitimasi asas-asas yang beriakudalam hukum acara perdata, yang sekiranyaditerapkan, akan menghasiikan suatu putusanyang isinya tidak mengandung maknakontribusi yuridis bagi perwujudan Rechtsidee.Misainya tentang penerapan asas kebenaranformii yang diuraikan diatas.

Jeias sekali bagaimana putusan kasusKedongombo daiam ti.ngkat peninjauankembali yang telah menganuiir putusan tingkatkasasi yang bersifat egaliter itu,menggambarkan secara gamblang pemikiranhukum yang legal positivistik dan rljid sertamembuat putusan demikian teralienasi dantercerabut dari realitas sosiologis maupun dari

^Catalan. Tentang hal ini,dapat Soedikno Mertokusumo bahwa obyek dari ilmu pengetahuan hukum acaraperdataiaiahkeseluruhan peraturanyangbertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkanhukum perdata materiii dengan perantaran kekuasaan negara. SudiknoMertokusumo. ^9B5.•Hukum AcaraPerdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Him. 5. •'

'®Lihat seianjutnya dalam MM. Koesnoe. ^QQB.Kedudukan dan Tugas Hakim Menurut Undang-undang Dasar 1945.Surabaya: UbharaPress. Him. 48.

"Lihat Yusuf Al Qaradhawi. 1999. Fikih Taysir. Surabaya: Pustaka Kautsar. Him. 242)

27

Page 11: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

spirit dan ethical sensibility of justice. Dariperspektif sosiologis, putusan hakim denganwatak pemikiran hukum yang tidak egaliter inidapat diberi makna yartu terdapat intellectualandspiritual gapantara pola pikir hukum hakimyang berada padajposisi memenangkanpenguasa yang ketika itu masih sangatdominan dalam mengkooptasi semua llnitermasuk badan ' peradilan, dengankomitmennya yang aeharus lebih berpihakpada kepentingan perlindungan hukumpublik. Menarik untuk dikemukakan contohlain mengenai tidak adanya sense of crisissuatu putusan hakim, yaitu mengenai putusanmajeiis hakim yang menjatuhkan hukumansatu tahun penjara bagi terdakwa seoranghakim yang sewaktu masih menjabat KepalaSubdirektorat Kasasi Perdata Mahkamah

Agung Republlk Indonesia dinyatakan hakimtelah menerima uang suap sebesar Rp 550juta." Putusan hukuman penjara yang hanyasatu tahun ini,— tuntutan jaksa empat tahun—, jika diteiaah dari perspektif sosiologis tidakmenunjukkan kepekaan dan concern hakimterhadap gerakan pemberantasan korupsi.

Kualitas putusan hakim yang tidak ber-emphati pada persoaian besar dl masyarakatseperti dicontohkan diatas, disampingmenggambarkan cukup dangkalnyapenafsiran sosial yaitu tafsir yang dldasarkanpada penahaman yang memadai atas reaiitasempiris masyarakat untuk kemudian dijadikanfaktor sosiologis sebagai pertlmbanganpengambilan putusan hakim, jugamenggambarkan rapuhnya bangunan kosnepfilosofis tentang makna keadilan dikaiangan

hakim. Logikanya, jika korupsi, termasuktindakan suap kepada pejabat publik,merupakan penomena yang telah berperanbagi hancurnya kekuatan ekonomi bangsa,maka penentuan hukuman yang berat bagipeiaku adalah merupakan bentuk keadilan.Yang menentukan hukuman berat bagikoruptor adalah hakim. Maka logis, jika peiakutindak pidana korupsi adalah hakim itu sendiri,dijadikan alasan untuk memperberathukumannya. Tujuan sosioiogisnya adalahuntuk memberikan pendidikan hukum kepadapublik, terutama hakim untuk konsisten daiammenjaga kedudukannya sebagai penegakhukum. Ditinjau dari perspektif pembentukanmasyarakat tamaddun diatas, putusandemikian tidak bersifat memperkuat bagiproses pembentukannya, meiainkansebaiiknya justru tidak memberi periindunganatas hak-hak publik yang ikut memilikikekayaan negara yanghakekatnya miiik rakyatbersama.

Telaah Perspektif Yurldis

Hakim sebagai pembentuk hukum {judgemade law), selain mengemban oleh amanatPembukaan UUD 1945 yang merupakanrechtsidee, Pasal 1, Pasal 4 (ayat 1), Pasal 5(ayat 1), Pasal23(ayat 1)dan Pasal27 (ayat1)UU No. 14 Tahun 1970, juga memllikikedudukan dan peran yang begitu terhormatdan strategis. Terhormat karena pada dirinyadiiimpahkan amanat (kepercayaan)masyarakat melalui kekuasaan negara untukmenjadi benteng terakhir bagi penegakan

'̂ Dikemukakan oleh H Todung Mulya Lubis dalam makalah dengan judul "Peradilan Bebas danMandiri?"pada ulang tahunIndonesian CourtMonitoring, diYogyakarta. 30April 2002.

28 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNI2002:18 - 31

Page 12: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

Busyro Muqaddas. Mengkritis'i Asas-asas Hukum Acara Perdata

keadilan dan kebenaran ketika hukum

dilanggar. Dalam praktik, pelanggaran hukumtidak hanya dilakukan oleh sebagian warganegara, melainkan juga berkali-kali dilakukanoleh negara yang serlngkali muncul dalambentuk abuse ofpower, atau bahkan violenceby state. Proses pengadilan untuk jenispelanggaran hukum yang dilakukan .olehnegara serlng menghadapl tembok kekuasaanyang pongah dan arogan, sehingga penegakanhukum {law enforcement) mengalaml hambatanyang cukup berartl.

Reran strategis hakim terutama terletakpada fungslnya untuk menyelesaikan suatusengketa ^^{termasuk pada bidang hukumperdata). Melalul putusan hakim, suatusengketa yang menimbuikan disequalitas dlmasyarakat, dapat dlpullhkan kemball.Karenanya putusan hakim berfungsl sebagalpenyelmbang {restltutio in integrum). Suatukonflik perdata yangsemula bersifat Individual,jika tIdak dikelola dengan memperhatlkankepentlngan dan hak-hak publik, dapatberkembang menjadi konfllk yang areanyameluas dan kompleks. Dan jika kemudlanmelibatkan sejumlah besar v^farga negaraberhadapan dengan kekuasaan, akan berubahmenjadi kasus struktural. Oleh karena Itu,putusan hakim berfungsl juga bag)pencegahan agar suatu konfllk antar IndlvidutIdak berkembang menjadi konfllk struktural

Untuk menghasllkan putusan hakim yangdemiklan, hakim telah memperoleh dasarpijakan hukum sebagaimana sejumlah pasal-pasal yang dikutip diatas. Dengan terdapatnyaasas kebebasan hakim, la leluasa untuk

mengkonstruksi bagaimana suatu putusandapat berfungsl sebagai penyelesai konfllk.Artlnya secara profeslonal la memiliki legalltasuntuk melakukan penllaian yang bersifat kritistermasuk terhadap sejumlah asas-asashukum acara perdata yang seklranya sudahtidak relefan lagl. ApalagI dengan sifat yangmelekat pada suatu asas yaitu elastis dandinamis terhadap perubahan tatanilai yangterjadl di dalam masyarakat.

Karena suatu asas secara umum bersifat

elastis dan dinamis Itulah, maka asas yangcukup fundamental dl dalam Pasal 1 UU No.14 Tahun 1970 yaitu kebebasan hakim,menjadi relefan untuk diartikan denganpengertian bahwa hakim memlllkl kewenanganluas untuk secara etis-profesional memadukanasas kebebasan hakim, dengan asasakuntabillltas verllkal terhadap Allah SWTdanterhadap publlk (Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 23),asas objektlvltas (Pasal 5 ayat (1)), asasketerbukaan umum (Pasal 17 jo Pasal 18) UUNo. 14 Tahun 1970.

Pemaduan sejumlah asas Inl maslh perludisertai dengan sikap krItIs secara yurldlsakademis dl dalam memahami sejumlahaturan perundangan dan doktrln-ddktrinhukum acara perdata yang terlanjur dislkaplsecara rijid (kaku). Cukup alasan kiranya bag!hakim untuk secara bebas memberlakukan

atau tIdak memberlakukan aturan

perundanganataupun doktiin tertentu, denganparameter yang jelas dan argumentasi logikahukum yang benar serta akuntabel. Sejalandengan spirit keadilan dalam perspektifKetuhanan Yang Maha £sa (Pasal 4 ayat (1)

^^Litiat N.E. Algra danVan Duyvendljk.1983. Mula Hukum. Bandung: BInaclpta.Hlm. 382.

29

Page 13: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

UU No. 14 Tahun 1970), maka semangatuntuk berfikir keras bagi penemuan hukum -atau ijtihad dalam arti lebih substansial -membuka ruang dan peluang bagi munculnyapemikiran yang bersifat kritis dekonstruktifsekalipun, sebagaimana putusan Kh'alifah'Urnar ibn Khatab dan Hakim Agung AsikinKusuma Atmaja yang dituturkan di atas.

Dengan ' demikian terhadapkecenderungan hakim yang memandangsuatu asas hukum dalam arti umum maupunyang secara spesiflk asas hukum acaraperdata sebagai postulat yang bersifat final,tidak relefan lagi bagi pengembangan danpenguatan kualitas maupun fungsi-fungsiyuridis sosiologis dari putusan hakim. Apalagiberkaitan dengan proses-prosespembentukan masyarakat tamaddun yangdigambarkan sebagai masyarakat yangberkeadiian, transparan dan demokratisdengan pengakuan dan penghormatan atashak-hak dan kewajiban-kewajiban asasimanusia, dimana sikap kritis para hakimmemeliki peran signifikan.

Simpulan

Pemikiran kritis terhadap asas-asashukum acara perdata, perlu diletakkan dalambingkai dan spektrum pemikiran yangkorriprehensif yaitu bagaimana peran-peranbadan peradilan, terutama melaluiindependensi dan profesionalitas hakim dapatlebih menempatkan badan yudikatif ini dalamagenda-agenda yang lebih mendasar yaitu,memberi kontribusi' bagi penyelesaian konflikkeperdataan, memuiihkan dan mendistribusihak dan kewajiban secara proporsional,memuiihkan keseimbangan pubiik,memberikan perlindungan hukum bagi

perorangan dengan mempertimbangkan hak-hak dan kepentlngan pubiik dan last but notleast membangun tradlsl baru bahwa badanperadilan dalam sistem ketatanegaraan danagenda pembangunan MasyarakatTamaddun, t}erada dalam posisi independendan kritis dengan menutup rapat celah-celahmasuknya intervensi penguasa dan tentu sajainten/ensi yang datang dari diri dan keluargamaupun kolega Sang Penegak Keadilan danKebenaran ini. •

Daftar Pustaka

Aigra, N.E. dan Van Duyvendi]k.1983. MulaHukum. Bandung: Binacipta.

Basyir, Ahmad Azhar. 1993.MA: RefieksiatasPersoalan Keislaman. Bandung:Mizan.

Fakih, Mansour. 1996. Masyarakat Sipil.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khadduri, Majid. 1999. Teotogi Keadilan;Perspektif Islam. Risalah Gusti.

Kleden, Ignas. 1987. Sikap llmiah dan KritikKebudayaan. Yogyakarta: LP3ES. .

Koesnoe, MM. ^99S.Kedudukan dan TugasHakim Menurut Undang-undangDasar 1945. Surabaya: Ubhara Press.

Kusuma, Mulyana .W. 2001. Tegaknya„ Supremasi Hukum. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Lev, Daniel S.. 2001. Advokat IndonesiaMencari Legitimasi. Jakarta, PSHKdan The Asia Foundation.

Lubis, Todung Mulya dalam makalah denganjudul "Peradilan Bebas danMandiri?"pada ulang tahun Indonesian

30 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL. 9:JUNI 2002: 18 - 31

Page 14: Mengkritisi Asas-asasHukum Acara Perdata

Busyro Muqaddas. Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata

Court Monitoring, di Yogyakarta. 30 Unger, Roberto. 1999. Gerakan Studi HukumApril 2002. Kr/fe. Jakarta; ELSHAM. 1999.

Mertokusumo, Sudikno. 1985. Wt/Aum Acara ' Kompas. 1/ Oktober1994.Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Qaradhawi, Yusuf Al. 1999. Flkih Tayslr.Surabaya: Pustaka Kautsar.

C) C €>

Muh Busyro Muqoddas. Staf Pengajar FH UN dan Kepala DIvisi Ken'asama Pus Ham UN.

31