12
275 JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) Volume 16, No. 2, Juli - Desember (Semester II) 2016, Halaman 275-286 “MENINGKATKAN DAYA SAING SEKTOR RIEL DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN” Matdio Siahaan [email protected] Informasi Artikel Riwayat Artikel Diterima tanggal 23 Agustus 2016 Direvisi tanggal 28 September 2016 Disetujui tanggal 15 Oktober 2016 Klasifikasi JEL M38 Kata Kunci Competition the sector real AEC. Government Policy, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Facility UKMs DOI 10.17970/jrem.16.160208.ID ABSTRACT This study aims how to the state and the development of Indonesia to level up the Competition in Asean Economic Community (AEC) of the real sector, of a free market in Southeast Asia which aims to stabilize the economies of member countries of Asean. Hopefully, by the MEA can overcome the problems in the economy in Indonesia.. This is indicated by the economic development of Indonesia in ASEAN is still below the rank of other states member.The Indonesian strategy prepared to facing the ASEAN Economic Community (AEC), among others, to harmonizedomestic economic policies that associated with the systems and rules of the ASEAN ,Development investment and economic growth through government policies City and Country of one of them by strengthening the UKM products to foster through packaging, registration of the mark, and improve competitiveness domestic products and facilitate UKMs in international exhibitions so that the products can be known globally UKMs. Pendahuluan Latar Belakang MEA adalah perdagangan bebas, barang dan jasa yang sebenarnya ini sudah terjadi sejak adanya ASEAN Free Trade Agreement/ AFTA (kira-kira dua dekade yang lalu), serta mobilitas faktor produksi (modal, sumber daya manusia). Kita semua, tentu paham akan nuansa itu, serta konsekuensinya. Nah, rumitnya, kebanyakan yang terjadi menanggapinya dengan negatif dan khawatir berlebihan. Masalah kita dalam menghadapi MEA, utamanya ada dua. (1) kurangnya pemahaman terhadap MEA dan kerja sama ASEAN oleh masyarakat, sehingga responnya tidak tepat dan kurang strategis; (2) kualitas sumber daya manusia yang ahli dan terampil, selain perlu ditingkatkan, juga perlu disiapkan ruang gerak untuk beraktualisasi dan berkembang.

“MENINGKATKAN DAYA SAING SEKTOR RIEL DI ERA …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

275

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 275-286

“MENINGKATKAN DAYA SAING SEKTOR RIEL DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN”

Matdio Siahaan

[email protected]

Informasi ArtikelRiwayat ArtikelDiterima tanggal 23 Agustus 2016Direvisi tanggal 28 September 2016Disetujui tanggal 15 Oktober 2016

Klasifikasi JELM38

Kata KunciCompetition the sector real AEC. Government Policy, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Facility UKMs

DOI10.17970/jrem.16.160208.ID

ABSTRACTThis study aims how to the state and the development of Indonesia to level up the Competition in Asean Economic Community (AEC) of the real sector, of a free market in Southeast Asia which aims to stabilize the economies of member countries of Asean. Hopefully, by the MEA can overcome the problems in the economy in Indonesia.. This is indicated by the economic development of Indonesia in ASEAN is still below the rank of other states member.The Indonesian strategy prepared to facing the ASEAN Economic Community (AEC), among others, to harmonizedomestic economic policies that associated with the systems and rules of the ASEAN ,Development investment and economic growth through government policies City and Country of one of them by strengthening the UKM products to foster through packaging, registration of the mark, and improve competitiveness domestic products and facilitate UKMs in international exhibitions so that the products can be known globally UKMs.

PendahuluanLatar Belakang

MEA adalah perdagangan bebas, barang dan jasa yang sebenarnya ini sudah terjadi sejak adanya ASEAN Free Trade Agreement/ AFTA (kira-kira dua dekade yang lalu), serta mobilitas faktor produksi (modal, sumber daya manusia). Kita semua, tentu paham akan nuansa itu, serta konsekuensinya. Nah, rumitnya, kebanyakan yang terjadi menanggapinya dengan negatif dan khawatir berlebihan.

Masalah kita dalam menghadapi MEA, utamanya ada dua. (1) kurangnya pemahaman terhadap MEA dan kerja sama ASEAN oleh masyarakat, sehingga responnya tidak tepat dan kurang strategis; (2) kualitas sumber daya manusia yang ahli dan terampil, selain perlu ditingkatkan, juga perlu disiapkan ruang gerak untuk beraktualisasi dan berkembang.

276

Matdio Siahaan : Meningkatkan Daya Saing Sektor Riel .....

Apa yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi MEA? Utamanya ada 3 yaitu (1) Sosialisasi ke seluruh elemen masyarakat dan membuka ruang informasi publik, salah satunya dengan adanya ASEAN Economic Community (AEC) Center di Kementerian Perdagangan; (2) Penyiapan infrastruktur dan konektivitas antar daerah. (3) Penguatan dan penciptaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai pusat pertumbuhan baru.

PembahasanPara kepala Negara ASeAN menegaskan

bahwa ASEAN akan (1) menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing yang tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa dan investasi yang bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosuial ekonomi. (2) mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa, dan (3) meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di kawasa ASEAN. Selanjutnya pada beberapa KTT berikutnya (KTT ke 6 dan 7) para pemimpin ASEAN menyepakati berbagai langkah untuk mewujudkan visi tersebut.

Pada KTT ASEAN yang ke 9 di Bali, Indonesia pada tahun 2003, para Pemimpin ASEAN menyepakati pembentukan ASEAN Community dalam bidang keamanan politik, ekonomi dan social budaya yang dikenal dengan Bali Concord II. Untuk pembentukan Asean Economic Community pada tahun 2015, ASEAN menyepakati perwujudan diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang implementasinya mengacu pada MEA 2015.

Masyarakat Ekonomi ASEAN dilakukan agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan

meningkatkan kesejahteraan. Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat

Terdapat Empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015, yaitu:

Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan tenaga kerja terlatih menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Kedua, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce.

Ketiga, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi.

Keempat, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis

277

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 275-286

kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.

Menghadapi MEAUntuk menghadapi tantangan masyarakat

ekonomi ASEAN, Indonesia masih perlu berbenah secara serius. Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2013 menyebutkan bahwa postur tenaga kerja Indonesia adalah pekerja lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah berjumlah sebesar 52 juta orang (46,93%) atau hampir setengah dari total pekerja sebesar 110,8 juta orang. Kemudian pekerja lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 20,5 juta orang (18,5%), pekerja lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 17,84 juta orang (16,1%). Jumlah paling rendah ditemui pada pekerja lulusan universitas dengan jumlah 7,57 juta orang (6,83%) dan lulusan diploma sejumlah 2,92 juta orang (2,63%).

Sebagai perbandingan, menurut data Department of Statistics Malaysia (DOSM) pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja Malaysia adalah 13,12 juta orang dengan postur sebesar 7,32 juta orang (55,79%) adalah lulusan sekolah menengah dan sejumlah 3,19 juta orang (24,37%) adalah lulusan universitas dan diploma. Negara ASEAN lainnya seperti Singapura, menurut data World Bank pada tahun 2012 memiliki jumlah tenaga kerja sebesar 3,22 juta orang dengan pekerja lulusan sekolah menengah sebesar 49,9% dan lulusan universitas dan diploma sebesar 29,4%. Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa hampir dari separuh tenaga kerja Indonesia (46,93%) adalah low skilled labour lulusan SD yang secara kontras dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang sekitar 80% tenaga kerjanya adalah lulusan sekolah

menengah dan perguruan tinggi. Hal ini menyiratkan ketidaksiapan Indonesia dalam pasar bebas tenaga kerja di ASEAN jika AEC (Asean Economy Community) diberlakukan per 31 Desember 2015 nanti

Selama periode 2005-2010, total impor dari China meningkat sebesar 226,32 persen. Komposisinya mencapai 20,32 persen dari total impor Indonesia. Data tersebut menunjukkan sepanjang 2006-2008 tercatat 1.650 industri bangkrut karena tidak sanggup bersaing dengan membanjirnya produk China di pasar dalam negeri. Akibatnya, sebanyak 140.584 tenaga kerja terpaksa kehilangan pekerjaan karena perusahaan gulung tikar.

Bidang Pertanian yang telah terlebih dahulu mengalami liberalisasi juga menunjukkan hasil serupa. Bahkan di negara agraris ini, usaha bidang pertanian justru tidak memberikan harapan menjanjikan. Akibatnya banyak petani yang tidak mau lagi bertani. Dalam 10 tahun terakhr jumlah petani terus menyusut. Menurut data BPS, jumlah petani pada 2003 lalu masih mencapai 31,17 juta orang. Namun hingga pertengahan tahun 2013 ini, jumlahnya sudah menurun menjadi 26,13 juta orang. Ini berarti dalam sepuluh tahun terakhir ada penurunan jumlah petani sebesar 5,04 juta orang atau ada penurunan 1,75 persen per tahun.

Penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 40,61 juta orang di tahun 2004 menjadi 39,96 juta orang pada 2013. Sementara itu, persentasenya menurun dari 43,33 persen di 2004 menjadi 35,05 persen di 2013.

Dampak MEA untuk IndonesiaBagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi

kesempatan karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain,

278

Matdio Siahaan : Meningkatkan Daya Saing Sektor Riel .....

muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.

Tantangan yang dihadapi Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya bersifat internal di dalam negeri tetapi dengan sesama Negara ASEAN dan luar ASEAN seperti China dan India. Berdasarkan kinerja ekspor 2004-2008, Indonesia berada diurutan keempat setelah Singapura, Malaysia dan Thailand dan importer tertinggi setelah Singapura dan Malaysia.

Strategi Peningkatan Daya Saing & Inpres No. 6 Tahun 2014

Pemerintah RI terus meningkatkan komitmennya dalam mendukung optimalisasi daya saing guna memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dengan terbitnya Inpres No. 6 Tahun 2014 pada 1 September 2014.

Melalui Inpres tersebut, Presiden RI menginstruksikan kepada jajaran pemerintah di seluruh Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk meningkatkan daya saing nasional dan melakukan persiapan pelaksanaan MEA yang akan dimulai pada Tahun 2015.

Diharapkan melalui Inpres tersebut peningkatan daya saing dapat terus ditingkatkan, utamanya dengan mengedepankan beberapa strategi dasar di antaranya:

1. Pengembangan industri nasional yang berfokus pada pengembangan industri prioritas dalam rangka memenuhi pasar ASEAN; pengembangan industri dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri. Selanjutnya, pengambangan industri kecil menengah; pengembangan SDM dan penelitian; dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).

2. Pengembangan pertanian, dengan fokus pada peningkatan investasi langsung di sektor pertanian, dan peningkatan akses pasar.

3. Pengembangan kelautan dan perikanan, dengan fokus pada penguatan kelembagaan dan posisi kelautan dan perikanan; penguatan daya saing kelautan dan perikanan; penguatan pasar dalam negeri; dan penguatan dan peningkatan pasar ekspor.

4. Pengembangan energi, yang fokus pada pengembangan sub sektor ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar Minyak); sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi; dan peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur lebih baik.

5. Selain itu masih ada sepuluh sektor pengembangan lainnya, yang meliputi pengembangan infrastruktur; pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan perbankan; investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan; perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan.

Kita patut bersyukur upaya untuk terus meningkatkan daya saing secara bertahap di Indonesia telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, meskipun harus diakui masih terdapat berbagai kekurangan yang menjadi tugas bersama untuk terus memperbaikinya.

279

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 275-286

Meningkatnya daya saing Indonesia tercermin dari laporan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) pada Selasa (2/9), yang merilis Indeks Daya Saing Global 2014-2015. Dalam rilis itu dikemukakan, daya saing Indonesia naik 4 tingkat menjadi peringkat 34 dari 144 negara di dunia.

Peringkat Indonesia mengungguli Spanyol (35), Portugal (36), Filipina (52), Rusia (53), Brasil (57), India (71), Yunani (81), Mesir (119) dan Pakistan (129). Pada tahun 2012 daya saing Indonesia ada pada peringkat 50, tahun 2013 urutan ke-38 dan tahun ini menempati urutan ke-34.

Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh ‘prestasi’ pertumbuhan ekonomi yang rata-rata mencapai 5,8% per tahun sejak 2005. Di tengah melambatnya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5%.

Peningkatan daya saing Indonesia juga banyak didorong oleh kemajuan pembangunan infrastruktur. Meskipun infrastruktur kita masih banyak masalah, namun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir progresnya cepat, terutama infrastruktur konektivitas.

Kenaikan peringkat daya saing Indonesia seyogyanya dapat terus diupayakan percepatannya dalam menghadapi persaingan MEA 2015 mendatang, strategi utama yang dapat dipertimbangkan adalah memacu percepatan reformasi birokrasi.

Hal ini didasari atas kenyataan masih belum kondusifnya dukungan birokrasi dalam mengoptimalkan peningkatan daya saing, terutama terkait dengan mengembangkan kemudahan berbisnis (doing business) sebagai salah satu tolok ukur utama daya saing negara.

Dari berbagai riset dan literatur sudah diidentifikasi bahwa rendahnya kapasitas kelembagaan birokrasi merupakan penyebab rendahnya tingkat kemudahan menjalankan bisnis di Indonesia.

Hal ini kontraproduktif dengan proyeksi semakin meningkatnya kompleksitas pengelolaan makroekonomi jelang pemberlakuan MEA 2015, yang memerlukan penguatan dan peningkatan kapasitas institusional secara memadai dan berkesinambungan.

Kapasitas kelembagaan birokrasi bukan hanya mencakup institusi yang efisien, namun juga jajaran staf birokrasi yang berkualitas dan regulasi yang kondusif bagi pengembangan iklim investasi.

Survei yang dilakukan Bank Dunia juga menunjukkan korelasi kuat antara tingkat kemudahan menjalankan bisnis dan tingkat daya saing ekonomi. Masalah pemberdayaan kelembagaan birokrasi tampaknya memang menjadi soal sangat serius bagi Indonesia ke depannya.

Upaya-upaya berkelanjutan dalam menciptakan efektif dan efisiensi birokrasi seyogyanya menjadi upaya bersama untuk diwujudkan percepatannya. Kementerian/lembaga yang terkait dengan pelayanan publik harus menjadi aktor-aktor utama perubahan kelembagaan yang lebih baik yang diikuti dengan kesamaan dalam menerjemahkan visi sampai dengan level birokrasi di pemerintah daerah.

Di tingkat daerah, pemerintah daerah seyogyanya mengubah paradigma penggalian pendapatan daerah yang bersumber dari pungutan daerah, serta menjadikan pemodal atau investor yang akan menanamkan modalnya di daerah sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan yang baik.

Harus dipahami bahwa persaingan di tingkat regional Asean, Asia, bahkan global, akan menghadapkan birokrasi pemerintahan Indonesia dengan negara-negara lain. Maka, unsur birokrasi pemerintahan pada level pusat dan daerah, harus bersiap diri untuk berkompetisi dengan birokrat dari negara-negara lain.

280

Matdio Siahaan : Meningkatkan Daya Saing Sektor Riel .....

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk basis inovasi di kelembagaan pemerintahan juga perlu dilakukan karena arah birokrasi ke depan adalah otomasi atau bahkan digitalisasi yang akan makin mengefisienkan roda birokrasi.

Implementasi prinsip-prinsip effective and efficient government dengan menata ulang struktur birokrasi, memacu daya adaptasi birokrasi terhadap perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, merupakan kata kunci dalam mengoptimalkan peran kelembagaan birokrasi bagi peningkatan daya saing nasional.

Dari sisi SDM, perlu terus diupayakan membangun meritokrasi sistem staffing birokrasi, melalui implementasi open recruitment, dengan open recruitment, diharapkan akan didapatkan calon-calon yang kapabel untuk memegang jabatan tertentu.

Menata ulang kelembagaan dan SDM birokrasi seyogyanya menjadi prioritas pada semua tataran birokrasi, mengingat semakin ketatnya persaingan ekonomi kawasan pada masa mendatang.

Ketatnya persaingan akan menjadikan semakin sentralnya peran birokrasi sebagai “center of activity” yang menjamin akselerasi berbagai implementasi kebijakan dan program yang dirancang untuk memenangkan persaingan jelang MEA 2015.

Birokrasi harus mampu memberi sumbangsih dalam pemberdayaan masyarakat, menjadi katalisator dan inovator serta membangun kompetisi dalam arti positip, menjadikan birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam memberikan pendampingan dan penyediaan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.

Transformasi jiwa-jiwa entrepreneurship ke dalam birokrasi dapat menjadi alternatif solusi dalam menjawab tantangan tersebut, mewirausahakan birokrasi sejatinya adalah sebuah usaha reformasi birokrasi

dari aspek sumber daya manusia, yang dapat dilakukan paralel dengan usaha untuk mereformasi birokrasi dari aspek sistem dan kelembagaan birokrasi yang ada.

Mentransformasikan jiwa-jiwa entrepreneurship ke dalam birokrasi, membangun pemerintahan yang kompetitif dan berwawasan ke depan, sebagaimana konsepsi David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku “Reinventing Goverment” tampaknya layak dipertimbangkan dalam meningkatkan Daya Saing Sektor Riil di Era MEA .

Mengembangkan spirit wirausahawan pada birokrasi dapat menjadi alternatif pilihan dalam memenangkan persaingan MEA , dengan mewirausahakan birokasi akan menghasilkan individu-individu birokrasi yang beroreintasi kepada tindakan yang bermotivasi tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya, efesien, kreatif dan inovatif dalam memasarkan potensi unggulan daerah, agar memiliki nilai tambah ekonomi tinggi.

Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru MEA dalam upaya persiapan menghadapi pasar bebas ASEAN. Dalam cetak biru MEA, terdapat 12 sektor prioritas yang akan diintegrasikan oleh pemerintah. Sektor tersebut terdiri dari tujuh sektor barang yaitu industri agro, otomotif, elektronik, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil. Kemudian sisanya berasal dari lima sektor jasa yaitu transportasi udara, kesehatan, pariwisata, logistik, dan teknologi informasi. Sektor-sektor tersebut pada era MEA akan terimplementasi dalam bentuk pembebasan arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja.

281

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 275-286

Strategis Pemerintah untuk menghadapi MEA / AEC :1. Penguatan Daya Saing Ekonomi

Pada 27 Mei 2011, Pemerintah meluncurkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI merupakan perwujudan transformasi ekonomi nasional dengan orientasi yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan. Sejak MP3EI diluncurkan sampai akhir Desember 2011 telah dilaksanakan Groundbreaking sebanyak 94 proyek investasi sektor riil dan pembangunan infrastruktur. Dari pertumbuhan ekonomi yang kuat menjadikan ASEAN sebagai single market and production base, daya saing merupakan salah satu pilar AEC 2015 yang bertujuan menjadikan ASEAN sebagai kawasan regional dengan daya saing tinggi dikawasan maupun di lingkungan intenasional. Hal ini pun merupakan syarat bagi Indonesia dan negara ASEAN lainnya untuk meningkat daya saing ekonomi dalam rangka menghadapi integrasi ekonomi AEC 2015. 2. Program ACI (Aku Cinta Indonesia)

ACI (Aku Cinta Indonesia) merupakan salah satu gerakan ‘Nation Branding’ bagian dari pengembangan ekonomi kreatif yang termasuk dalam Inpres No.6 Tahun 2009 yang berisikan Program Ekonomi Kreatif bagi 27 Kementrian Negara dan Pemda. Gerakan ini sendiri masih berjalan sampai sekarang dalam bentuk kampanye nasional yang terus berjalan dalam berbagai produk dalam negeri seperti busana, aksesoris, entertainment, pariwisata dan lain sebagainya. (dalam Kemendag RI : 2009:17).3. Peningkatan Laju Ekspor

Ekspor nasional telah mengalami peningkatan diversifikasi sepanjang tahun pada periode 2006- 2009, baik dari sisi produk maupun dari sisi pasar tujuan ekspor. Walaupun demikian, diversifikasi tujuan

pasar ekspor dan produk ekspor tetap perlu untuk terus ditingkatkan, karena hal ini akan memberikan fleksibilitas bagi ekspor nasional jika terjadi guncangan permintaan di pasar tujuan ekspor ataupun guncangan penawaran di dalam negeri. (www.bps.go.id, diaskses pada 05 Agustus 2012)4. Reformasi Regulasi/Birokrasi

Harmonisasi peraturan perundangan antar negara ASEAN merupakan salah satu kebutuhan untuk dapat mendukung upaya penerapan penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi dunia usaha, termasuk usaha kecil, makro dan menengah (UMKM).Merujuk pada Rencana Jangka Panjang dan Menengah pengembangan UMKM, maka harmonisasi ini lebih terkait dengan tujuan untuk menyiapkan prakondisi bagi tumbuhnya iklim usaha. Upaya harmonisasi ini dapat memberikan dampak yang sangat luas, terutama bagi peningkatan kesempatan dan kesetaraan berusaha dalam membentuk sistem ekonomi yang efisien (tidak hanya berbiaya tinggi) dan demokratis, yang tercermin dari partisipasi lintas pelaku (stakeholders) serta berkembangnya sistem kontrol sosial. (www.bps.go.id, diaskses pada 05 Agustus 2012)Upaya untuk mewujudkan upaya harmonisasi ini, perlu disepakati dua aspek yang mendasar yaitu, (i) masalah hambatan terhadap arus barang dan jasa antar wilayah dapat disebabkan oleh aturan, struktur usaha, jenis komiditi, rantai tata niaga dan struktur pasar, sehingga harmonisasi peraturan perdagangan hanya merupakan salah satu alternative penyelesaian masalah, dan (ii) harmonisasi tidak berarti penyamarataan peraturan perdagangan antar wilayah. Dengan demikian, upaya harmonisasi perlu dilakukan secara fokus melalui pertimbangan keragaman kondisi dan kebutuhan masyarakat di setia daerah. ( dalam Kemendag RI, 2009:31).

282

Matdio Siahaan : Meningkatkan Daya Saing Sektor Riel .....

5. Penguatan Sektor UMKMDalam rangka meningkatkan

pertumbuhan UMKM di Indonesia, pihak Kadin mengadakan beberapa program, antara lainnya adalah ‘Pameran Koperasi dan UKM Festival’ pada 5 Juni 2013 lalu yang diikuti oleh 463 KUKM. Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan produk-produk UKM yang ada di Indonesia dan juga sebagai stimulan bagi masyarakat untuk lebih kreatif lagi dalam mengembangkan usaha kecil serta menengah.

Selain itu, untuk menambah daya saing Indonesia dari sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) untuk MEA adalah pembentukan Komite Nasional Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan langkah melakukan sosialisasi dan langkah-langkah antisipasi yang telah disusun Kementerian Koperasi dan UKM untuk membantu pelaku KUKM menyongsong era pasar bebas ASEAN itu, antara lain peningkatan wawasan pelaku KUKM terhadap MEA, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen usaha, peningkatan daya serap pasar produk KUKM lokal, penciptaan iklim usaha yang kondusif.

Namun, salah satu faktor hambatan utama bagi sektor Koperasi dan UKM untuk bersaing dalam era pasar bebas adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) pelaku KUKM yang secara umum masih rendah. Oleh karena itu, pihak Kementrian Koperasi dan UKM melakukan pembinaan dan pemberdayaan KUKM yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan standar produk, agar mampu meningkatkan kinerja KUKM untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi.

Pihak Kementerian Perindustrian juga tengah melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan terhadap sektor industri kecil menengah (IKM) yang merupakan bagian dari sektor UMKM. Penguatan IKM berperan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan menghasilkan barang atau jasa untuk dieskpor.

Selain itu, koordinasi dan konsolidasi antar lembaga dan kementerian pun terus ditingkatkan sehingga faktor penghambat dapat dieliminir.6. Perbaikan Infrastruktur

Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil, selama tahun 2010 telah berhasil dicapai peningkatan kapasitas dan kualitas infrastruktur seperti prasarana jalan, perkeretaapian, transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, komunikasi dan informatika, serta ketenagalistrikan hal ini akan mempercepat distribusi hasil industri maupun hasil pertanian.Hal ini akan mempercepat pemerataan pendapatan dan pembangunan di seluruh nusantara ini.

Pemerataan pendapatan bukan berarti pendapatan masyarakat harus sama. Pemerataan pendapat supaya keadaan masyarakat semakin membaik bukan semakin rendah.Pemerataan Pendapatan merupakan upaya untuk membantu masyarakat yang ekonominya rendah supaya tidak jauh terpojok.Artinya untuk menghindari dari adanya gap atau batas antara yang kaya dan yang miskin.Jadi supaya yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin.

Ketidakmerataan pendapatan terjadi karena sebagian besar pembangunan Indonesia terkonsentrasi hanya dikota-kota besar saja.Oleh sebab itulah supaya pendapatan masyarakat merata, perlu perhatian pemerintah yang didukung oleh masyarakat untuk bersama meningkatkan perbaikan infrastruktur dan pelayanan kualitas publik dengan meningkatkan kualitas SDM dan SDA supaya dapat mengatasi ketidakmerataan pendapatan.Penerapan pajak bagi masyarakat yang berpenghasilan tinggi lebih dicermati lagi untuk subsidi silang bagi masyarakat yang ekonominya masih rendah. Dan pada saat ini juga sedang dilakukan oleh pemerintah dengan gigih bagaimana pendapatan dari pajak dioptimalkan dengan tax amnesty. Orang-orang kaya di Indonesia tidak lagi

283

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 275-286

menanamkan modal diluar negeri misalnya panama paper,yang tujuannya menghindari pajak,mereka akan mengembalikan modal ke Indonesia tanpa disita, dan segera membayar pajak, untuk digunakan pemerintah membangun infrastruktur di berbagai daerah di Nusantara ini.7. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas SDM adalah melalui jalur pendidikan. Selain itu, dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah membangun sarana dan prasarana pendidikan secara memadai, termasuk rehabilitasi ruang kelas rusak berat. Data Kemdikbud tahun 2011 menunjukkan bahwa masih terdapat sekitar 173.344 ruang kelas jenjang SD dan SMP dalam kondisi rusak berat. (dalam Bappenas RI Buku I, 2011:36).

Keterbelakangan kualitas Sumber Daya Manusia merupakan suatu keadaan yang kurang baik jika dibandingkan dengan keadaan lingkungan lainnya. Keterbelakangan dalam hal ini maksudnya adalah ketertinggalan dengan negara di kawasan asia tenggara maupun negara lain di lihat dari berbagai aspek serta berbagai bidang.

Dilihat dari penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), Indonesia masih dikategorikan sebagai negara sedang berkembang.Ciri lain dari negara sedang berkembang adalah rendahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya, rendahnya tingkat kemajuan dan pelayanan fasilitas umum/publik, rendahnya tingkat disiplin masyarakat, rendahnya tingkat keterampilan penduduk, rendahnya tingkat pendidikan formal, kurangnya modal, dan rendahnya produktivitas tenaga kerja, serta lemahnya tingkat manajemen usaha.

Untuk mengatasi masalah keterbelakangan tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas SDM dengan melakukan program pendidikan seperti wajib

belajar 9 tahun dan mengadakan pelatihan-pelatihan seperti Balai Latihan Kerja (BLK). Selain itu, melakukan pertukaran tenaga ahli, melakukan transfer teknologi dari negara-negara maju.

Masalah keterbelakangan merupakan masalah yang harus kita atasi bersama.Karena kita merupakan subjek atau obejek dari permasalahan ini.Upaya yang dapat kita lakukan adalah dengan memiliki semangat ingin maju sehingga kita memiliki hasrat untuk belajar dan belajar terus.Negara kita belum dikategorikan sebagai negara maju. Kita sebagai masyarakatnya haruslah membantu pemerintah untuk mengejar ketertinggalan dari segala bidang dengan negara lain. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan IPTEK karena merupakan kunci untuk mengatasi masalah keterbelakangan.Apa yang dapat kalian lakukan untuk mengatasi keterbelakangan ?Kalian harus belajar dengan tekun. Jika kalian pintar maka kalian dapat melakukan sesuatu yang berguna seperti mengikuti olympiade mata pelajaran atau kegiatan-kegiatan lainnya yang akan mengangkat nama negara dimata dunia.

8. Pengurangan Pengangguran dan Keterbatasan Kesempatan Kerja

Pengangguran merupakan suatu kondisi kurang produktif atau pasif sehingga kurang mampu menghasilkan sesuatu.Sedangkan keterbatasan kesempatan kerja merupakan suatu keadaan kekurangan peluang untuk mendapatkan pekerjaan karena tidak dapat masuk dalam kuota atau pekerjaan yang tersedia.

Masalah pengangguran dan keterbatasan kesempatan Kerja saling berhubungan satu sama lainnya. Masalah pengangguran timbul karena adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja yang tersedia.Hal ini terjadi karena Indonesia sedang mengalami masa transisi perubahan stuktur ekonomi dari negara agraris menjadi negara industri.

284

Matdio Siahaan : Meningkatkan Daya Saing Sektor Riel .....

Untuk mengatasi masalah tersebut maka solusinya adalah dengan melaksanakan program pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian yang sesuai dengan lapangan yang tersedia, pembukaan investasi-investasi baru, melakukan program padat karya, serta memberikan penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan pekerjaan.

Supaya kita tidak menjadi pengangguran karena kurangnya kesempatan kerja maka kita dapat berupaya secara aktif sehingga menjadi produktif yang pada akhirnya kita tidak ketergantungan pada pekerjaan yang telah tersedia. Lebih baik kita menciptakan pekerjaan yakni berwirausaha dari pada kita ketergantungan pada pekerjaan yang belum pasti kita akan dapatkan. Kalaupun kita tidak dapat menciptakan pekerjaan maka kita harus bersiap untuk bersaing dengan para pencari pekerja baik dari dalam negeri maupun luar negeri.Untuk itu, kalian semestinya memanfaatkan kegiatan belajar dengan baik untuk memupuk ilmu pengetahuan serta kepribadian yang baik supya kita memiliki kompetensi atau kemampuan untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan. Dalam mendapatkan pekerjaan, yang perlu diperhatikan bukan nilai dari pendidikan formal (sekolah,kuliah) dan non-formal (kursus ketrampilan,kepribadian, serta pengalaman) saja yang dijadikan bahan pertimbangan utama namun penerapan atau aplikasi dari ilmu pengetahuan yang dimiliki. Artinya percuma jika nilai tinggi di ijazah tetapi setelah diuji kembali tidak dapat membuktikannya. 9. Reformasi Kelembagaan dan Pemerintahan

Dalam rangka mendorong Percepatan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, telah ditetapkan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang 2012-2025 dan menengah 2012-2014 sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk

pelaksanaan aksi setiap tahunnya. Upaya penindakan terhadap Tindak Pidana Korupsi (TPK) ditingkatkan melalui koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK kepada Kejaksaan dan Kepolisian.

Sementara itu, sebagian pendapat menyatakan bahwa Indonesia Belum Siap akan MEA 2015. Salah satunya, Direktur Eksekutif Core Indonesia (Hendri Saparini) menilai persiapan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 masih belum optimal. Pemerintah baru melakukan sosialisasi tentang “Apa Itu MEA” belum pada sosialisasi apa yang harus dilakukan untuk memenangi MEA. Sosialisasi “Apa itu MEA” yang telah dilakukan pemerintah pun ternyata masih belum 100% karena sosialisasi baru dilaksanakan di 205 kabupaten dari jumlah 410 kabupaten yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Hendri menjelaskan besarnya komitmen pemerintah terhadap kesepakatan MEA ternyata bertolak belakang dengan kesiapan dunia usaha. Menurutnya dari hasil in-depth interview Core dengan para pengusaha ternyata para pelaku usaha bahkan banyak yang belum mengerti adanya kesepakatan MEA. Dia mengatakan salah satu strategi yang dipersiapkan pemerintah menjelang MEA adalah Indonesia harus menyusun strategi industri, perdagangan dan investasi secara terintegrasi karena dengan adanya implementasi MEA beban defisit neraca perdagangan akan semakin besar maka dari itu membuat strategi industri harus menjadi prioritas pemerintah.

Strategi dan persiapan yang selama ini telah dilakukan oleh para stake holder yang ada di Indonesia dalam rangka menghadapi sistem liberalisasi yang diterapkan oleh ASEAN, terutama dalam kerangka integrasi ekonomi memang dirasakan masih kurang optimal. Namun hal tersebut memang dilandaskan isu-isu dalam negeri yang membutuhkan

285

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 275-286

penanganan yang lebih intensif. Diperlukan kedisiplinan dari pihak pemerintah, terutama yang berkaitan dengan wacana persiapan menghadapi realisasi AEC ditahun 2015, yaitu dengan peningkatan pengawasan terhadap perkembangan implementasi sistem yang terdapat dalam Blue Print AEC.10. Penguatan Ketahanan Ekonomi

Kebijakan moneter akan diarahkan untuk menjaga inflasi yang rendah dan stabil, dengan tetap memperhatikan kestabilan sistem keuangan. Sebaliknya, kebijakan perbankan tidak hanya fokus kepada upaya menopang industri perbankan, tetapi juga mendukung stabilitas makroekonomi dan menopang aktivitas perekonomian. Dalam perspektif yang lebih luas, koordinasi dengan kebijakan fiskal dan kebijakan sektor rill akan terus ditingkatkan guna menciptkan fondasi yang kokoh bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan ke depan. (dalam Outlook BI, 2009:54)

Kebijakan perbankan diarahkan untuk memperkuat ketahanan perbankan sekaligus meningkatkan fungsi intermediasi perbankan, serta mendorong pendalaman pasar keuangan. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk mendukung penciptaan stabilitas sistem keuangan serta peningkatan efektivitas transmisi kebijakan moneter.

Kebijakan moneter Bank Indonesia 2010 diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan 5%+1% dengan tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan dan memfasilitasi momentum pertumbuhan ekonomi. (dalam Outlook BI, 2008:33)

11. Peningkatan Partisipasi Semua Unsur Negara

Peningkatan pemahaman akan memungkinkan proses persiapan tidak hanya dilakukan oleh pihak pemegang otoritas terkait, tetapi juga bersama-sama dengan segenap pemangku kepentingan (stakeholders). Efek negatif dari integrasi yang

mungkin terjadi dalam jangka pendek harus secara jelas dikomunikasikan pada sektor-sektor yang terpengaruh untuk membantu persiapan mereka melalui pelatihan ulang, peningkatan ketrampilan, peralihan peralihan perlahan kepekerjaan lain. Adanya konsultasi yang intensif dengan kelompok yang terpengaruh dapat menghindari reaksi yang tidak diinginkan. (dalam BPPK Kemenlu RI, 2008:70)

KesimpulanStrategi dan persiapan yang selama ini

telah dilakukan oleh para stake holder yang ada di Indonesia dalam rangka menghadapi sistem liberalisasi yang diterapkan oleh ASEAN, terutama dalam kerangka integrasi ekonomi memang dirasakan masih kurang optimal. Namun hal tersebut memang dilandaskan isu-isu dalam negeri yang membutuhkan penanganan yang lebih intensif. Disamping itu, seiring perkembangan waktu, Indonesia dengan potensi sumber daya yang melimpah telah membawa pergerakannya ke arah yang lebih maju lagi, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya pengakuan lingkungan internasional terhadap eksistensi Indonesia dijalur yang positif.

Selain itu, peran Indonesia di kawasan Asia Tenggara yang mengalami perkembangan yang cukup signifikan mengindikasikan bahwa walaupun membutuhkan waktu lebih, namun Indonesia mampu dan siap bersaing dalam MEA.

AEC (ASEAN Economic Community) yang merupakan tujuan utama dari pencapaian integrasi ekonomi ASEAN ini membuka kesempatan tersendiri bagi negara-negara yang siap dalam menghadapi penerapan sistem liberalisasi dalam sistem perkenomiannya baik dalam bidang perdagangan, jasa, investasi dan pergerakan sumber daya manusia yang lebih bebas.

Bagi Indonesia sendiri, ASEAN Economic Community (AEC) mendatangkan beberapa

286

Matdio Siahaan : Meningkatkan Daya Saing Sektor Riel .....

tantangan dan peluang secara bersamaan. Dimana kondisi dalam negeri Indonesia sendiri yang sedang berada dalam tahapan reformasi menuju sistem yang lebih baik,

Selain itu, minimnya tindakan sosialisasi tentang AEC dan perkembangannya terhadap masyarakat luas juga menjadi salah satu hal yang krusial bagi pemerintah Indonesia, dikarenakan pemahaman masyarakat juga akan melambangkan kesiapan negeri ini.

SaranUntuk memenangkan daya saing

dalam era masyarakat ekonomi ASEAN diiperlukan, Kedisiplinan yang tinggi dari pihak pemerintah, terutama yang berkaitan dengan peningkatanpengawasan terhadap perkembangan implementasi sistem yang terdapat dalam BluePrint AEC.

Sosialisasi dan sinkronisasi yang lebih luas terhadap masyarakat merupakan salah satu langkah fundamental yang dapat meningkatkan perhatian dan kepekaan rakyat dalam menghadapi penerapan sistem liberalisasi yang lebih besar di masa mendatang. Karena pengetahuan tentang AEC sangat diperlukan oleh seluruh masyarakat Indonesia dan bukan hanya untuk jajaran pejabat pemerintahan saja.

Revolusi mental dalam Negeri yang terkait dengan budaya korupsi dan pungli dapat melemahkan pondasi perekonomian dimasa mendatang, hal ini membutuhkan ketegasan dalam penerapan hukum dan Undang-Undang yang telah ada sehingga dapat menekan dan menghilangkan efek buruk dari struktur pemerintahan negara.

IPTEK merupakan salah satu modal utama masyarakat dalam menghadapi modernisasi dan globalisasi. Hal tersebut juga patut mendapat perhatian khusus dari pemerintah sebagai bagian dari strategi Indonesia.

Daftar PustakaBrewer Thomas.2006.”American Foreign

Policy: A Contemporry Introdcution”.Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New

JerseyTriansyah Djani D. 2007. ASEAN Selayang

Pandang. Jakarta: Dir. Jen. KerjasamaASEAN Departemen Luar Negeri Republik

IndonesiaBadan Pengkajian dan Pengembangan

Kebijakan, Kementrian Luar Negeri Republik

(BPPK Kemelu-RI),2008. “ASEAN Economic Blueprint, 2015”. Jakarta.

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.2009, “Menuju ASEAN Economic

Community 2015”, JakartaKPPN/Bappenas.2012.”Rencana Kerja

Pemerintah Tahun 2013”.Buku I.KPPN/Bappenas.2013.”Rencana Kerja

Pemerintah Tahun 2013”.Buku II.Hermawan Budi Sasono, 2013,”Manajemen

Ekspor dan Perdagangan International”, Edisi I, Penerbit Andi,Yogyakarta

eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 509-522

Buchari Alma,Kewirausahaan, Edisi Revisi, cetakan ke enam,Peb 2004,Penerbit Alfabeta, Bandung.