Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
KETERANGAN PEMERINTAH DIHADAPAN RAPAT PARIPURNA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENGENAI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI
TANGGAL, 6 APRIL 1999
DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA JL. Taman Pejambon No. 6 Jakarta
1
J
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
KETERANGAN PEMERINTAH
MENGENAI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Saudara Pimpinan dan Para Anggota Dewan Yang Terhormat,
Hadirin dan Sidang Yang Kami Muliakan,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, ijinkanlah kami pertama-tama mengajak
segenap hadirin untuk memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, nikmat serta karuniaNYA, sehingga pada hari ini kita dapat
bertemu kembali untuk melaksanakan tugas konstitusional kita bersama.
Atas nama Pemerintah kami ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dewan yang terhormat atas
kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menyampaikan Keterangan
Pemerintah mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Luar
Negeri yang telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dengan Amanat Presiden tertanggal 12 Februari 1999, Nomor
R.13/PU/11/19991 untuk dibahas dan disetujui oleh Sidang Dewan Perwakilan
Rakyat
..
Secara khusus kami sampaikan pula ucapan terima kaslh, bahwa di tengah
tengah kesibukan yang amat padat, Dewan masih bersedia meluangkan waktu,.
tenaga dan pikirannya untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang
Hubungan Luar Negeri.
Saudara Pimpinan dan Para Anggota Dewan Yang Terhormat,
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembukaannya menegaskan bahwa salah
satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Tujuan ini pada hakekatnya merupakan amanat kepada
bangsa, negara dan Pemerintah Indonesia untuk selalu mengambil peran aktif
dalam upaya bangsa-bangsa untuk menciptakan ketertiban dan perdamaian
dunia. Upaya tersebut dilakukan melalui penyelenggaraan Hubungan Luar
Negeri. Oleh karena itu Hubungan Luar Negeri merupakan unsur yang sangat
penting dalam kehidupan ketatanegaraan kita, karena di dalamnya terkandung
usaha penjabaran tujuan konstitusional yang mulia dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa.
3
Di masa mendatang, dalam abad ke XXI yang tidak lama lagi akan kita masuki,
hubungan saling ketergantungan antarbangsa dan saling keterkaitan antar
masalah akan semakin besar, baik di kawasan kita sendiri maupun di dunia
pada umumnya. Hal tersebut akan merupakan kenyataan internasional yang
tidak dapat kita hindari dalam penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri
Indonesia. Pelaksanaan Hubungan Luar Negeri itu, selain harus
memperhatikan kondisi dunia tersebut, perlu tetap didasarkan pada landasan
idiil Pancasila, landasan konstitusional Undang-Undang Das~r 1945, serta
prinsip Politik Luar Negeri yang bebas aktif.
Landasan-landasan tersebut telah menjadi pedoman dalam penyelenggaraan
Hubungan Luar Negeri kita. Untuk lebih memantapkan praktek-praktek dan
menjamin kepastian hukum bagi kebijakan-kebijakan yang diambil dalam
penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri,
dirasakan perlu untuk membuat pengaturan-pengaturan yang merupakan
penjabaran lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.
Oleh sebab itu maka perlu disusun suatu perangkat hukum yang menjabarkan
secara lebih rinci mengenai penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan
pelaksanaan Politik Luar Negeri. Dengan latar belakang inilah maka
Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Luar
Negeri ini.
4
Saudara Pimpinan dan Para Anggota Dewan Yang Terhormat,
Pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Luar Negeri
merupakan salah satu perwujudan pengembangan hukum nasional, dengan
jalan mengkodifikasikan praktek-praktek yang telah ada dan menclptakan
kaidah-kaidah baru bagi penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri. Dengan
adanya Undang-Undang tentang Hubungan Luar Negeri diharapkan dapat
dicapal penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri yang lebih efisien, efektif,
terarah dan terkoordinasl sehlngga dapat menunjang pencapalan tujuan
nasional.
Pada kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan kepada Pimpinan
dan Para Anggota Dewan Yang Terhormat, pokok-pokok pikiran yang
melandasi dan yang menjadi pertimbangan penyusunan Rancangan Undang
Undang tentang Hubungan Luar Negeri.
Pertama, sebagai negara hukum maka Hubungan Luar Negeri RI harus
diselenggarakan berdasarkan aturan-aturan hukum. Agar Hubungan Luar
Negeri terselenggara secara tertib maka aturan-aturan hukum tersebut harus
5
menjadi kaidah-kaidah bagi para penyelenggara Hubungan Luar Negeri, di
mana pembagian dan pelimpahan wewenang kepada dan diantara para
penyelenggara Hubungan Luar Negeri akan diatur secara tegas.
Penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri yang demikian itu diharapkan akan
dapat menunjang upaya perlindungan kepentingan bangsa dan negara serta
pencapaian tujuan nasional.
Kedua, komitmen untuk melindungi kepentingan naslonal kita termasuk
kepentingan warga negara Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri,
adalah sejalan dengan tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 alinea keempat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam kaitan ini, Undang-Undang tentang
Hubungan Luar Negeri menetapkan secara umum dan secara khusus kaidah
kaidah hukum tentang pemberian perlindungan terhadap kepentingan nasional
dan warga negara Indonesia.
Ketiga, Penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri harus diabdikan kepada
kepentingan nasional serta pencapaian tujuan nasional. Maksud tersebut
hanya dapat diwujudkan melalui suatu mekanisme hubungan kerja yang
mampu menciptakan koordinasi yang lebih baik di antara para penyelenggara
6
Hubungan Luar Negeri, baik di kalangan Pemerintah maupun di luar kalangan
Pemerintah.
Keempat, Menteri Luar Negeri, sebagal penyelenggara tugas umum
Pemerintahan di bidang Hubungan Luar Negeri dan Politik Luar Negeri, perlu
didukung oleh aparatur penyelenggara Hubungan Luar Negeri yang andal dan
memadai, baik institusional, fungsional maupun profesional, agar tugas
tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dalam menunjang upaya
pencapaian tuj uan nasional.
Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Indonesia telah memainkan peran aktif dalam berbagai kegiatan internasional,
seperti penyelenggaraan Konperensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955
yang melahirkan Dasa Sila Bandung, pembentukan Gerakan Non-Blok di tahun
1961, di mana Indonesia menjabat sebagai Ketua Gerakan tersebut dari tahun
1992-1995. Begitu pula dalam pembentukan serta kegiatan ASEAN, OKI,
Kelompok 77, OPEC, Kelompok 15 dan Kelompok D-8. Indonesia telah aktif
pula memberi sumbangan pada penyelesaian konflik di Kamboja, masalah
Moro di Filipina, pencegahan konflik di Laut Cina Selatan, serta pengiriman
pasukan atau misi pemelihara perdamaian antara lain ke Timur Tengah,
Kongo, Kamboja dan Bosnia dalam rangka Perserikatan Bangsa-bangsa serta
ke Vietnam (International Commission of Control and Supervision in Vietnam,
7
1973) di luar rangka Perserikatan Bangsa-bangsa. Di forum Perserikatan
Bangsa-bangsa Indonesia telah memainkan peranan aktif dalam Komite
Dekolonisasi, Komite Perlucutan Senjata, serta pernah menjadi Ketua Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (1971-1972), Ketua Komlte I Sidang
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa ke-40 (1985), dan beberapa kall
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Indonesia telah aktif pula dalam konperensi-konperensi Perserikatan Bangsa
Bangsa mengenai hukum laut yang akhirnya menghasilkan konvensi tentang
hukum laut 1982. Khusus di bidang hukum laut, bersama-sama dengan negara
nusantara lainnya, Indonesia telah berhasil memperjuangkan pengakuan
internasional pada prinsip Nusantara yang akhirnya diterima dan termuat
dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut. Peran
penting yang dimainkan Indonesia itu adalah sejalan dengan prinsip Politik
Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif yang senantiasa kita pegang teguh.
Dengan adanya Undang-Undang tentang Hubungan Luar Negeri sebagai
perangkat hukum nasional yang berisi kaidah-kaidah hukum dalam
penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri yang akan menjadi pegangan dan
pedoman bagi semua penyelenggara Hubungan Luar Negeri, diharapkan
akan dapat dicegah kemungkinan terjadinya atau terulangnya kembali
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan Politik Luar Negeri bebas
8
aktif seperti yang telah kita alami di masa lampau.
Saudara-saudara Anggota Dewan Yang Terhormat,
Ruang lingkup dan jangkauan materi Undang-Undang tentang Hubungan Luar
Negeri lni meliputi subyek, sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan
Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri yang lengkap dan
menyeluruh serta tertuang di dalam suatu perangkat hukum nasi9nal. Undang
Undang tentang Hubungan Luar Negeri ini akan diarahkan untuk menciptakan
suatu sistem konsultasi, koordinasl, pemantauan dan pengendalian yang
melembaga dalam penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan
Politik Luar Negeri. Dengan demikian dapat dicapai sasaran yang diinginkan
yaitu untuk menciptakan tertib hukum dan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri
dalam rangka pembangunan hukum nasional.
Saudara Pimpinan dan Para Anggota Dewan Yang Terhormat,
Untuk memperoleh gambaran umum mengenai materi dan ketentuan
ketentuan yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan
Luar Negeri, perkenankanlah kami menjelaskan secara singkat materi muatan
9
yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini.
Pertama-tama perlu kami tekankan bahwa Rancangan Undang-Undang ini
dimaksudkan sebagai rancangan Undang-Undang Pokok tentang Hubungan
Luar Negeri. Sesuai dengan sifatnya, maka Undang-Undang yang
rancangannya sudah berada di tangan para Anggota Dewan Yang Terhormat,
hanya memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok saja, sedangkan
ketentuan-ketentuan yang lebih rinci dapat diatur dalam undang-undang
tersendiri atau peraturan pelaksanaan yang bertingkat lebih. rendah dari
undang-undang.
Karena hanya memuat hal-hal pokok, maka Rancangan Undang-Undang ini
hanya terdiri dari 41 Pasal, termasuk 2 Pasal yang bersifat non-substantif.
Perumusan 41 Pasal tersebut dikelompokkan dalam 10 Bab, yang terdiri dari
8 Bab substantif (Bab I sampai Bab VIII) dan 2 Bab non-substantif, yang lazim
terdapat dalam kebanyakan undang-undang. Dua Bab non-substantif tersebut
terdiri dari Bab yang memuat aturan peralihan (Bab IX), dan ketentuan penutup
(Bab X). Selanjutnya, dapat kami sampaikan materi muatan Rancangan
Undang-Undang ini sebagai berikut:
10
1. Ketentuan Umum (Bab I)
Ketentuan Umum dalam Rancangan Undang-Undang lni, memuat uraian
tentang pengertian beberapa istilah yang dipergunakan, Dasar
Penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan Politik Luar Negeri, Prinslp
Politik Luar Negeri, serta cara pelaksanaan Politik Luar Negeri.
2. Penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar
Negeri (Bab II}
Bab mengenai penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan
pelaksanaan Politik Luar Negeri memuat antara lain ketentuan-ketentuan
pokok bagi penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri serta pelaksanaan
Politik Luar Negeri RI. Di samping itu diatur pula masalah kewenangan
penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar
Negeri serta pelimpahan kewenangan tersebut.
Bab ini memuat pula ketentuan tentang pengangkatan pejabat-pejabat
yang secara khusus ditugaskan untuk menyelenggarakan Hubungan
11
Luar Negeri di bidang tertentu, pembukaan dan pemutusan hubungan
diplomatik dan konsuler dengan negara lain, perihal masuk ke dalam
atau keluar dari keanggotaan organisasi internasional,pembukaan dan
penutupan kantor Perwakilan di luar negeri dan pengiriman pasukan
atau misi pemeliharaan perdamaian. Selain itu juga diatur hal-hal yang
berkaitan dengan prosedur pendirian lembaga kebudayaan dan/ atau
badan promosi Indonesia di luar negeri dan pendirian lembaga
kebudayaan asing atau lembaga kerja sama asing di lndQnesia.
3. Pembuatan dan Pengesahan Perjanjian lnternasional (Bab Ill)
Bab ini mengatur pokok-pokok tentang hal-hal yang berhubungan
dengan Pembuatan dan Pengesahan Perjanjian lnternasional, yakni
tentang kekuatan mengikatnya terhadap Pemerintah RI dan proses
konsultasi bagi rencana pembuatan perjanjian internasional. Ketentuan
yang lebih rinci dan bersifat teknis tentang Pembuatan dan Pengesahan
Perjanjian lnternasional akan diatur dalam Undang-Undang tersendiri.
4. Kekebalan, Hak lstimewa dan Pembebasan (Bab IV)
12
Bab ini meletakkan kerangka hukum tentang pemberian kekebalan dan
hak istimewa kepada Perwakilan diplomatik dan konsuler, misi khusus,
Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Perwakllan badan-badan
khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi lnternasional ·
lainnya serta kemungkinan pemberian pembebasan dart kewajiban
tertentu kepada Perwakilan organisasi atau badan asing lain.
5. Perlindungan kepada Warga Negara Indonesia (Bab V)
Dalam bab ini ditetapkan antara lain aturan yang menandaskan
mengenai kewajiban Pemerintah untuk melindungi kepentingan Warga
Negara atau badan hukum Indonesia, termasuk Warga Negara dan
badan hukum Indonesia di luar negeri, serta dasar pemberian
perlindungan tersebut. Disamping itu Bab ini juga menetapkan
kewajiban Perwakilan RI untuk memupuk persatuan dan kerukunan
antara sesama WNI di luar negeri dan pemberian pengayoman bagi WNI
dan badan hukum Indonesia di luar negeri. Bab ini juga mengatur
kewajiban Perwakilan RI untuk membantu menyelesaikan persengketaan
13
yang timbul antara sesama WNI atau badan hukum Indonesia di luar
negeri, kewajiban Perwakilan RI untuk memberikan bantuan dan
perlindungan kepada WNI di luar negeri yang terancam bahaya nyata,
perang atau karena pemutusan hubungan diplomatik, serta dasar
pemberian bantuan dan perlindungan tersebut Selaln ltu juga dimuat
hal-hal yang berkaltan dengan tugas Perwakilan RI yang berkenaan
dengan masalah hukum dan hal-hal yang bersifat notariil seperti
pernikahan, perceralan, kelahiran dan kematian.
6. Pemberian Suaka dan Masalah Pengungsi (Bab VI}
Bab ini menetapkan tentang kewenangan pemberlan suaka, prosedur
atau pelaksanaan kewenangan dan dasar pemberian suaka kepada
orang asing. Sebagaimana dike•~hui oleh para anggota Dewan Yang
Terhormat, hak seseorang untuk mencari suaka guna memperoleh
perlindungan politik dari negara lain diakui oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu hak asasi manusia. Hak
mencari suaka tersebut tercantum dalam Pasal 24 Piagam Hak Asasi
Manusia yang dilampirkan pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Nomor 17/MPR/1998. Bab ini juga memuat ketentuan tentang
14
penetapan kewenangan kebijakan mengenai pengungsi, yang pokok-
pokoknya akan diatur lebih lanjut di dalam Keputusan Presiden.
7. Aparatur Hubungan Luar Negeri (Bab VII)
Bab tentang aparatur Hubungan Luar Negeri ini mengatur antara lain
kewenangan pelaksanaan tugas di bidang Hubungan Luar Negeri,
koordinasi penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri da11 pelaksanaan
Politik Luar Negeri. Selain itu, dimuat pula beberapa ketentuan yang
berkaitan dengan aparatur pelaksananya seperti Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh, kewenangan pengangkatan pejabat lain setingkat
Duta Besar seperti Outa Besar Keliling, urutan kepangkatan diplomatik
serta hal-hal yang berkaitan dengan Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN).
8. Pemberian dan Penerimaan Surat-surat Kepercayaan (Bab VIII)
Bab ini memuat ketentuan-ketentuan yang menyangkut pemberian dan
penerimaan surat-surat kepercayaan, antara lain kewenangan pemberian
surat-surat kepercayaan, penerimaan surat-surat kepercayaan,
penandatanganan surat-surat kepercayaan, penandatanganan surat
15
tauliah bagi Konsul Jenderal atau Konsul, penerimaan surat tauliah
seorang Konsul Jenderal atau Konsul dan pengeluaran eksekuatur.
Juga dimuat ketentuan tentang penandatanganan surat tauliah bagi
Konsul Jenderal Kehormatan atau Konsul Kehormatan, Penerimaan
surat tauliah seorang Konsul Jenderal Kehormatan atau Konsul
Kehormatan asing dan pengeluaran eksekuatur.
9. Ketentuan Peralihan (Bab IX)
Ketentuan Peralihan ini memberikan kejelasan dan kepastian hukum
bagi aturan-aturan penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri yang telah
ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, sepanjang aturan-aturan
tersebut tidak bertentangan atau diganti dengan yang baru berdasarkan
Undang-Undang ini.
10. Ketentuan Penutup (Bab X)
Ketentuan Penutup ini memuat ketentuan tentang tanggal mulai
berlakunya Undang-Undang tentang Hubungan Luar Negeri ini, bilamana
rancangannya telah disetujui oleh Dewan dan disahkan oleh Presiden.
16
Demikianlah uraian ringkas tentang pokok-pokok, materi yang terkandung di
dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Luar Negeri, yang
mudah-mudahan bermanfaat sebagai pengantar pembahasan Rancangan
Undang-Undang inl oleh Dewan Yang Terhormat.
Semoga Allah SWT, senantiasa mellmpahkan rahmat, nikmat, dan karuniaNya
kepada kita semua.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 6 April 1999
ATAS NAMA PEMERINTAH
MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA