11

Click here to load reader

Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

  • Upload
    yanti

  • View
    1.029

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

Menyelami ritual Parmalim di Tanah Batak

0 6 A P R I L 2 0 0 5

sumber : Rubrik Pariwisata di harian bisnis

Sabtu, 02/04/2005

Sumatra Utara saat ini masih memiliki sekelompok masyarakat yang

masih memegang teguh agama dan budaya asli daerah. Agama

Parmalim, yang sudah sengaja diisolasi ratusan tahun, hingga kini

mampu bertahan dengan pusatnya di Desa Hutatinggi, Kecamatan

Laguboti, Kabupaten Toba Samosir.

Ritual-ritual dalam Parmalim sudah berlangsung lama dalam tradisi

Batak Kuno dan saat ini masih dipertahankan, meski kelembagaan

Parmalim yang dipusatkan di Kompleks Bale Pasogit baru resmi berdiri

3 Agustus 1921, setelah mendapat persetujuan WKH Ypes, Controleur

van Toba waktu itu.

Berdasarkan sejarah, Parmalim Hutatinggi dirintis Raja Mulia

Naipospos (wafat 18 Februari 1956). Saat ini Parmalim Hutatinggi

dipimpin Raja Marnakkok Naipospos, cucu Raja Mulia Naipospos.

Penganut Parmalim Hutatinggi tercatat sekitar 6.000 jiwa (1.500 KK)

dan tersebar di 50 komunitas di seluruh Indonesia.

Di Hutatinggi, terdapat kompleks bernama Bale Pasogit (balai asal-

asul). Ada empat bangunan berarsitek Batak yang terdapat dalam

kompleks itu yakni, Bale Partonggoan (balai doa), Bale Parpitaan (balai

sakral), Bale Pangaminan (balai pertemuan), dan Bale Parhobasan

(balai pekerjaan dapur). Bagi umat Parmalim, Bale Pasogit merupakan

Huta Nabadia (tanah suci). Semua bale ini didesain dengan motof

batak yang sarat dengan arti khusus.

Di kompleks itu pula, dua kali dalam setahun, umat Parmalim

menggelar upacara keagamaan besar Sihapa Sada (upacara

menyambut tahun baru sekaligus memperingati kelahiran para

Page 2: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

pemimpin spiritual Parmalim) dan Sipaha Lima (upacara syukuran atas

rahmat yang diterima dari Raja Mulajadi Nabolon).

Masyarakat Parmalim sangat terbuka dengan orang luar, dan tidak

segan-segan menjawab semua pertanyaan dari tamu tentang agama

dan budaya mereka. Bahkan mereka menginzinkan beberapa ilmuwan,

budayawan ataupun seniman untuk meneliti Parmalim, sepanjang

dilakukan secatra jujur dan tidak menggunakan hasilnya untuk tujuan

negatif.

Kearifan lokal

Salah satu karakter yang paling menonjol dari penganut Parmalim

Hutatinggi dan diakui masyarakat sekitarnya adalah kaya akan

kearifan lokal. "Parmalim masih sangat mempertahankan kearifan

dalam mengelola lingkungan hidup, yang terlihat jelas dari prilaku

umat Parmalim sehari-hari," ujar Surung Simanjuntak, putra daerah

batak yang sudah tidak menganut Parmalim.

Monang Naipospos, Tokoh Parmalim, mengatakan Parmalim

menekankan lingkungan hidup pada dasarnya memberikan dukungan

terhadap kelangsungan hidup manusia, sehingga sewajarnya manusia

juga memberi dukungan terhadap lingkungan hidup. "Air adalah

sumber kehidupan, maka kita harus memberi dukungan terhadap

semua hal yang mendukung pelestarian air."

Pada saat menebang pohon misalnya, Parmalim memiliki tata cara

tertentu, dimana si penebang harus berusaha agar pohon jangan

sampai menimpa anak pohon lain. Jika penebang tidak bisa

melaksanakan syarat ini, penebang pohon harus diganti orang lain.

Begitu pun ketika memetik umbi-umbian yang menjalar, umat

Parmalim harus menyisakan tunas sehingga bisa tumbuh kembali.

Dalam melaksanakan sesuatu, Parmalim mengenal istilah parsolamo

(pembatasan). Tingkat kedewasaan seseorang dinilai dari seberapa

Page 3: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

besar ia bisa membatasi diri. Misalnya dalam mengkonsumsi makanan,

umat Parmalim dilarang makan babi, anjing, darah, dan barang curian.

Parmalim juga masih setia menggunakan kalender batak (parhalaan),

yang tahun ini perayaan tahun baru Upacara Sipaha Sada jatuh pada

Maret. Upacara di Bale Pasogit ini merupakan ritual yang sangat

penting, sehingga diikuti segenap umat dari berbagai daerah.

Sisingamangaraja

Saat upacara, mereka juga mendoakan para raja-raja Parmalim

terdahulu seperti Sisingamangaraja dan penghargaan kepada

pemimpin di seluruh dunia, yang disebut dengan filosofis yang artinya

pemimpin dari empat penjuru dunia dan empat segi kehidupan.

Dua hari sebelum upacara itu, umat Parmalim melakukan puasa

selama 24 jam. Sebagai pembuka dan penutup puasa, mereka

melakukan ritual mangan napaet (menyantap makanan yang pahit)

sebagai simbol untuk mengenang kepahitan dan penderitaan Raja

Nasiak Bagi (salah satu pemimpin spiritual Parmalim) ketika

menegakkan agama Parmalim.

Bahan-bahan makanan dalam ritual itu terdiri dari daun pepaya muda,

cabai, garam, dan nangka muda. Sebelum disantap, bahan-bahan

makanan ini ditumbuk halus. Sebelum melakukan Upacara Sipaha

Sada, ada selang satu hari yang digunakan umat untuk beristirahat

yang biasa disebut robo.

Untuk mengikuti upacara ini, para penganut Parmalim mengenakan

busana khusus dan berbeda-beda. Pria mengenakan jas berselempang

ulos dari jenis ragi hotang dan sarung ulos dari jenis bintang maratur.

Pria yang sudah menikah menggunakan sorban yang disebut tali-tali

berwarna putih menandakan kesucian. Pemimpin umat menggunakan

tali tali berwarna hitam yang menandakan kepemimpinan dan

tanggung jawab.

Page 4: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

Hal ini sesuai dengan tiga warna yang melambangkan tiga kepribadian

Batak, yaitu hitam berarti kepemimpinan dan tanggung jawab, merah

berarti ilmu pengetahuan adalah kekuatan dan putih yang

melambangkan kesucian. Tiga warna ini, selain menjadi warna pakaian

dan ulos, juga terlihat dari desain pada rumah adat batak.

Sedangkan wanita mengenakan sarung (ragi) yang berbentuk ulos dari

jenis runjat, kebaya, selendang (hande-hande) dari jenis yang

bervariasi, yaitu sadum, bintang maratur dan mangiring.

Satu lagi yang unik, perempuan diwajibkan menggunakan sanggul

toba (gulungan rambut ke dalam) sebagai warisan para wanita batak

ratusan tahun lalu.

Tepat tengah hari, ritual dimulai. Raja Marnakkok Naipospos yang

menjabat sebagai Raja Ihutan (pemimpin spiritual umat Parmalim saat

ini) memasuki Bale Partonggoan. Sebelumnya, di dalam Bale

Partonggoan telah disiapkan pelean (sesajen) berupa daging ayam,

kambing putih, ihan (ikan batak), telur, nasi putih, sirih, sayur-mayur,

jeruk purut, air suci, dan dupa.

Lazimnya dalam tradisi adat Batak Kuno, bahan-bahan untuk pelean

berasal dari hewan-hewan atau hasil pertanian terpilih, meski tidak

wajib melainkan kemampuan orang yang melakukan upacara. Pelean

yang wajib harus urapan, air suci dan dupa.

Setelah diperiksa oleh Raja Ihutan, pelean dibawa ke lantai dua

(pamelean) Bale Partonggoan secara berantai. Di tempat ini, Raja

Ihutan akan memastikan letak dan arah pelean.

Setelah ritual penyiapan pelean, Raja Ihutan kembali turun ke bawah

untuk memimpin Upacara Sipaha Sada yang berlangsung dengan

hikmat dan menghabiskan waktu sekitar lima jam, meliputi

penyembahan dan kotbah dari Ihutan. Malam harinya acara di

lanjutkan dengan pesta muda mudi.

Page 5: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

[Erna Sari Ulina Girsang - Kontributor Bisnis

Kisah Para Malim Tanah Batak [Sumber : Kompas, 19 September 2005]

Awalnya, Parmalim adalah gerakan spiritual untuk mempertahankan

adat istiadat dan kepercayaan kuno yang terancam agama baru yang

dibawa Belanda. Gerakan ini lalu menyebar ke tanah Batak menjadi

gerakan politik atau parhudamdam yang menyatukan orang Batak

menentang Belanda.

Gerakan itu muncul sekitar tahun 1883 atau tujuh tahun sebelum

kematian Si Singamangaraja XII, dengan pelopornya Guru Somalaing.

Dalam perkembangannya, gerakan yang menempatkan Si

Singamangaraja sebagai pemimpin tertinggi tersebut telah memicu

perlawanan politik dalam bentuk pertempuran-pertempuran kecil di

berbagai kawasan Batak Toba, sekaligus perlawanan teologis terhadap

zending. Gerakan ini pun terus melakukan perlawanan pascakematian

Si Singamangaraja XII.

Berbagai stigma lalu dilekatkan Belanda kepada pengikut Parmalim

untuk mengerem laju gerakan ini, mulai dari sebutan kaum

pembangkang, penyembah pagan, hingga pelaku kanibalisme atau

pemakan sesama manusia. Para penganut Parmalim diburu. Berbagai

upacara keagamaan mereka pun dilarang.

Pada tahun 1895 (tujuh tahun setelah kematian Si Singmangaraja XII),

Guru Somalaing ditangkap Belanda dan kemudian dibuang ke

Kalimantan pada tahun berikutnya. Gerakan Parmalim pun mulai

memudar walau tidak habis. Raja Mulia Naipospos, tokoh spiritual,

yang disebut-sebut mendapat restu dari Si Singamangaraja XII,

kemudian memegang tongkat kepemimpinan Parmalim.

Gerakan Parmalim pun kembali memusatkan diri pada spiritual dan

Page 6: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

tata cara hidup berdasarkan adat. Tongkat kepemimpinan ini

diwariskan turun-temurun dan kini dipegang oleh Raja Marnakkok

Naipospos, cucu Raja Mulia.

Saat ini pusat kegiatan keberagamaan kaum Parmalim dipusatkan di

Huta Tinggi, Kecamatan Lagu Boti, Kabupaten Tapanuli Utara,

Sumatera Utara.

Kata parmalim sendiri bisa dipisahkan dalam dua kata, yaitu par dan

malim. Par dalam bahasa Batak Toba merupakan awalan aktif yang

berarti orang yang mengerjakan atau menganut sesuatu. Malim sendiri

berasal dari kata bahasa masyarakat di pesisir pantai yang beragama

Islam, baik Melayu maupun Minangkabau, yang berarti pemuka agama

Islam.

Mualim

Asal usul kata malim bagi masyarakat Melayu berasal dari bahasa Arab

mualim yang artinya pintar dalam pengetahuan agama. Parmalim juga

berkonotasi dengan para malim atau sekumpulan orang yang

pengetahuan agamanya luas.

Munculnya kosakata parmalim ditengarai karena adanya interaksi

antara Guru Somalaing dengan orang-orang Melayu dan Aceh, yang

banyak membantu peperangan Si Singamangaraja XII melawan

Belanda.

Parmalim sendiri, menurut Raja Marnakkok Naipospos yang saat ini

menjadi Raja Ihutan atau pemimpin tertinggi kaum Parmalim, adalah

ajaran tradisional Batak. Sebelum kedatangan agama Islam dan

Kristen di tanah Batak, nenek moyang kami telah memiliki ajaran

kepercayaan tersendiri. Inti ajaran kami adalah bagaimana bisa

mempersembahkan hidup kepada Mula Jadi Nambolon (Tuhan), dan

bagaimana cara hidup bermasyarakat dengan baik. Prinsip-prinsip

ajaran kami diajarkan oleh Raja Si Singamangaraja, katanya.

Page 7: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

Menurut Monang Naipospos, salah seorang tokoh Parmalim yang lain,

ciri khas dari kepercayaan Parmalim adalah kearifan lokal mereka

dalam menjaga alam. Para pengikut Parmalim dilarang menebang

pohon, kecuali menanam tunas baru dengan jumlah lebih banyak.

Mereka juga tidak boleh merusak tunas-tunas kecil saat merobohkan

pohon besar. Manusia telah diberi hak untuk mengelola alam. Kita

telah didukung alam untuk hidup, maka kita juga harus mendukung

alam untuk hidup, katanya.

Namun, hingga kini prinsip- prinsip kepercayaan Parmalim sering

disalahtafsirkan oleh masyarakat luas. Parmalim masih dianggap

sebagai ancaman atas kemapanan. Hingga kini, para pengikut

Parmalim belum bisa memperoleh akta catatan sipil sebagaimana

warga negara yang lain. Mereka tak mendapatkan akta catatan sipil

untuk kelahiran dan pernikahan sehingga kesulitan menyesuaikan diri

dengan sistem kemasyarakatan yang ada.

Monang Naipospos mengatakan, upaya diskriminasi terhadap pengikut

Parmalim awalnya dilakukan oleh penjajah karena Si Singamangaraja

XII melakukan perlawanan terhadap Belanda. Sejak itulah Belanda

mendiskreditkan kami dengan citra buruk, termasuk disebutkan kami

sebagai orang tidak beradab yang makan manusia. Padahal, makan

babi, anjing, atau darah saja dilarang, katanya.

Selama ini kami menjadi warga negara yang terpinggirkan karena hak-

hak kami selaku warga negara belum terpenuhi. Pemerintah

Kabupaten Tobasa (Toba Samosir) tidak mau memberikan catatan sipil

kepada kami, dengan alasan pencatatan terhadap warga penghayat

kepercayaan tidak ada dalam perundang-undangan, seakan penghayat

kepercayaan di luar bingkai hukum negeri ini. Padahal, golongan

Tionghoa sudah bisa mendapatkannya, katanya.

Marnakkok mengatakan, jumlah pengikut Parmalim di Tobasa

mencapai 1.500 keluarga atau sekitar 6.000 jiwa. Sebagian besar

pengikut Parmalim itu belum mendapat akta catatan sipil. Pengikut

Parmalim yang mendapatkan akta kelahiran biasanya harus

Page 8: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

mencantumkan salah satu dari lima agama yang diakui pemerintah

dalam identitas mereka. Kami dikerdilkan sistem yang masih

diskriminatif, katanya.

Proses keberagamaan negara ini agaknya memang belum selesai....

posted by goklas-tambunan.net @ 2:04 PM  

Parmalim di Huta Tinggi Oleh: Ahmad Arif

[sumber : Kompas, Senin 19 September 2005]

Pukul 09.00 pertengahan Juli 2005 di Huta Tinggi, Kecamatan Lagu

Boti, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Ribuan pengikut

Parmalim dari berbagai belahan Nusantara berkumpul. Mereka sibuk

menyiapkan upacara syukur atas panen tahun ini. Tak ada komando,

tetapi semuanya tergerak untuk ikut menyiapkan upacara.

Pagi itu, para pengikut Parmalim kembali menggelar Sipahalima.

Upacara yang dilakukan setiap bulan kelima dalam kalender Batak ini

dilakukan untuk bersyukur atas panen yang mereka peroleh. Upacara

ini juga merupakan upaya untuk menghimpun dana sosial bersama

dengan menyisihkan sebagian hasil panen untuk kepentingan warga

yang membutuhkan. Misalnya, untuk modal anak muda yang baru

menikah, tetapi tidak punya uang atau menyantuni warga yang tidak

mampu makan.

Setelah makan siang bersama, sekitar pukul 13.00, seluruh peserta

kemudian berkumpul di halaman depan bale partonggoan atau balai

peribadatan. Raja Marnakkok Naipospos, yang menjadi Raja Ihutan

(pemimpin spiritual umat Parmalim saat ini), memimpin keseluruhan

upacara.

Selama upacara, para penganut Parmalim mengenakan pakaian adat.

Kaum laki-laki yang sudah berkeluarga mengenakan tali-tali (sorban)

berwarna putih, sarung, dan jas berselempang ulos. Sementara pria

lajang mengenakan sarung dan baju biasa berselempang ulos. Kaum

Page 9: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

wanita mengenakan sarung bermotif batik, kain kebaya, ulos, dan

menggelung rambut ke dalam.

Raja Marnakkok memimpin doa-doa kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan

pencipta langit dan bumi), doa untuk Debata Natolu, yaitu Batara

Guru, Debata Sori, dan Bala Bulan, serta doa untuk Siboru Deak

Parujar, doa untuk Naga Padoha Niaji, doa untuk Saniang Naga, doa

untuk Raja Uti, doa untuk Tuhan Simarimbulu Bosi, doa untuk Raja Na

Opatpuluh Opat atau semua nabi yang diutus Tuhan kepada bangsa-

bangsa melalui agama- agama tertentu, doa untuk Raja

Sisingamangaraja, doa untuk Raja Nasiak Bagi yang dianggap sebagai

penyamaran atau inkarnasi Raja Sisingamangaraja.

Musik senantiasa mengiringi doa-doa yang dipanjatkan penuh kusuk

itu. Bagi masyarakat Batak, musik dipercaya sebagai media untuk

menyampaikan doa agar sampai ke alam spiritual.

Upacara berakhir menjelang senja dan sebelum ditutup, seekor sapi

jantan berwarna hitam disembelih sebagai kurban. Setelah dimasak,

seluruh peserta ritual makan bersama.

Sipahasada

Di samping Sipahalima, ritual tahunan yang rutin dilakukan oleh

pengikut Parmalim adalah Sipahasada. Upacara yang dilakukan pada

awal upacara Tahun Baru dalam kalender Batak itu dilakukan untuk

memperingati kelahiran para pemimpin spiritual mereka.

Dua hari sebelum upacara dilaksanakan, umat Parmalim di berbagai

tempat melakukan puasa selama 24 jam. Dan sebagai pembuka dan

penutup puasa, mereka melakukan ritual mangan napaet atau

memakan makanan yang pahit.

Bahan-bahan makanan dalam ritual mangan napaet terdiri dari daun

pepaya muda, cabai, garam, dan nangka muda. Sebelum dimakan,

bahan-bahan makanan ini ditumbuk halus. Ritual mangan napaet

Page 10: Menyelami Ritual Parmalim Di Tanah Batak

merupakan simbol untuk mengenang kepahitan dan penderitaan Raja

Nasiak Bagi, salah satu pemimpin spiritual Parmalim. Setelah ritual

mangan napaet yang dilaksanakan di punguan (komunitas) masing-

masing, mereka menuju bale pasogit atau tempat peribadatan

bersama di Huta Tinggi.

Sebagaimana Sipahalima, Raja Marnakkok Naipospos juga yang

memimpin upacara Sipahasada. Sebelumnya, di dalam bale

partonggoan atau tempat peribadatan telah disiapkan pelean

(sesajen). Pelean ini berupa daging ayam, kambing putih, ihan (ikan

batak), telur, nasi putih, sirih, sayur-mayur, jeruk purut, air suci, dan

dupa. Lazimnya dalam tradisi adat Batak kuno, bahan- bahan untuk

pelean berasal dari hewan-hewan atau hasil pertanian terpilih. Paling

tidak, dalam pelean harus ada urapan, air suci, dan dupa, ujar Monang

Naipospos, tokoh Parmalim Huta Tinggi. Setelah diperiksa oleh Raja

Ihutan, pelean dibawa ke lantai dua (pamelean) bale partonggoan

secara berantai.

Di tempat ini, Raja Ihutan akan memastikan letak dan arah pelean.

Pascaritual penyiapan pelean, Raja Ihutan kembali turun ke bawah

untuk memimpin doa- doa. Semua peserta ritual kusuk berdoa.

Bahkan, sebagian terlihat menitikkan air mata.

Di tengah stigma negatif dan hambatan sosial karena tiadanya

pengakuan agama mereka oleh negara, tetap saja mereka berusaha

melakukan ritual sesuai dengan keyakinan dengan penuh takzim.

Masalah keyakinan memang tak bisa dibelenggu....