148
Mesin Diesel 3000 cc dengan Turbocharger Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Disusun Oleh Nama : NIM : Erix Gunarto 045214 055 Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2008

Mesin Diesel 3000 cc dengan Turbocharger - USD

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Mesin Diesel 3000 cc dengan Turbocharger

Tugas Akhir

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun Oleh Nama :NIM :

Erix Gunarto 045214 055

Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2008

Mechanical Engineering Study Program Mechanical Engineering Departement Faculty Of Science And Technology

Sanata Dharma University Yogyakarta

2008

3000 cc Diesel Engine with Turbocharger

Final Project

Presented as partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

by Erix Gunarto

Student Number : 045214055

Pernyataan

Bahwa di dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 26 September 2008

Penulis

Intisari

Daya pada motor bakar dapat didongkrak dengan cara memperbesar jumlah

udara yang memasuki ruang bakar. Kenaikan jumlah udara dikompensasi dengan

penambahan jumlah bahan bakar. Jumlah total energi yang memasuki ruang bakar

menjadi tinggi dan di dalam ruang bakar dapat dibangkitkan energi yang besar dan

Untuk membandingkan unjuk kerja mesin tanpa dan dengan turbocharger.

Turbo-supercharger atau biasa disebut ‘turbocharger’ saja adalah

supercharger yang digerakkan oleh turbin yang mengkonversi energi aliran gas buang

menjadi energi kinetik rotasi. Aliran gas buang dilewatkan ke dalam turbin. Daya

yang diperoleh turbin diteruskan ke kompresor melalui perantaraan poros. Kemudian

kompresor akan memompakan udara segar ke dalam ruang bakar.

Dari perhitungan yang telah dilakukan ternyata menggunakan turbocharger

menghasilkan efisiensi dan daya besar dibandingkan dengan yang tidak memakai

turbocharger. Efisiensi dengan turbocharger di dapat 82,7 % sedangkan tanpa

turbocharger 82,1 % pada putaran 3600 rpm dan daya yang dihasilkan menggunakan

turbocharger di dapat 110,79 Hp sedangkan tanpa turbocharger 107,96 Hp pada

putaran 3600 rpm.

Kata Pengantar

Salah satu tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk melengkapi wacana

tentang dunia otomotif bagi mereka yang mempelajari teknologi, khusunya tentang

mesin diesel dan turbocharger. Tugas ini disusun sedemikian rupa sehingga

diharapkan pembaca dapat menangkap pesan-pesan penulis.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk pihak-pihak

yang turut mendukung terselesaikannya tugas akhir ini. Pihak-pihak tersebut adalah:

1. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi.

2. Budi Sugiharto S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin.

3. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir.

4. Fr. Blasius OSCO terima kasih atas semua saran dan nasehat.

5. Kristin Yulianti yang selama ini selalu menemaniku dan mendampingiku

dalam suka dan duka.

6. Dan yang terakhir, untuk semua pihak yang telah turut membantu

terselesaikannya tugas akhir ini.

Tentu saja banyak kekurangan di dalam penulisan kali ini. Untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang membangun, baik sebelum maupun sesudah

adanya revisi.

Yogyakarta, 17 September 2008

Penulis

Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar belakang 1

1.2. Rumusan masalah 2

1.3. Tujuan penulisan 2

1.4. Batasan perancangan 2

1.5. Metode perancangan 3

BAB 2 TINJAUAN TEORI 4

2.1. Tinjauan umum mesin diesel 4

2.2. Prinsip kerja 8

2.3. Siklus termodinamika 11

2.3.1. Proses pembakaran 11

2.3.2. Bilangan setana (cetane) bahan bakar 15

2.3.3. Perbandingan campuran 16

2.4. Turbocharger 18

2.4.1. Tujuan pemakaian 19

BAB 3 ANALISA SIKLUS 21

3.1. Siklus kerja motor diesel 21

3.2. Motor diesel tanpa turbocharger 24

3.2.1. Langkah hisap 25

3.2.1.1. Tekanan didalam silinder selama proses pengisapan 26

3.2.1.2. Temperatur akhir pada langkah hisap 27

3.2.1.3. Efisiensi pengisian untuk langkah hisap 28

3.2.2. Langkah kompresi 29

3.2.2.1 Tekanan akhir langkah kompresi 30

3.2.2.2 Temperatur akhir langkah kompresi 31

3.2.3. Langkah pembakaran 32

3.2.3.1. Proses pembakaran 32

3.2.3.2. Reaksi pembakaran 32

3.2.3.3. Koefisiensi kelebihan udara 34

3.2.3.4. Koefisien kimia penambahan molar μo 36

3.2.3.5. Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran 37

3.2.3.6. Kapasitas molar rata-rata dari gas volume konstan 38

3.2.3.7. Kapasitas panas molar isokhorik rata-rata udara 39

3.2.3.8. Kapasitas molar isokhorik udara pada akhir kompresi 40

3.2.3.9. Perhitungan temperatur akhir langkah pembakaran 40

3.2.3.10. Tekanan akhir pembakaran 41

3.2.4. Langkah ekspansi 44

3.2.4.1. Perbandingan ekspansi awal 44

3.2.4.2. Perbandingan ekspansi akhir 45

3.2.4.3. Tekanan akhir langkah ekspansi 46

3.2.4.4. Temperatur akhir langkah ekspansi 46

3.2.5. Tekanan indikasi rata-rata 47

3.2.5.1. Tekanan indikasi rata-rata aktual 48

3.2.5.2. Kerja indikasi dan daya indikasi hp (horse power) 49

3.2.5.3. Torsi yang dihasilkan 50

3.2.5.4. Efisiensi mekanis 50

3.2.5.5. Tekanan efektif rata-rata 51

3.2.5.6. Brake horsepower 51

3.2.5.7. Kebutuhan bahan bakar 52

3.2.5.8. Konsumsi bahan bakar tiap jam 53

3.2.5.9. Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk indikasi daya (Ni) 54

3.2.6.0. Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk break thermal 55

3.2.6.1. Efisiensi indikasi panas 55

3.2.6.2. Efisiensi daya break thermal (Hp) 56

3.2.6.3. Kebutuhan bahan bakar spesifikasinya 56

3.3. Motor diesel dengan turbocharger 57

3.3.1. Langkah isap 61

3.3.1.1. Tekanan akhir langkah isap 61

3.3.1.2. Suhu akhir lagkah isap 61

3.3.1.3. Efisiensi pengisian dan koefisien gas sisa 63

3.3.2. Langkah kompresi 63

3.3.2.1. Eksponen kompresi politropik 63

3.3.3.2. Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi 64

3.3.3. Pembakaran 64

3.3.3.1. Tekanan dan suhu akhir langkah pembakaran 67

3.3.4. Langkah ekspansi 69

3.3.4.1. Eksponen politropik ekspansi 69

3.3.4.2. Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi 69

3.3.5. Perhitungan daya dengan turbocharger 70

3.3.5.1. Tekanan indikasi rata-rata 70

3.3.5.2. Daya indikasi dan daya kuda rem 70

3.3.5.3. Efisiensi dan daya rugi-rugi mekanis 71

3.3.5.4. Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi 71

3.3.5.5. Pengaruh pemakaian turbocharger 72

BAB 4 PERENCANAAN KOMPRESOR 75

4.1. Dasar teori 75

4.1.1. Diagram kecepatan 76

4.1.2. Laju aliran masa 77

4.1.3. Persamaan energi 79

4.1.4. Persamaaan momentum 80

4.1.5. Termodinamika kompresor 83

4.1.6. Perencanaan impeller 85

4.1.7. Perhitungan daya kompresor 105

4.1.8. Disain sudu 106

4.2. Perencanaan rumah keong 110

4.3. Perencanaan poros 119

4.4. Perencanaan pasak 127

4.5. Perencanaan bantalan dan pelumasan 128

BAB 5 PENUTUP 131

5.1. Kesimpulan 131

5.2. Saran 133

DAFTAR PUSTAKA 134

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Aplikasi mesin diesel sangat luas, terutama untuk kendaraan niaga. Tekanan

awal langkah kompresi pada mesin diesel tanpa turbocharger (naturally aspirated

engine) selalu lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Pada langkah isap, torak

bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Langkah ini

menimbulkan kevakuman pada ruang bakar sehingga udara bergerak memasuki ruang

bakar. Kondisi seperti ini dirasa kurang efektif karena udara yang memasuki ruang

bakar sangat terbatas jumlahnya karena hanya tergantung pada tekanan udara luar.

Efisiensi volumetrik dapat dinaikkan dengan memperbanyak jumlah udara yang

memasuki ruang bakar. Dengan meningkatkan jumlah udara yang memasuki ruang

bakar dan menambah suplai bahan bakar, maka jumlah kalor yang dapat dikonversi

menjadi kerja mekanis menjadi lebih besar. Dengan demikian daya yang dibangkitkan

juga akan lebih besar.

1.2. Rumusan masalah

Untuk mengatasi beberapa permasalahan di atas, maka dirancanglah suatu alat

untuk memperbesar jumlah udara yang memasuki ruang bakar. Alat ini disebut

turbocharger. Dengan alat ini diharapkan udara dapat memasuki ruang bakar dengan

kecepatan yang lebih tinggi, sehingga terjadi turbulensi. Dengan turbulensi maka

pencampuran bahan bakar dengan udara menjadi lebih baik.

Pemakaian turbocharger dapat mengatasi masalah menipisnya udara yang

masuk ruang bakar. Jumlah udara akan menipis pada dataran tinggi sehingga udara

yang masuk dalam ruang bakar sedikit. Jumlah udara yang sedikit mengakibatkan

proses pembakaran kurang sempurna.

1.3. Tujuan penulisan

Tujuan penulisan adalah :

1.) Membandingkan unjuk kerja mesin tanpa dan dengan turbocharger.

2.) Merancang turbocharger dan mengetahui parameter-parameter pendukung lainya.

1.3. Batasan Perancangan

Agar perancangan tidak menyimpang dari judul tugas, maka penulis membatasi

masalah pada perancangan turbocharger tanpa intercooler.

Berikut adalah data kendaraaan yang dilengkapi dengan turbocharger.

Jenis kendaraan : mobil penumpang

Tipe mesin : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah 16 katup

Jumlah silinder : 4 silinder sebaris

Volume sillinder : 3043 cc

Volume tiap silinder : 760,76 cc

Daya : 91,73 hp pada 3600 rpm

Torsi : 22,769 Nm pada 1800 rpm

Diameter silinder (bore) : 97 mm (0,097 m)

Panjang langkah (stroke) : 103 mm (0,103 m)

Perbandingan kompresi : 1:17,6

1.4. Metode perancangan

Secara detail perancangan turbocharger akan dibahas dalam Bab III, Bab IV

dan Bab V. Urutan perancangannya adalah: Analisa siklus, perancangan kompresor,

perancangan poros beserta pasak, bantalan dan pelumasannya & kesimpulan. Poros

harus dibuat kuat agar dapat menahan berat impeler dan juga dirancang agar memiliki

kecepatan kritis yang tinggi apabila beroperasi bersama dengan impeler. Metode

pelumasan direncanakan dengan pelumasan celup mengingat kecepatan turbo yang

diperkirakan relatif tinggi.

Turbocharger direncanakan memiliki konstruksi seperti Gambar 0.1. Dapat dilihat

impeler kompresor dan impeler turbin memiliki arah putaran yang sama karena

dihubungkan dengan satu poros.

Gambar 0.1 Konstruksi turbocharger yang direncanakan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan umum mesin diesel

Mesin diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Mesin

pembakaran dalam adalah mesin panas yang di dalamnya terdapat energi kimia dari

pembakaran dilepaskan di dalam silinder mesin. Golongan lain dari mesin panas

adalah mesin uap.Mesin uap adalah energi yang ditimbulkan selama pembakaran

bahan bakar diteruskan lebih dahulu ke uap dan hanya melalui uaplah kerja dilakukan

dalam mesin atau turbin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk menyebutkan semua

mesin panas yang dioperasikan langsung oleh gas pembakaran adalah mesin

pembakaran atau motor bakar.

Kerakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang

lain adalah metoda penyalaan bahan bakar. Dalam mesin diesel bahan bakar

diinjeksikan ke dalam silinder, yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama kompresi

suhu udara dalam silinder meningkat, Ketika bahan bakar dalam bentuk kabut halus

bersinggungan dengan udara panas akan menyala.

Karakteristik mesin diesel yang lain adalah bahwa mesinnya menghasilkan puntiran

yang kurang lebih tidak tergantung pada kecepatan, karena banyaknya udara yang

diambil ke dalam silinder dalam tiap langkah isap dari torak yang sedikit dipengaruhi

oleh kecepatan mesin. Banyaknya bahan bakar yang dapat dibakar di dalam silinder

dengan tiap langkah isap dan langkah usaha berguna oleh aksi torak.

Pemakaian bahan bakar dari motor diesel kira-kira 25% lebih rendah dari pada motor

bensin, sedangkan harga bahan bakarnya pun lebih murah. Hal itulah yang

menyebabkan mengapa motor diesel lebih hemat dari pada motor bensin. Namun,

karena perbandingan kompresinya yang tinggi maka tekanan kerja motor diesel

menjadi lebih tinggi dari pada motor bensin. Oleh karena itu motor diesel harus dibuat

lebih kuat dan kokoh, sehingga lebih berat.. Disamping itu, motor diesel

mengeluarkan bunyi yang keras, warna dan bau gas buang yang kurang

menyenangkan.

Gambar 2.1 Penampang melintang dari mesin diesel. (Sumber: Maleev, hal 5)

(1. lapisan silinder; 2. kepala silinder; 3. torak; 4. batang engkol; 5. poros engkol;

6. pipi engkol; 7. bantalan utama; 8. pena engkol dan bantalannya; 9. nosel bahan

bakar;10. cincin torak; 11. pena torak dan bantalannya; 12. katup pemasukan;

13. katup buang; 14. poros nok; 15. nok; 16. pengikut nok; 17. batang dorong;

18. lengan ayun;19. pegas katup; 20. blok silinder atau karter; 21. plat landasan.)

Gambar 2.1 menunjukkan secara umum mesin diesel empat langkah. Berikut

dijelaskan tentang beberapa bagian penting dari mesin diesel.

1. Silinder

Jantung mesin adalah silindernya, yaitu tempat bahan bakar dibakar dan daya

ditimbulkan. Bagian dalam silinder dibentuk dengan lapisan (liner), atau

selongsong (sleeve). Diameter dalam silinder disebut lubang (bore).

2. Kepala silinder (Cylinder head)

Kepala silinder menutup satu ujung silinder dan sering berisikan katup tempat

lewat udara dan bahan bakar diisikan dan gas buang dikeluarkan.

3. Torak (piston)

Ujung lain dari ruang kerja silinder ditutup oleh torak yang meneruskan kepada

poros daya yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar. Cincin torak (piston

ring) yang dilumasi dengan minyak mesin menghasilkan sil (seal) rapat gas

antara torak dan lapisan silinder. Jarak perjalanan torak dari satu ujung silinder

ke ujung silinder yang lain disebut langkah (stroke).

4. Batang engkol (conecting rod)

Satu ujung, yang disebut ujung kecil dari batang engkol, dipasangkan kepada

pena pergelangan (wrist pin) atau pena torak (piston pin) yang terletak di dalam

torak. Ujung yang lain atau ujung besar mempunyai bantalan untuk pena engkol.

Batang engkol mengubah dan meneruskan gerak bolak-balik (reciprocating) dari

torak menjadi putaran kontinyu pena engkol selama langkah kerja dan

sebaliknya selama langkah yang lain.

5. Poros engkol (crankshaft)

Poros engkol berputar di bawah aksi dari torak melalui batang engkol dan pena

engkol yang terletak di antara pipi engkol (crankweb), dan meneruskan daya dari

torak kepada poros yang digerakkan. Bagian dari poros engkol yang didukung

oleh bantalan utama dan berputar di dalamnya disebut tap (journal).

6. Roda gila (flywheel)

Roda gila dengan berat yang cukup dikuncikan kepada poros engkol dan

menyimpan energi kinetik selama langkah daya dan mengembalikannya selama

langkah yang lain. Roda gila membantu menstart mesin dan juga bertugas

membuat putaran poros engkol kira-kira seragam.

7. Poros nok (camshaft)

Poros nok digerakkan dari poros engkol oleh penggerak rantai atau oleh roda

gigi pengatur waktu mengoperasikan katup pemasukan dan katup buang melalui

nok, pengikut nok, batang dorong (push rod), dan lengan ayun (rocker arm).

Pegas katup berfungsi menutup katup.

8. Karter (crankcase)

Karter berfungsi menyatukan silinder, torak dan poros engkol, melindungi

semua bagian yang bergerak dan bantalannya, dan merupakan reservoir bagi

minyak pelumas. Disebut sebuah blok silinder kalau lapisan silinder disisipkan

di dalamnya. Bagian bawah dari karter disebut plat landasan (bed plate).

2.2 Prinsip kerja

Prinsip kerja motor diesel dapat dilihat pada Gambar 2.2. Torak bergerak translasi

bolak-balik di dalam silinder dihubungkan dengan pena engkol dari poros engkol yang

berputar pada bantalannya, dengan perantaraan batang penggerak atau batang

penghubung. Campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar, yaitu ruangan

yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala torak dan kepala silinder. Gas pembakaran

yang terjadi itu mampu menggerakkan torak yang selanjutnya memutar poros engkol.

Pada kepala silinder terdapat katup isap dan katup buang. Katup isap berfungsi

memasukkan udara segar ke dalam silinder; sedangkan katup buang berfungsi

mengeluarkan gas pembakaran, yang sudah tidak terpakai dari dalam silinder ke

atmosfer.

Gambar 2.2 Perinsip kerja motor diesel. (Sumber: Arismunandar, hal 1)

Jika torak berada pada posisi TMB, seperti terlihat pada gambar (d), dan baik katup

isap maupun katup buang ada pada posisi tertutup, maka gerakan torak ke atas seperti

terlihat pada gambar (a) merupakan gerakan menekan udara di dalam silinder

(langkah kompresi). Gerakan tersebut terakhir akan menyebabkan kenaikan tekanan

dan temperatur udara yang bersangkutan. Ada dua manfaat dalam menekan isi udara

selama langkah ini: pertama, menaikkan efisiensi panas atau efisiensi total dari mesin

dengan menaikkan densiti (kepadatan) pengisian sehingga diperoleh suhu yang lebih

tinggi selama pembakaran; ini dilakukan pada semua motor bakar, baik dari jenis

penyalaan cetus api maupun penyalaan kompresi. Yang kedua, untuk menaikkan suhu

udara pengisian sedemikian rupa sehingga kalau kabut halus dari bahan bakar

diinjeksikan ke dalamnya, maka bahan bakar akan menyala dan mulai terbakar tanpa

memerlukan sumber penyalaan dari luar seperti busi yang digunakan dalam mesin

bensin.

Akhirnya, apabila torak berada pada posisi terdekat dengan kepala silinder, seperti

terlihat pada gambar (b), maka untuk motor diesel pada umumnya tekanan dan

temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 30 kg/cm2 dan 500 oC.

Beberapa saat sebelum torak mencapai posisi (b) TMA, bahan bakar disemprotkan ke

dalam silinder dan terjadilah pembakaran. Proses pembakaran tersebut menyebabkan

kenaikan tekanan dan temperatur. Karena proses pembakaran tersebut memerlukan

waktu maka tekanan maksimum dan temperatur maksimumnya terjadi beberapa saat

setelah torak mulai turun ke bawah.

Dalam hal tersebut gas pembakaran mendorong torak ke bawah (langkah ekspansi),

seperti terlihat pada gambar (c), dan selanjutnya memutar poros engkol. Langkah ini

disebut juga langkah kerja. Beberapa saat sebelum torak mencapai posisi gambar (d)

katup buang mulai terbuka sehingga gas pembakaran keluar dari dalam silinder.

Selanjunya, gas pembakaran dipaksa keluar dari dalam silinder oleh torak yang

bergerak dari bawah ke atas (langkah buang). Beberapa saat sebelum torak mencapai

posisi gambar (b), katup isap mulai membuka dan beberapa saat setelah torak

bergerak ke bawah lagi, katup buang sudah tertutup. Dalam hal tersebut terakhir,

gerakan torak ke bawah akan menyebabkan udara segar dari atmosfer terisap masuk

ke dalam silinder (langkah isap). Demikianlah selanjutnya proses tersebut di atas

terjadi berulang-ulang.

2.3 Siklus termodinamika

2.3.1 Proses pembakaran

Minyak bakar yang disemprotkan ke dalam silinder berbentuk butir-butir cairan yang

halus. Oleh karena udara di dalam silinder pada saat tersebut sudah bertemperatur dan

bertekanan tinggi maka butir-butir tersebut akan menguap. Penguapan butir bahan

bakar itu dimulai pada bagian permukaan luarnya, yaitu bagian yang terpanas. Uap

bahan bakar yang terjadi itu selanjutnya bercampur dengan udara yang ada di

sekitarnya. Proses penguapan itu berlangsung terus selama temperatur sekitarnya

mencukupi. Jadi, proses penguapan juga terjadi secara berangsur-angsur. Demikian

juga dengan proses pencampurannya dengan udara. Maka pada suatu saat dimana

terjadi campuran bahan bakar udara yang sebaik-baiknya, proses penyalaan

berlangsung sebaik-baiknya. Sedangkan proses pembakaran di dalam silinder juga

terjadi secara berangsur-angsur dimana proses pembakaran awal terjadi pada

temperatur yang relatif lebih rendah dan laju pembakarannyapun akan bertambah

cepat. Hal itu disebabkan karena pembakaran berikutnya berlangsung pada temperatur

lebih tinggi.

Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar (hidrokarbon)

dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi sekaligus tetapi

memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap. Di samping itu penyemprotan

bahan bakar juga tidak dapat dilaksanakan sekaligus tetapi berlangsung antara 30 – 40

derajat sudut engkol.

Pada Gambar 2.3 dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah kompresi

berlangsung. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA bahan bakar mulai

disemprotkan. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur dengan udara yang

sudah tertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah melebihi temperatur

penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri dengan cepat. Waktu yang

diperlukan antara saat bahan bakar mulai disemprotkan dengan saat mulai terjadinya

pembakaran dinamai periode persiapan pembakaran (1). Waktu persiapan

pembakaran bergantung pada beberapa faktor, antara lain pada tekanan dan

temperatur udara pada saat bahan bakar mulai disemprotkan, gerakan udara dan bahan

bakar, jenis dan derajat pengabutan bahan bakar, serta perbandingan bahan bakar –

udara lokal. Jumlah bahan bakar yang disemprotkan selama periode persiapan

pembakaran tidaklah merupakan faktor yang terlalu menentukan waktu persiapan

pembakaran.

Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan terbakar dengan

cepat. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai garis lurus yang menanjak,

karena proses pembakaran tersebut terjadi dalam suatu proses pengecilan volume

(selama itu torak masih bergerak menuju TMA). Sampai torak bergerak kembali

beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih bertambah besar

tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang.

Gambar 2.3 Grafik tekanan versus sudut engkol.

(Sumber: Arismunandar, hal 96)

Hal ini disebabkan karena kenaikan tekanan dikompensasi oleh besarnya volume

ruang bakar sebagai akibat bergeraknya torak dari TMA ke TMB.

Periode pembakaran, saat kenaikan tekanan berlangsung dengan cepat (garis tekanan

yang curam dan lurus, garis BC pada Gambar 2.3) dinamai periode pembakaran

cepat (2). Periode pembakaran saat terjadi kenaikan tekanan sampai melewati tekanan

maksimum dalam tahap berikutnya (garis CD pada Gambar 2.3), dinamai periode

pembakaran terkendali (3). Dalam hal ini jumlah bahan bakar yang masuk ke dalam

silinder sudah mulai berkurang, bahkan mungkin sudah dihentikan.

Selanjutnya dalam periode pembakaran lanjutan (4) terjadi proses penyempurnaan

pembakaran yaitu pembakaran dari bahan bakar yang belum sempat terbakar. Laju

kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah dikehendaki karena dapat menyebabkan

beberapa kerusakan. Maka haruslah diusahakan agar periode persiapan pembakaran

terjadi sesingkat-singkatnya sehingga belum terlalu banyak bahan bakar yang siap

untuk terbakar selama waktu persiapan pembakaran. Dipandang dari segi kekuatan

mesin, di samping laju kenaikan tekanan pembakaran itu, perlu pula diperhatikan

tekanan gas maksimum yang diperoleh. Supaya diperoleh efisiensi yang setinggi-

tingginya, pada umumnya diusahakan agar tekanan gas maksimum terjadi pada saat

torak berada di antara 15 – 20 derajat sudut engkol sesudah TMA. Hal tersebut dapat

dilaksanakan dengan jalan mengatur saat penyemprotan yang tepat.

Sebenarnya tekanan maksimum juga ditentukan oleh laju kenaikan tekanan yang

terjadi selama periode pembakaran cepat. Karena itu segenap usaha haruslah ditujukan

untuk mempersingkat periode persiapan pembakaran, antara lain dengan cara sebagai

berikut:

1. Menggunakan perbandingan kompresi yang tinggi.

2. Memperbesar tekanan dan temperatur udara masuk.

3. Memperbesar volume silinder sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh

perbandingan luas dinding terhadap volume yang sekecil-kecilnya untuk

mengurangi kerugian panas.

4. Menyemprotkan bahan bakar pada saat yang tepat dan mengatur pemasukkan

jumlah bahan bakar yang sesuai dengan kondisi pembakaran.

5. Menggunakan jenis bahan bakar yang sebaik-baiknya.

6. Mengusahakan adanya gerakan udara yang turbulen untuk menyempurnakan

proses pencampuran bahan bakar – udara.

7. Menggunakan jumlah udara untuk memperbesar kemungkinan bertemunya

bahan bakar dengan oksigen dari udara.

2.3.2 Bilangan setana (cetane) bahan bakar

Bilangan setana adalah suatu indeks yang biasa dipergunakan bagi bahan bakar motor

diesel, untuk menunjukkan tingkat kepekaannya terhadap detonasi. Setana normal

atau hexadecane (C16H34) dan α-methyl-napthalene (C10H7CH3) dipergunakan sebagai

bahan bakar standar pengukur. C16H34 adalah bahan bakar dengan periode persiapan

pembakaran yang pendek; kepadanya diberikan angka 100 (bilangan setana = 100).

Sedangkan α-methyl-napthalene mempunyai periode persiapan pembakaran yang

panjang, jadi tidak baik dipergunakan sebagai bahan bakar motor diesel; kepadanya

diberikan angka 0 (bilangan setana = 0). Bahan bakar yang akan ditentukan bilangan

utamanya itu diuji dengan sebuah mesin yang khusus dipakai untuk mengukur

bilangan setana. Dalam hal ini, kelambatan penyalaan dipakai sebagai pembanding.

Maka persen volume setana dalam campuran yang terdiri atas setana dan α-methyl-

napthalene, yang memberikan kelambatan penyalaan sama dengan bahan bakar yang

diuji, dalam keadaan standar operasi tertentu, menyatakan bilangan setana bahan

bakar tersebut. Gambar 2.4 menunjukkan struktur molekul dari kedua bahan bakar

standar pengukur.

Gambar 2.4 Bahan bakar standar pengukur bilangan setana

(alpha-methylnaphtalene dan C16H34 (hidrokarbon rantai lurus)).

(Sumber: Arismunandar, hal 99)

Bilangan setana bahan bakar ringan untuk motor diesel putaran tinggi berkisar di

antara 40 sampai 60. Zat tambahan untuk menaikkan bilangan setana, seperti

“tetraethyl lead” untuk menaikkan bilangan oktana bensin, belum diketemukan. Kadar

belerang dalam bahan bakar haruslah di bawah 1% berat, untuk menghindari

kemungkinan terjadinya korosi. Debu, kotoran dan air di dalam bahan bakar akan

merusak bagian-bagian dalam dari pompa penyemprot bahan bakar dan penyemprot

bahan bakar. Sedangkan endapan karbon dan abu menempel pada permukaan luar dari

penyemprot bahan bakar, torak, katup buang, dan sebagainya, sehingga akan

mengganggu tugasnya masing-masing dan bahkan dapat merusak bagian-bagian itu

sendiri. Oleh karena itu kotoran-kotoran di dalam bahan bakar harus dibatasi.

Meskipun penambahan senyawa barium dapat mengurangi asap, namun gas buang

yang terjadi merupakan polutan udara.

2.3.3 Perbandingan campuran

Campuran antara udara dan bahan bakar biasa dinamai “campuran” saja, sedangkan

perbandingan berat udara (Gud) dan bahan bakar (Gbb) dalam campuran itu dinamai

“perbandingan campuran” atau “perbandingan udara-bahan bakar” (Gud/Gbb). Dalam

proses pembakaran sempurna bahan bakar hidrokarbon, C akan terbakar menjadi CO2

dan H akan menjadi H2O. Maka perbandingan dari berat minimum udara terhadap

berat bahan bakar dinamai “perbandingan campuran sempurna kimia”. Sedangkan

perbandingan campuran terhadap perbandingan campuran stoikiometrik dinamai

“faktor kelebihan udara” atau “perbandingan kelebihan udara”, λ, yaitu

st

bb

ud

RGG

dengan,

rikstoikiometbb

udst

GGR ⎥⎦

⎤⎢⎣⎡=

Sedangkan kebalikannya dinamai “perbandingan ekivalen”, ( )∫ = λ1 . Jika λ

bertambah kecil, maka hal ini berarti bahwa bahan bakar yang dipakai terlalu banyak,

atau, kekurangan udara. Batas terendah dari λ ditentukan oleh batas asapnya. Hal itu

tergantung dari jenis ruang bakar yang dipergunakan dan pada kondisi

pencampurannya. Jadi batas terendah λ dapat berbeda-beda, tetapi boleh dikatakan

tidak pernah lebih rendah dari λ = 1,1. Maka meskipun terdapat udara berlebih, tetapi

asap hitam juga bisa terjadi dan hal tersebut menunjukkan bahwa pencampuran

dengan pusaran tidak berlangsung dengan baik,

Setiap butir bahan bakar yang terjadi setelah penyemprotan dikelilingi oleh lapisan

campuran dengan λ = 0 sampai :. Di tempat-tempat dengan λ yang terlalu kecil akan

terjadi angus sebagai akibat dekomposisi termal.

2.4 Turbocharger

Daya poros diperoleh melalui pengubahan energi kimia atau nilai kalor bahan bakar.

Makin banyak bahan bakar yang dapat dibakar, makin besar daya yang dapat

dihasilkan. Hal itu dapat terjadi jika tersedia udara secukupnya; biasanya dengan

faktor kelebihan udara lebih besar dari pada batas asap. Maka hal itupun berarti bahwa

daya mesin dibatasi oleh kemampuan mesin tesebut mengisap udara yang diperlukan

untuk pembakaran.

Namun demikian, pada mesin empat-langkahpun terdapat over head katup sehingga

sebagian dari udara segar juga keluar dari dalam silinder. Hal itu merupakan kerugian

yang tidak dapat dihindari. Jadi, udara yang dimasukkan ke dalam silinder tidak

semuanya dipergunakan untuk pembakaran.

Sebuah motor bakar 4 langkah yang bekerja dengan supercharger tekanan isapnya

lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfer sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan

jalan memaksa udara atmosfer masuk ke dalam silinder selama langkah isap, dengan

memompa udara yang biasa dinamai supercharger.

Supercharger digerakkan dengan daya yang dihasilkan oleh mesin itu sendiri; atau

dengan jalan memanfaatkan energi gas buang untuk menggerakkan turbin gas yang

menggerakkan supercharger. Supercharger yang digerakkan oleh turbin gas buang

dinamai turbo-supercharger atau ‘turbocharger’ saja. Dengan supercharger jumlah

udara atau campuran bahan bakar – udara segar yang bisa dimasukkan lebih besar

daripada dengan proses pengisapan oleh torak pada waktu langkah isap. Tekanan

udara dengan supercharger akan menaikkan sekaligus tekanan isap dan tekanan

buang.

2.4.1 Tujuan pemakaian

Tujuan utama pemakaian turbocharger adalah memperbesar daya motor (30 – 80%);

mesinpun menjadi lebih kompak lagipula ringan. Boleh dikatakan motor diesel

dengan turbocharger dapat bekerja lebih efisien, pemakaian bahan bakar spesifiknya

lebih rendah (5 – 15%). Hal ini berarti turbocharger yang dipakai adalah jenis turbo

efisiensi.

Dilihat dari konstruksi dan harganya, motor diesel di bawah 100 PS tidak ekonomis

menggunakan supercharger. Tetapi apabila mesin harus bekerja pada ketinggian lebih

dari 1500 meter di atas laut, supercharger mempunyai arti penting dalam usaha

mengatasi kerugian daya yang disebabkan oleh berkurangnya kepadatan udara

atmosfer di tempat tersebut. Mesin dengan daya di antara 100 – 200 PS yang banyak

dipakai pada kendaraan laut, tidak memperlihatkan pembatasan yang tegas; banyak

juga yang menggunakan supercharger.

Pada motor diesel, supercharger dapat mempersingkat periode persiapan pembakaran

sehingga karakteristik pembakaran menjadi lebih baik. Di samping itu terbuka

kemungkinan untuk menggunakan bahan bakar dengan bilangan setana yang lebih

rendah. Akan tetapi jangan hendaknya melupakan tekanan dan temperatur gas

pembakarannya karena hal tersebut akan menyangkut persoalan pendinginan,

konstruksi, kekuatan material serta umurnya.

Gambar 2.5 menggambarkan konstruksi sebuah turbocharger. Udara atmosfer masuk

ke dalam kompresor kemudian mengalami proses kompresi sehingga tekanannya naik.

Kompresor digerakkan oleh turbin hal ini dapat dilihat dari adanya poros yang

menghubungkan rotor kompresor dan rotor turbin yang digerakkan oleh gas buang

motor bakar torak dengan turbocharger. Udara yang keluar dari kompresor mengalir

ke dalam saluran isap motor melalui karburator, selanjutnya udara mengalir ke dalam

silinder..

Gambar 2.5 Konstruksi sebuah turbocharger dengan katup udara (KK) dan katup gas buang

(KT) dalam keadaan tertutup. (Sumber: Arismunandar, hal 116)

BAB III

ANALISA SIKLUS

3.1. Siklus Kerja Motor Diesel

Siklus kerja motor diesel ada tiga macam, yaitu:

1. Siklus ideal

2. Siklus aktual

3. Siklus gabungan

Dalam pembahasan ini penulis menggunakan siklus gabungan yaitu gabungan

antara siklus ideal dan siklus aktual untuk melakukan perhitungan pada motor diesel.

Untuk menjelaskan makna dari diagram p-v pada motor torak terlebih dahulu

perlu kita pakai beberapa idealisasi, sehingga prosesnya dapat dipahami secara lebih

mudah. Proses yang sebenarnya (aktual) berbeda dengan proses yang ideal tersebut,

dimana perbedaan tersebut menjadi semakin besar jika idealisasi yang digunakan itu

terlalu jauh menyimpang dari keadaan yang sebenarnya, proses siklus yang ideal itu

biasa disebut dengan siklus udara, dengan beberapa idealisasi sebagai berikut:

1. Fluida kerja dalam silinder adalah udara, dimana udara dianggap sebagai gas ideal

dengan konstanta kalor yang konstan.

2. Proses ekspansi dan kompresi berlangsung secara isentropik.

3. Proses pembakaran dianggap proses pemanasan fluida kerja.

4. Pada akhir proses ekspansi, yaitu saat piston mencapai TMB, fluida kerja

didinginkan sehingga tekanan dan suhunya turun mencapai tekanan dan suhu

udara luar (atmosfer).

5. Tekanan fluida kerja di dalam silinder selama langkah buang dan langkah hisap

adalah konstan dan sama dengan tekanan dan suhu udara luar.

Pada gambar di bawah (Gambar : 3.1) menunjukkan siklus tekanan konstan,

yang dianggap sebagai siklus dasar dari setiap mesin empat langkah.

Gambar 3.1 Diagram p-v siklus diesel ideal

(Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal 18)

Pada waktu piston berada pada TMB (titik a) udara dalam kondisi atmosfer. Gerakan

piston dari TMB ke TMA (titik c) menyebabkan udara pada kondisi atmosfer tersebut

mengalami kompresi isentropik hingga piston mencapai TMA. Pada waktu piston

berada pada posisi TMA udara dipanasi pada tekanan konstan sehingga menyebabkan

suhu dan volume udaranya naik, proses ini berakhir pada titik (z). Selanjutnya,

gerakan piston dari TMA ke TMB merupakan proses ekspansi isentropik. Pada saat

piston mencapai posisi TMB (titik b) udara didinginkan hingga pada kondisi atmosfer

(titik a). Gerakan piston selanjutnya dari TMB ke TMA yaitu dari titik a-r adalah

langkah buang pada tekanan konstan. Sedangkan gerakan piston yang berikutnya dari

TMA ke TMB, yaitu dari titik r-a adalah langkah hisap pada tekanan konstan yang

sama dengan tekanan buang. Jika siklus kerja motor berdasarkan idealisasi 3 dan 4,

maka sebenarnya tak perlu diadakan penggantian fluida kerja.

Pada siklus aktual hambatan hidraulik (rugi-rugi gesekan fluida) yang timbul

pada sistem pemasukan akan menurunkan tekanan udara yang masuk ke dalam ruang

bakar. Karena gerakan piston yang tidak seragam menyebabkan proses pengisian

ruang bakar juga bervariasi. Tampak pada gambar 3.2 langkah pengisapan ( r-a) kurva

mengalami penurunan tekanan di bawah garis atmosfer.

Gambar 3.2 Diagram p-v siklus diesel aktual

(Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal 18)

Kompresi udara pada siklus aktual diikuti dengan pertukaran panas antara dinding

silinder dengan udara. Oleh karena itu garis kompresi pada diagram p-v bukan garis

adiabatik, tetapi ditunjukkan oleh kurva berlangsung secara politropik dengan

eksponen politropik yang bervariasi.

Karena campuran udara dan bahan mengisi silinder selama periode

pembakaran sampai mendekati TMA. Sehingga tekanan gas pada proses ini tidak

bergerak naik menurut garis vertikal seperti pada pembakaran yang terjadi dalam

volume konstan, tetapi mengikuti kurva yang semakin menjauhi sumbu-y. Setelah

TMA, pembakaran berlangsung dengan diikuti kenaikan volume.

Proses ekspansi pada siklus aktual disertai dengan afterburning dan

perpindahan panas antara gas hasil pembakaran dengan dinding silinder. Oleh karena

itu proes ekspansi tidak berlangsung secara adiabatik, tetapi berlangsung secara

politropik dengan harga koefisien politropik yang bervariasi.

3.2. Motor Diesel Tanpa turbocharger

Jenis kendaraan : mobil penumpang

Tipe mesin : 4-langkah sejajar, 16 katup

Volume sillinder : 3043 cc

Daya : 88,4 Hp / 3800 rpm

Torsi : 19,5 Nm / 2000 rpm

Diameter silinder : 97,0 mm

Panjang langkah : 103,0 mm

Perbandingan kompresi : 1 : 18,2

Ukuran mesin

Panjang x lebar x tinggi : 5130 x 1795 x 1810 (mm)

Berat mesin : 1550 kg

1.4.1. 3.2.1. Langkah Hisap

Seperti telah dijelaskan di atas pada langkah isap terjadi penurunan tekanan

atmosfer yang sesungguhnya, hal ini disebabkan karena rugi-rugi gesekan fluida pasa

sistem pengisapan. Udara luar pada tekanan atmosfer mengalir masuk ke dalam ruang

bakar karena adanya perbedaan tekanan yang lebih rendah di dalam ruang bakar.

Sejumlah muatan udara segar dialirkan saat langkah hisap, hal ini terjadi

karena adanya perbedaan tekanan antara udara luar ( tekanan atmosfer ) dengan

tekanan dalam silinder karena adanya penambahan volume silinder yang disebabkan

gerak langkah piston dari tititk mati atas (TMA) menuju titik mati bawah (TMB).

Pengaliran muatan segar ini melalui saluran hisap dan akan melewati katup hisap

saat terbuka. Katup hisap terbuka beberapa derajat sebelum TMA saat langkah

buang. Saat torak menuju TMB, campuran segar mengalir ke dalam silinder.

Faktor yang mempengaruhi besarnya muatan yang masuk ke dalam silinder:

1. Tahanan hidraulis dari sistem saluran hisap, tekanan akan direduksi sebesar ΔP.

2. Adanya sisa hasil pembakaran di dalam silinder yang mendiami sebagian volume

silinder.

3. Pemanasan campuran udara – bahan bakar oleh permukaan dinding saluran hisap

dan ruang di luar silinder sebesar ΔT yang akan mengurangi kerapatan campuran.

3.2.1.1 Tekanan di Dalam Silinder Selama Proses Pengisapan

Adanya gesekan di dalam saluran isap akan mengurangi jumlah muatan segar

yang terhisap ke dalam silinder karena kerapatan muatan berkurang. Pengaruh

tahanan hidraulik muatan dapat dicari bila diketahui rugi–rugi tekanan ΔPa dalam

sistem hisap atau tekanan Pa pada saat proses penghisapan berakhir. Tekanan di

dalam silinder selama proses pengisian dapat dicari secara tepat bila prosesnya stabil.

Pada mesin 4 langkah saat mencapai kecepatan dan daya rata-rata Pa. Tekanan akhir

langkah hisap dihitung dengan persamaan 3.1 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 27) yaitu

sebagai berikut :

oa 0,92)P(0,85P −= (3.1)

dengan:

Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

Po = Tekanan udara luar (diasumsikan ≈ 1atm = 0,1013 Mpa)

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Mpa 0,093150,1013 x 0,9195P ,9195)0(P oa

===

Drop pressure yang terjadi dihitung dengan menggunakan persamaan 3.2 (Petrovsky,

Tahun 1979, hal 207) yaitu sebagai berikut :

oa P 0,05)(0,03P −=Δ (3.2)

dengan :

∆Pa : penurunan tekanan karena rugi-rugi gesekan fluida

Mpa 0,004050,1013 x 0,04P (0,04)P oa

===Δ

3.2.1.2 Temperatur Akhir Pada Saat Langkah Hisap:

Temperatur akhir langkah hisap dapat dihitung dengan persamaan 3.3

(Petrovsky, Tahun 1979, hal 29) yaitu sebagai berikut :

r

rrwoa

γ1TγΔTTT

+++

= (3.3)

dengan:

Ta = Temperatur udara saat langkah hisap

To = Temperatur udara luar (atmosfer). Diasumsikan 28 oC = 301 K

ΔTw = Peningkatan panas akibat kontak dengan dinding silinder dan piston

yang panas.Besarnya 10-15°C (tanpa turbocharger) . (Petrovsky

Tahun 1979, hal 81). Dalam perancangan ini dipilih 15°C

γr = Koefisien gas buang. Besarnya 0,03-0,04 ..(Petrovsky, Tahun 1979,

hal 29). Dalam perancangan ini dipilih 0,038

Ti = Temperatur gas buang. Besarnya 700-800 K .(Petrovsky, Tahun 1979,

hal 32). Dalam perancangan ini dipilih 785 K

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

K 333,16960,0381

785)0,038(15301Ta

=+

×++=

3.2.1.3 Efisiensi Pengisian Untuk Langkah Hisap

Efisiensi pengisian silinder adalah perbandingan antara jumlah muatan segar

aktual We yang dikompresi di dalam silinder dengan jumlah Wo yang akan diisikan di

dalam volume kerja silinder Vd pada tekanan dan suhu udara luar (p0 dan T0). Pada

mesin tanpa supercarjer, p0 dan T0 menyatakan tekanan dan suhu udara luar, tapi pada

mesin dengan supercarjer p0 = psup dan T0 = Tsup yang merupakan tekanan dan suhu

udara setelah melewati blower. Maka efisiensi pengisian dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.4 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai

berikut :

( )ro

ao

ach

γ1TT

1PP

1εεη

+××

−= (3.4)

dengan:

Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

Po = Tekanan udara luar

Ta = Temperatur udara saat akhir langkah hisap

To = Temperatur udara luar (atmosfer)

ε = Perbandingan kompresi.

γr = Koefisien gas buang. Besarnya 0,03-0,04 ..(Petrovsky, Tahun 1979, hal

29). Maka dipilih 0,038

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

( )

8468766,0

0,0381301

333,16961

0,1013 0,09315

118,218,2ηch

=

+××

−=

1.4.2. 3.2.2 Langkah Kompresi

Langkah kompresi merupakan lanjutan dari langkah hisap. Katup hisap akan

tertutup sebelum piston akan mencapai TMB. Akhirnya pada saat piston mencapai

posisi terdekat dengan silinder maka pada motor diesel pada umumnya tekanan dan

temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 50 kg/cm2 dan 550oC dan

proses tersebut disebut dengan proses kompresi (Sumber: Wiranto Arismunandar, hal

4)

Temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi akan dibatasi oleh suatu

kondisi yang disebut dengan detonasi. Detonasi adalah suatu kondisi dimana

campuran bahan bakar dan udara akan terbakar lebih awal atau dikarenakan oleh

pembakaran mula. Hal ini disebabkan karena temperatur dan tekanan ruang bakar

terlalu tinggi melebihi temperatur dan tekanan campuran bahan bakar dan udara yang

berada dalam ruang bakar yang diijinkan, sehingga terjadi pembakaran mula. Detonasi

ini sifatnya sangat merugikan, karena panas hasil pembakaran banyak yang terbuang.

Proses kompresi pada siklus actual berlangsung secara politropis sehingga

temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi, dihitung dengan menggunakan

persamaan politropik. Dengan memperhitungkan perubahan koefisien politropik n1

yang besarnya 1,34 – 1,39 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 33).

Eksponen politropis dicari dengan metode trial error dari persaman 3.5 (sumber :

Petrovsky, Tahun 1979, hal 34) yaitu sebagai berikut :

( )1

985,111

11

−=+++ −

kTBA k

a ε (3.5)

dengan :

k1 ≈ n1 = 1,34 -1,39 koefisien politropik.

A dan B = koefisien yang ditemukan berdasarkan percobaan yang

dilakukan oleh N.M. Glagolev untuk setiap macam gas.

(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 47).

A untuk udara = 4,62

B untuk udara = 0,00053

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

( )1

985,112,18 333,169600053,062,4 1

−=+×+ −

kk

dengan metode komputasi maka didapat k1 ≈ n1 = 1.3732

3.2.2.1 Tekanan Akhir Langkah Kompresi:

Tekanan akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 3.6 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai berikut :

1nac PP ε×= (3.6)

dengan:

Pc = Tekanan akhir langkah kompresi

Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

ε = Perbandingan kompresi

n1 = Koefisien politropik. Besarnya ≈ 1,3732. (Petrovsky, Tahun 1979, hal

33).

Maka didapat tekanan dan suhu akhir kompresi adalah :

MPa 5,00362,81Mpa 0,09315

εPP1,3732

nac

1

=×=

×=

3.2.2.2 Temperatur Akhir Langkah Kompresi:

Temperatur akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 3.7 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai berikut :

1-nεTT 1ac ×= (3.7)

dengan:

Tc = Temperatur akhir langkah kompresi

Ta = Temperatur udara saat akhir langkah hisap

ε = Perbandingan kompresi

n1 = Koefisien politropik. Besarnya ≈ 1,4.(Petrovsky, Tahun 1979, hal 33).

Dengan menggunakan metode iterasi maka didapat n1=1,3732.

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

( )

K 839,8392,181696,333 13732,1

11

=×=

×=−

−nac TT ε

1.4.3. 3.2.3. Langkah Pembakaran

3.2.3.1 Proses Pembakaran Proses pembakaran terjadi saat piston berada beberapa derajat sebelum TMA.

Campuran udara dan bahan bakar yang terkurung di dalam ruang bakar dimampatkan

pada saat proses kompresi, sehingga tekanan dan suhu di dalam ruang bakar naik

secara tiba-tiba.

Pada proses ini terjadi pembakaran campuran bahan bakar dan udara yang

unsur utamanya adalah karbon, hidrogen dan oksigen. Udara mengandung 23%

oksigen (O2 ) 76,7%; Nitrogen (N2) dalam basis massa, sedangkan mengandung 21%

Oksigen dan 79% Nitrogen dalam basis volume.

Kandungan unsur utama bahan bakar :

C = 86% = 0,86 mol/kg.bahan bakar

H = 13% = 0,13 mol/kg.bahan bakar

O2 = 1% = 0,01 mol/kg.bahan bakar

3.2.3.2 Reaksi Pembakaran

Misalkan pada 1 kg bahan bakar mengandung c kg Karbon, h kg Hidrogen,

dan o kg Oksigen.

1 kg = c kg + h kg + o kg

Reaksi pembakaran Karbon sempurna :

C + O2 = CO2

Jika dimasukkan berat atom maka :

12 kg C + 32 kg O2 = 44 kg CO2

Pembakaran 1 kg Karbon menghasilkan :

1 kg C + 1232 kg O2 =

1244 CO2

Dan pembakaran c kg Karbon :

1 kg C + 1232

×c kg O2 = 1244

×c CO2

Dalam mol :

1 kg C + 12c kg O2 =

12c CO2

Reaksi pembakaran karbon tidak sempurna :

CO mol 12cO mol

24cC kg c

CO mol 2O mol 1C kg 24

CO kg 5624cO kg 32

24cC kg c

CO kg 2456O kg

2432C kg 1

CO kg 56O kg 32C kg 242COOC 2

2

2

2

2

2

2

=+

=+

=+

=+

=+=+

Reaksi pembakaran hidrogen:

OH mol2hO mol

4hH kgh

OH mol 2O mol 1H kg 4

OH 36 4hO kg 32

4hH kgh

OH kg 36O kg 32H kg 4OH 2OH 2

222

222

222

222

222

=+

=+

=+

=+=+

Sehingga dengan melihat reaksi diatas, jumlah oksigen (O2) secara teoritis yang

dibutuhkan untuk pembakaran 1 kg adalah :

bakarbahan kg 1 pembakaran dalam terlibat yang O mol320dimana

mol 320

4h

12cO

2

2

=

−+=

Komposisi bahan bakar :

C = 86 %

H = 13 %

O2 = 1 %

Sehingga kebutuhan udara secara teoritis dapat dihitung dengan persamaan 3.8

(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 38) :

)32o

4h

12c(

0,211Lo' −+= ( 3.8)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

bakar bahan mol/kg 0,4943201,0

413,0

120,86

0,211Lo'

=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+=

3.2.3.3 Koefisien Kelebihan Udara Jumlah udara yang digunakan mesin akan bertambah besar, mengecil atau

bahkan setimbang terhadap perhitungan teoritisnya, tergantung pada tipe tiap susunan

campuran bahan bakar dan udara. Perbandingan jumlah udara yang ikut terbakar

bersama bahan bakar terhadap perhitungan teoritisnya disebut koefisien kelebihan

udara (α)

α = 1 disebut campuran setimbang

α < 1 disebut campuran kaya

α > 1 disebut campuran miskin

Pada motor diesel kecil putaran tinggi harga α = 1,3 – 1,7(Sumber : Petrovsky, Tahun

1979, hal 38) dipilih1,7.

Proses pembakaran 1 kg bahan bakar menghasilkan:

mol 0,660,4941,70,79

Loα0.79Mmol 0,072

1)0,4940,21(1,71)Lo0,21(αM

mol 0,0652

0,13M

mol 0,07112

0,86M

'N

'

O

OH

co

2

2

2

2

=××=

××=

=−=

−=

=

=

=

=

Jumlah total mol gas hasil pembakaran 1 kg bahan bakar :

mol 0,8680,660,0720,0650,071Mg

=+++=

Volumetrik hasil pembakaran:

0,7600,8680,66V

0,0820,8680,072V

0,0740,8680,065V

0,0810,8680,071V

2

2

2

2

N

O

OH

co

=

=

=

=

=

=

=

=

Kebutuhan udara total secara aktual dapat dihitung dengan persamaan 3.9 (petrovsky,

Tahun 1979, hal 38) yaitu sebagai berikut :

α×= Lo'L' (3.9)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

0,839kg1,70,494

αLo'L'

=×=

×=

3.2.3.4 Koefisien Kimia Penambahan Molar μo

Koefisien kimia penambahan molar dapat dihitung dengan persamaan 3.10

(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 40) yaitu sebagai berikut :

αLo'ΔMg1μ0 += (3.10)

dengan :

∆Mg = total hasil pembakaran 1 kg bahan bakar

0,0280,4941,7-0,868

αLo'MΔMg g

=×=

−=

L = kebutuhan udara aktual

α = koefisien kelebihan udara

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

1,033494,07,1

028,01μ0

+=

3.2.3.5 Koefisien Perubahan Molar karena Adanya Gas Hasil Pembakaran

Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran dapat

dihitung dengan persamaan 3.11 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 40) yaitu

sebagai berikut :

r

ro

γγμ

μ++

=1

(3.10)

dengan :

μ = Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran, sehingga

didapat perhitungan perhitungan sebagai berikut :

035,01035,0033,1

++

=1,031

3.2.3.6 Kapasitas Molar Rata-Rata Dari Gas Volume Konstan

Kapsitas molar rata-rata dari gas volume konstan dapat dihitung dengan

persamaan 3.11 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 46) yaitu sebagai berikut :

( ) BgTzAggmCv += (3.11)

dengan :

A dan B merupakan konstanta yang diperoleh berdasarkan percobaan N.M

Glagolev. ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 47)

Gas yang terkandung dalam udara A B

CO2 7,82 0,00125

H2O 5,79 0,000112

N2 4,62 0,00053

O2 4,62 0,00053

Sehingga dari persamaan dibawah ini ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48),

didapatkan :

22222222 OONNOHOHCOCO AVAVAVAVAg +++= ( 3.12)

sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

95,44,620,0824,620,7605,790,0747,820,081

AVAVAVAVAg 22222222 OONNOHOHCOCO

=×+×+×+×=

+++=

22222222 OONNOHOHCOCO BVBVBVBVBg +++= ( 3.13)

sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

0,0006310530,08210530,76101120,074101250,081

BVBVBVBVBg5555

OONNOHOHCOCO 22222222

=⋅×+⋅×+⋅×+⋅×=

+++=−−−−

sehingga didapatkan :

(mCv)g = Ag + BgTz

= 4,95 + 0,00063.Tz

3.2.3.7 Kapasitas Panas Molar Isokhorik Rata-Rata Udara

Nilai kapasitas panas molar isokhorik rata-rata dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.14 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu sebagai berikut :

z 5-

z5-

ovgp

z5-

zgggv

T10636,9351,985T 10634,95

C kcal/mol 1,985)g(mC)(mCT10 634,95

T BA )(mC

⋅+=

+⋅+=

+=

⋅+=

+=

( 3.14)

3.2.3.8 Kapasitas Molar Isokhorik Udara Pada Akhir Kompresi

Nilai kapasitas molar isokhorik pada akhir kompresi dapat dihitung dengan

persamaan 3.15, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) sebagai berikut :

( ) cv TamC 00053,062,4 += ( 3.15)

sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

( ) 027,104200053,062,4 ×+=amCv

= 5,17 kcal/mol°C

1.4.4. 3.2.3.9 PerhitunganTemperatur Akhir Langkah Pembakaran:

Perhitungan temperatur akhir langkah pembakaran dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.16 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu

sebagai berikut :

[ ] zpcmixvr

'o

tz T)μ(mCT1,985λ)(mC)γ(1αL

Qξ.g=++

+ (3.16)

dengan:

ξz = Koefisien panas (untuk diesel = 0,65-0,85). (sumber : Petrovsky,

Tahun 1979, hal 44)

Qt = Nilai panas rendah bahan bakar (10.100 kcal/kg). (sumber :

Petrovsky, Tahun 1979, hal 48)

α = Koefisien kelebihan udara (1,3-1,7)

λ = Faktor kenaikan tekanan (1,5-1,8)

γr = Koefisien gas residu (0,03-0,04)

sehingga persamaan pembakaran diatas menjadi :

( ) [ ] ( ) zz TT510.63935,6031,1839,839..985,1141,5038,01494,07,1

1010085,0 −+=+++×

× λ

3.2.3.10 Tekanan Akhir Pembakaran

Nilai tekanan akhir pembakaran dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 3.17, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu sebagai berikut :

λ×= cPzP ( 3.17)

Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum

diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz. dari persamaan diatas

diperoleh :

z

z

z

P

P

P

1999,00036,5

Pc

=

=

Berdasarkan persamaan 3.18, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 50) yaitu sebagai

berikut :

c

zcz

TTμ.PP = ( 3.18)

dengan :

Pz = Tekanan akhir pada saat langkah pembakaran

Tz = Temperatur akhir pada saat langkah pembakaran

μ = Koefisien molar

Tc = Temperatur akhir langkah kompresi

Pc = Tekanan akhir langkah kompresi

Maka didapat :

z

z

c

czz

c

zcz

P

PPTP

T

TTPP

899,1900036,503,1839,983

=××

=

××

=

××=

μ

μ

Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg, maka

persamaan 3.16 dapat ditulis sebagai berikut :

( ) [ ] ( ) zz TT510.63935,6031,1027,1042..985,1141,5038,01494,07,1

1010085,0 −+=+++×

× λ

( ) [ ]

( ) zz

z

pp

p

899,190899,190103,6(935,6031,1

839,9831999,0985,1(141,5038,01494,07,1

1010085,0

}4

)

××+=

=×+++×

×

Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi persamaan

homogen maka didapatkan persamaan

014906,35 - P74,54923,67P zz2 =+

dengan rumus kuadrat diperoleh :

94,4709,152474,954

97,232)35,14906.(67,23.4)74,954(74,954

24

2

2

±−=

×−−±−

=

−±−=

aacbbPz

Maka didapatkan akar-akar Pz1 = 11,876 dan Pz2 = -51,7069. Karena untuk tekanan

absolut tidak ada tekanan negatif maka digunakan pz = 11,876 MPa.

Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah :

K

K

PTP

Tc

czz

92,2264

0036,5031,1

839,983876,11

=××

=

××

Kenaikan tekanan λ dihitung dengan menggunakan persamaan 3.19 (Petrovsky, Tahun

1979, hal 45):

c

z

PP

=λ ( 3.19)

maka didapat :

37,25,003611,876λ

=

=

1.4.5. 3.2.4 Langkah Ekspansi

Setelah terjadi proses pembakaran bahan bakar dengan udara karena tekanan

yang sangat kuat, maka dihasilkan tenaga yang mampu mendorong piston dari TMA

ke TMB. Langkah ini adalah proses perubahan energi panas menjadi energi mekanik.

Karena gerakan piston dari TMA menuju TMB, maka volume silinder akan menjadi

besar dan tekanan udara dalam silinder akan menurun.

Proses ekspansi merupakan proses politropik dengan eksponen politropik (n2),

dengan mengetahui besarnya eksponen politropis, maka dapat dihitung tekanan dan

temperature pada akhir langkah ekspansi. Setelah langkah ekspansi dilanjutkan

dengan proses pembuangan, yang diawali saat katup buang mulai terbuka.

3.2.4.1 Perbandingan Ekspansi Awal

Perbandingan ekspansi awal ρ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

3.20 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 50) yaitu sebagai berikut :

TcλTzμρ

××

= (3.20)

maka didapat :

1,0034983,839 37,22264,921,033ρ

=××

=

3.2.4.2 Perbandingan Ekspansi Akhir

Perbandingan ekspansi akhir dapat dihitung dengan persamaan 3.21 (sumber :

Petrovsky, Tahun 1979, hal 41) yaitu sebagai berikut :

ρεδ = (3.21)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

2,811

2,18

=

Untuk siklus volume konstan δ = ε. Maka didapatkan k2 yang diasumsikan

sama dengan n2 (n2 ≈ k2). Harga numeris eksponen ekspansi politropik n2 bervariasi

antara 1,15 – 1,30.

Dengan harga δ = ε = 18,2, maka dapat ditulis dalam bentuk persamaan homogen

(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 89) yaitu sebagai berikut :

1985,1112

12 −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ++ − k

TBA kzgg δ

sehingga didapat :

01

985,12,181143,195,4

01

985,12,181192,2264103,695,4

21

21

4

2

2

=−

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++

=−

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+××+

−−

k

k

k

k

Apabila persamaan di atas diselesaikan dengan metode trial error maka didapat harga

k2 = 1,2832. Harga ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).

3.2.4.3 Tekanan Akhir Langkah Ekspansi:

Tekanan akhir langkah ekspansi dihitung dengan menggunakan persamaan

3.22 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 52) yaitu sebagai berikut :

n2

zeks

δpP = (3.22)

dengan :

Pz = Tekanan akhir pembakaran (Mpa)

δ = Perbandingan akhir langkah ekspansi

n2 = Koefisien politropis

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Mpa

pnz

2877,02,81

11,876

P

1,2823

2eks

=

=

3.2.4.4 Temperatur Akhir Langkah Ekspansi:

Temperatur akhir langkah ekspansi dihitung dengan menggunakan persamaan

3.22 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 52) yaitu sebagai berikut :

1n2

zTeks

δT

−= ( 3.22)

dengan :

Teks = Temperatur askhir langkah ekspansi

Tz = Temperatur akhir proses pembakaran

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

K 625,8852,81

2008,946δT

11,2823

1n2

zTeks

=

=

=

3.2.5 Tekanan Indikasi Rata-rata

Tekanan indikasi rata-rata teoritis dengan nilai volume konstan ρ = 1.

Karena dari perhitungan sebelumnya ρ = 1, maka dipakai siklus volume konstan.

Harga pc terlebih dahulu diubah dari megapaskal (MPa) menjadi Kg/cm2. Tekanan

indikasi rata-rata teoritis dihitung dengan menggunakan persamaan 3.23 (Petrovsky,

Tahun 1979, hal 55):

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−= −− 1n

111n

11λ1ε

pp1

1n2

1n

cit

12 ( 3.23)

dengan :

Pit = Tekanan indikasi rata-rata.

Pc = tekanan akhir langkah ekspansi

δ = Perbandingan ekspansi akhir

n2 = Koefisien politropis untuk langkah ekspansi

λ = Perbandingan volume saat pembakaran

ε = Perbandingan kompresi

n1 = Koefisien politropis saat langkah isap

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

2

11,373212823,1it

11n

21n

cit

kg/cm 662,898,07849,45

849,45Kpa 0,84945Mpa11,3732

12,81

1112823,1

12,81

1137,212,81

5,0036p

1n1

ε11

1n1

δ11λ

1εpp

12

==

==

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−−

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

−=

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−=

−−

−−

(untuk 1kg/cm2 = 98,07 kPa)

1.4.6. 3.2.5.1 Tekanan Indikasi Rata-Rata Aktual:

Tekanan indikasi rata-rata aktual dihitung dengan menggunakan persamaan

3.24 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 55) yaitu sebagai berikut :

ψPitPi ×= (3.24)

dengan :

ψ = Bagian langkah piston yang hilang 0,96-0,97. (sumber : Petrovsky, Tahun

1979, hal 55). Diambil 0,97.

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

2kg/cm402,80,97662,8Pi

=

×=

1.4.7. 3.2.5.2 Kerja Indikasi dan Daya Indikasi Hp (horse power)

Kerja yang dilakukan gas di dalam silinder pada langkah kerja disebut kerja

indikasi. Kerja indikasi dan daya indikasi mesin dihitung dengan menggunakan

persamaan 3.25 dan 3.26 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 57-58) yaitu sebagai berikut :

dii VPW ×= (3.25)

Dengan

Pi = Tekanan indikasi rata-rata (kg/m2).

Vd = Volume langkah piston

Dari perhitungan di atas diketahui Pi = 8,402 kg/cm2, maka didapat perhitungan

sebagai berikut :

( )23

2

/10392,6

103,0097,04402,8

cmkgWi

Wi−×=

××= π

Untuk mesin 4 langkah z = 2, maka persamaan di atas menjadi :

hp9,0

inVpz7560

inVp10N didi4

i⋅⋅⋅⋅⋅

=××

= (3.26)

dengan :

Ni = daya indikasi horse power

vd = volume langkah piston

n = putaran mesin

I = jumlah silinder

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Hp 952,0710,9

480030,1030,0974

402,8N

2

i

=

××⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ×××

=

π

1.4.8. 3.2.5.3 Torsi Yang Dihasilkan

Torsi yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan 3.27 (sumber :

Sularso, Elemen Mesin, hal 7) yaitu sebagai berikut :

nNbT .1074,9 5×= (3.27)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

kg.m 83,271923800

64,88.1074,9 5

=

×=T

1.4.9. 3.2.5.4 Efisiensi Mekanis

Untuk menghitung rugi-rugi mekanis relatif digunakanlah efisiensi mekanis.

Efisiensi mekanis menyatakan perbandingan daya kuda rem dan daya indikasi.

Efisiensi mekanis dihitung dengan menggunakan persamaan 3.28 (Petrovsky, Tahun

1979, hal 60) yaitu sebagai berikut :

i

bm

NN

=η (3.28)

Dari data kendaraan diketahui daya kuda rem sebesar 88,64Hp maka efisiensi

mekanisnya adalah :

81,8%0,821107,952

88,4ηm

==

=

1.4.10. 3.2.5.5 Tekanan Efektif Rata-Rata:

Tekanan efektif rata-rata dihitung dengan menggunakan persamaan 3.29

(Petrovsky, Tahun 1979, hal 57) yaitu sebagai berikut :

ime PηP ×= (3.29)

Dengan:

ηm = Efisiensi mekanis (0,78-0,83) (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 61)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

2

me

kg/cm 8728,6402,80,818

PiηP

=

×=×=

1.4.11. 3.2.5.6 Brake Horsepower

Brake Horsepower dihitung dengan menggunakan persamaan 3.30

(Petrovsky, Tahun 1979, hal 57) yaitu sebagai berikut :

znvp ide

.45,0

..N b = (3.30)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Hp 4,88245,0

43800103,0097,04

8728,6N

2

b

××⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ×××

=

π

1.4.12. 3.2.5.7 Kebutuhan Bahan Bakar

Kebutuhan udara teoritis dalam mol/kg bahan bakar untuk pembakaran 1

kg bahan bakar, Lo’ = 0,494 mol/kg bahan bakar.

Dalam satuan berat (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 37), menjadi :

bakarbahan kg/mol 14,300,49428,95

'95,28"Lo

=×=×= oL

dimana : 28,9 kg/mol adalah berat molekul udara

Dalam satuan volumetric, (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 37), menjadi :

"288

''' oo

oo L

PT

L ×=

dengan :

To = suhu udara luar

Po = tekanan udara luar (1 atm)

Lo” = kebutuhan udara untuk pembakaran 1 kg bahan bakar dalam satuan

berat.

Sehingga didapat pehitungan sebagai berikut :

bakarbahan /kgm 14,945

3,141288

301'''L

3

o

=

××

=

1.4.13. 3.2.5.8 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam

Konsumsi bahan bakar tiap jam dihitung dengan menggunakan persamaan

3.30 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai berikut :

'''o

chdh

Lα.2i60nηVF

××××××

= …………………………………………………….. (3.30)

dengan :

Fh = kebutuhan bahan bakar tiap jam

ηch = efisiensi pengisian pada langkah isap

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

kg/jam 129,914,9451,72

46000030,84690,00076076Fh

=××

××××=

Massa jenis bahan bakar (minyak solar) 0,85 kg/L. Sehingga kebutuhan bahan bakar

kebutuhan bahan bakar dalam liter per jam = 74,1085,0

129,9= Liter/jam

Kebutuhan bahan bakar tiap silinder :

jamkg

Fh

/28,24

9,1294

Fs

=

=

=

Sehingga panas yang dihasilkan pembakaran bahan bakar pada tiap silinder adalah

q = Fs x Qi

= 2,28 x 10100

= 23050,725 Kkal/jam

1.4.14. 3.2.5.9 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam Untuk Indikasi Daya (Ni)

Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk indikasi daya (hp) dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.31 (sumbeer : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu

sebagai berikut :

i

hi

NFF = (3.31)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Kebutuhan bahan bakar tiap silinder : 0,02487 Liter/Hp.jam

1.4.15. 3.2.6.0 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam Untuk Break Thermal

Konsumsi bahan bakar per jam untuk indikasi break thermal dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.32 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai

berikut :

b

hb

NFF = (3.32)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

jam Liter/Hp. 1214,088,4

10,74Fb

=

=

1.4.16. 3.2.6.1 Efisiensi Indikasi Panas:

Efisiensi panas ini menunjukkan derajat pemakaian panas yang dihasilkan

selama pembakaran bahan bakar untuk memperoleh daya indikasi pada mesin (Ni).

Efisiensi indikasi panas untuk daya (Hp) dan daya breakthermal (Hp) dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.33 dan 3.34 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 62)

yaitu sebagai berikut :

jam Liter/Hp. 0,0995 952,071

10,74Fi

=

=

tii

QF632η×

= (3.33)

Dengan:

Ot = Panas rendah bahan bakar (solar = 10100 kcal/kg)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

%88,626288,0

101000,0995632ηi

==

×=

3.2.6.2 Efisiensi Daya Break Thermal (Hp)

tb

bQF

632η×

= ( 3.34)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

%63,515163,0

101001212,0632ηb

==

×=

1.4.17. 3.2.5.8 Kebutuhan Bahan Bakar Spesifikasinya

Kebutuhan bahan bakar specifikasi dihitung dengan menggunakan persamaan

3.35 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai berikut :

mηFiF = (3.35)

dengan :

Fi = konsumsi bahan bakar indikasi spesifik

ηm = efisiensi mekanis

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

jam Liter/Hp. 1212,00,821

0,0995F

=

=

3.3. Motor Diesel dengan turbocharger

Pada turbocharging udara dihantarkan ke dalam silinder dengan bantuan

kompresor sentrifugal yang terpasang pada poros. Pada poros ini juga terdapat

turbin gas yang bekerja pada saluran gas buang. Pada inertia supercharging

tekanan udara pada akhir langkah hisap mengalami kenaikan karena kenaikan

energi kinetik kolom udara dan fluktuasi tekanan udara yang kuat pada saluran

masuk silinder. Energi kinetik kolom udara meningkat dengan membuat kem

katup masuk memiliki kontur khusus untuk menciptakan kevakuman yang

tinggi di dalam silinder pada awal langkah isap dan menaikkan tekanan pada

akhir langkah ini. Untuk menaikkan massa kolom udara dan memperoleh

fluktuasi tekanan udara saat langkah isap, tiap silinder dilengkapi dengan pipa

masuk secara tersendiri.

Kontur nonkonvensional pada kem katup masuk memberikan akselerasi yang

lebih besar pada bagian roda gigi yang menggerakkan katup sehingga

memperbesar gaya inersia pada bagian ini.

Gambar 0.3 Diagram indikator mesin dengan dan tanpa supercharger. (Sumber:

Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)

Gambar 3.3 memperlihatkan diagram indikator aktual mesin dengan dan tanpa

supercharger. Seperti terlihat dari ilustrasi, supercharging menaikkan area

pada diagram. Kurva pada langkah isap dan buang pada mesin dengan

supercharger diilustrasikan dalam diagram indikator ofset (Gambar 3.4).

Gambar 0.4 Garis isap dan buang pada diagaram indikator ofset.

(Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)

Garis langkah isap pada mesin dengan supercharger nampak lebih tinggi

daripada garis langkah buang hanya pada bagian tertentu, yaitu dekat TMA.

Pada mesin dengan turbocharger, tekanan di dalam silinder saat langkah

buang akan lebih besar daripada mesin dengan supercharger. Hal ini karena

adanya tahanan turbin pada saluran buang.

Gambar 0.5 Diagram P-v teoritis superposed diesel 4 langkah,

kompresor dan turbin gas. (Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)

Diagram superposed teoritis diesel, turbin dan blower ditunjukkan Gambar 0..

Sepanjang garis 2-a (garis adiabatik atau isotermal) udara ditekan dari tekanan

atmosfer p0 = p2 ke tekanan supercharging psup = pa. Garis 1-2 dan a-3

mencirikan keadaan udara sebelum dan sesudah dikompresi di dalam blower

sentrifugal. Garis r-a menunjukkan pemasukkan udara ke dalam silinder

mesin. Garis a-c menunjukkan kompresi udara di dalam silinder. Garis c-z0-z

adalah proses pembakaran. Garis z-b adalah ekspansi gas dan garis b-a-a’-i-r

adalah proses keluar dan pengosongan (buang) gas dari dalam silinder. Secara

teoritis tekanan udara di dalam silinder saat proses buang akan lebih rendah

daripada tekanan supercharging dalam seluruh langkah torak.

Saat meninggalkan silinder, hasil pembakaran terekspansi di dalam manipol

gas buang menjadi bertekanan pexp = pep dan suhunya turun menjadi T’ep.

Keadaan gas (pep, T’ep) sebelum masuk turbin ditunjukkan pada titik m’.

Ekspansi gas di dalam turbin terletak sepanjang garis m’-k’ dan tekanannya

turun menjadi pepo yang secara teoritis akan sama dengan tekanan udara

atmosfer pepo = p0. Garis 4-m’ dan k’-1 merupakan kondisi gas sebelum dan

sesudah turbin. Area 1-2-a-3 menunjukkan kerja yang tersedia pada proses

kompresi udara di dalam blower dan area 4-m’-k’-1 menunjukkan kerja yang

tersedia pada turbin gas. Selisih dari luas area ini menggambarkan kerugian

kerja di dalam transformasi energi pada turbin dan blower. Area r-a-a’-i-r dan

a-c-z0-z-b-a merupakan kerja indiasi mesin. Area b-m’-a menunjukkan rugi-

rugi kerja saat gas melewati katup buang dan nosel turbin, dan saat

berekspansi di dalam pipa gas buang. Kerja ini tidak benar-benar hilang karena

temperatur gas naik menjadi Tep dan volume spesifiknya menjadi νm sebelum

masuk turbin. Dengan demikian keadaan aktual gas sebelum masuk turbin

ditunjukkan titik m, sedangkan area m’-m-k-k’ menunjukkan kenaikan kerja

yang dilakukan oleh turbin gas.

Berikut adalah data kendaraaan yang dilengkapi dengan turbocharger.

Jenis kendaraan : mobil penumpang

Tipe mesin : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah 16 katup

Jumlah silinder : 4 silinder sebaris

Volume sillinder : 3043 cc

Volume tiap silinder : 760,76 cc

Daya : 91,73 hp pada 3600 rpm

Torsi : 227,69 Nm pada 1800 rpm

Diameter silinder (bore) : 97 mm (0,097 m)

Panjang langkah (stroke) : 103 mm (0,103 m)

Perbandingan kompresi : 1:17,6

1.4.18. 3.3.1 Langkah isap

3.3.1.1 Tekanan akhir langkah isap Tekanan akhir langkah isap untuk mesin dengan supercharger dapat dihitung

dengan persamaan (3.95) berikut

( ) atmp95,090,0 sup−=ap (0.5)

dengan psup adalah tekanan supercharger. Jika dipilih harga koefisien psup

sebesar 0,925 dan psup sebesar 1,4 kg/cm2 atau sekitar 1,3553 atma (sumber:

Wiranto Arismunandar, Penggerak Mula Motor Bakar Torak, hal. 114), maka

tekanan pada akhir langkah isap adalah

atm 286857,13553,19495,0

=×=ap

3.3.1.2 Suhu akhir langkah isap

Pada mesin 4 langkah dan mesin 2 langkah dengan supercharger dan tanpa

pendingin udara, terdapat kenaikan suhu udara saat kompresi di dalam

supercharger. Di dalam mesin seperti itu selain Δtw juga diperkenalkan Δtsup

(Petrovsky, Tahun 1979, hal. 28)

supw ttt Δ+Δ=Δ

kenaikan suhu udara yang disebabkan kompresi di dalam supercharger dapat

diperoleh dengan persamaan (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 28)

0n

1n

0

sup00supsup T

ppTTTt −⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛=−=Δ

(0.6)

atau

0ad

k1k

0

sup

00supsup Tη

1p

p

1TTTt −

⎥⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢⎢

⎡−⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

+=−=Δ

(0.7)

dengan,

n : eksponen politropik garis kompresi dari supercharger; 1,4 – 1,6 untuk

supercharger torak; 1,6 – 1,8 untuk supercharger rotari; dan 1,7 – 2,0 untuk

supercharger sentrifugal.

Psup dan Tsup : tekanan dan suhu pada keluaran supercharger.

ηad : efisiensi adiabatik supercharger; 0,8 – 0,9 untuk supercharger torak; 0,72 –

0,8 untuk supercharger sentrifugal; dan 0,83 – 0,87 untuk supercharger aliran-

aksial.

Jika diasumsikan n sebesar 1,7 (digunakan blower sentrifugal); suhu udara luar

301 K; tekanan udara luar 1 atm; maka berdasarkan persamaan (3.96) harga

Δtsup adalah

K

t

1411,40

3011

1,35533017,1

17,1

sup

=

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=Δ

Karena dengan memakai turbocharger proses pembilasan menjadi lebih baik,

maka derajat pembilasan γr berharga nol. Apabila diasumsikan Δtw sebesar 15

oC; γr sebesar 0; dan suhu gas buang Tr sebesar 775 K; maka dari persamaan

3.9 suhu akhir langkah isap adalah

( )

K

tttTtTT wr

rra

1411,35601

77501411,40153011

sup0

=+

×+++=

Δ+Δ=Δ→+

×+Δ+=

γγ

3.3.1.3 Efisiensi pengisian dan koefisien gas sisa

Dari persamaan (3.13) dapat dihitung efisiensi pengisian (efisiensi volumetrik)

( )

( )

1531,1

01301

356,14111

11,286857

16,176,17

1

11

0

0

=

+⋅⋅

−=

+⋅⋅

−=

ra

ach

TTp

p

γεεη

1.4.19. 3.3.2 Langkah kompresi

3.3.2.1 Eksponen kompresi politropik Dari persamaan (3.16), dengan mengambil harga A + BT = 4,62 + 53 × 10-5T

(untuk nitrogen, oksigen dan udara), maka didapat harga k1

( )

( ) 01

985,116,171411,356105362,4

01

985,11

1

15

1

1

1

1

=−

−+×××+

=−

−++

−−

k

kBTA

k

ka ε

Apabila persamaan di atas diselesaikan maka didapat harga k1 = 1,3706.

3.3.2.2 Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi

Dengan menganggap n1 ≈ k1 = 1,3706 (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 87); maka

tekanan dan suhu akhir kompresi adalah

atm 5586,6517,61,286857

εpp1,3706

nac

1

=×=

×=

dan ( )

K 8823,03016,171411,356 13706,1

11

=×=

×=−

−nac TT ε

1.4.20. 3.3.3 Pembakaran

Perhitungan pembakaran mesin dengan turbocharger hampir sama dengan

perhitungan pembakaran mesin tanpa turbocharger. Hanya saja koefisien

udara berlebih α untuk mesin dengan turbocharger memiliki harga antara 1,8

– 2,1. Dari perhitungan pembakaran tanpa turbocharger telah diketahui data

sebagai berikut:

mol 4945,0L'0 =

kg 14,317L0 =

3''0 m 12,0669L =

3'''0 m 12,6115L =

Pada perancangan kali ini dipilih harga α sebesar 2,1. Dengan demikian untuk

membakar bahan bakar dengan jumlah karbon 86%, hidrogen 13% dan

oksigen 1%, kebutuhan aktual udara L untuk pembakaran adalah (persamaan

(3.26))

kg 0658,30317,141,2

LL 0

=×=

α=

atau jika dinyatakan dalam mol

mol 1,03850,49452,1

αLL '0

'

=×=

=

Jumlah mol gas sisa hasil pembakaran

mol 0,0717M 2CO =

mol 0,065M OH2 =

mol 0,82040,49451,20,79M 2N =××=

( ) mol 0,11420,494511,20,21M 2O =−=

mol 1,0714 32

0,014

0,130,49452,1Mg

=

++×=

3

g

m26,14101,071424,4V

=

×=

Volumetrik relatif gas hasil pembakaran

( ) ( ) 1066,00714,1

4945,011,221,0M

L121,0υ

7658,00714,1

4945,01,279,0M

L79,0υ

0607,00714,1213,0

M2hυ

0669,00714,112

86,0M12cυ

g

'0

O

g

'0N

gOH

gCO

2

2

2

2

=−

=−α

=

=××

=×α

=

==

==

Peningkatan jumlah mol hasil pembakaran

mol 0328,0M =Δ

Koefisien perubahan molar berdasarkan persamaan (3.30) dan (3.32)

'0

'0

'0

e

g0

LM1

LML

MM

αΔ

+=α

Δ+α==μ

0316,14945,01,2

0328,010

+=μ

r

r0

e

r

e

r

e

g

1MM1

MM

MM

γ+γ+μ

=+

+=μ

0316,101

00316,1

=+

+=μ

Dengan demikian dari persamaan (3.41) dan (3.42) hasil pembakarannya

905,462,41066,062,47658,079,50607,082,70669,0

AAAAAA 22222222 OONNOHOHCOCOgg

=×+×+×+×=

υ+υ+υ+υ==

4-

5555

OONNOHOHCOCOg

106,139610531066,010537658,0101120607,0101250669,0

BBBBB 22222222

×=

⋅×+⋅×+⋅×+⋅×=

υ+υ+υ+υ=−−−−

maka didapat nilai kapasitas panas isokorik molar rata-rata dari persamaan

(3.38)

( ) T101396,6905,4mc 4gv

−×+=

Kapasitas panas isobarik molar rata-rata dari hasil pembakaran dapat

ditentukan dengan

( ) ( ) C molper kkal .9851mcmc ogvgp +=

( )z

4-

4gp

T106,32976,89,9851101396,6905,4mc

×+=

+×+= −

Kapasitas panas isokorik molar rata-rata udara pada akhir langkah kompresi

dengan suhu Tc (persamaan (3.37)) adalah

( )Cper molper kkal 1654,5

1078,1029105362,4mco

5av

=

××+= −

3.3.3.1 Tekanan dan suhu akhir langkah pembakaran

Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum

diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz.

zc

z ppp 01525,0==λ dan

zc

czz p

pTpT 2429,15==

μ

Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg,

maka persamaan (3.51) dapat ditulis

( ) [ ]

( ) zz

z

pp

p

2429,152429,15103297,6(89,60316,1

8823,103001525,0985,1(1654,5014945,01,2

1010083,0

)4

)

××+=

=×+++×

×

Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi

persamaan homogen maka didapatkan persamaan

013397,5274-p136,770,1517p zz2 =+

303,0657,118136,77

1517,02))5274,13397(1517,04()136,77(136,77

24

2

2

±−=

×−××−±−

=

−±−=

aacbbPz

Apabila persamaan di atas dipecahkan maka didapatkan akar-akar pz1 = -

646,18 dan pz2 = 137,09. Karena untuk tekanan absolut tidak ada tekanan

negatif maka digunakan pz = 137,09 atm.

Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah

KTz

649,098209,1372429,15

=×=

kenaikan tekanan λ adalah sebesar

0906,209,13701525,0

=×=λ

dan perbandingan ekspansi awal ρ (persamaan (3.55))

18823,10300906,2649,20980316,1

=××

1.4.21. 3.3.4 Langkah ekspansi

3.3.4.1 Eksponen politropik ekspansi Dengan harga δ = ε = 17,8 maka persamaan (3.57) dapat ditulis dalam bentuk

persamaan homogen.

01

985,16,17111,28859696,4

01

985,16,171198,649)02101396,6(905,4

21

21

4

2

2

=−

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++

=−

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+×××+

−−

k

k

k

k

Apabila persamaan di atas dieselesaikan maka didapat harga k2 = 1,291 Harga

ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).

3.3.4.2 Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi

Dari persamaan politropik (persamaan (3.58) dan (3.59)) didapat tekanan dan

suhu akhir langkah ekspansi

2n

zb

ppδ

=

atm,

pb

38,3617

09,137291,1

=

=

dengan δ = Vb/Vz = ε = 17,6.

1n

zb

2

TT −δ=

K

Tb

910,9526,17

649,20981291,1

=

= −

3.3.5 Perhitungan daya dengan turbocharger

1.4.22. 3.3.5.1 Tekanan indikasi rata-rata

Karena dari perhitungan sebelumnya didapati ρ = 1, maka dipakai

siklus volume konstan (persamaan (3.62)). Harga pc terlebih dahulu diubah

dari atmosfer absolut (atm) menjadi kg/cm2.

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

ε−−

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

δ−λ

−ε= −− 1n

1111n

1111

pp1

1n2

1n

cit

12

2

13706,11291,1

/ 9,384

13706,11

6,1711

1291,11

6,17110906,2

16,1767.7369

cmkg

pit

=

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−−

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

−= −−

Jika dipilih harga φ = 0,97 maka tekanan indikasi rata-rata yang telah dikoreksi

berdasarkan persamaan (3.63) adalah

2/ 102,9384,997,0

cmkg

pp iti

=

×== ϕ

1.4.23. 3.3.5.2 Daya indikasi dan daya kuda rem

Dari perhitungan di atas diketahui pi = 2/ 102,9 cmkg , maka Pi = 91020 kg/m2

maka kerja indikasinya

( )kgm

VPW dii

244,69

103,0097,0402019 2

=

××=

Dari data kendaraan diketahui kecepatan mesin pada daya maksimal adalah

sebesar 3600 rpm, maka harga Ni adalah (persamaan (3.69))

hp9,0

inVpN dii

⋅⋅⋅=

( )

hp 79,1109,0

43600103,0097,04102,9 2

=

×××=

πiN

1.4.24. 3.3.5.3 Efisiensi dan daya rugi-rugi mekanis

Dari data kendaraan diketahui daya kuda rem sebesar 80 PS (78,904 hp) maka

efisiensi mekanisnya adalah (persamaan (3.73))

0,8279679,11073,91

=

=

=i

bm

NNη

Apabila diketahui daya indikasi dan efisiensi mekanis, maka daya dari rugi-

rugi mekanis adalah (persamaan (3.75))

( )( )

hp

NN imm

06,1979,11082796,01

1

=×−=

−= η

1.4.25. 3.3.5.4 Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi

Jumlah panas yang ekivalen dengan kerja indikasi per jam adalah (persamaan

(3.81))

hrkkal

NQ iih

/ 28,7001979,110632

632

=×=

=

dan jumlah panas yang ekivalen dengan kerja efektif per jam adalah

(persamaan (3.82))

hrkkal

NQeh

/ 36,5797373,91632

632 b

=×=

=

1.4.26. 3.3.5.5 Konsumsi bahan bakar spesifik

Jika kendaraan diperkirakan memiliki kecepatan normal sebesar 3000 rpm,

maka konsumsi udara per jam pada kecepatan ini adalah

( ) ( )/hrm 43,385

460230001531,1103,0093,04

60iznηVV

3

2

chdh

=

×××××=

=

π

Jumlah udara aktual yang digunakan untuk membakar 1 kg bahan bakar adalah

/kgm 4843,266115,121,2

3

'''0

=

×=α=

dengan demikian konsumsi bahan bakar per jam adalah (persamaan (3.94))

( )

hrkg

LzinVF chd

h

/ 276658,76115,121,22

46030001531,1103,0097,04

60

2

'''0

=××

×××××=

=

παη

Dengan persamaan (3.80) dapat dicari harga Qh

hrkkal

QFQ lhh

/ 25,7349410100276658,7

=×=

=

Dengan persamaan (3.92), harga Fi adalah

)( 065679,0110,79276658,7

hrhpkg

NFF

i

hi

⋅=

=

=

maka dari persamaan (3.85) harga ηi adalah

9527,010100065679,0

632

632

=

=li

iQF

η

Dengan persamaan (3.93) harga F dapat dicari

)/( 079,082796,0065679,0

hrhpkg

FFm

i

⋅=

=

maka dari persamaan (3.87) harga ηb adalah

0,7910100079,0

632

632

=

=l

bFQ

η

Perbandingan Hasil Antara Mesin Tanpa Dan Dengan Turbocharger

Tanpa turbocharger Dengan turbocharger

ap 0,094 Mpa 0,130 Mpa

aT 333,17 K 356,14 K

cp 5,004 Mpa 6,642 Mpa

cT 983,84 K 1030,89 K

zP 11,87 Mpa 13,890 Mpa

zT 2264,92 K 2098,65 K

bp 0,28 Mpa 0,342 Mpa

bT 885,62 K 910,95 K

iN 107,96 Hp 110,79 Hp

mη 0,821 0,827

BAB IV

PERENCANAAN TURBOCHARGER

4.1. Dasar teori

Kompresor adalah bagian dari turbocharger yang mengkompresi udara dan

memompakannya ke dalam manipol hisap (intake manifold). Molekul udara dihisap

ke dalam sudu kompresor yang berputar dengan kecepatan tinggi dan mengalir ke arah

luar. Pada kondisi demikian udara dimampatkan dan saling menekan. Hal ini

menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan.

Untuk melakukan itu semua diperlukan daya. Daya dikonsumsi dari turbin yang

digerakkan oleh gas buang. Tidak semua daya yang diberikan turbin diubah oleh

kompresor menjadi energi tekanan. Sebagian dari energi ini digunakan untuk

menaikkan suhu udara. Suhu udara menjadi naik karena adanya gesekan antar

molekul, gesekan dengan dinding rumah keong dan juga gesekan udara dengan

impeler. Hal ini serupa dengan jika menggosokkan kedua telapak tangan kita.

Jika jumlah energi yang digunakan untuk menaikkan tekanan dibagi dengan jumlah

energi yang dikirim ke impeler, maka didapatkan efisiensi kompresor. Sebagai contoh,

jika kompresor memiliki efisiensi 70%, ini berarti hanya 70% energi yang diberikan

pada impeler diubah menjadi energi untuk menaikkan tekanan udara. Sisanya, 30%

daya digunakan untuk menaikkan suhu udara. Dengan demikian kompresor harus

memiliki efisiensi yang tinggi; lebih banyak energi diubah untuk menaikkan tekanan

udara dan hanya sedikit yang digunakan untuk menaikkan suhu udara.

Kompresor bertugas menaikkan efisiensi volumeterik, dengan demikian jumlah udara

yang memasuki ruang bakar menjadi lebih banyak. Istilah supercharger biasanya

merujuk pada supercharger yang digerakkan secara mekanis oleh poros engkol

dengan perantaraan sistem transmisi sabuk dan puli. Supercharger langsung

digerakkan oleh poros engkol, ini menyebabkan terjadinya aselerasi responsif.

Turbocharger memerlukan umpan balik (feed back) dari aliran gas buang, hal ini

menyebabkan terjadinya keterlambatan (lag) kenaikan daya, sehingga sistem

turbocharger kurang responsif.

1.4.27.

1.4.28. 4.1.1. Diagram kecepatan

Sebuah rotor yang disajikan dalam Gambar 4.1 akan mengalirkan fluida pada anulus

yang dibatasi oleh abcda. Meskipun kecepatan fluida bervariasi secara radial dari a ke

b, tapi diasumsikan memiliki satu harga kecepatan saja sepanjang irisan anulus ab,

kecepatan ini dinamakan V1 pada titik 1. Demikian juga pada keluaran rotor, pada

bagian ini mengalir fluida dengan kecepatan V2 yang merupakan kecepatan rata-rata

sepanjang cd. Titik 1 dan 2 terletak pada garis 1–2 yang menyatakan permukaan

lintasan yang dengan tepat membagi aliran menjadi dua bagian.

Gambar 4.1 Rotor mesin turbo. (Sumber: Logan, hal. 10)

Gambar 4.2 menunjukkan diagram kecepatan pada titik 1 dan 2. Sudu akan memiliki

kecepatan

NrU = (4.1)

untuk tiap titik pada sudu dengan jarak r dari sumbu rotasi A–A. Kecepatan sudut

(rad/s) rotor dinotasikan dengan N. Untuk titik 1 dapat ditulis

11 NrU = (4.2)

1.4.29. 4.1.2. Laju aliran massa

Kecepatan relatif W fluida terhadap sudu apabila ditambahkan secara vektor dengan

kecepatan sudu U, maka akan menghasilkan kecepatan absolut fluida V. Hubungan ini

dapat dinyatakan

WUV += (4.3)

Secara grafis penjumlahan U1 + W1 dan U2 + W2 ditunjukkan Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Diagram kecepatan aliran masuk dan keluar.

(Sumber: Logan, hal. 10 dan 11)

Laju aliran massa m& yang melewati rotor dihitung dengan mengalikan kecepatan

membujur (meridional velocity) Vm dengan area yang normal terhadap aliran dengan

kerapatan fluida. Misalnya pada aliran masuk rotor (Logan, hal. 10)

1m11 VAm ρ=& (4.4)

Saat arah aliran searah dengan sudut sumbu, maka akan didapatkan persamaan yang

lebih rumit, tapi memiliki prinsip yang sama. Bentuk umum dari persamaan (4.4) yang

berlaku untuk tiap titik aliran adalah

mAVm ρ=& (4.5)

dengan A adalah area normal (tegak lurus) terhadap aliran. Persamaan (4.5) adalah

persamaan konservasi (kekekalan) massa, yaitu laju aliran massa seragam untuk tiap

bagian.

Diasumsikan bahwa tiap kecepatan pada garis aliran tengah (central streamline)

adalah merupakan harga rata-rata pada seluruh area yang ditinjau. Pada kenyataannya,

aliran memiliki kecepatan yang berubah-ubah untuk tiap bagian. Harga laju aliran ini

dapat disajikan dalam persamaan (Logan, hal. 11)

∫ρ=A

m dAVm& (4.6)

Bentuk ini juga memungkinkan adanya variasi kerapatan ρ yang disebabkan karena

variasi tekanan, suhu atau gradien konsentrasi.

1.4.30. 4.1.3. Persamaan energi

Prinsip konservasi massa yang disajikan persamaan (4.5) dapat dilengkapi dengan

persamaan energi aliran tunak (steady-flow) yang menyatakan konservasi energi.

Bentuk umumnya dalam energi per unit massa, yaitu energi potensial zg, energi dalam

(internal energi) e, flow work p/ρ, energi kinetik V2/2, transfer kalor q, dan kerja w.

2dan 1 titik antara kerja2bagian pada energikalortransfer 1bagian pada energi +=+

atau dapat ditulis

w2

Vpegzq2

Vpegz22

2

222

21

1

111 ++

ρ++=++

ρ++ (4.7)

Energi dalam dapat digabung dengan flow work menjadi entalpi. Maka persamaannya

adalah

w2

Vhgzq2

Vhgz2222

2111 +++=+++ (4.8)

Secara umum, di dalam turbomachinery energi potensial dan transfer kalor diabaikan,

dan kerja spersifik dinotasikan dengan E yang disebut trasnfer energi.

E2

Vh2

Vh222

211 ++=+ (4.9)

Pada turbin gas atau kompresor, entalpi dan energi kinetik dikombinasikan dalam

bentuk total entalpi ho. Maka persamaannya menjadi (Logan, hal 12)

ehh 2o1o += (4.10)

Kompresor dan pompa menaikkan ho maka ho2 > ho1, dan transfer energinya negatif.

Sebaliknya, turbin menurunkan ho dan harga E positif. Kerja per unit massa pada

persamaan (4.10) apabila dibagi dengan percepatan gravitasi g akan menjadi head H.

1.4.31. 4.1.4. Persamaan momentum

Secara umum persamaan ini menyatakan jumlah momen gaya-gaya luar pada fluida di

dalam volum kontrol sama dengan kenaikan rata-rata momentum sudut di dalam

volum kontrol ditambah aliran momentum angular dari volum kontrol (Logan, hal.

13).

∫ ∫∑ ⋅×+×∂∂

=vc sc

ddvt . .

SVVRVRM ρρ (4.11)

dengan c.v dan c.s menunjukkan integrasi di seluruh volum kontrol atau control

surface.

Pada turbomachine, volume kontrol adalah volume fluida di dalam rumah rotor (rotor

casing). Gaya-gaya yang dikenakan pada fluida ini sepanjang permukaan rotor dan

jumlah momen pada poros rotor dinyatakan oleh ruas kanan persamaan (4.11).

Dengan mengasumsikan aliran tunak mengalir dalam volume kontrol, ungkapan

pertama pada ruas kanan akan hilang. Mengingat harga ρV • dS adalah laju aliran

massa yang melewati area elementer dS pada control surface, dan memiliki harga

positif pada aliran keluar, harga negatif pada aliran masuk, dan berharga nol di semua

tempat, maka didapat

∫ ∫∑ ×−×=2 1A A

mdmd && VRVRM (4.12)

dengan A1 dan A2 adalah area aliran pada saluran masuk dan keluar.

Gambar 4.3 Komponen kecepatan. (Sumber: Logan, hal. 14)

Dengan menganggap sumbu rotor adalah sumbu z, seperti pada Gambar 4.3, maka

momentum sudut per unit massa dapat dinyatakan dalam determinan (Logan, hal. 13)

aur Vz

VO

Vr

kiiVR

ur

Besar (magnitude) komponen-z dari momentum sudut per unit massa adalah (Logan,

hal. 13)

( )au V

z1

VO0

0

r

z

Vr=×VR

dan menghasilkan harga skalar dari momen pada sumbu x

∫ ∫−=2 1A A

uuz md rVmd rVM && (4.13)

Dengan mengabaikan gaya-gaya yang lain, dapat dikatakan bahwa besar momen gaya

Mz fluida di dalam volum kontrol sama besar dengan torsi yang dikenakan pada poros

rotor oleh fluida, hanya saja berlainan tanda (negatif). Kemudian diasumsikan juga

komponen tangensial kecepatan fluida Vu berharga konstan, dan pada posisi radial r di

seluruh area A1 dan A2 dapat dituliskan (Logan, hal. 14)

( )22u11u rVrVmT −= & (4.14)

Daya turbomachine adalah torsi dikalikan dengan kecepatan rotasi dalam radian per

detik. Maka daya P dapat dituliskan

( )22u11u UVUVmP −= & (4.15)

Di sini kecepatan sudu U telah menggantikan Nr. Untuk memperoleh transfer energi

per unit massa berdasarkan persamaan (4.7) sampai (4.10), adalah dengan membagi

persamaan (4.15) dengan laju aliran massa m& . Kemudian transfer energi per satuan

unit massa dari fluida ke rotor, atau sebaliknya, adalah

22u11u UVUVE −= (4.16)

1.4.32.

1.4.33. 4.1.5. Termodinamika kompresor

Kompresor sentrifugal memiliki 3 bagian penting yaitu impeler, difuser atau volute

(rumah keong). Transfer energi dinyatakan dengan (Logan, hal. 79)

( )1o3om hhE −η= (4.17)

atau juga

'2u2VUE = (4.18)

dengan ηm adalah efisiensi mekanis.

Karena disain dan analisis kompresor melibatkan perhitungan termodinamika,

diagram h-s, seperti pada Gambar 4.4, menjadi sangat penting. Keadaan fluida pada

saluran masuk impeler dinyatakan dengan titik 1, dan pada keluaran impeler

dinyatakan dengan titik 2. Proses di dalam difuser terlatak antara titik 2 dan 3. Properti

stagnasi (stagnation property) 01, 02 dan 03 juga diperlihatkan pada Gambar 4.4

karena biasanya energi kinetik juga diperhitungkan. Pada kompresi gas, energi input

adalah kerja isentropik, atau ideal sampai pada tekanan P3. Dapat dihitung dengan

persamaan berikut (Logan, hal. 80)

⎥⎥

⎢⎢

⎡−⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛=

γ−γ

1PPTcE

1

1o

3o1opi (4.19)

dengan cp adalah panas jenis tekanan konstan. Persamaan di atas menyatakan kerja

isentropik dari titik 01 ke titik i pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Diagram entalpi-entropi. (Sumber: Logan, hal. 80)

Efisiensi kompresor dapat dituliskan

1o3o

1oic

TTTT−−

=η (4.20)

yang merupakan perbandingan kerja ideal Ei dengan kerja aktual E. Asumsi yang

dipakai pada persamaan (4.19) dan (4.20) adalah dengan menganggap tidak adanya

kerja luar pada difuser, dan juga tidak ada transfer energi; maka ho2 = ho3 dan To2 =

To3.

Efisiensi kompresor didapat dari hasil eksperimen. Dengan menggunakan persamaan

(4.18), (4.19) dan (4.20) maka dapat dihitung perbandingan tekanan total (Logan, hal.

81)

1

m1op

c'2u2

1o

3o

Tcvu1

PP −γ

γ

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ηη

+= (4.21)

Karena adanya arus relatif di antara sudu maka terdapat slip μs pada impeler kom-

presor. Slip yang terjadi dinyatakan dengan perbandingan komponen kecepatan

tangesial (Logan, hal. 81)

2us'2u VV μ= (4.22)

dengan Vu2’ adalah kecepatan aktual fluida dalam arah tangensial. Persamaan Stanitz

untuk slip pada kompresor (Logan, hal. 81)

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛βϕ−

π−=μ

22Bs

cot11

n63,01 (4.23)

dengan ϕ2 adalah koefisien aliran pada titik 2 (keluaran) dan dinyatakan dengan

NDQ

dengan,

Q : debit (gpm).

N : kecepatan sudut (rpm).

D : diameter rotor (ft).

Perbandingan tekanan total dapat dihitung apabila segitiga kecepatan ideal, jumlah

sudu, suhu total udara masuk dan efisiensi mekanisnya diketahui.

4.1.6. Perencanaan impeler

Impeler biasanya didisain dengan sudu terbuka (unshrouded) untuk menerima fluida

pada arah aksial (V1 = Vm1), dan meneruskan fluida dengan komponen kecepatan

tangensial yang besar Vu2’, yang lebih kecil daripada kecepatan ujung impeler U2, tapi

memiliki arah yang sama. Sudu biasanya melengkung pada titik di ujung impeler

sehingga β2<90o, dan biasanya melengkung pada pangkal sudu untuk menyesuaikan

dengan arah aliran relatif fluida W1.

Gambar 4.5 Diagram kecepatan aliran keluar. (Sumber: Logan, hal. 82)

Sudut β1 bervariasi sepanjang pangkal karena V1 tetap dan U1 (dan r) bervariasi. Pada

diameter shroud D1S impeler, kecepatan relatif W1S dan juga angka Mach relatifnya

MR1S memiliki harga terbesar. Hal ini karena kecepatan sudu U1 mengalami kenaikan

dari pangkal ke ujung, dan kecepatan absolut masuk V1 diasumsikan seragam pada

seluruh anulus. Dengan meihat Gambar 4.6, jelas bahwa 21

211 UVW += dan harga

maksimum W1 berada pada diameter shroud. Dapat ditunjukkan untuk beberapa

kondisi operasi input yang tetap, yaitu putaran sudut N, laju aliran m& , tekanan total

udara luar Po1, dan suhu total udara luar To1, harga angka Mach relatif memiliki harga

minimum saat sudut β1S kira-kira 32o.

Gambar 4.6 Diagram kecepatan pada laluan masuk impeler.

(Sumber: Logan, hal. 83)

Dari Gambar 4.6 terlihat jelas bahwa pemilihan harga angka Mach relatif shroud MR1S

pada saluran masuk sudu akan memungkinkan untuk langkah disain selanjutnya.

Kecepatan suara a1 di hitung dari kondisi udara luar. Berikutnya, W1 pada shroud W1S

dihitung dengan (Logan, hal. 83)

1 S1RS1 aMW ×= (4.24)

dengan kecepatan suara (Logan, hal. 83)

11 RTa γ= (4.25)

Suhu statis dinyatakan dengan (Logan, hal. 83)

( ) 2/M11TT 2

1

1o1

−γ+= (4.26)

Angka Mach absolut dinyatakan dengan (Logan, hal. 83)

1

11

aVM = (4.27)

Dengan demikian V1 dan U1S dihitung dengan (Logan, hal. 83)

oS11 32sinWV = (4.28)

dan

oS1S1 32cosWU = (4.29)

Maka untuk selanjutnya diameter shroud dapat dihitung (Logan, hal. 84)

NU2D S1

S1 = (4.30)

Diameter hub dapat dihitung dengan menerapkan persamaan kekekalan massa,

persamaan (4.5), maka diameter masuk impeler (Logan, hal. 84)

11

2S1H1

Vm4DD

πρ−=

& (4.31)

dengan massa jenis dihitung menggunakan persamaan gas ideal

1

11

RTP

=ρ (4.32)

Suhu statis T1 dihitung dengan persamaan (4.26), dan tekanan statis dihitung dengan

(Logan, hal. 84)

( )[ ] 121

1o1

2/M11

PP−γγ

−γ+= (4.33)

Dari Gambar 4.6 sudut aliran fluida pada hub

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=β −

H1

11H1

UVtan (4.34)

Dengan kecepatan sudu pada hub adalah

2NDU H1

H1 = (4.35)

Untuk menghitung diameter impeler, langkah pertama adalah memilih kecepatan

spesifik Ns dari

Tabel 4.1, untuk memilih diameter spesifik Ds dari Gambar 4.7, dengan demikian

mesin yang dirancang akan memiliki efisiensi yang tinggi. Kemudian diameter

impeler dihitung berdasarkan kecepatan spesifik Ns. Kecepatan ujung impeler U2

dihitung dengan diameter impeler dan energi transfer E dihitung dengan transfer

energi ideal Ei dan efisiensi kompresor.

Komponen kecepatan tangensial aktual Vu2’ dihitung dengan koefisien slip μs dari

0,85 – 0,90. Terakhir, pemilihan koefisien aliran pada jangkauan antara 0,23 – 0,35

memungkinkan perhitungan sudut sudu dan jumlah sudu.

Tabel 4.1 Kecepatan spesifik.

Turbomachine Jangkauan kecepatan spesifik

Roda pelton 0,03 – 0,3

Turbin francis 0,3 – 2,0

Turbin kaplan 2,0 – 5,0

Pompa sentrifugal 0,2 – 2,5

Pompa aliran aksial 2,5 – 5,5

Kompresor sentrifugal 0,5 – 2,0

Turbin aliran aksial 0,4 – 2,0

Kompresor aliran aksial 1,5 – 20,0

(Sumber: Logan, hal. 34)

Gambar 4.7 Diagram Cordier. (Sumber: Logan, hal. 35)

Efisiensi kompresor ηc dapat digunakan untuk menentukan efisiensi impeler ηI.

Perbandingan rugi-rugi χ dari rugi-rugi impeler dan rugi-rugi pada kompresor (Logan,

hal. 85)

c

I

11

η−η−

=χ (4.36)

dapat ditentukan dan terletak antara 0,5 – 0,6. Efisiensi impeler dinyatakan dengan

(Logan, hal. 85)

1o2o

1o'iI

TTTT−−

=η (4.37)

dapat digunakan untuk menentukan Ti’, (lihat Gambar 4.4). Suhu total Po2 ditentukan

dengan (Logan, hal. 85)

1

1o

'i

1o

2o

TT

PP −γ

γ

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛= (4.38)

Tekanan statik P2 dihitung dengan (Logan, hal. 85)

( )( )[ ] 122

2

2o M5,011PP

−γγ

−γ+= (4.39)

dan suhu statik T2 dihitung dengan (Logan, hal. 86)

p

2'2

2o2c2

VTT −= (4.40)

Harga T2 digunakan untuk menghitung massa jenis ρ2 pada keluaran impeler.

Selanjutnya, lebar aksial sudu ditentukan dengan (Logan, hal. 86)

2m222

Vr2mb

πρ=

& (4.41)

Jangkauan parameter disain untuk unjuk kerja optimal disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Parameter disain untuk kompresor sentrifugal.

Parameter Sumber Jangkauan yang dianjurkan

Koefisien aliran Ferguson 35,023,0 2 <ϕ<

Perbandingan shroud-tip Whitfield 7,0D/D5,0 2S1 <<

Sudut gas absolut Whitfield o'2

o 7060 <α<

Rasio difusi Whitfield 9,1W/W '2S1 <

(Sumber: Logan, hal. 86)

Laju aliran massa memasuki ruang bakar yang disuplai dari kompresor dihitung

dengan persamaan berikut (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 238)

( )3600

mLNF1W a'

iiscab Δ+= (4.42)

dengan ma adalah massa molekul udara, sebesar 28,95 kg/mol dan Δsc adalah koefisien

udara bilas berlebih. Harga Δsc untuk mesin 4 langkah dengan turbocharger adalah

0,06 – 0,3.

Turbocharger dirancang dapat beroperasi efektif pada kecepatan mesin sebesar 3000

rpm. Harga ini diambil dari harga kecepatan normal mesin. Pada kecepatan ini daya

indikasi mesin dapat dihitung dengan persamaan (3.69)

hp9,0

inVpN dii

⋅⋅⋅=

( )

hp 79,1109,0

4360003,1097,04102.9 2

=

×××=

πiN

Apabila Δsc dipilih 0,3, maka laju aliran massanya

( )

( )

lb/s 13785,0kg/s 0,062598

360095,280385,179,11006568,03,01

36001

'

==

×××+=

Δ+=aii

scabmLNFW

untuk selanjutnya laju aliran massa dinotasikan dengan m& .

Gambar 4.8 Grafik laju aliran massa (kg/s) dengan kecepatan mesin.

Pada bab sebelumnya dipilih dan dihitung parameter-parameter untuk merancang

kompresor. Tekanan udara luar Po1 diasumsikan 1 atm atau 14,7 psia, suhu udara luar

To1 diasumsikan 28 oC atau 541,8 R (Rankin), dan tekanan keluaran kompressor Po3

adalah 1,3553 atm atau 19,92291 psia.

Langkah pertama disain adalah memilih kecepatan relatif pada shroud MR1S. Agar

tidak terjadi aliran supersonik pada aliran masuk, maka harga MR1S dapat dipilih

sebesar 0,37. Besar sudut β1S dipilih 32o karena pada sudut ini angka Mach relatifnya

minimum. Sehingga dengan persamaan (4.27) dan (4.28) didapat M1

0,19632sin0,37

sinβMMo

1SR1S1

=×=

×=

Suhu statis T1 dihitung dengan persamaan (4.26) dengan γ adalah eksponen adiabatik

( )

( )R 537,666

2/196,014,118,541

2/M11TT

2

21

1o1

=−+

=

−γ+=

Kecapatan udara dihitung dengan persamaan (4.25) dengan R adalah konstanta gas.

Untuk udara harga R adalah 53,33 ft-lbf/lbm-R (1716 ft-lbf/slug-R)

fps 1136,5249666,53717164,1

RTa 11

=××=

γ=

Kecepatan aliran udara masuk V1 dihitung dengan persamaan (4.27)

fps 8386,2225249,1136196,0

aMV 111

=×=

×=

Massa jenis total udara masuk ρo1 dihitung dengan persamaan gas ideal

3m

1o

1o1o

ft/lb 0733,08,54133,53

1447,14RTP

=

××

=

Massa jenis statis udara masuk ρ1 dihitung dengan (Logan, hal. 97)

11

1o

11o1

TT −γ

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ρ=ρ (4.43)

3m

14,11

1

/ftlb 1907,0

8,541666,5370733,0

=

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=ρ

Debit udara yang memasuki kompresor dihitung dengan membagi laju aliran massa

dengan massa jenisnya.

1

mQρ

=&

(4.44)

cfs

Q

9172,10719,0

13785,0

=

=

Transfer energi ideal Ei dihitung dengan persamaan (4.19) dengan cp adalah panas

jenis tekanan konstan sebesar 6006 ft-lbf/slug-R

22

4,114,1

1

1

31

/ 4844,295298

17,14

9229,198,5416006

1

sft

PPTcE

o

oopi

=

⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

⎡−⎟

⎞⎜⎝

⎛×=

⎥⎥

⎢⎢

⎡−⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛=

−γγ

Head dihitung dengan membagi Ei dengan percepatan gravitasi g sebesar

32,174 ft/s2

ft 1713,9178174,32

4844,295298gEH i

=

=

=

Hubungan antara kecepatan spesifik Ns dengan laju aliran massa ,m& percepatan

gravitasi g, tinggi tekan (head) H, dan debit Q adalah (Logan, hal. 30)

( )21

43

s

Q

gHNN = (4.45)

Dengan N dalam radian per detik. Dari Tabel 4.1 jangkauan kecepatan spesifik berada pada interval 0,5 – 0,2. Maka dapat

digambarkan jangkauan kecepatan yang dianjurkan berdasarkan tabel tersebut. Grafik

tersebut disajikan pada Gambar 4.9. Tampak grafik linier dengan jangkauan kecepatan

turbo 4861,4 – 19445,7 rad/s atau 46423 – 185692 rpm. Dipilih kecepatan normal

turbo sebesar 50000 rpm.

Gambar 4.9 Grafik kecepatan spesifik dengan kecepatan kompresor.

Diagram Cordier pada Gambar 4.7 hanya menunjukkan hubungan kecepatan spesifik

dan juga diameter spesifik saja tanpa menyertakan keterangan efisiensi. Untuk

pendekatan yang lebih lengkap dapat digunakan

Tabel 4.3 Hubungan kecepatan spesifik dan diameter spesifik dengan efisiensi.

DIAMETER SPESIFIK (DS)

ηc = 0.4 ηc = 0.5 ηc = 0.6 ηc = 0.7 ηc = 0.8

50 2.42 2.65 2.91 - -

60 1.94 2.14 2.26 - -

65 1.77 1.92 2.02 2.14 -

70 1.66 1.82 1.89 1.96 -

80 1.44 1.55 1.63 1.68 -

85 1.36 1.48 1.53 1.57 1.7

90 1.3 1.39 1.43 1.46 1.59

100 1.16 1.25 1.29 1.32 1.41

110 1.07 1.14 1.17 1.21 1.29

120 1 1.06 1.1 1.15 1.22

130 0.91 1 1.03 1.08 1.18

140 0.87 0.96 1 1.06 -

150 0.83 0.94 1 1.07 -

160 0.8 0.91 1 1.04 -

170 0.8 0.91 1 1.11 -

180 0.8 0.91 1 - -

190 0.79 0.91 1.01 - -

Kec

epat

an sp

esifi

k (N

s)

200 0.79 0.91 - - -

(Sumber: Logan, Tabel 3 Lampiran A)

memiliki persamaan tersendiri untuk kecepatan spesifik, yaitu (Logan, hal. 97)

43s

H

QNN = (4.46)

Dengan N dalam rpm, dan untuk diameter spesifik dapat dipilih dari

dengan bantuan interpolasi linier. Dengan demikian kecepatan spesifiknya

73.8325717,9178

9173,150000

43

=

=sN

dari

didapat diameter spesifik sebesar 1,876 dengan efisiensi 0,7.

Dengan demikian dapat dihitung diameter impeler D2 (Logan, hal. 97)

41

21

1s2

H

QDD = (4.47)

incift

D

3.185 0.26539

1713,9178

9173,1876,14

1

21

2

==

×=

Telah dipilih kecepatan sudut rotor N yaitu 50000 rpm atau 5236 rad/s, maka

kecepatan sudut sudu U2 adalah

sft

DNU

/694,792

0,265395236

22

2

=

×=

=

Kompresor memiliki efisiensi kompresor sebesar 0,7 dan karena penggunaan perapat

(seal) dengan suaian sesak dan juga penggunaan bantalan luncur, maka diasumsikan

efisiensi mekanisnya sebesar 0,8, maka transfer energinya (Logan, hal. 98)

c

imEEηη

= (4.48)

22 / 98,3374837,0

4844,2952988,0

sft

E

=

×=

Komponen kecepatan tangensial aktual dihitung dengan persamaan (4.18)

fps 735,854694,79

98,337483Vu2'

=

=

Dengan memilih koefisien slip µs sebesar 0,85, maka kecepatan tangensial dapat

dihitung dengan persamaan (4.22)

fps 571,4585,0

485,735Vu2

=

=

Harga komponen tangensial kecepatan relatif pada ujung impeler Wu2 dapat dihitung

dengan mengurangkan kecepatan ujung impeler U2 dengan komponen tangensial

kecepatan fluida Vu2.

fps

VUW uu

34,12345,57179,694

222

=−=

−=

Dengan memilih koefisien aliran ϕ2 sebesar 0,23 yang merupakan nilai harga terkecil

dari jangkauan disain (lihat Tabel 4.2), maka harga komponen membujur (meridional)

kecepatan relatif pada ujung impeler Wm2 adalah (Logan, hal. 98)

22m2 UW ×ϕ= (4.49)

fpsWm

159,8079,69423,02

=×=

maka sudut ujung sudu β2 adalah

5334,52

34,123159,80tan

tan

1

2

212

≈=

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

u

m

WWβ

Dari persamaan (4.23) dapat dihitung jumlah sudu

1623,16

53cot3,011

85,016,0

cot3,011

16,0

2

≈=

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−−

=

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−−

=

π

βμπ

sBn

Dengan menganggap perbandingan rugi-rugi χ sebesar 0,9, maka dari persamaan

(4.36) efisiensi impeler adalah sebesar

( )( )

73,07,019,01

11

=−−=−−= cI ηχη

Persamaan (4.17) dapat digunakan untuk menghitung suhu total pada keluaran

kompresor, To3

R

cETT

mpoo

039,6128,06006

98,3374838,541

13

+=

+=η

Karena To2 = To3 = 612,039 R, maka persamaan (4.37) dapat digunakan untuk

menghitung Ti’

( )( )

R

TTTT ooIoi

0744,5938,541039,61273,08,541

131'

=−+=

−+= η

Perbandingan tekanan impeler dihitung dengan persamaan (4.38)

3723,18,541

0744,593

TT

PP

14,14,1

1

1o

'i

1o

2o

=

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

−γγ

maka tekanan total pada titik 2, Po2

psia 1727,207,143722,1

P3722,1P 1o2o

=×=

=

dan massa jenis total pada titik 2, ρo2

ftlb/cu 0,089,03961253,3314420,1727

RTPρ

o2

o2o2

×=

=

Kecepatan absolut aktual fluida dapat dihitung dengan menggunakan Gambar 4.5

fps

VWV um

35,511735,854159.80 22

2'2

22'2

=+=

+=

maka suhu gas pada sisi keluar impeler dihitung dengan persamaan (4.40)

p

2'22o2

c2VTT −= (4.50)

R

T

27,5906006235,511039,612

2

2

−=

Massa jenis udara pada ujung impeler

ftlb/cu 0813,0039,61227,590089,0

14,11

11

2

222

=

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

−γρρ

oo

TT

Lebar sudu dalam arah aksial dihitung dengan persamaan (4.41)

2222

2 mWrmb

πρ&

=

( )( )

mminch

b

886,3 153,0

159,800.26539)0813,0()12(13785,0

2

==

Karena pada laluan keluaran impeler tidak seluruhnya digunakan untuk mengalirkan

fluida tetapi juga ditempati sudu, maka ada faktor koreksi yang harus ditambahkan

(Church, hal. 94). Lebar sudu b2 dipilih 4 mm inci. Kecepatan udara masuk pada

shroud U1S, diameter shroud D1S dan diameter hub D1H dihitung dengan persamaan

(4.29), (4.30) dan (4.31).

fps 62,35632cos526,113637,0

cosaMUo

S11S1RS1

=×=

β×=

( )

mm 52,41inch 635,1

523662,35624

NU2D S1

S1

==

=

=

Diameter hub dapat dihitung dengan persamaan berikut.

( )( )( )( )

mminch

VmDD SH

597,26 047,1

84,222072,014413785,04635,1

4

2

11

211

==

−=

−=

π

πρ&

Perbandingan D1S/D2 = 0,529. Harga ini masih dalam jangkauan disain sesuai Tabel

4.2.

Kecepatan rotor pada hub dihitung dengan persamaan (4.35)

fps ,3724624

129,152362

NDU H1H1

=

×=

=

dan sudut sudu pada hub dihitung dengan persamaan (4.34)

o

1

H1

11H1

12,42

37,24684,222tan

UVtan

=

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=β

Sudut sudu pada hub dipilih 43o.

Sudut keluar gas α2’ dihitung dengan memperhatikan Gambar 4.5.

o

m

u

WV

79,71

80,159735,485tan

tan

1

2

'21'2

=

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

−α

Meskipun sudut absolut fluida α2’ lebih besar 2o daripada jangkauan disain (70o), tapi

hal ini tidak terhindarkan. Hal ini dikarenakan Vu2’ cukup besar.

Untuk menghitung perbandingan difusi (diffusion ratio) terlebih dahulu dihitung

kecepatan relatif gas pada shroud W1S

( )fps 51,420

52,113637,0aMW 1S1RS1

==

×=

kemudian dihitung komponen tangensial kecepatan relatif gas (lihat Gambar 4.5)

fps

VUW uu

055,209735,48579,694

'22'2

=−=

−=

selanjutnya dihitung kecepatan aktual relatif gas W2’

fps

WWW mu

135,26380,159055,209 22

22

2'2'2

=+=

+=

maka perbandingan difusi dapat dihitung

598,1135,26351,420

'2

1==

WW S

Harga perbandingan difusi ini masih dalam jangkauan disain karena <1,9.

4.1.7. Perhitungan daya kompresor

Daya yang dibutuhkan untuk mengubah tekanan udara atmosfer menjadi tekanan

supercharging dapat ditentukan dengan mengalikan laju aliran massa dengan transfer

energinya. Dengan faktor-faktor konversi maka dapat dituliskan

hp

EmP

832,2867,29550

98,33748313785,0867,29550

=××

=

×=

&

Daya ini dikonsumsi dari turbin. Dengan demikian turbin harus dapat mengkonversi

aliran gas buang seefektif mungkin sehingga mampu menghasilkan daya yang sama

dengan atau lebih besar dari daya yang dibutuhkan kompresor.

4.1.8. Disain sudu

Dari perhitungan di atas didapati sudut luar sudu β2 sebesar 53o pada diameter D2

3,185 inci (jari-jari 1,59 inci), sudut sudu pada shroud β1S 32o pada diameter D1S

sebesar 1,635 (jari-jari 0,8175 inci) dan sudut sudu pada hub β1H 43o pada diameter

D1H 1,13 inci (jari-jari 0,565 inci). Jumlah sudu yang didapat dari hasil perhitungan

adalah 16. Maka didapat ilustrasi sebagai berikut.

Gambar 4.10 Sketsa disain sudu. Jari-jari impeler dalam mm.

Untuk mendapati bentuk sudu yang bagus biasanya dianggap sudut β di sepanjang

sudu mengalami perubahan secara bertahap terhadap jari-jari impeler. Didapat

petunjuk bahwa sudu melalui tiga buah titik istimewa (hub, shroud, dan ujung

impeler), maka perubahan sudut terhadap jari-jari dapat dianggap terjadi secara

kuadratik. Dengan regresi kuadrat dapat digambarkan kurva hubungan sudut dengan

jari-jari.

Persamaan kurva tersebut adalah 99.495 5.472R -0.1071R 2 +=θ , dengan R adalah

jari-jari impeler dalam mm.

30

35

40

45

50

14.351 19.351 24.351 29.351 34.351 39.351Radius impeler

sudu

t sud

u

Gambar 4.11 Kurva jari-jari terhadap sudut sudu.

Dapat dilihat kurva di atas melalui tiga titik istimewa impeler. Hubungan antara jari-

jari impeler dengan sudut sudu adalah (Church, hal. 113)

∫ ∑ βΔ

π=

βπ=θ

R

R

R

R

o

1 1 tanRR180

tanRRd180 (4.51)

dengan R adalah jari-jari impeler. Dari hubungan di atas maka dapat ditabelkan di

bawah ini.

Tabel 4.4 Integrasi kurva sudu.

R βo tan βo

ΔR

Δθo θo

13 46.44 1.052333 0.073098 0

0.074825 1 0.074825 4.285404

14 43.00 0.93308 0.076551 4.285404

0.075943 1 0.075943 4.34948

15 41.49 0.884934 0.075335 8.634884

0.075779 1 0.075779 4.340048

16 39.34 0.819973 0.076222 12.97493

0.076567 1 0.076567 4.385224

17 37.39 0.764808 0.076913 17.36016

0.077226 2 0.154452 8.845868

19 34.15 0.678777 0.077539 26.20602

0.076854 2 0.153707 8.803229

21 32.00 0.625182 0.076168 35.00925

0.075355 2 0.150709 8.631529

23 30.24 0.58328 0.074541 43.64078

0 0.072503 2 0.145005 8.304859

25 29.57 0.567661 0.070465 51.94564

0.06594 3 0.197819 11.32963

28 30.17 0.581527 0.061415 63.27527

0.053896 4 0.215585 12.34713

32 33.96 0.673815 0.046378 75.6224

0.037413 5 0.187067 10.71386

rataratatanR1

−⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡β β

ΔtanR

R

βtanR1

37 43.51 0.95001 0.028449 86.33626

0.024048 3 0.072145 4.131963

40 51.82 1.272411 0.019648 90.46822

0.019006 1 0.019006 1.08855

41 53.00 1.328073 0.018365 91.55677

Dari Tabel 4.4 dapat dibuat suatu kurva mulus dengan cara menghubungkan titik-titik

berjari-jari R dengan sudut θo. Metode yang dipakai adalah metode koordinat polar

dengan titik asal (origin) berada pada pusat impeler. Terlihat dari perubahan sudut β

(kolom 2) terdapat hubungan kuadratik terhadap perubahan jari-jari (kolom 1).

Angka-angka yang dicetak tebal merupakan jari-jari dan sudut istimewa pada impeler

seperti yang telah diterangkan.

Gambar 4.12 Titik-titik pada ujung garis berjari-jari R dihubungkan

untuk mendapat kurva sudu.

Karena beban yang dikenakan pada sudu relatif kecil, maka ketebalan sudu dapat

dipilih 2 mm (Church, hal. 115). Bahan impeler dipilih alumunium paduan yang dicor.

Gambar 4.13 Disain akhir sudu impeler kompresor.

4.2. Perencanaan rumah keong

Rumah keong atau volute berfungsi untuk mengkonversi tinggi-tekan (head) akibat

kecepatan (velocity head) fluida yang meninggalkan impeler seefisien mungkin.

Fluida di dalam rumah keong hampir merupakan aliran spiral (logaritmik) dan berlaku

VuR = C = konstan, yang berarti momentum sudutnya konstan.

Gambar 4.14 Elevasi rumah keong. (Sumber: Church, hal. 117)

Dapat dianggap bahwa aliran dari impeler adalah seragam pada kelilingnya, sehingga

aliran yang melewati sembarang penampang rumah keong adalah φ/360 dari jumlah

totalnya, yang mana φ adalah sudut dalam derajat yang diukur dari lidah (tongue)

teoritis rumah keong seperti pada Gambar 4.14.

Dalam menentukan luasan rumah keong pada sembarang titik, persoalannya adalah

menemukan luasan penampang yang akan melewatkan volume fluida sebanyak

Q(φ/360) dengan kecepatan Vu = C/R. Bila gesekan diabaikan, aliran yang melalui

penampang diferensial yang ditunjukkan pada Gambar 4.15 adalah (Church, hal. 118)

uu bdrVdAVdQ ==φ

akan tetapi karena Vu = C/R, maka dQφ = bdRC/R, dan aliran total melalui penampang

ini akan menjadi (Church, hal. 118)

∫∫ ==φφ

φR

R

R

R RbdRCdQQ

22

dengan Rφ adalah jari-jari terluar penampang pada φo dari lidah toeritis. Dengan

mensubstitusikan harga φQ/360 pada Qφ diperoleh

∫ ∫==φ φ

φR

R

R

R

uo

RdRb

QVR

RdRb

QC

1 1

'22360360 (4.52)

Sesudah bentuk dinding sisi rumah keong ditentukan, integral itu lebih baik

diselesaikan dengan integrasi tabel seperti pada perhitungan kurva sudu.

Gambar 4.15 Penampang rumah keong. (Sumber: Church, hal. 118)

Titik nol rumah keong atau titik dari mana sudut φ ini mulai diukur dapat dicari

dengan menganggap bahwa aliran yang terjadi adalah mengikuti prinsip aliran spiral

logaritmis. Persamaan untuk spiral logaritmis adalah (Church, hal. 120)

φα= 2tan2eRR (4.53)

dengan,

φ : sudut dalam radian.

'2α : sudut konstan spiral atau sudut fluida meninggalkan impeler.

e : basis logaritma natural (bilangan natural) = 2,718.

Maka 180tan

2

o'2718,2RR

πφα

= dengan φo adalah sudut dalam derajat.

718,2log180

tanRlogRlogo

'22πφ

α+=

'2

2o

tanR/Rlog132

α=φ (4.54)

untuk jari-jari lidah R = Rt maka

'2

2tot tan

R/Rlog132α

=φ (4.55)

Rumah keong berbentuk trapesium seperti Gambar 4.16, dengan dinding 30o dengan

garis-garis radial (θ = 60o), dengan dasar (basis) yang lebarnya b3 = 10 mm pada

diameter luar impeler D2. Harga ini didapat dengan menambahkan clearence antara

sudu dengan dinding rumah keong ditambah dengan lebar impeler. Clearence dipilih 2

mm dan lebar impeler 2 mm, maka dasar rumah keong adalah sebesar 4 + 2 + 2(2) =

10 mm (0,3937 inci).

Gambar 4.16 Penampang laluan rumah keong. (Sumber: Church, hal. 119)

Lebar rumah keong untuk setiap titik b dapat diskalakan dari layout yang diperoleh

atau dihitung dari persamaan (Church, hal. 120)

( )2/tanx2bb 3 θ+= (4.56)

dengan x adalah jarak antara setiap jari-jari R dan bagian luar impeler yang berjari-jari

R2 (D2/2).

o30tanx23937,0b +=

Rumah keong didisain dengan menentukan sudut φo yang diukur dari suatu garis

radial yang telah ditetapkan, dengan pengintegrasian persamaan (4.52) secara tabel.

Bila R dan b dinyatakan dalam inci, maka persamaan (4.52) akan menjadi

∑Δ

=

Δ×××

=

φ

φ

φ

R

R

R

R

o

RRb

RRb

2

2

1139

1441,697348,48958,1360

Tabel 4.5 Integrasi perhitungan sudut rumah keong

R

in.

ΔR

in.

Rrata-rata

in.

brata-rata

in. ratarataRRb−

Δ Δθo θo ΔA

inci2

inci2

Ft2/s2

Vrata-rata

fps

1.58 0.3937 0 0 0

0.02 1.59 0.408546 0.0051389 5.8532562 0.0081709

1.6 5.8532562 0.0081709 0.0553881 976.13016

0.1 1.65 0.4778218 0.0289589 32.984186 0.0477822

1.7 38.837443 0.0559531 0.3675101 945.81801

0.1 1.75 0.5932816 0.0339018 38.614157 0.0593282

1.8 77.4516 0.1152813 0.7329073 915.48829

0.03 1.815 0.6683305 0.0110468 12.582287 0.0200499

1.83 90.033887 0.1353312 0.8519707 906.5448

0.07 1.865 0.7260603 0.0272516 31.039566 0.0508242

1.9 121.07345 0.1861554 1.1456912 886.24627

0.1 1.95 0.8242011 0.0422667 48.1418 0.0824201

2 169.21525 0.2685755 1.6012463 858.52752

0.022 2.011 0.8946316 0.0097871 11.147528 0.0196819

2.022 180.36278 0.2882574 1.7067329 852.60441

0.078 2.061 0.9523615 0.0360428 41.052741 0.0742842

2.1 221.41552 0.3625416 2.0952059 832.20696

0.089 2.1445 1.0487704 0.0435256 49.575614 0.0933406

2.189 270.99114 0.4558822 2.5643289 809.99737

0.011 2.1945 1.1065003 0.0055464 6.3173124 0.0121715

2.2 277.30845 0.4680537 2.6241082 807.32532

0.1 2.25 1.1705805 0.0520258 59.257384 0.117058

2.3 336.56583 0.5851117 3.1848477 783.81282

0.039 2.3195 1.250825 0.0210313 23.954687 0.0487822

2.339 360.52052 0.6338939 3.4115256 774.98724

0.021 2.3495 1.2854629 0.0114896 13.086609 0.0269947

2.36 373.60713 0.6608886 3.5353612 770.3144

Angka-angka yang dicetak tebal merupakan sudut dan jari-jari istimewa pada rumah

keong. Dapat dilihat bahwa udara meninggalkan rumah keong dengan kecepatan rata-

rata sebesar 770 fps pada jari-jari rumah keong 2,36 inci.

Harga brata-rata pada tabel di atas dihitung dengan persamaan (Church, hal. 121)

( ) 30tanRR2bb ratarata3ratarata −+= −− (4.57)

Radius lidah (tongue) dibuat kira-kira 5% – 10% lebih besar daripada radius luar

impeler R2. Sudut lidah (tongue angle) φt dapat dicari dengan menggunakan

persamaan (4.53). Dengan membuat jari-jari lidah 1,05 × 1,58 = 1,659 inci dan dari

perhitungan diketahui sudut kecepatan absolut fluida keluar dari impeler '2α = 72o,

maka persamaan (4.53) menjadi

o

o

'2

2tot

9,072tan

05,1log132tan

R/Rlog132

=

=

α=φ

Pada kompresor yang bekerja secara independen tanpa disertai komponen lain seperti

turbin, bentuk penampang rumah keong yang dianjurkan adalah seperti Gambar 4.16.

Pada sistem turbocharger kompresor bekerja sama berdampingan dengan turbin.

Untuk alasan ini maka bentuk penampang rumah keong harus datar pada satu sisinya.

Bentuk seperti ini dapat diperoleh dengan menganalogikan bentuk trapesium dengan

bentuk lingkaran yang mana luasan kedua bentuk ini adalah sama. Sisi datar pada

dinding rumah keong akan disambungkan dengan sasis pada satu ujung dan ujung

sasis yang lain akan di hubungkan dengan rumah keong turbin.

Gambar 4.17 Bentuk penampang yang memiliki luas yang sama.

Gambar 4.17(a) adalah bentuk penampang dari hasil perhitungan. Bentuk ini kurang

efektif karena terdapat kantung-kantung dengan sudut yang tajam pada sudutnya. Pada

daerah ini akan terdapat turbulensi dan mengurangi kualitas aliran karena rugi-rugi

aliran akan sangat besar. Gambar 4.17(b) merupakan modifikasi dari bentuk (a).

Bentuk ini mengeliminasi kantung-kantung tajam untuk mengoptimalkan kualitas

aliran. Untuk kemudahan instalasi bentuk penampang rumah keong dibentuk seperti

pada Gambar 4.17(c). Lingkaran dibuat menyinggung dasar dan salah satu sisi rumah

keong. Pada integrasi dapat ditambahkan parameter diameter lingkaran untuk

penampang rumah keong yang memiliki luas sama dengan luas trapesium.

Tabel 4.6 Diameter penampang rumah keong.

R

(inci)

θo Aφ

(inci2)

d

(inci)

r

(inci)

dR2 +

(inci)

1.58 0 0 0 0 2.781

1.6 5.8532562 0.0081709 0.1019977 0.0509989 2.8319989

1.7 38.837443 0.0559531 0.2669114 0.1334557 2.9144557

1.8 77.4516 0.1152813 0.3831196 0.1915598 2.9725598

1.83 90.033887 0.1353312 0.4151012 0.2075506 2.9885506

1.9 121.07345 0.1861554 0.4868474 0.2434237 3.0244237

2 169.21525 0.2685755 0.5847743 0.2923871 3.0733871

2.022 180.36278 0.2882574 0.6058224 0.3029112 3.0839112

2.1 221.41552 0.3625416 0.6794132 0.3397066 3.1207066

2.189 270.99114 0.4558822 0.7618709 0.3809354 3.1619354

2.2 277.30845 0.4680537 0.7719744 0.3859872 3.1669872

2.3 336.56583 0.5851117 0.8631265 0.4315633 3.2125633

2.339 360.52052 0.6338939 0.8983868 0.4491934 3.2301934

2.36 373.60713 0.6608886 0.9173165 0.4586582 3.2396582

Dengan r adalah jari-jari penampang lingkaran dan R2 + d adalah jari-jari luar rumah

keong.

4.3. Perencanaan poros

1.4.34. Perhitungan diameter poros

Poros yang dirancang akan mentransmisikan daya sebesar 2,89 hp (didapat dari

perhitungan daya turbin gas). Daya ini setara dengan 2,16 kW. Poros akan beroperasi

pada 50000 rpm, maka torsi yang terjadi pada poros adalah (Sularso, hal. 7)

nP1074,9T d5×= (4.58)

dengan Pd adalah daya yang telah dikoreksi, yaitu Pd = P × fc. Untuk daya rata-rata,

faktor koreksi fc dapat diambil 1 (Sularso, hal. 7). Maka torsi yang terjadi sebesar

kgmm 4250000

116,21074,9T 5

=

××=

Berat rotor kompresor dan rotor turbin dapat dihitung secara presisi dengan bantuan

CAD. Meskipun dapat digambarkan secara tiga dimensi, tapi karena diameter poros

belum diketahui, maka rotor digambar dan dihitung dengan kondisi tanpa lubang

poros.

Gambar 4.18 Pandangan samping impeler kompresor.

Gambar 4.19 Pandangan samping impeler turbin.

Dengan bantuan CAD didapatkan volume impeler kompresor 54986,9280 mm3 dan

volume impeler turbin 47892,1792 mm3. Jika digunakan bahan alumunium dengan

massa jenis 2,8 gr/cm3, maka massa tiap impeler

kg 0,154g 154

108,254986,9280m 3komp

==

××= −

kg 0,134g 134

108,21792,78924m 3turbin

==

××= −

Poros yang direncanakan memiliki panjang 150 mm dan terbuat dari bahan S40C

dengan tegangan tarik ijin σB = 55 kg/mm2. Poros yang sebenarnya akan sedikit lebih

panjang karena untuk menyesuaikan dengan dudukan rotor. Poros direncanakan

ditopang dengan dua bantalan luncur di antara rotor turbin dan kompresor. Beban

yang dikenakan pada poros relatif kecil karena dianggap hanya merupakan beban dari

berat impeler. Di sini sama sekali tidak ada gaya aksi-reaksi yang besar seperti pada

roda gigi ataupun puli. Tekanan yang dikenakan pada impeler karena adanya tekanan

fluida juga relatif kecil pada arah aksial. Tekanan pada impeler turbin dan impeler

kompresor ini berlawanan arah dan sulit diperhitungkan. Maka untuk kepraktisan

resultan tekanan ini diabaikan besarnya dan tidak dimasukkan dalam perhitungan.

Gambar 4.20 Ilustrasi pembebanan pada poros.

Dari ilustrasi di atas dapat dihitung momen yang terjadi pada bantalan. Momen yang

terjadi pada bantalan kiri adalah sebesar 0,134 × 50 = 6,7 kgmm dan pada bantalan

kanan 0,154 × 50 = 7,7 kgmm. Untuk perhitungan diameter poros dipilih momen

terbesar yaitu 7,7 kgmm.

Jika digunakan faktor keamanan untuk kelelahan puntir Sf1 sebesar 6 (diambil

maksimal) dan faktor keamanan untuk konsentrasi tegangan Sf2 sebesar 2 (diambil

rata-rata), maka tegangan geser ijin adalah sebesar (Sularso, hal. 8)

( )21Ba SfSf ×σ=τ (4.59)

2

a

kg/mm 58,426

55

Diameter poros dapat ditentukan dengan (Sularso, hal. 18)

( ) ( ) 31

2t

2m

as TKMK1,5d ⎥⎦

⎤⎢⎣⎡ +τ

≥ (4.60)

dengan Km adalah faktor untuk beban tumbukan dan Kt adalah faktor untuk momen

puntir. Jika Km dipilih 2 dan Kt dipilih 3, maka diameter poros adalah sebesar

( ) ( )

mm 2,5

4237,7258,41,5d

31

22s

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡×+×≥

Dipilih diameter poros 30 mm. Pemilihan ini untuk mengantisipasi kecepatan kritis.

Faktor konsentrasi tegangan β dihitung dengan Gambar 4.21. Jika digunakan filet

poros sebesar 2 mm, maka harga r/ds adalah 2/15 = 0,133. Sehingga diperkirakan

dengan tegangan tertinggi (pada D/ds = 2) harga konsentrasi tegangannya 1,35.

Tegangan geser yang terjadi adalah (Sularso, hal. 18)

( ) ( )2t2

m3s

maks TKMKd

1,5+=τ (4.61)

( ) ( )2

223maks

kg/mm 88,2

4237,7215

1,5

=

×+×=τ

Gambar 4.21 Faktor konsentrasi tegangan β untuk pembebanan puntir statis dari suatu

poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi filet.

(Sumber: Sularso, hal. 11)

Jika τa×Sf2 dibandingkan dengan τmaks×β; 4,58×2 > 2,88×1,35. Syarat ini terpenuhi,

dengan demikian pemilihan diameter poros berada pada kondisi aman.

1.4.35. Kecepatan kritis dan defleksi

Berat rotor turbin 0,134 kg dan berat rotor kompresor 0,154 kg. Berat poros dihitung

dengan pendekatan bentuk silinder.

ρπ

= Ld4

W 2ss (4.62)

dengan L adalah panjang poros dan ρ adalah massa jenis poros. Baja S40C memiliki

massa jenis 7,86 gr/cm3.

kg 8334,0gr 39,833

86,71534

W 2s

==

×××π

=

Kecepatan kritis dihitung dengan menghitung masing-masing kecepatan kritis dari

tiap komponen, yaitu rotor turbin, rotor kompresor dan juga poros.

Kecepatan kritis dihitung dengan (Sularso, hal. 19)

Wl

lld52700N

21

2sc = (4.63)

dengan l1 dan l2 adalah jarak komponen dari bantalan 1 dan 2. W adalah massa

komponen yang ditinjau.

Kecepatan kritis rotor turbin

rpm 66,317377134,0

15010050

3052700Nc2

1

=

Kecepatan kritis rotor kompresor

rpm 27,296052154,0

15050100

3052700Nc2

2

=

Kecepatan kritis poros jika pusat massa berada tepat di tengah-tengah

rpm 63,113122833,0

1507575

3052700Nc2

3

=

Kecepatan kritis total dihitung dengan (Sularso, hal. 19)

...Nc

1Nc

1Nc

1Nc

1222

3212 +++= (4.64)

rpm 100260Nc63,113122

127,296052

166,317377

1Nc

12222

=

++=

Perbandingan kecepatan normal dan kecepatan kritis 50000/78466 = 0,4987 (49,87%).

Prosentase ini masih berada jauh di bawah batas yang dianjurkan yaitu 80% (Sularso,

hal. 19). Meskipun demikian, dapat dimungkinkan kecepatan rotor melebihi 50000

rpm. Hal ini dapat terjadi apabila kecepatan mesin dipacu melebihi 2500 rpm. Tapi

diperkirakan laju aliran massa gas buang pada kecepatan mesin yang tinggi tidak akan

membuat rotor beroperasi melebihi kecepatan kritisnya. Mesin dapat beroperasi

mencapai kecepatan 3900 rpm yaitu pada daya maksimal. Pada kecepatan ini laju

aliran massanya kira-kira dua setengah kali dari kecepatan normalnya.

Defleksi puntiran dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 18)

4sGd

Tl584=θ (4.65)

dengan G adalah modulus geser. Untuk baja G = 8,3 × 103 kg/mm2.

( )o4

43

1047,5

30103,815042584

−×=

×××

Defleksi puntiran yang terjadi untuk sistem ini adalah sebesar (5,47 ×10-4)o.

Sedangkan defleksi puntiran untuk tiap meter adalah

( )o3

43

1065,3

30103,8100042584

−×=

×××

Harga ini masih di bawah harga maksimum yang diijinkan yaitu 0,25o per meter

(Sularso, hal. 18). Defleksi akibat lenturan (momen) juga harus diperhitungkan. Harga

defleksi lenturan dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 18)

ldlFl1032,3y 4

s

22

214−×= (4.66)

dengan F adalah resultan gaya, l1 dan l2 adalah jarak resultan gaya terhadap kedua

bantalan. Jika jarak resultan gaya dari bantalan pertama adalah x, maka pada jarak x

ini jumlah momennya nol.

Gambar 4.22 Letak resultan gaya R.

Gaya resultan F pada titik R adalah sebesar 0,114 + 0,174 = 0,288 kg (ke bawah).

Persamaan jumlah momen pada titik R

( )mm 79,19x

x50114,0x174,0=

−=

Maka defleksi lenturan yang terjadi

mm 1009,85030

03,3079,19288,01022,3y

7

4

224

×=×

×××=

dan harga y/l = 8,09 × 10-7/0,1 = 8,09 × 10-6 mm/m; harga ini masih di bawah batas

yang diijinkan yaitu (0,3 – 0,35 mm/m).

4.4. Perencanaan pasak

Karena pasak dipasang pada poros yang diperkecil dengan diameter 15 mm (jari-jari

7,5 mm). Untuk poros dengan diameter 15 mm digunakan pasak berukuran 5 × 5 mm.

Gaya geser yang terjadi pada pasak

kg 6,55,7

42rTF

=

=

=

Gaya ini kemudian didistribusikan di sepanjang penampang pasak. Bahan pasak

direncanakan terbuat dari bahan baja S30C dengan kekuatan tarik σB sebesar 48

kg/mm2.

Jika digunakan faktor keamanan yang sama seperti pada perhitungan poros Sf1 = 6

dan Sf2 = 2, maka tegangan geser ijin adalah sebesar

2

21

Ba

mm/kg 426

48SfSf

=

×σ

Dan panjang pasak minimum adalah

mm 233,046

6,5ab

Fl

=

τ=

Panjang pasak dipilih 16 mm.

4.5. Perencanaan bantalan dan pelumasan

Bantalan yang digunakan adalah bantalan luncur radial. Bantalan luncur memiliki

tingkat kebisingan yang rendah jika dibandingkan dengan bantalan bola (gelinding).

Karena pembebanan yang terjadi hanya kecil yaitu hanya beban dari berat rotor dan

juga poros, maka bantalan luncur dapat digunakan untuk perancangan kali ini.

Gaya aksial yang terjadi adalah akibat kelembaman fluida saat didorong rotor. Fluida

ini kemudian memberikan reaksi mendorong rotor. Gaya reaksi fluida pada rotor

sangatlah kecil dan dapat diabaikan besarnya. Namun demikian tetaplah harus

dirancang suatu bantalan yang mampu menahan gaya aksial walaupun tidak

diperhitungkan besarnya.

Beban bantalan yang pertama dan kedua adalah 0,114 kg dan 0,174 kg (Gambar 4.20).

Jika kedua bantalan dibuat sama (identik), maka untuk pembebanan diambil yang

terbesar yaitu W = 0,174 kg ditambah dengan setengah massa poros 0,5 × 0,833 kg =

0,4165 kg. Dengan demikian berat yang ditopang bantalan adalah 0,174 + 0,4165 = 1

kg. Dipilih bantalan perunggu dengan tekanan maksimum yang diijinkan sebesar pa =

0,7 – 2,0 kg/mm2 dan dengan harga faktor tekanan-kecepatan yang diijinkan sebesar

(pv)a = 0,2 [kg/mm2 m/s].

Panjang bantalan dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 114)

( )apvWN

601000l

×π

mm 312,0

500001601000

l

××π

Panjang bantalan dipilih 20 mm. Jika poros memiliki tegangan lentur ijin σa = 4

kg/mm2, maka diameter poros (Sularso, hal. 108)

3a

Wl1,5dσ

mm 2,942011,5d 3

×≥

Dari perhitungan bantalan didapat diameter poros hanya sebesar 2,9 mm. Dengan

demikian pemilihan diameter poros sebesar 23 mm pada bantalan masih dapat

diterima. Perbandingan l/d = 0,8696. Harga ini terletak antara 0,5 – 2,0; jadi dapat

diterima (Sularso, hal. 122).

Tekanan pada bantalan adalah sebesar

ldWp =

2kg/mm 0,00222320

1p

=

Jika pada bagian bantalan terpasang poros yang memiliki diameter 23 mm, maka

kecepatan keliling poros adalah sebesar

m/s 214,60mm/s 60214

2235236

2dNv s

==

=

=

Maka harga pv = 0,0022 × 60,214 = 0,132. Harga p = 0,0022 kg/mm2 dapat diterima

karena lebih kecil dari harga pa (0,7 – 2 kg/mm2). Harga pv masih dapat diterima

karena terletak pada batasan disain, yaitu lebih kecil dari 2 [kg/mm2 m/s].

Dalam perencanaan pelumasan harus diperhatikan viskositas minyak pelumas untuk

memenuhi syarat pelumasan. Harga ZN/p menjadi parameter yang penting dalam

memilih tingkat kekentalan minyak pelumas, dengan Z adalah viskositas minyak

pelumas dalam cP (centi Poise). Jika digunakan minyak pelumas dengan viskositas 40

cP, maka harga ZN/p

2kg/mmcP.rpm 90909090

0022,05000040p/ZN

=

×=

Harga ini masih dalam jangkauan disain karena lebih besar dari 400000 (Sularso, hal.

110). Untuk perapat digunakan jenis topi manset yang mampu beroperasi pada

kecepatan keliling 75 m/s (Niemann, hal. 316)

145

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Perbandingan Unjul Kerja Antara Mesin Tanpa Dan Dengan

Turbocharger

Tanpa turbocharger Dengan turbocharger

ap 0,094 Mpa 0,130 Mpa

aT 333,17 K 356,14 K

cp 5,004 Mpa 6,642 Mpa

cT 983,84 K 1030,89 K

zP 11,87 Mpa 13,890 Mpa

zT 2264,92 K 2098,65 K

bp 0,28 Mpa 0,342 Mpa

bT 885,62 K 910,95 K

iN 107,96 Hp 110,79 Hp

mη 0,821 0,827

2. Kompresor

a. Diameter rotor D2 : 3,185 inci (80,89 mm)

146

b. Diameter shroud rotor D1S : 1,635 inci (41,52 mm)

c. Diameter hub rotor D1H : 1,047 inci (26,597 mm)

d. Lebar sudu pada sisi keluar b2 : 4 mm

e. Jumlah sudu rotor nB : 16

f. Kecepatan rotor N : 50000 rpm

g. Laju aliran massa m& : 0,13785 lb/s

h. Sudut luar sudu β2 : 53o

i. Sudut sudu pada shroud β1S : 32o

j. Sudut sudu pada sisi keluar β2 : 43o

k. Bahan impeler : alumunium paduan

l. Massa impeler : 0,154 kg

m. Diameter poros ds : 30 mm kemudian diperkecil menjadi 23 mm

pada bantalan dan 15 mm pada hub impeler.

n. Bahan poros : S40C

o. Keterangan : poros dibuat berundak, namun demikian

masih berada di atas batas minimal

perhitungan

(5,2 mm).

p. Bahan pasak : S30C

q. Panjang pasak : 16 mm

r. Lebar dan tinggi pasak : 5 × 5 mm

s. Bahan bantalan : perunggu

t. Diameter dalam bantalan : 23 mm

147

u. Diameter luar bantalan : 35 mm

v. Viskositas minyak pelumas : 40 cP

w. Sistem pelumasan : celup

x. Jenis : topi manset

y. Batas kecepatan keliling : 75 m/s

5.1. Saran

Dalam perancangan yang lebih akurat, digunakan pendekatan yang lebih

teliti dalam perhitungannya. Seperti pengandaian gas tidaklah ideal tetapi

digunakan perhitungan properti gas yang lebih aktual. Hal ini tampak pada

pengandaian gas buang oleh mesin sebagai gas ideal (udara). Hal ini tidaklah

benar karena pada kenyataanya gas buang memiliki komposisi yang lebih

kompleks dibandingkan dengan udara standar.

148

Daftar Pustaka

Arismunandar, W., Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Penerbit ITB, Bandung,

2002.

Arismunandar, W. & Tsuda K., Motor Diesel Kecepatan Tinggi, Pradnya

Paramita, Jakarta, 1975.

Church, A. H., Pompa dan Blower Sentrifugal, Erlangga, Jakarta, 1990.

Logan, Earl, Jr., Turbomachinery, Marcel Dekker, Inc., New York, 1993.

Maleev V. L., Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel, Erlangga, Jakarta, 1995.

Petrovsky, M., Marine Internal Combustion Engine, Mir Publishers, Moscow,

1979.

Sularso & Suga, Kiyokatsu, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT.

Pradnya Paramita, Jakarta, 1997.