13
100 METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA Oleh : M. Muizzuddin, M.Pd.I Abstrak : Hasan Al-Banna adalah tokoh pembaharu islam kelahiran Mesir. Beliau menampakkan diri sebagai seorang tokoh yang menjadikan Islam sebagai orientasi pemikirannya, termasuk didalamnya adalah pemikiran kependidikan. Oleh karena itu tujuan pendidikan menurutnya adalah untuk mewujudkan identitas Islam yang diformulasikan dalam konsep “Ar-Rijal Al-Muslim” yaitu pribadi yang tidak hanya sholeh dalam ritualnya, tetapi juga peka terhadap kondisi sosial. Sejalan dengan itu Hasan Al-Banna menekankan pada pengembangan aspek-aspek pokok manusia yang meliputi aspek akal, jasmani, akhlaq, sosial, jihad dan politik yang berasaskan pada pemahaman Islam kaffah yang kemudian diterapkan pula dalam metode-metode pendidikannya. Kata kunci : metode, moral, ar-rijal al-muslim PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai keterkaitan sangat besar dengan perubahan sosial budaya yang ada disuatu negara, karena pendidikan sebagai bagian dari institusi sosial ( social institution) menempati kedudukan ganda sekaligus strategis dan kritis. Disebut strategis karena, seperti dikatakan Emile Durkheim, pendidikan memegang kendali penting dalam mempertahankan kelanggengan kehidupan sosial yaitu mampu hidup konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan. 1 oleh sebab itu, pendidikan harus bisa survive diera dimana kemajuan teknologi dan komunikasi yang berkembang dengan cepat. Sekolah merupakan salah satu benteng dimana peserta didik di gembleng untuk menjadi insan yang kamil, yaitu menjadi manusia yang sempurna. Manusia yang bisa menunaikan kodratnya sebagai kholifatun fill ardli dan menjadi manusia yang bisa menjadikan dirinya bermanfaat bagi lainnya. Sehingga dalam mewujudkan manusia yang sempurna, sekolah mempersiapkan tenaga pendidik dan kependidikan yang mumpuni. Serta mencukupi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan anak didik guna dimanfaatkan sebaga alat maupun sumber belajar. Sumber daya manusia yang ada dalam sekolah juga tidak kalah pentingnya sehingga, dalam pelaksanaannya perlu kiranya sekolah tetap selalu mengembangkan kreatifitas SDM yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Diantaranya adalah pengembangan SDM guru mengajar didalam kelas. Sehingga dalam proses belajar dan pembelajaran dikelas berjalan efektif dan efisin. Itu semua bisa tercapai jika guru murid 1 Saefuddin. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. (Bandung: Mizan. 1987) Hal 125

METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

  • Upload
    others

  • View
    28

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

100

METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

Oleh : M. Muizzuddin, M.Pd.I

Abstrak : Hasan Al-Banna adalah tokoh pembaharu islam kelahiran Mesir. Beliau menampakkan diri sebagai seorang tokoh yang menjadikan Islam sebagai orientasi pemikirannya, termasuk didalamnya adalah pemikiran kependidikan. Oleh karena itu tujuan pendidikan menurutnya adalah untuk mewujudkan identitas Islam yang diformulasikan dalam konsep “Ar-Rijal Al-Muslim” yaitu pribadi yang tidak hanya sholeh dalam ritualnya, tetapi juga peka terhadap kondisi sosial. Sejalan dengan itu Hasan Al-Banna menekankan pada pengembangan aspek-aspek pokok manusia yang meliputi aspek akal, jasmani, akhlaq, sosial, jihad dan politik yang berasaskan pada pemahaman Islam kaffah yang kemudian diterapkan pula dalam metode-metode pendidikannya.

Kata kunci : metode, moral, ar-rijal al-muslim

PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai keterkaitan sangat besar dengan perubahan sosial budaya

yang ada disuatu negara, karena pendidikan sebagai bagian dari institusi sosial (social

institution) menempati kedudukan ganda sekaligus strategis dan kritis. Disebut strategis

karena, seperti dikatakan Emile Durkheim, pendidikan memegang kendali penting dalam

mempertahankan kelanggengan kehidupan sosial yaitu mampu hidup konsisten mengatasi

ancaman dan tantangan masa depan.1 oleh sebab itu, pendidikan harus bisa survive diera

dimana kemajuan teknologi dan komunikasi yang berkembang dengan cepat.

Sekolah merupakan salah satu benteng dimana peserta didik di gembleng untuk

menjadi insan yang kamil, yaitu menjadi manusia yang sempurna. Manusia yang bisa

menunaikan kodratnya sebagai kholifatun fill ardli dan menjadi manusia yang bisa

menjadikan dirinya bermanfaat bagi lainnya. Sehingga dalam mewujudkan manusia yang

sempurna, sekolah mempersiapkan tenaga pendidik dan kependidikan yang mumpuni.

Serta mencukupi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan anak didik guna dimanfaatkan

sebaga alat maupun sumber belajar.

Sumber daya manusia yang ada dalam sekolah juga tidak kalah pentingnya

sehingga, dalam pelaksanaannya perlu kiranya sekolah tetap selalu mengembangkan

kreatifitas SDM yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Diantaranya adalah

pengembangan SDM guru mengajar didalam kelas. Sehingga dalam proses belajar dan

pembelajaran dikelas berjalan efektif dan efisin. Itu semua bisa tercapai jika guru murid

1 Saefuddin. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. (Bandung: Mizan. 1987) Hal 125

Page 2: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

101

dan metode yang digunakan tepat sasaran. Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran

dikelas berjalan dengan baik

Metode sebagai salah satu komponen dalam pendidikan menjadi penting karena

materi pendidikan tidak dapat dipelajari dengan baik, tanpa disampaikan dengan strategi

atau tehnik-tehnik tertentu. Penafian peran metode secara sadar dalam proses pendidikan

dan pengajaran akan menghambat keberhasilan aktivitas pendidikan. Pengertian metode

di sini tidak sekedar diartikan sebagai cara mengajarkan sesuatu dalam hal ini pekerjaan

mengajar tetapi lebih dari itu metode di pandang sebagai upaya perbaikan komprehensif

dari semua elemen pendidikan sehingga menjadi sebuah iklim yang mendukung

tercapainya tujuan pendidikan.2 sehingga bisa dikatan bahwa metode merupakan salah

satu faktor penentu dalam keberhasialan pembelajaran didalam sekolah.

RIWAYAT HIDUP HASAN AL BANNA

Nama lengkapnya adalah Hasan bin Ahmad bin ‘Abdul Al-Rahman bin

Muhammad Al-Banna. Akan tetapi banyak orang yang memanggilnya dengan nama

Hasan. Dan ada pula yang menyebut dengan nama Al-Banna atau al-Imam al-Syahid

Hasan.

Hasan Al-Banna lahir pada tanggal 14 Oktober 1906 di Almahmudiyah, sebuah

kota kecil di propinsi Buhairah, kira-kira 9 mil dari arah barat daya kota Kairo.3 Hasan Al-

Banna lahir di keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga

muslim yang taat. Ayahandanya bernama Syeikh Ahmad Abdurrahman al-Banna yang

lebih terkenal dengan panggilan As–Sa’ati, atau si tukang arloji yang kelak keahlian itu

diturunkan kepada putranya Hasan Al-Banna. Selain bekerja sebagai tukang reparasi arloji,

syeikh Ahmad juga menjadi Muadzin dan guru agama di masjid kampungnya. Beliau

adalah sosok yang sangat disegani oleh sejumlah besar ulama Mesir sebab kedalaman ilmu

beliau terutama dalam menguasai ilmu fiqh, ilmu tauhid, ilmu bahasa dan sekaligus

penghafal Qur’an. Bahkan Syeikh Ahmad ini pernah belajar di Al-Ahzar pada masa Syeikh

Muhammad Abduh.4

Sejak kecil Hasan Al-Banna telah dituntut ayahnya untuk menghafal Al-Qur’an

secara penuh. Keinginan yang kuat agar putranya hafal Al-Qur’an seluruhnya, sampai-

2 Muhammad Slamet Untung. Muhammad Sang Pendidik. (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2002)

Hal: 89 3 Richard Paul Mitchell. Ikhwanul Muslimun dalam Masyarakat Barat. (Solo: Era Intermedia.2005) Hal:

5 4 Ibid., Hal. 3

Page 3: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

102

sampai ia tidak mengizinkan putranya untuk melanjutkan ke sekolah dasar kecuali setelah

berjanji akan menyelesaikan hafalan Al-Qur’an di rumah.5 . Sebelum selesai hafalannya,

Hasan Al-Banna telah mengawali pendidikan dasarnya di Madrasah diniyah Ar-Rasyad

dengan Syeikh Muhammad Zahran sebagai gurunya yang kelak sangat berpengaruh bagi

perjalanan hidupnya.

Disaat Hasan Al-Banna belum juga selesai menghafal Surat Al-Isra’, yang berarti

kurang lebih baru separo Al-Qur’an tiba-tiba sang ayah menyampaikan sesuatu rencana

yang mengejutkan, ia harus pindah ke Madrasah I’dadiyah. Ketika itu, jenis pendidikan ini

setingkat dengan Madrasah Ibtida’iyah hanya tanpa pelajaran bahasa Asing namun ada

beberapa pelajaran tentang undang-undang pertanahan dan perpajakan,serta sedikit

tentang agrikultura disamping mendalami secara luas tentang ilmu bahasa nasional

(Bahasa Arab) dan ilmu agama. Dan di madrasah inilah Hasan Al-Banna memulai

mengikuti organisasi keagamaan yang bernama Perhimpunan Akhlak Mulia yang

bertujuan untuk menghukum anggota-anggotanya atas setiap pelanggaran moral yang

mereka lakukan.6 Perpindahan sekolah itu ternyata tidak menyurutkan semangat ayahnya

untuk tetap menjadikan Hasan Al-Banna sebagai seorang hafidz. Untuk itu ia mengambil

waktu menghafal Al-Qur’an setelah subuh hingga menjelang berangkat sekolah.

Dewan teritorial kota Bahirah menetapkan penghapusan sistem Madrasah

I’dadiyah dan diganti dengan Madrasah Ibtida’iyah. Maka tidak ada alternatif lain bagi

Hasan Al-Banna kecuali harus memilih mendaftarkan diri ke Al-Ma’had Ad-Diniy di

Iskandaria – agar kelak menjadi “Azhari” (gelar bagi alumni Al-Ahzar) atau ke Madrasatul

Mu’allimin Al-Awwaliyah di Damanhur untuk dapat menyingkat waktu, karena setelah

tiga tahun menempuh pelajaran di sini akan menjadi seorang guru. Akhirnya pilihan kedua

inilah yang ia pilih. Saat itu usia Hasan Al-Banna baru 14 tahun.

Pada masa belia ini pula Al-Banna menyaksikan untuk pertama kalinya halaqah

dzikir, sebuah ritual sufi yang dilaksanakan oleh Tarekat Al- Ikhwan Al– Hashafiyah (

Persaudaraan Hashafiyah ). Karena begitu terkesan, Al-Banna masuk menjadi anggota

tarekat ini selama dua puluh tahun berikutnya, dan ia tetap memegang teguh ajaran

sufisme dalam arti khusus selama hidupnya.7. Al-Banna terwarnai oleh metode Al-

Hashafiyah dalam melakukan tarbiyah ruhiyah. Selain mengajarkan dzikir, wirid, kajian

5 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. (Solo: Era Intermedia. 2000) Hal:

177 6 Richard Paul Mitchell. Ikhwanul Muslimun dalam Masyarakat Barat. Hal: 4 7 Ibid hal: 4

Page 4: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

103

kitab ihya, sholat jamaah, puasa senin kamis,serta kunjungan persaudaraan, salah seorang

pendidik tarekat itu yang bernama Syeikh Muhammad Abu Syausyah8 mengajak sepuluh

orang diantara mereka, atau sekitar itu untuk pergi ke kuburan. Mereka berziarah kubur

dan membaca wadzifah.9

Sejak di sekolah menengah Hasan sudah terpilih sebagai ketua Jam’iyatul Ikhwanil

Adabiyah, yakni sebuah perkumpulan yang terdiri dari calon pengarang. Ia juga

mendirikan dan sebagai ketua Jam’iyatul Man’il Muharramat, semacam serikat pertobatan

serta pendiri dan sekretaris I Jam’iyatul Hasafiyah Khairiyah semacam organisasi

pembaharuan. Kemudian ia juga menjadi anggota Makarimul Akhlaqil Mukarramah yaitu

Perhimpunan Etika Islam.1 0

Pada usia enam belas tahun, atau tepatnya tahun 1923 Hasan Al-Banna pergi ke

Kairo dan belajar di Darul Ulum.1 1 Darul Ulum didirikan pada tahun 1873 sebagai

lembaga pertama Mesir yang menyediakan pendidikan tinggi modern (sains) disamping

ilmu-ilmu agama tradisional yang menjadi spesialisasi lembaga pendidikan trdisional dan

klasik Al-Ahzar. Di sini ia mempelajari ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan

logika, serta ia memperhatikan masalah-masalah politik, industri dan olahraga.1 2 Selain

itu, Hasanpun mampu mengorganisasikan kelompok mahasiswa Universitas Al-Ahzar

dan Universitas Darul Ulum yang melatih diri berkhotbah di masjid– masjid. Hal ini

terlaksana karena Al-Banna tetap memelihara hubungan baiknya dengan Tarekat

Hashafiyah dan pada tahun kedua ia bergabung dengan organisasi keagamaan Jam’iyah

Makarim Al-Akhlaq (Asosiasi Akhlak Terpuji) yang kegiatannya mengorganisasi ceramah-

ceramah materi-materi keislaman. Dalam kesempatan belajar di Kairo ini, Hasan Al-

Banna sering berkunjung ke toko-toko buku yang dimiliki oleh gerakan shalafiyah

pimpinan Rasyid Ridha dan aktif membaca al-Manar dan berkenalan dengan Rasyid

Ridha serta menjalin komunikasi dengan murid Abduh lainnya.1 3

Tahun 1927, adalah tahun dimana Hasan Al-Banna berhasil menyelesaikan

studinya di Universitas Darul Ulum dengan predikat cumlaude. Lalu ia diangkat menjadi

8 Hasan Al-Banna. Memoar Hasan Al-Banna. (Solo: Era Intermedia 2001) hal: 40 9 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. (Solo: Era Intermedia. 2000) hal:

180 1 0 Abdul Kholiq. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer. (Semarang:

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar. 1999) hal: 254 1 1 Triyo Supriyatno, Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Theo Antropo Sosiosentris. Malang: P3M

(dan UIN Malang 2004) hal: 123 1 2 Ibid hal: 123 1 3 Abdul Kholiq. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer. (Semarang:

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar. 1999) hal 254

Page 5: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

104

guru di salah satu sekolah menengah di kota Isma’iliat, daerah terusan Suez.1 4 Sejak ia

sampai di Isma’iliat hingga awal tahun 1928, Al-Banna mempelajari kondisi masyarakat

dan mencoba mengenali faktor-faktor yang berpengaruh dalam masyarakat mereka. Ia

berhasil menjalin hubungan dengan para ulama serta para syeikh tarekat, tokoh, dan

berbagai kelompok. Beliau berhasil meraih hati mereka dan melalui merekalah akhirnya ia

berhasil menarik perhatian masyarakat luas kepada dakwahnya.1 5

Sebagai hasil kajiannya ia menemukan metode untuk mendakwahi dan mendidik

masyarakat. Diantaranya adalah Hasan Al-Banna tidak berkutat di dalam masjid yang

menurutnya banyak sekali perselisihan, dan akhirnya mengalihkan perhatiannya ke

warung–warung kopi. Disana ia menyusun jadwal kajian, masing-masing dua pelajaran

dalam sepekan.

Dengan saksama ia mengupas tema–tema pokok yang bersifat umum,

mengingatkan manusia kepada Allah dan hari akhir serta menyampaikan targhib (kabar

gembira) dan tarhib (peringatan). Ia tidak mau mencela, menghujat atau menyindir sana

sini. Tidak juga menanggapi berbagai kemungkaran dan dosa yang dilakukan para

pengunjung dengan mencela dan memaki.1 6 Selain itu Hasan Al-Banna juga memakai

metode aplikatif dalam pengajaran ibadah, disertai dengan pembinaan akidah yang benar.

Dakwah beliau tidak terbatas pada kaum pria saja, tetapi juga menyentuh kalangan wanita.

Bahkan di Isma’ilia ini beliau mendirikan Ma’had Ummahatul Muslimin sebagai tempat

pendidikan Islam khusus bagi para muslimah.1 7

Metode yang dijalankan oleh Hasan Al-Banna diatas ternyata telah berhasil

mempengaruhi masyarakat untuk peduli terhadap agama dan hukum-hukumnya. Hingga

pada Maret tahun 1928, di kota Isma’iliah berkunjunglah enam orang pengikutnya (tukang

kayu, tukang cukur, penarik pajak, sopir, tukang kebun dan tukang gerobak). Mereka

berbincang-bincang dengannya mengenai :

1. Kehidupan perbudakan dalam komunitas orang-orang asing

2. Ketidakpahaman mereka tentang jalan menuju kemuliaan sebagaimana yang ia

pahami, dan ketidaktahuan mereka tentang cara berkhidmat kepada agama, bangsa

1 4 Triyo Supriyatno, Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Theo Antropo Sosiosentris hal: 123 1 5 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. (Solo: Era Intermedia. 2000) hal:

184 1 6 Hasan Al-Banna. Memoar Hasan Al-Banna, hal 18 1 7 Hasan Al-Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I. (Solo: Era Intermedia. 2002) hal: 18

Page 6: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

105

dan negara sebagaimana yang ia ketahui. Mereka mengusulkan agar ia menjadi

pemimpin mereka dalam sebuah jamah yang berbai’at kepada Allah untuk hidup

demi agamaNya dan mati dijalanNya. Al-Banna menjawab tawaran mereka dengan

mengatakan : “Marilah kita berbai’at kepada Allah untuk menjadi tentara bagi dakwah

Islam yang dengannya akan terwujudlah kehidupan hakiki negara dan kemuliaan

umat.” Setelah berbai’at mereka bermusyawarah tentang nama jama’ah mereka,

akhirnya mereka menyepakati nama “ Al-Ikhwan Al Muslimun”1 8

Di Ismailiah,sebagai pusat aktivitas, Al–Ikhwan Al-Muslimin mengambil sebuah

rumah tua sebagai kantor sekretariat yang lalu disebut “Madrasah Tahdzib Ikhwanul

Muslimin“ (Arena Pembinaan Ikhwan)1 9 . Dan mulai dari sinilah gerakan ini berkembang.

Yang semula hanya 6 orang menjadi 70 orang. Selain itu beliaupun berhasil mendirikan

sekolah putra yang bernama Ma’had Hira’ Al-Islami, Ma’had Ummahatul Mukminin, klub

olahraga dan kelompok rihlah.

Gerakan Ikhwanul Muslimin ini pada mulanya memfokuskan perhatiannya pada

bidang sosial dan pendidikan. Namun pada akhirnya menjelma sebagai kekuatan politik

yang dikagumi di Mesir dan dunia Arab.

Seiring dengan meluasnya jaringan Ikhwan muncul pula antipati dan perlawanan

terhadap gerakan ini. Pada tahun 1930 sikap memusuhi Al–Ikhwan Al–Muslimun masih

terbatas dalam bentuk pengaduan kepada Kabinet Ismail Sidqi Pasha tentang sistem

gerakan dan tujuan-tujuan Ikhwanul Muslimin yang tentunya disertai dengan tuduhan-

tuduhan yang tidak beralasan terutama kepada Hasan Al-Banna selaku pimpinan gerakan

ini. Namun, pada kenyataannya tuduhan itu tidak terbukti dan pemerintahan Shidqi Pasha

menjadi begitu perhatian terhadap perjalanan gerakan Ikhwanul Muslimin.

Perjalanan yang diharapkan bisa lebih panjang lagi ini ternyata harus terpenggal

akibat piciknya pikiran para penguasa tiran pada saat itu. Adanya keyakinan bahwa Al-

Ikhwan Al-Muslimun akan melakukan revolusi dalam waktu dekat mendorong keluarnya

dekrit pembubaran Al-Ikhwan Al-Muslimun pada tanggal 8 Desember 1948.2 0 Lebih tepat

lagi, perintah pembubaran Al-Ikhwan Al-Muslimun disangkutpautkan dengan arus

1 8 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, hal 185-186 1 9 Ibid, hal 186 2 0 Abdul Kholiq. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, hal: 254

Page 7: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

106

kekerasan yang mengguncang Mesir sejak tahun 1945 dan setelahnya dimana peranan Al-

Ikhwan Al-Muslimun dalam tindak kekerasan tersebut dirasa sangat berbahaya oleh

pemerintah.

Hasan Al–Banna masih mencoba mendekatkan pengertian untuk menjernihkan

masalah, tapi pada tanggal 28 Desember 1948 Perdana Menteri an–Nuqrasy terbunuh,

dan tuduhan dialamatkan ke kelompok Ikhwan dan menjadikan kondisi bertambah parah.

Tujuh minggu setelah kejadian tersebut pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan Al-Banna

dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia Mesir di depan kantor pusat organisasi “ Asy–

Syubbanul Muslimun”.2 1

Tragedi kematian Hasan Al–Banna merupakan tragedi yang tak terperikan bagi

para anggota. Tidak ada sesuatu yang menimpa orang-orang Al–Ikhwan Al-Muslimun

yang lebih melemahkan gerakan ini ketimbang harus kehilangan pemimpinnya. Al–Banna

yang kharismatis itu bagi mereka adalah “seorang imam yang dipilih Allah, inspirator

kebangkitan Islam di abad modern, seorang mursyid yang mendapatkan anugerah ilham

(mulham), seorang mulham yang berbakat, guru generasi, pembina yang brilian, panglima

lagi pendidik, pelopor, pribadi yang menakjubkan lagi unik,da’i yang jenius, lelaki luar

biasa, pribadi yang tiada bandingnya, intelektual yang hebat, saudara yang tercinta, lelaki

masa kini, dan sosok yang mengobarkan api revolusi.”.2 2

Melihat kepribadian dan sepak terjang Hasan Al-Banna maka tak berlebihan

kiranya jika berbagai kalangan cendekiawan Barat dan Timur memberikan komentar

terhadap diri Hasan Al-Banna seperti Robert Jackson misalnya yang mengatakan bahwa

“terkumpul dalam dirinya kecerdasan politisi, kekuatan para panglima, hujjah para ulama,

keimanan kaum sufi, ketajaman analisa para ahli matematika, anologi para filosof,

kepiawaian para orator, dan keindahan susunan kata para sastrawan.” 2 3

METODE PENDIDIKAN MORAL AL-BANNA

Penyimpangan dan dekadensi moral (akhlak) yang terjadi pada kebanyakan

manusia itu disebabkan mereka tumbuh dan berkembang dalam atmosfir pendidikan dan

lingkungan yang buruk. Hal itulah yang menjadikan alasan kenapa Hasan Al-Banna sangat

peduli terhadap pendidikan moral

2 1 Ibid, hal:254-255 2 2 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin hal: 175-176 2 3 Triyo Supriyatno, Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Theo Antropo Sosiosentris hal: 122

Page 8: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

107

Pendidikaan moral (tarbiyah khuluqiyah) termasuk fungsi terpenting dalam

pendidikan. Aspek moral (akhlak) adalah salah satu fondasinya. Bahkan secara

keseluruhan, pendidikan itu merupakan aktivitas moral,yang dari awal hingga akhir di

semua tingkatan dibangun diatas nilai-nilai moral baik secara tersurat maupun tersirat.

Pendidikan akhlak merupakan sisi lain dari pendidikan Nabi yang menjadi jiwa

dari pendidikan muslim pada tahap berikutnya. Para pakar pendidikan muslim sepakat

bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran tidak sebatas memenuhi otak anak didik dengan

berbagai macam ilmu pengetahuan. Tujuan utama dari pendidikan adalah mendidik akhlak

dan jiwa anak didik,menanamkan rasa fadhilah dan mempersiapkan mereka dalam

kehidupan yang suci.2 4 Dalam hal ini Ibnu Qayyim pernah berkata:”Yang dibutuhkan oleh

seorang anak adalah perhatian terhadap akhlaknya”.2 5

Sistem pendidikan Madrasah Hasan Al–Banna ,memandang aspek akhlak sebagai

aspek yang terpenting yang dianggap sebagai tonggak pertama untuk perubahan

masyarakat. Bahkan Hasan Al-Banna menganggapnya sebagai “tongkat komando

perubahan”. Seperti tongkat yang mengalihkan perjalanan kereta api dari satu rel ke jalur

lainnya dan dari satu arah ke arah lainnya. Dalam hal ini beliau mengulang–mengulang

kata–kata penyair :

تضيق جال الر ق أخلآ ولكن* بأهلها د بلآ قت ضا ما لعمرك

“Demi hidupmu, tidaklah negeri sempit karena penduduknya. Tetapi yang menjadikannya

sempit ialah akhlak pemimipin–pemimpinnya.”.2 6

Al-Banna menyatakan, sebagai dampak dari masa transisi yang dilewati Mesir, dan

sebagai pengaruh peradaban modern yang dengan sangat kuat menerpa Mesir, terjadilah

perubahan besar dalam moralitas bangsa. Akhlak yang selama ini dipegang teguh dan

didasarkan pada keyakinan agama musnahlah sudah, diganti dengan moralitas yang

dibangun dengan asas kepentingan materi dan kepura-puraan. Al-Banna melihat, adalah

mustahil akan terjadi kebangkitan umat tanpa adanya pendidikan moral yang merupakan

soko guru dalam pembanguna individu,masyarakat dan bangsa.

2 4 Muhammad Slamet Untung. Muhammad Sang Pendidik hal: 73 2 5 Hasan bin Ali Hasan Al-Hijazy, Manhaj Tarbiyah Ibnul Qayyim. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001)

hal 207 2 6 Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. (Jakarta: Bulan Bintang.1980) hal:

48

Page 9: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

108

Dalam pembinaan moral ini Hasan Al-Banna sendiri telah menekankan berbagai

cara dalam jiwa para pengikutnya. Diantara pernyataannya adalah sebagai berikut:

إذ, الطموحة لعاليةا الكبيرة والنفس, المتين القوى الفاضل الخلق...الخلق إلى تكون ما احوج الناهضة والأمة

27.العصرالجديد مطالب من ستواجه أنها

Artinya: "Umat yang tengah bangkit paling membutuhkan akhlak yang mulia, jiwa yang besar, dan cita-cita

yang tinggi. Hal ini, karena umat tersebut akan menghadapi berbagai tuntutan dari sebuah

masyarakat baru."

Dalam hal ini Allah berfirman dalam QS. Asy-Syams: 9-10:

Artinya: " sungguh, beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sungguh merugilah orang yang

mengotorinya."

Keprihatinan kelompok Ikhwan ini kemudian direalisasikan dengan mendirikan

lembaga pendidikan yang peserta didik laki-laki dan perempuan menerima pendidikan

moral semenjak dini.lembaga pendidikan itu dinamakan sekolah jum’at.

Sekolah ini bukan pendidikan formal. Ia hanya usaha yang dilakukan oleh seorang

anggota Ikhwan dengan mengumpulkan anak-anak kampung yang cabang organisasinya

berada pada dua jam sebelum sholat jum’at. Ia mulai dengan program studi melalui kisah-

kisah, pelatihan, olah raga, dan nasyid. Bila sholat hampir tiba, dengan berbaris mereka

keluar menuju masjid. Disana sang ustadz mengenalkan kepada anak-anak itu cara

berwudhu dan sholat secara praktek. Adapun metode yang diterapkan dalam pendidikan

spiritual dan moral disekolah ini dilakukan melalui:

1) Metode Praktek

Praktek ibadah (bersuci,wudhu,sholat,puasa bagi anak-anak yang telah

mampu) juga membentuk kebiasaan-kebiasaan moral yang terpuji. Misalnya, aksi

kebersihan,menyantuni orang-orang miskindan kaum dhuafa’.

2) Metode Kisah.

Kisah- kisah yang sesuai dengan anak- anak berusia 7 tahun hingga baligh.

Ustadz harus memperhatikan aspek–aspek edukatif dalam pemaparannya. Mulai dari

2 الإمام الشهيد حسن البنا,71:2002 7

Page 10: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

109

kisah-kisah daerah hingga kisah-kisah nasional yang diorientasikan kepada penanaman

jiwa kebanggaan dalam sejarahnya. Setelah itu, diberi kisah-kisah Islami dengan segala

ragamnya, mulai dari sirah Nabi saw, kisah para sahabat, perang penaklukan, kisah

pahlawan kecil dan sebagainya.

3) Metode Anasyid

Nasyid-nasyid yang berorientasi kepada penguatan jiwa keagamaan,

menanamkan sifat-sifat utama dan rasa patriotisme. Nasyid yang diajarkan banyak

macamnya, ada nasyid religius, patriotik, moral, dan etika, kebersamaan tentang alam

dan tentang keindahan. Pembina harus mengikuti metode pengajaran tertentu dalam

mengajar anak-anak.

4) Metode Hiwar

Drama dan dialog, yakni dengan mengutip penggalan kisah yang telah

ditunjukkan sebelumnya atau penggalan nasyid atau cerita yang dibuat khusus untuk

diperagakan anak-anak.

5) Metode Hafalan

Mahfudhat (hafalan). Ini dimaksudkan untuk menimbulkan pengaruh

tertentu, bukan untuk membebani. Materi hafalan bekisar pada surat- surat Al–Qur’ an

dan hadits–hadits nabi, serta nastid-nasyid pilihan, yang dapat mendorong pada

keutamaan-keutaman akhlak.

2) Metode Nasehat

Metode nasehat ini dilakukan dengan mengadakan program yaum an-nashihah (

hari nasehat). Yakni penugasan kepada seorang anggota ( sekali dalam sepekan) untuk

mengunjungi anggota yang lain dalam rangka memberi nasehat moral kepadanya. Ini

dilakukan setelah mempelajari keadaannya.2 8 Hal ini diungkapkan oleh Hasan Al-

Banna sebagai berikut:

. عيبًا فيه رأى متى, أخاه منكم كل لينصح ذلك بعد ثم, والمعصية الطاعة على دقيقاً حسباً أنفسكم وحاسبوا

29.ذلك له وليشكر, وفرح بسرور أخيه نصح الأخ وليقبل

Artinya: "Evaluasilah dirimu dengan evaluasi yang detail dalam hal ketaatan dan kemaksiatan, setelah itu hendaklah setiap kalian bersedia menasehati saudaranya yang lain begitu aib tampak padanya. Hendaklah seorang akh menerima nasehat saudaranya dengan penuh rasa suka cita dan ucapkan terima kasih padanya."

2 8 Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin hal: 508 2 الإمام الشهيد حسن البنا,382:2002 9

Page 11: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

110

PENUTUP

Metode pendidikan moral Al-Banna Sistem pendidikan Madrasah Hasan Al–

Banna ,memandang aspek moral (akhlak) sebagai aspek yang terpenting yang dianggap

sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat. Bahkan Hasan Al-Banna

menganggapnya sebagai “tongkat komando perubahan”. Karena tidak mungkin seorang

yang alim dan luhur kedudukannya bisa mempunyai kedudukan dan kenfaatan dimata

manusia dan Allah SWT jika tidak dibarengi dengan Moral (ahlak) yang bagus. Oleh

karena itulah Al-Banna menganggapnya laksana tongkat komando. Jika tongkat komando

tersebut berjalan kearah yang salah, maka sangatlah mungkin yang lain akan mengikuti

komando yang telah digariskan.

Page 12: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

111

DAFTAR PUSTAKA

Al-Banna, Hasan. 1998. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin II. Solo: Era Intermedia

--------------------. 2002. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I. Solo: Era Intermedia.

-------------------. 2001. Memoar Hasan Al-Banna. Solo: Era Intermedia

Al-Hijazy, Hasan bin Ali Hasan. 2001. Manhaj Tarbiyah Ibnul Qayyim. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Aly, Hery Noer. 1995. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos

An-Nahlawi, Abdurrahman. 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta:

Gema Insani Press.

Arifin, M. 1993. Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tujuan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.

Irfan, Muhammad dan HS, Mastuki. 2000. Teologi Pendidikan Tauhid sebagai Paradigma Pendidikan

Islam. Jakarta: Friska Agung Insani.

Jalaluddin dan Said, Usman. 1996. Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kholiq, Abdul Dkk. 1999. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer.

Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar.

Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma'arif

Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikwanul Muslimin. Solo: Era

Intermedia.

Mitchell, Richard Paul. 2005. Ikhwanul Muslimun dalam Masyarakat Barat. Solo: Era Intermedia.

Mu’adz, Abdullah. 2004. Rahasia Keberhasilan Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. Depok: Bina

Mitra Press

Muhaimin dan Mudjib, Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar

Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya.

--------------. 2002. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Agama Islam di Sekolah.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Imam.2003. Hadits Arba’in Nawawiyah. Solo: Era Intermedia

Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktek). Jakarta:

Ciputat Press.

Page 13: METODE PENDIDIKAN MORAL MENURUT HASAN AL BANNA

MIYAH VOL.X NO. 01 JANUARI TAHUN 2015

112

Qordhawi, Yusuf. 1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Jakarta: Bulan Bintang.

Saefuddin. 1987. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan.

Supriyatno, Triyo. 2004. Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Theo Antropo Sosiosentris. Malang: P3M

dan UIN Malang.

Untung, Muhammad Slamet. 2002. Muhammad Sang Pendidik. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

العربي دارالبيان: القاهره, رسائل عة مجمو, 2002, البنا حسن الشهيد الإمام