89
METODOLOGI PENELITIAN METODE PENGUMPULAN DATA OLEH : Kelompok 2 Ade Syafarullah Agin Delthia Sautaki Bella Ardhiyati Dwi Muharrani Frehmi Yulianti Geby Orlance Jayanti Pratiwi Dosen : Septi Muharni M.Farm,Apt PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

metopel 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: metopel 3

METODOLOGI PENELITIANMETODE PENGUMPULAN DATA

Page 2: metopel 3

OLEH :

Kelompok 2

Ade Syafarullah

Agin Delthia Sautaki

Bella Ardhiyati

Dwi Muharrani

Frehmi Yulianti

Geby Orlance

Jayanti Pratiwi

Dosen : Septi Muharni M.Farm,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASISEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU2016

Page 3: metopel 3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat-nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul

“Metode pengumpulan data”.

Penulisan ini ingin mengetahui bahwa bagaimana cara pengambilan sampel

dengan teknik sampling yang berguna dalam mengawali rancangan penelitian

sehingga dapat mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Selian itu juga

mampu membedakan mana populasi dan mana sampel yang nantinya akan digunakan

dalam penelitian.

Mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian makalah ini, penyusun telah

mendapatkan bantuan-bantuan. oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada ibu Septi Muharni M.Farm,Apt selaku Dosen

pembimbing Metodologi Penelitian yang telah membimbing guna penyelesaian

makalah ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-nya kepada

ibu Septi yang telah memberikan bimbingan. Penulisan ini tentu saja masih jauh dari

sempurna, sehingga penyusun dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan.

Pekanbaru, Mei 2016

Penyusun

3

Page 4: metopel 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kata Penelitian seringkali mudah diucapkan, namun faktanya harus memiliki

pedoman yang tepat untuk melaksanakannya. Penelitian merupakan suatu proses

yang harus dirancang secara teliti, prosedural, dan rasional. Fungsi penelitian adalah

mencarikan penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan serta memberikan

alternatif bagi kemungkinan pemecahan masalah. Kajian penelitian sangatlah luas,

salah satunya adalah penelitian pendidikan. Penelitian pendidikan adalah inkuiri yang

ilmiah dan teratur menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam

memecahkan masaah-masalah pendidikan (Millan, 2001). Dengan demikian, dalam

penelitian pendidikan dua pendekatan tersebut sering digunakan, tergantung pilihan

mana yang akan kita lakukan, apakah pendekatan kuantitatif atau kualitatif.

Penelitian kuantitatif mungkin banyak dibahas dalam perkuliahan sejak S1,

namun penelitian kualitatif masih perlu dibahas lebih lanjut. Oleh sebab itu,

pembahasan pada makalah ini akan dibatasi pada salah satu topik dalam penelitian

kualitatif, yaitu topik “Teknik interviewe (wawancara) dalam penelitian kualitatif”.

Interviewe adalah salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif merupakan langkah yang amat penting

diperhatikan, karena paradigmanya berbeda dengan penelitian kuantitatif. Fase

pengumpulan data dan analisis data adalah proses yang interaktif yang terjadi dalam

siklus penelitian kualitatif. Dalam fase ini harus terbentuk hubungan dua arah, yaitu

peneliti dan kepercayaan individu atau kelompok yang akan diteliti (Wax, 1971,

dalam Millan,). Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data erat hubungannya

dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan. Supaya data dan infomrasi dapat

4

Page 5: metopel 3

digunakan dalam penalaran, maka data dan 2 informasi itu harus merupakan fakta.

Dalam kedudukannya sebagai fakta, bahan-bahan data/informasi tersebut harus dapat

digunakan sebagai fakta atau informasi yang akurat untuk membuktikan suatu

kebenaran dari suatu objek yang diteliti (Pattilima, 2007). Karena itu pemilihan

teknik dan alat pengumpulan data perlu mendapat perhatian yang cermat. Alat /

instrument pengumpulan data yang baik, menghasilkan data yang berkualitas.

Kualitas data menentukan kualitas penelitian. Di dalam kegiatan pengumpulan

data ada dua pengertian yang perlu diperhatikan, yaitu “metode pengumpulan data”

atau “metode penelitian” dan “alat pengumpulan data” atau “instrumen penelitian”.

Metode pengumpulan data adalah cara yang dipakai dalam pengumpulan data,

sedangkan alat pengumpulan data atau instrumen penelitian adalah alat bantu yang

digunakan dalam pengumpulan data. Angket adalah metode sekaligus alat, sedangkan

wawancara adalah metode tetapi pedoman wawancara adalah alat/instrumen. Namun,

yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam penelitian kualitatif pengumpulan data

harus dilakukan pada situasi yang bersifat natural setting (kondisi ilmiah), sumber

data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta

(participan observation), wawancara mendalam (depth interviewe), serta dokumentasi

(Sugiyono, 2009, halaman 63). Ada beberapa teknik pengumpulan data dalam

penelitian kualitatif, antara lain; observasi, wawancara (interviewe), dokumentasi,

dan triangulasi

1.2. Rumusan masalah

a. Apa definisi dari pengumpulan data?

b. Apa sajateknik dalam pengumpulan data?

c. Apakah definisi Pengamatan dan ingatan?

d. Apa saja Sasaran pengamatan?

e. Apa saja Jenis dari pengamatan?

f. Apa saja Kelebihan kekurangan pengamatan serta Alat observasi?

g. Apa definisi dari Wawancara ?

5

Page 6: metopel 3

h. Apa saja Jenis wawancara, Teknik wawancara, Kelebihan dan kekurangan

wawancara?

i. Apa saja Tipe angket, Psikologi mejawab angket dan Persiapan dan

penyusunan angket?

1.3. Tujuan penulisan

1.4. Manfaat penulisan

6

Page 7: metopel 3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sumber Data

Miles dan Huberman (1992) menyatakan bahwa baik penelitian kualitatif

maupun penelitian kuantitatif sama-sama mengakui adanya dua jenis data, yaitu data

kuantitatif (yang berkaitan dengan kuantitas) dan data kualitatif (yang berhubungan

dengan kualitas). Pada penelitian kualitatif, data-data yang digali lebih menekankan

pada kualitas dan makna proses terjadinya suatu hal, dan dilanjutkan dengan analisis

kualitatifnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data untuk

mencari data, mengumpulkan sumber data, dan hasil data yang akan diolah, yaitu:

a. Sumber data primer

Data primer diperoleh langsung dari subyek penelitian yang diambil langsung

oleh peneliti kepada sumbernya tanpa ada perantara, dengan cara menggali sumber

asli secara langsung melalui responden. Data diperoleh melalui wawancara dan

pengamatan langsung di lapangan. Data atau informasi juga diperoleh melalui

pertanyaan tertulis dengan menggunakan kuesioner atau lisan dengan metode

wawancara (Jonathan Sarwono, 2006).

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung, diperoleh

dari sumber penelitian yang mampu memberikan data tambahan serta penguatan

terhadap data penelitian. Sumber data sekunder biasanya diperoleh dari

mengumpulkan referensi dari kajian kepustakaan dan dokumentasi dari kegiatan

obyek penelitian yang sedang dilaksanakan dalam kegiatan penelitian.

2.2. Definisi Pengumpulan Data

Teknik pegumpulan data merupakan proseyang penting dalam mendukung

suatu penelitian. Menurut sugiyono (2012) teknikpengumpulan data adalah langkah

7

Page 8: metopel 3

yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpuln data maka penelitian tidak

akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan. Teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena

tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dengan menggunakan teknik

pengumpulan data, maka peneliti akan mendapatkan data yang memenuhi standar

data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010)

Sugiyono (2010) menyatakan pada penelitian kualitatif, pengumpulan data

dilakukan pada natural setting dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada

observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Mengacu pada

pengertian tersebut, peneliti mengartikan teknik pengumpulan data sebagai suatu cara

untuk memperoleh data melalui beberapa langkah atau tahapan, yaitu: observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Langkah-langkah tersebut berfungsi untuk

mempermudah peneliti dalam proses pemerolehan data. Berikut adalah bagan Teknik

Pengumpulan Data

8

Page 9: metopel 3

2.3. macam macam teknik pengumpulan data

Menurut Creswell (1994) berdasarkan tipe data kualitatif maka terdapat 4

(empat) macam tipe pengumpulan data, yaitu:

1) observasi

2) wawancara

3) dokumen

4) alat-alat audiovisual.

Atas dasar hal tersebut penulis mengklasifikasi kan teknik pengumpulan

informasi (data) menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara, 3)

dokumen, sedangkan alat-alat audiovisual penulis sebut sebagai alat bantu

pengumpulan data. Metode yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan

data dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Metode Pengamatan (Observasi)

Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan

mengikuti, memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan

sistematis sasaran perilaku yang dituju. Menurut Cartwright yang dikutip dalam Haris

Herdiansyah mendefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati dan

mencermati serta merekam perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.

Definisi lain observasi adalah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan

untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Inti dari observasi ialah adanya

perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Observasi adalah metode

pengumpulan data di mana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang telah

mereka saksikan selama penelitian. Dalam observasi ini, peneliti menggunakan jenis

observasi nonpartisipan, yaitu peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan

obyek, tetapi peneliti tidak aktif dan ikut terlibat secara langsung (Husaini Usman,

2004).

9

Page 10: metopel 3

2. Wawancara

Wawancara menurut Sugiono (2009) yaitu “digunakan sebagai teknik

pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya

sedikit/kecil. “teknik pengumpulan data ini berdasarkan diri pada laporan tentang diri

sendiri atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Dari

pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan cara yang

digunakan untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

secar langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara yang

disiapkan untuk menggali lebih jauh permasalahan-permasalahan yang akan diteliti.

Wawancara ini dilakukan dengan cara tatap muka antara peneliti dan responden.

3. dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun

dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun

elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan

dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh.

Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga diperoleh lewat fakta yang

tersimpan dalam bentuk buku induk, catatan harian(anekdot), arsip foto, jurnal

pengecekan keadaan murid dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti bisa di

pakai untuk menggali informasi yang terjadi dimasa silam. Peneliti perlu memiliki

kepekaan teoritik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekedar

barang yang tidak bermakna.

4. Angket atau Kuesioner

Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui

formulirformulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis

pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan

dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008)

10

Page 11: metopel 3

2.3.1. Metode Pengamatan (Observasi)

2.3.1.1. Pengertian observasi/pengamatan (Observation)

Pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut: “studi yang disengaja dan

sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan

dan pencatatan”. Selanjutnya dikemukakan tujuan observasi adalah: “mengerti ciri-

ciri dan luasnya signifikansi dari inter relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia

pada fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu”. Observasi

menurut Hadi (dalam sugiono, 2009)yaitu “suatu proses yang kompleks;suatu proses

yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang

terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Ingatan adalan kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan memproduksi

kesan. Dalam pengumpulan data melalui pengamatan ini diperlukan ingatan yang

cepat setia. teguk, dan luas. Ingatan yang cepat, artinya dalam waktu singkat dapat

memahami sesuatu hal tanpa menjumpai kesukaran-kesukaran. Setia, artinya kesan-

kesan yang telah diterimanya akan disimpan sebaik-baiknya, tak akan berubah. Teguh

artinya dapat menyimpan kesan waktu lama. tak mudah lupa artinya dapat

menyimpan kesan yang banyak. Tetapi pada umumnya kita sulit untuk mempunyai

sifat-sifat ingatan seperti tersebut di atas. Oleh sebab itu untuk mengatasi kelemahan

ini dan untuk mengurangi timbulnya kesalahan-kesalahan observasi dapat dibantu

dengan jalan :

a. Mengklasifikasikan gejala-gejala yang relevan.

b. Observasi diarahkan pada gejala-gejala yang relevan.

c. Menggunakan jumlah pengamatan yang lebih banyak.

d. Melakukan pencatatan dengan segera.

e. Didukung pula oleh alat-alat mekanik/elektronik seperti alat pemotretan, film. tape

recorder, dan lain-lain.

Pertimbangan lain, diperlukannya alat-alat bantu ini mengingatkan bahwa di

dalam penelitian ilmiah, baik yang ada di laborat maupun di lapangan, indera

11

Page 12: metopel 3

pengamatan yang paling penting adalah mata dan telinga. Alat-alat tersebut

kemampuannya terbatas, berbeda-beda secara individual, dan tidak lepas dari

kelemahan-kelemahan. Ditambah pula dengan kompleksnya fenomena sosial yang

berdimensi majemuk, yang menyulitkan proses pengamatan. Hal ini semua apabila

para pengamat tidak dibantu dengan alat-alat tersebut di atas akan memperbesar

kesalahan yang akan dilakukan.

Observasi dapat menjadi teknik pengumpulan data secara ilmiah apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Diabdikan pada pola dan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.

2) Direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis, dan tidak secara

kebetulan (accidental) saja.

3) Dicatat secara sistematis dan dikaitkan dengan proposisi-proposisi yang

lebih umum, dan tidak karena didorong oleh impuls dan rasa ingin tahu

belaka.

4) Validitas, reliabilitas dan ketelitiannya dicek dan dikontrol seperti pada

data ilmiah lainnya

Poerwandari tidak memberikan batasan tentang observasi tetapi memberikan

penjelasan tentang observasi sebagai berikut: “Observasi barangkali menjadi metode

yang paling dasar dan paling tua di bidang psikologi, karena dengan cara-cara tertentu

kita selalu terlibat dalam proses mengamati. Semua bentuk penelitian psikologis, baik

itu kualitatif maupun kuantitatif mengandung aspek observasi di dalamnya. Istilah

observasi diturunkan dari bahasa Latin yang berarti “melihat” dan “memperhatikan”.

Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat

fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam

fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis,

dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam

konteks alamiah (Banister dkk, 1994 dalam Poerwandari 1998).

12

Page 13: metopel 3

2.3.1.2. Sasaran Pengamatan

Apabila seorang peneliti terjun ke tengah-tengah masyarakat akan dijumpai

banyak sekali kenyataan/gejala-gejala sosial yang dijadikan sasaran pengamatan.

Tetapi tidak semua yang dilihat dan diamati itu dperlukan di dalam penelitian. Oleh

karena itu. sasaran pengamatan peneliti menghadapi kesukaran dalam menentukan

apa yang harus diamati dan diperhatikan dengan seksama dan apa yang diabaikan.

Pembatasan tentang sasaran pengamatan ini. sebaiknya dipertimbangkan terlebih dulu

sebelum peneliti memulai mengadakan pengamatan. Untuk membantu pembatasan

sarana pennelitian ini peneliti dapat mempelajari teori-teori ataupun pengetahuan-

pengetahuan. Dari sini akan diperoleh gambaran mengenai kenyataan-kenyataan yang

perlu diperhatikan dalam mempelajari masalah sosial tertentu. Misalnya, kita akan

mengamati status sosial ekonomi seseorang, di samping kita dapat mengamati

kekayaannya, kita juga dapat mengamati gejala-gejala lain yang menunjukkan tinggi/

rendahnya status sosial orang tersebut, yang semua ini dapat dipelajari di dalam

leteratur atau pengalaman-pengalaman. Di samping itu, untuk menentukan batas

sasaran pengamatan diperlukan rangka penulisan yang merupakan teori atau konsep-

konsep dan hipotesis, yang telah disusun di dalam suatu rancangan penelitian.

Kemudian konsep atau pun hipotesis tersebut di jabarkan pada instrumen yang iebih

konkret (misalnya formulir pengamatan).

2.3.1.3. jenis jenis pengamtan(observasi)

1. Berdasarkan pengumpulan data :

a. Observasi Partisipan (participant bservation) : peneliti terlibat langsung dalam

aktivitas (orang) yang diamati.

b. Observasi Non partisipan (non participant observation) : peneliti tidak terlibat

dalam aktivitas orang-orang yang sedang diamati dan hanya sebagai pengamat

independen.

13

Page 14: metopel 3

2. Berdasarkan instrumen yang digunakan :

a. Observasi Terstruktur

observasi yang telah dirancang secara sistematis tentang apa yang apa yang diamati

dan dimana tempatnya.

b. Observasi Tidak Terstruktur;

observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan

diobservasi.

Observasi terdiri dari berbagai macam jenis, antara lain jika dilihat dari segi

proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu

observasi berperan serta/ aktif (participant observation) dan observasi non partisipan/

pasif (non-participant observation), sedangkan jika dilihat dari segi instrument yang

digunakan observasi dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.

Selain itu ada pula jenis observasi yang lain diantaranya observasi terbuka, observasi

terfokus, dan observasi sistematik. Masing-masing jenis observasi tersebut akan

diuraikan sebagai berikut :

a) Observasi Partisipan (Participant Observation)

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang

sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil

melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber

data. Dengan observasi partisipasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap

dan sampai mengetahui apa tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

Misalnya, guru yang bertindak sebagai peneliti di dalam kelasnya. Sebagai guru,

peneliti hendaknya mencatat hasil pengamatannya secara sistematis.

b) Observasi Non-partisipan (Non-participant Observation)

Didalam jenis observasi ini, peneliti tidak terlibat secara langsung, peneliti

hanya mencatat, menganalisis, dan membuat kesimpulan tentang perilaku objek yang

diteliti. Pengumpulan data dengan observasi ini tidak akan mendapatkan data yang

akurat karena peniliti tidak mengalami secara langsung apa yang dirasakan oleh objek

penelitiannya. Contohnya, seorang guru yang bertindak sebagai pengamat di kelas

14

Page 15: metopel 3

guru lain yang mengajar (bukan di kelasnya) dan guru tersebut hanya mengamati apa

yang terjadi di dalam kelas tersebut.

c) Observasi Terstruktur

Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis,

tentang apa yang akan diamati, kapan, dan dimana tempatnya. Observasi terstruktur

dilakukan apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti variable apa yang akan

diamati. Dalam melakukan pengamatan, peneliti menggunakan instrument penelitian

yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Berikut ini adalah contoh bagan

observasi terstruktur yang menunjukan bahwa peneliti sedang menghitung berapa

jumlah siswa yang bersedia menjawab pertanyaan guru tanpa ditunjuk (sukarela),

dengan ditunjuk (tidak sukarela), selain itu juga dinilai secara kualitatif apakan

jawaban yang diberikan siswa benar, salah, atau bahkan tidak menjawab pertanyaan

yang diajukan (di luar sasaran). Kemudian guru menjumlahkan jawaban dari masing-

masing kriteria penilaian.

d) Observasi Tidak Terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara

sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak

tahu pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti

tidak menggunaklan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu

pengamatan.

e) Observasi Terbuka merupakan teknik observasi yang dilakukan dengan cara

mencatat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas. Misalnya ketika

melakukan tanya jawab dengan siswa, segala sesuatu yang terjadi ketika kegiatan itu

berlangsung dicatat oleh guru sebagai bahan observasi yang selanjutnya akan

dianalisis dan akhirnya dibuat kesimpulan.

f) Observasi Terfokus, dilakukan apabila peneliti ingin mencari data dengan

menfokuskan masalah yang akan ditelitinya, misalnya peneliti ingin mengumpulkan

data tentang pola interaksi antara guru dengan siswa melalui teknik bertanya guru.

g) Observasi Sistematik, observasi ini cenderung menggunakan skala yang pada

dasarnya adalah hasil pemikiran orang lain yang menyusun skala tersebut, selain itu

15

Page 16: metopel 3

pengamatan dengan menggunakan skala akan sangat menekankan pada aspek

penelitian kuantitatif, yang akan mendahulukan perhitungan jumlah dibandingkan

dengan kualitas analisisnya.

2.3.1.4. kelebihan dan kekurangan observasi (pengamatan)

Manfaat Pengamatan

Menurut Guba dan Lincoln (1981 dalam Moleong 2001) alasan-alasan

pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian

kualitatif, intinya karena:

1. Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman

langsung dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh

kebenaran. Apabila informasi yang diperoleh kurang meyakinkan,

maka peneliti dapat melakukan pengamatan sendiri secara langsung

untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.

2. Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri,

kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang

sebenarnya.

3. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang

berkaitan dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan

yang diperoleh dari data.

4. Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti terhadap informasi yang

diperoleh yang dikarenakan kekhawatiran adanya bias atau

penyimpangan. Bias atau penyimpangan dimungkinkan karena

responden kurang mengingat peristiwa yang terjadi atau adanya jarak

psikologis antara peneliti dengan yang diwawancarai. Jalan yang

terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan tersebut, biasanya

peneliti memanfaatkan pengamatan.

16

Page 17: metopel 3

5. Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi

yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin

memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan

dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan

untuk perilaku yang kompleks.

6. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak

dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa

berbicara atau mengamati orang-orang luar biasa, dan sebagainya.

Perlu ditekankan disini pengamatan dimaksudkan agar memungkinkan

pengamat melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek yang diteliti,

menangkap makna fenomena dan budaya dari pemahaman subjek. Pengamatan

memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek,

bukan apa yang dirasakan dan dihayati oleh si peneliti. Jadi interpretasi peneliti harus

berdasarkan interpretasi subjek yang diteliti. Menurut Patton (dalam Poerwandari

1998) salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah

mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil

observasi menjadi data penting karena :

a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang

diteliti akan atau terjadi.

b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada

penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati

masalah secara induktif.

c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian

sendiri kurang disadari.

d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena

berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam

wawancara.

17

Page 18: metopel 3

e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap

penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari

data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang

diteliti.

Kekurangan :

a. Banyak peristiwa peikhis tertentu yang tidak dapat diamati, misalnya harapan,

keinginan, dan masalah-masalah yang sifatnya sangat pribad, dan lain-lain.

b. Sering memerlukan waktu yang lama. sehingga membosankan, karena tingkah-

laku/gejala yang dikehendaki tidak muncul-muncul.

c. Apabila sasaran pengamatan mengetahui bahwa mereka sedang diamati,

mereka akan dengan sengaja menimbulkan kesan-kesan yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan. Jadi sifatnya dibuat-buat.

d. Sering subjektifitas dari observer tidak dapat dihindari.

Kelemahan observasi menurut

1. Observasi sangat tergantung pada individu yang melakukan observasi

Terjadi hallo effect

Tanpa pengarahan yang terperinci akan diperoleh hasil yang sangat

subjektif, dimana observer cenderung menilai seseorang dengan sikap

menggeneralisasikan penilaian (positif dan negative)misalnya jika kita

menyukai seseorang kita cenderung memberikan nilai yang positif

padanya, dan untuk seterusnya akan timbul kecenderungan

memberikan penilaian positif demikian pula sebaliknya.

18

Page 19: metopel 3

19

Page 20: metopel 3

20

Page 21: metopel 3

2.3.1.5. Alat observasi

Beberapa Alat Observasi:

Seperti telah disinggung di depan bahwa pelaksanaan observasi agar dengan

cermat memperoleh data, diperlukan beberapa alat bantu. Alat-alat tersebut antara

lain :

a. Check List

Adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa

gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan. Pengamat tinggal

memberikan tanda check (x) pada daftar tersebut yang menunjukkan adanya

gejala/ciri dari sasaran pengamatan. Check list ini dapat bersifat individual

dan juga dapat bersifat kelompok. Kelemahan check list ini adalah hanya

dapat menyajikan data yang kasar saja hanya mencatat ada atau tidaknya suatu

gejala.

21

Page 22: metopel 3

Kelemahan ceck list ini adalah hanya dapat menyajikan data kasar, sebab hanya

mencatat ada atau tidaknya suatu gejala.

b. Skala Penilaian (Rating Scale)

Skala ini berupa daftar yang berisikan ciri-ciri tingkah laku, yang

dicatat secara bertingkat. Rating scale ini dapat merupakan satu alat

pengumpulan data untuk menerangkan, menggolongkan, dan menilai

seseorang atau suatu gejala. Skala penilaian ini dapat berbentuk berbagai

macam, antara lain :

1) Bentuk kuantitas yang menggunakan score atau rangking.

Contoh: Penilaian terhadap gejala tertentu sebagai berikut:

22

Page 23: metopel 3

2. Rating scale dalam bentuk deskripsi

Contoh: penilaian terhadap kerja sama:

Kerja sama :

1 2 3 4 5

 

5= dapat/ mau bekerja sama dengan orang lain

4= kadang- kadang mau bekerja sama

3= mau bekerja sama tetapi dengan orang-orang tertentu saja,

2= tidak mau bekerja sama secara baik dengan orang lain pada bidang tertentu

1= tidak mau bekerja sama dengan orang lain sama sekaoi

 

Pengamat memberikan tanda check pada nilai (angka) sesuai dengan pendapatnya

sehubungan dengan pertanyaan- pertanyaan tersebut.

3. Rating scale dalam bentuk grafis

Contoh : bekerja mandiri (independentcy)

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Selalu minta

petunjuk

Biasanya

minta

petunjuk

Dalam hal

tertentu

perlu

petunjuk

Sewaktu-

waktu perlu

pengawas

Bekerja baik

bila

dibiarkan

sendiri

c. Daftar Riwayat Kelakuan (Anecdotal Record)

Catatan-catatan mengenai tingkah laku seseorang (observee) yang luar biasa

sifatnya atau yang khas. Catatan semacam ini kecuali dibuat oleh pengamat,

23

Page 24: metopel 3

sering pula dibuat oleh guru pemimpin organisasi, peserta, direktur

perusahaan, dan sebgaianya. Pada prinsip anecdotal record ini harus dibuat

secepat mungkin di kala peristiwa itu terjadi, dengan catatan ucapan atau

tingkah laku tertentu dari anggota suatu masyarakat.

d. Alat-alat Mekanik (Electronics)

Alat-alat ini antara lain: alat perekam, alat fotografis, film, tape recorder,

kamera televisi, dan sebagiannya. Alat-alat tersebut setiap saat dapat diputar

kembali untuk memungkinkan mengadakan analisis secara teliti.

2.3.2. Pengumpulan Data Melalui Pertanyaan

2.3.2.1. metoda wawancara

Peneliti dalam penelitian kualitatif juga bertindak sebagai instrumen. Fasilitas

yang ada pada peneliti untuk menjadi instrumen adalah sepasang mata, telinga, bibir,

dan kelisanannya (berkomunikasi). Komunikasi inilah yang dijadikan pedoman dalam

pengumpulan data kualitatif melalui wawancara. Komunikasi yang baik dalam

berwawancara adalah interaksi yang terencana, dan wawancara harus ditujukan untuk

mendapatkan informasi atau data yang diperlukan untuk mecapai tujuan (Alwasilah,

2003). Sebagai penginterviewe (pewawancara) hendaknya berupaya agar kata-kata

responden tidak berhamburan (tidak karuan bicaranya). Oleh sebab itu, sebagai

peneliti harus memahami lebih dahulu makna wawancara sebelum melakukan

pengumpulan data melalui wawancara.

Definisi wawancara menurut Moleong (2009) wawancara adalah percakapan

yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. Menurut Benney & Hughes (dalam Denzin, 2009) wawancara adalah

seni bersosialisasi, pertemuan “dua manusia yang saling berinteraksi dalam jangka

24

Page 25: metopel 3

waktu tertentu berdasarkan kesetaraan status, terlepas apakah hal tersebut benar-benar

kejadian nyata atau tidak”. Dengan demikian, wawancara dapat menjadi

alat/perangkat dan juga dapat sekaligus menjadi objek.

Menurut Sanapiah Faisal (1982), wawancara merupakan angket lisan,

maksudnya responden atau interviewee mengemukakan informasinya secara lisan

dalam hubungan tatap muka, jadi responden tidak perlu menuliskan jawabannya

secara tertulis. 5 Dari uraian dan pendapat tersebut, interview atau wawancara

merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab

secara lisan, baik langsung atau tidak langsung dengan sumber data responden

(terwawancara). Wawancara langsung yaitu ditujukan langsung kepada orang yang

diperlukan keterangan/datanya dalam penelitian. Sedangkan wawancara tidak

langsung, yaitu wawancara yang ditujukan kepada orang-orang lain yang dipandang

dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan datanya.

2.3.2.2. Macam-macam interview/wawancara

Didalam penerapannya, maka interview atau wawancara dapat

diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe wawancara. Menurut fungsinya, maka

terdapat wawancara diagnostic, wawancara penyembuhan atau perawatan, wawancara

penelitian, wawancara sample, wawancara bantuan hukum, dan seterusnya (Millan,

2001). Disamping itu, menurut Patton (Moleong, 2009) yang didasarkan atas

perencanaan pertanyaan, wawancara dibedakan antara tipe wawancara pembicaraan

informal, wawancara dengan pendekatan menggunakan petunjuk umum, dan

wawancara baku terbuka. Selanjutnya menurut data dan informasi yang diinginkan

dibedakan menjadi wawancara sejarah kehidupan, wawancara ethnografi, wawancara

postmodern, dan wawancara feminis (Pattilima, 2007). Selanjutnya Esterberg (2002,

dalam Sugiyono, 2009) membagi wawancara menjadi wawancara terstruktur,

wawancara tak terstruktur, dan wawancara semiterstruktur.

a. Wawancara terstruktur

25

Page 26: metopel 3

Tipe Wawancara ini disebut juga wawancara terkendali, yang dimaksudkan

adalah bahwa seluruh wawancara didasarkan pada suatu sistem atau daftar

pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya. Wawancara terstruktur ini mengacu pada

situasi ketika seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan kepada responden

berdasarkan kategori-kategori jawaban tertentu atau terbatas. Namun, peneliti

dapat juga menyediakan ruang bagi variasi jawaban, atau peneliti dapat juga

menggunakan metoda pertanyaan terbuka yang tidak menuntut keteraturan, hanya

saja pertanyaannya telah disiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Dalam hal ini,

peneliti sebaiknya mencatat semua jawaban-jawaban terbuka dari responden

dengan menggunakan skema kode (coding scheme) yang sudah dibuat oleh

peneliti sendiri (Moleong, 2009).

Dalam menggunakan tipe wawancara ini, peneliti perlu mengurutkan

kuesioner atau pertanyaan yang akan diajukan kepada responden (layaknya

skenario pembelajaran), sehingga dapat mengendalikan proses wawancara yang

sedang berlangsung. Ada beberapa pedoman instruksional yang penting untuk

diikuti oleh peneliti selama proses wawancara berlangsung, antara lain (Denzin,

2009):

Jangan menggunakan pemaparan atau uraian yang panjang tentang

penelitian yang berlangsung, namun gunakan penjelasan seperlunya saja.

Jangan lupa menjelaskan tujuan penelitian, dan bahasa pertanyaan yang

digunaklan serta urutan pertanyaan.

Jangan biarkan orang lain mengiterupsi proses wawancara, dan jangan

biarkan orang lain mewakili jawaban responden, atau menawarkan opini

pengganti dari pertanyaan yang seharusnya dijawab responden.

Jangan pernah menawarkan bantuan jawaban kepada responden.

Jangan pernah menyampaikan pandangan personal (sebagai peneliti) tentang

topik pertanyaan.

26

Page 27: metopel 3

Jangan pernah menafsirkan makna pertanyaan, namun yang harus dilakukan

adalah mengulangi pertanyaan, menyampaikan semua instruksi, dan

memberikan klarifikasi.

Jangan pernah melakukan improvisasi, seperti menambah kategori

pertanyaan, atau mengubah istilah-istilah dalam pertanyaan.

Pedoman di atas dipakai untuk mencapai bentuk wawancara ideal,

namun pada kenyataannya hal ini sulit terjadi, karena dalam melakukan

wawancara sering terjadi banyak kesalahan yang tidak diduga sebelumnya.

Kesalahan tersebut umumnya bersumber pada tiga hal, yaitu

Tingkah laku responden pada waktu memberikan jawaban yang tidak bisa

diatur, ada yang berusaha membuat senang peneliti, atau ada responden yang

berusaha tidak mengungkapkan informasi penting agar peneliti tidak

mengetahui informasi rahasia responden.

Model kuesioner yang digunakan, apakah wawancara tatap muka atau via

telepon, atau bahasa pertanyaan yang kadang tidak dapat dipahami oleh

responden.

Peneliti yang kurang memiliki kemampuan teknik wawancara atau peneliti

yang berusaha mengubah arah dan bahasa wawancara yang sedang

berlangsung.

Penggunaan teknik wawancara terstruktur sebenarnya bertujuan untuk

meminimalisir terjadinya kesalahan-kesalahan tersebut. Namun, peneliti yang

menggunakan teknik ini harus memahami bahwa wawancara selalu akan

berkaitan dengan konteks interaksi sosial dan sangat dipengaruhi oleh konteks

tersebut. Dalam hal ini, seorang peneliti harus menyadari kemajemukan

responden dan harus cukup fleksibel dalam membuat penilaian-penilaian yang

tepat terhadap responden selama wawancara berlangsung. Dengan demikian,

melaksanakan wawancara tidaklah mudah dilakukan sendiri apalagi bila

responden cukup banyak dan beragam. Oleh karena itu, dalam melakukan

27

Page 28: metopel 3

wawancara dengan tipe ini, peneliti dapat menggunakan beberapa

pewawancara sebagai pengumpul data.

Supaya setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama,

maka diperlukan training (pelatihan) kepada calon pewawancara. Berdasarkan

uraian di atas, dapat dikatakan bahwa ada keuntungan dari penggunaan

wawancara tipe terstruktur, adalah jarang mengadakan pendalaman

pertanyaan yang dapat mengarahkan terwawancara agar sampai berdusta.

Namun ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan pada wawancara

terstruktur, yaitu

Tidak mudah mengatur responden atau jawaban responden, karena

beragamnya karakter responden.

Tidak mudah membatasi jawaban yang diberikan oleh responden, apakah

jawaban itu menyenagkan atau jawaban itu tidak sesuai dengan yang

diharapkan peneliti, karena ada informasi yang dirahasiakan oleh responden.

Rencana pelaksanaan wawancara harus disusun sebaik mungkin

sebagaimana skenario pembelajaran, ini memerlukan teknik wawancara yang

baik dari peneliti atau pewawancara.

b. Wawancara tak terstruktur

Berdasarkan sifatnya dasarnya, wawancara tak terstruktur (unstructured

interviewe) memberikan ruang yang lebih luas dibandingkan dengan tipe-tipe

wawancara yang lain. Menurut Sugiyono (2009), wawancara tak struktur adalah

wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara

yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan

ditanyakan. Salah satu bentuk wawancara tak terstruktur adalah “catatan harian

lapangan”, seperti yang dibuata oleh Malinowski (Denzin, 2009) yang

28

Page 29: metopel 3

menunjukkan sedemikian pentingnya teknik wawancara tak terstruktur dalam

riset lapangan, dan secara tegas berbeda dengan teknik wawancara terstruktur.

Ciri dari wawancara tak struktur adalah kurang diinterupsi dan arbiter,

biasanya teknik wawancara ini digunakan untuk 9 menemukan informasi yang

bukan baku atau informasi tunggal, dengan waktu wawancara dan cara

memberikan respon jauh lebih bebas iramanya dibanding wawancara struktur

(Moleong, 2009). Dalam kebanyakan penelitian kualitatif, interviewe

(wawancara) lebih bersifat terbuka yang berarti tidak terstruktur dengan beberapa

alasan (Alwasilah, 2003):

Tujuan wawancara dalam studi kualitatif bukan untuk menuangkan gagasan

peneliti (misalnya kategori-kategori) ke dalam otak responden, melainkan justru

untuk mengakses persepsi responden. Oleh karena itu, wawancara harus terbuka.

Format wawancara terbuka didasarkan pada asumsi bahwa setiap responden

sebagai individu adalah mahluk unik yang sulit untuk digeneralisasi lewat

penyeragaman instrumen.

Peneliti kualitatif tidak berangkat dari hipotesis yang telah ditentukan tapi

senantiasa mengeksplorasi banyak hal dan situasi lewat tahapantahapan. Karena

itu, format wawancaranya harus berbeda untuk setiap kasus.

Dalam wawancara tak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data

apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti banyak mendengarkan apa yang

diceritakan oleh responden. Selanjutnya berdasarkan analisis terhadap setiap

jawaban dari responden, peneliti mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya

yang lebih terarah pada suatu tujuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

teknik wawancara tak terstruktur ini adalah teknik dimana peneliti dalam

melakukan wawancara dapat menggunakan cara yang “berputar-putar kemdian

menukik” untuk mencapai suatu tujuan riset. Oleh sebab itu, dalam wawancara

tak terstruktur pelaksanaan tanya-jawab mengalir seperti dalam percakapan

sehari-hari, dan pewawancara harus mampu memahami bahasa dan budaya

responden, pewawancara harus dapat mencitrakan diri, dan yang paling penting

29

Page 30: metopel 3

adalah pewawancara harus mendapatkan kepercayaan dari responden.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa ada keuntungan dari

penggunaan wawancara tipe tak terstruktur, yaitu:

Wawancara tipe ini mendekati keadaan yang sebenarnya dan didasarkan pada

spontanitas yang diwawancarai.

Lebih mudah untuk mengidentifikasi masalah yang diajukan oleh pewawancara

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih mudah dimengerti oleh responden,

meskipun responden itu terdiri dari beberapa kelompok yang heterogen.

Lebih banyak kemungkinan, untuk menjelajahi pelbagai aspek dari masalah

yang diajukan. Adapun kelemahan-kelemahannya, adalah sebagai berikut :

Sukar sekali untuk memperbandingkan hasil satu wawancara dengan hasil

wawancara yang lainnya.

Informasi atau data yang diperoleh seringkali bias, dan seringkali terjadi

tumpang tindih di dalam pengumpulan data.

Sukar untuk mengolah data dan mengadakan klasifikasi, sehingga peneliti harus

menyediakan waktu dan tenaga yang cukup banyak.

Waktu pelaksanaan wawancara bisa berlangsung lama dan sering dilanjutkan

pada kesempatan berikutnya, sehingga kadang-kadang terjadi bahwa responden

atau pewawancara sudah mengajari semua apa yang diketahuinya. Oleh sebab itu,

situasi semacam ini harus disadari oleh pewawancara sehingga dapat meluruskan

kembali pertanyaan atau pembicaraan ke arah tujuan wawancara.

c. Wawancara kelompok

Disamping tiga tipe di atas, wawancara juga dibedakan menjadi wawancara

individual dan wawancara kelompok. Wawancara individual adalah wawancara

yang dilakukan dengan memberikan sederatan pertanyaan sistematis kepada

individu responden. Sedangkan wawancara kelompok adalah wawancara dengan

sederetan pertanyaan sistematis kepada beberapa individu atau kelompok secara

serentak, baik dalam setting formal maupun informal.

30

Page 31: metopel 3

Wawancara kelompok ini nampaknya lebih baik ketimbang wawancara secara

individual, karena teknik wawancara kelompok akan menghasilkan perspektif

tentang objek penelitian yang tidak dapat dicapai hanya dengan teknik wawancara

individual (Denzin, 2009). Wawancara kelompok pada prinsipnya adalah teknik

pengumpulan data kualitatif yang menuntut seorang peneliti mampu mengarahkan

proses interaksi yang sedang berlangsung, baik berbasis pada aturan ketat

terstruktur atau pada aturan longgar tak terstruktur bergantung pada tujuan

wawancara dari peneliti itu sendiri. Tabel berikut memberikan gambaran tentang

tipe beberapa wawancara kelompok dan aspek-aspeknya.

Dalam menggunakan teknik wawancara kelompok, peneliti harus memiliki

kecakapan dan keahlian dalam melaksanakan wawancara, yaitu pewawancara harus

fleksibel, objektif, empatik, persuasif, menjadi pendengar yang baik, dan lain-lain.

Selain itu beberapa kecakapan dan keahlian yang juga sangat diperlukan oleh

pewawancara dalam menggunakan teknik wawancara kelompok ini, antara lain

(Denzin, 2009):

Pewawancara harus mampu mengontrol masing-masing individu atau koalisi

tertentu yang mengarah pada dominasi kelompok.

Pewawancara harus mampu mendorong esponden yang tidak disiplin untuk

berpartisipasi secara aktif.

31

Page 32: metopel 3

Pewawancara harus memperoleh jawaban dari setiap individu untuk memastikan

ketercakupan topik wawancara secara menyeluruh.

Pewawancara harus mampu menyeimbangkan perannya sebagai fasilitator dan

sebagai mediator yang menyangkut pengelolaan dinamika kelompok yang sedang

diteliti.

Adapun kelebihan dari teknik wawancara kelompok adalah informasi atau

yang diproleh bersifat terjangkau, kaya data, fleksibel, lebih menarik, anggota dalam

kelompok saling melengkapi, komulatif dan elaboratif, serta hasilnya melebihi hasil

dari wawancara individu. Meskipun demikian, teknik ini juga memiliki kelemahan

antara lain:

Budaya kelompok dapat dipengaruhi oleh ekspresi individu.

Kelompok bisa saja didominasi oleh perorangan.

Format kelompok dapat menyulitkan penelitian berbasis ide kelompok sebagai

tujuan utama.

Peneliti atau pewawancara memerlukan keahlian dan kecakapan yang lebih banyak

karena dinamika kelompok yang tidak dapat diprediksi secara pasti.

2.3.2.3. Bentuk-bentuk Pertanyaan

Hasil suatu wawancara sangat tergantung kepada cara pewawancara dalam

mengajukan pertanyaan kepada responden yang diwawancarai. Isi dan maksud dari

sebuah pertanyaan dapat menjadi beragam disebabkan adanya perbedaan dari tujuan

dan permasalahan penelitian, kerangka teoritis, dan juga pemilihan peserta pemilihan.

Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Millan, 2001):

Pertanyaan hendaknya dengan kalimat pendek dan tegas

Rumuskan pertanyaan secara netral, jangan memancing ke arah jawaban tertentu.

Hindarkan pertanyaan yang bersifat intimidasi.

Mulailah dengan pertanyaan yang menyenangkan.

32

Page 33: metopel 3

Pertanyaan yang memang dianggap perlu untuk diseragamkan, dapat dibacakan

seperti membaca sebuah teks secara wajar.

Setelah pertanyaan dijawab, jawaban segera dicatat.

Menurut Patton (Millan, 2001; Alwasilah, 2003; Moleong, 2009, dan

Sugiyono, 2009), ada enam jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan

oleh pewawancara akan terkait dengan salah satu dari pertanyaan lainnya . Keenam

jenis pertayaan tersebut adalah:

1) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku. Pertanyaan ini

berkaitan dengan apa yang dibuat dan telah diperbuat oleh seseorang yang ditujukan

untuk mendeskripsikan pengalaman, perilaku, tindakan, dan kegiatan yang dapat

diamati pada waktu kehadiran pewawancara. Contohnya : Jika anda termasuk peserta

sertifikasi guru tetapi masa kerja anda masih sedikit, apakah yang anda lakukan?

2) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai Pertanyaan jenis ini

ditujukan untuk memahami proses kognitif dan interpretative dari subjek yang

menceritakan tujuan, keinginan, harapan, dan nilai, sedangkan jawabannya

memberikan gambaran tentang apa yang dipikirkan tentang dunia atau tentang suatu

program khusus. Contohnya : Apakah pendapat anda tentang sertifikasi guru?

3) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan. Pertanyaan yang ditujukan untuk

dapat memahami respons emosional seseorang sehubungan dengan pengalaman dan

pemikirannya. Contohnya: Apakah anda senang dengan adanya sertifikasi guru ?

4) Pertanyaan tentang pengetahuan Pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh

pengetahuan faktual yang dimiliki responden dengan asumsi bahwa suatu hal

dipandang dapat diketahui bukan pendapat atau perasaan, atau merupakan hal-hal

yang diketahui seseorang, melainkan fakta dari kasus itu. Contohnya: Siapakah yang

termasuk peserta sertifikasi guru?

5) Pertanyaan yang berkaitan tentang indera. Pertanyaan yang berkaitan dengan apa

yang dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan dicium yang memberikan kesempatan

kepada pewawancara untuk memasuki perangkat indera responden. Contohnya: Jika

anda membuka portofolio sertifikasi milik peserta lain, apa yang anda lihat ?

33

Page 34: metopel 3

6) Pertanyaan yang berkaitan tentang latar belakang atau demografi. Pertanyaan yang

berusaha menemukan ciri-ciri pribadi orang yang diwawancarai yang jawabannya

dapat membantu pewawancara menemukan hubungan responden dengan orang lain.

Contohnya : Mengapa anda termasuk peserta sertifikasi ?

2.3.2.4. Menata Urutan Pertanyaan

Teknik yang tepat untuk menjamin baik atau buruknya sebuah pertanyaan

kualitatif dapat dilakukan dengan kritik-kritik yang diberikan oleh pewawancara yang

telah berpengalaman terhadap naskah wawancara, pengujian petunjuk-petunjuk

wawancara, dan juga revisi atau perbaikan awal dari sebuah pertanyaan untuk

mencapai hasil akhir penyusunan kalimat yang memuaskan (Millan, 2001). Oleh

sebab itu, atas saran atau masukan dari pewawancara atau pakar yang sangat

berpengalaman dalam wawancara, maka pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun

agar ditata ulang berdasarkan urutan pertanyaan mulai dari yang 15 paling sederhana

menuju pertanyaan yang menukik ke arah tujuan penelitian.

Dalam hal ini Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2009), membagi ada tiga

cara dalam menata urutan pertanyaan, yaitu

a) Bentuk cerobong Pada bentuk ini, pertanyaan-pertanyaan dimulai dari segi yang

umum mengarah kepada yang khusus. Contoh:

Menurut saudara, bagaimana hubungan Negara kita dengan Negara-negara Asia

lainnya ?

Bagaimana pula pendapat anda tentang hubungan Negara kita dengan RRC ?

Ada yang berpendapat bahwa kita seharusnya lebih aktif memperbaiki hubungan

itu, yang lainnya berpendapat bahwa biar RRC saja yang mencari kita. Bagaimana

pendapat anda mengenai hal itu ?

b) Kebalikan bentuk cerobong

Pada bentuk ini, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dimulai dengan

pertanyaan yang khusus terlebih dahulu, kemudian makin ke umum.

Contoh:

34

Page 35: metopel 3

Apa yang sebenarnya terjadi antara teman anda, Ali dan Jono?

Apakah perselisihan mereka telah lama berlangsung? Sudah berapa lamakah hal

itu terjadi?

Apakah mereka mempunyai persoalan yang sama dengan teman-temannya yang

lain?

c) Rencana kuintamensional

Cara ini dengan memfokuskan pertanyaan dari dimensi kesadaran deskriptif menuju

dimensi-dimensi afektif, perilaku, perasaan, atau sikap. Jadi pertanyaan-pertanyaan

harus memenuhi criteria-kriteria sebagai berikut :

Hendaknya dimulai dengan sesuatu menentukan kesadaran, misalnya: “Apakah

Anda menyaksikan pertengkaran yang terjadi antara Ali dan Jono di halaman

sekolah?”.

Harus berupa pertanyaan terbuka yang berkaitan dengan perasaan umum, misalnya:

“Apakah pertengkaran mereka tampaknya menyebabkan perasaan kasihan pada

teman-teman lainnya?”.

Harus memfokus pada bagian-bagian khusus tentang suatu isu, misalnya: “Apakah

anda benar-benar tahu tentang perkelaian itu? Dapatkah anda menceritakan asal

mulanya?”.

Harus dimulai dengan pertanyaan mengapa. Misalnya “Apakah perselisihan mereka

sudah lama terjadi? Ataukah pertengkaran mereka baru dimulai? Apakah anda

mengetahui mengapa pertengkaran itu pada waktu pertama kali terjadi?”.

Peawawancara harus menanyakan intensitasnya, artinya mendalami intensitas dari

akibatnya di sekitar peristiwa itu. Misalnya: “Sebagai ketua kelas, bagaimana

perasaan anda, apakah pertengkaran mereka akan berakibat pada anda dan pada

hubungan mereka dengan teman-teman sekelas lainnya” Berdasarkan uraian di atas,

maka dapat dikatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara merupakan

hasil evolusi dari pertanyaan penelitian menjadi pertanyaan interviewe yang siap

digunakan untuk wawancara. Evolusi tersebut dapat digambarkan dengan diagram

berikut (Alwasilah, 2003, halaman 193):

35

Page 36: metopel 3

2.3.2.5. Perencanaan Wawancara

Untuk menghasilkan informasi atau data yang cukup akurat, maka dalam

melaksanakan wawancara, pewawancara sebaiknya hanya mengajukan pertanyaan

yang relevan dan seperlunya saja, jangan menggunakan pertanyaan yang

menghambur dan tidak jelas. Oleh sebab itu, pertanyaan yang disusun harus tetap

berpegang pada hal-hal berikut ini (Alwasilah, 2003):

Topik yang pasti

Pertanyaan sesuai topik

Pertanyaan yang tuntas

Responden yang tepat

Pengaturan waktu wawancara yang baik

Transaksi wawancara sesegera mungkin.

36

Page 37: metopel 3

Agar wawancara dapat menghasilkan informasi atau data yang baik, perlu

juga diperhatikan langkah-langkah yang dapat mempertinggi hasil pengumpulan data

yaitu:

Menetapkan sampel yang akan di wawancarai

Menyusun pedoman wawancara

Mencobakan wawancara (try out)

Berhubungan dengan terwawancara (orang yang diinterview)

Perencanaan yang diuraikan disini menitikberatkan wawancara tak terstruktur

karena untuk wawancara terstruktur sudah cukup dengan petunjuk yang tersedia.

Menurut Moleong (2009), persiapan wawancara tak terstruktur dapat diselenggarakan

menurut tahap-tahap sebagai berikut :

a) Menemui siapa yang akan diwawancarai.

b) Mencari tahu bagaimana cara yang sebaiknya untuk mengadakan kontak

dengan responden.

c) Mengadakan persiapan yang matang untuk pelaksanaan wawancara.

Di samping hal-hal di atas, efektivitas dari sebuah wawancara sangatlah

ditentukan oleh penekanan yang efisien dari sebuah topik dan juga rangkaian

pertanyaan-pertanyaan yang dibuat. Petunjuk untuk membuat wawancara lebih efektif

adalah (Millan, 2001):

1) Penekanan dalam wawancara. Untuk pertanyaan yang begitu luas sebaiknya

disusun lebih spesifik dan ini perlu ditekankan. Peneliti atau pewawancara harus

berbicara lebih sedikit daripada responden. Isyarat yang dibutuhkan oleh responden

biasanya dikurangi menjadi beberapa kata singkat selama wawancara.

2) Penyampaian tujuan dan fokus dari peneliti. Penyampaian tujuan penelitian

biasanya dibuat dan disampaikan pada permulaan wawancara. Informasi yang

diberikan adalah penekanan betapa pentingnya data yang akan dikumpulkan, alasan

mengapa datadata tersebut menjadi sesuatu yang penting, dan juga keinginan

37

Page 38: metopel 3

pewawancara untuk mengemukakan tujuan wawancara sebagai penghormatan kepada

para peserta wawancara.

3) Variasi urutan pertanyaan. Biasanya sebuah pertanyaan dikelompokkan

berdasarkan topik, namun dalam beberapa hal, susunan pertanyaan yang ada pada

naskah wawancara dapat dikesampingkan, karena responden (peserta 19 wawancara)

telah memaparkan pengalamannya secara terperinci (dapat merupakan catatan

lapangan).

4) Pertanyaan demografi. Pengumpulan data dalam pertanyaan demografi, biasanya

dilakukan pada permulaan wawancara untuk membentuk hubungan dan pehatian agar

lebih terfokus.

5) Pertanyaan kompleks, kontroversial, dan sulit. Perlu diperhatikan agar pertanyaan-

pertanyaan yang kompleks, kontroversila, dan sulit, untuk ditunda dan diletakkan

ditengah atau di akhir wawancara pada saat atau setelah responden terlihat tertarik

dengan proses wawancara yang berlangsung. Oleh sebab itu, wawancara hendaknya

dimulai dari pertanyaan yang bersifat deskriptif, terbaru, dan kemudian bergerak ke

pertanyaan yang membutuhkan pemahaman dan penjelasan yang lebih kompleks.

2.3.2.6. Pelaksanaan dan Kegiatan Sesudah Wawancara

a. Pelaksanaan wawancara Menurut Creswell (1998, halaman 123 – 124), bahwa

wawancara merupakan proses yang mengikuti prosedur dengan serangkaian

langkahlangkah sebagai beikut:

Mengidentifikasi responden yang diwawancarai dengan sampel yang diambil

secara purposif sampling.

Menentukan jenis wawancara yang dapat menghasilkan informasi yang sangat

bermanfaat dalam menjawab pertanyaan penelitian.

Dalam melakukan wawancara satu-satu atau fokus pada kelompok, sebaiknya

menggunakan prosedur pencatatan yang memadai, seperti mikrofon kerah

untuk pewawancara dan responden atau mike yang cukup peka terhadap

akustik ruangan.

38

Page 39: metopel 3

Menggunakan bentuk desain protokol wawancara, yaitu desain pedoman

wawancara dengan panjang sekitar 4 sampai 5 halaman yang 20 berisi 5

pertanyaan open-ended, dan menyediakan tempat (ruang) untuk mencatat

tanggapan terhadap komentar-komentar responden.

Menentukan tempat untuk melaksanakan wawancara.

Pada saat akan melakukan wawancara, harus mendapat persetujuan dahulu

dari orang yang akan diwawancarai untuk berpartisipasi dalam penelitian.

Selama wawancara, pertanyaan-pertanyaan harus dikuasai oleh pewawancara,

bila pertanyaan-pertanyaan telah selesai dijawab dalam waktu tertentu, dengan

hormat dan sopan, pewawancara menawarkan beberapa pertanyaan lanjutan

atau memberikan beberapa saran.

Pelaksanaan wawancara menyangkut pewawancara dengan responden yang

diwawancarai. Keduanya akan selalu berhubungan dalam mengadakan percakapan,

dan pewawancaralah yang berkepentingan sedangkan responden yang diwawancarai

hanya bersifat membantu. Oleh karena itu, pewawancara hendaknya mengikuti tata

aturan dan kesopanan yang dianut oleh responden yang diwawancarai sebagai berikut

(Moleong, 2009) :

a) Pewawancara berpakaian sepantasnya.

b) Pewawancara senantiasa menepati janji, terutama janji waktu

c) Pewawancara memperkenalkan diri terlebih dahulu.

d) Lingkungan tempat wawancara nyaman dan menyenangkan

e) Pewawancara bertindak sebagai seorang yang netral

f) Pewawancara mengembangkan kemampuan mendengan yang baik, akurat

dan tepat agar apa yang didengarnya secara tepat dapat dimanfaatkan sebagai

informasi yang menunjang pemecahan masalah penelitian.

Menurut Dexter (Alwasilah, 2003), hubungan baik antara pewawancara

dengan responden ditentukan oleh 3 (tiga) hal, yaitu:

Kepribadian dan keterampilan pewawancara.

39

Page 40: metopel 3

Sikap dan orientasi yang diwawacarai.

Definisi kedua orang tersebut tentang situasi.

Meskipun dari uraian di atas, nampak bahwa tidak semua orang terampil,

suka, atau mau melakukan wawancara. Namun, sebagai peneliti kualitatif sudah

seharusnya belajar bagaimana melakukan wawancara. Atribut yang harus disandang

oleh pewawancara atau peneliti dalam hal ini adalah bahwa pewawancara adalah

orang baik, penuh antisipasi, naif (naive), analitis, paradoks, tidak reaktif, direktif

atau terapetik, dan sabar dalam mengejar data atau informasi (Alwasilah, 2003).

2.3.2.7. Strategi dan taktik berwawancara

Sifat hubungan pribadi antara pewawancara dengan responden menuntut

keahlian dan kepekaan yang lebih tepat disebut seni. Seorang pewawancara atau

peneliti kualitatif harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan responden

untuk mendapatkan data yang akurat dan data yang sebenarnya. Untuk itu

pewawancara harus memiliki sekurangkurangnya 5 (lima) keahlian atau keterampilan

dalam menjalin komunikasi dengan responden, yaitu: akses lokasi dengan responden,

memahami bahasa dan budaya responden, bagaimana mencitrakan diri terhadap

responden, bagaimana menemukan informan, bagaimana meraih kepercayaan

responden (Denzin, 2009). Diantara kelima keterampilan tersebut, yang paling rawan

adalah menanamkan kepercayaan dan menjalin kerjasama dengan responden

(Moleong, 2009). Berbicara dengan cara yang bersahabat mengenai hal-hal yang

menarik responden, akan menumbuhkan rasa hormat responden kepada

pewawancara.

2.3.2.8. Pencatatan data wawancara

Pencatatan data itu perlu dilakukan dengan cara yang sebaik dan setepat

mungkin. Ada pencatatan data yang dilakukan melalui taperecorder, kamera, dan ada

pula yang dilakukan melalui pencatatan pewawancara sendiri melalui buku catatan

(Sugiyono, 2009). Dari berbagai sumber data, perlu dicatat mana data yang dianggap

40

Page 41: metopel 3

penting, dan mana data yang tidak penting, selanjutnya data yang sama

dikelompokkan. Hubungan satu data dengan data yang lain perlu dikonstruksikan,

sehingga menghasilkan pola dan makna tertentu. Data yang masih diragukan perlu

ditanyakan kembali kepada sumber data lama atau yang baru agar memperoleh

ketuntasan dan kepastian.

2.3.2.9. Kegiatan sesudah wawancara

Setelah kegiatan wawancara, pencatatan selama wawancara, dan membuat

transkrip dari kaset rekaman (jika digunakan tape recorder) telah selesai dilakukan,

maka data-data atau informasi-informasi yang telah dikumpulkan tersebut perlu

dilakukan pengeditan untuk menghindari kesalahan pengetikan sebelum dicetak

menjadi hasil akhir. Bentuk terakhir dari naskah hasil wawancara berisikan data-data

akurat dan penafsiran pewawancara atau peneliti mengenai berbagai komunikasi non-

verbal yang dapat digunakan untuk memperluas wawasan dan makna dari topik

penelitian yang dilakukan (Millan, 2001). Oleh sebab itu, kegiatan sesudah

wawancara dapat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut (Moleong, 2009):

Memeriksa apakah tape-recorder berfungsi dengan baik atau tidak.

Membuat catatan lapangan secara lengkap tentang tempat wawancara, siapa yang

menjadi terwawancara, bagaimana reaksinya, bagaimana peranan pewawancara itu

sendiri dan hal-hal apa yang dapat dicatat untuk memperkaya wawancara.

Memeriksa seluruh informasi yang diperlukan dalam wawancara.

Mengorganisasi dan mensistematisasi data agar siap dijadikan bahan analisis.

2.3.2.9. Kelebihan dan Kelemahan Interview / Wawancara

41

Page 42: metopel 3

Didalam mempergunakan wawancara sebagai salah satu alat pengumpulan

data, sudah tentu ada kebaikan dan kelemahannya. Kelebihan interview sebagai

teknik pengumpulan data didalam penelitian, adalah antara lain (Black, J.A., 1976):

a) Interview merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan keadaan

pribadi subyek wawancara.

b) Dapat dilaksanakan terhadap setiap tingkatan umur.

c) Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi.

d) Wawancara memungkinkan peneliti, untuk memperoleh dan mengumpulkan data

dalam jangka waktu yang lebih cepat, apabila dibandingkan dengan penggunaan alat-

alat pengumpulan data lainnya

e) Wawancara memberikan jaminan kepada peneliti, bahwa pertanyaanpertanyaan

yang diajukan kepada responden, mendapatkan jawaban yang dikehendaki oleh

peneliti. Setidak-tidaknya jawaban yang diperoleh merupakan data yang proporsional

dengan tujuan penelitian.

f) Penggunaan wawancara, memungkinkan peneliti untuk bersikap tidak terlampau

kaku atau ketat (jadi, dapat berlaku lebih luwes)

g) Peneliti lebih banyak dapat menerapkan pengawasan dan pengendalian terhadap

situasi yang dihadapi, didalam penerapan wawancara.

h) Data yang diberikan oleh responden, secara langsung dapat diperiksa

kebenarannnya, melalui tingkah laku non verbal dari responden. Disamping

keuntungan-keuntungan tersebut diatas, maka penggunaan wawancara juga

mempunya kelemahan-kelemahan. Adapun kelemahan-kelemahannya adalah (Black,

J.A., 1976):

a) Tidak efisiennya waktu dan tenaga karena sulit diprediksi berapa lama dan berapa

kali wawancara akan dilakukan dengan responden.

b) Sangat tergantung kepada kesediaan, kemampuan dan keadaan. Sementara dari

fihak subyek, wawancara sangat menghambat ketelitian hasilnya.

c) Didalam wawancara adakalanya timbul masalah, apakah jawaban atau keterangan

yang diberikan oleh responden dapat dipercayai atau tidak. Dengan demikian peneliti

42

Page 43: metopel 3

harus sudah harus siap terlebih dahulu, untuk dapat mengetahui sampai seberapa jauh

keterangan-keterangan yang diberikan oleh responden akan dapat dipercaya.

d) Tidak jarang bahwa pewawancara mengalami keadaan-keadaan yang kurang

menyenangkan, yang mengakibatkan terjadinya kekeliruan didalam pengumpulan

serta pencatatan data penelitian.

e) Didalam penelitian tidak jarang dipergunakan beberapa orang pewawancara, untuk

melaksanakan wawancara.

f) Situasi wawancara kadang-kadang tidak dapat dipertahankan; artinya mungkin

repport menjadi terganggu karena faktor pribadi pewawancara atau responden, sifat

pertanyaan, atau mungkin karena pengaruh dari luar yang tiba-tiba muncul pada saat

wawancara sedang berlangsung

2.3.3. metode Angket

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak

langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrument

pengumpul datanya juga disebut dengan angket yang berisi sejumlah pertanyaan atau

pernyataan tertulis yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Angket adalah

suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan yang diajukan pada

responden untuk mendapat jawaban. Angket adalah suatu daftar atau kumpulan

pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis juga ( WS. Winkel, 1987).

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan

komunikasi dengan sumber data ( I. Djumhur, 1985 ).

Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang tida

memerlukan kedatangan langsung dari sumber data ( Dewa Ktut Sukardi, 1983 ).

Kuesioner adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan yang harus dijawab atau

dikerjakan oleh orang/anak yang ingin diselidiki atau responden ( Bimo Walgito,

1987). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian angket adalah

suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan tertulis yang diajukan

kepada subyek untuk mendapatkan jawaban secara tertulis juga.

43

Page 44: metopel 3

2.3.3.1. Prinsip Penulisan Angket

Isi dan Tujuan Pertanyaan

Maksudnya adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk

pengukuran atau bukan. Jika berbentuk pengukuran, maka dalam membuat

pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus disusun dalam skala pengukuran

dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang diteliti.

Bahasa yang digunakan

Bahasa yang digunakan dalam angket harus disesuaikan dengan kemampuan

berbahasa responden (memerhatikan jenjang pendidikan keadaan sosial budaya

dari responden).

Tipe dan Bentuk Pertanyaan

Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka (pertanyaan yang mengharapkan

responden untuk menuliskan jawabannya dalam bentuk uraian) atau tertutup

(pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden

untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan) dan dapat pula

menggunakan kalimat positif ataupun negatif.

Pertanyaan tidak mendua (double barreled), contohnya “Bagaimana

pendapat anda mengenai kualitas dan relevansi pendidikan saat ini?”

Tidak menanyakan yang sudah lupa, misalnya “Bagaimana kualitas

pendidikan sekarang bila dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu?”

Pertanyaan tidak menggiring, maksudnya pertanyaan dalam angket tidak

menggiring/ mengarahkan ke jawaban yang baik atau yang buruk saja.

Misalnya “Bagaimanakah prestasi belajar anda selama di sekolah yang

dulu?”

Panjang pertanyaan, pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang,

sehingga akan membuat responden jenuh dalam mengisi

Urutan Pertanyaan. Urutan pertanyaan dalam angket dimulai dari yang umum

menuju ke hal yang spesifik atua dari hal yang mudah menuju ke hal yang

44

Page 45: metopel 3

sulit. Hal ini perlu diperhatikan karena secara psikologis dapat memengaruhi

semangat responden, jika pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit

maka responden akan merasa malas untuk mengisi angket yang telah meraka

terima.

Prinsip Pengukuran. Angket yang diberikan kepada responden merupakan

instrument penelitian yang digunakan untuk mengukur variable yang akan

diteliti. Oleh karena itu, angket terebut harus dapat digunakan untuk

mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variable yang diukur, maka

sebelum instrument angket tersebut diberikan kepada responden, sebaiknya

diuji dulu validitas dan reabilitasnya.

Penampilan Fisik Angket. Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul

data akan memengaruhi responden dalam mengisi angket. Angket yang dibuat

dikertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik dari responden.

2.3.3.2. Struktur Batang Tubuh Angket

1. Judul angket

2. Pengantar yang berisi tujuan dan petunjuk pengisian.

3. Item-item pertanyaan, bisa juga opini atau pendapat, fakta.

Pengisian identitas dalam angket tergantung tujuannya, karena kadang-kadang

indentitas tidak diperlukan. Misalnya angket yang bertujuan atau menginginkan

opini atau pendapat umum.

2.3.3.3. Bentuk-bentuk Pertanyaan dalam Angket.

1. Pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang telah mendapat pengarahan dari

penyusun angket. Responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang telah disediakan

dalam kuesioner itu. Jadi jawabannya telah terikat, responden tidak dapat

memberikan jawabannya secara bebas.

2. Pertanyaan terbuka yaitu menghendaki jawaban responden sebebas-bebasnya

dengan uraian yang lengkap

45

Page 46: metopel 3

3. Daftar cek. Contohnya : Tulislah tanda cek ( V ) di bawah lajur ya, apabila

pertanyaan yang bersangkutan sesuai dengan pendapat saudara dan tulislah tanda itu

di bawah lajur tidak, apabila pertanyaan itu tidak sesuai dengan pendapat saudara.

4. Pilihan Salah Benar

Contoh : Lingkarilah huruf B apabila menurut pendapat anda pernyataan yang

bersangkutan itu benar, dan lingkarilah huruf S, apabila menurut pendapat anda

pernyataan itu salah.

a. B - S Anak saya banyak mempunyai teman bermain.

b. B - S Anak saya mempunyai kamar belajar sendiri.

c. B - S Anak saya mudah tersinggung perasaannya.

5. Skala

Contoh : Berilah tanda cek ( V ) pada kolom yang sesuai dengan pendapat anda

2.3.3.4. Jenis-jenis Angket atau Kuesioner

1. Jenis angket berdasarkan cara responden menjawab, diantaranya :

46

Page 47: metopel 3

a. Angket tidak berstruktur (terbuka) ialah angket yang disajikan dalam bentuk

sederhana sehingga responden dapat memberikan jawaban bebas sesuai

dengan kehendak dan keadaannya. Jawaban bebas disini maksudnya adalah

uraian berupa pendapat, hasil pemikiran, tanggapan, dan lain-lain mengenai

segala sesuatu yang dipertanyakan setiap item pada angket. Contoh

pertanyaan angket terbuka “Bagaimana pendapat anda mengenai kenaikan

standar nilai UN?”

b. Angket berstruktur (tertutup) ialah jenis angket yang setelah rumusan

pertanyaannya disediakan pula alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh

responden. Angket berstruktur dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :

Angket berstruktur dengan pertanyaan tertutup ialah angket yang telah

menyediakan alternatif jawaban yang harus dipilih responden tanpa

kemungkinan jawaban lain. Contohnya “Bagaimana pendapat kalian terhadap

pembelajaran yang telah berlangsung tadi?”

a. sangat baik b. baik c. cukup d. kurang e. sangat kurang

Angket berstruktur dengan pertanyaan terbuka merupakan jenis pertanyaan

angket yang juga termasuk kedalam angket tertutup, maksudnya alternatif

jawabannya berbentuk pilihan ganda tetapi peneliti berasumsi dari jawaban

yang telah disediakan untuk setiap pertanyaan mungkin tidak ada jawaban

yang sesuai atau tepat, sehingga responden perlu diberi kesempatan untuk

menyampaikan jawaban lain yang lebih tepat.

Contoh : Pembelajaran yang bagaimanakah yang kalian sukai?

a. Pembelajaran yang menyenangkan

b. Pembelajaran yang humoris

c. Pembelajaran yang santai

d. Pembelajaran yang komunikatif

Angket berstruktur dengan jawaban singkat (short answer item), angket jenis

ini merupakan gabungan atau kombinasi antara angket tidak berstruktur

47

Page 48: metopel 3

dengan angket berstruktur. Contoh “Bagaimana pendapat kalian tentang

penjelasan materi yang disampaikan oleh guru?

4. Jenis angket berdasarkan bentuknya, antara lain :

Angket pilihan ganda (sama dengan angket tertutup)

Angket isian, seperti angket tercheck list/ daftar cek, sehingga responden

tinggal membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai.

3. Dilihat dari cara memberikannya, angket dapat dibedakan:

a. Angket langsung, yaitu bila angket itu langsung diberikan kepada responden

yang ingin diselidiki . Jawaban diperoleh dari sumber pertama tanpa

menggunakan perantara.

b. Angket tidak langsung, yaitu bila angket itu disampaiakan kepada orang lain

ang diminta pendapat tentang pendapat atau keadaan orang lain. Jawaban angket

itu diperoleh dengan melalui perantara, sehingga jawabannya tidak dari sumber

pertama.

4. Berdasarkan sifat jawaban yang diharapkan, angket dapat dibagi menjadi:

a. Angket tertutup

Pada angket jenis ini, pertanyaan dan jawaban-jawabannya disusun oleh

peneliti. Responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang disediakan yang

sesuai dengan pendiriannya.Jenis angket ini biasanya digunakan apabila peneliti

telah dapat mengantisipasi atau memprediksi jawaban-jawaban yang akan

diberikan oleh responden. Banyak jawaban- jawaban yang dapat dapat

dikatagorisasikan oleh peneliti, misalnya jenis kelamin, usia, agama, silsilah

keluarga, dan sebagainya. Jawaban tersebut dapat dalam bentuk pilihan ganda

tunggal, check list, atau skala bertingkat (rating-scale), seperti: sangat setuju -

setuju - kurang setuju - tidak setuju- sangat tidak setuju. Sebagai contoh:

48

Page 49: metopel 3

a) Dalam proses belajar mengajar, apakah guru selalu memberikan kesempatan

bertanya kepada siswa? ya – tidak.

b) Metode mengajar yang digunakan guru dalam menyampaikan materi adalah:

a.ceramah b.diskusi c.tanya jawab d.ekspositori e.demonstrasi

Pada pertanyaan ini, responden dimungkinkan menjawab lebih dari satu pilihan.

Hal tersebut dapat diartikan bahwa guru dalam menyampaikan materi pelajaran

senantiasa menggunakan metode yang bervariasi.

c) Metode mengajar yang digunakan oleh guru sebaiknya bervariasi

a. sangat setuju

b. setuju

c. kurang setuju

d. tidak setuju

e. sangat tidak setuju

Keuntungan dari angket tertutup di antaranya: responden dimudahkan dalam

menjawab pertanyaan, lebih besar kemungkinannya angket tersebut akan diisi oleh

responden, hasilnya mudah diolah. Namun kelemahan dari angket tersebut adalah,

tidak ada kesempatan bagi responden untuk menjawab di luar dari jawaban yang

tersedia, sehingga ada kemungkinan responden mengisi asal-asalan apabila jawaban

yang diharapkannya tidak tercantum dalam pilihan.

b.Angket terbuka

Pada angket jenis ini, peneliti mengharapkan informasi yang cukup banyak

dari responden, bahkan jawaban yang diberikan responden mungkin saja belum

diketahui oleh peneliti. Selain itu jenis angket ini biasanya digunakan apabila

jawaban responden diperkirakan tidak akan dapat diantisipasi oleh peneliti karena

sulit dimasukkan kedalam katagori tertentu. Oleh karena itu pertanyaan yang disusun

oleh peneliti hendaknya betul- betul dapat menggali informasi dari responden sesuai

49

Page 50: metopel 3

dengan keperluan peneliti. Sebagai contoh: “Berikan penjelasan mengapa Anda

menyukai pendekatan lingkungan dalam proses belajar mengajar”?

Keuntungan dari angket terbuka di antaranya: Besar kemungkinan

terungkapnya hal-hal yang sebelumnya tidak terantisipasi oleh peneliti sehingga

dapat menambah wawasan peneliti. Namun kelemahan utama dari angket tersebut

adalah, kesulitan dalam mengolah data yang dihasilkan karena jawaban yang

diperoleh sangat bervariasi. Selain waktu yang diperlukan lebih banyak

dibandingkan dengan angket tertutup, juga tidak semua responden mampu

mengemukakan pemikirannya dalam bentuk tulisan sehingga ada kemungkinan

jawaban yang disampaikan kurang sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.

c.Kombinasi antara angket tertutup dan angket terbuka

Apabila peneliti mengharapkan informasi tambahan dari responden tentang

sesuatu yang mungkin belum diketahuinya padahal hal tersebut mungkin saja terjadi

di lapangan, maka peniliti dapat menggunakan kombinasi antara angket tertutup dan

angket terbuka. Jenis angket ini memberikan kesempatan kepada responden untuk

memberikan alternatif jawaban di luar jawaban yang telah disediakan. Sebagai

5. Berdasarkan pengadministrasiannya, angket dapat pula dibedakan menjadi:

1) Angket yang dikirimkan melalui pos

50

Page 51: metopel 3

2). Angket melalui telepon

51

Page 52: metopel 3

3) Angket yang diisi dihadapan kelompok

2.3.3.5. Hal -hal yang Harus Diperhatikan dalam Angket.

1. Angket dipergunakan dalam keadaan atau situasi yang setepat-tepatnya. Misalnya

bila kekurangan waktu, sasaran banyak/luas maka dalam situasi demikian akan tepat

apabila kita menggunakan angket.

2. Terlebih dahulu ditentukan tujuan angket itu, baik tujuan umum maupun tujuan

khusus. Misalnya apakah yang dituju itu tentang latar belakang sosial anak. Tujuan

itu akan menentukan pertanyaan-pertanyaan yang akan disusun . Tanpa adanya tujuan

yang jelas kita akan sulit menyusun pertanyaan.

3. Tentukan dan susunlah pertanyaan-pertanyaan itu dengan sebaik-baiknya. Banyak

angket kurang berharga karena kesalahan-kesalahan dalam pertanyaannya.

4. Apabila pertanyaan-pertanyaan itu sudah ditentukan maka pertanyaan -pertanyaan

itu selanjutnya digolong-golongkan menurut golongannya masing-masing, agar lebih

sistematis dan lebih mudah dalam mengadakan penggolongan lebih lanjut.

52

Page 53: metopel 3

5. Bila telah tersusun, diadakan ceking atau uji coba untuk memeriksa kemungkinan

adanya pertanyaan-pertanyaan yang perlu diperbaiki, sehingga diharapkan akan

mendapat angket yang baik.

2.3.3.6. Petunjuk-petunjuk Penyusunan Pertanyaan dalam Angket

1. Menggunakan kata-kata yang tidak mengandung arti rangkap.

2. Susunan kalimat hendaknya sederhana tapi jelas.

3. Menghindari pemakaian kata yang tidak ada gunanya

4. Menghindarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu.

5. Mencantumkan kemungkinan jawaban sebanyak mungkin supaya subyek

mempunyai kemungkinan pilihan yang bebas. Pertanyaan hendaknya disesuaikan

dengan kemampuan dan responden sehingga dapat dijawab dengan baik.

7. Hindarkan kata-kata yang bersifat sugestif dan juga kata yang bersifat negatif.

8. Pertanyaan jangan bersifat memaksa untuk dijawab.

9. Bentuk berstruktur lebih baik dari pada bentuk terbuka.

10. Pertanyaan jangan membuat responden berpikir terlalu berat.

11. Pergunakan kata-kata yang netral, tidak menyinggung perasaan dan harga diri

responden.

2.3.3.7. Langkah-langkah Penyusunan Angket.

1. Persiapan.

2. Menentukan sasaran.

3. Menentukan tujuan.

4. Menentukan jenis informasi yang dibutuhkan.

5. Merancang bentuk-bentuk pertanyaan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan.

53

Page 54: metopel 3

Kegunaan Angket dalam Bimbingan.

1. Untuk mengumpulkan informasi sebagai bahan dasar dalam rangka

penyusunan catatan permanen.

2. Untuk menjamin validitas informasi yang diperoleh dengan metode lain.

3. Pembuatan evaluasi progam bimbingan

4. Untuk mengambil sampling sikap/pendapat dari responden

2.3.3.8. Kelebihan Angket.

Merupakan metode yang praktis, karena dapat dipergunakan untuk

mengumpulkan data kepada sejumlah responden dalam jumlah yang banyak dan

waktu yang singkat.

Merupakan metode yang ekonomis, dari segi tenaga yang dibutuhkan.

Setiap responden menerima sejumlah pertanyaan yang sama.

Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangan.

Responden mempunyai waktu cukup untuk menjawab pertanyaan.

Pengaruh subyektif dapat dihindarkan.

2.3.3.9. Keterbatasan Angket.

1. Sulit untuk mendapat jaminan bahwa responden akan memberikan jawaban yang

tepat.

2. Terbatas hanya pada responden yang bisa membaca dan menulis.

3. Karena tidak berhadapan langsung dengan responden, maka bila ada pertanyaan

yang kurang jelas, responden tidak dapat mendapatkan keterangan lebih lanjut.

4. Bersifat kaku, karena pertanyaan-pertanyaan dalam angket telah ditentukan,

sehingga tidak dapat diubah sesuai dengan keadaan sekitar.

5. Sulit mendapatkan jaminan bahwa semua responden akan mengembalikan angket

yang diberikan.

54

Page 55: metopel 3

4.3.3.10. Psikologi Menjawab Angket

Sitat kerjasama adalah syarat penting dalam penelitian yang

menggunakan angket. Untuk itu maka para peneliti yang

menggunakanmeteode ini tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri.

Tetapi harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada pada diri responds.

sebagai responden ini biasanya :

a. Asing bagi peneliti.

b. Tidak berkepentingan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain.

c. Sudah sibuk dengan pekerjaan dan urusannya sendiri.

Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti harus memahami lebih dahulu

psikologi menjawab angketnya. bagaimana minatnya, motivasinya.

kesediaannya, dan kejujurannya dalam memberikan jawaban. Hal yang harus

dijawab lebih dahulu sebelum peneliti melakukan angket. adalah pertanyaan-

pertanyaan antara lain sebagai berikut.

– Mengapa mereka (responden) harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan

– Adakah cukup alasan bagi penjawab untuk bersusah payah menjawab

angket.

– Apakah ada kepastian tentang perhatian, simpati, kesediaan dan sebagainya

dari responden dan sebagainya.

55

Page 56: metopel 3

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Teknik pegumpulan data merupakan proseyang penting dalam mendukung

suatu penelitian. Menurut sugiyono (2012) teknikpengumpulan data adalah langkah

yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpuln data maka penelitian tidak

akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan. Teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena

tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dengan menggunakan teknik

pengumpulan data, maka peneliti akan mendapatkan data yang memenuhi standar

data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010)

teknik pengumpulan data sebagai suatu cara untuk memperoleh data melalui

beberapa langkah atau tahapan, yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Langkah-langkah tersebut berfungsi untuk mempermudah peneliti dalam proses

pemerolehan data. . sasaran pengamatan peneliti menghadapi kesukaran dalam

menentukan apa yang harus diamati dan diperhatikan dengan seksama dan apa yang

diabaikan. Pembatasan tentang sasaran pengamatan ini. sebaiknya dipertimbangkan

terlebih dulu sebelum peneliti memulai mengadakan pengamatan. Untuk membantu

pembatasan sarana pennelitian ini peneliti dapat mempelajari teori-teori ataupun

pengetahuan-pengetahuan. Dari sini akan diperoleh gambaran mengenai kenyataan-

kenyataan yang perlu diperhatikan dalam mempelajari masalah sosial tertentu.

3.2. Saran

Dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh

karena itu, saran penulis kepada para pembaca yang ingin mengembangkan

makalah ini adalah diharapkan dapat menambah dan memperluas kajian

56

Page 57: metopel 3

mengenai populasi, sampel, dan teknik sampling, sehingga bisa memberikan

gambaran secara lebih lengkap dan nyata.

57

Page 58: metopel 3

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.C., 2003. Pokoknya Kualitatif; Dasar-Dasar Merancang Dan

Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Penerbit: Pt. Kiblat Buku Utama.

Black, J.A. & Dean J. C. 1976. Methodes And Issues In Social Research. New York.:

John Wiley & Sons. Inc.

Cresswell, J.W., 1998. Qualitative Inquiry And Research Design. Choosing Among

5th Ed. New Delhi: Sage Publications, International Educational And

Profesional Publisher.

Denzin, N.K. And Yvonna S.L., 2009. Handbook Of Qualitative Research.

(Diterjemahkan Oleh Darioyatno). Yogyakarta. :Penerbit: Pustaka Pelajar.

Husaini Usman, Dan R. Purnomo Setiady Akbar. 2006. Pengantar Statistika.Jakarta:

Bumi Aksara

Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Yogyakarta

:Graha Ilmu

Mardalis. 2008. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara

Millan, J.H. And Sally. S., 2001. Research In Education. A Conceptual Introduction,

5th. Addison Wesley Longman, Inc. New York.

Miles, B.B., Dan A.M. Huberman, 1992, Analisa Data Kualitatif. Jakarta:UI Press

58

Page 59: metopel 3

Moleong, L.J., 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan Ke-26. Bandung:

Penerbit: Pt. Remaja Rosdakarya.

Pattilima, H., 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Poerwandari, E. Kristi. 1998. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Universitas Terbuka

Sanapiah Faisal. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Penerbit: Pt.

Usaha Nasional.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Penrbit. Bandung.: Cv. Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono.2012.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta

59