Upload
jayantipratiwi996
View
221
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
METODOLOGI PENELITIANMETODE PENGUMPULAN DATA
OLEH :
Kelompok 2
Ade Syafarullah
Agin Delthia Sautaki
Bella Ardhiyati
Dwi Muharrani
Frehmi Yulianti
Geby Orlance
Jayanti Pratiwi
Dosen : Septi Muharni M.Farm,Apt
PROGRAM STUDI S1 FARMASISEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Metode pengumpulan data”.
Penulisan ini ingin mengetahui bahwa bagaimana cara pengambilan sampel
dengan teknik sampling yang berguna dalam mengawali rancangan penelitian
sehingga dapat mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Selian itu juga
mampu membedakan mana populasi dan mana sampel yang nantinya akan digunakan
dalam penelitian.
Mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian makalah ini, penyusun telah
mendapatkan bantuan-bantuan. oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada ibu Septi Muharni M.Farm,Apt selaku Dosen
pembimbing Metodologi Penelitian yang telah membimbing guna penyelesaian
makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-nya kepada
ibu Septi yang telah memberikan bimbingan. Penulisan ini tentu saja masih jauh dari
sempurna, sehingga penyusun dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan.
Pekanbaru, Mei 2016
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kata Penelitian seringkali mudah diucapkan, namun faktanya harus memiliki
pedoman yang tepat untuk melaksanakannya. Penelitian merupakan suatu proses
yang harus dirancang secara teliti, prosedural, dan rasional. Fungsi penelitian adalah
mencarikan penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan serta memberikan
alternatif bagi kemungkinan pemecahan masalah. Kajian penelitian sangatlah luas,
salah satunya adalah penelitian pendidikan. Penelitian pendidikan adalah inkuiri yang
ilmiah dan teratur menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam
memecahkan masaah-masalah pendidikan (Millan, 2001). Dengan demikian, dalam
penelitian pendidikan dua pendekatan tersebut sering digunakan, tergantung pilihan
mana yang akan kita lakukan, apakah pendekatan kuantitatif atau kualitatif.
Penelitian kuantitatif mungkin banyak dibahas dalam perkuliahan sejak S1,
namun penelitian kualitatif masih perlu dibahas lebih lanjut. Oleh sebab itu,
pembahasan pada makalah ini akan dibatasi pada salah satu topik dalam penelitian
kualitatif, yaitu topik “Teknik interviewe (wawancara) dalam penelitian kualitatif”.
Interviewe adalah salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif merupakan langkah yang amat penting
diperhatikan, karena paradigmanya berbeda dengan penelitian kuantitatif. Fase
pengumpulan data dan analisis data adalah proses yang interaktif yang terjadi dalam
siklus penelitian kualitatif. Dalam fase ini harus terbentuk hubungan dua arah, yaitu
peneliti dan kepercayaan individu atau kelompok yang akan diteliti (Wax, 1971,
dalam Millan,). Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data erat hubungannya
dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan. Supaya data dan infomrasi dapat
4
digunakan dalam penalaran, maka data dan 2 informasi itu harus merupakan fakta.
Dalam kedudukannya sebagai fakta, bahan-bahan data/informasi tersebut harus dapat
digunakan sebagai fakta atau informasi yang akurat untuk membuktikan suatu
kebenaran dari suatu objek yang diteliti (Pattilima, 2007). Karena itu pemilihan
teknik dan alat pengumpulan data perlu mendapat perhatian yang cermat. Alat /
instrument pengumpulan data yang baik, menghasilkan data yang berkualitas.
Kualitas data menentukan kualitas penelitian. Di dalam kegiatan pengumpulan
data ada dua pengertian yang perlu diperhatikan, yaitu “metode pengumpulan data”
atau “metode penelitian” dan “alat pengumpulan data” atau “instrumen penelitian”.
Metode pengumpulan data adalah cara yang dipakai dalam pengumpulan data,
sedangkan alat pengumpulan data atau instrumen penelitian adalah alat bantu yang
digunakan dalam pengumpulan data. Angket adalah metode sekaligus alat, sedangkan
wawancara adalah metode tetapi pedoman wawancara adalah alat/instrumen. Namun,
yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam penelitian kualitatif pengumpulan data
harus dilakukan pada situasi yang bersifat natural setting (kondisi ilmiah), sumber
data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta
(participan observation), wawancara mendalam (depth interviewe), serta dokumentasi
(Sugiyono, 2009, halaman 63). Ada beberapa teknik pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif, antara lain; observasi, wawancara (interviewe), dokumentasi,
dan triangulasi
1.2. Rumusan masalah
a. Apa definisi dari pengumpulan data?
b. Apa sajateknik dalam pengumpulan data?
c. Apakah definisi Pengamatan dan ingatan?
d. Apa saja Sasaran pengamatan?
e. Apa saja Jenis dari pengamatan?
f. Apa saja Kelebihan kekurangan pengamatan serta Alat observasi?
g. Apa definisi dari Wawancara ?
5
h. Apa saja Jenis wawancara, Teknik wawancara, Kelebihan dan kekurangan
wawancara?
i. Apa saja Tipe angket, Psikologi mejawab angket dan Persiapan dan
penyusunan angket?
1.3. Tujuan penulisan
1.4. Manfaat penulisan
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sumber Data
Miles dan Huberman (1992) menyatakan bahwa baik penelitian kualitatif
maupun penelitian kuantitatif sama-sama mengakui adanya dua jenis data, yaitu data
kuantitatif (yang berkaitan dengan kuantitas) dan data kualitatif (yang berhubungan
dengan kualitas). Pada penelitian kualitatif, data-data yang digali lebih menekankan
pada kualitas dan makna proses terjadinya suatu hal, dan dilanjutkan dengan analisis
kualitatifnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data untuk
mencari data, mengumpulkan sumber data, dan hasil data yang akan diolah, yaitu:
a. Sumber data primer
Data primer diperoleh langsung dari subyek penelitian yang diambil langsung
oleh peneliti kepada sumbernya tanpa ada perantara, dengan cara menggali sumber
asli secara langsung melalui responden. Data diperoleh melalui wawancara dan
pengamatan langsung di lapangan. Data atau informasi juga diperoleh melalui
pertanyaan tertulis dengan menggunakan kuesioner atau lisan dengan metode
wawancara (Jonathan Sarwono, 2006).
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung, diperoleh
dari sumber penelitian yang mampu memberikan data tambahan serta penguatan
terhadap data penelitian. Sumber data sekunder biasanya diperoleh dari
mengumpulkan referensi dari kajian kepustakaan dan dokumentasi dari kegiatan
obyek penelitian yang sedang dilaksanakan dalam kegiatan penelitian.
2.2. Definisi Pengumpulan Data
Teknik pegumpulan data merupakan proseyang penting dalam mendukung
suatu penelitian. Menurut sugiyono (2012) teknikpengumpulan data adalah langkah
7
yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpuln data maka penelitian tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan. Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dengan menggunakan teknik
pengumpulan data, maka peneliti akan mendapatkan data yang memenuhi standar
data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010)
Sugiyono (2010) menyatakan pada penelitian kualitatif, pengumpulan data
dilakukan pada natural setting dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Mengacu pada
pengertian tersebut, peneliti mengartikan teknik pengumpulan data sebagai suatu cara
untuk memperoleh data melalui beberapa langkah atau tahapan, yaitu: observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Langkah-langkah tersebut berfungsi untuk
mempermudah peneliti dalam proses pemerolehan data. Berikut adalah bagan Teknik
Pengumpulan Data
8
2.3. macam macam teknik pengumpulan data
Menurut Creswell (1994) berdasarkan tipe data kualitatif maka terdapat 4
(empat) macam tipe pengumpulan data, yaitu:
1) observasi
2) wawancara
3) dokumen
4) alat-alat audiovisual.
Atas dasar hal tersebut penulis mengklasifikasi kan teknik pengumpulan
informasi (data) menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara, 3)
dokumen, sedangkan alat-alat audiovisual penulis sebut sebagai alat bantu
pengumpulan data. Metode yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan
data dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Metode Pengamatan (Observasi)
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan
mengikuti, memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan
sistematis sasaran perilaku yang dituju. Menurut Cartwright yang dikutip dalam Haris
Herdiansyah mendefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati dan
mencermati serta merekam perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.
Definisi lain observasi adalah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan
untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Inti dari observasi ialah adanya
perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Observasi adalah metode
pengumpulan data di mana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang telah
mereka saksikan selama penelitian. Dalam observasi ini, peneliti menggunakan jenis
observasi nonpartisipan, yaitu peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan
obyek, tetapi peneliti tidak aktif dan ikut terlibat secara langsung (Husaini Usman,
2004).
9
2. Wawancara
Wawancara menurut Sugiono (2009) yaitu “digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil. “teknik pengumpulan data ini berdasarkan diri pada laporan tentang diri
sendiri atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secar langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara yang
disiapkan untuk menggali lebih jauh permasalahan-permasalahan yang akan diteliti.
Wawancara ini dilakukan dengan cara tatap muka antara peneliti dan responden.
3. dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun
dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun
elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan
dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh.
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga diperoleh lewat fakta yang
tersimpan dalam bentuk buku induk, catatan harian(anekdot), arsip foto, jurnal
pengecekan keadaan murid dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti bisa di
pakai untuk menggali informasi yang terjadi dimasa silam. Peneliti perlu memiliki
kepekaan teoritik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekedar
barang yang tidak bermakna.
4. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui
formulirformulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis
pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan
dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008)
10
2.3.1. Metode Pengamatan (Observasi)
2.3.1.1. Pengertian observasi/pengamatan (Observation)
Pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut: “studi yang disengaja dan
sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan
dan pencatatan”. Selanjutnya dikemukakan tujuan observasi adalah: “mengerti ciri-
ciri dan luasnya signifikansi dari inter relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia
pada fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu”. Observasi
menurut Hadi (dalam sugiono, 2009)yaitu “suatu proses yang kompleks;suatu proses
yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Ingatan adalan kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan memproduksi
kesan. Dalam pengumpulan data melalui pengamatan ini diperlukan ingatan yang
cepat setia. teguk, dan luas. Ingatan yang cepat, artinya dalam waktu singkat dapat
memahami sesuatu hal tanpa menjumpai kesukaran-kesukaran. Setia, artinya kesan-
kesan yang telah diterimanya akan disimpan sebaik-baiknya, tak akan berubah. Teguh
artinya dapat menyimpan kesan waktu lama. tak mudah lupa artinya dapat
menyimpan kesan yang banyak. Tetapi pada umumnya kita sulit untuk mempunyai
sifat-sifat ingatan seperti tersebut di atas. Oleh sebab itu untuk mengatasi kelemahan
ini dan untuk mengurangi timbulnya kesalahan-kesalahan observasi dapat dibantu
dengan jalan :
a. Mengklasifikasikan gejala-gejala yang relevan.
b. Observasi diarahkan pada gejala-gejala yang relevan.
c. Menggunakan jumlah pengamatan yang lebih banyak.
d. Melakukan pencatatan dengan segera.
e. Didukung pula oleh alat-alat mekanik/elektronik seperti alat pemotretan, film. tape
recorder, dan lain-lain.
Pertimbangan lain, diperlukannya alat-alat bantu ini mengingatkan bahwa di
dalam penelitian ilmiah, baik yang ada di laborat maupun di lapangan, indera
11
pengamatan yang paling penting adalah mata dan telinga. Alat-alat tersebut
kemampuannya terbatas, berbeda-beda secara individual, dan tidak lepas dari
kelemahan-kelemahan. Ditambah pula dengan kompleksnya fenomena sosial yang
berdimensi majemuk, yang menyulitkan proses pengamatan. Hal ini semua apabila
para pengamat tidak dibantu dengan alat-alat tersebut di atas akan memperbesar
kesalahan yang akan dilakukan.
Observasi dapat menjadi teknik pengumpulan data secara ilmiah apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Diabdikan pada pola dan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.
2) Direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis, dan tidak secara
kebetulan (accidental) saja.
3) Dicatat secara sistematis dan dikaitkan dengan proposisi-proposisi yang
lebih umum, dan tidak karena didorong oleh impuls dan rasa ingin tahu
belaka.
4) Validitas, reliabilitas dan ketelitiannya dicek dan dikontrol seperti pada
data ilmiah lainnya
Poerwandari tidak memberikan batasan tentang observasi tetapi memberikan
penjelasan tentang observasi sebagai berikut: “Observasi barangkali menjadi metode
yang paling dasar dan paling tua di bidang psikologi, karena dengan cara-cara tertentu
kita selalu terlibat dalam proses mengamati. Semua bentuk penelitian psikologis, baik
itu kualitatif maupun kuantitatif mengandung aspek observasi di dalamnya. Istilah
observasi diturunkan dari bahasa Latin yang berarti “melihat” dan “memperhatikan”.
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam
fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis,
dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam
konteks alamiah (Banister dkk, 1994 dalam Poerwandari 1998).
12
2.3.1.2. Sasaran Pengamatan
Apabila seorang peneliti terjun ke tengah-tengah masyarakat akan dijumpai
banyak sekali kenyataan/gejala-gejala sosial yang dijadikan sasaran pengamatan.
Tetapi tidak semua yang dilihat dan diamati itu dperlukan di dalam penelitian. Oleh
karena itu. sasaran pengamatan peneliti menghadapi kesukaran dalam menentukan
apa yang harus diamati dan diperhatikan dengan seksama dan apa yang diabaikan.
Pembatasan tentang sasaran pengamatan ini. sebaiknya dipertimbangkan terlebih dulu
sebelum peneliti memulai mengadakan pengamatan. Untuk membantu pembatasan
sarana pennelitian ini peneliti dapat mempelajari teori-teori ataupun pengetahuan-
pengetahuan. Dari sini akan diperoleh gambaran mengenai kenyataan-kenyataan yang
perlu diperhatikan dalam mempelajari masalah sosial tertentu. Misalnya, kita akan
mengamati status sosial ekonomi seseorang, di samping kita dapat mengamati
kekayaannya, kita juga dapat mengamati gejala-gejala lain yang menunjukkan tinggi/
rendahnya status sosial orang tersebut, yang semua ini dapat dipelajari di dalam
leteratur atau pengalaman-pengalaman. Di samping itu, untuk menentukan batas
sasaran pengamatan diperlukan rangka penulisan yang merupakan teori atau konsep-
konsep dan hipotesis, yang telah disusun di dalam suatu rancangan penelitian.
Kemudian konsep atau pun hipotesis tersebut di jabarkan pada instrumen yang iebih
konkret (misalnya formulir pengamatan).
2.3.1.3. jenis jenis pengamtan(observasi)
1. Berdasarkan pengumpulan data :
a. Observasi Partisipan (participant bservation) : peneliti terlibat langsung dalam
aktivitas (orang) yang diamati.
b. Observasi Non partisipan (non participant observation) : peneliti tidak terlibat
dalam aktivitas orang-orang yang sedang diamati dan hanya sebagai pengamat
independen.
13
2. Berdasarkan instrumen yang digunakan :
a. Observasi Terstruktur
observasi yang telah dirancang secara sistematis tentang apa yang apa yang diamati
dan dimana tempatnya.
b. Observasi Tidak Terstruktur;
observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan
diobservasi.
Observasi terdiri dari berbagai macam jenis, antara lain jika dilihat dari segi
proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
observasi berperan serta/ aktif (participant observation) dan observasi non partisipan/
pasif (non-participant observation), sedangkan jika dilihat dari segi instrument yang
digunakan observasi dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.
Selain itu ada pula jenis observasi yang lain diantaranya observasi terbuka, observasi
terfokus, dan observasi sistematik. Masing-masing jenis observasi tersebut akan
diuraikan sebagai berikut :
a) Observasi Partisipan (Participant Observation)
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil
melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber
data. Dengan observasi partisipasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap
dan sampai mengetahui apa tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Misalnya, guru yang bertindak sebagai peneliti di dalam kelasnya. Sebagai guru,
peneliti hendaknya mencatat hasil pengamatannya secara sistematis.
b) Observasi Non-partisipan (Non-participant Observation)
Didalam jenis observasi ini, peneliti tidak terlibat secara langsung, peneliti
hanya mencatat, menganalisis, dan membuat kesimpulan tentang perilaku objek yang
diteliti. Pengumpulan data dengan observasi ini tidak akan mendapatkan data yang
akurat karena peniliti tidak mengalami secara langsung apa yang dirasakan oleh objek
penelitiannya. Contohnya, seorang guru yang bertindak sebagai pengamat di kelas
14
guru lain yang mengajar (bukan di kelasnya) dan guru tersebut hanya mengamati apa
yang terjadi di dalam kelas tersebut.
c) Observasi Terstruktur
Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis,
tentang apa yang akan diamati, kapan, dan dimana tempatnya. Observasi terstruktur
dilakukan apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti variable apa yang akan
diamati. Dalam melakukan pengamatan, peneliti menggunakan instrument penelitian
yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Berikut ini adalah contoh bagan
observasi terstruktur yang menunjukan bahwa peneliti sedang menghitung berapa
jumlah siswa yang bersedia menjawab pertanyaan guru tanpa ditunjuk (sukarela),
dengan ditunjuk (tidak sukarela), selain itu juga dinilai secara kualitatif apakan
jawaban yang diberikan siswa benar, salah, atau bahkan tidak menjawab pertanyaan
yang diajukan (di luar sasaran). Kemudian guru menjumlahkan jawaban dari masing-
masing kriteria penilaian.
d) Observasi Tidak Terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara
sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak
tahu pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti
tidak menggunaklan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu
pengamatan.
e) Observasi Terbuka merupakan teknik observasi yang dilakukan dengan cara
mencatat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas. Misalnya ketika
melakukan tanya jawab dengan siswa, segala sesuatu yang terjadi ketika kegiatan itu
berlangsung dicatat oleh guru sebagai bahan observasi yang selanjutnya akan
dianalisis dan akhirnya dibuat kesimpulan.
f) Observasi Terfokus, dilakukan apabila peneliti ingin mencari data dengan
menfokuskan masalah yang akan ditelitinya, misalnya peneliti ingin mengumpulkan
data tentang pola interaksi antara guru dengan siswa melalui teknik bertanya guru.
g) Observasi Sistematik, observasi ini cenderung menggunakan skala yang pada
dasarnya adalah hasil pemikiran orang lain yang menyusun skala tersebut, selain itu
15
pengamatan dengan menggunakan skala akan sangat menekankan pada aspek
penelitian kuantitatif, yang akan mendahulukan perhitungan jumlah dibandingkan
dengan kualitas analisisnya.
2.3.1.4. kelebihan dan kekurangan observasi (pengamatan)
Manfaat Pengamatan
Menurut Guba dan Lincoln (1981 dalam Moleong 2001) alasan-alasan
pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian
kualitatif, intinya karena:
1. Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman
langsung dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh
kebenaran. Apabila informasi yang diperoleh kurang meyakinkan,
maka peneliti dapat melakukan pengamatan sendiri secara langsung
untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
2. Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri,
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang
sebenarnya.
3. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang
berkaitan dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan
yang diperoleh dari data.
4. Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti terhadap informasi yang
diperoleh yang dikarenakan kekhawatiran adanya bias atau
penyimpangan. Bias atau penyimpangan dimungkinkan karena
responden kurang mengingat peristiwa yang terjadi atau adanya jarak
psikologis antara peneliti dengan yang diwawancarai. Jalan yang
terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan tersebut, biasanya
peneliti memanfaatkan pengamatan.
16
5. Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi
yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin
memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan
dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan
untuk perilaku yang kompleks.
6. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak
dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat.
Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa
berbicara atau mengamati orang-orang luar biasa, dan sebagainya.
Perlu ditekankan disini pengamatan dimaksudkan agar memungkinkan
pengamat melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek yang diteliti,
menangkap makna fenomena dan budaya dari pemahaman subjek. Pengamatan
memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek,
bukan apa yang dirasakan dan dihayati oleh si peneliti. Jadi interpretasi peneliti harus
berdasarkan interpretasi subjek yang diteliti. Menurut Patton (dalam Poerwandari
1998) salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah
mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil
observasi menjadi data penting karena :
a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang
diteliti akan atau terjadi.
b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada
penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati
masalah secara induktif.
c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian
sendiri kurang disadari.
d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena
berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam
wawancara.
17
e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap
penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari
data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang
diteliti.
Kekurangan :
a. Banyak peristiwa peikhis tertentu yang tidak dapat diamati, misalnya harapan,
keinginan, dan masalah-masalah yang sifatnya sangat pribad, dan lain-lain.
b. Sering memerlukan waktu yang lama. sehingga membosankan, karena tingkah-
laku/gejala yang dikehendaki tidak muncul-muncul.
c. Apabila sasaran pengamatan mengetahui bahwa mereka sedang diamati,
mereka akan dengan sengaja menimbulkan kesan-kesan yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan. Jadi sifatnya dibuat-buat.
d. Sering subjektifitas dari observer tidak dapat dihindari.
Kelemahan observasi menurut
1. Observasi sangat tergantung pada individu yang melakukan observasi
Terjadi hallo effect
Tanpa pengarahan yang terperinci akan diperoleh hasil yang sangat
subjektif, dimana observer cenderung menilai seseorang dengan sikap
menggeneralisasikan penilaian (positif dan negative)misalnya jika kita
menyukai seseorang kita cenderung memberikan nilai yang positif
padanya, dan untuk seterusnya akan timbul kecenderungan
memberikan penilaian positif demikian pula sebaliknya.
18
19
20
2.3.1.5. Alat observasi
Beberapa Alat Observasi:
Seperti telah disinggung di depan bahwa pelaksanaan observasi agar dengan
cermat memperoleh data, diperlukan beberapa alat bantu. Alat-alat tersebut antara
lain :
a. Check List
Adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa
gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan. Pengamat tinggal
memberikan tanda check (x) pada daftar tersebut yang menunjukkan adanya
gejala/ciri dari sasaran pengamatan. Check list ini dapat bersifat individual
dan juga dapat bersifat kelompok. Kelemahan check list ini adalah hanya
dapat menyajikan data yang kasar saja hanya mencatat ada atau tidaknya suatu
gejala.
21
Kelemahan ceck list ini adalah hanya dapat menyajikan data kasar, sebab hanya
mencatat ada atau tidaknya suatu gejala.
b. Skala Penilaian (Rating Scale)
Skala ini berupa daftar yang berisikan ciri-ciri tingkah laku, yang
dicatat secara bertingkat. Rating scale ini dapat merupakan satu alat
pengumpulan data untuk menerangkan, menggolongkan, dan menilai
seseorang atau suatu gejala. Skala penilaian ini dapat berbentuk berbagai
macam, antara lain :
1) Bentuk kuantitas yang menggunakan score atau rangking.
Contoh: Penilaian terhadap gejala tertentu sebagai berikut:
22
2. Rating scale dalam bentuk deskripsi
Contoh: penilaian terhadap kerja sama:
Kerja sama :
1 2 3 4 5
5= dapat/ mau bekerja sama dengan orang lain
4= kadang- kadang mau bekerja sama
3= mau bekerja sama tetapi dengan orang-orang tertentu saja,
2= tidak mau bekerja sama secara baik dengan orang lain pada bidang tertentu
1= tidak mau bekerja sama dengan orang lain sama sekaoi
Pengamat memberikan tanda check pada nilai (angka) sesuai dengan pendapatnya
sehubungan dengan pertanyaan- pertanyaan tersebut.
3. Rating scale dalam bentuk grafis
Contoh : bekerja mandiri (independentcy)
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Selalu minta
petunjuk
Biasanya
minta
petunjuk
Dalam hal
tertentu
perlu
petunjuk
Sewaktu-
waktu perlu
pengawas
Bekerja baik
bila
dibiarkan
sendiri
c. Daftar Riwayat Kelakuan (Anecdotal Record)
Catatan-catatan mengenai tingkah laku seseorang (observee) yang luar biasa
sifatnya atau yang khas. Catatan semacam ini kecuali dibuat oleh pengamat,
23
sering pula dibuat oleh guru pemimpin organisasi, peserta, direktur
perusahaan, dan sebgaianya. Pada prinsip anecdotal record ini harus dibuat
secepat mungkin di kala peristiwa itu terjadi, dengan catatan ucapan atau
tingkah laku tertentu dari anggota suatu masyarakat.
d. Alat-alat Mekanik (Electronics)
Alat-alat ini antara lain: alat perekam, alat fotografis, film, tape recorder,
kamera televisi, dan sebagiannya. Alat-alat tersebut setiap saat dapat diputar
kembali untuk memungkinkan mengadakan analisis secara teliti.
2.3.2. Pengumpulan Data Melalui Pertanyaan
2.3.2.1. metoda wawancara
Peneliti dalam penelitian kualitatif juga bertindak sebagai instrumen. Fasilitas
yang ada pada peneliti untuk menjadi instrumen adalah sepasang mata, telinga, bibir,
dan kelisanannya (berkomunikasi). Komunikasi inilah yang dijadikan pedoman dalam
pengumpulan data kualitatif melalui wawancara. Komunikasi yang baik dalam
berwawancara adalah interaksi yang terencana, dan wawancara harus ditujukan untuk
mendapatkan informasi atau data yang diperlukan untuk mecapai tujuan (Alwasilah,
2003). Sebagai penginterviewe (pewawancara) hendaknya berupaya agar kata-kata
responden tidak berhamburan (tidak karuan bicaranya). Oleh sebab itu, sebagai
peneliti harus memahami lebih dahulu makna wawancara sebelum melakukan
pengumpulan data melalui wawancara.
Definisi wawancara menurut Moleong (2009) wawancara adalah percakapan
yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Menurut Benney & Hughes (dalam Denzin, 2009) wawancara adalah
seni bersosialisasi, pertemuan “dua manusia yang saling berinteraksi dalam jangka
24
waktu tertentu berdasarkan kesetaraan status, terlepas apakah hal tersebut benar-benar
kejadian nyata atau tidak”. Dengan demikian, wawancara dapat menjadi
alat/perangkat dan juga dapat sekaligus menjadi objek.
Menurut Sanapiah Faisal (1982), wawancara merupakan angket lisan,
maksudnya responden atau interviewee mengemukakan informasinya secara lisan
dalam hubungan tatap muka, jadi responden tidak perlu menuliskan jawabannya
secara tertulis. 5 Dari uraian dan pendapat tersebut, interview atau wawancara
merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab
secara lisan, baik langsung atau tidak langsung dengan sumber data responden
(terwawancara). Wawancara langsung yaitu ditujukan langsung kepada orang yang
diperlukan keterangan/datanya dalam penelitian. Sedangkan wawancara tidak
langsung, yaitu wawancara yang ditujukan kepada orang-orang lain yang dipandang
dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan datanya.
2.3.2.2. Macam-macam interview/wawancara
Didalam penerapannya, maka interview atau wawancara dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe wawancara. Menurut fungsinya, maka
terdapat wawancara diagnostic, wawancara penyembuhan atau perawatan, wawancara
penelitian, wawancara sample, wawancara bantuan hukum, dan seterusnya (Millan,
2001). Disamping itu, menurut Patton (Moleong, 2009) yang didasarkan atas
perencanaan pertanyaan, wawancara dibedakan antara tipe wawancara pembicaraan
informal, wawancara dengan pendekatan menggunakan petunjuk umum, dan
wawancara baku terbuka. Selanjutnya menurut data dan informasi yang diinginkan
dibedakan menjadi wawancara sejarah kehidupan, wawancara ethnografi, wawancara
postmodern, dan wawancara feminis (Pattilima, 2007). Selanjutnya Esterberg (2002,
dalam Sugiyono, 2009) membagi wawancara menjadi wawancara terstruktur,
wawancara tak terstruktur, dan wawancara semiterstruktur.
a. Wawancara terstruktur
25
Tipe Wawancara ini disebut juga wawancara terkendali, yang dimaksudkan
adalah bahwa seluruh wawancara didasarkan pada suatu sistem atau daftar
pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya. Wawancara terstruktur ini mengacu pada
situasi ketika seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan kepada responden
berdasarkan kategori-kategori jawaban tertentu atau terbatas. Namun, peneliti
dapat juga menyediakan ruang bagi variasi jawaban, atau peneliti dapat juga
menggunakan metoda pertanyaan terbuka yang tidak menuntut keteraturan, hanya
saja pertanyaannya telah disiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Dalam hal ini,
peneliti sebaiknya mencatat semua jawaban-jawaban terbuka dari responden
dengan menggunakan skema kode (coding scheme) yang sudah dibuat oleh
peneliti sendiri (Moleong, 2009).
Dalam menggunakan tipe wawancara ini, peneliti perlu mengurutkan
kuesioner atau pertanyaan yang akan diajukan kepada responden (layaknya
skenario pembelajaran), sehingga dapat mengendalikan proses wawancara yang
sedang berlangsung. Ada beberapa pedoman instruksional yang penting untuk
diikuti oleh peneliti selama proses wawancara berlangsung, antara lain (Denzin,
2009):
Jangan menggunakan pemaparan atau uraian yang panjang tentang
penelitian yang berlangsung, namun gunakan penjelasan seperlunya saja.
Jangan lupa menjelaskan tujuan penelitian, dan bahasa pertanyaan yang
digunaklan serta urutan pertanyaan.
Jangan biarkan orang lain mengiterupsi proses wawancara, dan jangan
biarkan orang lain mewakili jawaban responden, atau menawarkan opini
pengganti dari pertanyaan yang seharusnya dijawab responden.
Jangan pernah menawarkan bantuan jawaban kepada responden.
Jangan pernah menyampaikan pandangan personal (sebagai peneliti) tentang
topik pertanyaan.
26
Jangan pernah menafsirkan makna pertanyaan, namun yang harus dilakukan
adalah mengulangi pertanyaan, menyampaikan semua instruksi, dan
memberikan klarifikasi.
Jangan pernah melakukan improvisasi, seperti menambah kategori
pertanyaan, atau mengubah istilah-istilah dalam pertanyaan.
Pedoman di atas dipakai untuk mencapai bentuk wawancara ideal,
namun pada kenyataannya hal ini sulit terjadi, karena dalam melakukan
wawancara sering terjadi banyak kesalahan yang tidak diduga sebelumnya.
Kesalahan tersebut umumnya bersumber pada tiga hal, yaitu
Tingkah laku responden pada waktu memberikan jawaban yang tidak bisa
diatur, ada yang berusaha membuat senang peneliti, atau ada responden yang
berusaha tidak mengungkapkan informasi penting agar peneliti tidak
mengetahui informasi rahasia responden.
Model kuesioner yang digunakan, apakah wawancara tatap muka atau via
telepon, atau bahasa pertanyaan yang kadang tidak dapat dipahami oleh
responden.
Peneliti yang kurang memiliki kemampuan teknik wawancara atau peneliti
yang berusaha mengubah arah dan bahasa wawancara yang sedang
berlangsung.
Penggunaan teknik wawancara terstruktur sebenarnya bertujuan untuk
meminimalisir terjadinya kesalahan-kesalahan tersebut. Namun, peneliti yang
menggunakan teknik ini harus memahami bahwa wawancara selalu akan
berkaitan dengan konteks interaksi sosial dan sangat dipengaruhi oleh konteks
tersebut. Dalam hal ini, seorang peneliti harus menyadari kemajemukan
responden dan harus cukup fleksibel dalam membuat penilaian-penilaian yang
tepat terhadap responden selama wawancara berlangsung. Dengan demikian,
melaksanakan wawancara tidaklah mudah dilakukan sendiri apalagi bila
responden cukup banyak dan beragam. Oleh karena itu, dalam melakukan
27
wawancara dengan tipe ini, peneliti dapat menggunakan beberapa
pewawancara sebagai pengumpul data.
Supaya setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama,
maka diperlukan training (pelatihan) kepada calon pewawancara. Berdasarkan
uraian di atas, dapat dikatakan bahwa ada keuntungan dari penggunaan
wawancara tipe terstruktur, adalah jarang mengadakan pendalaman
pertanyaan yang dapat mengarahkan terwawancara agar sampai berdusta.
Namun ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan pada wawancara
terstruktur, yaitu
Tidak mudah mengatur responden atau jawaban responden, karena
beragamnya karakter responden.
Tidak mudah membatasi jawaban yang diberikan oleh responden, apakah
jawaban itu menyenagkan atau jawaban itu tidak sesuai dengan yang
diharapkan peneliti, karena ada informasi yang dirahasiakan oleh responden.
Rencana pelaksanaan wawancara harus disusun sebaik mungkin
sebagaimana skenario pembelajaran, ini memerlukan teknik wawancara yang
baik dari peneliti atau pewawancara.
b. Wawancara tak terstruktur
Berdasarkan sifatnya dasarnya, wawancara tak terstruktur (unstructured
interviewe) memberikan ruang yang lebih luas dibandingkan dengan tipe-tipe
wawancara yang lain. Menurut Sugiyono (2009), wawancara tak struktur adalah
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan. Salah satu bentuk wawancara tak terstruktur adalah “catatan harian
lapangan”, seperti yang dibuata oleh Malinowski (Denzin, 2009) yang
28
menunjukkan sedemikian pentingnya teknik wawancara tak terstruktur dalam
riset lapangan, dan secara tegas berbeda dengan teknik wawancara terstruktur.
Ciri dari wawancara tak struktur adalah kurang diinterupsi dan arbiter,
biasanya teknik wawancara ini digunakan untuk 9 menemukan informasi yang
bukan baku atau informasi tunggal, dengan waktu wawancara dan cara
memberikan respon jauh lebih bebas iramanya dibanding wawancara struktur
(Moleong, 2009). Dalam kebanyakan penelitian kualitatif, interviewe
(wawancara) lebih bersifat terbuka yang berarti tidak terstruktur dengan beberapa
alasan (Alwasilah, 2003):
Tujuan wawancara dalam studi kualitatif bukan untuk menuangkan gagasan
peneliti (misalnya kategori-kategori) ke dalam otak responden, melainkan justru
untuk mengakses persepsi responden. Oleh karena itu, wawancara harus terbuka.
Format wawancara terbuka didasarkan pada asumsi bahwa setiap responden
sebagai individu adalah mahluk unik yang sulit untuk digeneralisasi lewat
penyeragaman instrumen.
Peneliti kualitatif tidak berangkat dari hipotesis yang telah ditentukan tapi
senantiasa mengeksplorasi banyak hal dan situasi lewat tahapantahapan. Karena
itu, format wawancaranya harus berbeda untuk setiap kasus.
Dalam wawancara tak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data
apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti banyak mendengarkan apa yang
diceritakan oleh responden. Selanjutnya berdasarkan analisis terhadap setiap
jawaban dari responden, peneliti mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya
yang lebih terarah pada suatu tujuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
teknik wawancara tak terstruktur ini adalah teknik dimana peneliti dalam
melakukan wawancara dapat menggunakan cara yang “berputar-putar kemdian
menukik” untuk mencapai suatu tujuan riset. Oleh sebab itu, dalam wawancara
tak terstruktur pelaksanaan tanya-jawab mengalir seperti dalam percakapan
sehari-hari, dan pewawancara harus mampu memahami bahasa dan budaya
responden, pewawancara harus dapat mencitrakan diri, dan yang paling penting
29
adalah pewawancara harus mendapatkan kepercayaan dari responden.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa ada keuntungan dari
penggunaan wawancara tipe tak terstruktur, yaitu:
Wawancara tipe ini mendekati keadaan yang sebenarnya dan didasarkan pada
spontanitas yang diwawancarai.
Lebih mudah untuk mengidentifikasi masalah yang diajukan oleh pewawancara
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih mudah dimengerti oleh responden,
meskipun responden itu terdiri dari beberapa kelompok yang heterogen.
Lebih banyak kemungkinan, untuk menjelajahi pelbagai aspek dari masalah
yang diajukan. Adapun kelemahan-kelemahannya, adalah sebagai berikut :
Sukar sekali untuk memperbandingkan hasil satu wawancara dengan hasil
wawancara yang lainnya.
Informasi atau data yang diperoleh seringkali bias, dan seringkali terjadi
tumpang tindih di dalam pengumpulan data.
Sukar untuk mengolah data dan mengadakan klasifikasi, sehingga peneliti harus
menyediakan waktu dan tenaga yang cukup banyak.
Waktu pelaksanaan wawancara bisa berlangsung lama dan sering dilanjutkan
pada kesempatan berikutnya, sehingga kadang-kadang terjadi bahwa responden
atau pewawancara sudah mengajari semua apa yang diketahuinya. Oleh sebab itu,
situasi semacam ini harus disadari oleh pewawancara sehingga dapat meluruskan
kembali pertanyaan atau pembicaraan ke arah tujuan wawancara.
c. Wawancara kelompok
Disamping tiga tipe di atas, wawancara juga dibedakan menjadi wawancara
individual dan wawancara kelompok. Wawancara individual adalah wawancara
yang dilakukan dengan memberikan sederatan pertanyaan sistematis kepada
individu responden. Sedangkan wawancara kelompok adalah wawancara dengan
sederetan pertanyaan sistematis kepada beberapa individu atau kelompok secara
serentak, baik dalam setting formal maupun informal.
30
Wawancara kelompok ini nampaknya lebih baik ketimbang wawancara secara
individual, karena teknik wawancara kelompok akan menghasilkan perspektif
tentang objek penelitian yang tidak dapat dicapai hanya dengan teknik wawancara
individual (Denzin, 2009). Wawancara kelompok pada prinsipnya adalah teknik
pengumpulan data kualitatif yang menuntut seorang peneliti mampu mengarahkan
proses interaksi yang sedang berlangsung, baik berbasis pada aturan ketat
terstruktur atau pada aturan longgar tak terstruktur bergantung pada tujuan
wawancara dari peneliti itu sendiri. Tabel berikut memberikan gambaran tentang
tipe beberapa wawancara kelompok dan aspek-aspeknya.
Dalam menggunakan teknik wawancara kelompok, peneliti harus memiliki
kecakapan dan keahlian dalam melaksanakan wawancara, yaitu pewawancara harus
fleksibel, objektif, empatik, persuasif, menjadi pendengar yang baik, dan lain-lain.
Selain itu beberapa kecakapan dan keahlian yang juga sangat diperlukan oleh
pewawancara dalam menggunakan teknik wawancara kelompok ini, antara lain
(Denzin, 2009):
Pewawancara harus mampu mengontrol masing-masing individu atau koalisi
tertentu yang mengarah pada dominasi kelompok.
Pewawancara harus mampu mendorong esponden yang tidak disiplin untuk
berpartisipasi secara aktif.
31
Pewawancara harus memperoleh jawaban dari setiap individu untuk memastikan
ketercakupan topik wawancara secara menyeluruh.
Pewawancara harus mampu menyeimbangkan perannya sebagai fasilitator dan
sebagai mediator yang menyangkut pengelolaan dinamika kelompok yang sedang
diteliti.
Adapun kelebihan dari teknik wawancara kelompok adalah informasi atau
yang diproleh bersifat terjangkau, kaya data, fleksibel, lebih menarik, anggota dalam
kelompok saling melengkapi, komulatif dan elaboratif, serta hasilnya melebihi hasil
dari wawancara individu. Meskipun demikian, teknik ini juga memiliki kelemahan
antara lain:
Budaya kelompok dapat dipengaruhi oleh ekspresi individu.
Kelompok bisa saja didominasi oleh perorangan.
Format kelompok dapat menyulitkan penelitian berbasis ide kelompok sebagai
tujuan utama.
Peneliti atau pewawancara memerlukan keahlian dan kecakapan yang lebih banyak
karena dinamika kelompok yang tidak dapat diprediksi secara pasti.
2.3.2.3. Bentuk-bentuk Pertanyaan
Hasil suatu wawancara sangat tergantung kepada cara pewawancara dalam
mengajukan pertanyaan kepada responden yang diwawancarai. Isi dan maksud dari
sebuah pertanyaan dapat menjadi beragam disebabkan adanya perbedaan dari tujuan
dan permasalahan penelitian, kerangka teoritis, dan juga pemilihan peserta pemilihan.
Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Millan, 2001):
Pertanyaan hendaknya dengan kalimat pendek dan tegas
Rumuskan pertanyaan secara netral, jangan memancing ke arah jawaban tertentu.
Hindarkan pertanyaan yang bersifat intimidasi.
Mulailah dengan pertanyaan yang menyenangkan.
32
Pertanyaan yang memang dianggap perlu untuk diseragamkan, dapat dibacakan
seperti membaca sebuah teks secara wajar.
Setelah pertanyaan dijawab, jawaban segera dicatat.
Menurut Patton (Millan, 2001; Alwasilah, 2003; Moleong, 2009, dan
Sugiyono, 2009), ada enam jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan
oleh pewawancara akan terkait dengan salah satu dari pertanyaan lainnya . Keenam
jenis pertayaan tersebut adalah:
1) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku. Pertanyaan ini
berkaitan dengan apa yang dibuat dan telah diperbuat oleh seseorang yang ditujukan
untuk mendeskripsikan pengalaman, perilaku, tindakan, dan kegiatan yang dapat
diamati pada waktu kehadiran pewawancara. Contohnya : Jika anda termasuk peserta
sertifikasi guru tetapi masa kerja anda masih sedikit, apakah yang anda lakukan?
2) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai Pertanyaan jenis ini
ditujukan untuk memahami proses kognitif dan interpretative dari subjek yang
menceritakan tujuan, keinginan, harapan, dan nilai, sedangkan jawabannya
memberikan gambaran tentang apa yang dipikirkan tentang dunia atau tentang suatu
program khusus. Contohnya : Apakah pendapat anda tentang sertifikasi guru?
3) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan. Pertanyaan yang ditujukan untuk
dapat memahami respons emosional seseorang sehubungan dengan pengalaman dan
pemikirannya. Contohnya: Apakah anda senang dengan adanya sertifikasi guru ?
4) Pertanyaan tentang pengetahuan Pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh
pengetahuan faktual yang dimiliki responden dengan asumsi bahwa suatu hal
dipandang dapat diketahui bukan pendapat atau perasaan, atau merupakan hal-hal
yang diketahui seseorang, melainkan fakta dari kasus itu. Contohnya: Siapakah yang
termasuk peserta sertifikasi guru?
5) Pertanyaan yang berkaitan tentang indera. Pertanyaan yang berkaitan dengan apa
yang dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan dicium yang memberikan kesempatan
kepada pewawancara untuk memasuki perangkat indera responden. Contohnya: Jika
anda membuka portofolio sertifikasi milik peserta lain, apa yang anda lihat ?
33
6) Pertanyaan yang berkaitan tentang latar belakang atau demografi. Pertanyaan yang
berusaha menemukan ciri-ciri pribadi orang yang diwawancarai yang jawabannya
dapat membantu pewawancara menemukan hubungan responden dengan orang lain.
Contohnya : Mengapa anda termasuk peserta sertifikasi ?
2.3.2.4. Menata Urutan Pertanyaan
Teknik yang tepat untuk menjamin baik atau buruknya sebuah pertanyaan
kualitatif dapat dilakukan dengan kritik-kritik yang diberikan oleh pewawancara yang
telah berpengalaman terhadap naskah wawancara, pengujian petunjuk-petunjuk
wawancara, dan juga revisi atau perbaikan awal dari sebuah pertanyaan untuk
mencapai hasil akhir penyusunan kalimat yang memuaskan (Millan, 2001). Oleh
sebab itu, atas saran atau masukan dari pewawancara atau pakar yang sangat
berpengalaman dalam wawancara, maka pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
agar ditata ulang berdasarkan urutan pertanyaan mulai dari yang 15 paling sederhana
menuju pertanyaan yang menukik ke arah tujuan penelitian.
Dalam hal ini Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2009), membagi ada tiga
cara dalam menata urutan pertanyaan, yaitu
a) Bentuk cerobong Pada bentuk ini, pertanyaan-pertanyaan dimulai dari segi yang
umum mengarah kepada yang khusus. Contoh:
Menurut saudara, bagaimana hubungan Negara kita dengan Negara-negara Asia
lainnya ?
Bagaimana pula pendapat anda tentang hubungan Negara kita dengan RRC ?
Ada yang berpendapat bahwa kita seharusnya lebih aktif memperbaiki hubungan
itu, yang lainnya berpendapat bahwa biar RRC saja yang mencari kita. Bagaimana
pendapat anda mengenai hal itu ?
b) Kebalikan bentuk cerobong
Pada bentuk ini, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dimulai dengan
pertanyaan yang khusus terlebih dahulu, kemudian makin ke umum.
Contoh:
34
Apa yang sebenarnya terjadi antara teman anda, Ali dan Jono?
Apakah perselisihan mereka telah lama berlangsung? Sudah berapa lamakah hal
itu terjadi?
Apakah mereka mempunyai persoalan yang sama dengan teman-temannya yang
lain?
c) Rencana kuintamensional
Cara ini dengan memfokuskan pertanyaan dari dimensi kesadaran deskriptif menuju
dimensi-dimensi afektif, perilaku, perasaan, atau sikap. Jadi pertanyaan-pertanyaan
harus memenuhi criteria-kriteria sebagai berikut :
Hendaknya dimulai dengan sesuatu menentukan kesadaran, misalnya: “Apakah
Anda menyaksikan pertengkaran yang terjadi antara Ali dan Jono di halaman
sekolah?”.
Harus berupa pertanyaan terbuka yang berkaitan dengan perasaan umum, misalnya:
“Apakah pertengkaran mereka tampaknya menyebabkan perasaan kasihan pada
teman-teman lainnya?”.
Harus memfokus pada bagian-bagian khusus tentang suatu isu, misalnya: “Apakah
anda benar-benar tahu tentang perkelaian itu? Dapatkah anda menceritakan asal
mulanya?”.
Harus dimulai dengan pertanyaan mengapa. Misalnya “Apakah perselisihan mereka
sudah lama terjadi? Ataukah pertengkaran mereka baru dimulai? Apakah anda
mengetahui mengapa pertengkaran itu pada waktu pertama kali terjadi?”.
Peawawancara harus menanyakan intensitasnya, artinya mendalami intensitas dari
akibatnya di sekitar peristiwa itu. Misalnya: “Sebagai ketua kelas, bagaimana
perasaan anda, apakah pertengkaran mereka akan berakibat pada anda dan pada
hubungan mereka dengan teman-teman sekelas lainnya” Berdasarkan uraian di atas,
maka dapat dikatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara merupakan
hasil evolusi dari pertanyaan penelitian menjadi pertanyaan interviewe yang siap
digunakan untuk wawancara. Evolusi tersebut dapat digambarkan dengan diagram
berikut (Alwasilah, 2003, halaman 193):
35
2.3.2.5. Perencanaan Wawancara
Untuk menghasilkan informasi atau data yang cukup akurat, maka dalam
melaksanakan wawancara, pewawancara sebaiknya hanya mengajukan pertanyaan
yang relevan dan seperlunya saja, jangan menggunakan pertanyaan yang
menghambur dan tidak jelas. Oleh sebab itu, pertanyaan yang disusun harus tetap
berpegang pada hal-hal berikut ini (Alwasilah, 2003):
Topik yang pasti
Pertanyaan sesuai topik
Pertanyaan yang tuntas
Responden yang tepat
Pengaturan waktu wawancara yang baik
Transaksi wawancara sesegera mungkin.
36
Agar wawancara dapat menghasilkan informasi atau data yang baik, perlu
juga diperhatikan langkah-langkah yang dapat mempertinggi hasil pengumpulan data
yaitu:
Menetapkan sampel yang akan di wawancarai
Menyusun pedoman wawancara
Mencobakan wawancara (try out)
Berhubungan dengan terwawancara (orang yang diinterview)
Perencanaan yang diuraikan disini menitikberatkan wawancara tak terstruktur
karena untuk wawancara terstruktur sudah cukup dengan petunjuk yang tersedia.
Menurut Moleong (2009), persiapan wawancara tak terstruktur dapat diselenggarakan
menurut tahap-tahap sebagai berikut :
a) Menemui siapa yang akan diwawancarai.
b) Mencari tahu bagaimana cara yang sebaiknya untuk mengadakan kontak
dengan responden.
c) Mengadakan persiapan yang matang untuk pelaksanaan wawancara.
Di samping hal-hal di atas, efektivitas dari sebuah wawancara sangatlah
ditentukan oleh penekanan yang efisien dari sebuah topik dan juga rangkaian
pertanyaan-pertanyaan yang dibuat. Petunjuk untuk membuat wawancara lebih efektif
adalah (Millan, 2001):
1) Penekanan dalam wawancara. Untuk pertanyaan yang begitu luas sebaiknya
disusun lebih spesifik dan ini perlu ditekankan. Peneliti atau pewawancara harus
berbicara lebih sedikit daripada responden. Isyarat yang dibutuhkan oleh responden
biasanya dikurangi menjadi beberapa kata singkat selama wawancara.
2) Penyampaian tujuan dan fokus dari peneliti. Penyampaian tujuan penelitian
biasanya dibuat dan disampaikan pada permulaan wawancara. Informasi yang
diberikan adalah penekanan betapa pentingnya data yang akan dikumpulkan, alasan
mengapa datadata tersebut menjadi sesuatu yang penting, dan juga keinginan
37
pewawancara untuk mengemukakan tujuan wawancara sebagai penghormatan kepada
para peserta wawancara.
3) Variasi urutan pertanyaan. Biasanya sebuah pertanyaan dikelompokkan
berdasarkan topik, namun dalam beberapa hal, susunan pertanyaan yang ada pada
naskah wawancara dapat dikesampingkan, karena responden (peserta 19 wawancara)
telah memaparkan pengalamannya secara terperinci (dapat merupakan catatan
lapangan).
4) Pertanyaan demografi. Pengumpulan data dalam pertanyaan demografi, biasanya
dilakukan pada permulaan wawancara untuk membentuk hubungan dan pehatian agar
lebih terfokus.
5) Pertanyaan kompleks, kontroversial, dan sulit. Perlu diperhatikan agar pertanyaan-
pertanyaan yang kompleks, kontroversila, dan sulit, untuk ditunda dan diletakkan
ditengah atau di akhir wawancara pada saat atau setelah responden terlihat tertarik
dengan proses wawancara yang berlangsung. Oleh sebab itu, wawancara hendaknya
dimulai dari pertanyaan yang bersifat deskriptif, terbaru, dan kemudian bergerak ke
pertanyaan yang membutuhkan pemahaman dan penjelasan yang lebih kompleks.
2.3.2.6. Pelaksanaan dan Kegiatan Sesudah Wawancara
a. Pelaksanaan wawancara Menurut Creswell (1998, halaman 123 – 124), bahwa
wawancara merupakan proses yang mengikuti prosedur dengan serangkaian
langkahlangkah sebagai beikut:
Mengidentifikasi responden yang diwawancarai dengan sampel yang diambil
secara purposif sampling.
Menentukan jenis wawancara yang dapat menghasilkan informasi yang sangat
bermanfaat dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Dalam melakukan wawancara satu-satu atau fokus pada kelompok, sebaiknya
menggunakan prosedur pencatatan yang memadai, seperti mikrofon kerah
untuk pewawancara dan responden atau mike yang cukup peka terhadap
akustik ruangan.
38
Menggunakan bentuk desain protokol wawancara, yaitu desain pedoman
wawancara dengan panjang sekitar 4 sampai 5 halaman yang 20 berisi 5
pertanyaan open-ended, dan menyediakan tempat (ruang) untuk mencatat
tanggapan terhadap komentar-komentar responden.
Menentukan tempat untuk melaksanakan wawancara.
Pada saat akan melakukan wawancara, harus mendapat persetujuan dahulu
dari orang yang akan diwawancarai untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Selama wawancara, pertanyaan-pertanyaan harus dikuasai oleh pewawancara,
bila pertanyaan-pertanyaan telah selesai dijawab dalam waktu tertentu, dengan
hormat dan sopan, pewawancara menawarkan beberapa pertanyaan lanjutan
atau memberikan beberapa saran.
Pelaksanaan wawancara menyangkut pewawancara dengan responden yang
diwawancarai. Keduanya akan selalu berhubungan dalam mengadakan percakapan,
dan pewawancaralah yang berkepentingan sedangkan responden yang diwawancarai
hanya bersifat membantu. Oleh karena itu, pewawancara hendaknya mengikuti tata
aturan dan kesopanan yang dianut oleh responden yang diwawancarai sebagai berikut
(Moleong, 2009) :
a) Pewawancara berpakaian sepantasnya.
b) Pewawancara senantiasa menepati janji, terutama janji waktu
c) Pewawancara memperkenalkan diri terlebih dahulu.
d) Lingkungan tempat wawancara nyaman dan menyenangkan
e) Pewawancara bertindak sebagai seorang yang netral
f) Pewawancara mengembangkan kemampuan mendengan yang baik, akurat
dan tepat agar apa yang didengarnya secara tepat dapat dimanfaatkan sebagai
informasi yang menunjang pemecahan masalah penelitian.
Menurut Dexter (Alwasilah, 2003), hubungan baik antara pewawancara
dengan responden ditentukan oleh 3 (tiga) hal, yaitu:
Kepribadian dan keterampilan pewawancara.
39
Sikap dan orientasi yang diwawacarai.
Definisi kedua orang tersebut tentang situasi.
Meskipun dari uraian di atas, nampak bahwa tidak semua orang terampil,
suka, atau mau melakukan wawancara. Namun, sebagai peneliti kualitatif sudah
seharusnya belajar bagaimana melakukan wawancara. Atribut yang harus disandang
oleh pewawancara atau peneliti dalam hal ini adalah bahwa pewawancara adalah
orang baik, penuh antisipasi, naif (naive), analitis, paradoks, tidak reaktif, direktif
atau terapetik, dan sabar dalam mengejar data atau informasi (Alwasilah, 2003).
2.3.2.7. Strategi dan taktik berwawancara
Sifat hubungan pribadi antara pewawancara dengan responden menuntut
keahlian dan kepekaan yang lebih tepat disebut seni. Seorang pewawancara atau
peneliti kualitatif harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan responden
untuk mendapatkan data yang akurat dan data yang sebenarnya. Untuk itu
pewawancara harus memiliki sekurangkurangnya 5 (lima) keahlian atau keterampilan
dalam menjalin komunikasi dengan responden, yaitu: akses lokasi dengan responden,
memahami bahasa dan budaya responden, bagaimana mencitrakan diri terhadap
responden, bagaimana menemukan informan, bagaimana meraih kepercayaan
responden (Denzin, 2009). Diantara kelima keterampilan tersebut, yang paling rawan
adalah menanamkan kepercayaan dan menjalin kerjasama dengan responden
(Moleong, 2009). Berbicara dengan cara yang bersahabat mengenai hal-hal yang
menarik responden, akan menumbuhkan rasa hormat responden kepada
pewawancara.
2.3.2.8. Pencatatan data wawancara
Pencatatan data itu perlu dilakukan dengan cara yang sebaik dan setepat
mungkin. Ada pencatatan data yang dilakukan melalui taperecorder, kamera, dan ada
pula yang dilakukan melalui pencatatan pewawancara sendiri melalui buku catatan
(Sugiyono, 2009). Dari berbagai sumber data, perlu dicatat mana data yang dianggap
40
penting, dan mana data yang tidak penting, selanjutnya data yang sama
dikelompokkan. Hubungan satu data dengan data yang lain perlu dikonstruksikan,
sehingga menghasilkan pola dan makna tertentu. Data yang masih diragukan perlu
ditanyakan kembali kepada sumber data lama atau yang baru agar memperoleh
ketuntasan dan kepastian.
2.3.2.9. Kegiatan sesudah wawancara
Setelah kegiatan wawancara, pencatatan selama wawancara, dan membuat
transkrip dari kaset rekaman (jika digunakan tape recorder) telah selesai dilakukan,
maka data-data atau informasi-informasi yang telah dikumpulkan tersebut perlu
dilakukan pengeditan untuk menghindari kesalahan pengetikan sebelum dicetak
menjadi hasil akhir. Bentuk terakhir dari naskah hasil wawancara berisikan data-data
akurat dan penafsiran pewawancara atau peneliti mengenai berbagai komunikasi non-
verbal yang dapat digunakan untuk memperluas wawasan dan makna dari topik
penelitian yang dilakukan (Millan, 2001). Oleh sebab itu, kegiatan sesudah
wawancara dapat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut (Moleong, 2009):
Memeriksa apakah tape-recorder berfungsi dengan baik atau tidak.
Membuat catatan lapangan secara lengkap tentang tempat wawancara, siapa yang
menjadi terwawancara, bagaimana reaksinya, bagaimana peranan pewawancara itu
sendiri dan hal-hal apa yang dapat dicatat untuk memperkaya wawancara.
Memeriksa seluruh informasi yang diperlukan dalam wawancara.
Mengorganisasi dan mensistematisasi data agar siap dijadikan bahan analisis.
2.3.2.9. Kelebihan dan Kelemahan Interview / Wawancara
41
Didalam mempergunakan wawancara sebagai salah satu alat pengumpulan
data, sudah tentu ada kebaikan dan kelemahannya. Kelebihan interview sebagai
teknik pengumpulan data didalam penelitian, adalah antara lain (Black, J.A., 1976):
a) Interview merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan keadaan
pribadi subyek wawancara.
b) Dapat dilaksanakan terhadap setiap tingkatan umur.
c) Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi.
d) Wawancara memungkinkan peneliti, untuk memperoleh dan mengumpulkan data
dalam jangka waktu yang lebih cepat, apabila dibandingkan dengan penggunaan alat-
alat pengumpulan data lainnya
e) Wawancara memberikan jaminan kepada peneliti, bahwa pertanyaanpertanyaan
yang diajukan kepada responden, mendapatkan jawaban yang dikehendaki oleh
peneliti. Setidak-tidaknya jawaban yang diperoleh merupakan data yang proporsional
dengan tujuan penelitian.
f) Penggunaan wawancara, memungkinkan peneliti untuk bersikap tidak terlampau
kaku atau ketat (jadi, dapat berlaku lebih luwes)
g) Peneliti lebih banyak dapat menerapkan pengawasan dan pengendalian terhadap
situasi yang dihadapi, didalam penerapan wawancara.
h) Data yang diberikan oleh responden, secara langsung dapat diperiksa
kebenarannnya, melalui tingkah laku non verbal dari responden. Disamping
keuntungan-keuntungan tersebut diatas, maka penggunaan wawancara juga
mempunya kelemahan-kelemahan. Adapun kelemahan-kelemahannya adalah (Black,
J.A., 1976):
a) Tidak efisiennya waktu dan tenaga karena sulit diprediksi berapa lama dan berapa
kali wawancara akan dilakukan dengan responden.
b) Sangat tergantung kepada kesediaan, kemampuan dan keadaan. Sementara dari
fihak subyek, wawancara sangat menghambat ketelitian hasilnya.
c) Didalam wawancara adakalanya timbul masalah, apakah jawaban atau keterangan
yang diberikan oleh responden dapat dipercayai atau tidak. Dengan demikian peneliti
42
harus sudah harus siap terlebih dahulu, untuk dapat mengetahui sampai seberapa jauh
keterangan-keterangan yang diberikan oleh responden akan dapat dipercaya.
d) Tidak jarang bahwa pewawancara mengalami keadaan-keadaan yang kurang
menyenangkan, yang mengakibatkan terjadinya kekeliruan didalam pengumpulan
serta pencatatan data penelitian.
e) Didalam penelitian tidak jarang dipergunakan beberapa orang pewawancara, untuk
melaksanakan wawancara.
f) Situasi wawancara kadang-kadang tidak dapat dipertahankan; artinya mungkin
repport menjadi terganggu karena faktor pribadi pewawancara atau responden, sifat
pertanyaan, atau mungkin karena pengaruh dari luar yang tiba-tiba muncul pada saat
wawancara sedang berlangsung
2.3.3. metode Angket
Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak
langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrument
pengumpul datanya juga disebut dengan angket yang berisi sejumlah pertanyaan atau
pernyataan tertulis yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Angket adalah
suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan yang diajukan pada
responden untuk mendapat jawaban. Angket adalah suatu daftar atau kumpulan
pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis juga ( WS. Winkel, 1987).
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan
komunikasi dengan sumber data ( I. Djumhur, 1985 ).
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang tida
memerlukan kedatangan langsung dari sumber data ( Dewa Ktut Sukardi, 1983 ).
Kuesioner adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan yang harus dijawab atau
dikerjakan oleh orang/anak yang ingin diselidiki atau responden ( Bimo Walgito,
1987). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian angket adalah
suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan tertulis yang diajukan
kepada subyek untuk mendapatkan jawaban secara tertulis juga.
43
2.3.3.1. Prinsip Penulisan Angket
Isi dan Tujuan Pertanyaan
Maksudnya adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk
pengukuran atau bukan. Jika berbentuk pengukuran, maka dalam membuat
pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus disusun dalam skala pengukuran
dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang diteliti.
Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam angket harus disesuaikan dengan kemampuan
berbahasa responden (memerhatikan jenjang pendidikan keadaan sosial budaya
dari responden).
Tipe dan Bentuk Pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka (pertanyaan yang mengharapkan
responden untuk menuliskan jawabannya dalam bentuk uraian) atau tertutup
(pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden
untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan) dan dapat pula
menggunakan kalimat positif ataupun negatif.
Pertanyaan tidak mendua (double barreled), contohnya “Bagaimana
pendapat anda mengenai kualitas dan relevansi pendidikan saat ini?”
Tidak menanyakan yang sudah lupa, misalnya “Bagaimana kualitas
pendidikan sekarang bila dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu?”
Pertanyaan tidak menggiring, maksudnya pertanyaan dalam angket tidak
menggiring/ mengarahkan ke jawaban yang baik atau yang buruk saja.
Misalnya “Bagaimanakah prestasi belajar anda selama di sekolah yang
dulu?”
Panjang pertanyaan, pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang,
sehingga akan membuat responden jenuh dalam mengisi
Urutan Pertanyaan. Urutan pertanyaan dalam angket dimulai dari yang umum
menuju ke hal yang spesifik atua dari hal yang mudah menuju ke hal yang
44
sulit. Hal ini perlu diperhatikan karena secara psikologis dapat memengaruhi
semangat responden, jika pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit
maka responden akan merasa malas untuk mengisi angket yang telah meraka
terima.
Prinsip Pengukuran. Angket yang diberikan kepada responden merupakan
instrument penelitian yang digunakan untuk mengukur variable yang akan
diteliti. Oleh karena itu, angket terebut harus dapat digunakan untuk
mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variable yang diukur, maka
sebelum instrument angket tersebut diberikan kepada responden, sebaiknya
diuji dulu validitas dan reabilitasnya.
Penampilan Fisik Angket. Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul
data akan memengaruhi responden dalam mengisi angket. Angket yang dibuat
dikertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik dari responden.
2.3.3.2. Struktur Batang Tubuh Angket
1. Judul angket
2. Pengantar yang berisi tujuan dan petunjuk pengisian.
3. Item-item pertanyaan, bisa juga opini atau pendapat, fakta.
Pengisian identitas dalam angket tergantung tujuannya, karena kadang-kadang
indentitas tidak diperlukan. Misalnya angket yang bertujuan atau menginginkan
opini atau pendapat umum.
2.3.3.3. Bentuk-bentuk Pertanyaan dalam Angket.
1. Pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang telah mendapat pengarahan dari
penyusun angket. Responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang telah disediakan
dalam kuesioner itu. Jadi jawabannya telah terikat, responden tidak dapat
memberikan jawabannya secara bebas.
2. Pertanyaan terbuka yaitu menghendaki jawaban responden sebebas-bebasnya
dengan uraian yang lengkap
45
3. Daftar cek. Contohnya : Tulislah tanda cek ( V ) di bawah lajur ya, apabila
pertanyaan yang bersangkutan sesuai dengan pendapat saudara dan tulislah tanda itu
di bawah lajur tidak, apabila pertanyaan itu tidak sesuai dengan pendapat saudara.
4. Pilihan Salah Benar
Contoh : Lingkarilah huruf B apabila menurut pendapat anda pernyataan yang
bersangkutan itu benar, dan lingkarilah huruf S, apabila menurut pendapat anda
pernyataan itu salah.
a. B - S Anak saya banyak mempunyai teman bermain.
b. B - S Anak saya mempunyai kamar belajar sendiri.
c. B - S Anak saya mudah tersinggung perasaannya.
5. Skala
Contoh : Berilah tanda cek ( V ) pada kolom yang sesuai dengan pendapat anda
2.3.3.4. Jenis-jenis Angket atau Kuesioner
1. Jenis angket berdasarkan cara responden menjawab, diantaranya :
46
a. Angket tidak berstruktur (terbuka) ialah angket yang disajikan dalam bentuk
sederhana sehingga responden dapat memberikan jawaban bebas sesuai
dengan kehendak dan keadaannya. Jawaban bebas disini maksudnya adalah
uraian berupa pendapat, hasil pemikiran, tanggapan, dan lain-lain mengenai
segala sesuatu yang dipertanyakan setiap item pada angket. Contoh
pertanyaan angket terbuka “Bagaimana pendapat anda mengenai kenaikan
standar nilai UN?”
b. Angket berstruktur (tertutup) ialah jenis angket yang setelah rumusan
pertanyaannya disediakan pula alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh
responden. Angket berstruktur dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :
Angket berstruktur dengan pertanyaan tertutup ialah angket yang telah
menyediakan alternatif jawaban yang harus dipilih responden tanpa
kemungkinan jawaban lain. Contohnya “Bagaimana pendapat kalian terhadap
pembelajaran yang telah berlangsung tadi?”
a. sangat baik b. baik c. cukup d. kurang e. sangat kurang
Angket berstruktur dengan pertanyaan terbuka merupakan jenis pertanyaan
angket yang juga termasuk kedalam angket tertutup, maksudnya alternatif
jawabannya berbentuk pilihan ganda tetapi peneliti berasumsi dari jawaban
yang telah disediakan untuk setiap pertanyaan mungkin tidak ada jawaban
yang sesuai atau tepat, sehingga responden perlu diberi kesempatan untuk
menyampaikan jawaban lain yang lebih tepat.
Contoh : Pembelajaran yang bagaimanakah yang kalian sukai?
a. Pembelajaran yang menyenangkan
b. Pembelajaran yang humoris
c. Pembelajaran yang santai
d. Pembelajaran yang komunikatif
Angket berstruktur dengan jawaban singkat (short answer item), angket jenis
ini merupakan gabungan atau kombinasi antara angket tidak berstruktur
47
dengan angket berstruktur. Contoh “Bagaimana pendapat kalian tentang
penjelasan materi yang disampaikan oleh guru?
4. Jenis angket berdasarkan bentuknya, antara lain :
Angket pilihan ganda (sama dengan angket tertutup)
Angket isian, seperti angket tercheck list/ daftar cek, sehingga responden
tinggal membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai.
3. Dilihat dari cara memberikannya, angket dapat dibedakan:
a. Angket langsung, yaitu bila angket itu langsung diberikan kepada responden
yang ingin diselidiki . Jawaban diperoleh dari sumber pertama tanpa
menggunakan perantara.
b. Angket tidak langsung, yaitu bila angket itu disampaiakan kepada orang lain
ang diminta pendapat tentang pendapat atau keadaan orang lain. Jawaban angket
itu diperoleh dengan melalui perantara, sehingga jawabannya tidak dari sumber
pertama.
4. Berdasarkan sifat jawaban yang diharapkan, angket dapat dibagi menjadi:
a. Angket tertutup
Pada angket jenis ini, pertanyaan dan jawaban-jawabannya disusun oleh
peneliti. Responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang disediakan yang
sesuai dengan pendiriannya.Jenis angket ini biasanya digunakan apabila peneliti
telah dapat mengantisipasi atau memprediksi jawaban-jawaban yang akan
diberikan oleh responden. Banyak jawaban- jawaban yang dapat dapat
dikatagorisasikan oleh peneliti, misalnya jenis kelamin, usia, agama, silsilah
keluarga, dan sebagainya. Jawaban tersebut dapat dalam bentuk pilihan ganda
tunggal, check list, atau skala bertingkat (rating-scale), seperti: sangat setuju -
setuju - kurang setuju - tidak setuju- sangat tidak setuju. Sebagai contoh:
48
a) Dalam proses belajar mengajar, apakah guru selalu memberikan kesempatan
bertanya kepada siswa? ya – tidak.
b) Metode mengajar yang digunakan guru dalam menyampaikan materi adalah:
a.ceramah b.diskusi c.tanya jawab d.ekspositori e.demonstrasi
Pada pertanyaan ini, responden dimungkinkan menjawab lebih dari satu pilihan.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa guru dalam menyampaikan materi pelajaran
senantiasa menggunakan metode yang bervariasi.
c) Metode mengajar yang digunakan oleh guru sebaiknya bervariasi
a. sangat setuju
b. setuju
c. kurang setuju
d. tidak setuju
e. sangat tidak setuju
Keuntungan dari angket tertutup di antaranya: responden dimudahkan dalam
menjawab pertanyaan, lebih besar kemungkinannya angket tersebut akan diisi oleh
responden, hasilnya mudah diolah. Namun kelemahan dari angket tersebut adalah,
tidak ada kesempatan bagi responden untuk menjawab di luar dari jawaban yang
tersedia, sehingga ada kemungkinan responden mengisi asal-asalan apabila jawaban
yang diharapkannya tidak tercantum dalam pilihan.
b.Angket terbuka
Pada angket jenis ini, peneliti mengharapkan informasi yang cukup banyak
dari responden, bahkan jawaban yang diberikan responden mungkin saja belum
diketahui oleh peneliti. Selain itu jenis angket ini biasanya digunakan apabila
jawaban responden diperkirakan tidak akan dapat diantisipasi oleh peneliti karena
sulit dimasukkan kedalam katagori tertentu. Oleh karena itu pertanyaan yang disusun
oleh peneliti hendaknya betul- betul dapat menggali informasi dari responden sesuai
49
dengan keperluan peneliti. Sebagai contoh: “Berikan penjelasan mengapa Anda
menyukai pendekatan lingkungan dalam proses belajar mengajar”?
Keuntungan dari angket terbuka di antaranya: Besar kemungkinan
terungkapnya hal-hal yang sebelumnya tidak terantisipasi oleh peneliti sehingga
dapat menambah wawasan peneliti. Namun kelemahan utama dari angket tersebut
adalah, kesulitan dalam mengolah data yang dihasilkan karena jawaban yang
diperoleh sangat bervariasi. Selain waktu yang diperlukan lebih banyak
dibandingkan dengan angket tertutup, juga tidak semua responden mampu
mengemukakan pemikirannya dalam bentuk tulisan sehingga ada kemungkinan
jawaban yang disampaikan kurang sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
c.Kombinasi antara angket tertutup dan angket terbuka
Apabila peneliti mengharapkan informasi tambahan dari responden tentang
sesuatu yang mungkin belum diketahuinya padahal hal tersebut mungkin saja terjadi
di lapangan, maka peniliti dapat menggunakan kombinasi antara angket tertutup dan
angket terbuka. Jenis angket ini memberikan kesempatan kepada responden untuk
memberikan alternatif jawaban di luar jawaban yang telah disediakan. Sebagai
5. Berdasarkan pengadministrasiannya, angket dapat pula dibedakan menjadi:
1) Angket yang dikirimkan melalui pos
50
2). Angket melalui telepon
51
3) Angket yang diisi dihadapan kelompok
2.3.3.5. Hal -hal yang Harus Diperhatikan dalam Angket.
1. Angket dipergunakan dalam keadaan atau situasi yang setepat-tepatnya. Misalnya
bila kekurangan waktu, sasaran banyak/luas maka dalam situasi demikian akan tepat
apabila kita menggunakan angket.
2. Terlebih dahulu ditentukan tujuan angket itu, baik tujuan umum maupun tujuan
khusus. Misalnya apakah yang dituju itu tentang latar belakang sosial anak. Tujuan
itu akan menentukan pertanyaan-pertanyaan yang akan disusun . Tanpa adanya tujuan
yang jelas kita akan sulit menyusun pertanyaan.
3. Tentukan dan susunlah pertanyaan-pertanyaan itu dengan sebaik-baiknya. Banyak
angket kurang berharga karena kesalahan-kesalahan dalam pertanyaannya.
4. Apabila pertanyaan-pertanyaan itu sudah ditentukan maka pertanyaan -pertanyaan
itu selanjutnya digolong-golongkan menurut golongannya masing-masing, agar lebih
sistematis dan lebih mudah dalam mengadakan penggolongan lebih lanjut.
52
5. Bila telah tersusun, diadakan ceking atau uji coba untuk memeriksa kemungkinan
adanya pertanyaan-pertanyaan yang perlu diperbaiki, sehingga diharapkan akan
mendapat angket yang baik.
2.3.3.6. Petunjuk-petunjuk Penyusunan Pertanyaan dalam Angket
1. Menggunakan kata-kata yang tidak mengandung arti rangkap.
2. Susunan kalimat hendaknya sederhana tapi jelas.
3. Menghindari pemakaian kata yang tidak ada gunanya
4. Menghindarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu.
5. Mencantumkan kemungkinan jawaban sebanyak mungkin supaya subyek
mempunyai kemungkinan pilihan yang bebas. Pertanyaan hendaknya disesuaikan
dengan kemampuan dan responden sehingga dapat dijawab dengan baik.
7. Hindarkan kata-kata yang bersifat sugestif dan juga kata yang bersifat negatif.
8. Pertanyaan jangan bersifat memaksa untuk dijawab.
9. Bentuk berstruktur lebih baik dari pada bentuk terbuka.
10. Pertanyaan jangan membuat responden berpikir terlalu berat.
11. Pergunakan kata-kata yang netral, tidak menyinggung perasaan dan harga diri
responden.
2.3.3.7. Langkah-langkah Penyusunan Angket.
1. Persiapan.
2. Menentukan sasaran.
3. Menentukan tujuan.
4. Menentukan jenis informasi yang dibutuhkan.
5. Merancang bentuk-bentuk pertanyaan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan.
53
Kegunaan Angket dalam Bimbingan.
1. Untuk mengumpulkan informasi sebagai bahan dasar dalam rangka
penyusunan catatan permanen.
2. Untuk menjamin validitas informasi yang diperoleh dengan metode lain.
3. Pembuatan evaluasi progam bimbingan
4. Untuk mengambil sampling sikap/pendapat dari responden
2.3.3.8. Kelebihan Angket.
Merupakan metode yang praktis, karena dapat dipergunakan untuk
mengumpulkan data kepada sejumlah responden dalam jumlah yang banyak dan
waktu yang singkat.
Merupakan metode yang ekonomis, dari segi tenaga yang dibutuhkan.
Setiap responden menerima sejumlah pertanyaan yang sama.
Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangan.
Responden mempunyai waktu cukup untuk menjawab pertanyaan.
Pengaruh subyektif dapat dihindarkan.
2.3.3.9. Keterbatasan Angket.
1. Sulit untuk mendapat jaminan bahwa responden akan memberikan jawaban yang
tepat.
2. Terbatas hanya pada responden yang bisa membaca dan menulis.
3. Karena tidak berhadapan langsung dengan responden, maka bila ada pertanyaan
yang kurang jelas, responden tidak dapat mendapatkan keterangan lebih lanjut.
4. Bersifat kaku, karena pertanyaan-pertanyaan dalam angket telah ditentukan,
sehingga tidak dapat diubah sesuai dengan keadaan sekitar.
5. Sulit mendapatkan jaminan bahwa semua responden akan mengembalikan angket
yang diberikan.
54
4.3.3.10. Psikologi Menjawab Angket
Sitat kerjasama adalah syarat penting dalam penelitian yang
menggunakan angket. Untuk itu maka para peneliti yang
menggunakanmeteode ini tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri.
Tetapi harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada pada diri responds.
sebagai responden ini biasanya :
a. Asing bagi peneliti.
b. Tidak berkepentingan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain.
c. Sudah sibuk dengan pekerjaan dan urusannya sendiri.
Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti harus memahami lebih dahulu
psikologi menjawab angketnya. bagaimana minatnya, motivasinya.
kesediaannya, dan kejujurannya dalam memberikan jawaban. Hal yang harus
dijawab lebih dahulu sebelum peneliti melakukan angket. adalah pertanyaan-
pertanyaan antara lain sebagai berikut.
– Mengapa mereka (responden) harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan
– Adakah cukup alasan bagi penjawab untuk bersusah payah menjawab
angket.
– Apakah ada kepastian tentang perhatian, simpati, kesediaan dan sebagainya
dari responden dan sebagainya.
55
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Teknik pegumpulan data merupakan proseyang penting dalam mendukung
suatu penelitian. Menurut sugiyono (2012) teknikpengumpulan data adalah langkah
yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpuln data maka penelitian tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan. Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dengan menggunakan teknik
pengumpulan data, maka peneliti akan mendapatkan data yang memenuhi standar
data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010)
teknik pengumpulan data sebagai suatu cara untuk memperoleh data melalui
beberapa langkah atau tahapan, yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Langkah-langkah tersebut berfungsi untuk mempermudah peneliti dalam proses
pemerolehan data. . sasaran pengamatan peneliti menghadapi kesukaran dalam
menentukan apa yang harus diamati dan diperhatikan dengan seksama dan apa yang
diabaikan. Pembatasan tentang sasaran pengamatan ini. sebaiknya dipertimbangkan
terlebih dulu sebelum peneliti memulai mengadakan pengamatan. Untuk membantu
pembatasan sarana pennelitian ini peneliti dapat mempelajari teori-teori ataupun
pengetahuan-pengetahuan. Dari sini akan diperoleh gambaran mengenai kenyataan-
kenyataan yang perlu diperhatikan dalam mempelajari masalah sosial tertentu.
3.2. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, saran penulis kepada para pembaca yang ingin mengembangkan
makalah ini adalah diharapkan dapat menambah dan memperluas kajian
56
mengenai populasi, sampel, dan teknik sampling, sehingga bisa memberikan
gambaran secara lebih lengkap dan nyata.
57
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.C., 2003. Pokoknya Kualitatif; Dasar-Dasar Merancang Dan
Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Penerbit: Pt. Kiblat Buku Utama.
Black, J.A. & Dean J. C. 1976. Methodes And Issues In Social Research. New York.:
John Wiley & Sons. Inc.
Cresswell, J.W., 1998. Qualitative Inquiry And Research Design. Choosing Among
5th Ed. New Delhi: Sage Publications, International Educational And
Profesional Publisher.
Denzin, N.K. And Yvonna S.L., 2009. Handbook Of Qualitative Research.
(Diterjemahkan Oleh Darioyatno). Yogyakarta. :Penerbit: Pustaka Pelajar.
Husaini Usman, Dan R. Purnomo Setiady Akbar. 2006. Pengantar Statistika.Jakarta:
Bumi Aksara
Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Yogyakarta
:Graha Ilmu
Mardalis. 2008. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara
Millan, J.H. And Sally. S., 2001. Research In Education. A Conceptual Introduction,
5th. Addison Wesley Longman, Inc. New York.
Miles, B.B., Dan A.M. Huberman, 1992, Analisa Data Kualitatif. Jakarta:UI Press
58
Moleong, L.J., 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan Ke-26. Bandung:
Penerbit: Pt. Remaja Rosdakarya.
Pattilima, H., 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Poerwandari, E. Kristi. 1998. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Universitas Terbuka
Sanapiah Faisal. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Penerbit: Pt.
Usaha Nasional.
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Penrbit. Bandung.: Cv. Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono.2012.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta
59