2
Middle-income Trap Dennis Givari/ 1106021815 Middle-income trap adalah istilah yang diberikan kepada negara- negara berpendapatan menengah (middle-income countries) yang “terjebak” di posisinya dan tidak bisa melakukan lompatan untuk masuk menjadi negara maju baru. Jadi suatu negara telah mencapai suatu level pendapatan per kapita tertentu yang relatif cukup makmur, namun tidak mampu lagi mempertahankan momentum pertumbuhan yang tinggi, sehingga negara tersebut tidak kunjung naik kelas masuk dalam jajaran negara-negara maju. Jadi seolah-olah negara tersebut terkunci di tengah (stuck in the middle) di posisinya sebagai negara berpendapatan menengah. Penjelasannya: “It’s easier to rise from a low- income to a middle-income economy than it is to jump from a middle-income to a high-income economy ”. Untuk keluar dari perangkap tersebut sangatlah sulit karena membutuhkan perombakan seluruh model pertumbuhan ekonomi yang paling sering digunakan oleh negara-negara berkembang. Heston, Summers & Aten (2011) menggambarkan, bahwa semenjak tahun 1960, terdapat 101 negara yang naik kelas menjadi middle- income countries, akan tetapi hanya 13 yang sukses menjadi high income. Kegagalan naik kelas ini disinyalir diakibatkan terperosoknya negara-negara tersebut ke dalam middle-income trap. Ada beberapa analisis yang menjelaskan mengapa fenomena ini dapat terjadi. Secara umum dikatakan bahwa berkurangnya competitiveness suatu negara berkembang merupakan penyebab utama. Ketika pada tahap awal pembangunan, competitiveness negara berkembang diuntungkan oleh dua faktor, yaitu upah buruh yang murah dan kemudahan dalam adaptasi teknologi. Middle-income trap ditandai dengan pertumbuhan yang tadinya cepat semakin melambat. Seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita negara tersebut, maka tuntutan akan perbaikan tingkat upah akan semakin besar yang berakibat pada kenaikan biaya tenaga kerja. Dengan naiknya biaya tenaga kerja,

Middle Income Trap

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penjelasan Middle-income Trap

Citation preview

Page 1: Middle Income Trap

Middle-income Trap

Dennis Givari/ 1106021815

Middle-income trap adalah istilah yang diberikan kepada negara-negara berpendapatan menengah (middle-income countries) yang “terjebak” di posisinya dan tidak bisa melakukan lompatan untuk masuk menjadi negara maju baru. Jadi suatu negara telah mencapai suatu level pendapatan per kapita tertentu yang relatif cukup makmur, namun tidak mampu lagi mempertahankan momentum pertumbuhan yang tinggi, sehingga negara tersebut tidak kunjung naik kelas masuk dalam jajaran negara-negara maju. Jadi seolah-olah negara tersebut terkunci di tengah (stuck in the middle) di posisinya sebagai negara berpendapatan menengah. Penjelasannya: “It’s easier to rise from a low-income to a middle-income economy than it is to jump from a middle-income to a high-income economy”. Untuk keluar dari perangkap tersebut sangatlah sulit karena membutuhkan perombakan seluruh model pertumbuhan ekonomi yang paling sering digunakan oleh negara-negara berkembang.

Heston, Summers & Aten (2011) menggambarkan, bahwa semenjak tahun 1960, terdapat 101 negara yang naik kelas menjadi middle-income countries, akan tetapi hanya 13 yang sukses menjadi high income. Kegagalan naik kelas ini disinyalir diakibatkan terperosoknya negara-negara tersebut ke dalam middle-income trap. Ada beberapa analisis yang menjelaskan mengapa fenomena ini dapat terjadi. Secara umum dikatakan bahwa berkurangnya competitiveness suatu negara berkembang merupakan penyebab utama. Ketika pada tahap awal pembangunan, competitiveness negara berkembang diuntungkan oleh dua faktor, yaitu upah buruh yang murah dan kemudahan dalam adaptasi teknologi.

Middle-income trap ditandai dengan pertumbuhan yang tadinya cepat semakin melambat. Seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita negara tersebut, maka tuntutan akan perbaikan tingkat upah akan semakin besar yang berakibat pada kenaikan biaya tenaga kerja. Dengan naiknya biaya tenaga kerja, competitiveness negara tersebut semakin hilang. Hal ini berimplikasi kaburnya investor ke “lahan” baru yang dapat memiliki biaya tenaga kerja yang lebih kecil dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut menjadi stagnan. Kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) yang terjadi di tahun 2013 menjadi isu hangat terkait middle-income trap. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menyebabkan ekspektasi dan tuntutan kenaikan upah yang diterima semakin menguat. Sejumlah negara yang mengalami fenomena kenaikan upah ini gagal merespon dengan baik dan pada akhirnya terperosok ke dalam middle-income trap.

Economies of scale adalah kata kunci untuk mengatasi middle-income trap (Gill & Kharas, 2007). Beberapa negara yang berhasil keluar dari middle-income trap berhasil melakukan transformasi dari struktur perdagangannya. Sektor ekonomi  yang low-skill dan labor intensive menjadi kurang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa negara yang keluar dari middle-income trap adalah negara melakukan lompatan dari factor driven economy menjadi inovation driven economy dimana negara-negara tersebut tidak hanya bergantung pada kelebihan faktor produksi, tapi sudah memajukan inovasi teknologi untuk menciptakan diversifikasi produk.