Upload
muhammad-siddiq
View
157
Download
23
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara social dan ekonomis.1
Kesehatan merupakan suatu fenomena sosial, maka disadari bahwa
pelayanan kesehatan bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat, melainkan dipengaruhi juga oleh faktor perilaku dan
lingkungan, yang pengaruhnya jauh lebih besar. Salah satu faktor lingkungan
yang sangat berpengaruh adalah penyediaan air bersih dan kebiasaan masyarakat
yang suka buang air besar disembarang tempat.2
Pembangunan nasional berwawasan kesehatan mendorong kemandirian
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Pemerintah berkewajiban memelihara
dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau,
memelihara, dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan
lingkungannya. Program lingkungan sehat terkait dengan komitmen global dalam
mewujudkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan MDGs
yaitu “ensure environmental sustainability” atau menjamin berlanjutnya
pembangunan lingkungan. Tujuan ini menargetkan pada tahun 2015 akan
mengurangi separuh proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap air minum
dan sanitasi yang sehat.1Salah satu program yang mendukung percepatan
pencapaian MDGs 2015 dengan target 80% penduduk terakses oleh jamban
keluarga.2,3,4
Penyediaan air bersih dapat mencegah penyakit diare sebesar 35% dan
penggunaan jamban sehat dapat mencegah penyakit diare sebesar 28%. Angka
kesakitan dan kematian karena diare, cenderung meningkat dengan penurunan
1
penggunaan jamban. Ketika penggunaan kakus mencapai puncaknya di daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), angka kesakitan dan kematian diare terlihat paling
rendah yaitu 100 dan 17 kasus per 100.000 penduduk. Sebaliknya, ketika tingkat
penggunaan kakus berada pada level yang paling rendah di Kalimantan Barat,
terlihat angka kesakitan dan kematian diare paling tinggi yakni 940 dan 166 per
100.000 penduduk.5
Kepemilikan dan penggunaan jamban sehat merupakan salah satu
indikator program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditatanan rumah
tangga. Berdasarkan hasil kajian PHBS, secara nasional persentase rumah tangga
yang menggunakan jamban sehat sebesar 39%, di perkotaan (60%) jauh lebih
tinggi dibandingkan pedesaan (23%). Persentase rumah tangga yang
menggunakan jamban sehat di Provinsi Jawa Barat sedikit di atas rata-rata
nasional yaitu 39,6%. Sedangkan target yang diharapkan pada akhir tahun 2009
adalah 80% keluarga memiliki akses terhadap jamban.2,3,5
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat pad tahun 2009 menunjukkan hanya 42,65% rumah tangga di Sumatera
Barat yang memiliki tempat pembuangan tinja sendiri, sebanyak 14,67% untuk
bersama dan sebanyak 9,93% yang umum. Jadi masih ada 32,75% tidak memiliki
fasilitas buang air besar, sehingga dapat dikatakan bahwa cakupan jamban untuk
Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 baru mencapai 67,25%.6
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Pasaman Barat Tahun 2009, terdapat 67,60% yang menggunakan jamban keluarga
sendiri, 21,46% yang menggunakan jamban umum dan 2,98% yang menggunakan
jamban bersama. Pada penelitian yang dilakukan di Desa Sukamurni Kecamatan
Sukakarya Kabupaten Bekasi pada tahun 2008, sekitar 46,4% keluarga
menggunakan jamban dan 53,6% yang menyatakan keluarganya tidak
menggunakan jamban sebagai sarana buang air besar (BAB). Keluarga yang tidak
menggunakan jamban sebagian besar menggunakan sungai/kali (55,2%), empang
(38,1%), selokan (3,8%) dan kebun/sawah (2,9%) sebagai tempat BAB.5,6
2
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Berapa persentase
penggunaan jamban?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui persentase penggunaan jamban di
Kelurahan Tapian Nauli II Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah
Provinsi Sumatera Utara.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui persentase penggunaan jamban di Kelurahan Tapian Nauli
II di bidang kesehatan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan jamban di
Kelurahan Tapian Nauli II.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Informasi dan pertimbangan pegawai Puskesmas Poriaha yang wilayah
kerjanya Kecamatan Tapian Nauli
2. Masukin bagi Kepala Puskesmas Poriaha dalam peningkatan program
serta kinerja Puskesmas
Masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dalam
pengawasan program kesehatan lingkungan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Jamban dan Kotoran Manusia
Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat
tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori
permukaan (Notoadmodjo, 1996). Sementara menurut Kementrian Kesehatan RI
jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus rantai
penularan penyakit (Kepmenkes, 2008: 852).
Kotoran manusia atau tinja adalah zat-zat yanga harus dikeluarkan dari
dalam tubuh manusia berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan CO2 sebagai
hasil dari proses pernapasan. Notoatmodjo (2003:159). Pembuangan kotoran yang
baik adalah harus dibuang ke dalam tempat penampungan kotoran/jamban.
Jadi, jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian
dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai
penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak di
kelola dengan baik.1
2.2. Jenis- Jenis Jamban dan Syarat Jamban Sehat
Pilihan yang terbaik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan
memiliki kebutuhan air yang tercakupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus
dapat di bedakan atas beberapa macam (Azwar, 1996).
a. Jamban cemplung adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya
dibangun di bawah tempat injakan atau bangunan jamban. fungsi dari lubang
adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak dimungkinkan
penyebaran bakteri secara langsung ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini,
kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu lama karena tidak terlalu
dalam karena akan mengotori air tanah, kedalamannya 1,5-3 meter.
4
Gambar 2.1. Jamban Cemplung
b. Jamban empang (overhung latrine) adalah jamban yang dibangun di atas
empang, sungai atau rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar
begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan dan ayam.
Gambar 2.2. Jamban Empang
c. Jamban kimia (chemical toilet) adalah jamban yang biasanya dibangun pada
tempat-tempat rekreasi, alat transportasi seperti kereta api, pesawat terbang,
dan lain-lain. Disini tinja disinfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda
dan pembersihannya di pakai kertas tisue (toilet piper). Jamban kimia sifatnya
sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi.
5
Gambar 2.4. Jamban Kimia
d. Jamban Leher angsa (angsa latrine) adalah jamban leher lubang closet
berbentuk lengkung, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat
sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil.
Jamban model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan
lingkungan.6
gambar : jamban leher angsa
Sebenarnya selain jenis jamban di atas ada beberapa modifikasi jamban
yang biasa digunakan di pedesaan yaitu jamban leher angsa yang tempat jongkok
dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di atas lubang galian
penampung kotoran dan ada juga jamban leher angsa yang tempat jongkok dan
leher angsa tidak langsung di atas lubang galian penampungan kotoran tapi
6
dibangun terpisah dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring ke dalam
lubang galian penampung kotoran.1
Dikatakan jamban yang baik adalah memenuhi persyaratan jamban
keluarga yang sehat. Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut (Depkes RI, 2004).
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15
meter dari sumber air minum.
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah sekitar.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya.
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna.
6. Cukup penerang.
7. Lantai kedap air.
8. Ventilasi culup baik.
9. Tersedia air dan alat pembersih.6
Jika ditinjau dari konstruksinya jamban yang baik harus dilengkapi
komponen yaitu:
a. Rumah Kakus
Melihat fungsinya sebagai sarana pelindung pemakai, maka rumah kakus
sebaiknya terlindung dari pandangan orang, gangguan cuaca dan
keamanan.
7
b. Lantai Kakus
Fungsinya sebagai sarana penahan maka sifatnya haus baik, kuat dan
mudah dibersihkan serta tidak menyerap air.
c. Tempat duduk
Melihat fungsi kakus sebagai tempat penampungan tinja maka kondisinya
harus memenuhi konstruksi yang kuat dan mudah dibersihkan juga bisa
mengisolir rumah kakus jadi pembuangan tinja serta bentuk leher angsa
atau memakai tutup yang mudah di angkat.
d. Kecukupan Air Bersih
Jamban hendaklah disiram air minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak
mengapung di lubang jamban. Tujuannya menghindari penyebaran bau
tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih.
e. Tersedia alat pembersih
Jenis alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissue dan lainnya. Tujuan
alat pembersih ini agar jamban tetap bersih setalah jamban disiram, tidak
berlumut, dan tidak licin
f. Tempat Penampungan Tinja
Penampunagn tinja yaitu lubangisolasi serta proses penguraian tinja dan
stabilisasi serta menuut sifatnya bisa berbentuk lubang tanah atau tangki
dalam berbagai modifikasi.
g. Septic tank
Septic tank ini terdiri dari sedimentasi yang kedap air, tinja dan air
buangan yang mengalami dekomposisi. Di dalam tanki ini tinja akan
mengalami 2 proses yaitu :
Akibat penghancuran tinja direduksi (60-70%), zat padat akan
mengendap sebagai sludge. Zat yang tidak hancur bersama lemak dan
busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutupi
permukaan air yang disebut scum yang berfungsi mempetahankan
suasana anaerob dan menyebabkan bakteri anaerob tumbuh subur di
bawahnya.
8
Terjadi dekomposisi bakteri anaerob yang memakan zat organik dalam
sludge dan scum. Hasilnya gas dan air serta pengurangan volume
sludge sehingga septic tank tidak cepat penuh. Cairan enfinent yang
tidak mengandung tinja memiliki BOD yang rendah. Cairan ini
dialirkan memelalui pipa dan masuk ketempat perembesan.
h. Saluran peresapan
Saluran ini berfungsi menguraikan cairan dari septic tank yang mengikuti
sistem pembuangan kotoran lengkap.1
Gambar 1 : Contoh Jamban Sehat3
2.3. Pemanfaatan Jamban
Pemanfaatan jamban adalah perbuatan masyarakat dalam memanfaatkan
atau menggunakan jamban ketika membuang air besar. Atau dengan kata lain
pemanfaatan adalah penggunaan jamban oleh masyarakat dalam hal buang air
besar. Pemanfaatan jamban berhubungan erat dengan bahaya yang dapat
9
tempat persediaan air
tempat sabun
dinding pelindung
Ventilasi yg cukup
Penampung tinja
diakibatkan oleh penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh adanya kotoran tinja
manusia yang dapat menjadi sumber penyakit.
Tinja yang tidak tertampung ditempat tertutup dan aman dapat menyebabkan
beberapa penyakit menular seperti polio, kholera, hepatitis A dan lainnya.
Penyakit-penyakit ini dilatarbelakangi tidak tersedianya sanitasi dasar seperti
penyediaan jamban. Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator tercemarnya air,
dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan
manusia.
Mutmainna (2009:2) menjelaskan bahwa pembuangan tinja perlu
mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan buangan yang banyak
mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit,
seperti diare, tifus, muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta
estetika.
Tujuan jamban keluarga yaitu tidak membuang tinja ditempat terbuka
melainkan membangun jamban untuk diri sendiri dan keluarga. Penggunaan
jamban yang baik adalah kotoran yang masuk hendaknya disiram dengan air yang
cukup, hal ini selalu dikerjakan sehabis buang tinja sehingga kotoran tidak tampak
lagi. Secara periodik bowl, leher angsa dan lantai jamban digunakan dan
dipelihara dengan baik, sedangkan pada jamban cemplung lubang harus selalu
ditutup jika jamban tidak digunakan lagi, agar tidak kemasukan benda-benda lain.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan penggunaan jamban
keluarga adalah dilakukan untuk menjaga higienitas lingkungan yang lebih baik,
lebih sehat, lingkungan lebih bersih, lebih nyaman dan keselamatan lebih terjaga,
serta dapat mencegah timbulnya berbagai penyakit.5
Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan penduduk bisa
berdampak langsung maupun tidak langsung. Efek langsung bisa mengurangi
insidens penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja yaitu sebagian
besar penyakit yang menginfeksi saluran cerna sepeti kolera, disentri, tifus dan
10
sebagainya. Sedangkan efek tidak langsung dari pembuangn tinja berkaitan
dengan komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi hygiene
lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan sosial masyarakat dengan
mengurangi pencemaran tinja manusia pada sumber air minum penduduk.1
Mata rantai penularan berbagai penyakit tersebut diatas oleh tinja dapat
digambarkan sebagai berikut :
Dilihat dari akibat yang ditimbulkan dari penularan penyakit oleh tinja ini,
maka perlu dilakukan tindakan pencagahan salah satu caranya adalah dengan
memutuskan mata rantai penyakit menggunakan rintangan sanitasi dan
mengisolasi tinja dengan penggunaan jamban dan sanitasi yang benar. Rintangan
sanitasi ini mencegah kontaminasi tinja sebagai sumber infeksi pada air, tangan
dan serangga.1
Berikut merupakan beberapa penyakit yang ditularkan melalui tinja
No. Penyebab Penyakit (Agen) Nama Penyakit
A. Bakteri
1. VVibrio Cholera Cholera
2. SSalmonella Typhi Typhoid Fever
3. SShigella Dysentri Shigellosis
11
Tinja
Tangan
Air
Lalat
Tanah
Makanan & Minuman
Pejamu
(Host)
Sakit
Mati
4. SSalmonella Salmonellasis
B. Virus
1. VVirus Hepatitis A Hepatitis A
2. PPolio Virus Poliomyelitis
C. Protozoa
1. EEntamoeba Histolitica Dysentry Amoeba
2. BBalintidium Coli Ballantidiasis
D. Cacing
1. AAscaris Lumbricoides Ascariasis
2. TTrichuris trichura Trichuriasis
Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Millennium
Development Goals (MDGs) yang disepakati seluruh negara di dunia termasuk
Indonesia, menetapkan bahwa pada tahun 2015 separuh dari penduduk dunia yang
saat ini belum mendapatkan akses terhadap sanitasi dasar (jamban) harus
mendapatkannya. Sedangkan pada tahun 2025 seluruh penduduk dunia harus
mendapatkan akses terhadap sanitasi dasar. Penetapan ini mendorong pentingnya
program untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap perlunya pemilikan
dan penggunaan jamban.2
Pencapaian Indonesia Sehat 2010, salah satunya adalah perwujudan kondisi
sanitasi dasar yang kuat. Pada tahun 2001 akses terhadap jamban untuk daerah
perkotaan 88,50% sedangkan daerah pedesaan 64,11%, di Indonesia 40% rumah
tangga belum memiliki jamban sehat. Program penyediaaan air bersih dan
penyehatan lingkungan pemukiman bertujuan untuk mewujudkan kondisi
12
kesehatan lingkungan yang mampu menjamin derajat kesehatan yang optimal
dengan sasaran utama ditujukan untuk golongan masyarakat yang mempunyai
risiko tinggi terhadap penularan penyakit dan gangguan kesehatan akibat
rendahnya mutu lingkungan.2
2.3.Peran Keluarga Dalam Penggunan Jamban
Upaya penggunaaan jamban berdampak besar bagi penuunan resiko penularan
penyakit. Setiap anggota keluaga harus buang air besar di jamban. Beberapa hal
penting yang haus diperhatiakan keluarga yaitu :
a. Jamban harus berfungsi baik dan diapaki oleh semua keluarga.
b. Siramlah jamban dengan air bersih setiap menggunakan jamban.
c. Bersihkan jamban dengan alat pembersih minimal 2-3 kali seminggu.
Bila tidak ada jamban janagan biarkan anak buang air sendiri , hendaknya
dilakukan jauh dari rumah yaitu dengan jarak 10 meter dari sumber air, atau
dikebeun tempat bermain anak dengan menggali tanah dan menutupnya kembali
lalu dibersihkan.6
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Dasar pemikiran
Untuk mewujudkan Indonesia sehat faktor lingkungan merupakan faktor
penentu karena kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang
bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.
Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah adanya
13
sarana kesehatan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan antara lain
tersedianya jamban keluarga.
Jamban adalah suatu bangunan kecil sebagai sanitasi dasar yang
digunakan sebagai tempat atau wadah pembuangan akhir (tinja) manusia dengan
berbagai bentuk dan ukuran yang bertujuan memberi kenyamanan dalam
melakukan buang air besar (BAB)
Pada era globalisasi saat ini dana yang dibutuhkan untuk pembuatan
jamban keluarga semakin meningkat, ini berdampak pada masyarakat yang
memiliki status ekonomi rendah, karena dengan ketiadaan dan ekonomi kurang,
maka keluarga tidak mampu membuat jamban keluarga, sebab pembuatan jamban
membutuhkan dana yang relatif besar.
Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat, dimana kebiasaan buang air besar di tempat yang tidak sesuai dengan
kaidah – kaidah kesehatan (sungai, kebun, rawa-rawa) yang akhirnya akan
menimbulkan dampak penurunan tingkat kesehatan dan memunculkan berbagai
jenis penyakit.
3.2. Bagan Kerangka Konsep
14
RT Tapian Nauli II
Jenis Alasan Sumber Air
Kepemilikan Jamban
3.3. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah
1. Variabel Independent (bebas)
Variabel independen yaitu Kepemilikan Jamban (Jenis, Alasan, Sumber air)
2. Variabel Dependent (terikat)
Variabel dependen yaitu RT Tapian Nauli II
3.4. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Tapian Nauli II adalah wilayah dari Kecamatan Tapian Nauli yang memiliki
batas mungkur, mujur, barung-barung.
2. Yang memiliki jamban adalah warga yang membuang kotoran ke jamban
leher angsa,jamban duduk.
3. Yang tidak memiliki jamban adalah warga yang membuang kotoran ke
empang, parit, semak.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana data penelitian diambil dari
survey langsung ke rumah-rumah warga untuk melihat ada tidaknya jamban di
rumah warga.
15
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelurahan Tapian Nauli II, kecamatan Tapian Nauli
yang terdiri dari dari tiga dusun. Penelitian dilakukan bulan April-Juni 2015.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua rumah yang berada di kelurahan Tapian
Nauli II, Kecamatan Tapian Nauli.
4.3.1. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah semua rumah yang berada di kelurahan Tapian
Nauli II, Kecamatan Tapian Nauli.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer yaitu data
yang diperoleh dari survey langsung ke rumah-rumah warga di kelurahan Tapian
Nauli II.
4.5. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Pada penelitian ini, data yang didapat akan dianalisis secara statistik deskriptif dan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Kondisi Demografi Kelurahan Tapian Nauli II
16
Kelurahan Tapian Nauli II memiliki luas 46,92 KM2 dan merupakan kelurahan
paling luas di kecamatan Tapian Nauli. Keadaan geografis kelurahan tapian Nauli
II berupa dataran rendah dan rawa.
5.1.2. Distribusi penduduk di Kecamatan Tapian Nauli
Jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga di kecamatan Tapian Nauli dapat
dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 5.1. Populasi dan Kepadatan Penduduk serta Rumah Tangga menurut Desa
Tahun 2014
No Desa/ Kelurahan Penduduk Jumlah Rumah
Tangga
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tapian Nauli I
Mela Dolok
Aloban Bair
Tapian Nauli III
Tapian Nauli II
Tapian Nauli IV
Mela I
Mela II
Bair
3773
28
478
2057
4057
1708
3462
2973
134
823
7
111
465
876
403
739
606
30
Jumlah 18670 4060
Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Tapian Nauli
17
Tabel 5.2. Data distribusi Fasilitas Pembuangan Tinja yang dimiliki warga di
kelurahan Tapian Nauli II
Jenis Jamban Jumlah Persentase (%)
Jamban Leher Angsa 189 30,24
Jamban cemplung 25 4
Jamban leher angsa tanpa septic tank 18 2,88
Empang (sungai) 328 52,48
Parit 64 10,24
Tanah (semak-semak) 1 0,16
Total 625 100
Dari tabel diatas dapat kita lihat sebagian besar penduduk Kelurahan Tapian Nauli
II memiliki fasilitas pembuangan tinja berupa empang sebanyak 328 rumah
(52,48 %) kemudian disusul dengan jamban leher angsa sebanyak 189 rumah
(30,24%), parit sebanyak 64 rumah (10,24%), jamban cemplung sebanyak 25
rumah (4%), jamban leher angsa tanpa septic tank sebanyak 18 rumah (2,88%),
dan ke tanah sebanyak 1 rumah (0,16%).
Rumah dengan jamban leher angsa, jamban cemplung dan jamban leher angsa
tanpa septic tank dikategorikan mempunyai jamban. Sedangkan rumah yang
penghuninya buang hajat ke empang, parit dan tanah dikategorikan tidak punya
jamban.
Jumlah Rumah Persentase (%)
Memiliki Jamban 232 37,12
18
Tidak Memiliki Jamban 393 62,88
Total 625 100
Tabel 5.3. Persentase rumah yang memiliki jamban
Adapun jenis jenis jamban yang banyak digunakan warga di kelurahan Tapian
Nauli II adalah sebagai barikut:
Jumlah Rumah Persentase (%)
Jamban Leher Angsa 189 81,47
Jamban Cemplung 25 10,77
Jamban leher angsa tanpa septic tank 18 7,76
Total 232 100
Tabel 5.4. Persentase jenis jamban di Kelurahan Tapian Nauli II
Total keseluruhan rumah yang memiliki jamban adalah 232 rumah. Sebanyak 189
rumah (81,47%) memiliki jamban jenis leher angsa. Jamban cemplung sebanyak
25 rumah (10,77%), selain itu terdapat rumah yang memiliki jamban jenis leher
angsa tanpa septic tank sebanyak 18 rumah (7,76%).
Sedangkan data berikut merupakan warga warga yang tidak memiliki jamban di
rumah masing masing.
Jumlah Rumah Persentase (%)
Empang (sungai/kali) 328 83,4%
Parit 64 16,2%
19
Tanah (semak-semak) 1 0,25%
Total 393 100
Tabel 5.4. Persentase jenis jamban di Kelurahan Tapian Nauli II
Total keseluruhan rumah yang tidak memiliki jamban adalah 393 rumah.
Sebagian besar yaitu sebanyak 328 rumah (83,4%) membuang hajt di
sungai/empang. Sisanya membuang hajat di parit sebanyak 64 rumah (16,2%) dan
ada juga yang membuang hajt di semak-semak sebanyak 1 rumah (0,25%).
Berikut ini merupakan ragam alasan para warga mengapa mereka tidak memiliki jamban
di rumahnya :
Alasan Jumlah Persentasi (%)
Biaya 318 80,91 %
Tidak ada air dan Biaya 67 17,04 %
Tidak ada lahan 3 0,76 %
Dekat dengan sungai 3 0,76 %
Ikut tetangga 1 0,25 %
W.C rusak 1 0,25 %
Total 393 100 %
Tabel 5.5. Alasan ketidakpemilikan jamban di Kelurahan Tapian Nauli II
Dari 393 rumah yang tidak memiliki jamban diantaranya dengan alasan
biaya sebanyak 318 rumah (80,91 %). Sebagian warga mengaku tidak adanya air
serta biaya sebanyak 67 rumah (17,04 %) menjadi faktor utama tidak dibangunnya
20
jamban. Tidak ada lahan dan lokasi yang dekat dengan sungai dengan persentase
masing-masing sebesar 0,76% juga menjadi salah satu alasan tidak memiliki
jamban. Ada juga warga yang mengaku tidak membangun jamban dengan alasan
mengikuti tetangga (0,25%). Selain itu terdapat rumah yang memiliki jamban,
tetapi tidak dipakai dengan alasan jamban tersebut rusak (0,25%).
Berikut merupakan sumber air apa saja yang digunakan warga dalam kehidupan
sehari hari.
Sumber Air Jumlah Persentasi (%)
Air gunung 603 96,7
Sumur bor 17 2,7
Sungai 2 0,3
Air gallon 2 0,3
Total 625 100
Tabel 5.6. Sumber Air Bersih di Tapian Nauli II
Berdasarkan data, mayoritas penduduk menggunakan air gunung (96,7%) sebagai
sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Penggunaan sumur bor masih
minimal yaitu sebanyak 2,7% . selain itu air galon dan air sungai masing-masing
sebesar 0,3%.
5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian di kelurahan Tapian Nauli II dijumpai total sampel
sebanyak 625 rumah, hal ini berbeda dengan data jumlah populasi dan kepadatan
penduduk serta rumah tangga Kecamatan Tapian Nauli yang berjumlah 876
rumah tangga. Dari 625 sampel tersebut setelah didata fasilitas pembuangan tinja
yang dimilikinya dijumpai sebanyak 232 rumah (37,12%) mempunyai jamban dan
sebanyak 393 rumah (62,88%) tidak mempunyai jamban. Hal ini sesuai dengan
21
data kajian PHBS dimana persentase rumah secara nasional sebanyak 39% yang
menggunakan jamban. Sedangkan rumah tangga yang menggunakan jamban sehat
di Provinsi Jawa Barat sedikit di atas rata-rata nasional yaitu 39,6%. Di Provinsi
Sumatera Barat pada tahun 2009 menunjukkan hanya 42,65% rumah tangga di
Sumatera Barat yang memiliki tempat pembuangan tinja sendiri. Pada penelitian
yang dilakukan di Desa Sukamurni Kecamatan Sukakarya Kabupaten Bekasi
pada tahun 2008, sekitar 46,4% keluarga menggunakan jamban dan 53,6% yang
menyatakan keluarganya tidak menggunakan jamban sebagai sarana buang air
besar (BAB).2,3,5,6
Dari 232 rumah yang memiliki fasilitas pembuangan tinja berupa jamban
terdiri dari beberapa jenis yaitu jamban leher angsa sebanyak 189 (81,47%) ,
jamban leher angsa tanpa septic tank sebanyak 18 (7,76%) , jamban cemplung
sebanyak 25 (10,77%). Sedangkan 393 rumah tidak memiliki fasilitas
pembuangan tinja berupa jamban, rumah tersebut membuang tinjanya dengan cara
buang hajat di empang sebanyak 328 rumah (83,4%), ke parit sebanyak 64 rumah
(16,2%) dan ke tanah (semak-semak) sebanyak 1 rumah (0,25%). Pada penelitian
yang dilakukan di Desa Sukamurni Kecamatan Sukakarya Kabupaten Bekasi
pada tahun 2008, sekitar 46,4% keluarga menggunakan jamban dan 53,6% yang
menyatakan keluarganya tidak menggunakan jamban sebagai sarana buang air
besar (BAB). Keluarga yang tidak menggunakan jamban sebagian besar
menggunakan sungai/kali (55,2%), empang (38,1%), selokan (3,8%) dan
kebun/sawah (2,9%) sebagai tempat BAB.5,6
Adapun berbagai alasan masyarakat tidak mempunyai jamban yaitu
diantaranya karena alasan tidak ada biaya, sebanyak 318 rumah (80,91 %), tidak
adanya air serta biaya sebanyak 67 rumah (17,04 %), tidak ada lahan dan lokasi
yang dekat dengan sungai dengan persentase masing-masing sebanyak 3 rumah
(0,76%). Biaya menjadi kendala yang paling besar bagi masyarakat untuk
memiliki jamban, hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi menengah ke
bawah, sesuai dengan ekonomi masyarakat pedesaan pada umumnya.
22
Untuk sumber air bersih, hampir sebagian masyarakat menggunakan air gunung,
sebanyak 603 rumah (96,7%), dimana air tersebut disalurkan melalui pipa ke
rumah-rumah ataupun dijemput langsung oleh masyarakat dengan menggunakan
drum air. Hal ini disebabkan karena kondisi geografis Kelurahan Tapian nauli II
yang berupa dataran rendah dan rawa-rawa, sehingga jika menggunakan air sumur
kurang begitu baik kualitasnya. Penggunaan sumur bor masih minimal yaitu
sebanyak 17 rumah (2,7%) . selain itu air galon dan air sungai masing-masing
sebanyak 2 rumah (0,3%).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari penelitian ini, dapat
disimpulkan : 23
1. Dari 625 sampel tersebut setelah didata fasilitas pembuangan tinja yang
dimilikinya dijumpai sebanyak 232 rumah (37,12%) mempunyai jamban
dan sebanyak 393 rumah (62,88%) tidak mempunyai jamban. Hasil ini
masih jauh dari target MDGs 2015 dengan target 80% penduduk terakses
oleh jamban keluarga.2,3,4
2. Dari 232 rumah yang mempunyai jamban, terdiri dari jamban leher angsa
sebanyak 189 rumah (81,47%) , jamban leher angsa tanpa septic tank
sebanyak 18 rumah (7,76%) , jamban cemplung sebanyak 25 rumah
(10,77%).
3. Dari 393 rumah yang tidak mempunyai jamban, maka pemilik rumah
tersebut membuang tinjanya dengan cara buang hajat di empang sebanyak
328 rumah (83,4%), ke parit sebanyak 64 rumah (16,2%) dan ke tanah
(semak-semak) sebanyak 1 rumah (0,25%).
4. Alasan masyarakat tidak mempunyai jamban yaitu karena tidak ada biaya
(dana) sebanyak 318 rumah (80,91 %), tidak adanya air serta biaya
sebanyak 67 rumah (17,04 %), tidak ada lahan dan lokasi yang dekat
dengan sungai dengan jumlah masing-masing sebanyak 3 rumah (0,76%)
dan WC rusak sebanyak 1 rumah (0,25%).
5. Untuk sumber air bersih, hampir sebagian besar masyarakat menggunakan
air gunung, sebanyak 603 rumah (96,7%) yang disalurkan melalui pipa
ataupun dijemput langsung. Sumur bor masih minimal yaitu sebanyak 17
rumah (2,7%) , selain itu air galon dan air sungai masing-masing sebanyak
2 rumah (0,3%).
6.2. Saran
1. Perlunya penyuluhan tentang jamban sehat dari pihak terkait baik pihak
Kecamatan ataupun puskesmas kepada masyarakat Kelurahan Tapian
24
Nauli II akan pentingnya penggunaan jamban untuk pencegahan berbagai
penyakit
2. Hendaknya ada bantuan dari pemerintah baik dana atau sarana penyaluran
air minum yang bersih ke Kelurahan Tapian Nauli II, karena sumber air
pegunungan selama ini masih banyak kendala, terutama tidak mengalirnya
air.
3. Melakukan tindakan persuatif kepada masyarakat agar mau membangun
jamban di rumah masing-masing.
Daftar Pustaka
1. Tarigan, E. 2007. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi
Keluarga Dalam Penggunaan Jamban Di Kota Kabanjahe Tahun 2007.
Diunduh dari : http://repository.usu.ac.id. Diakses tanggal : 20 April 2015.
2. Sari,M.V., 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan
Jamban Keluarga di Pemukiman Nelayan Kenagarian Air Bangis
25
Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011.
Diunduh dari : http://repository.unand.ac.id. Diakses tanggal : 28 April
2015.
3. Informasi Jamban Sehat. 2009. Water and Sanitation Program .East Asia
and the Pacific (WSP-EAP). Diunduh dari : http://www.stbm-
indonesia.org. Diakses tanggal : 28 April 2015.
4. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Diunduh dari : http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal : 28
April 2015.
5. Otaya. L. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat Terhadapa
Penggunaan Jamban Keluarga. Diunduh dari :
http://download.portalgaruda.org. Diakses tanggal : 28 April 2015.
6. Savitri, H. 2012. Studi Pengetahuan Masyratkat Tentang Pemanfaatan
Jamban di Lingkungan III Kelurahan Leato Utara Kecamatan Dumbo
Raya Kota Gorontalo Tahun 2012. Diunduh dari : http://eprints.ung.ac.id.
Diakses tanggal : 28 April 2015.
26