8
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan merupakan suatu seni dan ilmu yang mencakup berbagai aktivitas, konsep, dan keterampilan yang berhubungan dengan ilmu sosial dan fisik dasar, etika dan isu-isu yang beredar serta bidang lain (Potter, 2005). Definisi keperawatan telah berkembang sepanjang waktu. Sejak zaman Florence Nightingale, yang telah menulis pada tahun 1858 bahwa tujuan sebenarnya dari keperawatan adalah “menempatkan pasien pada kondisi yang paling baik agar asuhan dapat berlangsung sebaik-baiknya”, sedangkan Asosiasi Perawat Amerika (American Nurses Association-ANA), dalam Pernyataan Kebijakan Sosialnya (Social Policy) pada tahun 1995 mendefinisikan keperawatan sebagai “diagnosis dan tindakan terhadap respons manusia pada keadaan sehat maupun sakit” (Smeltzer, 2002). Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional ditujukan pada berbagai respons individu dan keluarga terhadap masalah

Mobilisasi dini pasien post laparapomi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laparatomi

Citation preview

Page 1: Mobilisasi dini pasien post laparapomi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan suatu seni dan ilmu yang mencakup berbagai

aktivitas, konsep, dan keterampilan yang berhubungan dengan ilmu sosial dan

fisik dasar, etika dan isu-isu yang beredar serta bidang lain (Potter, 2005). Definisi

keperawatan telah berkembang sepanjang waktu. Sejak zaman Florence

Nightingale, yang telah menulis pada tahun 1858 bahwa tujuan sebenarnya dari

keperawatan adalah “menempatkan pasien pada kondisi yang paling baik agar

asuhan dapat berlangsung sebaik-baiknya”, sedangkan Asosiasi Perawat Amerika

(American Nurses Association-ANA), dalam Pernyataan Kebijakan Sosialnya

(Social Policy) pada tahun 1995 mendefinisikan keperawatan sebagai “diagnosis

dan tindakan terhadap respons manusia pada keadaan sehat maupun sakit”

(Smeltzer, 2002). Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional ditujukan

pada berbagai respons individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang

dihadapinya termasuk respons pasien yang menjalani pembedahan seperti pada

pasien post laparatomi.

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen.

Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2006), bedah laparatomi merupakan teknik

sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah

digestif dan kandungan dengan beberapa jenis arah sayatan, seperti : medium

untuk operasi perut luas, paramedium atau kanan (misalnya untuk massa

apendiks), pararectal, Mc. Burney untuk apendiktomi, fannenstiel untuk operasi

Page 2: Mobilisasi dini pasien post laparapomi

kandungan kemih atau uterus, transversal, dan subkostal kanan (misalnya untuk

kolesistektomi). Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan

teknik sayatan arah laparatomi adalah herniotomi, gastrektomi, splenorafi atau

splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoridektomi, dan fitulotomi atau

fistulektomi. Sedangkan tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan

teknik sayatan arah lapartomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada

tuba fallopi dan operasi pada ovarium dan jenis tindakan dengan teknik

laparotomi yang dilakukan pada bedah kandungan adalah histerektomi dan

salpingo ooferektomi bilateral (Sjamsuhidajat dan Jong, 2006).

Pasien pasca pembedahan memerlukan perawatan intensif guna

mempertahankan kondisi dan mempercepat pemulihan fungsi organ tubuhnya.

Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca

bedah (Andi Risjan, 2013). Oleh sebab itu, pasien pasca bedah dari ruang

pemulihan harus mendapat pengawasan dan terapi yang tepat dan maksimal

seperti pembebasan jalan nafas yang tidak efektif terkait efek depresan dari

medikasi dan agen anestetik, penanganan ketidaknyamanan pasca operasi

terutama managemen nyeri, termoregulasi terkait risiko hipotermi, pencegahan

risiko cedera terkait dengan keadaan pasien pasca anestesi, pemantauan status

dan pemberian nutrisi yang adekuat, pengaturan posisi , ambulansi atau mobilisasi

dini, dan latihan exercise di tempat tidur untuk memulihkan fungsi organ-organ

tubuh pasca anestesi (Brunner & Suddarth, 2013)

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di

tempat tidur dengan melatih bagian–bagian tubuh untuk melakukan peregangan

atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000). Mobilisasi dini merupakan suatu aspek

Page 3: Mobilisasi dini pasien post laparapomi

yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk

mempertahankan kemandirian (Carpenito, dalam Fitriyahsari, 2009). Mobilisasi

dini dilakukan 8-12 jam setelah operasi dan setelah efek anestesi seperti mual dan 

muntah, kesulitan bernafas, pusing dan sakit kepala telah hilang (Carolyn Kismer

daan Allen Colbyi, 1990). Mobilisasi dini dilakukan untuk meningkatkan ventilasi

dan mengurangi statis sekresi bronchial pada paru, mengurangi kemungkinan

distensi abdomen pasca operatif dan membantu meningkatkan tonus saluran

gastrointestinal dan dinding abdomen serta menstimulasi peristaltik, mencegah

statis darah dengan meningkatkan kecepatan sirkulasi pada ekstremitas sehingga

mencegah terjadinya tromboflebitis atau flebotrombosis, serta mempercepat

pemulihan pada luka abdomen, mengurangi nyeri, vital sign kembali normal

dengan cepat dan meningkatkan kekuatan serta massa otot (Carolyn Kismer daan

Allen Colbyi, 1990).

Pada pasien pasca operasi laparatomi sebaiknya segera dilakukan

mobilisasi dini dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi (Brunner dan

Suddarth, 2013). Dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali

normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa

sakit dengan demikian penderita merasa sehat dan membantu memperoleh

kekuatan dan mempercepat kesembuhan (Mochtar, dalam Fitriyahsari, 2009).

Tetapi pada umumnya pasien pasca operasi laparatomi sering mengalami

keterbatasan pergerakan, hal tersebut diakibatkan oleh kekhawatiran dan

ketakutan pasien bahwa jika bergerak luka insisi akan terbuka atau karena

pengalaman pasien jika bergerak akan menimbulkan perasaan nyeri sehingga

Page 4: Mobilisasi dini pasien post laparapomi

pasien memilih untuk tidak melakukan mobilisasi sedini mungkin (Brunner dan

Suddarth, 2013).

Survey awal yang dilakukan di RSUD Wangaya Denpasar terhadap 10

orang pasien pasca bedah arah sayatan laparatomi, sebanyak 6 orang pasien

melakukan mobilisasi dini pada 6-12 jam pertama pasca operasi, 2 orang

melakukan setelah 12-24 jam pasca operasi, dan sisanya melakukan setelah 24

jam pasca operasi. Dua dari empat orang pasien yang melaksanakan mobilisasi

dini pada setelah 6-12 jam pertama mengatakan bahwa iya takut melaksanakan

mobilisasi dini karena takut kegiatan tersebut akan memperlambat penyembuhan

lukanya.

Dari hasil survey tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien bedah laparatomi di Ruang Rawat Inap Kelas III

RSUD Wangaya Denpasar.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah tersebut, dirumuskan masalah

penelitian “Bagaimanakah Gambaran Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien

Bedah Laparatomi di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Wangaya Denpasar

Tahun 2014”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien bedah laparatomi di Ruang Rawat Inap Kelas III

RSUD Wangaya Denpasar Tahun 2014

Page 5: Mobilisasi dini pasien post laparapomi

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik pasien bedah laparatomi dilihat dari jenis

kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan di Ruang Rawat Inap Kelas III

RSUD Wangaya Denpasar Tahun 2014

b. Mengidentifikasi waktu pelaksanaan mobilisasi dini pasien bedah laparatomi

di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Wangaya Denpasar Tahun 2014

c. Mengidentifikasi jenis mobilisasi dini yang dilakukan oleh pasien bedah

laparatomi di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Wangaya Denpasar Tahun

2014

d. Mengidentifikasi jenis mobilisasi dini yang tidak dilakukan oleh pasien bedah

laparatomi di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Wangaya Denpasar Tahun

2014

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam

penyusunan rencana keperawatan mengenai pelaksanaan mobilisasi dini pada

pasien bedah laparatomi dan dapat menjadi sumber data untuk pengembangan

penelitian selanjutnya.

2. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat sebagai

bahan pertimbangan dalam upaya mengatasi atau meminimalkan komplikasi yang

terjadi pada perawatan pasien pasca bedah laparatomi dan mempercepat proses

penyembuhan.