13
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020 ISSN (2723-7354) Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks).. 39 Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks) Dan Terapi Religius (TR) Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Ruang Rehabilitasi Mental Ahlul Firdaus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarya Abstract This title was raised because of the increasing social problems that occur, one of the problems that disturbs the community is mental disorders, this is a concern both dor the government and society so that this problems needs more attention. Basically people with mental disorder have been handled by the hospital. One of the hospital that provide services to mental patients is Mutiara Sukma NTB Hospital. The management of mental patients is carried out by a team including doctors, nurses, psychologists, social workers and therapists. This journal focuses on research on the TAKS and TR Collaboration Model in the process of Restoring Mental Health in Mental Disorder Patients in the Mental and Social Rehabilitation Room and the Model Implication cerried out by Doctors, Nurses, Social Workers and Therapists. This type of research includes field research with qualitative research methods. Based on the analysis of data and findings described so ad to answer the focus of the study, this study concluded that RSJMS in providing service based on the profession of social workers to mental patients in mental and social rehabilitation rooms who experience mental disorders by helping and guiding the, towards personal development better ability and self – awareness to deal with the community, work skills, so that they can learn how to try and be able to equip themselves to live in the future. Keywords : PEKSOS, Mental Disorders, Collaboration, TAKS and TR. PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki berbagai macam permasalahan yang sangat kompleks, setiap permasalahan yang timbul di dunia ini pasti ada sebab dan akibatnya, tentunya keterkaitan erat dengan masalah dan solusi, setiap permasalahan yang ada merupakan sebab dan akibat. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi. Dalam melakukan interaksi, manusia tidak lepas dari berbagaimacam persoalan, yang kemudian saling membutuhkan pertolongan dari sesama. Banyak sekali kasus yang terjadi di seluruh belahan dunia yang menyebabkan manusia harus merasakan penderitaan, baik yang berkaitan dengan fisik maupun non fisik. (Soemoto, 2015: 1) Pekerjaan sosial adalah sebuah pendekatan yang terorganisir (James Midgley, 2005: 27) dan merupakan aktivitas pertolongan dengan tujuan memperbaiki serta meningkatkan keberfungsian sosial individu, kelompok dan masyarakat (Miftahul Huda, 2009: 3) yang memerlukan kolaborasi berbagai profesi lain, sekalipun klien memiliki kekuatan dan potensi dalam proses penyembuhan. Untuk meningkatkan keberfungsian sosial, pekerja sosial fokus pada intraksi antara masyarakat dengan lingkungannya. Pekerja sosial juga membantu menyeimbangkan apabila terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan mengatasinya oleh individu. (Adi Fahrudin, 2012: 62) Inilah yang menyebabkan profesi pekerjaan sosial berbeda dengan profesi yang lain karena

Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

39

Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks) Dan Terapi Religius (TR) Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Ruang Rehabilitasi Mental

Ahlul Firdaus

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarya

Abstract

This title was raised because of the increasing social problems that occur, one of the problems that disturbs the community is mental disorders, this is a concern both dor the government and society so that this problems needs more attention. Basically people with mental disorder have been handled by the hospital. One of the hospital that provide services to mental patients is Mutiara Sukma NTB Hospital. The management of mental patients is carried out by a team including doctors, nurses, psychologists, social workers and therapists.

This journal focuses on research on the TAKS and TR Collaboration Model in the process of Restoring Mental Health in Mental Disorder Patients in the Mental and Social Rehabilitation Room and the Model Implication cerried out by Doctors, Nurses, Social Workers and Therapists. This type of research includes field research with qualitative research methods.

Based on the analysis of data and findings described so ad to answer the focus of the study, this study concluded that RSJMS in providing service based on the profession of social workers to mental patients in mental and social rehabilitation rooms who experience mental disorders by helping and guiding the, towards personal development better ability and self –awareness to deal with the community, work skills, so that they can learn how to try and be able to equip themselves to live in the future.

Keywords : PEKSOS, Mental Disorders, Collaboration, TAKS and TR.

PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk sosial yang

memiliki berbagai macam permasalahan

yang sangat kompleks, setiap permasalahan

yang timbul di dunia ini pasti ada sebab dan

akibatnya, tentunya keterkaitan erat dengan

masalah dan solusi, setiap permasalahan

yang ada merupakan sebab dan akibat.

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu

berinteraksi. Dalam melakukan interaksi,

manusia tidak lepas dari berbagaimacam

persoalan, yang kemudian saling

membutuhkan pertolongan dari sesama.

Banyak sekali kasus yang terjadi di seluruh

belahan dunia yang menyebabkan manusia

harus merasakan penderitaan, baik yang

berkaitan dengan fisik maupun non fisik.

(Soemoto, 2015: 1)

Pekerjaan sosial adalah sebuah

pendekatan yang terorganisir (James

Midgley, 2005: 27) dan merupakan aktivitas

pertolongan dengan tujuan memperbaiki

serta meningkatkan keberfungsian sosial

individu, kelompok dan masyarakat (Miftahul

Huda, 2009: 3) yang memerlukan kolaborasi

berbagai profesi lain, sekalipun klien

memiliki kekuatan dan potensi dalam proses

penyembuhan. Untuk meningkatkan

keberfungsian sosial, pekerja sosial fokus

pada intraksi antara masyarakat dengan

lingkungannya. Pekerja sosial juga

membantu menyeimbangkan apabila terjadi

ketidakseimbangan antara tuntutan

lingkungan dan kemampuan mengatasinya

oleh individu. (Adi Fahrudin, 2012: 62) Inilah

yang menyebabkan profesi pekerjaan sosial

berbeda dengan profesi yang lain karena

Page 2: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

40

berfokus pada klien beserta lingkungannya.

(Abdul Najib, 2016:76)

Dalam melaksanakan praktik pekerjaan

sosial, pekerja sosial harus memiliki tiga

unsur yang saling berkaitan dan tidak boleh

terpisahkan antara satu dengan lainnya, yang

meliputi pengetahuan, nilai dan skill. Tiga

unsur tersebut sebagai tuntunan pekerja

sosial dalam melakukan praktik agar hasil

yang diinginkan tercapai. Dan juga

melakukan pendekatan konseling tidak

langsung (a non-directive counseling

approach) mungkin tidak diterima oleh klien

serta keluarga klien, karena pekerja sosial

idealnya adalah tokoh yang berkuasa dan

diharapkan mampu memberikan bimbingan

langsung. Oleh sebab itu pekerja sosial

tentunya mempunyai peran sebagai stimulus

untuk kesehatan mental masyarakat,

kesehatan merupakan kebutuhan primer

bagi setiap manusia, kebutuhan yang harus

terpenuhi untuk melangsungkan

kehidupannya, termasuk di dalamnya

kesehatan jiwa. (Budi Anna Keliat dkk, 2005:

1) Ciri individu yang sehat jiwa meliputi

menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya,

mampu menghadapi stres, menjalani

kehidupan yang dengan baik, mampu bekerja

produktif dan memenuhi kebutuhan

hidupnya, dapat berperan serta dalam

lingkungan hidup, menerima dengan baik apa

yang ada pada dirinya dan merasa nyaman

bersama dengan orang lain. (Sentot

Haryanto, 2007: 128)

Salah satu permasalahan sosial yang

dominan dialami manusia yakni gangguan

kejiwaan dalam hal ini kondisi sosiologis

masing-masing individu yang menjadi

sasaran, psikologis pada manusia yaitu setiap

perubahan individu baik yang bersifat psikis

ataupun sosial di luar kewajaran sifat

manusia pada umumnya, di anggap

berpotensi cukup besar sebagai faktor

penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau

gangguan kesehatan) secara nyata, atau

sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang

berdampak pada lingkungan sosial.

Gangguan jiwa menyebabkan adanya

ganguan fungsi jiwa, yang menimbulkan

penderitaan pada individu atau hambatan

dalam melaksanakan peran sosial. (Michel

Foucault, 2002: 42) Asuhan keperawatan

jiwa merupakan asuhan keperawatan

spesifik, namun tetap dilakukan secara

holistic pada saat melakukan asuhan pada

klien secara individu, kelompok, keluarga

maupun komunitas.

Terapi Aktivitas Kelompok merupakan

salah satu terapi modalitas yang dilakukan

perawat kepada sekelompok klien yang

mempunyai masalah yang sama. Aktivitas

digunakan sebagai terapi, dan kelompok di

gunakan sebagai target asuhan. Di dalam

kelompok terjadi dinamika interaksi yang

saling bergantung, saling membutuhkan, dan

menjadi laboratorium tempat klien berlatih

perilaku baru yang adaftif untuk

memperbaiki perilaku lama yang maladaftif.

(Budi Anna Keliat, Akemat, 2004: 1)

Tindakan keperawatan yang ditujukan pada

sistem klien, baik secara individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat merupakan upaya

yang menyeluruh dalam menyelesaikan

masalah klien. TAK merupakan terapi

modalitas keperawatan untuk ditujukan pada

kelompok klien dengan masalah yang sama.

Diharapkan akan timbul rasa tenang dan

aman, yang merupakan salah satu ciri sehat

mental. Orang dengan komitmen yang tinggi

akan meningkatkan kualitas ketahanan

mentalnya karena memiliki self control, self

esteem & confidence yang tinggi. Juga mereka

mampu mempercepat penyembuhan ketika

sakit karena mereka mampu meningkatkan

potensi diri serta mampu bersikap tabah dan

ikhlas dalam menghadapi musibah.

Page 3: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

41

Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi Kelompok, terapi kelompok

adalah metode pengobatan ketika klien

ditemui dalam rancangan waktu tertentu

dengan tenaga yang memenuhi persyaratan

tertentu. Fokus terapi kelompok adalah

membuat sadar diri (self-awereness),

peningkatan hubungan interpersonal,

membuat perubahan, atau ketiganya.

Kelompok Terapeutik, kelompok

terapeutik membantu mengatasi stres emosi,

penyakit fisik krisis, tumbuh-kembang, atau

penyesuaian sosial, misalnya kelompok

wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu

yang kehilangan dan penyakit terminal.

Banyak kelompok terapeutik yang

dikembangkan menjadi self-help-group.

Tujuan kelompok ini sebagai berikut:

1) Mencegah masalah kesehatan;

2) Mendidik dan mengembangkan anggota

kelompok;

3) Meningkatkan kualitas kelompok. Antara

anggota kelompok saling membantu dalam

menyelesaikan masalah.

Pengertian Terapi Religius

Istilah spirit dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia berarti roh, jiwa, semangat, arwah,

jin, dan hantu. Sedang spiritual berarti batin,

rohani, bantuan batin, dan keagamaan. Bukan

berarti terapi sprititual lalu berati terapi

hantu-hantuan. Yang dimaksud terapi

spiritual adalah terapi dengan memakai

upaya-upaya untuk mendekatkan diri pada

Tuhan. (Ali Syariati, 2002: 15) Ini sama

dengan terapi keagamaan, religius, atau

psikoreligius, yang berarti terapi dengan

menggunakan factor agama, kegiatan ritual

keagamaan seperti sembahyang,

berdoa, memanjatkan puji-pujian, ceramah

keagamaan, kajian kitab suci, dsb. Jiwa,

gangguan jiwa dan

penggolongannya, kesadaran. Jiwa atau

psyche sesungguhnya sangat sulit dijelaskan.

Apakah ini sama dengan roh, sukma,

batin, rohani, tidak tepat benar. Yang jelas

jiwa itu tidak bisa dilihat, yang secara objektif

bisa dilihat adalah perilakunya

(behaviour). Perilaku ini meliputi ekspresi

kognitif, afektif, psikomotor dalam

berkomunikasi dan interaksi dengan manusia

lain. Orang tak bisa dinilai jiwa atau

kepribadiannya bila ia sendirian ditengah

padang pasir yang luas.

(http://www.rsdurensawit.go.id).

Pada tahun 1960an, survey psikiatris

membuktikan bahwa 95% pasien psikiatrik

memiliki keyakinan yang sangat kuat

terhadap Tuhan, suatu pengalaman spiritual.

Mulailah kemudian jiwa lebih jelas

didekati, sebagai eksistensi manusia, harapan

dan penderitaannya, makna hidup, makna

Tuhan, pendekatan diri pada Tuhan. (Ingrid

Mattson, 2013: 163). Jiwa manusia sekarang

lebih diartikan sebagai pikiran dan alam

perasaan manusia akan eksistensinya, makna

hidupnya, menyerahkan dan mendekatkan

diri pada Tuhannya. Maka mulailah terapi

spiritual, yang dulu di jaman demonologi

(gangguan jiwa karena setan) dalam

sejarah psikiatri pernah menjadi terapi

pokok pada gangguan mental, kembali

dipertimbangkan sebagai upaya terapi selain

terapi-terapi lain pada gangguan mental

psikotik dan nonpsikotik. Masalahnya pada

psikotik, ego dan pikiran rasional

(penalaran) runtuh, timbul waham,

halusinasi dan kerusakan daya nilai realitas.

(http://www.rsdurensawit.go.id). Terapi

spiritual ada dua jenis, individual dan

kelompok. Yang individual berarti suatu

psikoterapi religius. Psikoterapi

dengan memasukkan unsur-unsur religius.

Yang kedua berbentuk kelompok. Mungkin

seperti psikoterapi kelompok tapi memakai

Page 4: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

42

unsur keagamaan. Untuk kedua jenis ini

berarti harus ada interaksi antara terapis

dengan pasien. Bagi yang kelompok peneliti

usulkan dua model. Pertama, dalam bentuk

ceramah keagamaan (religius) intensif untuk

15-20 pasien psikotik setelah diseleksi, tidak

seluruh pasien satu bangsal. Dengan

memberi kesempatan pasien bertanya atau

memancing pertanyaan.

Kita sebagai umat Islam harus

mencontoh pribadi Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam dalam setiap tindakan dan

perbuatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam telah mengajarkan pada diri kita cara-

cara untuk menghadapi penyakit fisik,

ataupun gangguan kejiwaan yang

mengganggu yaitu dengan ruqyah. Kebolehan

menggunakan ruqyah ini sudah ada dasarnya

berasal tuntunan Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam yaitu sunnah qauliyah

(sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam), sunnah fi’liyah (perbuatan beliau),

dan sunnah taqririyah (pengakuan atau

pembenaran beliau terhadap jampi-jampi

yang dilakukan orang lain). (Abdul Basyir

dkk, 1993: 11)

Ibnu Qayyim Al-jauziah dalam kitab At-

Tibbun Nabawi menyebutkan, bahwa

pengobatan yang dilakukan Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap suatu

penyakit ada tiga macam yaitu: dengan

pengobatan alami, pengobatan Ilahi (ruqyah)

dan dengan gabungan dari keduanya.

Diriwayatkan dari ‘Utsman ibn Abi al-‘Ash

ats-Tsaqafi mengenai terapi ruqyah untuk

mengobati penyakit fisik bahwa ia berkata,

Aku telah datang kepada Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan

sebuah penyakit yang hampir saja

membinasakanku. Maka beliau shallallahu

‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,

letakkanlah tanganmu di atas bagian

tubuhmu yang sakit, lalu bacakanlah: Dengan

nama Allah (7kali) aku berlindung kepada

Allah dan kodrat-Nya dari kejahatan berbagai

penyakit, baik penyakit yang sedang

menimpaku maupun yang akan datang.

Utsman ibn Abi al-Ash melanjutkan, maka

aku amalkan petunjuk Rasulullah tersebut

sehingga Allah SWT menghilangkan penyakit

itu dariku.

Diriwayatkan mengenai terapi ruqyah

untuk mengobati gangguan kejiwaan bahwa

Ubay ibn Ka’ab berkata: Ketika aku berada di

dekat Rasulullah SAW datanglah seorang

Arab Badui menemui beliau seraya berkata :

Wahai nabi Allah. Sesungguhnya saudaraku

sedang sakit, apa sakitnya balas Beliau. Ia

menjawab, ia terkena gangguan jiwa wahai

nabi Allah. Sabda Rasulullah SAW lagi, bawa

saudaramu itu kesini maka orang itu pun

membawakan saudaranya itu kehadapan

baliau. Maka Rasulullah SAW meminta

perlindungan kepada Allah untuk diri

saudaranya itu dengan membacakan surah

al-Fatihah, empat ayat pertama dari surah al-

Baqarah, dua ayat pertengahan darinya, yaitu

ayat yang ke-163 dan ke-164, ayat Kursi, dan

tiga ayat yang terakhir dari surat al-Baqarah

tersebut. Kemudian ayat yang ke-18 dari

surah Ali ‘Imran, ayat yang ke-54 dari surah

al-A’araf, ayat yang ke-116 dari surah al-

Mu’minun, ayat yang ketiga dari surah al-Jin,

sepuluh ayat pertama dari surah ash-Shaffat,

tiga ayat terakhir dari surah al-Hasyr, surah

al-Ikhlas, dan mu’awwidzatain (surah al-

Falaq dan an-Nas).”

(https://qurandansunnah.wordpress.com)

Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah suatu ketidak

beresan kesehatan dengan manifestasi-

manifestasi psikologis atau perilaku terkait

dengan penderitaan yang nyata dan kinerja

yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan

biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau

kimiawi. (Corey, G, 2005: 237) Gangguan jiwa

Page 5: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

43

mewakili suatu keadaan tidak beres yang

berhakikatkan penyimpangan dari suatu

konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan

kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan

gejala-gejala yang khas.

Setiap gangguan jiwa dinamai dengan

istilah yang tercantum dalam Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

edisi IV (PPDGJ-IV) (Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders, 4th edition with

text revision). Gangguan jiwa adalah

gangguan dalam: cara berpikir (cognitive),

kemauan (volition), emosi (affective),

tindakan (psychomotor). Dari berbagai

penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan

jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan

yang tidak normal, baik yang berhubungan

dengan fisik, maupun dengan mental.

Keabnormalan tersebut dibagi ke

dalam dua golongan yaitu: gangguan jiwa

(Neurosa) dan Sakit jiwa (psikosa).

Keabnormalan terlihat dalam berbagai

macam gejala yang terpenting diantaranya

adalah: ketegangan (tension), rasa putus asa

dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-

perbuatan yang terpaksa (Convulsive),

hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai

tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dsb.

(Nelson Jones R, 2006: 309) Banyak sekali

jenis gangguan dalam cara berpikir

(cognitive). Untuk memudahkan

memahaminya para ahli mengelompokan

kognisi menjadi 6 bagian seperti sensasi,

persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi dan

pikiran kesadaran. Masing-masing memiliki

kelainan yang beraneka ragam. (Erford, B. T,

2016: 238)

METODE

Penelitian yang akan saya gunakan

yakni penelitian Kualitatif, metodenya yakni

pengamatan, cara menelitinya yakni: Dalam

rangka memperoleh pemahaman yang utuh,

mendalam dan menyeluruh terhadap fokus

penelitian ini, peneliti menggunakan

paradigma fenomenologi dengan pendekatan

kualitatif, jenis studi kasus dan rancangan

multi situs. Penelitian kualitatif memandang

secara holistik (utuh) atau lebih luas. Bahkan

menggambarkan secara lebih luas sampel

yang mawakili dari keseluruhan populasi

yang diperlukan. Penelitian kualititif

berusaha untuk mencari dan memperoleh

informasi mendalam ketimbang luas dan

banyaknya informasi. (Mohammad Mulyadi,

2012: 70-71). Data dikumpulkan dengan

latar alami (natural setting) sabagai sumber

data langsung. Penelitian ini diharapkan

dapat mengungkap fenomena dan gejala

secara mendalam, menemukan secara

menyeluruh dan utuh serta mendeskripsikan

manajemen inovasi penyembuhan penyakit

pada pasien gangguan jiwa di Ruang

Rehabilitasi Mental dan Sosial Rumah Sakit

Jiwa Mutiara Sukma Nusa Tenggara Barat

(RSJMS NTB). Pendekatan yang peneliti

gunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan fenomenologis. Dalam peneltian

ini, peneliti berusaha memahami peristiwa

dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang

biasa dalam situasi tertentu. (Lexi J. Moleong,

2010: 10) Peneliti tidak hanya berhenti pada

temuan subtantif sesuai dengan fokus

penelitian melainkan juga temuan formal

atau (thesis statement). Pertimbangan

peneliti menggunakan pendekatan kualitatif

ini karena peneliti ingin memahami (how to

understand) secara mendalam yang diteliti

bukan menjelaskan (how to explain)

hubungan sebab akibat sebagaimana yang

dilakukan peneliti kuantitatif. Pertimbangan

lain juga ingin mendalami secara utuh

(bungkulan) fokus yang diteliti bukan

sekedar melihat serpihan-serpihan fokus

yang diteliti. (Mudjia Rahardjo, 2012)

Dengan demikian, proses pendekatan

penelitian diawali dengan studi pendahuluan

Page 6: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

44

sebagai studi metode penyembuhan penyakit

pada pasien gangguan jiwa di RSJMS NTB,

guna mendapatkan informasi awal tentang

program yang dikembangkan. Hasil studi

penjajakan ini, peneliti menemukan bahwa

lokasi tersebut memiliki kekhasan baik

dilihat dari komponen program pembinaan

yang dikembangkan maupun metode

penyembuhannya, jika dibandingkan dengan

RSJ lain. Dalam konteks inilah, peneliti

memutuskan lokasi ini menjadi lokasi

penelitian dan sejak itu peneliti mulai

perlahan-lahan berusaha dan bertanggung

jawab secara moral dan penuh kehati-hatian

mengamati, menghimpun, menganalisis data

yang terkait dengan tiga fokus yang peneliti

teliti. (Sugioyono, 2009: 79). Selanjutnya,

peneliti sebagai instrumen kunci (key

instrument) 2 dalam merekam dan

menghimpun data melalui wawancara,

mengamati, dan mengumpulkan dokumen di

RSJMS NTB selama satu bulan. Waktu yang

singkat ini akan peneliti manfaatkan sebaik-

baiknya dengan beberapa pertimbangan

diantaranya, pertama; peneliti mendapat

data secara utuh (bungkulan) bukan

serpihan-serpihan data yang terkait dengan

konseptualisasi inovasi penyembuhan,

implementasi fungsi manajemen inovasi

penyembuhan dan implikasinya, kedua;

mengurangi tingkat subyektivitas dan bias,

ketiga; peneliti memegang tegas prinsip-

prinsip peneliti kualitatif bahwa

sesungguhnya penelitian kualitatif

memerlukan waktu yang relatif lama.

Demikian juga peneliti setting secara holistik

dan kontekstual. Holistik, selama peneliti

berada di lokasi penelitian, peneliti berusaha

memahami konteks data dalam keseluruhan

situasi yang terjadi di dua lokasi tersebut,

sehingga peneliti mendapat pandangan yang

menyeluruh (konprehensif) tentang

manajemen inovasi pembelajaran. Sementara

kontekstual, peneliti mengumpulkan,

mencatat data dengan rinci tentang konteks

manajemen inovasi penyembuhan di RSJMS

NTB.

Pembahasan

TAKS dan TR terbentuk dari dua model

terapi yang digunakan di RSJMS NTB, yang

mempunyai perbedaan pengertian akan

tetapi apabila dipadukan bisa digunakan

untuk memulihkan pasien gangguan jiwa

secara lebih efektif dan efisien karena

memadukan antara penyembuhan secara

ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu

agama yang lebih bersifat religius. (Hasil

Observasi peneliti pada pasien ruang

rehabilitasi mental dan sosial tanggal 07-mei-

2015). Adapapun saat melakukan terapi

model TAKS pasien dan terapis membuat

sebuah lingkaran dan mengedarkan bola

tenis berlawanan dengan arah jarum jam

sambil diiringi musik dimana musik berhenti

pasien maupun terapis harus berdiri dan

melakukan kegiatan sesuai dengan sesi TAKS

yang sedang berlansung, begitu selanjutnya

sampai semua pasien mendapat giliran,

musik diputar kembali sampai waktu terapis

habis dan selalu diawali dengan terapis

sebagai contoh. (Hasil Observasi peneliti pada

pasien ruang rehabilitasi mental dan sosial

tanggal 07-mei-2015).

Pada penelitian ini peneliti mencoba

memasukkan topik pembicaraan yang

bersifat religius pada saat TAKS jadi ketika

pasien mendapatkan giliran topik yang

dibicarakan saat TAKS bersifat religius untuk

dijadikan stimulus tambahan pada pasien

untuk mendongkrak tingkat kereligiusan

pasien. Berbeda dengan TR, jika TAKS

membuat lingkaran TR membentuk barisan

sambil duduk bersila mendengarkan, diawali

dengan berwudhu kemudian membaca surat

yasin setelahnya baru ada ceramah dari

terapis yang bertugas, khusus untuk TR

Page 7: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

45

hanya dilkukan pada hari jum’at.( Hasil

Observasi peneliti pada pasien ruang

rehabilitasi mental dan sosial tanggal 08-mei-

2015). Begitulah gambaran umum mengenai

TAKS dan TR, hal ini sangat terbukti ketika

peneliti melihat lansung kejadian dilapangan

peneliti melihat, mewawancarai pasien

setelah melakukan Terapi mereka merasa

sangat senang, bahagia dan merasakan

ketenangan hati setelah melakukan terapi.

Ada 3 langkah TAKS yang dilakukan

peneliti dalam proses pemulihan pasien

gangguan jiwa karena tiga langkah ini yang

cocok dikolaborasikan dengan TR yakni

TAKS sesi 3, 4 dan 5 karena pada sesi ini

pasien dituntut untuk mampu bercakap-

cakap dengan kelompok, menyampaikan

masalah pribadi, dan mampu menyampaikan

dan membicarakan masalah pribadi, bahan

untuk TAKS adalah segala sesuatu yang

berkaitan dengan agama agar sesuai dengan

konteks penelitian yang peneliti akan

lakukan, untuk mengabsahkan hasil dari

penelitian ini dan proses terapi yang

berlansung berikut perinciannya :

TAKS sesi ketiga

Pada sesi ini pasien di tuntuk untuk

mampu bercakap-cakap dengan anggota

kelompok, klien yang melakukan terapi

yakni, Dayat, Nurul, Irwan, Iful, Ika, Udin

Heni, sukmin dan Dendi. ada tiga aspek

penilaian pada sesi ini :

Kemampuan verbal bertanya

Dari hasil observasi peneliti

mendapatkan bahwa kemampuan pasien

yang mengikuti TAKS dianggap bisa

menentukan topik pembicaraan yang akan

dilakukan setelah terapi dilakukan, kecuali

ibu sukmin karena beliau hanya

mendapatkan skor dua dari aspek penilaian

yang sudah ditentukan. Dayat, Nurul, Irwan,

Iful, Udin, Heni, dan Dendi dianggap sudah

mampu melakukan TAKS sesi tiga bagian a

dan bisa melanjutkan ke TAKS sesi 3 tahap

berikutnya.

Kemampuan verbal menjawab.

Semua pasien yang mengikuti terapi

dianggap mampu melakukan TAKS karena

memenuhi empat aspek yang diminta dalam

terapi dan dapat melanjutkan ke TAKS sesi

berikutnya. Walaupun Ipul saat terapi hanya

mendapat poin 3 tetapi sesuai aturan TAKS

dianggap mampu karena skornya di atas 2,

apabila aspek yang dinilai belum lengkap

pasien tidak bisa melanjutkan ke tahap

berikutnya.

Kemampuan nonverbal

Peneliti menelaah hasilnya dan sesuai

dengan kerangka teori pasien yang mengikuti

TAKS sesi tiga dianggap mampu untuk

melakukan TAKS sesi empat karena aspek

penilaian yang di minta ada pada pasien yang

mengikuti TAKS. Walaupun Sukmin saat

terapi hanya mendapat poin 3 tetapi sesuai

aturan TAKS dianggap mampu karena

skornya di atas 2, apabila aspek yang dinilai

belum lengkap pasien tidak bisa melanjutkan

ke tahap berikutnya.

Dokumentasikan kemampuan yang

dimiliki klien saat TAKS pada catatan proses

keperawatan klien. Misalnya, nilai

kemampuan verbal bertanya 2, kemampuan

verbal menjawab 2, dan kemampuan

nonverbal 2, maka catatan keperawatan

adalah klien mengikuti TAKS sesi 3 tetapi

klien belum mampu bercakap-cakap secara

verbal dan nonverbal. Dianjurkan latihan

diulang di ruangan (buat jadwal).

TAKS Sesi Keempat

Setelah pasien dianggap mampu

melakukan TAKS sesi tiga maka terapi akan

dilanjutkan ke TAKS sesi keempat yang

dimana pasien dituntut untuk mampu

menyampaikan topik pembicaraan tertentu

dengan anggota kelompok. Klien yang

melakukan terapi yakni: Dolah, Lukman, Evi,

Page 8: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

46

Epul, Dendi, Abdi, Irwan, Udin, Dayat dan I.

Mut. Tema yang akan digunakan pada saat

TAKS sudah di tentukan sebelum TAKS

berlansung yaitu tentang religius atau agama,

tetapi pasien yang dituntut untuk mampu

menyampaikan, memilih dan memberi

pendapat topik yang diinginkan pasien untuk

dibahas. Ada empat aspek yang dinilai pada

sesi ini :

Kemampuan verbal menyampaikan topik

Peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai

dengan kerangka teori pasien yang mengikuti

TAKS sesi empat tahap pertama dianggap

mampu untuk melakukan TAKS sesi empat

tahap berikutnya karena aspek penilaian

yang di minta ada pada pasien yang

mengikuti TAKS, walaupun saudara Irwan

dan Udin mendapt nilai 3 tetapi sesuai

dengan kerangka teori pasien dianggap

mampu melakukan TAKS tahap ini.

Kemampuan verbal memilih topik

peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai

dengan kerangka teori pasien yang mengikuti

TAKS sesi empat tahap kedua mendapatkan

nilai yang sangat baik karena semua pasien

yang mengikuti TAKS sesi ini mendapatkan

nilai sempurna dan dianggap mampu untuk

melakukan TAKS sesi empat tahap

berikutnya karena aspek penilaian yang di

minta ada pada pasien yang mengikuti TAKS.

Kemampuan verbal memberi pendapat

peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai

dengan kerangka teori pasien yang mengikuti

TAKS sesi empat tahap ketiga dianggap

mampu untuk melakukan TAKS sesi empat

karena aspek penilaian yang di minta ada

pada pasien yang mengikuti TAKS. Semua

pasien yang mengikuti TAKS tahap ini sangat

baik terlihat dari hasil penilaian, semua

pasien mendapatkan skor empat dari semua

aspek penilaian setelah dijumlahkan. Pasien

yang mengikuti TAKS sesi empat tahap c

dapat melanjutkan ke TAKS tahap berikutnya

dan TAKS sesi kelima, karena jika belum

mampu pada TAKS sesi dan tahap ini pasien

juga tidak akan mampu pada tahap

berikutnya.

Kemampuan nonverbal.

Pasien yang mengikuti TAKS sesi empat di

anggap mampu untuk melanjutkan ke TAKS

sesi lima karena semua pasien dianggap

sudah mampu melakukan TAKS sesi empat

dan semua aspek penilaian ada pada pasien.

Kecuali I.Mut karena pasien ini hanya

mendapatkan skor 2 dari aspek penilaian

yang diminta, di anjurkan untuk I.Mut supaya

lebih sering melakukan TAKS pada aktivitas

sehari-hari.

Dokumentasikan kemampuan yang

dimiliki klien ketika TAKS. Misalnya, nilai

kemampuan verbal menyampaikan dan

memilih topik percakapan 3, kemampuan

memberi pendapat 2, dan kemampuan

nonverbal 2, oleh karena itu catatan

keperawatan adalah klien mengikuti TAKS

sesi 4, klien mampu menyampaikan dan

memilih topik percakapan, tetapi belum

mampu memberi pendapat, secara nonverbal

juga belum mampu. Dianjurkan melatih klien

bercakap-cakap dengan topik tertentu di

ruang rawat buat jadwal khusus untuk

pasien.

TAKS sesi kelima

Pada sesi ini pasien di tuntut untuk

mampu menyampaikan dan membicarakan

masalah pribadi. Klien yang melakukan

terapi yakni Mustafa, Slamet, Mulyadi,

Hidayat, Sariadi, Abdul, Sanusi, Saeful dan

Dendi. Pada sesi ini aspek yang dinilai:

Kemampuan verval menyampaikan topik

peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai

dengan kerangka teori pasien yang mengikuti

TAKS sesi lima tahap pertama dianggap

mampu untuk melakukan TAKS sesi lima

karena aspek penilaian yang di minta ada

pada pasien yang mengikuti TAKS. Karena

Page 9: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

47

semua aspek penilaian yang diminta ada

pada pasien terlihat dari skor yang diraih

yakni semua pasien mendapat skor empat

berarti semua aspek penilaian ada pada diri

pasien, jadi pasien dapat melanjutkan pada

TAKS sesi 5 tahap berikutnya.

Kemampuan verbal memilih topik

peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai

dengan kerangka teori pasien yang mengikuti

TAKS sesi lima tahap kedua dianggap mampu

untuk melakukan TAKS sesi lima karena

aspek penilaian yang di minta ada pada

pasien yang mengikuti TAKS. Sama halnya

dengan TAKS sesi 5 tahap pertama tahap

TAKS sesi 5 tahap kedua ini juga mendapat

nilai sempurna karena semua aspek

penilaian yang diminta ada pada pasien

terlihat dari skor yang diraih yakni semua

pasien mendapat skor empat berarti semua

aspek penilaian ada pada diri pasien. Jadi

semua pasien dapat melanjutkan pada TAKS

sesi 5 tahap berikutnya karena sesuai

kerangka teori pasien sudah dianggap

mampu melakukan TAKS sesi lima tahap

kedua ini.

Kemampuan verbal memberi pendapat

tentang masalah peneliti menelaah hasilnya,

dan sesuai dengan kerangka teori pasien

yang mengikuti TAKS sesi lima tahap ketiga

dianggap mampu untuk melakukan TAKS

sesi lima karena aspek penilaian yang di

minta ada pada pasien yang mengikuti TAKS.

Tiga tahap TAKS sesi kelima ini sangat baik

karena semua aspek penilaian yang diminta

ada pada pasien terlihat dari skor yang diraih

yakni semua pasien mendapat skor empat

berarti semua aspek penilaian ada pada diri

pasien.

Kemampuan nonverbal, TAKS sesi lima

ini sangat memuaskan hasilnya semua sesi

pasien selalu memdpat skor 4 karena semua

aspek penilaian ada pada pada pasien hasil

yang luar biasa untuk pasien yang mengikuti

TAKS sesi lima pada semua tahap yakni

pertama, kedua, ketiga dan terakhir yang

keempat. Dokumentasikan kemampuan yang

dimiliki klien saat TAKS pada catatan proses

keperawatan tiap klien. Misalnya,

kemampuan menyampaikan masalah pribadi

yang akan dibicarakan 3, memilih dan

memberi pendapat 2, dan kemampuan

nonverbal 4, untuk itu catatan keperawatan

adalah klien mengikuti TAKS sesi 5, klien

mampu menyampaikan masalh pribadi yang

ingin dibicarakan, belum mampu memilih

dan memberi pendapat, tetapi nonverbalnya

baik. Anjurkan berlatih untuk bercakap-

cakap tentang masalah pribadi dengan

perawat dengan dan klien di ruang rawat

(buat jadwal).

Dari tiga sesi TAKS yang sudah

berlangsung semua pasien yang sudah

mengikuti TAKS dianggap sudah mampu

melakukan tiga sesi tersebut karena semua

aspek penilaian yang diminta pada saat TAKS

berlangsung pasien mampu untuk

memenuhinya dan mampu untuk

mengkolaborasikannnya dengan TR yakni

mampu menyampaikan topik yang bersifat

Religius dan mampu menyampaikan masalah

pribadi yang berkaitan dengan agama.

Sementara pada saat TR melakuan tiga

sesi juga yakni diawali dengan Berwudhu,

membaca surat yasin kemudian

mendengarkan ceramah.

Pada saat berwudhu semua pasien yang

akan melakukan terapis di tuntun cara

berwudhu yang baik dan benar sesuai

ajaran islam yang duluan didahulukan

dan yang belakangan dibelakangkan,

sampai semua pasien mendapat giliran

dan pasien laki-laki dituntun oleh terapis

laki-laki dan sebaliknya perempuan

dituntun oleh perempuan.

Pasien dibimbing untuk membaca surat

yasin sebelumnya diatur barisan agar

Page 10: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

48

duduknya rapi dan teratur bagi pasien yang

belum bisa membaca Alqur’an diinsruksikan

untuk mendengar dan menyimak temannya,

karena pahala orang membaca dan

menyimak sama.

Yang terakhir yakni mendengarkan

siraman rohani dari terapis yang isi

ceramahnya mengenai masalah-masalah

yang diderita pasien atau penyebab pasien

bisa menjadi stres kemudian gila. Kemudian

pasien diinstruksikan untuk tidak

mengulangi hal itu lagi. (Hasil Observasi pada

pasien yang melakukaan TAKS. Tanggal 8-

mei- 2015).

Hasil dari observasi model TAKS dan TR

yakni semua kegiatan berjalan lancar dengan

hasilnya pasien membaik dari kondisi

sebelumnya ini terbukti dari hasil

dokumentasi di atas semua pasien di Ruang

rehabilitasi Mental dan Sosial dianggap

mampu melakukan tiga sesi TAKS di

kolaborasikan dengan TR. Kemudian untuk

TR pada saat penelitian ini tidak ada masalah

dan berjalan dengan baik sesuai dengan

instruksi yang di berikan dan aturan dalam

kedua terapi ini. Dampak langsung yang

timbul pada pasien adalah yang tadi mulanya

suka murung atau melamun, sedih, pemalu

setelah TAKS dan TR tidak lagi dikarenakan

dia merasa sangat senang dan hatinya tenang

setelah melakukan terapi. Dari hasil model

kolaborasi, implikasi yang peneliti dapatkan

adalah kedua model terapi ini sangat baik

dan hasilnya sangat memuaskan, terlihat dari

pasien yang melakukan terapis setelah

melakukannya terlihat raut wajah bahagia,

gembira dan ceria pada pasien.

Untuk pasien gangguan jiwa itu sudah

lebih dari cukup untuk kesembuhannya dan

sudah boleh dirujuk untuk pulang, tinggal

kontrol keluarga di rumah karena untuk

sembuh total pasien sangat sulit jikalau

kontrol keluarga di rumah kurang. Selama

penelitian peneliti sudah melakukan

observasi kepada petugas dan pasien di

lokasi dari hasil dokumentasi model TAKS

dan TR peneliti dapat melihat dampak

langsung pada pasien yakni pasien mampu

melakukan TAKS sesi tiga ini dengan baik.

Peneliti melakukan wawancara dengan

petugas di ruang rehabilitasi mental dan

sosial menanyakan tujuan TAKS ini berikut

pendapat salah seorang petugas disana :

“TAKS ini adalah salah satu stimulus

pasien untuk menuju ketenangan diri, merasa

senang, dan menghilangkan pikiran-pikiran

yang tidak baik untuk diri sendiri dan orang

lain”.

Dendi salah seorang pasien dari hasil

wawancara dengannya setelah melakukan

TAKS menyatakan :

“Setelah melakukan TAKS saya merasa

sangat senang karena saya bisa menenangkan

pikiran saya menenangkan diri dan dapat

bermain” Dendi (penerima manfaat).

Wawancara lainnya peneliti lakukan

pada sabdi, Senada dengan Dendi, Sabdi juga

menyatakan :

“ Setelah melakukan TAKS saya merasa

sangat senang karena saya bisa menenangkan

pikiran saya menenangkan diri dan dapat

bermain akan tetapi dia menambahkan selain

senang disini petugasnya ramah pokonya saya

senag sekali.” Sabdi (penerima manfaat)

Wawancara pada pasien juga peneliti

lakukan pada dayat dia menyatakan tidak

jauh berbeda dengan Dendi dan Sabdi :

“Saya bisa berceramah ketika memberi

pendapat tentang masalah” Dayat (penerima

manfaat).

Dari data dokumentasi rata-rata pasien

mampu melakukakn TAKS sesi sesi 3, 4 dan 5

jadi kesimpulannya setelah melihat data

dokumentasi dan wawancara pasien mampu

melakukan TAKS sesi ini dan kesembuhan

pasien disana sudah mulai memulih. Tinggal

Page 11: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

49

dilakukan beberapa tahan pemulihan

sehingga pasien dapat pulih. Begitu juga

dengan TR pasien dianggap mampu untuk

melakukan semua tahan terapi religius yang

diberikan oleh petugas terapis semua itu

terlihat dari tingkah laku pasien ketika

terapis. Orang yang mengaku beragama dan

konsekuen terhadap pengakuannya memiliki

keterikatan pikiran dan emosi dengan

keyakinan atau agama beserta aturan-

aturan/syariat yang ada di dalamnya.

Terdapat tiga ranah utama yang dapat

diamati pada orang beragama menurut

pandangan Islam, yaitu: Iman, Islam, dan

Pengamalan agama yang benar dalam

kehidupan sehari-hari.Sementara itu.

Oleh karena itu, orang yang merasa

dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan

akan timbul rasa tenang dan aman, yang

merupakan salah satu ciri sehat

mental. Terkait dengan manfaat kesehatan

mental dari religiusitas, ada beberapa

mekanisme keagamaan untuk mempengaruhi

kesehatan antara lain:

“Mengatur pola hidup individu dengan

kebiasaan hidup sehat, memperbaiki persepsi

ke arah positif, memiliki cara penyelesaian

masalah yang spesifik, mengembangkan emosi

positif, mendorong kepada kondisi yang lebih

sehat”.

Orang dengan komitmen agama yang

tinggi akan meningkatkan kualitas ketahanan

mentalnya. Juga mereka mampu

mempercepat penyembuhan ketika sakit

karena mereka mampu meningkatkan

potensi diri serta mampu bersikap tabah dan

ikhlas dalam menghadapi musibah. Peneliti

mendapatkan bukti dalam penelitian, bahwa

mereka yang memiliki skor religiusitas tinggi

ternyata menunjukkan rasa tanggung jawab

yang tinggi. Seperti hasil wawancara dengan

petugas di bawah ini :

“Umumnya para penganut agama akan

melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan

sosial lainnya secara bersama-sama. Dan

kegiatan bersama seperti ini dilakukan secara

berulang-ulang, sehingga dapat menimbulkan

rasa kebersamaan dan meningkatkan

solidaritas antar pasien.”

Berikut uraian mengenai TR sesuai

dengan hasil wawancra, observasi dan

dokumentasi terhadap semua pasien baik itu

TAKS maupun TR, semua data yang peneliti

buat adalah kisah nyata di lapangan dan

sesuai dengan teori yang digunakan peneliti.

Kesimpulan

Dari semua kegiatan penelitian yang

peneliti lakukan dari awal hal-hal yang dapat

disimpulkan adalah :

Proses penyembuhan pasien gangguan

jiwa model kolaborasi TAKS dan TR cocok.

untuk proses penyembuhan pasien gangguan

jiwa di ruang rehabilitasi mental dan sosial

RSJMS, karena dampak positif sangat terlihat

pada pasien yang melakukan TAKS dan TR.

Pada tahap TAKS petugas terapis melakukan

usaha untuk menyembuhkan pasien dengan

metode kedokteran dan pada prosen Terapi

Religius petugas melakukan Doa (TAKS

sebagai ilmu kejiwaan dan Terapi Religius

sebagai ilmu agama),

Implikasi model TAKS dan TR sangat

terlihat positif ketika pasien selesai

melakukan terapi mereka sangat terlihat

gembira, ceria dan bahagia. Dua model

metode ini sangat terbukti bagus dan efisien

karena setiap pasien yang ditanya setelah

melakukan kedua metode ini menyatakan

sangat senang dan tenang setelah melakukan

terapi.

Hasil yang didapatkan setelah

melakukan penelitian ini adalah metode

TAKS dan Terapi Religius efektif digunakan

dalam proses pemulihan pasien sakit jiwa di

Page 12: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

50

Ruang Rehabilitasi Mental dan Sosial di

Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma.

DAFTAR PUSTAKA

Anna, B. K. & Akemat. 2004.

Keperawatan Jiwa Terapi

Aktifitas Kelompok. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran.

Anna, B. K. Dkk. 2005. Proses

Keperawatan Kesehatan Jiwa

Edisi 2. Jakarta, Penerbit Buku

Kedokteran.

Basyir, A. S. 1993. Alqur’an dan

Pembinaan Budaya, Dialog dan

Transformasi. Yogyakarta:

Lembaga Study Filsafat Ilmu.

Corey, G. 2005. Theory and Practice of

Conceling and Psychoteraphy.

E. Koswara, Trans. Bandung:

PT Refika Aditama.

Erford, B. T, 2016. 40 teknik yang

harus diketahui setiap konselor

(2nd ed.). S. M. Helly Prajitno

Soetjipto, Trans. Yogyakarta:

Putaka Pelajar.

Fahrudin, A. 2012. Pengantar

Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika

Aditama.

Foucault, M. 2002. Kegilaan dan

Peradaban, Madness and

Civilizaton. Yogyakarta: Icon

Teralitera, 2002.

Haryanto S. 2007. Psikologi Shalat

Kajian Aspek-aspek Ibadah

Shalat. Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 2007.

http://www.rsdurensawit.go.id/index

.php/layanan/12-artikel/7-

terapi-spiritual-gangguan-jiwa.

Di akses pada hari sabtu16Mei

2015. Jam 21.00 Wita.

http://www.rsdurensawit.go.id/index

.php/layanan/12-artikel/7-

terapi-spiritual-gangguan-jiwa.

Di akses pada hari sabtu16Mei

2015. Jam 21.00 Wita.

http://www.rsdurensawit.go.id/index

.php/layanan/12-artikel/7-

terapi-spiritual-gangguan-jiwa.

Di akses pada hari sabtu16Mei

2015. Jam 21.00 Wita.

https://qurandansunnah.wordpress.c

om/2009/10/12/tata-cara-

pengobatan-rasulullah-

shallallahu%E2%80%98alaihi-

wassalam/.Di akses pada hari

sabtu16 Mei 2015. Jam 21.00

Wita

Huda, M. 2009. Pekerjaan Sosial dan

Kesejahteraan Sosial, Sebuah

Pengantar. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

James Midgley, 2005. Pembangunan

Sosial Perspektif Pembangunan

Dalam Kesejahteraan Sosial,

Jakarta: Ditperta Islam Depag

RI.

Lexi, J. M. 2010 Metodologi Penelitian

Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Mattson, I. 2013. Ulumul Qur’an

Zaman Kita,Pengantar Untuk

Memahami Konteks, Kisah dan

Sejarah Al-Qur’an Jakarta:

Blackwell Publising.

Mulyadi, M. 2012. Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif: Serta

Praktek Kombinasinya dalam

Penelitian Sosial, Jakarta:

Publica Institute.

Najib, A. 2016. Integrasi Pekerjaan

sosial: Pengembangan

Masyarakat dan Pemberdayaan

Masyaraka Tinjauan Aksi Sosial

Menuju Pembangunan Dan

Page 13: Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020

ISSN (2723-7354)

Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..

51

Perubahan Sosial. Yogyakarta:

Semesta Ilmu.

Nelson, J. R. 2006. Theory and Practice

of Counseling and Therapy

(4nd ed.). H. P. Soetjipto, Trans.

Thousand Oaks, California,

USA: Sage Publication.

Rahardjo, M. 2012. Perbandingan

Paradigma Kualitatif dan

Kuantitatif. Materi Kuliah

Metodelogi Penelitian PPs UIN

Maliki Malang.

Soemoto, 2015. Masalah Sosial dan

Upaya Pemecahannya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugioyono, 2009. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Syari’ati, A. 2011. Doa Tangisan dan

Perlawanan. Yogyakarta: Rausyanfikr

Institute.