Modul LKK Blok 8 Angkatan 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

k

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang (FK UMP) menggunakan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam sistem KBK, mahasiswa kedokteran akan dilatih melakukan berbagai keterampilan dalam bentuk Latihan Keterampilan Klinik yang akan menunjang pembelajaran mereka untuk menjadi dokter yang unggul, bermutu, dan islami.

Salah satu blok yang akan didalami oleh mahasiswa di FK UMP adalah blok VIII mengenai hematologi dan limfatik yang ditinjau dari berbagai aspek. Latihan Keterampilan Klinik di blok VIII ini ditujukan untuk melatih mahasiswa FK UMP melakukan beberapa keterampilan yang akan sering ditemui di lapangan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, yaitu:

1. Anamnesis pasien dengan keluhan anemia dan Pemeriksaan fisik pada pasien anemia.Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan mampu melakukan anamnesis secara mandiri (tingkat kemampuan 4). Oleh karena itu, di blok hematologi dan limfatik ini, mahasiswa akan dilatih untuk melakukan anamnesis pada kasus anemia.2. Konseling anemia defisiensi besi dan thalasemia3. Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan mampu melakukan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan 4). Oleh karena itu, di dalam blok Hematologi dan Limfatik ini mahasiswa akan dilatih bagaimana cara melakukan Konseling anemia defisiensi besi dan thalasemiaFine Needle Aspiration Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia, tidak tercantum mengenai keahlian melakukan fine needle aspiration (FNA) bagi seorang dokter umum. Namun dikarenakan hal ini dianggap penting dalam praktik keseharian seorang dokter, maka mahasiswa akan dilatih bagaimana teknik mengambil sampel dengan menggunakan jarum halus.

1.2 TUJUAN UMUM

Tujuan umum dari keterampilan klinik yang akan dilaksanakan di Blok VIII ini adalah:1. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi mahasiswa mampu melakukan anamnesis pada kasus anemia.2. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik pada pasien anemia.3. Apabila dihadapkan pada manikin, mahasiswa mampu melakukan dan memperagakan prosedur FNA (fine needle aspiration) secara lege artis.1.3 METODE INSTRUKSIONAL

Metode instruksional yang dipakai dalam pelaksanaan latihan keterampilan klinik di blok VIII ini adalah:

1. Mahasiswa mendapat kuliah singkat mengenai topik LKK.2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu orang instruktur.

3. Mahasiswa secara berkelompok diminta untuk melakukan keterampilan klinik sesuai dengan langkah kerja yang terdapat di dalam penuntun LKK.4. Mahasiswa menerima umpan balik dari instruktur tentang teknik LKK.5. Diskusi antara mahasiswa dan instruktur.BAB II

PENUNTUN LATIHAN KETERAMPILAN KLINIK2.1 ANAMNESIS ANEMIAA. SASARAN PEMBELAJARANSetelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menanyakan keluhan utama pasien.

2. Menanyakan riwayat penyakit pasien sekarang.

3. Menanyakan keluhan tambahan.

4. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.

5. Menanyakan riwayat pengobatan

6. Menanyakan riwayat penyakit keluarga.

7. Menanyakan kebiasaan (habit) dan lifestyle pasien.

8. Menanyakan keadaan sosial ekonomi dan pekerjaan.B. PELAKSANAAN

1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS ANEMIA

1.1 Landasan Teori

Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin. Kisaran normal berbeda sesuai usia dan jenis kelamin. Penyebab anemia dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penggunaan pemeriksaan penunjang khusus secara tepat. Anemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Anemia defisiensi besiPenyebab anemia defisiensi besi adalah:

a. Kehilangan darah (500 mL darah normal mengandung 200-250 mg besi). Misalny menometroragia atau perdarahan pasca persalinan, perdarahan saluran cerna.b. Malabsorpsi, misalnya pascagastrektomi, enteropati yang diinduksi gluten.

c. Asupan besi dari makanan yang buruk terutama pada anak-anak, perempuan yang sedang menstruasi atau hamil, terutama di negara berkembang.d. Peningkatan kebutuhan tubuh, misalnya pada prematuritas atau pada fase pertumbuhan.Gejala yang dapat ditemukan pada saat anamnesis adalah napas pendek saat beraktivitas, nyeri kepala atau angina. Apabila anemia berat, onsetnya cepat, dan pada orang tua. Riwayat keluarga biasanya positif pada gangguan genetik pada hemoglobin, gangguan koagulasi. Temuan laboratorium pada anemia defisiensi Fe adalah gambaran apus darah tepi mikrositik hipokromik, feritin serum berkurang, besi serum rendah, transferin meningkat, dan kapasitas pengikat besi tidak jenuh.

2. Anemia megaloblastik

Anemia ini berhubungan dengan gambaran abnormal eritroblas sumsum tulang, di mana perkembangan inti (nucleus) terlambat dan kromatin inti memiliki gambaran terbuka menyerupai renda. Terdapat defek pada sintesis DNA yang biasanya disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 (kobalamin) atau folat. Penyebab defisiensi B12 adalah diet yang tidak adekuat (misalnya vegetarian) dan malabsorpsi. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah onset gambaran anemia yang bertahap, ikterus ringan akibat eritropoiesis yang tidak efektif, glositis dan keilosis angular serta, jika berat, sterilitas dan pigmentasi kulit melanin reversibel, neuropati simetris yang mempengaruhi traktus piramidalis., atau asimtomatik. 3. Anemia hemolitik

Disebabkan oleh memendeknya masa hidup eritrosit. Keadaan ini timbul pada eritropoiesis yang tidak efektif, defisiensi hematinik, atau penyakit sumsum tulang. Hemolisis dapat disebabkan oleh cacat pada sel darah merah atau kelainan pada lingkungan, biasanya didapat. Gambaran klinisnya berupa anemia, ikterus (biasanya ringan) akibat penumpukan bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam plasma, peningkatan insidensi batu empedu pigmen, splenomegali, penonjolan os frontal akibat ekspansi sumsum pada tulang. 4. Anemia sideroblastik

Adalah suatu anemia refrakter di mana sumsum tulang menunjukkan peningkatan besi yang terlihat sebagai granul yang tersusun membentuk cincin di sekitar ini dalam eritroblas yang sedang berkembang. Terjadi defek sintesis hem. Gambaran klinis kadang-kadang ringan (pada anemia kongenital) tetapi dapat menjadi lebih berat seiring pertambahan usia. Leukopenia dan trombositopenia dapat terjadi pada pasien dengan mielodisplasia. Apus darah tepi bersifat dimorfik.

5. Anemia aplastik

Merupakan pansitopenia kronik yang berhubungan dengan sumsum tulang hipoplastik. Terjadi penurunan sel stem sumsum, peningkatan ruang lemak, dan tidak ada tanda keganasan. Gambaran klinis timbul akibat kegagalan sumsum tulang. Hati, limpa dan kelenjar getah bening tidak membesar.

1.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK Blok VIII FK UMP

2. Pasien simulasi

3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Meminta izin untuk melakukan anamnesis.

4. Menanyakan keluhan utama pasien.5. Menanyakan riwayat penyakit pasien sekarang.6. Menanyakan keluhan tambahan.7. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.8. Menanyakan riwayat pengobatan.

9. Menanyakan riwayat penyakit keluarga.

10. Menanyakan kebiasaan (habit) dan lifestyle pasien.11. Menanyakan keadaan sosial ekonomi dan pekerjaan.

12. Menanyakan riwayat bepergian ke daerah lain.CONTOH:a. Badan lemah saat beraktivitas

Onset

Hilang timbul atau menetap

Gejala penyerta: demam, mual, sesak nafas, pucat, konsentrasi menurun, mudah mengantuk, dll.

Faktor yang memperberat keluhan

Faktor yang memperingan keluhan

Riwayat keluhan serupa sebelumnya

Riwayat pengobatan dahulu dan saat ini

Pola makan dan minum

Sering BAK, sering minum, sering makan (kecurigaan terhadap DM)

b. PendarahanNyata: Pendarahan gusi, epistaksis, kencing berdarah, menstruasi panjang dan lama, batuk berdarah, BAB hitam, muntah berdarah, muntah hitam

Tidak nyata: petechiae, purpura, echymosis, hematom, hemarthrosis.

Onset

Hilang timbul atau menetap

Didahului trauma atau tidak

Faktor yang memperberat keluhan

Faktor yang memperingan keluhan

Riwayat keluhan serupa sebelumnya

Riwayat pengobatan dahulu dan saat ini

Riwayat transfusi darah

Riwayat DM dan keluhan serupa di keluarga

c. Ikterik

Onset

Hilang timbul atau menetap

Gejala penyerta: demam, mual, muntah, perut membesar, BAK kuning tua/coklat, BAB seperti dempul, muntah darah, BAB hitam seperti aspal Riwayat keluhan serupa sebelumnya

Riwayat pengobatan dahulu dan saat ini

Riwayat transfusi darah Riwayat sakit kuning pada ibu penderita, sering minum minuman alkohol

Riwayat pernikahan kerabat pada orang tuanya

d. Pucat

Onset

Hilang timbul atau menetap

Gejala penyerta: badan lemah saat aktivitas, pendarahan, konsentrasi menurun, mudah mengantuk, Pusing : saat aktivitas, perubahan posisi, atau saat istirahat; berdebar : saat istirahat atau saat aktivitas; sesak nafas saat istirahat atau saat aktivitas

Riwayat keluhan serupa sebelumnya

Riwayat pengobatan dahulu dan saat ini

Riwayat transfusi darah

Riwayat pernikahan kerabat pada orang tuanya

1.4 Kesimpulan

Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, mahasiswa diminta menyimpulkan kemungkinan penyakit yang diderita pasien. Perlu diingatkan bahwa harus dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis pasien tersebut. PEMERIKSAAN FISIK PADA PASIEN ANEMIAA. SASARAN PEMBELAJARAN Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu: 1. Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien anemia.

a. Melakukan inspeksi.b. Melakukan palpasi.

c. Melakukan perkusi.

d. Melakukan auskultasi.B. PELAKSANAAN

1. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK PADA PASIEN ANEMIA

1.2 Landasan Teori

Selain anamnesis, untuk menegakkan diagnosis anemia pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan meliputi kepala sampai ke kaki. Pucat adalah temuan fisik yang paling sering ditemukan pada anemia. Namun temuan ini sering dibatasi oleh faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi warna kulit. Kepucatan sukar diidentifikasi pada orang yang kulitnya sangat berpigmentasi, missal orang negro. Meskipun demikian, pada kulit hitam anemia dapat dideteksi melalui warna telapak tangan atau jaringan nonkutan seperti membrana mukosa mulut, bantalan kuku, dan jaringan palpebra.

a. KepalaFisik seorang pasien dengan anemia menunjukkan konjungtiva yang pucat, sklera ikterik, kadang ada perdarahan hidung, sariawan di mulut dan lidah. Sclera ikterik biasanya timbul akibat meningkatnya pemecahan eritrosit pada anemia hemolitik yang menimbulkan hiperbilirubinemia, menyebabkan warna kuning pada kulit dan mukosa. Pada kasus anemia hemolitik yang disebabkan oleh penyakit Thalassemia, dapat dilihat adanya facies Cooley dimana tulang-tulang wajah tampak menonjol.b. LeherTerkadang dapat ditemukan pembesaran kelenjar limfe di daerah leher.c. ThoraxPada pasien dengan anemia berat yang kronis, dapat ditemukan gangguan jantung yaitu pembesaran ruang-ruang jantung dan terdengar bunyi murmur. Dapat juga ditemukan takikardia. Temuan pada jantung ini dapat menghilang bila anemia dikoreksi. d. AbdomenTimbulnya pembesaran organ viscera abdomen muncul pada beberapa kasus anemia, misalnya pada Thalassemia. Bisa lien saja yang membesar (splenomegali) atau disertai pembesaran hepar (hepatomegali). e. ExtremitasKarena berkurangnya suplai O2 di daerah perifer pada anemia, sering timbul jari tabuh yang merupakan tanda hipoksia kronis. 1.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK Blok VIII FK UMP2. Pasien simulasi3. Ruang periksa dokter

4. Tempat tidur pemeriksaan

5. Stetoskop

6. Thermometer

7. Tensimeter

8. Timbangan badan

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik.

4. Meminta izin kepada pasien untuk memulai pemeriksaan fisik.

5. Melakukan pemeriksaan keadaan umum dengan memperhatikan:

a. Kesadaran pasien: compos mentis, apatis, somnolen, sopor, coma.

b. Habitus: astenikus, piknikus, atletikus.

c. Kulit pasien: kering, lembab, warna

6. Mengukur tanda vital: tekanan darah, denyut nadi, kecepatan pernapasan, dan suhu tubuh pasien.

7. Melakukan pemeriksaan kepala:

a. Mata

konjungtiva palpebra dan bulbi: pucat

sklera: ikterik atau subikterik

b. Hidung: ada pendarahan atau tidak

c. Telinga: ada benjolan atau tidak

d. Mulut: adakah stomatitis aphtosa atau cheilitis

e. Lidah: adakah atropi papilla lidah

8. Melakukan pemeriksaan leher:

a. Melihat dan meraba adakah pembesaran kelenjar tiroid (struma).

Pemeriksaan kelenjar tiroid Meminta pasien untuk duduk dengan kepala sedikit menengadah. Melakukan inspeksi dari depan pasien dengan memperhatikan apakah ada benjolan (tonjolan) di daerah leher bagian depan.

Melakukan palpasi di sekitar regio leher depan dengan posisi pemeriksa berdiri di belakang pasien (posterior approach) atau posisi pemeriksa berhadapan dengan pasien (anterior approach)

Lakukan penilaian kelenjar tiroid: difus atau noduler, ukuran kelenjar tiroid: membesar atau normal, konsistensi: keras, kenyal, kistik Saat palpasi, pasien diminta menelan untuk memperhatikan apakah benjolan bergerak (mobilitas) dan lobus kelenjar tiroid.

Melakukan auskultasi dengan stetoskop untuk mencari bruit.

b. Meraba kelenjar limfe di leher: perhatikan ukuran, mobilitas, dan adanya nyeri tekan.

c. Mengukur JVP: normal/meningkat

Memosisikan penderita tidur tanpa bantal.

Memosisikan penderita berbaring dengan kepala membuat sudut 30o. Identifikasi vena jugularis dan lihat pulsasi tertinggi pada vena jugularis.

Identifikasi posisi angulus sterni.

Ukur tinggi (dalam cm) jarak antara pulsasi vena jugularis ke angulus sterni.

Tentukan jaraknya berapa cm dari bidang yang melalui angulus sterni.

9. Melakukan pemeriksaan thorax.

a. Menginspeksi adakah perubahan warna kulit, kesimetrisan dinding thorax, ictus cordis.

b. Mempalpasi ictus cordis.

c. Memperkusi batas jantung

Mengetuk dada di sela iga dengan jari tangan kanan, gunakan jari telunjuk tangan kiri sebagai alasnya. Ketukan dimulai dari perifer toraks menuju ke jantung. Ketukan pada 4 arah (superior, inferior, kiri, kanan)

Menyimpulkan batas jantung.d. Menentukan batas paru-hepar

e. Mengauskultasi bunyi jantung.

Melakukan auskultasi dengan stetoskop (bell/diafragma) Menempelkan stetoskop di 4 area: aorta, pulmonal, trikuspid, mitral.

Menentukan bunyi jantung 1 (BJ1) dan BJ 2.10. Melakukan pemeriksaan abdomen.

a. Menginspeksi adanya perubahan warna kulit, venektasi, perut membuncit tidak simetris.

b. Melakukan palpasi untuk mengukur hepar dan lien

i. Pemeriksaan hepar:

Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari tangan bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat.

Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra, minta pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah parabolik.

Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke bawah.

Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila ada deskripsikan dengan berapa pertambahan besar hepar dengan ukuran jari, bagaimana pinggir hepar, permukaan hepar, konsistensi hepar, adanya nyeri dan fluktuasi.

ii. Pemeriksaan limpa (spleen):

Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri.

Bila ada pembesaran limpa, dideskripsikan bagaimana pinggir limpa (terutama incissura), permukaannya, konsistensinya, dan adanya nyeri.

c. Memperkusi abdomen.

Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk menentukan adanya nyeri ketok, adanya cairan, massa, atau pembesaran organ dalaman abdomen.

Melakukan perkusi menentukan batas paru-hepar dan peranjakan hepar.

Pekak limpa normalnya ditemukan pada sela iga ke-9 sampai sela iga ke-11 di garis aksila anterior kiri. Bila terdengar perubahan batas pekak bagian bawah, maka kemungkinan terjadi pembesaran limpa.

d. Mengauskultasi abdomen.

Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama minimal satu menit penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik (bising usus normal, meningkat, menurun, metallic sound). Pada keadaan normal, bising usus terdengar kurang lebih 3 kali/menit.

Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua kuadran abdomen.

11. Melakukan pemeriksaan extremitas.

a. Menginspeksi ukuran extremitas, bandingkan kanan dengan kiri.

b. Menginspeksi adakah petechiae/purpura/echymosis pada kulit extremitas.

c. Menginspeksi adakah jari tabuh (clubbing finger).

d. Menginspeksi adakah koilonikia.

e. Mempalpasi kelenjar limfe di ketiak dan lipat paha: normal/membesar.

f. Mempalpasi arteri brachialis dan radialis pada extremitas superior.

g. Mempalpasi arteri femoralis dan poplitea pada extremitas inferior.12. Melakukan pemeriksaan kelenjar limfe

Inspeksi

Leher, ruang supraklavikular, aksila, inguinal.Palpasi

Submandibula

Rantai kelenjar servikal anterior dan posterior

Aksila

Kelenjar limfe inguinal dan lienMempalpasi suatu masa untuk menentukan letak, konsistensi, ukuran dan mobilitas. Kelenjar limfe dapat terpisah-pisah atau menyatu, seperti karet atau keras seperti batu, bebas atau melekat, tidak nyeri atau nyeri tekan. Pembesaran fisiologis kelenjar limfe sebagai respon terhadap fungsi penyaring yang aktif biasanya menyebabkan pembesaran yang tersendiri, kenyal, tidak melekat. Perhatikan dan hubungkan

Fiksasi, tekstur

Kelainan yang berhubungan

Tanda-tanda tumor, perdarahan, atau infeksi 1.4 Interpretasi Hasil

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan:

a. Pasien normal, tidak ada tanda anemia atau gangguan hematologi lainnya.

b. Pasien memiliki tanda-tanda anemia ringan/sedang/berat.

c. Pasien memiliki tanda-tanda gangguan hematologi selain anemia. 2.2 KONSELING ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN THALASEMIA2.2.1 KONSELING ANEMIA DEFISIENSI BESI

A. SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu: 1. Melakukan komunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal

Mengucapkan salam

Memperkenalkan diri

Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien

Meminta izin kepada orang tua/pasien2. Memberikan penjelasan mengenai anemia defisiensi besi

3. Menggali informasi dan mengidentifikasi faktor risiko/penyebab masalah pasien.

4. Melakukan edukasi untuk upaya promotif pasien.5. Melakukan edukasi untuk upaya preventif.6. Melakukan edukasi untuk upaya kuratif.7. Memberi kesempatan kepada pasien/orang tua untuk bertanya.B. PELAKSANAAN1. PANDUAN BELAJAR KONSELING ANEMIA DEFISIENSI BESI1.1 Landasan Teori

Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin. Kisaran normal berbeda sesuai usia dan jenis kelamin. Penyebab anemia dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penggunaan pemeriksaan penunjang khusus secara tepat. Anemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkab pembentukan hemoglobin berkurang.

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik, berkaiatan dengan taraf sosial ekonomi.

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan, ganguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

Kehilangan darah menahun dapat berasal dari:

saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikululosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.

Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia.

Saluran kemih: hematuri

Saluran nafas: hemoptoe

Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)

Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.

Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:

Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

Atrofi papi lidah: permuikaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia: nyeri menelan

Atrofi mukosa gaster sehinga meningkalkan akhloridia

Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es lem dan lain-lain.

1.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK Blok VIII FK UMP

2. Pasien simulasi

3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam kepada pasien.

2. Memperkenalkan diri sebagai dokter yang bertugas.

3. Menanyakan identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan).

4. Menjelaskan tujuan dan meminta izin pasien/orang tua pasien.

5. Setelah pasien mengizinkan, lakukanlah konseling anemia defisiensi besi

6. Menjelaskan definisi anemia defisiensi besi.

7. Menggali informasi dan mengidentifikasi faktor risiko atau penyebab masalah pasien melalui riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat makanan, riwayat kehamilan.8. Menjelaskan penyulit/komplikasi yang mungkin timbul selama perjalanan penyakit.9. Melakukan edukasi untuk upaya promotif pasien10. Melakukan edukasi untuk upaya preventif agar tidak lagi menderita anemia defesiensi besi.11. Melakukan edukasi untuk upaya kuratif penyakit, untuk mengendalikan penyakit dan mencegah komplikasi.

12. Menanyakan kepada pasien/orang tua apakah ada hal-hal yang kurang jelas dan apakah ada yang ingin ditanyakan oleh pasien.

13. Memberikan penekanan kembali tentang perlunya pasien dan orang tua mengikuti nasihat dokter14. Mengucap salam pada saat mengakhiri edukasi.

Skenario:Seorang pasien anak laki-laki, Jalal, usia 7 tahun, diantar orang tuanya dengan keluhan mudah lelah dan lesu serta tampak sedikit pucat. Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, Jalal di nyatakan menderita anemia.

1.4 Kesimpulan

Pasien dan orang tua dapat mengerti apa yang telah dijelaskan dan dapat melakukan saran yang telah disampaikan.

Daftar Tilik Konseling anemia defisiensi besi

NoPertanyaanKeteranganInformasi

1Etika dan profesionalisme

1. Mengucapkan salam kepada pasien.

2. Memperkenalkan diri sebagai dokter yang bertugas.

3. Menanyakan identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan).

4. Menjelaskan tujuan dan meminta izin pasien/orang tua pasien.Tujuan Konseling ( memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga mengenai anemia defisiensi besi pada kasus ini Jalal menderita cacingan

Saat bermain jalal tidak menggunakan alas kaki.

Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah bermain, sebelum tidur)

Anak Jalal jarang makan daging berwarna merah, jarang mengkonsumsi hati sapi

Jalal tidak suka mengkonsumsi sayur dan buah-buahan

Jalal lahir tidak cukup bulan (prematuritas),

Usia Jalal 7 tahun (dalam masa pertumbuhan)

Ibu Jalal saat hamil juga menderita anemia defisiensi besi

2Menjelaskan definisi anemia defisiensi besi Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan dan cadangan besi

3Menggali informasi dan mengidentifikasi faktor risiko atau penyebab masalah pasien melalui riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat makanan, riwayat kehamilan.Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan, ganguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

Riwayat penyakit sekarang: menderita penyakit infeksi/infestasi, perdarahan, keganasan ( pada kasus ini Jalal menderita cacingan

Riwayat penyakit dahulu: gangguan ginjal (gagal ginjal)

Riwayat keluarga: faktor sosial ekonomi, perilaku kesehatan (tidak menggunakan alas kaki, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah bermain, sebelum tidur)

Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas), ( anak Jalal jarang makan daging berwarna merah, jarang mengkonsumsi hati sapi

Makanan yang membantu penyerapan zat besi (vitamin C) ( Jalal tidak suka mengkonsumsi sayur dan buah-buahan

Riwayat kehamilan ( Jalal lahir tidak cukup bulan (prematuritas), usia Jalal 7 tahun (masa pertumbuhan), ibu Jalal saat hamil juga menderita anemia defisiensi besi

4Menjelaskan penyulit/komplikasi yang mungkin timbul selama perjalanan penyakit.Pada anak yang menderita anemia defisiensi besi bisa berakibat menghambat pertumbuhan dan perkembangan ( anak malas bermain, malas belajar, BB dan TB lebih rendah dibandingkan anak seusianya.

5Melakukan edukasi untuk upaya promotif dan preventif Tindakan pencegahan dapat berupa:

Memberikan makanan yang banyak mengadung zat besi (daging berwarna merah, hati, sayur berwarna hijau, susu) dan disarankan mengkonsumsi bersamaan dengan buah-buahan (yang mengandung vitamin C).

Pendidikan kesehatan (hygiene) Pemberantasan cacing tambang (pemberian obat cacing) Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

6Melakukan edukasi untuk upaya kuratif Suplemen besi

7Menanyakan kepada pasien/orang tua apakah ada hal-hal yang kurang jelas dan apakah ada yang ingin ditanyakan oleh pasien.

8Memberikan penekanan kembali tentang perlunya pasien dan orang tua mengikuti nasihat dokter

9Mengucap salam pada saat mengakhiri edukasi.

2.2.2 KONSELING PENDERITA THALASEMIAA. SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu: 1. Melakukan komunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal

i. Mengucapkan salam

ii. Memperkenalkan diri

iii. Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien

iv. Meminta izin kepada orang tua/pasien2. Melakukan identifikasi faktor risiko/penyebab masalah pasien.

3. Melakukan edukasi untuk upaya promotif pasien.4. Melakukan edukasi untuk upaya preventif.5. Melakukan edukasi untuk upaya kuratif.6. Melakukan edukasi untuk upaya rehabilitatif penyakit pasien.7. Memberi kesempatan kepada pasien/orang tua untuk bertanya.B. PELAKSANAAN1. PANDUAN BELAJAR KONSELING PENYAKIT THALASSEMIA MAYOR

1.1 Landasan Teori

Thalassemia adalah kelainan sintesis hemoglobin yang diturunkan dengan akibat sel darah merah mudah pecah. Sehingga penderita thalassemia memerlukan transfusi yang teratur. Secara klinis thalassemia dibagi menjadi 3 ; thalassemia mayor (yang sangat tergantung transfusi), thalasemia minor (tanpa gejala) dan thalassemia intermedia. Pemberian transfusi dan perjalanan penyakit thalassemia memerlukan penanganan yang berkesinambungan dan komprehensif. Oleh karena itu, edukasi pada pasien thalassemia dan keluarganya sangatlah penting dalam mencapai hasil terbaik untuk penangannya.

Edukasi sebaiknya meliputi pemahaman tentang:

Pengertian dan bagaimana penyakit Thalassemia diturunkan (faktor risiko)

Makna dan perlunya transfusi secara teratur pada thalassemia mayor Penyulit/komplikasi yang mungkin timbul selama perjalanan penyakit.

Intervensi farmakologis (obat) dan non-farmakologis (dukungan ortu dan lingkungan), mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Penumpukan besi (iron overload) dan komplikasi yang ditimbulkannya pada pasien thalassemia.

Masalah khusus yang dihadapi, misalnya tumbuh kembang dan aktivitas sehari-hari

Cara pengembangan terapi pendukung dan mengajarkan keterampilan pemakaian alat kelasi besi injeksi subkutan.

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan, yaitu fasilitas kesehatan yang melayani transfuse darah.

1.2 Media Pembelajaran

1. Penuntun LKK Blok VIII FK UMP

2. Pasien simulasi dan orang tua

3. Ruang periksa dokter

1.4 Langkah Kerja

15. Mengucapkan salam kepada pasien.

16. Memperkenalkan diri sebagai dokter yang bertugas.

17. Menanyakan identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan).

18. Menjelaskan tujuan dan meminta izin pasien/orang tua pasien.

19. Setelah pasien mengizinkan, lakukanlah konseling mengenai penyakit Thalassemia Mayor yang dideritanya berdasarkan skenario di bawah ini.

20. Menjelaskan definisi Thalasemia.

21. Mengidentifikasi faktor risiko atau penyebab masalah pasien melalui riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga.22. Menjelaskan penyulit/komplikasi yang mungkin timbul selama perjalanan penyakit.23. Melakukan edukasi untuk upaya promotif pasien: Menghindari makanan yang mengandung zat besi tinggi.

24. Melakukan edukasi untuk upaya preventif agar tidak lagi lahir anak dengan thalassemia (melakukan skrining pada keluarga besar pasien).25. Melakukan edukasi untuk upaya kuratif penyakit, untuk mengendalikan penyakit dan mencegah komplikasi.

Melakukan transfusi secara teratur.

Mengontrol kadar besi darah dan fungsi hati serta ginjal tiap 3 bulan.

Mengontrol fungsi organ dan kemungkinan infeksi yang ditularkan melalui transfusi.

Mengevaluasi komplikasi kelebihan besi pada organ seperti pada hati, jantung, ginjal, endokrin.26. Melakukan edukasi untuk upaya rehabilitatif pasien, yaitu upaya yang diperlukan untuk mengurangi komplikasi, seperti fraktur akibat kekurangan kalsium.27. Menanyakan kepada pasien/orang tua apakah ada hal-hal yang kurang jelas dan apakah ada yang ingin ditanyakan oleh pasien.

28. Memberikan penekanan kembali tentang perlunya pasien dan orang tua mengikuti nasihat dokter29. Mengucap salam pada saat mengakhiri edukasi.

Skenario:

Seorang pasien anak perempuan, Naima, usia 4 tahun, datang ke RS untuk melakukan transfusi, tetapi pasien sudah terlihat sangat pucat.

Pasien merupakan penderita thalassemia sejak usia 7 bulan, tetapi karena orang tua sibuk bekerja akhir-akhir ini Naima sering terlambat untuk dibawa ke RS untuk transfusi. Dan Naima seringkali menolak minum obat kelasi besi dan obat lainnya (asam folat dan vitamin E).

Pasien adalah anak pertama dan adik pasien juga terkena thalassemia. Ke dua orang tua pasien saat ini juga menginginkan memiliki anak lagi.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak pucat dan sesak. Berat badan anak 20 kg, TD 90/60 mmHg, pernafasan 42 x/menit. Hepar 5 cm bac, 5 cm bpx, lien S V, Facies cooley (+). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 5 g/dl dan kadar feritin 4500 mg/L.

1.4 Kesimpulan

Pasien dan orang tua dapat mengerti apa yang telah dijelaskan dan dapat melakukan saran yang telah disampaikan.

Daftar Tilik Konseling Thalasemia

NoPertanyaanKeterangan

1Etika dan profesionalisme

5. Mengucapkan salam kepada pasien.

6. Memperkenalkan diri sebagai dokter yang bertugas.

7. Menanyakan identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan).

8. Menjelaskan tujuan dan meminta izin pasien/orang tua pasien.Tujuan Konseling ( memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit Thalasemia

2Menjelaskan definisi Thalasemia.kelainan pembentukan hemoglobin yang diturunkan dengan akibat sel darah merah mudah pecah

3Mengidentifikasi faktor risiko atau penyebab masalah pasien melalui riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga.Pada kasus factor risiko yg dapat menimbulkan kompliksi:

pasien sering terlambat ditransfusi yang dikarenakan ortu sibuk

pasien tidak mau mengkonsumsi obat kelasi besi, dan obat lainnya (asam folat dan vitamin E)

Riwayat penyakit dlm keluarga: adik pasien memiliki penyakit yang sama

4Menjelaskan penyulit/komplikasi yang mungkin timbul selama perjalanan penyakit.Keadaan penyulit/komplikasi yang timbul saat ini :

- pucat (Hb 5 mg/dl)

- sesak (RR: 42x/menit) ( tanda gangguan

oksigenasi

Keadaan penyulit/komplikasi yang dapat timbul kemudian hari :

kelebihan zat besi ( hemosiderosis ( disfungsi/kegagalan organ (contoh: gagal jantung)

mudah timbul infeksi (contoh: pneumonia)

anemia autoimun hemolitik

5Melakukan edukasi untuk upaya promotif pasienMenghindari makanan yang mengandung zat besi tinggi, misalnya:

hati hewan

daging merah

buah kering (kismis, dll)

dll

6Melakukan edukasi untuk upaya preventif agar tidak lagi lahir anak dengan thalassemiaPenyakit thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan, sehingga ada kemungkinan akan memiliki anak penderita talasemia lagi

7Melakukan edukasi untuk upaya kuratif penyakit, untuk mengendalikan penyakit dan mencegah komplikasi Melakukan transfusi secara teratur ( diusahakan agar kadar Hb diatas 6 mg/dl Mengontrol kadar besi darah dan fungsi hati serta ginjal tiap 3 bulan.

Mengontrol fungsi organ dan kemungkinan infeksi yang ditularkan melalui transfusi. Mengevaluasi komplikasi kelebihan besi pada organ seperti pada hati, jantung, ginjal, endokrin

8Melakukan edukasi untuk upaya rehabilitatif pasienupaya yang diperlukan untuk mengurangi komplikasi, seperti fraktur (jika timbul) akibat kekurangan kalsium.

9Menanyakan kepada pasien/orang tua apakah ada hal-hal yang kurang jelas dan apakah ada yang ingin ditanyakan oleh pasien.

10Memberikan penekanan kembali tentang perlunya pasien dan orang tua mengikuti nasihat dokter

11Mengucap salam pada saat mengakhiri edukasi.

2.3 FINE NEEDLE ASPIRATION (FNA)A. SASARAN PEMBELAJARANSetelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi tindakan FNA.2. Mengetahui keuntungan dari tindakan FNA.3. Mengetahui komplikasi dari tindakan FNA.

4. Melakukan prosedur tindakan FNA secara lege artis.

5. Membuat preparat apus dari hasil aspirasi dengan benar.B. PELAKSANAAN

1. PANDUAN BELAJAR TEKNIK FINE NEEDLE ASPIRATION1.1 Landasan Teori

FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) atau biopsi aspirasi jarum halus adalah cara pengambilan sampel sel dengan menggunakan jarum halus dengan atau tanpa suction dari jaringan solid atau kavitas yang berisi cairan. FNAB memiliki beberapa keuntungan, yaitu:a. Relatif aman

b. Cepat

c. Minimal invasif

d. Relatif lebih murah

Beberapa jenis tindakan FNAB yaitu suction FNAB, metode kapiler, dan FNAC pada kulit.

Indikasi dilakukannya tindakan FNAB adalah pada tumor superfisial yang bisa dilihat atau untuk tumor yang terletak lebih dalam (dengan bantuan USG). Kontraindikasi dilakukannya FNAB adalah:

a. Adanya tendensi perdarahan

b. Infeksi kulit pada daerah aspirasi

c. Pasien tidak kooperatif

d. Massa tidak teraba

Komplikasi yang mungkin timbul akibat tindakan FNAB adalah perdarahan lokal atau infeksi.1.2 Media Pembelajaran1. Penuntun LKK Blok VIII FK UMP2. Ruang periksa dokter

3. Manikin atau boneka anak4. Jeruk 1 buah/mahasiswa5. Apel 1 buah/kelompok

6. Tomat 1 buah/kelompok

7. Spuit 3 cc

8. Jarum ukuran 25G dan 27G

9. Kapas alkohol

10. Kapas kering

11. Kaca objek

12. Sarung tangan

13. Mangkuk bengkok

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien.

4. Meminta izin pasien untuk melakukan tindakan.

5. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

6. Meraba massa atau benjolan untuk menentukan lokasi yang akan dilakukan tindakan FNA.

7. Memfiksasi massa dengan ibu jari dan telunjuk.

8. Melakukan tindakan aseptik-antiseptik dengan mengoleskan kapas alkohol pada lokasi benjolan.

9. Menusukkan jarum ke dalam massa. Posisi piston spuit menunjukkan angka nol cc.

10. Tarik piston spuit untuk membuat ruang dalam spuit vakum, melebihi angka nol cc.11. Lakukan penusukan jarum sebanyak 15-20 kali dengan posisi spuit vakum. Lakukan dengan hati-hati. Jarum tidak boleh keluar dari kulit selama penusukan ini.

12. Kembalikan posisi piston ke angka 0 cc lalu cabut jarum dari massa.

13. Tutup luka bekas tusukan spuit dengan kapas kering.

14. Lepaskan jarum dari spuit. Tarik piston sampai angka maksimal (3 cc). pasang kembali jarum pada spuit.

15. Semprotkan aspirat (hasil aspirasi) ke kaca objek kosong.

16. Membuat preparat apus dengan meletakkan satu kaca objek yang lain (kaca objek B) di atas kaca objek yang berisi aspirat (kaca objek A). Biarkan aspirat menempel dan mengalir pada tepi kaca objek B, lalu tarik kaca objek B ke bawah sehingga aspirat membentuk suatu apusan tipis pada kaca objek A. keringkan preparat di udara terbuka.17. Melakukan pewarnaan preparat. Pada latihan keterampilan klinik ini tidak dilakukan.

BAB III

EVALUASI

Mahasiswa akan dievaluasi pada saat pelaksanaan latihan keterampilan klinik dalam bentuk formatif dan akan dievaluasi pada akhir blok dalam bentuk sumatif.

3.1 EVALUASI FORMATIF3.1.1 Metode Evaluasi

Evaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa selama proses keterampilan klinik oleh instruktur.

3.1.2 Indikator Pencapaian

Indikator pencapaian berupa pencapaian tujuan pembelajaran yang diperoleh mahasiswa pada setiap kegiatan latihan keterampilan klinik.3.1.3 Umpan Balik

Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan latihan keterampilan klinik setiap mahasiswa.3.2 EVALUASI SUMATIF

Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada ujian LKK menggunakan daftar penilaian (checklist). Evaluasi dilakukan dalam bentuk station dimana satu station akan menguji satu keterampilan klinik. Satu ujian LKK akan menguji 2-4 station, sesuai dengan banyaknya LKK yang telah dilakukan dalam blok tersebut.

BAB IV

PENUTUP

Demikianlah Modul Latihan Keterampilan Klinik Blok VIII ini disusun sedemikian rupa agar dapat membantu mahasiswa dan instruktur memahami maksud dan tujuan LKK sehingga dapat dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Lampiran daftar tilik (checklist) dalam modul LKK ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mengarahkan keterampilan mereka dan sebagai panduan persiapan mengikuti evaluasi sumatif dalam bentuk ujian LKK.DAFTAR REFERENSI1. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.2. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.3. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th ed. 2005. New York: McGraw-Hill Companies Inc.

4. Hoffbrand V, Mehta A. At A Glance Hematologi Edisi Kedua. 2006. Jakarta: Penerbit Erlangga.

5. McGlynn TJ, Burnside JW. Adams Diagnosis Fisik Ed. 17. 1995. Jakarta: EGC.

6. Bickley LS. Bates: Guide to Physical Examination and History Taking 9th edition. 2007. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

7. Kocjan, G. Fine Needle Aspiration Cytology: Diagnostic Principles and Dilemmas. Germany: Springer.

8. Sabiston, D.C. Buku Ajar Bedah Bagian 1. 2010. Jakarta: EGC.

LAMPIRAN 1Instrumen Evaluasi Anamnesis anemia

NoAktivitas yang dinilai012

1Etika dan sopan santuna. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

b. Menanyakan identitas pasien.

c. Meminta izin untuk melakukan anamnesis.

2Menanyakan keluhan utama pasien.

3Menanyakan riwayat penyakit sekarang.

4Menanyakan keluhan tambahan.

5Menanyakan riwayat penyakit dahulu.

6Menanyakan riwayat pengobatan.

7Menanyakan riwayat keluarga.

8Menanyakan kebiasan (habit) dan lifestyle

9Menanyakan keadaan sosial ekonomi dan pekerjaan.

10Kesimpulan

TOTAL SKOR

Ket:

0 : tidak menyatakan atau tidak melakukan

1 : hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna

2 : menyatakan dan melakukan dengan sempurna

LAMPIRAN 2

Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Pada Pasien Anemia

NoAktivitas yang dinilaiMenyebutkan benarMelakukan benar

1Etika dan sopan santun

a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien

b. Menanyakan identitas pasien.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.

d. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan.

2Mempersiapkan alat:

a. Stetoskop

b. Tensimeter

c. Termometer

d. Timbangan badan

3Melakukan pemeriksaan keadaan umum.

a. Memeriksa kesadaran.

b. Menilai habitus.

4Melakukan pemeriksaan kepala.

a. Menilai konjungtiva

b. Menilai sklera

5Melakukan pemeriksaan leher.

a. Mengukur JVP

b. Meraba pembesaran kelenjar limfe

c. Meraba kelenjar tiroid

6Melakukan pemeriksaan thorax.

a. Melihat posisi ictus cordis.

b. Melakukan palpasi ictus cordis.

c. Melakukan perkusi untuk menentukan batas jantung.

d. Auskultasi untuk menentukan bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2.

7Melakukan pemeriksaan abdomen.

a. Inspeksi

Menilai bentuk dan kesimetrisan abdomen.

Menilai warna kulit abdomen.

b. Melakukan palpasi hepar

Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari tangan bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat.

Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra, minta pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah parabolik.

Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke bawah.

Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila ada deskripsikan dengan berapa pertambahan besar hepar dengan ukuran jari, bagaimana pinggir hepar, permukaan hepar, konsistensi hepar, adanya nyeri dan fluktuasi.

c. Melakukan palpasi lien

Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri.

Bila ada pembesaran limpa, dideskripsikan bagaimana pinggir limpa (terutama incissura), permukaannya, konsistensinya, dan adanya nyeri.

d. Perkusi

Menilai batas paru-hepar

8Melakukan pemeriksaan extremitas.

a. Menilai warna kulit ekstremitas.

b. Menilai ada tidaknya jari tabuh.

c. Menilai ada tidaknya koilonikia.

9Menginterpretasikan hasil.

TOTAL SKOR

LAMPIRAN 3Instrumen Evaluasi Tindakan FNA

NoAktivitas yang dinilaiMenyebutkan benarMelakukan benar

1Etika dan sopan santun

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.

2. Menanyakan identitas pasien.

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien.

4. Meminta izin pasien untuk melakukan tindakan.

2Persiapan alat

1. Spuit 3 cc

2. Jarum ukuran 25G dan 27G

3. Kapas alkohol

4. Kapas kering

5. Kaca objek

6. Sarung tangan

7. Bengkok

3Melakukan tindakan FNA

1. Meraba massa atau benjolan untuk menentukan lokasi yang akan dilakukan tindakan FNA.

2. Memfiksasi massa dengan ibu jari dan telunjuk.

3. Melakukan tindakan aseptik-antiseptik dengan mengoleskan kapas alkohol pada lokasi benjolan.

4. Menusukkan jarum ke dalam massa. Posisi piston spuit menunjukkan angka nol cc.

5. Tarik piston spuit untuk membuat ruang dalam spuit vakum, melebihi angka nol cc.

6. Lakukan penusukan jarum sebanyak 15-20 kali dengan posisi spuit vakum. Lakukan dengan hati-hati. Jarum tidak boleh keluar dari kulit selama penusukan ini.

7. Kembalikan posisi piston ke angka nol cc lalu cabut jarum dari massa.

8. Tutup luka bekas tusukan spuit dengan kapas kering.

9. Lepaskan jarum dari spuit. Tarik piston sampai angka maksimal (3 cc). pasang kembali jarum pada spuit.

10. Semprotkan aspirat (hasil aspirasi) ke kaca objek kosong.

4Membuat preparat apus

1. Meletakkan satu kaca objek yang lain (kaca objek B) di atas kaca objek yang berisi aspirat (kaca objek A). Biarkan aspirat menempel dan mengalir pada tepi kaca objek B.

2. Tarik kaca objek B ke bawah sehingga aspirat membentuk suatu apusan tipis pada kaca objek A.

3. Keringkan preparat di udara terbuka.

TOTAL SKOR

13