Upload
fanurfuadah
View
250
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
1/91
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
2/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 154
I I I . Learning activit ies
1. Setiap mahasiswa memperhatikan dengan baik demonstrasi praktikum
keperawatan secara terpimpin oleh tutor praktikum.
2.
Setiap mahasiswa melakukan demonstrasi praktikum keperawatan secara
mandiri di laboratorium keperawatan.
IV. Prosedur Praktikum
1. Pemeriksaan Fisik Pada Sistem Respirasi
a. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan fisik pada
sistem respirasi, mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik
pada sistem respirasi dengan tepat dan benar.
b. Deskripsi
Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada sistem respirasi yang
dimulai dari pemeriksaan penampilan umum, pemeriksaan hidung,
pemeriksaan thoraks dan paru dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
c. Tujuan
Mengidentifikasi keadaan anatomis dan fisiologis sistem respirasi.
d. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
Dilakukan pada individu yang mengalami gangguan pada sistemrespirasi
Kontraindikasi : -
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
3/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 155
e. Konsep yang Mendasari
Sistem Respirasi
Sistem respirasi di bagi menjadi saluran pernapasan atas dan saluran
pernapasan bawah. Kedua sistem tersebut berfungsi bersama-sama sebagai
satu unit, akan tetapi kondisi masing-masing tersebut berbeda dalam
perkembangannya. Sistem respirasi memungkinkan terjadinya pertukaran
udara dan turut memelihara fungsi seluler. Sistem ini terdiri dari jalan
napas, paru-paru, dan stuktur-struktur lainnya yang berhubungan.
Tujuan utama sistem respirasi adalah penyerapan oksigen dengan
memindahkan oksigen tersebut dari atmosfer udara ke alveoli, di alveoli
kemudian terjadi proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Gas
karbondioksida dikeluarkan dari darah kemudian diganti dengan oksigen
dari atmosfer udara luar. Struktur saluran napas atas meliputi: hidung dan
sinus, faring, laring dan trakea. Saluran napas bagian bawah terdiri dari
bronchi, bronchiolus, saluran pembuluh alveolar, dan alveoli. Struktur ini
memberikan ventilasi atau tempat pertukaran gas untuk menjaga
oksigenasi bagi semua sel, jaringan, dan organ. Kondisi yang mengganggu
ventilasi dan pertukaran gas di paru-paru bisa menyebabkan gangguan
pernapasan dengan kadar yang berbeda-beda. Pasien akan mengalami
serangkaian gejala dari yang paling ringan berawal dari timbulnya napas
pendek hingga ke tahap gagal napas pada titik kritis.
Sistem respirasi memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup
makhluk hidup termasuk manusia. Seperti sistem tubuh lainnya, fungsisistem respirasi harus dipertahankan integritasnya karena adanya gangguan
sistem respirasi, dimanapun lokasi kelainannya dapat mengancam
kehidupan individu. Fungsi normal pernapasan tergantung kepada tiga
faktor berikut:
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
4/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 156
1. Integritas sistem jalan napas untuk transport udara dari dan ke paru-
paru.
2. Fungsi sistem alveolar dalam paru-paru untuk mengoksigenasi darah
vena dan untuk mengangkut karbondioksida dari darah.
3. Fungsi sistem kardiovaskuler untuk membawa oksigen ke sel termasuk
membawa zat-zat nutrien lainnya serta dalam mengangkut produk
buangan keluar tubuh.
Adanya gangguan pada satu atau keseluruhan faktor di atas dapat menjadi
penyebab gangguan proses oksigenasi yang dalam keadaan fatal dapat
berdampak langsung kepada terancamnya kehidupan individu. Upaya
penatalaksanaan gangguan sistem respirasi sangat ditentukan kepada
penguasaan anatomi fisiologi sistem respirasi dan pemeriksaan fisik
individu. Oleh karena itu, perawat dituntut untuk dapat bertindak tepat dan
cepat dengan dilandasi kemampuan mengkaji dimana kelainan sistem
respirasi terjadi. Pemeriksaan fisik memegang kunci untuk menentukan
pada fase mana klien mengalami gangguan respirasi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu komponen dalam pengkajian.
Pengkajian terdiri dari pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan, dan
prosedur diagnostik. Pengkajian bertujuan untuk menggali data yang
saling mendukung sehingga dalam penentuan masalah keperawatan
menjadi lebih terarah dan tepat.
Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasalis
Hidung merupakan jalan pertama yang harus dilalui udara saat masuk
kedalam sistem jalan napas. Tiga proses harus dijalani udara yang masuk
yaitu filtrasi (penyaringan), penghangatan dan pelembaban. Gangguan
pada struktur dan fisiologis pada rongga hidung menjadi penyebab
terjadinya gangguan oksigenasi pada tahapan ventilasi.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
5/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 157
Kondisi seperti terjadinya deviasi septum nasal, pembesaran concha
(dalam upaya penghangatan dan pelembaban udara yang masuk) serta
meningkatnya sekresi membawa dampak pada penurunan kemampuan
penghantaran udara dari atmosfer ke paru-paru. Sinus paranasalis sering
mengalami peradangan dan dikenal dengan sinusitis. Kondisi ini bisa
terjadi sebagai akibat adanya peradangan pada rongga hidung yang
kemudian menyebar melalui saluran drainage ke masing-masing sinus dan
dapat disebabkan adanya obstruksi di rongga hidung sehingga sekresi tidak
dapat keluar tetapi tertahan dan bisa terjadi aliran balik menuju sinus-sinus
paranasalis.
Pemeriksaan Leher
Pemeriksaan leher ditujukan pada pemeriksaan trakea melalui palpasi.
Pada beberapa keadaan patologis, letak trakea yang asalnya berada pada
garis tengah leher dapat menyimpang sebagai respon terhadap upaya
optimalisasi penyaluran udara ke bagian paru.
Pemeriksaan Thoraks dan Paru-Paru
Thoraks dan paru-paru merupakan unit yang sangat penting untuk
diperiksa dalam pemeriksaan fisik sistem respirasi. Dalam pengkajian
untuk menentukan proses gangguan napas (ventilasi dan difusi) suara paru
sangat penting untuk diidentifikasi.
f. Alat yang Dibutuhkan
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik pada sistem respirasi, terdiridari:
Nasal speculum
Penlight
Metline
Stetoskop
Sarung tangan (jika diperlukan)
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
6/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 158
g. Standar Operasional Prosedur
Format Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi
1. PENGKAJIAN
1.1
Memberi salam terapeutik kepada klien dan keluarga
1.2
Memberitahu klien dan atau keluarga tentang prosedur tindakan
(pemeriksaan fisik) yang akan dilaksanakan (alasan, tujuan, kerjasama
yang diharapkan dari klien)
1.3
Mengkaji kesiapan klien
2. PERSIAPAN
2.1
Cuci tangan
2.2
Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan :
Nasal speculum
Penlight
Metline
Stetoskop
Sarung tangan (jika diperlukan)
3 PELAKSANAAN
3.1
Dekatkan troli alat pemeriksaan fisik ke dekat klien
3.2 Cuci tangan
Menggunakan sarung tangan bila pada klien yang menderita penyakit
menular (AIDS, Hepatitis B)
3.3 Menjaga privacy klien
Mendekati dan mengidentifikasi klien
Jelaskan prosedur kepada klien dengan bahasa yang jelas
Memasang sampiran
3.4 Atur posisi klien
Mengatur klien dalam posisi yang nyaman menurut klien dan perawat
3.5
Penampilan umum :
Warna kulit, warna kuku, clubbing finger , frekuensi napas, kedalaman
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
7/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 159
dan ritme pernapasan, smell of breath, CRT, konjuctiva
3.6 Pemeriksaan hidung
Inspeksi:
Eksternal hidung: bentuk, ukuran, warna kulit, adanya deformitas
(perubahan bentuk) atau inflamasi dan pernapasan cuping hidung
(PCH)
Ada/tidaknya keluaran dari hidung
Secara normal tidak terdapat pengeluaran sekret.
Cek passage udara dari masing-masing lubang hidung
Periksa kepatenan rongga hidung dengan menutup satu lubang
hidung, minta klien untuk menarik napas dan mengeluarkannya.
Ulangi hal tersebut dengan menutup lubang hidung yang satunya.
Udara dapat keluar masuk melalui lubang hidung yang terbuka.
Mukosa hidung (warna, lesi, discharge, pembengkakan dan
perdarahan)
Membran mukosa tampak kemerahan, biasanya lebih kemerahan
daripada membran mukosa pada mulut. Tidak terdapat
pembengkakan dan perdarahan.
Septum dan turbinate (alignment, perforasi dan perdarahan)
Nasal septum dalam keadaan normal berada pada bagian medial,
posisi tegak tanpa adanya deviasi.
Turbinate (concha) terletak pada dinding lateral rongga hidung,
dalam keadaan normal tidak terjadi pembesaran atau penonjolan.
Bila terjadi pembesaran bisa disebabkan sebagai reaksi upaya
penghangatan udara yang dingin atau karena reaksi alergi.
Lubang hidung (warna, discharge, massa, lesi, edema)
Palpasi :
Maxillary sinus dan frontal sinus
Sinus Frontalis
Lakukan penekanan langsung diatas area sinus frontalis: diatas alis
mata dengan menggunakan ibu jari.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
8/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 160
Sinus Maksilaris
Penekanan dengan ibu jari pada tulang pipi mengarah ke bagian
atas.
Dalam keadaan normal, penekanan ini tidak menimbulkan nyeri.
Nyeri dirasakan apabila pada sinus tersebut terjadi peradangan atau
yang disebut sinusitis.
Sinus ethmoidalis dan sphlenoidalis tidak dapat diperiksa melalui
palpasi ini karena letaknya yang dalam pada tulang tengkorak.
Pemeriksaan thoraks dan paru
Inspeksi:
o
Bentuk dada: diameter AP-lateral (barrel, pigeon, funnel)
Bentuk dada normal memiliki diameter anterior posterior
berbanding diameter lateral, kurang lebih 2:1.
Barrel Chest : Bentuk dada ini terjadi karena hasil hiperinflasi
paru. Hiperinflasi ialah terjebaknya udara akibat saluran
pernapasan yang sempit/menyempit. Diameter anterior posterior
berbanding diameter lateral, kurang lebih 1:1.
Pigeon Chest (Dada Burung): Sternum menonjol kedepan,
diameter anterior posterior lebih dari lateral.
Funnel Chest (Dada Corong): Anterior Posterior mengecil,
sternum menonjol ke dalam
o Kesimetrisan dada (kyposis, scholiosis, kyphoscholiosis)
Kyposis suatu kelainan bentuk pada tulang belakang yang
ditandai dengan nyeri punggung dan adanya bonggol di punggung.
Scholiosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormalke arah samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher),
torakal (dada) maupun lumbal (pinggang).
Kyphoscholiosis
Lordosis adalah keadaan tulang belakang yang tampak bengkok
kearah depan terutama di punggung bagian bawah .
o Pola napas : penggunaan otot-otot asesoris (sternocleidomastoid
atau otot leher, otot abdomen, trapezius atau otot bahu), retraksi
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
9/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 161
sterna dan intercoatals (penggunaan otot-otot sterna dan
intercosta)
o Bulging intercostals spaces saat ekspirasi
Adanya jendolan atau benjolan di intercostals space saat ekspirasi
Palpasi :
o Posisi trachea (midline/deviasi)
Dalam keadaan normal, trakea harus berada di garis tengah leher.
o Palpasi area kulit dada (krepitasi, massa, luka)
Krepitasi: suara gesekan antara tulang
o Ekspansi dada (apex dan dasar dada) anterior dan posterior
Letakkan ibu jari masing-masing tangan pada level vertebrae ke
10, jari-jari paralel ke arah samping. Anjurkan klien untuk
menarik napas dalam, observasi pergerakan jari-jari tangan
pemeriksa.
Pada saat klien menarik napas dalam, tampak adanya pergerakan
jari pemeriksa yang meregang. Pergerakan ini dalam keadaan
normal akan simetris.
o
Tactile fremitus
Anjurkan klien untuk mengucapkan ninety nine.. ninety nine..
ninety nine.. palpasi dan bandingkan getaran yang dirasakan pada
telapak tangan pemeriksa.
Catat area-area dimana terjadi peningkatan atau penurunan getaran
yang dirasakan.
Fremitus seimbang pada kedua sisi paru yang simetris, dapat
meningkat pada daerah bronchus dan semakin menurun ke daerah perifer paru.
Perkusi :
Seperti pada palpasi, dada depan dan dada belakang atau punggung
di perkusi. Perkusi area-area secara sistematis dan bandingkan antara
kedua sisi yang diperkusi. Mulai dari bagian atas terus ke bagian
bawah.
Perkusi di atas permukaan paru dalam keadaan normal menimbulkan
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
10/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 162
suara resonance.
Dullness pada area dimana terdapat akumulasi cairan atau massa
solid.
o
Area intercostals anterior (resonance, hipersonance, dullness)
Resonance : ic 1-2 kiri dan ic 1-4 kanan
Dullness : ic 3-5 kiri (jantung) dan ic 5 ke bawah (liver)
o Area lateral
Resonance : sampai ic ke 8
o Area posterior
Resonance: sampai T10-T12
Auskultasi :
o Suara nafas
Bronchial : dibagian leher anterior dan posterior
Inspirasi lebih pendek dari ekspirasi. Ekspirasi panjang,
rendah, dan higher pitched daripada inspirasi.
Bronchovesicular: ic 1-2 anterior dan antara scapula posterior
Rasio inspirasi dan ekspirasi sama
Vesicular : diseluruh area paru
Inspirasi lebih panjang, keras, dan higher pitched dari
ekspirasi.
o Deteksi adanya suara napas yang abnormal (ronchi, crackle,
wheezing, friction rub)
Ronchi: suara napas yang terjadi pada keadaan menyempitnya
saluran napas yang besar. Terdengar pada saat inspirasi da
ekspirasi.Crackle disebut juga rales: suara yang timbul pada saat inspirasi
ketika udara melewati saluran napas yang mengandung sekret
dimana saluran napas menjadi sempit dan lembab.
Wheezing: suara yang muncul pada saat inspirasi dan ekspirasi,
teruitama terdengar saat ekspirasi, timbul karena jalan udara
menyempit misalnya karena dindingnya mengalami spasme
seperti pada kasus asma.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
11/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 163
Friction rub: suara nafas karena adanya gesekan.
4. DOKUMENTASI
Mencatat hasil pemeriksaan fisik dan respon klien selama tindakan
dan kondisi setelah tindakan
Catatan dapat dibaca dengan jelas dan menggunakan bahasa yang
baku serta mudah dipahami, ditandatangani disertai nama jelas
Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dengan disertai paraf
Catatan dibuat dengan tinta/ballpoint
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
12/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 164
FORMAT PENILAIAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI
NO TINDAKAN 0 1 2
1. PENGKAJIAN
Memberi salam terapeutik kepada klien dan
keluarga
Memberitahu klien dan/keluarga tentang prosedur
tindakan (pemeriksaan fisik) yang akan
dilaksanakan (alasan, tujuan, kerjasama yang
diharapkan dari klien)
Mengkaji kesiapan klien
2. PERSIAPAN
Cuci tangan
Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan :
Nasal speculum
Penlight
Metline
Stetoskop
Sarung tangan (jika diperlukan)
3. PELAKSANAAN
Dekatkan troli alat pemeriksaan fisik ke dekat klien
Cuci tangan
Menjaga privacy klien
Atur posisi klien
Penampilan umum :
Warna kulit, warna kuku, clubbing finger ,
frekuensi napas, kedalaman dan ritme pernapasan,
smell of breath, CRT, konjuctiva
Pemeriksaan hidung
Inspeksi:
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
13/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 165
o Eksternal hidung: bentuk, ukuran, warna
kulit, adanya deformitas atau inflamasi dan
pernapasan cuping hidung (PCH)
o
Ada/tidaknya keluaran dari hidung:
o Cek passage udara dari masing-masing
lubang hidung
o Mukosa hidung (warna, lesi, discharge,
pembengkakan dan perdarahan)
o Septum dan turbinate (alignment, perforasi
dan perdarahan)
o
Lubang hidung (warna, discharge, massa,
lesi, edema)
Palpasi
o Maxillary sinus dan frontal sinus
Pemeriksaan thoraks dan paru
Inspeksi:
o
Bentuk dada: diameter AP-lateral (barrel,
pigeon, funnel)
o Kesimetrisan dada (kyposis, scholiosis,
kyphoscholiosis)
o Pola napas : penggunaan otot-otot asessoris
(sternocleidomastoid, otot abdomen,
trapezius), retraksi sterna dan intercoatals
o
Bulging intercostals spaces saat ekspirasiPalpasi :
o Posisi trachea (midline/deviasi)
o Palpasi area kulit dada (krepitasi, massa,
luka)
o Ekspansi dada (apex dan dasar dada)
anterior dan posterior)
o Tactile fremitus
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
14/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 166
Perkusi :
o Area intercostals anterior (resonance,
hipersonance, dullness)
Resonance : ic 1-2 kiri dan ic 1-4
kanan
Dullness : ic 3-5 kiri (jantung) dan
ic 5 ke bawah (liver)
o Area lateral
Resonance : sampai ic ke 8
o Area posterior
Resonance: sampai T10-T12
Auskultasi :
o Suara nafas
Bronchial : dibagian leher anterior
dan posterior
Bronchovesicular: ic 1-2 anterior
dan antara scapula posterior
Vesicular : diseluruh area paru
o Deteksi adanya suara nafas yang abnormal
(ronchi, crackle, wheezing, friction rub)
4. DOKUMENTASI
Mencatat hasil pemeriksaan fisik
Catatan dapat dibaca dengan jelas dan
menggunakan bahasa yang baku serta mudahdipahami
Catatan dibuat dengan tinta/ballpoint
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
15/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 167
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tidak sempurna
2
: dilakukan dengan sempurna
Nilai batas lulus > 80%
Jumlah nilai yang didapat
Nilai = ----------------------------------
X 100%
Jumlah aspek yang dinilai
MAHASISWA PENGUJI
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
16/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 168
Kepustakaan
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart, Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
17/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 169
2. NEBULIZER
a. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang tindakan nebulizer, mahasiswa
mampu melakukan prosedur nebulizer dengan benar dan tepat.
b. Deskripsi
Melakukan nebulasi dengan nebulizer.
c. Tujuan
Nebulasi bertujuan untuk:
1. Membuat sekret menjadi lebih encer dan mudah dikeluarkan
2.
Memperlebar jalan napas agar pernapasan menjadi lebih lega
3. Membuat selaput lendir pada saluran napas menjadi lebih lembab
4. Mengobati peradangan pada saluran pernapasan bagian atas
5. Memperbaiki pertukaran gas
d.
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
Nebulasi dilakukan pada:
1. Klien yang mengalami kesulitan mengeluarkan sekret
2. Klien yang mengalami penyempitan jalan napas (Misal: pada klien dengan
asma atau empisema)
Kontraindikasi Nebulasi tidak dilakukan pada klien dengan:
1. Tekanan darah tinggi (Autonomic Hiperrefleksia)
2. Nadi yang meningkat atau takikardi
3.
Riwayat reaksi yang tidak baik dari pengobatan
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
18/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 170
e. Konsep yang Mendasari
A. NEBULIZER
1. Definisi
Pengertian Inhalasi Nebulizer :
Inhalasi adalah menghirup udara atau uap ke dalam paru-paru.
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan nebulizer .
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat melalui saluran pernapasan
bagian atas.
Pengertian Nebulizer :
Nebulizer merupakan alat yang digunakan untuk merubah obat dari
bentuk cair ke bentuk partikel aerosol. Bentuk aerosol ini sangat
bermanfaat apabila dihirup atau dikumpulkan dalam organ paru. Efek dari
pengobatan ini adalah untuk mengembalikan kondisi spasme bronkus.
2. Jenis-jenis nebulizer
Disposible nebulizer , sangat ideal apabila digunakan dalam situasi
kegawatdaruratan di rumah sakit dengan perawatan jangka pendek.
Apabila nebulizer di tempatkan di rumah dapat digunakan beberapa kali,
lebih dari satu kali, apabila dibersihkan setelah digunakan. Dan dapat terus
dipakai sampai dengan 2 minggu apabila dibersihkan secara teratur.
Re-usable nebulizer , dapat digunakan lebih lama sampai kurang lebih 6
bulan. Keuntungan lebih dari nebulizer jenis ini adalah desainnya yang
lebih komplek sehingga meningkatkan efektivitas dari dosis pengobatan.
Keuntungan kedua adalah dapat direbus untuk proses desinfeksi.
Digunakan untuk terapi setiap hari.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
19/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 171
3. Model-model Nebulizer :
Nebulizer dengan penekan udara ( Nebulizer compressors), memberikan
tekanan udara dari pipa ke tutup (cup) yang berisi obat cair yang akan
memecah cairan ke dalam bentuk partikel-partikel uap kecil yang dapat
dihirup secara dalam ke saluran pernafasan.
Nebulizer ultrasonik (ultrasonic nebulizer ), menggunakan gelombang
ultrasound, untuk secara perlahan mengubah dari bentuk obat cair ke
bentuk uap atau aerosol basah.
Nebulizer generasi baru (a new generation of nebulizer ), digunakan tanpa
menggunakan tekanan udara maupun ultrasound. Alat ini sangat kecil,
dioperasikan dengan menggunakan baterai, dan tidak berisik.
4. Dosis Nebulizer :
BB Sol. Berotec 0,1% Bisolvon Drops NaCL 0.9%
10 Kg 0,2 ml (4 tts) 1 ml 1,8 ml
15 Kg 0,3 ml (6 tts) 1 ml 1,7 ml
20 Kg 0,4 ml (8 tts) 1 ml 1,6 ml
25 Kg 0,5 ml (10 tts) 1,5 ml 1,5 ml
Dewasa 0,5-0,8 ml (10-16 tts) 1,5 ml 2,3 ml
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
20/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 172
5. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari tindakan nebulasi, diantaranya:
Henti nafas.
Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat
ataupun tekniknya.
Kurang dalam pemberian obat karena malfungsi dari alat.
Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan efek yang
tidak baik pada sistem sekunder penyerapan dari obat. Hipokalemia dan
atrial atau ventricular disritmia dapat ditemui pada klien dengan kelebihan
dosis.
Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan .
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Reaksi klien sebelum, selama dan sesudah pemberian inhalasi nebulizer
Nebulizer harus diberikan sebelum waktu makan
Setelah nebulizer klien disarankan postural drainase dan batuk efektif
untuk membantu dalam pengeluaran sekresi.
B. ASMA
1. Definisi Asma
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontriksi spasme pada saluran pernapasan)
terutama pada percabangan trakeobronkial akibat adanya stimulus seperti
oleh faktor biochemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan
intermitten yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan
dispneu, batuk dan mengi. Eksarbasi akut terjadi dari beberapa menit
sampai jam, bergantian dengan periode bebas gejala.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
21/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 173
2. Klasifikasi Asma
Dibagi berdasarkan penyebab, terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan non
alergik:
a. Asma alergik/ekstrinsik:
Suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe,
tepung sari, dan makanan. Alergen terbanyak adalah airbone dan musiman
(seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi dapat
mencetuskan serangan asma. Biasanya pada anak-anak sampai usia
remaja.
b. Idiopatik atau non alergik asma intrinsik
Tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor
seperti common cold , ISPA, aktivitas, emosi atau stres dan polusi
lingkungan akan mencetuskan serangan asma. Beberapa agen farmakologi:
seperti antagonis β – adregenik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga
dapat menjadi faktor penyebab. Bila asma idiopatik sering terjadi dan lebih
berat maka dapat menyebabkan bronkitis dan emfisema. Biasanya asma ini
dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).
c. Asma campuran (mixed asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan
bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
22/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 174
Tabel 9.1 Klasifikasi Asma
Derajat Serangan Asma Akut
Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV
SesakMasih jalan,
berbaring
Bila bicara
duduk
Pada istirahat
miring ke
depan
BicaraMasih dalam
kalimatKata-kata Kata
KesadaranMungkin
gelisah
Biasanya
gelisahGelisah
Ngantuk,
menurun
Frekuensi nafas Meningkat Meningkat ≥ 30 x / menit
Otot nafas
tambahan
Tidak
digunakanBiasanya ada Gelisah
Gerakan nafas
paradoks
Mengi Sedang NyaringBiasanya
nyaring
Sering tidak
terdengar
mengi
Nadi < 100 100-200 >120 Bradikardi
Per (100x/menit) > 80% 60-80% < 60%
Pa O2 tanpa O2 Normal > 60 mmHg < 60 mmHg
Pa O2 95% 91-95% < 90%
3.
Penyebab Asmaa. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik atau asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi atau asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
-
Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
23/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 175
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
4. Tanda dan Gejala Asma
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing ) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui.
Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan
demikian pula rasa sesak dan berat di dada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya
penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan
kambuh.d.
Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit
yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada
serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala yang makin
banyak antara lain :
1). Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
24/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 176
2). Sianosis
3). Silent chest
4). Gangguan kesadaran
5). Tampak lelah
6). Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan
nafas ke kondisi normal.
5. Pemeriksaan Diagnostik Asma
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Spirometri : untuk menunjukkan adaya obstruksi jalan nafas
b. Tes provokasi :
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus
Dilakukan apabila tidak menggunakan spirometri
Tes provokasi bronkial seperti: histamin, metalkolin, allergen,
kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi
udara dengan aqua destilata
Tes kulit: menunjukkan adanya antibodi Ig E yang spesifik dalam
tubuh
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen dada normal
e. Pemeriksaan eosinofil total dalam darahf. AGD dilakukan pada asma berat:
AGD pada umumnya normal tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapat suatu infeksi
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
25/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 177
Pada pemeriksaan faktor-faktor energi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan
g. Pemeriksaan Sputum
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil
Spiral chrusmann yakni yang merupakan chast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Neotrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug
6. Komplikasi Asma
Pneomothoraks
Ateletaksis
Gagal napas
Bronkitis kronik
Fraktur iga
Status asmatikus
7. Penatalaksanaan Asma
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara
b.
Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma
c.
Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan
yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnya
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
26/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 178
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam
2 golongan :
a.
Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (Berotec)
- Terbutalin (Bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (Teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin /
aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-
lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
27/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 179
sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati
bila minum obatini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika
penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah
atau lambungnya kering).
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-
anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah
dapat diberikan secara oral.
f. Alat yang Dibutuhkan
1. Set nebulizer
2.
Masker atau mouthpiece
3.
Bengkok 1 buah
4.
Syringe atau pipet
5. Tissue
6. Obat bronkodilator
7.
NaCl 0,9%
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
28/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 180
g. Standar Operasional Prosedur
NO PROSEDUR
1. PENGKAJIAN
1.1.
Memberikan salam terapeutik
1.2. Mengkaji obat-obatan yang digunakan (albuterol : ventolin ®, proventil ®
atau airet ® atau atrovent ®)
1.3. Kaji riwayat alergi dan hipersensitivitas
1.4. Mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan
2. PERSIAPAN
2.1. Cuci Tangan
2.2.
Persiapan alat :
Set Nebulizer portable :
Nebulizer Nebulizer Cup Selang
Masker atau mouthpiece
Masker Mouthpiece
Bengkok 1 buah
Syringe atau pipet
Tissue
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
29/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 181
Obat bronkodilator
NaCl 0,9%
2.3.
Persiapan lingkungan :
a. Mengatur pencahayaan ruangan
b. Memasang tirai (untuk menjaga privasi klien)
3. PELAKSANAAN
3.1. Cuci tangan
3.2. Dekatkan alat ke dekat klien dan alat compressor nebulizer pada area yang
datar
3.3.
Buka bagian atas cup nebulizer
3.4.
Masukkan obat-obatan yang digunakan ke dalam cup nebulizerObat yang dimasukkan sesuai jumlah yang dibutuhkan ke dalam cup
nebulizer secara hati-hati hingga batas maksimal (apabila terjadi perubahan
warna atau menjadi kristal, segera buang dan ganti dengan obat yang baru)
3.5. Hubungkan bagian atas cup nebulizer dengan cup mouthpiece atau masker
3.6. Sambungkan selang aerosol dengan compressor nebulizer
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
30/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 182
3.7. Nyalakan compressor nebulizer
3.8.
Posisikan klien dikursi dengan nyaman
3.9.
Jika menggunakan masker, perhatikan posisi yang nyaman dan aman untuk
muka klien (ukuran masker disesuaikan dengan kebutuhan)
3.10.
Jika menggunakan mouthpiece, letakkan antara gigi dan bibir
3.11. Tarik nafas dalam melalui mulut. Jika memungkinkan tahan nafas 2-3 detik
untuk memfasilitasi obat masuk ke saluran pernafasan
3.12. Lanjutkan tindakan sampai obat habis (kurang lebih 7-10 menit)
3.13. Jika klien merasa pusing, hentikan tindakan dan istirahatkan sekitar 5 menit.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
31/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 183
Kemudian lanjutkan kembali tindakan sambil bernafas secara perlahan-lahan
3.14. Matikan compressor nebulizer
3.15.
Informasikan untuk menarik nafas dalam dan batuk untuk
membersihkan sekresi di saluran pernafasan
3.16. Setelah digunakan lepaskan masker atau mouth piece. Pindahkan selang dan
rapikan disekitarnya. Selang tidak boleh dicuci atau dibilas. Bilas masker
atau mouthpiece dan bagian penghubung dengan air hangat
3.17. Keringkan masker atau mouthpiece dengan tissue atau diangin-anginkan
3.18.
Rangkai kembali bagian-bagian tersebut seperti semula dan bereskan alat
3.19. Cuci tangan
4. EVALUASI
4.1. Respon klien setelah tindakan
4.2. Menanyakan kepada klien apa yang dirasakan setelah tindakan
5. DOKUMENTASI
5.1.
Mencatat semua yang dilakukan dan respon klien selama prosedur
5.2. Catat pada catatan keperawatan, keterampilan yang diajarkan dan
kemampuan klien menggunakan nebulizer
5.3. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas
5.4. Catatan menggunakan tinta atau ballpoint dan tidak ada bekas penghapus
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
32/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 184
Format Penilaian
NEBULIZER
NO PROSEDUR
NILAI
0 1 2
1. PENGKAJIAN
1.1. Memberikan salam terapeutik
1.2. Mengkaji obat-obatan yang digunakan
1.3.
Kaji riwayat alergi dan hipersensitivitas
1.4. Mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan
2. PERSIAPAN
2.1.
Cuci Tangan
2.2. Persiapan alat :
Set Nebulizer portable
Masker atau mouthpiece
Bengkok 1 buah
Syringe atau pipet
Tissue
Obat bronkodilator
NaCl 0,9%
2.3. Persiapan klien :
a. Memberi penjelasan tentang prosedur dan tujuan
pelaksanaannya
b. Mengatur posisi klien agar nyaman baik bagi klien atau
perawat
c.
Meminta persetujuan klien untuk dilakukannya tindakan dan
menjelaskan kerjasama yang diharapkan
2.4. Persiapan lingkungan :
a. Mengatur pencahayaan ruangan
b. Memasang tirai (untuk menjaga privasi klien)
3. PELAKSANAAN
3.1. Cuci tangan
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
33/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 185
3.2.
Dekatkan alat ke dekat klien dan alat compressor nebulizer
pada area yang datar
3.3.
Buka bagian atas cup nebulizer
3.4.
Masukan obat-obatan yang digunakan ke dalam cup nebulizer
3.5.
Hubungkan bagian atas cup nebulizer dengan cup mouthpiece
atau masker
3.6. Sambungkan selang aerosol dengan compressor nebulizer
3.7.
Nyalakan compressor nebulizer
3.8. Posisikan klien di kursi dengan nyaman
3.9.
Jika menggunakan masker, perhatikan posisi yang nyaman dan
aman untuk muka klien
3.10. Jika menggunakan mouthpiece, letakkan antara gigi dan bibir
3.11. Tarik nafas dalam melalui mulut. Jika memungkinkan tahan
nafas 2- 3 detik untuk memfasilitasi obat masuk ke saluran
pernafasan
3.12. Lanjutkan tindakan sampai obat habis (kurang lebih 7-10
menit)
3.13.
Jika klien merasa pusing, hentikan tindakan dan istirahatkan
sekitar 5 menit. Kemudian lanjutkan kembali tindakan sambil
bernafas secara perlahan-lahan
3.14. Matikan compressor nebulizer
3.15. Informasikan untuk menarik nafas dalam dan batuk untuk
membersihkan sekresi di saluran pernafasan
3.16. Setelah digunakan lepaskan masker atau mouth piece.
Pindahkan selang dan rapikan disekitarnya. Selang tidak
boleh dicuci atau dibilas. Bilas masker atau mouthpiece dan
bagian penghubung dengan air hangat
3.17.
Keringkan masker atau mouthpiece dengan tissue atau diangin-
anginkan
3.18. Rangkai kembali bagian-bagian tersebut seperti semula dan
bereskan alat
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
34/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 186
3.19.
Cuci tangan
4. EVALUASI
4.1. Respon klien setelah tindakan
4.2.
Menanyakan kepada klien apa yang dirasakan setelah tindakan
5. DOKUMENTASI
5.1.
Mencatat semua yang dilakukan dan respon klien selama
prosedur
5.2. Catat pada catatan keperawatan, keterampilan yang diajarkan
dan kemampuan klien menggunakan nebulizer
5.3. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai
nama jelas
5.4.
Catatan menggunakan tinta atau ballpoint dan tidak ada bekas
penghapus
Keterangan :
0 = tidak dikerjakan
1 = dikerjakan dengan tidak sempurna
2 = dikerjakan sempurna
Kepustakaan
Nilai :
Penguji,
……………………………..……
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
35/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 187
Kepustakaan
Dewanti, Santi. 2002. Exercise – Induced Asthma. Jakarta.
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Heru, Sundaru. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi 3. Jakarta : Media.
Mangunnegoso, H., dkk. 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart, Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
36/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 188
3. CHEST PHYSIOTHERAPI
a. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang chest physiotherapi mahasiswa
mampu melakukan tindakan chest physiotherapi secara benar dan tepat.
b. Deskripsi
Melakukan chest physiotherapy yang terdiri dari prosedur postural drainase,
perkusi dada, vibrasi, napas dalam dan batuk efektif.
c.
TujuanChest physiotherapy dilakukan untuk:
a. Memperbaiki efisiensi kerja sistem pernapasan
b. Meningkatkan ekspansi rongga dada
c. Menguatkan otot pernapasan
d.
Mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan
e. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang
cukup
d. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi klien yang mendapat postural drainase:
a.
Mencegah penumpukan sekret yaitu pada:
Klien yang memakai ventilasi
Klien yang melakukan tirah baring yang lama
Klien dengan produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik,
bronkiektasis
b. Mobilisasi sekret yang tertahan:
Klien dengan atelektasis yang disebabkan oleh penumpukan sekret
Klien dengan abses paru
Klien dengan pneumonia
Klien pre dan post operatif
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
37/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 189
Klien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau
batuk
Kontraindikasi
Chest physiotherapi tidak dilakukan pada klien dengan:
Tension pneumothoraks
Hemoptisis
Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark
miokard, aritmia
Edema paru
Efusi pleura
Tekanan tinggi intracranial
e. Konsep yang Mendasari
Chest Physiotherapi
Definisi
Chest physiotherapi merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang
mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan
untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi.
Anatomi Percabangan Trakheobronkhial
Lobus paru
Lobus Kanan Atas:
a. Segmen apical
b.
Segmen posterior
c.
Segmen anterior
Lobus Kanan Tengah:
a. Segmen lateral
b.
Segmen medial
Lobus Kanan Bawah:
a.
Segmen superior
b.
Segmen basal anterior
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
38/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 190
c. Segmen basal lateral
d. Segmen basal posterior
e. Segmen basal medial
Teknik Chest Physiotherapi
Chest physiotherapy mencakup tiga teknik, yaitu postural drainase, perkusi
dada, dan vibrasi.
a. Postural Drainase
Postural drainase adalah pembersihan berdasarkan gravitasi sekret pada jalan napas
dari segmen bronkus khusus. Hal ini dicapai dengan melakukan satu atau lebih dari 10
posisi tubuh yang berbeda. Tiap posisi mengalirkan sekret khusus dari
percabangan trakeobronkial, area paru atas, tengah, bawah, ke trakea. Batuk atau
pengisapan kemudian dapat menghilangkan sekret dari trakea.
Postural draunase juga merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru
dengan mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret. Pembersihan dengan
cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang
berbeda. Setiap posisi mengalirkan sekret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trakea.
Batuk dan penghisapan kemudian dapat membuang sekret dari trakea. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak postural drainase lebih efektif bila
disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
Posisi untuk Postural Drainase
Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien duduk di kursi, bersandar pada bantal Bronkuas Apikal Lobus Posterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja
Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas
Minta klien berbaring datar dengan bantal kecil di bawah lutut
Bronkus Lobus Lingual Kiri Atas
Minta klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala pada
posisi Trendelenburg, dengan kaki tempat tidur di tinggikan 30 cm (12 inci).
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
39/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 191
Letakkan bantal di belakang punggung, dan gulingkan klien seperempat
putaran ke atas bantal
Bronkus Kanan Tengah
Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm
(12 inci). Letakan bantal di belakang punggung dan gulingkan klien
seperempat putaran ke atas bantal
Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Bawah
Minta klien berbaring terlentang dengan posisi trendelenburg, kaki tempat
tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). Biarkan lutut
menekuk di atas bantal
Bronkus Lobus Lateral Kanan Bawah
Minta klien berbaring miring ke kiri pada posisi trendelenburg dengan kaki
tempat tidur di tinggikan 45 sampai 50 cm (18 samapi 20 inci)
Bronkus Lobus Lateral Kiri Bawah
Minta klien berbaring ke kanan pada posisi trendelenburg denan kaki di
tinggikan 25 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci)
Bronkus Lobus Superior Kanan dan Kiri Bawah
Minta klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung
Bronkus Basalis Posterior Kanan dan Kiri
Minta klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki
tempat tidur di tinggikan 45 sampai 50 (18 sampai 20 inci)
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
40/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 192
b. Clapping /Perkusi
Perkusi adalah tepukan yang dilakukan pada dinding dada atau punggung
dengan tangan dibentuk seperti mangkuk degan tujuan untuk melepaskan
sekret yang tertahan atau melekat pada bronkhus. Perkusi dada merupakan
energi mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran napas paru. Perkusi
dapat dilakukan dengan membentuk kedua tangan seperti mangkuk.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
41/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 193
lndikasi untuk perkusi :
Perkusi secara rutin dilakukan pada klien yang mendapat postural drainase,
jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
a. Patah tulang rusuk
b. Emfisema subkutan daerah leher dan dada
c.
Skin graf yang baru
d. Luka bakar, infeksi kulit
e. Emboli paru
f.
Pneumotoraks tension yang tidak diobati
Alat dan bahan :
Handuk kecil
Prosedur kerja :
1) Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk untuk
mengurangi ketidaknyamanan
2) Anjurkan klien untuk rileks, napas dalam dengan purse lips breathing
3)
Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan kedua tangan
membentuk mangkok
c. Vibrating
Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping . Selama postural
drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi
untuk mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan
sekret ke jalan napas yang besar sedangkan perkusi melepaskan ataumelonggarkan sekret. Vibrasi dilakukan hanya pada waktu klien
mengeluarkan napas. Klien disuruh bernapas dalam dan kompresi dada dan
vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir
ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan bertumpang
tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar. Vibrasi tidak boleh
dilakukan pada klien dengan patah tulang dan hemoptisis.
Prosedur kerja :
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
42/91
Modul Sistem Respirasi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran 194
1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area paru yang
akan dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat berada di luar
2) Anjurkan klien napas dalam dengan purse lips breathing
3)
Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan dengan tumpuan pada
pergelangan tangan saat klien ekspirasi dan hentikan saat klien inspirasi
4) Istirahatkan klien
5)
Ulangi vibrasi hingga 3 kali. Setelah itu anjurkan klien untuk napas dalam
dan batuk efektif
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
43/91
195
f. Alat yang Dibutuhkan
Alat yang dibutuhkan untuk chest physiotherapi, diantaranya:
Stetoskop
Tempat sputum yang sudah diisi dengan desinfektan (savlon) dan penutup
Bengkok
Handuk kecil
Bantal
Tissue
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
44/91
196
g. Standar Operasional Prosedur
NO LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1 PERSIAPAN
a. Memberikan salam terapeutik pada klien/keluarganya
b. Mendiskusikan rencana tindakan dengan klien/keluarga meliputi
tujuan dan prosedur tindakan
c. Mengkaji kebutuhan klien : tanda hypoxemia ( penurunan status
mental, dyspnea, perubahan nadi, disritmia, sianosis sentral,
diaphoresis (pengeluaran keringat) dan akral dingin)
d. Memastikan prosedur tindakan dilakukan 1 jam sebelum atau 1-3 jam
setelah klien makan
e. Bila diperlukan lakukan nebulasi atau berikan bronchodilator 15 menit
sebelum tindakan
2 PERENCANAAN
a.
Mencuci tangan
b.
Menyiapkan alat : tissue, bengkok, tempat sputum yang sudah diisi
dengan desinfektan dan penutup, handuk kecil, stetoskop dan bantal
c. Membawa alat ke dekat klien
3 PELAKSANAAN
a. Cuci tangan
b. Pilih area yang tersumbat yang akan dilakukan chest physiotherapi
berdasarkan pengkajian semua lapang paru dengan auskultasi dan
perkusi, data klinis dan gambaran foto dada.
c.
Baringkan klien dalam posisi postural drainase yang tepat
d.
Minta klien untuk mempertahankan posisi ini selama 10 – 15 menit
e. Observasi toleransi klien selama melakukan prosedur terutama
observasi perubahan suara nafas, dan perubahan warna kulit/pucat
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
45/91
197
pada wajah
f. Bantu klien untuk mengambil napas dalam melalui perut
g. Perkusi area yang tepat selama 1 – 2 menit (area perkusi dilapisi
handuk kecil)
h.
Vibrasi area yang sama pada saat ekspirasi setelah 4 – 5 kali napas
i. Bantu klien duduk dan batuk. Tampung sekresi yang dikeluarkan
dalam wadah yang telah disiapkan. Bila klien tidak dapat batuk bantu
dengan suctioning
j. Minta klien istirahat sebentar bila perlu
k. Berikan minum air hangat
l.
Ulangi tindakan c – k. setiap tindakan tidak lebih dari 30 – 60 menit
m. Setelah tindakan selesai lakukan pengkajian ulang
n. Kembalikan posisi klien, berikan posisi yang nyaman
o.
Monitor hypoxemia (penurunan status mental, dyspnea, perubahan
nadi, disritmia, sianosis sentral, diaphoresis (pengeluaran keringat)
dan akral dingin)
p. Bereskan alat
q.
Cuci tangan
4 EVALUASI
a. Evaluasi pada saat prosedur dilakukan terutama kemampuan toleransi
b. Evaluasi setelah tindakan dilakukan (bersihan napas, hypoxemia,
TTV)
5 DOKUMENTASI
a.
Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon pasien selama
prosedur
b. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani, disertai nama
jelas
c.
Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dan diparaf
d. Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
46/91
198
FORMAT PENILAIAN
CHEST PHYSIOTHERAPI
NO LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
PENILAIAN
0 1 2
1 PERSIAPAN
a. Memberikan salam terapeutik pada
klien/keluarganya
b. Mendiskusikan rencana tindakan dengan
klien/keluarga meliputi tujuan dan prosedur
tindakan
c. Mengkaji kebutuhan klien : tanda hypoxemia (
penurunan status mental, dyspnea, perubahanHR, disritmia, sianosis sentral, diaphoresis dan
akral dingin)
d. Memastikan prosedur tindakan dilakukan 1
jam sebelum atau 1-3 jam setelah klien makan
e.
Bila diperlukan lakukan nebulasi atau berikan
bronchodilator 15 menit sebelum tindakan
TOTAL NILAI = 10
2 PERENCANAAN
a.
Mencuci tangan
b. Menyiapkan alat : tissue, bengkok, tempat
sputum yang sudah diisi dengan desinfektan
dan penutup, handuk kecil, stetoskop dan
bantal
c. Membawa alat ke dekat klien
TOTAL NILAI = 6
3 PELAKSANAAN
a. Cuci tangan
b. Pilih area yang tersumbat yang akan
dilakukan chest physiotherapy berdasarkan
pengkajian semua lapang paru dengan
auskultasi dan perkusi, data klinis dan
gambaran foto dada.
c.
Baringkan klien dalam posisi postural drainase
yang tepat
d. Minta klien untuk mempertahankan posisi ini
selama 10 – 15 menit
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
47/91
199
e.
Observasi toleransi klien selama melakukan
prosedur terutama observasi perubahan suara
nafas, dan perubahan warna kulit/pucat pada
wajah
f.
Bantu klien untuk mengambil nafas dalammelalui perut
g. Perkusi area yang tepat selama 1 – 2 menit
(area perkusi dilapisi handuk kecil)
h.
Vibrasi area yang sama pada saat ekspirasi
sebanyak 4 – 5 kali nafas
i. Bantu klien duduk dan batuk. Tamping sekresi
yang dikeluarkan dalam wadah yang telah
disiapkan. Bila klien tidak dapat batuk bantu
dengan suctioning
j. Minta klien istirahat sebentar bila perlu
k. Berikan minum air hangat
l. Ulangi tindakan c – k. setiap tindakan tidak
lebih dari 30 – 60 menit
m. Setelah tindakan selesai lakukan pengkajian
ulang
n.
Kembalikan posisi klien, berikan posisi yang
nyaman
o. Monitor hypoxemia
p.
Bereskan alat
q. Cuci tangan
TOTAL NILAI = 34
4 EVALUASI
a. Evaluasi pada saat prosedur dilakukan
terutama kemampuan toleransi
b. Evaluasi setelah tindakan dilakukan (bersihan
nafas, hypoxemia, TTV)
TOTAL NILAI = 4
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
48/91
200
5 DOKUMENTASI
a.
Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan
respon pasien selama prosedur
b.
Mencatat dengan jelas, mudah dibaca,ditandatangani, disertai nama jelas
c. Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret
dan diparaf
d.
Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau
ballpoint
TOTAL NILAI = 8
Keterangan :
0 = Tidak dikerjakan
1 = Dikerjakan dengan tidak sempurna
2 = Dikerjakan sempurna
NILAI = N/62 X 100 PENGUJI
( )
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
49/91
201
Kepustakaan
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddart, Volume 1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
50/91
202
4. SUCTIONING
a. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang tindakan suctioning, mahasiswa
mampu melakukan prosedur tindakan suctioning dengan benar dan tepat.
b. Deskripsi
Suctioning merupakan suatu tindakan keperawatan yang diberikan pada klien yang
mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen karena ketidakmampuan
membersihkan sekret di jalan napas dan terdapat akumulasi sekret di area nasofaring
dan orofaring dengan cara memasukkan kateter untuk menghisap sekret tersebut
melalui area nasofaring atau orofaring.
c. Tujuan
Tindakan suctioning bertujuan untuk:
Membersihkan jalan napas
Meningkatkan oksigenasi
d. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
a.
Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)
Klien tidak mampu batuk efektif
Klien yang diduga mengalami aspirasi
b. Membersihkan jalan napas bila ditemukan :
Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas
tambahan
Di duga ada sekresi mukus di dalam saluran napas
Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan
c. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium
d. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi
e. Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
51/91
203
Kontraindikasi
Suctioning tidak dilakukan pada:
a. Klien dengan stridor.
b.
Klien dengan kekurangan cairan cerebrospinal.
c. Klien dengan pulmonary edema.
d. Klien post pneumonectomy atau ophagotomy
e. Konsep yang Mendasari
Terdapat tiga tipe intervensi yang digunakan untuk mempertahankan kepatenan
jalan napas yaitu teknik batuk efektif, pengisapan (suctioning), dan insersi jalan
napas buatan.
1. Teknik Batuk Efektif
Rangkaian normal peristiwa dalam mekanisme batuk adalah inhalasi dalam
penutupan glotis, kontraksi otot-otot ekspirasi, dan pembukaan glotis. Inhalasi
dalam meningkatkan volume paru dan diameter jalan napas memungkinkan
udara melewati sebagian plak lendir yang mengobstruksi atau melewati benda
asing lain. kontraksi otot-otot ekspirasi yang melawan glotis yang menutup
menyebabkan terjadinya tekanan intratoraks yang tinggi. Saat glotis membuka
aliran udara yang besar keluar dengan kecepatan tinggi, memberikan
kesempatan kepada mukus untuk bergerak ke jalan napas bagian atas, tempat
mukus dapat dicairkan dan ditelan. Keefektifan batuk klien dievaluasi dengan
melihat apakah ada sputum cair (ekspektorasi sputum), laporan klien tentang
sputum yang ditelan, atau terdengarnya bunyi napas tambahan yang jelas saat
klien diauskultasi.
Teknik batuk mencakup teknik napas dalam dan batuk efektif untuk klien pascaoperasi, batuk cascade, batuk huff, dan batuk quad. Pada batuk cascade,
klien mengambil napas dalam dengan lambat dan menahannya selama dua detik
sambil mengontraksikan otot-otot ekspirasi, kemudian klien membuka mulut
dan melakukan serangkaian batuk melalui ekshalasi. Batuk huff menstimulasi
batuk refleks alamiah dan umumnya efektif hanya untuk membersihkan jalan
napas pusat. Saat mengeluarkan udara klien membuka glotis dengan mengatakan
huff. Sedangkan batuk quad digunakan untuk klien tanpa kontrol otot abdomen,
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
52/91
204
seperti pada klien yang mengalami cedera medulla spinalis. Saat klien ekspirasi
secara maksimal, klien atau perawat mendorong ke luar dan ke atas pada otot-
otot abdomen melalui diafragma sehingga menyebabkan batuk.
2. Teknik Pengisapan (Suctioning)
Ada tiga teknik pengispan (suctioning) primer yaitu :
a.
Pengisapan orofaring dan nasofaring. Digunakan saat klien mampu batuk efektif
tetapi tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau
menelannya. Prosedur digunakan setelah klien batuk.
b.
Pengisapan nasotrakea dan orotrakea. Dibutuhkan pada klien dengan sekresi
pulmonary yang tidak mampu batuk dan tidak menggunakan jalan napas buatan.
Prosedur pelaksanaan sama dengan prosedur pengisapan nasofaring, tetapi ujung
kateter diinsersikan lebih jauh kepada tubuh klien supaya dapat mengisap sekret
di trakea. Keseluruhan prosedur mulai memasukkan kateter sampai
mengeluarkannya tidak boleh lebih dari 15 detik karena oksigen tidak mencapai
paru-paru selama pengisapan.
c. Pengisapan jalan napas buatan. Diindikasikan untuk klien yang mengalami
penurunan tingkat kesadaran, klien yang menngalami obstruksi jalan napas,
klien yang menggunakan ventilasi mekanis, dan mengangkat sekresi trakea-
bronkial.
3. Insersi Jalan Napas Buatan
Bentuk jalan napas buatan ada tiga macam yaitu:
a. Pengisapan trakea, dengan menginsersikan kateter pengisap dengan diameter
tidak boleh lebih dari setengah diameter internal jalan napas buatan. Selain itu,sewaktu menginsersi kateter jangan pernah melakukan pengisapan, hal ini untuk
menghindari trauma.
b. Jalan nafas oral, untuk mencegah obstruksi trakea dengan memindahkan lidah ke
dalam orofaring. Jalan napas ini diinsersikan dengan menekuk lekukannya
kearah pipi dan menempatkannya di atas lidah. Saat jalan napas di dalam
orofaring, perawat membelokkannya sehingga muaranya mengarah ke bawah.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
53/91
205
c. Jalan napas trakea, meliputi selang endotrakea, selang nasotrakea, dan selang
trakea. Selang-selang ini memungkinkan akses yang mudah ke trakea klien
sehingga pengisapan trakea dapat dilakukan dengan dalam. Karena ada jalan
nafas buatan, mukosa trakea klien tidak lagi dihumidifikasi secara normal.
Perawat harus memastikan bahwa nafas dilembabkan dengan melakukan
nebulisasi atau dengan sistem pemberian sistem oksigen.
f. Alat yang Dibutuhkan
a. Steril
Bak steril
Kom 2 buah
Sarung tangan
Tongue spatel
Pinset
Kateter suction
Kassa steril
b.
Tidak Steril
Mesin suction
Korentang
Cairan Nacl 0,9%
Cairan savlon
Handuk atau alas
Bengkok
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
54/91
206
g. Standar Operasional Prosedur
1. PENGKAJIAN
1.1 Melihat catatan keperawatan (kaji program perawatan klien)
1.2 Memberi salam terapeutik kepada klien dan atau keluarga
1.3 Mengkaji kondisi klien (status penapasan, kesadaran, auskultasi dada, dan
status jalan napas)
Kaji nadi, bunyi jantung dan irama jantung, frekuensi napas, irama,
kedalaman, dan suara napas yang berhubungan dengan kebutuhan suction
2. PERSIAPAN
2.1 Mencuci tangan
2.2
Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
Dalam bak Steril: Paket tidak steril:
- Bak steril - Mesin suction
- Kom dua buah - Korentang
-
Sarung tangan steril - Cairan Nacl 0,9%
- Slang Suction dalam kemasan - Cairan savlon
- Tongue spatel - Handuk atau alas
-
Pinset - Bengkok
Tissue
3 PELAKSANAAN
3.1 Mencuci tangan
3.2
Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan (untuk
membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigenasi)
3.3 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang diharapkan
3.4 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.5 Mengatur pencahayaan ruangan
3.6 Memasang handuk di dada klien
3.7 Mendekatkan bengkok ke samping klien
3.8 Buka paket steril dan tuangkan cairan NaCl 0.9 % ke dalam kom dan cairan
savlon ke dalam kom yang lain
3.9 Membuka dan masukkan kateter suction ke dalam bak steril (bila kateter
masih dalam kemasan)
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
55/91
207
3.10
Mengecek mesin suction
3.11 Jika pasien mendapatkan therapi oksigen, lakukan hiperventilasi
(meningkatkan jumlah oksigen yang diberikan 2 kali lipat)
3.12 Memasang sarung tangan steril
3.13 Menyambungkan kateter suction ke mesin suction dengan cara pangkal
kateter suction dipegang tangan kanan (dominan) dan ujung slang dari
mesin suction dengan tangan kiri (tangan tidak dominan) kemudian
sambungkan (jangan sampai tangan kanan bersentuhan dengan tangan
kiri)
3.14 Nyalakan mesin suction dan cek tekanannya dengan menutup thumb
control (dengan ibu jari kiri) dan menyedot sejumlah cairan NaCl 0,9%
dari dalam kom
3.15 Ukur panjang kateter suction yang akan dimasukkan (sepanjang hidung –
daun telinga) ± 10-15 cm
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
56/91
208
3.16 Masukkan kateter suction ke hidung atau mulut, dimana thumb control
dalam kondisi terbuka
Jika suction akan dilakukan ke hidung dan mulut, dahulukan hidung
terlebih dahulu kemudian mulut
3.17 Tutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan tarik keluar kateter suction
secara perlahan dan diputar-putar (lama kateter suction di dalam hidung
atau mulut tidak lebih dari 10-15 detik)
3.18 Bilas kateter suction dengan menyedot sejumlah cairan savlon dan
kemudian cairan NaCl 0,9% dalam kom sesuai kebutuhan (sampai
sekret/lendir masuk ke tabung dalam mesin suction)
Saat membilas, selang kateter suction yang masuk ke hidung atau
mulut terendam dalam cairan NaCl 0,9% maupun savlon
3.19 Ulangi tindakan sampai sekret dalam jalan napas bersih. Bila sekret
banyak, di antara suction yang satu ke suction berikutnya berikan waktu
klien untuk istirahat (± 30 detik) atau beri oksigen melalui nasal
kateter/sungkup bila perlu
3.20 Bila klien sadar dan mampu, anjurkan klien melakukan napas dalam dan
batuk sebelum dilakukan tindakan suction berikutnya
3.21 Bila sekret di area mulut banyak, lakukan hal yang sama pada area mulut
dan daerah bawah lidah
3.22 Bilas kateter suction dengan cairan NaCl 0.9% dan savlon (sampai bersih)
3.23 Matikan mesin suction, gulung kateter suction dan buka sarung tangan
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
57/91
209
steril sedemikian rupa sehingga kateter suction berada dalam sarung tangan
tersebut. Kemudian rendam sarung tangan beserta kateter suction dalam
kom yang diberi savlon
3.24 Kembalikan jumlah oksigen yang diberikan pada pasien seperti semula
3.25 Membersihkan muka klien dangan handuk
3.26 Membereskan dan rapihkan alat serta posisikan kembali klien ke posisi
yang paling nyaman menurut klien
3.27 Mencuci tangan
4 EVALUASI
4.1 Evaluasi status pernapasan klien (pola napas dan suara napas klien)
4.2 Evaluasi kenyamanan klien
4.3 Evaluasi karakteristik sekret (jumlah, warna, dll)
5 DOKUMENTASI
5.1 Mencatat tindakan yang dilakukan, respon klien selama dan sesudah
prosedur tindakan, sekret yang keluar (warna dan jumlah), pola napas,
bersihan jalan napas dan suara napas sebelum dan sesudah tindakan serta
waktu melakukan tindakan
5.2 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
tangani dan disertai nama jelas
5.3 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,
dibenarkan dan diparaf
5.4 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
58/91
210
FORMAT PENILAIAN
SUCTIONING
NO. ELEMEN KEGIATAN SKOR
0 1 2
1 Pengkajian 1.1 Melihat catatan keperawatan (kaji program perawatan
klien)
1.2 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/ keluarga
1.3
Mengkaji kondisi klien (status penapasan, kesadaran,
auskultasi dada, dan status jalan napas)
2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan
2.2
Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
Dalam bak Steril: Paket tidak steril:
- Bak steril - Mesin suction
- Kom dua buah - Korentang
- Sarung tangan steril - Cairan Nacl 0,9%
- Slang suction dalam kemasan - Cairan savlon
-
Kasa steril
- Tongue spatel - Handuk atau alas
- Pinset - Bengkok
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan
3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan
tujuan tindakan
3.3 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang
diharapkan
3.4
Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.5 Mengatur pencahayaan ruangan
3.6 Memasang handuk di dada klien
3.7 Mendekatkan bengkok ke samping klien
3.8 Buka paket steril dan tuangkan cairan NaCl 0.9 %
ke dalam kom dan cairan savlon ke dalam kom
yang lain
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
59/91
211
3.9
Membuka dan masukkan kateter suction ke dalam
bak steril (bila kateter masih dalam kemasan)
3.10
Mengecek mesin suction
3.11
Jika pasien mendapatkan therapi oksigen, lakukan
hiperventilasi (meningkatkan jumlah oksigen yang
diberikan 2 kali lipat)
3.12 Memasang sarung tangan steril
3.13 Menyambungkan kateter suction ke mesin suction
dengan cara pangkal kateter suction dipegang
tangan kanan (dominan) dan ujung slang dari mesin
suction dengan tangan kiri (tangan tidak dominan)
kemudian sambungkan (jangan sampai tangan
kanan bersentuhan dengan tangan kiri)
3.14
Nyalakan mesin suction dan cek tekanannya dengan
menutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan
menyedot sejumlah cairan NaCl 0,9% dari dalam
kom
3.15
Ukur panjang kateter suction yang akan
dimasukkan (sepanjang hidung – daun telinga) ±
10-15 cm
3.16 Masukkan kateter suction ke hidung atau mulut,
dimana thumb control dalam kondisi terbuka
Jika suction akan dilakukan ke hidung dan
mulut, dahulukan hidung terlebih dahulu
kemudian mulut
3.17 Tutup thumb control (dengan ibu jari kiri) dan tarik
keluar kateter suction secara perlahan dan diputar-
putar (lama kateter suction di dalam hidung/mulut
tidak lebih dari 10-15 detik)
3.18 Bilas kateter suction dengan menyedot sejumlah
cairan savlon dan kemudian cairan NaCl 0,9%
dalam kom sesuai kebutuhan (sampai sekret/lendir
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
60/91
212
masuk ke tabung dalam mesin suction)
Saat membilas, selang kateter suction yang
masuk ke hidung/mulut terendam dalam cairan
NaCl 0,9% maupun savlon
3.19 Ulangi tindakan sampai sekret dalam jalan napas
bersih. Bila sekret banyak, di antara suction yang
satu ke suction berikutnya berikan waktu klien
untuk istirahat (± 30 detik) atau beri oksigen
melalui nasal kateter/sungkup bila perlu
3.20
Bila klien sadar dan mampu, anjurkan klien
melakukan napas dalam dan batuk sebelum
dilakukan tindakan suction berikutnya
3.21 Bila sekret di area mulut banyak, lakukan hal yang
sama pada area mulut dan daerah bawah lidah
3.22 Bilas kateter suction dengan cairan NaCl 0.9% dan
savlon (sampai bersih)
3.23
Matikan mesin suction, gulung kateter suction dan
buka sarung tangan steril sedemikian rupa sehingga
kateter suction berada dalam sarung tangan
tersebut. Kemudian rendam sarung tangan beserta
kateter suction dalam kom yang diberi savlon
3.24
Kembalikan jumlah oksigen yang diberikan pada
pasien seperti semula
3.25 Membersihkan muka klien dangan handuk
3.26
Membereskan dan rapihkan alat serta posisikan
kembali klien ke posisi yang paling nyaman
menurut klien
3.27 Mencuci tangan
4 Evaluasi 4.1 Evaluasi status pernapasan klien (pola napas dan
suara napas klien)
4.2 Evaluasi kenyamanan klien
4.3 Evaluasi karakteristik sekret (jumlah, warna, dll)
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
61/91
213
5 Dokumentasi 5.1 Mencatat tindakan yang dilakukan, respon klien
selama dan sesudah prosedur tindakan, sekret yang
keluar (warna dan jumlah), pola napas, bersihan
jalan napas dan suara napas sebelum dan sesudah
tindakan, serta waktu melakukan tindakan.
5.2 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
tangani dan disertai nama jelas
5.3 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,
dibenarkan dan diparaf
5.4 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau
ballpoint
Ket: 0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tapi tidak sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna
Nilai Batas Lulus = ≥ 80%
Bandung,…………
Peserta ujian : Evaluator :
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
62/91
214
Kepustakaan
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Volume
2, Edisi 4. Jakarta : EGC.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
63/91
215
5. PROSEDUR PERAWATAN TRACHEOSTOMY
a. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang perawatan tracheostomy, mahasiswa
mampu melakukan prosedur perawatan tracheostomy dengan benar dan tepat.
b. Deskripsi
Perawatan tracheostomy merupakan pembersihan sekret atau biasa disebut
trakeobronkial toilet, perawatan luka pada trakeostomy, perawatan anak kanul, dan
humidifikasi untuk menjaga kelembapan.
c. Tujuan
Perawatan tracheostomy bertujuan untuk:
Mencegah sumbatan pipa trakeostomy (Pluging)
Mencegah infeksi
Meningkatkan fungsi pernapasan (ventilasi dan oksigenasi)
Bronkial toilet yang efektif
d. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
Perawatan tracheostomy dilakukan pada:
Klien pasca trakeostomy
Daerah tarkeostomy yang kotor dan penuh sekret
Dilakukan minimal 7 kali dalam seminggu
Kontraindikasi
-
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
64/91
216
e. Konsep yang Mendasari Tracheostomy
Pengertian Tracheostomy
Tracheostomy adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan atau anterior
trakea untuk mempertahankan jalan napas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan
memintas jalan napas bagian atas. Tracheostomy adalah prosedur dimana dibuat
lubang kedalam trakea (Smeltzer & Bare, 2002). Ketika selang indwelling
dimasukkan kedalam trakea, maka istilah tracheostomy digunakan. Tracheostomy
dapat menetap atau permanent. Tracheostomy dilakukan untuk memintas suatu
obstuksi jalan napas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial, untuk
memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang, untuk mencegah
aspirasi sekresi oral atau lambung pada klien tidak sadar atau paralise (dengan
menutup trakea dari esophagus), dan untuk mengganti selang endotrakea, ada
banyak proses penyakit dan kondisi kedaruratan yang membuat tracheostomy
diperlukan.
Tracheostomy dilakukan jika terdapat sumbatan mekanis pada jalan napas dan
gangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi. Gejala-gejala yang
mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan napas, diantaranya:
Timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau
di bawah glotis
Klien tampak pucat atau sianotik
Disfagia
Tindakan tracheostomy akan menurunkan jumlah udara residu anatomis paru
hingga 50 persennya. Sebagai hasilnya, klien hanya memerlukan sedikit tenaga
yang dibutuhkan untuk bernapas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tetapi hal
ini juga sangat tergantung pada ukuran dan jenis pipa tracheostomy.
Gangguan yang mengindikasikan perlunya tracheostomy, diantaranya:
Terjadinya obstruksi jalan napas atas
Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada klien dalam keadaan koma. Untuk memasang alat bantu pernapasan
(respirator). Apabila terdapat benda asing di subglotis. Penyakit inflamasi yang
menyumbat jalan napas (misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler,
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
65/91
217
neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa mengurangi
ruang rugi (dead air space) di saluran napas atas seperti rongga mulut, sekitar
lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada klien dengan kerusakan paru, yang
kapasitas vitalnya berkurang.
Indikasi lain yaitu:
Cedera parah pada wajah dan leher
Setelah pembedahan wajah dan leher
Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
Klasifikasi Tracheostomy
Menurut Sakura (2009), tracheostomy dibagi atas 2 (dua) macam, yaitu berdasarkan
letak tracheostomy dan waktu dilakukan tindakan. Berdasarkan letak tracheostomy
terdiri atas letak rendah dan letak tinggi dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga.
Sedangkan berdasarkan waktu dilakukan tindakan maka tracheostomy dibagi dalam:
Tracheostomy darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat
kurang)
Tracheostomy berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.
Kegunaan Tracheostomy
Kegunaan dilakukannya tindakan tracheostomy antara lain adalah:
Mengurangi jumlah ruang hampa dalam traktus trakheobronkial 70 sampai 100 ml.
Penurunan ruang hampa dapat berubah ubah dari 10% sampai 50% tergantung pada
ruang hampa fisiologik tiap individu.
Mengurangi tahanan aliran udara pernapasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan
yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang tracheostomy
cukup besar (paling sedikit pipa 7).
Proteksi terhadap aspirasi.
Memungkinkan klien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada klien
dengan gangguan pernapasan.
Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
66/91
218
Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus.
Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan sekret ke perifer oleh
tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.
Jenis Tindakan Tracheostomy
a. Surgical Tracheostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
b. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena
lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan
tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
c.
Mini Tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan tracheostomy mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator.
Komplikasi Tracheostomy
Komplikasi yang terjadi pada tindakan tracheostomy dibagi atas:
Perdarahan
Pneumothoraks terutama pada anak-anak
Aspirasi
Henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi
Paralisis saraf rekuren
Jenis Pipa Tracheostomy
a. Cuffed Tubes: Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi.
b. Uncuffed Tubes: Digunakan pada tindakan tracheostomy dengan penderita yang
tidak mempunyai risiko aspirasi.
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
67/91
219
c. Tracheostomy Dua Cabang (dengan kanul dalam): Dua bagian tracheostomy ini
dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan
dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
d.
Silver Negus Tubes: Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk
tracheostomy jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan
penderita dapat merawat sendiri.
e.
Fenestrated Tubes: Tracheostomy ini mempunyai bagian yang terbuka di
sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernapas melewati
hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat
berbicara.
f. Alat yang Dibutuhkan
Alat Seril:
Bak alat steril 1 buah
Kom steril 2 buah
Pinset anatomis 2 buah
Pinset Chirurgis 1 buah
Lidi Kapas (sesuai kebutuhan)
Kapas dan kasa (sesuai kebutuhan)
Sarung tangan steril
Alat Tidak Steril:
Korentang
Bengkok (2 buah) Alas perlak atau handuk
Cairan NaCl 0,9 %
Cairan savlon
Mesin suction (bila diperlukan)
8/18/2019 Modul Praktikum Sistem Respirasi
68/91
220
g. Standar Operasional Prosedur
NO. KEGIATAN
1. Pengkajian
1.1
Mengkaji program perawatan dari catatan keperawatan atau rekam medis.
(Identitas klien, nama, usia, no rekam medis, jenis balutan, frekuensi penggantian,
dan kondisi luka terakhir).
Jenis balutan lembab, kering.
Frekuensi 2 x sehari atau bergantung dari kondisi luka klien dan produksi s