Upload
icha-annisa
View
341
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
modul
Citation preview
MODUL PTK 1 – I DAN II
TITRASI ASIDI - ALKALIMETRI
I. JUDUL PERCOBAAN : TITRASI ASIDI - ALKALIMETRI
II. PRINSIP PERCOBAAN
Reaksi penggaraman dan reaksi netralisasi
III.MAKSUD DAN TUJUAN
a. Praktikan memahami konsep dasar reaksi penggaraman dan netralisasi
b. Untuk mengetahui konsentrasi larutan asam/basa.
IV. REAKSI PERCOBAAN
Titrasi Alkalimetri
(COOH)2. 2 H2O → (COOH)2 + 2 H2O
2 NaOH + (COOH)2 → 2 COONa + 2 H2O
NaOH + HCl → NaCl + H2O
Titrasi Asidimetri
V. TEORI PERCOBAAN
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan
cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Pereaksi
yang direaksikan disebut larutan baku baku/standar. Reaksi penetralan dalam analisis
titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa. Reaksi ini menghasilkan larutan yang pH-
nya lebih netral. Secara umum metode titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut
:
aA + tT produk
1
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. untuk menghasilkan produk
yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan (larutan standar)
konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat equivalen mol titran sama dengan mol analitnya
begitu pula mol equivalennya juga berlaku sama.
ntitran = nanalit
neq titran = neq analit
dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi larutan ke dua. Dalam
analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi
tersebut dapat dipergunakan, diantaranya:
1. Reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak adanya reaksi
sampingan
2. Reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi. Dengan
kata lain konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar besar. Maka
dari itu dapat terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi analit (atau titran) pada titik
ekivalensi.
3. Diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai. Dan
diharapkan pula beberapa indikator atau metode instrumental agar analis dapat
menghentikan penambahan titran
4. Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya beberapa
menit.
Dalam praktik di laboratorium umumnya digunakan larutan dari asam dan basa dengan
konsentrasi yang diinginkan kemudian distandarisasi dengan larutan standar primer. Reaksi
antara zat yang dipilih sebagai standar utama dan asam atau basa harus memenuhi syarat-
syarat untuk analisis titrimetri. Selain itu, standart utama harus memenuhi karakteristik
sebagai berikut:
1. Tersedia dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.
Umumnya jumlah total pengotor tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %, dan diuji adanya
pengotor dengan uji kualitatif yang diketahui kepekaannya.
2. Zat tersebut mudah mengering dan tidak terlalu higroskopis, hal itu mengakibatkan air
akan ikut saat penimbangan. Zat itu tidak boleh kehilangan berat saat terpapar di udara.
Pada umumnya hidrat-hidrat tidak digunakan sebagai standar utama.
2
3. Standar utama sebaiknya memiliki berat ekivalen tinggi, bertujuan untuk meminimalkan
akibat-akibat dari kesalahan saat penimbangan.
4. Asam basa itu cenderung kuat, yakni sangat terdisosiasi. Namun, asam basa lemah dapat
digunakan sebagai standar utama, tanpa kerugian yang berarti khususnya ketika larutan
standar itu akan digunakan untuk menganalisis sampel dari asam atau basa lemah.
Contoh bahan standar utama adalah :
1. (KHC8H4O4) Kalium hidrogen falat, umumnya dipakai untuk larutan basa.
2. Asam sulfamat (HSO3NH2) untuk menstandarisasi basa kuat
3. Kalium hidrogen iodat [KH(IO3)2] untuk larutan basa
4. Asam sulfosalisilat untuk larutan basa
5. Basa organik tris (hidroksimetil) aminometana (CH2OH)3CNH3 biasa disebut TRIS atau
THAM untuk standarisasi asam
6. Natrium karbonat (Na2CO3) untuk standarisasi asam kuat
Berbagai zat asam dan basa, baik anorganik maupun organik dapat ditentukan dengan titrasi
asam-basa, diantaranya nitrogen, belerang, boron, karbonat, gugus fungsi organik, dan lain-
lain.
Macam- macam Titrasi Asam-Basa
- Titrasi asam kuat dengan basa kuat.
- Titrasi asam lemah dengan basa kuat
- Titrasi basa lemah dengan asam kuat
- Titrasi campuran dua macam asam atau basa yang berbeda tingkat kekuatannya.
Berikut dalah beberapa istilah dalam titrimetri :
1. Larutan baku : larutan yang konsentrasinya telah atau dapat diketahui dengan pasti atau
yang dapat digunakan untuk mencari konsentrasi zat lain. Rumus umum untuk
mengetahui konsentrasi zat lain dari suatu larutan adalah :
N =
grBE
×1000V
3
gr = bobot / berat zat
BE = bobot ekivalen zat = BM (MR) / n (n = factor ekivalen)
V = volume larutan
a. Larutan baku primer : konsentrasinya dapat diketahui secara langsung dengan
perhitungan sehingga dapat langsung digunakan untuk metetapkan konsentrasi zat
lain. Maka dalam penimbangan dan pembuatannya harus dilakukan dengan teliti dan
akurat.
b. Larutan baku sekunder : konsentrasinya tidak dapat diketahui secara langsung, harus
dibakukan dahuludengan standar primer, baru dapat digunakan untuk menetapkan
konsentrasi zat lain. Tidak seperti halnya baku primer, dalam penimbangan dan
pembuatan larutan baku sekunder tidak harus teliti dan akurat karena nantinya akan
dibakukan dengan larutan baku primer.
2. Titik ekivalen (setara) : titik dimana jumlah titran dengan titrat adalah sama secara
stoikiometris.
3. Titik akhir : titik dimana terjadi perubahan warna atau kekeruhan yang menandai
berakhirnya suatu titrasi. Secara teoritis titik ekivalen harus sama dengan titik akhir.
Penggolongan teknik titrasi :
1. Titrasi Langsung (Direct Titration) : larutan contoh langsung dititrasi dengan larutan
standar, misalnya titrasi antara NaOH dengan HCl.
2. Titrasi Tidak Langsung (Back Titration) : cara ini digunakan jika zat yang berada di
dalam contoh tidak bereaksi dengan larutan baku atau bereaksinya sangat lamban. Dalam
kasus ini harus ditambahkan ke dalam larutan contoh sejumlah tertentu zat ketiga yang
berlebihan, kemudian kelebihan zat ketiga dititrasi dengan larutan baku.
3. Titrasi Penggantian (Displacement Titration)
Cara ini dilakukan bila ion yang ditetapkan :
a. Tidak bereaksi langsung dengan larutan baku
b. Tidak bereaksi secara stoikiometri dengan larutan baku
c. Tidak saling mempengaruhi (not interact) dengan larutan penunjuk
4
Terdapat beberapa teori asam basa, yaitu :
1. Teori Arhenius. Menurut Arhenius asam adalah zat yang dalam air menghasilkan ion H+
dan basa adalah zat yang dalam air menghasilakn ion OH-
HCl (asam) ↔ H+ + Cl-
NaOH (basa) ↔ Na+ + OH-
Sehingga ion yang bereaksi menghasilkan H+ + OH- ↔ H2O
2. Teori Bronsted – Lowrey. Asam adalah zat yang dapat melepaskan proton (proton
donor), sedangkan basa adalah zat yang dapat mengikat proton (proton akseptor).
3. Teori Lewis. Asam adalah zat yang dapat mengikat electron (elektorn akseptor),
sedangkan basa adalah zat yang dapat melepaskan electron (electron donor).
VI. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT :
1. Neraca / Timbangan 6. Erlenmeyer
2. Buret 7. Labu semprot
3. Bulp 8. Statif + klaim buret
4. Labu ukur 9. Corong
5. Pipet ukur
Gambar 1. Tititasi dengan buret
5
B. BAHAN :
1. Padatan Asam Oksalat ((COOH)2. 2 H2O)
2. Larutan NaOH 0.1 N
3. Indikator PP
4. Sampel asam (HCl)
VII. DESKRIPSI PROSES
Penetapan Konsentrasi NaOH 0.1 N dengan Bahan Baku Primer Asam Oksalat
1. Dibuat 100 ml larutan baku primer.
2. Dipipet 10 ml larutan tersebut ke dalam labu erlenmeyer.
3. Ditambahkan 3-5 tetes indikator PP.
4. Dititrasi dengan NaOH 0.1 N dalam buret sampai titik akhir (larutan merah muda seulas).
5. Dilakukan 3x.
Penetapan Konsentrasi HCl 0.1 N dengan Bahan Baku Primer Borax
1. Dibuat 100 ml larutan baku primer.
2. Dipipet 10 ml larutan tersebut ke dalam labu erlenmeyer.
3. Ditambahkan 3-5 tetes indikator MR.
4. Dititrasi dengan HCl 0.1 N dalam buret sampai titik akhir (larutan merah muda seulas).
5. Dilakukan 3x.
VIII. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Pembakuan NaOH dengan baku primer asam oksalat
Vol. Asam Oksalat = 10 ml
N Asam Oksalat = 0.1 N
N NaOH → V1.N1 = V2.N2
V1= Vol. Asam Oksalat
N1= N Asam Oksalat
6
Pengerjaan Vol. NaOH (ml) N NaOH
Simplo
Duplo
Triplo
Rata-rata
V2= Vol. NaOH
N2= N NaOH (dicari)
IX. TUGAS
1. Apa yang di maksud larutan Buffer?
2. Sebutkan macam – macam indicator asam – basa?
3. Gambarkan kurva dibawah ini :
a. Asam kuat – basa lemah
b. Asam kuat – basa kuat
c. Asam lemah – basa lemah
7
MODUL PTK 1 – III
PERMANGANOMETRI
I. JUDUL PERCOBAAN : TITRASI PERMANGANOMETRI
II. PRINSIP PERCOBAAN
Reaksi Oksidasi dan Reduksi (Redoks)
III. MAKSUD DAN TUJUAN
a. Praktikan memahami konsep dasar reaksi oksidasi dan reduksi
b. Untuk mengetahui konsentrasi larutan sampel secara oksidimetri
IV. REAKSI PERCOBAAN
2 KMnO4 + 3 H2SO4 + 5 (COOH)2 → 2 MnSO4 + K2SO4 + 8 H2O + 10 CO2
V. TEORI PERCOBAAN
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium
permanganat (KMnO4). Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang
dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya.
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan
permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan
sebagai oksalat. Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak
pada: Larutan pentiter KMnO4, pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang
lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga
pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah
larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti
H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan
8
H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+,
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+ Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada
larutan seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat
karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air. H2C2O4 + O2 ↔ H2O2 +
2CO2↑
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi dilakukan
dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya.
Berikut ini merupakan syarat penentuan kuantitatif cara redoks :
1. Zat yang akan dititrasi harus berada pada tingkat oksidasi tertentu. Contoh garam Fe (III)
dirubah / direduksi menjadi Fe (II) dengan logam seng.
2. Reaksi redoks harus kuantitatif.
3. Untuk titrasi langsung, proses reaksi redoks harus berlangsung cepat. Dibandingkan
reaksi asam basa, reaksi redoks relative lambat, bahkan ada yang sangat lambt. Titrasi
tidak langsung menjadi alternative, yaitu dengan menambahkan oksidator berlebih dan
reaksi dibiarkan sempurna. Selanjutnya kelebihan oksidator tersebut dititrasi kembali
dengan standar reduktor yang dapat bereaksi cepat.
4. Harus ada cara yang tepat untuk mendeteksi titik akhir, misalnya dengan menggunakan
indicator atau secara potensiometrik.
Cara perhitungan yang direkomendasikan oleh IUPAC adalah berdasarkan molaritas,
milimol, dan masa rumus, tetapi dalam keperluan praktis banyak juga dilakukan
berdasarkan normalitas. Perhitungan dengan cara normalitas, tidak lepas daripada
ketentuan berat ekivalen (BE).
Indikator yang dapat digunakan pada titrasi redoks adalah :
1. Auto / endo-indikator : indikator jenis ini menggunakan sifat khususnya yang berwarna
dan warnamya dapat berubah bila direaksikan dengan zat lain. Contoh :
a. KMnO4 berwarna ungu, bila direduksikan berubah menjadi ion Mn2+ yang tidak
berwarna
9
b. Larutan Iodium berwarna kuning coklat. Titik akhir titrasi dapat dikenali dari
bentuknya atau hilangnya warna kuning.
c. K2Cr2O7 berwarna kuning jingga , bila direduksi berubah menjadi Cr2+ yang
berwarna hijau.
2. Indikator Redoks : indicator yang memiliki perbedaan warna antara dalam bentuk
oksidasinya dan dalam bentuk reduksinya, contoh :
a. Diphenil amina dan diphenil benzidine : indicator ini sukar larut dalam air, pada
pemakaiannya digunakan H2SO4. Dalam bentuk reduksinya indicator ini tidak
memberikan warna, sedangkan dalam bentuk oksidasinya memberikan warna biru.
b. Ion Ferrophenantrolin : C12H8N2 larut dalam larutan garam ferro membentuk
Fe(C12H8N2)22+ yang berwarna merah. Dengan adanya oksidator kuat, ion Fe2+
berubah menjadi ion Fe3+ yang berwarna biru.
Oksidator-oksidator yang biasa digunakan pada titrasi redoks ini antara lain:
1. KMnO4 : dalam suasana asam larutan KMnO4 direduksi menjadi Mn2+ menurut reaksi
MnO4- + 8 H+ + 5e → Mn2+ + 4 H2O dalam suasana
netral atau katalis MnO4- + 2 H2O + 3e → Mn2+ + 4 H2O
2.KBrO3 : reaksi dalam suasana asam adalah sebagai berikut
BrO3- + 6 H+ + 6e → Br- + 3 H2O
3.KIO3 : dalam suasana asam KIO3 direduksi menjadi I2 oleh KI dengan reaksi sbb IO3- + 5 I-
+ H+ → 3 I2 + 3 H2O
4.K2Cr2O7 : dalam suasana asam K2Cr2O7 direduksi menjadi I2 oleh KI dengan reaksi Cr2O7
+ 6 I + 14 H+ → 2 Cr3+ + 3 I2 + 7 H2O
VI. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT :
1. Nerca / timbangan 6. Erlenmeyer
2. Buret 7. Labu semprot
3. Bulf 8. Statif + klem
4. Labu ukur 9. Pipet ukur
5. Corong 10. Termometer
10
B. BAHAN :
1. Padatan asam oksalat ((COOH)2. 2 H2O)
2. Larutan KMnO4 0.1 N
3. Larutan H2SO4 4 N
4. Kertas karbon
VII. DESKRIPSI PROSES
Penetapan Konsentrasi/Pembakuan KMnO4 0.1 N dengan Baku Primer Asam Oksalat
1. Dibuat 100 ml larutan baku primer asam oksalat 0.1 N
2. Dipipet 10 ml larutan tersebut ke dalam labu erlenmeyer.
3. Ditambahkan 10 ml larutan H2SO4 2 N kemudian diencerkan dengan air suling hingga 50
ml.
4. Kemudian larutan tersebut dipanaskan hingga 75 oC.
5. Larutan segera dititar dengan KMnO4 di dalam buret sampai titik akhir (perubahan
warna dari ungu menjadi merah muda seulas)
6. Dilakukan minimal 3x
VIII. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Pembakuan KMnO4 0.1 N dengan Baku Primer Asam Oksalat
Vol. Asam Oksalat = 10 ml
N Asam oksalat =
grBE
×1000V
0 .630263
×1000100 = 0.1000 N
N KmnO4 → V1.N1 = V2.N2
IX. TUGAS
1. Apakah titrasi permanganometri harus menggunakan buret berwarna gelap?jelaskan?
11
Pengerjaan Vol. KMnO4 (ml) N KMnO4
Simplo
Duplo
Triplo
Rata-rata
2. Mengapa permanganometri disebut sebagai auto-indikator?
3.Sebutkan standar baku primer dan sekunder yang digunakan dalam titrasi
permanganometri dan indicator apa yang digunakan?
4. Mengapa titik akhir titrasi harus lebih tinggi dari suhu 60o C dan lebih rendah dari 80o C?
MODUL PTK 1 – IV
TITRASI IODOMETRI
I. JUDUL PERCOBAAN : TITRASI YODOMETRI
II. PRINSIP PERCOBAAN
a. Reaksi Oksidasi Dan Reduksi (Redoks)
b. Dalam suasana asam, kalium yodat / kalium bromida / kalium dikromat akan
mengoksidasikan kalium yodida menjadi yod bebas. Kemudian yod bebas dititrasi
dengan larutan baku natrium tio sulfat.
III. MAKSUD DAN TUJUAN
a. Praktikan memahami konsep dasar reaksi oksidasi dan reduksi
b. Untuk mengetahui konsentrasi larutan sampel secara oksidimetri
IV. REAKSI PERCOBAAN
K2Cr2O7 + 6 KI + 14 HCl 3 I2 + 2 CrCl3 + 8 KCl + 7 H2O
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + NaS4O6
V. TEORI PERCOBAAN
Valensi dan bilangan oksidasi (BO) merupakan pengertian tidak sama. Valensi dalam
perkembangan histories Ilmu Kimia diartikan sebagai “daya ikat” atau berapa banyak atom H
diikat oleh satu atom unsure yang bersangkutan (atau, sebagai ganti atom H, berapa atom
univalent lain atau 2x jumlah atom O). Bilangan oksidasi (atau tingkat oksidasi) ialah berapa
electron (muatan) dianggap ada/dipunyai oleh atom tersebut, seakan-akan dalam ikatan
kimia, electron sepenuhnya pindah dari atom satu ke atom yang lain, tetapi sedemikian rupa,
sehingga molekul secara keseluruhan tak bermuatan.
12
Oksidasi ialah reksi yang menaikkan BO suatu unsure dalam zat yang mengalami
oksidasi, dapat juga dilihat sebagai kenaikan muatan positif (penurunan muatan negatif) dan
umumnya juga kenaikan valensi. Sebaliknya ialah reduksi, yaitu reaksi yang menurunkan BO
atau muatan positif (menaikkan muatan negatif) dan umumnya menurunkan valensi unsure
dalam zat yang direduksi .
Misalnya: MnO2 + 4 HCl MnCl2 + Cl2 + 2 H2O
Dalam reaksi ini, MnO2 ialah oksidator dan HCl, sedang HCL mereduksi atau dioksidasi
oleh MnO2. Tetapi, seperti disebut di atas, yang dioksidasi ataupun direduksi ialah suatu
unsure dalam persenyawaan-persenyawaan yang bersangkutan. Dalam hal ini, yang
dioksidasi ialah unsure Cl karena tampak berubah (naik muatan positifnya) dari Cl di dalam
HCl, menjadi Cl dalam molekul Cl2. Yang diredusi ialah unsure Mn karena berubah (turun)
BO-nya dari +4 dalam MnO2 menjadi +2 dalam MnCl2.
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasar pemakaiannya:
1. Na2S2O3 sebagai titrant; dikenal sebagai yodometri tak langsung.
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini analat
selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah dititrasi dengan Na2S2O3:
OKsanalat + I Red analat I2 (…1)
2 S2O3 + I2 S4O6 + 2 I (…2)
Daya reduksi ion yodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi S2O3
dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan potensial redoks
masing-masing:
S4O6 + 2 e 2 S2O3 E = 0,08 volt (…3)
I2 + 2 e 2 I E = 0,536 volt (…4)
Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator lain tidak
mengubah S2O3 menjadi S4O6 melainkan menjadi SO3 seluruhmya atau sebagaian menjadi
SO4.
Titrasi dapat dilakukan tanpa indicator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu akan
lenyap bila titik akhir tercapai; warna itu mula-mula coklat agak tua, menjadi lebih muda,
lalu kuning, kuning-muda, dan seterusnya, samapai akhirnya lenyap.
13
1. Larutan Na2S2O3
Larutan ini biasanya dibuat dari garam, Na2S2O3. 5 H2O. Karena BE = BM-nya (248,17)
maka dari segi ketelitian penimbangan, hal ini menguntungkan. Larutan ini perlu
distandardisasi. Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari, dan
terutama adanya bakteri yang memanfaatkan S. Pada PH rendah
S2O3 + H HSO3 + S
Tetapi karena reaksi ini berjalan lambat, kesalahan tidak perlu dikuartirkan walaupun larutan
yang dititrasi cukup asam asal titrasi dilakukan dengan penambahan titrant yang tidak terlalu
cepat. Bakteri dapat menyebabkan perubahan S2O3 menjadi SO3, SO4 dan S .
2. Sumber kesalahan Titrasi
● Kesalahan Oksigen: Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena
dapat mengoksidasi ion yodida menjadi I2 juga sebagai berikut :
O2 + 4 + 4 H 2 I2 + 2 H2O
● Pada pH tinggi muncul bahan lain, yaitu bereaksinya I2 yang berbentuk dengan air
(hidrodisa) dan hasil reaksinya lanjut:
I2 + H2O HOI + I + H (a)
4 HOI + S2O3 + H2O 2 SO4 + 4 I + 6 H (b)
● Di atas sudah disebutkan bahaya kesalahan karena pemberian amilum terlalu awal.
● Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat. Karena itu sering kali harus
ditunggu sebelum titrasi; sebaliknya menunggu terlalu lama tidak baik karena
kemungkinan yod menguap.
3. Bahan Baku Primer
● I2 murni atau dimurnikan dengan jalan disublimasikan. BE cukup tinggi (126,9). Yod
mudah menguap, maka bahan ini harus ditimbang dalam botol tertutup
● KIO3 kemurnianya baik, tetapi Be agak terlalu rendah (35,67)
● K2 Cr2O7 juga mudah sekali diperoleh dalam keadaan murni, tetapi juga agak rendah BE-
nya (49,03). Reaksinya dengan KI harus ditunggu beberapa lama senelumnya dititrasi.
Terdapat dua jenis indicator redoks:
14
1. Indikator spesifik, yaitu indicator yang bereaksi hanya dengan salah satu komponen yang
berhubungan dalam titrasi. Contoh: amilum, KSCN.
2. Indikator redoks asli, yaitu idikator yang peka terhadap potensi sistem.
Biasanya dua jenis indicator digunakan untuk menentukan titik akhir. Indikator
tersebut adalah indicator eksternal maupun indicator internal. Biasanya indicator eksternal
digunakan dalam uji bercak.Contohnya : K3Fe(CN)6 untuk Fe. UO2(NO3)2 untuk Zn.
Indikator eksternal dapat digantikan oleh indicator redoks internal. Indikator terdiri dari jenis
ini harus menghasilkan perubahan potensial oksidasi di sekitar titik ekivalen reaksi redoks.
Yang terbaik adalah indicator 1.10-fenantrolin, indicator ini mempunyai potensi oksidasi
pada harga antara potensial larutan yang titrasi dan penitrannya sehingga memberikan titik
akhir yang jelas.
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relative merupakan reduktor lemah.
Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3]. Oleh karena itu I2 +
2 e 2 I , E = 6,21 adalah reaksi pada permulaan reaksi. Iodium dapat dimurnikan dengan
sublimasi.
VI. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT :
1. Neraca / timbangan 6. Statif + klem
2. Erlenmeyer 7. Labu ukur
3. Buret 8. Pipet ukur
4. Labu semprot 9. Corong
5. Bulf
B. BAHAN :
1. Padatan KIO3 / KBrO3 / K2Cr2O7
2. Larutan Na2S2O3 0.1 N
3. Larutan KI 10 %
4. Larutan HCl pekat
5. Larutan kanji
15
VII. DESKRIPSI PROSES
Penetapan Konsentrasi/Pembakuan Na2S2O3 0.1 N dengan Baku Primer
1. Dibuat 100 ml ml larutan baku primer K2Cr2O7 0.1 N
2. Dipipet 10 ml larutan tersebut ka dalam erlemneyer
3. Ditambahkan 10 larutan HCl pekat
4. Larutan dititar dengan Na2S2O3 0.1 N di dalam buret sampai warna kuning coklat tua
menjadi kuning muda.
5. Ditambahakan larutan amilum sebagai indikator
6. Titrasi dilanjutkan sampai titik akhir (hijau terang)
7. Percobaan dilakukan minimal 3x (triplo)
VIII. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Pembakuan Na2S2O3 0.1 N dengan Baku Primer K2Cr2O7
Vol. K2Cr2O7 = 10 ml
K2Cr2O7 yang ditimbang = 0.4903 gram
N K2Cr2O7 =
grBE
×1000V
0 .490349 . 03
×1000100 = 0.1000 N
N K2Cr2O7 → V1.N1 = V2.N2
XI. TUGAS
1. Apakah titrsi yodometri harus menggunakan erlenmeyer asah/bertutup?jelaskan? Jika
tidak ada apa yang dilakukan?
2. Mengapa indikator kanji tidak ditambahkan sebelum titrasi?jelaskan?
16
Pengerjaan Vol. Na2S2O3 N Na2S2O3
Simplo
Duplo
Triplo
Rata-rata
3. Apa fungsi penambahan HCl pada titrasi yodometri?
4. Bisakah titrasi yodometri tidak menggunakan indikator kanji?jelaskan?
MODUL PTK I – V
SPEKTROFOTOMETRI (ANALISA MANGAN)
I. JUDUL PERCOBAAN : SPEKTROFOTOMETRI
II. PRINSIP PERCOBAAN
- Cahaya yang dipancarkan melalui media transparan akan diserap, besarnya penyerapan
sebanding dengan kepekatan suatu zat. Dengan membuat deret standar dan berdasarkan
kurva kalibrasi maka kadar suatu zat dapat diketahui.
III. MAKSUD DAN TUJUAN
- Praktikan memahami konsep spektrofotometri
- Menghitung kadar Mn berdasarkan kurva kalibrasi
IV. TEORI PERCOBAAN
Spektrofotometri
Bila suatu berkas cahaya polikromatik monokromatik dialirkan melalui media
transparan maka sebagian cahaya akan :
1. dipantulkan (reflected)
2. diserap media (absorbed)
3. dipancarkan (transmitted)
Besarnya penyerapan akan sebanding dengan tebalnya media dan kepekatan dari zat yang
dilarutkan. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung
pada senyawaan / warna yang ada.
Bila Io = intensitas cahaya mula – mula
Ia = intensitas cahaya yang diserap
Ir = intensitas cahaya yang dipantulkan
It = intensitas cahaya yang dipancarkan
17
……. Ia ……….…………………..
Io
Ir
It
Maka Io = Ia + Ir + It
Hukum yang mendasari spektrofotometri adalah Lambert – Beer :
“ Bila suatu cahaya monokromator melalui suatu media transparan maka bertambah
turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambahnya tebal
dan kepekatan suatu media “.
A = ε . t . c
Bila kita menetapkan suatu senyawa (contoh dan standar) serta memakai λ yang sama
maka harga ε sama (tetap). Dalam praktek ketebalan media (t) adalah ketebalan kuvet
yang harganya sama (tetap). Dengan demikian harga ε.t adalah tetap sehingga
persamaan Lambert – Beer analog dengan persamaan linier Y = a . X
Di mana sumbu Y = A
a = ε.t (tetapan)
X = c
Untuk membuat kurva kalibrasi dibuat deret standar mulai dari kepekatan 0 (blanko)
sampai kepekatan tertentu. Ditetapkan harga A untuk setiap larutan kemudian kita
alurkan A terhadap c sehingga kita dapat kurva seperti pada gambar.
18
A
C
1
2
3
4
5 6
7 8
9
kurva kalibrasi spektrofotometer
Spektrofotometer terbagi dalam 4 bagian penting :
1. Sumber cahaya (sinar)
Sebagai sumber cahaya dapat dipakai lampu wolfram yang menghasilkan
panjang gelombang (λ) diatas 375 mμ atau lampu deutrium (D2) yang
memiliki λ di bawah 375 mμ. Dengan memilih salah satu dari keduanya kita
dapat melakukan pada daerah ultra violet atau daerah sinar tampak (visible).
Sinar yang dipancarkan dipusatkan pada sebuah cermin datar yang kemudian
dipantulkan dan diteruskan melalui monokromator.
spektrofotometer
19
keterangan gambar :
1. sumber cahaya
2, 3, 5 cermin
4. prisma (monokromator)
6. celah (slit)
7. cuvet
8. foto cell (detector)
9. galvanometer
2. Pemilihan panjang gelombang (monokromator)
Ada dua macam monokromator yang dapat digunakan untuk memilih sinar
yang dipakai, yaitu prisma dan grating
Prisma
Bila seberkas cahaya polikromatik melalui sebuah prisma maka akan terjadi
penguraian atau disperse cahaya.
Grating
Grating terbuat dari suatu lempeng (biasanya alumunium) yang permukaannya
berlekuk – lekuk sperti gergaji, jumlah lekukan dapat mencapai 15.000 –
30.000 garis per inci. Permukaan mengkilat dan dilapisi resin. Bagian yang
paling atas dilapisi suatu bahan yang tembus cahaya. Bila ada cahaya jatuh
maka cahaya itu akan didispersikan, grating lebih baik daripada prisma karena
mempunyai daya dispersi yang lebih besar dan dapat dipakai pada semua
daerah spectra.
3. Cuvet (tempat contoh)
Cuvet untuk analisa spektrofotometer harus memenuhi beberapa syarat
sebagai berikut :
1. tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
2. Permukaannya secara optis harus sejajar.
3. Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan – bahan kimia.
4. Tidak boleh rapuh.
5. Mempunyai design sederhana.
20
4. Detektor
Sebagai detector dapat dipakai photo tube atau barier layer cell yang keduanya
dapat mengubah cahaya menjadi arus listrik (photosensitive detector).
Berdasarkan system optiknya terdapat 2 jenis spektrofotometer.
1. Spektrofotometer single beam (berkas tunggal)
Pada spektrofotometer ini hanya terdapat satu berkas sinar yang dilewatkan
melalui cuvet, blanko, larutan standard an contoh diperikasa secara bergantian.
2. Spektrofotometer double beam (berkas ganda)
Pada alat ini sinar dari sumber cahaya dibagi menjadi 2 berkas oleh cermin yang
berputar (chopper).
Berkas pertama melalui cuvet berisi blanko
Berkas kedua melaui cuvet berisi standar atau contoh
Blanko dan contoh diperiksa secara bersamaan. Blanko berguna untuk
menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase atau Io dari sumber cahaya.
Dengan adanya blanko dalam alat, kita tidak lagi mengontrol titik nol nya pada
waktu – waktu tertentu.
Dalam melakukan analisis cara spektrofotometri ada beberapa hal yang harus
diperhatikan.
1. Carilah reaksi yang spesifik
Misalnya bila kita menetapkan besi yang bercampur dengan kobalt, sebaiknya
jangan memakai KCNS, tetapi pakailah cara ortofenantrolin. Reaksi yang bersifat
spesifik biasanya sedikit sekali, akan tetapi dapat diatasi dengan mengatur pH,
pemakaian masking agent, ekstraksi dengan pelarut atau cara lain. Usahakan zat
lain tidak ikut bereaksi, apalagi kita menghasilkan senyawa yang mempunyai λmaks
berdekatan.
2. Tetapkan pada λmaks
λmaks adalah λ di mana contoh memberikan serapan / absorbansi maksimum. λmaks
dapat ditetapkan dengan mengalurkan A terhadap λ dari suatu larutan dalam deret
standar.
21
Penetapan pada λmaks akan memberikan keuntungan antara lain :
Kepekatan maksimum, karena pada perubahan konsentrasi larutan akan
memberikan perubahan A yang paling besar (memperkecil kesalahan).
Pada λmaks akan didapatkan bentuk kurva kalibrasi yang linier sesuai
dengan Lambert – Beer.
3. Waktu kestabilan reaksi
Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat ada pula yang lambat, bahkan
setelah waktu tertentu akan terbentuk reaksi atau senyawa lain. Oleh karena itu
dalam mengukur A contoh hendaknya diperhatikan masalah waktu. Pengukuran
jangan dibiarkan setelah cukup lama atau terlalu cepat. Misalnya :
Penetapan Al dengan eriokrom sianina R harga A ditetapkan setelah 30
menit.
Penetapan Fe cara o – penantrolin harga A ditetapkan setelah 5 – 10 menit.
4. Penyesuaian dengan Lambert – Beer
Kurva kalibrasi menurut Lambert – Beer seharusnya linier. Pada kenyataannya
bila makin pekat kurva akan melengkung. Sebaiknya kita mebuat deret standar
dengan range yang tidak terlalu jauh.
5. Pemilihan pelarut
Pelarut yang dipakai hendanya mempunyai kemurnian yang tinggi.
Tidak mengabsorbsi λ pada daerah pengukuran
Tidak berinteraksi dengan contoh
6. Kesalahan relative
Untuk mendapatkan kesalahan relatif yang kecil pengukuran sebaiknya pada
absorbansi 0.2 – 0.7
V. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Labu ukur 100 ml dan 50 ml
Teklu / Hot plat
Labu semprot
Instrument spektrofotometer UV – VIS double beam
22
Bahan :
KMnO4 serbuk
Aquadest
VI. DESKRIPSI PERCOBAAN
Pembuatan kurva kalibrasi :
a. Buat satu seri standar mangan yang mengandung 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1.0 mg/l
denagn mengediakan 6 buah labu ukur 100 ml
b. Isi masing – masing labu dengan 50 ml aquadest
c. Tambahkan bertrut – turut larutan standar Mn (1ml = 50 µg)
d. Tambahkan 5 ml reagen khusus (75 g HgSO4 dalam 200 ml aquadest dan 400 ml
HNO3 pekat + 200 ml asam posfat 85% + 0.35 g perak nitrat diencerkan 100 ml
dengan aquadest)
e. Encerkan dengan aquadest sampai tanda batas
f. Pindahkan larutan kedalam labu Erlenmeyer
g. Didihkan sampai volume larutan menjadi kira – kira 90 ml
h. Tambahkan lebih kurang 1 gr ammonium persulfat
i. Didihkan sekitar 1 menit atau sampai ammonium persulfat larur\t sempurna
j. Angkat labu dari pemanas, biarkan kira – kira I menit
k. Dinginkan dengan cara merendam did lam air dingin atau dengan air kran yang
mengalir
l. Pindahkan ke dalam labu ukur atau tabung nessler 100 ml
m. Tepatkan volumenya menjadi 100 ml dengan aquadest
n. Ukur intensitas warna yang terjadi dengan spektro pada panjang gelombang 525 nm
o. Buat kurva kalibrasi antara absobansi dengan konsentrasi Mn dalam g/l.
Pemeriksaan Mn dalam contoh :
a. Ukur 100 ml contoh masukkan kedalam labu Erlenmeyer
b. Tambahkan 5 ml reagen khusus dan 1 tetes H2O2 jika perlu
c. Didihkan hingga volume menjadi kira – kira 90 ml
d. Tambahkan 1 g ammonium persulfat
e. Panaskan kembali 1 menit atau sampai ammonium persulfat larut sempurna
23
f. Ankat dari pemans diamkan selama 1 menit
g. Dinginkan dengan cara merendam di dalam air dingin atau air kran yang mengalir
h. Pindahkan ke dalam labu ukur atau tabung nessler 100 ml, tepatkan volumenya
menjadi 100 ml dengan penambahan aquadest
i. Ukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 525 nm
Bandingkan hasil pengukuran (absorban) contoh dengan kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrsi mangan dalam contoh.
24