Modul Satelit

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    1/43

    MODUL INDERAJA

    SATELIT CUACA

    S IDANG PENGELOLAAN CITRA SATELIT

    IDANG PENGELOLAAN CITA INDERAJA

    ADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

    JAKARTA

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    2/43

    DAFTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    1.2 Tujuan

    BAB II SATELIT CUACA

    2.1 Pengenalan Satelit Cuaca

    2.2 Radiasi Elektromagnetik dan Emisivitas Atmosfer

    2.3 Karakteristik Kanal Satelit Cuaca

    2.4 Identifikasi Awan

    2.5 Analisa dan Monitoring Atmosfer dengan Citra Satelit

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    3/43

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Pengamatan atmosfer dan fenomena cuaca dewasa ini menjadi semakin penting bagi semua

    aktivitas pembangunan. Kebutuhan informasi meteorologi yang makin berkembang menuntut

    tersedianya pengamatan cuaca yang akurat dan tepat waktu karena sangat diperlukan sebagai

    input penting untuk pembuatan prediksi cuaca dan model prediksi cuaca numerik, analisis atau

    kajian iklim dan perubahan iklim dalam menunjang pembangunan berkelanjutan, perlindungan

    lingkungan, sumber energi terbarukan, dan sebagainya. Semua output data dan produk dari

    setiap sistem prediksi cuaca sangat tergantung pada masukan atau inputnya, sehingga faktor

    utama yang akan mempengaruhi akurasi, kehandalan dan efisiensi tiap produk layananmeteorologi adalah input awalnya, yaitu: data pengamatan.

    Pengamatan cuaca dan prediksi cuaca yang tepat waktu terutama untuk kondisi cuaca ekstrim

    menjadi keharusan agar BMKG dapat memberikan peringatan dini kepada masyarakat tepat

    pada waktu pula. Penginderaan jauh merupakan cara yang paling efektif untuk mengamati

    fenomena meteorologi . Dalam bidang meteoorlogi teknologi penginderaan jauh yang dapat

    dimanfaatkan adalah satelit dan radar. Satelit cuaca digunakan untuk memonitor dinamika

    atmosfer dalam skala meso, sinoptikdan globaldengan resolusi temporal yang tinggi sehingga

    bermanfaat untuk meningkatkan akurasi prakiraan cuaca jangka pendek (nowcastingdanshort-

    range weather forecast) dan Radar meteorology dimanfaatkan untuk mengamati fenomenaskala lokal di lapisan bawah atmosfer.

    1.2. Tujuan

    Modul Penginderaan Jauh ini disusun untuk menjadi sumber refferensi bagi forecaster dalam

    mengolah dan menganalisa data satelit cuaca.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    4/43

    BAB II

    SATELIT CUACA

    2.1 Pengenalan Satelit Cuaca

    Penginderaan jauh adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan Penginderaan

    jauh adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan studi tentang sesuatu objek tanpa

    melakukan kontak aktual dengan objek studi. Ini melibatkan membuat pengukuran sifat fisik

    suatu obyek dari jarak jauh. Teknologi satelit adalah contoh penginderaan jauh, karena sensor

    satelit dirancang untuk mempelajari energi yang dipantulkan (refleksi) dan energi yangdipancarkan (emisi) dari bumi. Dengan menggunakan data yang ditransmisikan dari satelit di

    orbit mengelilingi bumi, pengamat/peneliti di stasiun penerima di permukaan bumi dapat

    mengukur properti dari bumi tanpa harus benar-benar pergi ke daerah target pengamatan dan

    membuat pengukuran.

    Satelit yang pertama kali dibuat dan diluncurkan manusia adalah Sputnik. Tiga tahun

    kemudian setelah peluncuran Sputnik, USA meluncurkan satelit meteorologi yang pertama kali

    di dunia, yaitu TIROS-1 pada 1 April 1960. Dalam kurun waktu 6 tahun sesudahnya, sebanyak

    10 satelit seri TIROS diluncurkan dan melakukan berbagai pengamatan/observasi dan

    eksperimen. Satelit TIROS merupakan satelit Low Elevation Orbit (LEO). Pada tahun 1966, USA

    pertama kali meluncurkan satelit Geostasioner dan kemudian diketahui bahwa observasi satelit

    geostasioner ini efektif untuk memonitor fenomena meteorologi.

    Keberhasilan eksperimen observasi satelit meteorologi generasi awal ini mendorong

    pengembangan lebih jauh teknologi baru ini pada kurun waktu selanjutnya hingga sekarang dan

    berkontribusi meningkatkan akurasi prakiraan cuaca.

    Tabel 1. Sejarah satelit meteorologi

    Tahun Perkembangan Negara

    1960 Satelit meteorologi pertama TIROS diluncurkan USA

    1966 Satelit geostasioner pertama diluncurkan USA

    1970 Satelit seri NOAA diluncurkan USA

    1975 GOES diluncurkan USA

    1977 GMS dan METEOSAT diluncurkan Jepang, Eropa

    1982 INSAT diluncurkan India

    1984 GOMS diluncurkan Russia

    1997 Feng Yun-2 diluncurkan China

    2005 MTSAT-1R (generasi lanjutan GMS) diluncurkan Jepang

    2009 Satelit geostasioner pertama Korea, COMS-1

    diluncurkan

    Korea Selatan

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    5/43

    Pada tahun 1963, World Meteorological Organization (WMO) merancang program

    WWW (World Weather Watch) dan memulai rencana membangun jaringan pengamatan satelit

    dengan cakupan wilayah global. Sejalan dengan rencana ini, beberapa negara kemudian

    meluncurkan satelit-satelit meteorologinya. Pada awal 1980-an terbangunlah jaringan

    observasi satelit global yang terdiri dari 5 buah satelit geostasioner dan 2 buah satelit polar-

    orbiter (seri NOAA dan METEOR). Setelah itu Rusia dan China juga meluncurkan satelit

    geostasioner kemudian diikuti oleh beberapa negara lain. Sejarah singkat perkembangan

    observasi global dengan satelit meteorologi ditunjukkan pada tabel 1.

    Gambar 1. Jaringan observasi satelit meteorologi global

    Keuntungan observasi dengan satelit meteorologi (selanjutnya disingkat: satelit) antara

    lain adalah kemampuannya dalam mengamati seluruh bumi secara seragam dengan kerapatan

    spasial yang baik, sehingga sangat efektif untuk memonitor fenomena atmosfer yang

    berlangsung singkat seperti pergerakan awan, arah pergerakan badai tropis dan daerah tekanan

    rendah (lows). Selain itu juga dapat digunakan untuk memonitor perubahan iklim berdasarkan

    data series seluruh dunia dalam kurun waktu panjang.

    Untuk menempatkan satelit pada orbit sesuai dengan misinya, digunakan dua jenis orbit

    yaitu geostasioner (geo-synchronous) dan orbit polar (sun-synchronous).Satelit geostasioner

    mengelilingi bumi di atas garis ekuator dengan kecepatan sudut yang sama dengan perioda

    rotasi bumi, sehingga satelit terlihat pada posisi tetap/stasioner dari bumi. Satelit MTSAT

    terletak pada posisi 140BT pada ketinggian sekitar 36.000 km di atas garis ekuator. Satelit

    MTSAT melakukan observasi wilayah di bumi dari utara ke selatan selama 25 menit dan mampu

    memonitor perkembangan dan jejakan/arah pergerakan gangguan-gangguan cuaca.

    Satelit polar-orbit mengelilingi bumi melintasi wilayah di atas kutub utara dan selatan

    dengan ketinggian rendah (untuk NOAA, sekitar 850 km) dan dalam waktu singkat (NOAA,sekitar 100 menit) dengan lebar wilayah sapuan observasi kurang lebih 2.000 km berpusat di

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    6/43

    titik nadir. Satelit polar-orbit melewati titik yang sama di bumi hanya dua kali sehari tetapi

    keunggulannya mampu mengamati wilayah kutub, dimana hal ini tidak dapat dilakukan dengan

    satelit geostasioner.

    Gambar 2. Orbit satelit geostasioner (geosynchronous) dan satelit polar

    Pada 7 Oktober 2014, JMA meluncurkan generasi penerus MTSAT-2 yang diberi nama

    Himawari-8. Satelit ini merupakan generasi penerus yang peningkatan spesifiasi sensornya

    cukup signifikan. Gambar bumi dapat ditangkap dengan memakai 16 kanal dimana setiap kanal

    memiliki resolusi spasial antara 0.5 sampai 2 km. Selain itu peningkatan kemampuan juga

    terdapat pada resolusi temporal, dimana apabila pada MTSAT untuk mendapatkan 1 gambar

    bumi utuh (full disk) dibutuhkan waktu sekitar 25 menit, maka pada Himawari-8 hanya

    membutuhkan kurang dari 10 menit. Selain itu juga pada tahun 2016, JMA merencanakan

    meluncurkan satelit Himawari-9 dengan spesifikasi yang sama.

    Gambar 3. Frekuensi Observasi Himawari-8

    2.2 Radiasi Elektromagnetik dan Emisivitas Atmosfer

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    7/43

    Radiasi elektromagnetik adalah dasar untuk semua penginderaan jauh bumi. Radiasi adalah

    energi yang dipancarkan dalam bentuk gelombang oleh semua zat yang tidak di nol mutlak (-

    273C atau-459F). Gelombang energi radiasi bukan objek material. Meskipun tidak memiliki

    massa, gelombang mampu mengirimkan energi dari satu tempat ke tempat lain. Gelombang

    radiasi elektromagnetik dapat dianggap sebagai pola gangguan medan elektromagnetik. Sebagai

    gelombang radiasi melewati bidang ini tingkat energi berfluktuasi naik dan turun dalam pola

    yang teratur. Pola gelombang berulang dan istilah-istilah yang menggambarkannya

    diilustrasikan dalam gambar berikut ini.

    Gambar 4. Karakteristik gelombang elektromagnetik (EM)

    Gelombang elektromagnetik dapat dicirikan dengan amplitudo, panjang gelombang, dan

    frekuensi-nya. Sebuah puncak gelombang (crest/ridge) adalah titik maksimum pada saat

    gelombang menjalar ke arah atas, palung (trough) adalah titik maksimum pada saat gelombang

    menjalar ke arah bawah. Amplitude mengukur besarnya gelombang dan mengacu pada jumlah

    perpindahan yang terjadi di atasnya. Panjang gelombang diukur sebagai jarak antara dua

    lembah atau dua puncak berturut-turut. Frekuensi gelombang ditentukan oleh jumlah

    gelombang yang melewati suatu titik dalam suatu periode tertentu. Semua jenis perjalanan

    energi elektromagnetik pada kecepatan yang sama (yakni kecepatan cahaya). Dalam kasuspanjang gelombang pendek, lebih banyak gelombang yang melewati suatu titik dalam waktu

    tertentu. Jadi panjang gelombang yang lebih pendek menghasilkan gelombang frekuensi tinggi

    dan gelombang yang lebih panjang akan menghasilkan gelombang frekuensi rendah.

    Sebuah spektrum elektromagnetik adalah suatu kesatuan/rangkaian dari semua jenis

    radiasi elektromagnetik (Gambar 4). Pada spektrum, masing-masing jenis energi diurutkan

    sesuai panjang gelombangnya. Sinar Gamma dan sinar-X terletak pada akhir spektrum dengan

    panjang gelombang terpendek. Sinar-X mungkin akrab bagi Anda jika Anda pernah diperiksa

    dengan sinar-X (X-ray) di rumah sakit. Pada ujung gelombang panjang pada spektrum terdapat

    gelombang radio, dimana tanpa gelombang ini tidak mungkin ada siaran televisi dan radio. Mata

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    8/43

    manusia hanya mampu mendeteksi sebagian kecil dari spektrum yang disebut cahaya tampak,

    (visible), sementara kita dapat merasakan radiasi infra merah sebagai panas. Kita menggunakan

    radiasi gelombang mikro (microwave) untuk memasak makanan, dan radiasi ultraviolet dari

    matahari dapat menyebabkan kulit terbakar, dan mungkin juga kanker kulit.

    Gambar 5. Spektrum Gelombang EM

    Radiasi dipancarkan oleh semua objek yang tidak berada pada kondisi suhu 0 (nol)

    absolut. Objek tidak hanya memancarkan radiasi dalam satu panjang gelombang saja, namun

    umumnya memancarkan energi pada rentang/kisaran tertentu yang dikenal dengan spektrum

    objek. Suhu objek menentukan karakteristik spektrum energi yang dipancarkan. Sebuah objek

    dengan suhu permukaan yang sangat tinggi akan memancarkan energi radiasi yang sangat

    tinggi pada gelombang yang lebih pendek, sedangkan objek yang lebih dingin akan

    memancarkan spektrum energi yang lebih rendah pada panjang gelombang yang lebih panjang.

    Permukaan bumi dianggap sebagai permukaan yang tak-tembus cahaya (opaque) ;

    dengan kata lain tidak memungkinkan cahaya untuk menembusnya. Ketika radiasi jatuh pada

    permukaan tak-tembus cahaya, seperti batuan padat, akan diserap dan sebagian dipantulkan

    kembali ke atmosfer.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    9/43

    RADIASI SESAAT (INCIDENT RADIATION

    Y% diserap Y%

    X% dipantulkan X% dipantulkan

    X + Y + Z =X + Y = 100%

    Z% diteruskan

    OBJEK TEMBUS CAHAYA

    (ATMOSFER/LAUT)

    OBJEK TAK-

    TEMBUS CAHAYA

    Gamba

    r 6. Karakteristik objek tembus cahaya dan tak-tembus cahaya dan transparan

    Albedo suatu permukaan dinyatakan sebagai bagian (fraksi) radiasi tampak yang dipantulkan

    oleh permukaan objek. Objek seperti awan tebal atau salju yang baru jatuh, memiliki albedo

    yang sangat besar. Jika dilihat dari angkasa, objek-objek ini terlihat sangat terang, karena

    memantulkan sejumlah besar radiasi matahari yang diterimanya. Hutan dan tanah yang

    warnanya gelap memiliki albedo yang lebih rendah (karena hanya sedikit memantulkan radiasi

    cahaya tampak/visible), sehingga terlihat gelap. Tabel berikut adalah albedo beberapa jenis

    objek di permukaan bumi dan di atmosfer. Objek yang sama sekali hitam warnanya, dengan

    albedo bernilai 0 (nol), akan terlihat sebagai lubang hitam/black hole, dan kita tidak dapat

    melihat sifat-sifat/fitur nya kecuali hanya profilnya saja. Objek seperti ini menyerap radiasi

    pada semua panjang gelombang, dan disebut sebagai benda hitam (black body). Karena tidak

    ada objek yang menyerap semua cahaya yang jatuh padanya, maka pada kenyataannya black-

    body tidak ada di dunia nyata. Namun demikian, para ilmuwan menggunakan konsep benda

    hitam ini untuk mempelajari teori radiasi.

    OBJEK / FITUR Albedo

    (%)

    OBJEK / FITUR Albedo

    (%)

    Awan-awan : Tampakan permukaan daerah kosong/tanah) :

    Cumulonimbus (luas/besar dan tinggi) 92 Salju (masih segar/baru) 75 - 90

    Cumulonimbus (kecil, tinggi puncak 6

    km)

    86 Salju (umur 3-7 hari) 40 70

    Cirrostratus (tebal, dengan awan2

    lebih rendah)

    74 White Sands, New Mexico 60

    Cumulus (dengan stratocumulus) 69 Bukit pasir (sand dune,

    kering)

    35 45

    Stratocumulus 68 Tanah, pasir kering 25 45

    Stratus (tebal 0.5 km, di atas laut) 64 Tanah (tanah liat 20 35

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    10/43

    kering/abu2)

    Stratocumulus (dengan lembaran2

    awan, di atas laut)

    60 Bukit pasir (basah) 20 30

    Stratus (tipis, di atas laut) 42 Beton (kering) 17 20

    Cirrus (sendiri, di atas daratan) 36 Tanah (lembab, abu2) 10 20

    Cirrostratus (sendiri, di atas daratan) 32 Tanah (gelap) 5 15

    Cumulus (cuaca serah) 29 Jalan (aspal) 5 10

    Fenomena lain : Zona vegetasi/tanaman :

    Sun-glint di Teluk Mexico 17 Padang pasir 25 30

    Danau (Great Salt Lake, Utah-USA) 9 Padang rumput savannah

    (musim kemarau)

    25 30

    Laut (Teluk Mexico) 9 Tanaman pertanian 15 25

    Laut (Samudera Pasifik) 7 Padang rumput savannah

    (musim hujan)

    15 20

    Tundra (padang luas didaerah kutub)

    15 20

    Chaparral 15 20

    Padang rumput (hijau) 10 20

    Hutan (gugur) 10 20

    Hutan (coniferous / pinus) 5 15

    Tabel 2. Estimasi nilai albedo beberapa fitur/objek pada citra satelit Visibel (albedo dinyatakan

    dengan % cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek)

    Transmisi

    RefleksiRefleksi

    Absorbsi

    Absorbs

    Transmi

    Absorbsi &

    Hamburan

    oleh molekul

    Transmi

    DARATAN

    Absorbsi &

    Hamburan

    oleh aerosol

    Transmi

    Refleksi

    Absorbsi

    &

    Refleksi

    LAUT

    Gambar 7. Cahaya tampak (Visibel) di atmosfer

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    11/43

    Transmisi

    RefleksiRefleksi

    Absorbsi

    Emisi

    Absorbs

    Transmi

    Absorbsi,

    Hamburan &

    Emisi oleh

    molekul

    Transmi

    DARATAN

    Absorbsi,

    Hamburan &

    Emisi oleh

    Transmi

    Refleksi

    Absorbsi

    &

    Refleksi

    LAUT

    Emisi

    Emisi

    Emisi

    Gambar 8. Energi inframerah (infrared) di atmosfer

    Atmosfer adalah medium yang tembus cahaya. Medim tembus cahaya dapat meneruskan

    (transmisi) sebagian radiasi yang jatuh padanya, sedangkan sebagian lagi deserap atau

    dipantulkan. (Gambar 5 sebelah kanan). Ketika radiasi sampai dan menembus medium tembus

    cahaya (misalnya : atmosfer, laut), maka beberapa proses terjadi. Radiasi visible (cahaya

    tampak) dapat diserap (absorpsi), diteruskan (transmisi), atau dipantulkan (refleksi) oleh

    molekul atmosfer, aerosol, kristal es dan butiran air yang menjadi penyusun atmosfer. Partikel-

    partikel ini juga dapat menghamburkan (scattering) cahaya tampak menjadi komponen warna-

    warna, termasuk merah, oranye, kuning, biru, dan ungu. Ketika cahaya tampak dihamburkan

    oleh partikel-partikel di atmosfer, panjang gelombang warna biru paling banyak menyebar,

    sehingga memberi warna biru pada langit. Radiasi cahaya tampak juga dapat diserap atau

    dipantulkan oleh bermacam-macam jenis permukaan bumi. Proses-proses ini digambarkan

    pada Gambar 6. Radiasi inframerah dapat pula diserap, diteruskan, dipantulkan, atau

    dihamburkan ketika melalui atmosfer. Demikian pula berbagai jenis permukaan bumi dapatmenyerap radiasi inframerah dan memancarkan kembali ke atmosfer atau angkasa sebagai

    panas (Gambar 7).

    Beberapa jenis radiasi elektromagnetik (EM) dapat dengan mudah melalui atmosfer,

    sedangkan sebagian lagi terhambat ketika melewatinya. Kemampuan atmosfer untuk

    meneruskan radiasi yang mengenainya disebut transmisivitas atmosfer. Transmisivitas radiasi

    pada atmosfer tak berawan bervariasi dengan panjang gelombang radiasi. Panjang gelombang

    dimana relatif sedikit terjadi absorpsi atmosfer disebut atmospheric-window (jendela atmosfer),

    karena radiasi dari permukaan bumi dapat dengan mudah melalui atmosfer. Kisaran panjang

    gelombang tersebut yang biasa digunakan untuk observasi awan dan permukaan bumi dengansatelit. Penyerapan oleh atmosfer dapat dilihat pada Gambar 8.

    RADIASI

    INFRARED

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    12/43

    Gambar 9. Absorpsi gelombang EM oleh atmosfer pada beberapa panjang gelombang dan

    wilayah panjang gelombang untuk observasi satelit

    Kisaran spektrum visible adalah antara 0.55 0.90 m dan spektrum infrared pada panjang

    gelombang antara 3..5 4.0 m dan 11.5 12.5 m Wilayah-wilayah spektrum inilah disebut

    sebagai atmospheric-window/jendela atmosfer.

    2.3 Karakteristik Kanal pada Satelit Cuaca

    Sensor-sensor pada satelit meteorologi, yang disebut radiometer, didesain untuk memanfaatkan

    wilayah jendela atmosfer. Instrumen-instrumen satelit tersebut mengukur radiasi tingkat

    kecerahan/brightness pada wilayah spesifik, wilayah sempit pada spektrum gelombang EM

    yang disebut channel (kanal). Wilayah jendela atmosfer pada Gambar 6 menunjukkan wilayah

    spesifik panjang gelombang dari 5 kanal sensor JAMI (Japanese Advanced MeteorologicalImager) yang terdapat pada satelit geostasioner MTSAT milik Jepang.

    Data dari sensor inframerah (IR) mengungkap karakteristik thermal (suhu) dari permukaan

    bumi, permukaan laut, dan puncak awan. Sensor inframerah satelit mengukur radiasi

    inframerah yang dipancarkan (di-emisikan) oleh bumi pada beberapa panjang gelombang yang

    dapat menembus atmosfer. Dengan demikian akan memungkinkan pengukuran suhu

    permukaan dilakukan dari angkasa. Jika atmosfer tidak tembus cahaya pada panjang gelombang

    tersebut maka tidaklah mungkin dapat mempelajari berbagai karakteristiknya dari angkasa.

    Meskipun sebagian besar radiometer satelit didesain untk memanfaatkan wilayah jendelaatmosfer, tetapi ada perkecualian bahwa sensor inframerah pada panjang gelombang 6.7 dan

    7.3 micron mendeteksi energi yang tidak dapat menembus atmosfer. Uap air di lapisan atas

    atmosfer menyerap energi pada panjang gelombang ini; sehingga atmosfer tidak tembus cahaya

    terhadap radiasi panjang gelombang 6.7 dan 7.3 micron ini. Dengan mempelajari radiasi pada

    wilayah ini, dapat diperoleh informasi penting mengenai kandungan uap air di lapisan atas

    atmosfer tanpa terpengaruh dari radiasi yang dipancarkan dari permukaan bumi.

    Kanal visibel (VIS) pada satelit MTSAT memanfaatkan jendela atmosfer pada wilayah cahaya

    tampak dari spektrum EM. Sensor cahaya visibel mengukur besarnya radiasi matahari yang

    dipantulkan dari bumi oleh awan-awan dan permukaan bumi. Karena setiap fitur/ketampakanobjek di bumi dan atmosfer memiliki albedo yang berbeda-beda (lihat Tabel 2), maka sensor-

    Atm s heric ind s endela

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    13/43

    sensor ini dapat mendeteksi jenis daratan yang berbeda dan ketampakan air dan juga

    membedakan jenis-jenis awan.

    Satelit MTSAT memiliki 1 (satu) kanal VIS dan 4 (empat) kanal Inframerah yang bekerjapada

    panjang gelombang 0.55 0.90 micron (VIS), 10.3 11.3 micron (IR1), 11.5 -12.5 micron (IR2),

    6.5 7.0 micron (IR3 / Water Vapor), dan 3.5 4.0 micron (IR4 / Short-wave IR). Karakteristik

    satelit dan sensor MTSAT dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Karakteristik satelit dan sensor MTSAT-1R

    Resolusi spasial horizontal dari satelit MTSAT adalah 1 km dalam citra VIS dan 4 km dalam citra

    IR pada sub-satellite point (SSP). Lebih jauh suatu posisi di bumi dari SSP maka kenampakannya

    miring dan resolusinya juga berkurang. Sebagai contoh, untuk wilayah Jepang dan sekitarnya,

    resolusi citra MTSAT adalah 1.8 pada citra VIS dan 7 km pada citra IR. Skala keabuan (gray scale)

    citra MTSAT adalah 10 bit (1024 level) baik pada citra VIS maupun IR. Sebagai perbandingan,

    pada generasi satelit Jepang sebelumnya GMS-5 citra IR memiliki 8 bits (256 level) dan satu

    level setara dengan resolusi suhu sebesar 0.5 s/d 1.0 C.

    Citra VIS dihasilkan dari pantulan radiasi matahari oleh bumi dan atmosfer pada kisaran

    panjang gelombang 0.55 ~ 0.99. Citra VIS hanya dapat diperoleh pada siang hari. Displaywarna standar citra ini adalah hitam-putih, dimana warna putih digunakan untuk

    menggambarkan obyek banyak memantulkan cahaya, sedangkan warna hitam untuk

    menggambarkan obyek yang kurang memantulkan cahaya.

    Citra IR dihasilkan dari radiasi terestrial oleh bumi, puncak awan dan atmosfer pada kisaran

    panjang gelombang 10 ~ 12. Citra IR dapat diperoleh baik siang maupun malam hari. Nilai

    yang terukur adalah suhu yang dipancarkan oleh permukaan objek yang termodifikasi akibat

    penyerapan dan re-emisi pada saat melalui atmosfer. Standar display warna citra IR adalah

    hitam-putih, dimana warna putih digunakan menggambarkan suhu yang lebih rendah dan

    hitam untuk suhu yang lebih hangat.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    14/43

    Pada Himawari-8, sensor yang digunakan menangkap 16 kanal dimana masing-masing kanal

    memiliki range panjang gelombang dan resolusi spasial seperti tabel berikut :

    Channel Central Wavelength

    [m]

    Spatial

    Resolution

    1 0.43 0.48 1 km

    2 0.50 0.52 1 km

    3 0.63 0.66 0.5 km

    4 0.85 0.87 1 km

    5 1.60 1.62 2 km

    6 2.25 2.27 2 km

    7 3.74 3.96 2 km

    8 6.06 6.43 2 km

    9 6.89 7.01 2 km

    10 7.26 7.43 2 km11 8.44 8.76 2 km

    12 9.54 9.72 2 km

    13 10.3 10.6 2 km

    14 11.1 11.3 2 km

    15 12.2 12.5 2 km

    16 13.2 13.4 2 km

    Tabel 4. Karakteristik kanal Himawari-8

    2.3.1 Citra Visible (VIS)

    (1). Karakteristik citra VIS

    Citra VIS menggambarkan intensitas cahaya matahari yang dipantulkan awan dan/atau

    permukaan bumi, dan memungkinkan kita untuk memonitor kondisi laut, daratan dan awan.

    Bagian dimana reflektansi-nya tinggi divisualisasikan terang dan reflektansi rendah terlihat

    gelap. Secara umum, permukaan salju dan awan terlihat terang karena mempunyai reflektansi

    tinggi, permukaan daratan lebih gelap dibanding awan-awan, dan permukaan laut terlihat

    paling gelap karena reflektansi-nya rendah. Perlu dicatat bahwa kenampakan obyek pada citra

    berbeda-beda tergantung sudut datang/elevasi sinar matahari pada posisi obyek tersebut. Pada

    waktu pagi dan sore hari di wilayah lintang tinggi, citra terlihat lebih gelap karena cahaya yang

    jatuh hanya sedikit akibat kemiringan sudut datang cahaya matahari dan cahaya yang

    dipantulkan hanya sedikit.

    (2). Penggunaan citra VIS

    A. Membedakan awan-awan tebal dan awan-awan tipis

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    15/43

    Reflektans dari suatu awan tergantung pada jumlah dan kepadatan butiran awan dan air hujan

    yang terdapat dalam awan. Secara umum, awan-awan rendah mengandung lebih banyak

    butiran awan dan air sehingga akan terlihat lebih terang dibanding awan-awan tinggi.

    Cumulonimbus dan awan-awan tebal lainnya yang telah berkembang secara vertikal

    mengandung butiran awan dan air dan akan terlihat terang pada citra VIS. Awan-awan rendah,

    permukaan daratan atau laut yang berada dibawah awan-awan tinggi yang tipis dapat terlihat.

    B. Membedakan antara awan-awan jenis konvektif dan stratiform

    Jenis awan dapat diidentifikasi dari tekstur permukaan puncaknya. Permukaan puncak awan

    stratiform terlihat halus dan seragam, sementara permukaan puncak awan-awan konvektif

    terlihat tidak rata (bintik-bintik, benjol-benjol) dan tidak menentu. Tekstur permukaan puncak

    awan dapat diamati dengan mudah ketika sinar matahari jatuh secara miring di atas permukaan

    awan.

    C. Perbandingan tinggi puncak awan

    Jika bersama-sama terdapat awan-awan yang berbeda ketinggiannya di suatu tempat ketika

    sinar matahari jatuh secara miring, dapat terjadi kenampakan pada citra dimana awan yang

    lebih tinggi membuat bayangan di atas puncak awan-awan yang lebih rendah. Perbandingan

    ketinggian awan dimungkinkan dengan menggunakan sifat ini.

    2.3.2 Citra Infrared (IR)

    (1). Karakteristik citra IR

    Citra IR menggambarkan distribusi suhu dan dapat diamati tanpa ada perbedaan antara citra

    siang dan malam hari. Sehingga citra IR sangat berguna untuk mengamati suhu awan-awan dan

    permukaan bumi. Dalam citra IR, bagian yang suhunya rendah divisualisasikan terang dan

    bagian yang suhunya tinggi terlihat gelap.

    (2). Penggunaan citra IR

    A. Memonitor fenomena meteorologi

    Tidak seperti citra VIS, observasi dengan citra IR memungkinkan kita untuk dapat mengamatidengan kondisi yang sama antara siang dan malam hari. Hal ini merupakan kelebihan citra IR

    yang terpenting dalam memonitor gangguan-gangguan meteorologis.

    B. Pengamatan tinggi puncak awan

    Dengan menggunakaan citra IR kita dapat mengetahui suhu puncak awan. Jika profil suhu

    atmosfer diketahui, maka suhu puncak awan dapat dikonversi menjadi tinggi puncak awan.

    Nilai yang diperoleh dari analisis obyektif atau model cuaca numerik (NWP) seringkali dipakai

    untuk mengestimasi profil suhu. Di troposfer suhu atmosfer umumnya lebih rendah pada

    lapisan atasnya, sehingga suhu puncak awan yang lebih rendah berarti puncak awannya lebih

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    16/43

    tinggi. Dengan mengetahui suhu puncak awan maka kita dapat memantau perkembangan

    vertikal awan-awan tersebut.

    C. Pengukuran suhu permukaan bumi

    Dengan citra IR dapat juga digunakan untuk mengukur suhu permukaan bumi di wilayah yangtidak berawan. Hal ini memberikan informasi yang sangat berguna terutama suhu permukaan

    laut (SST) yang jarang terdapat di stasiun pengamatan.

    2.3.3. Citra Water Vapor (WV)

    (1). Karakteristik Citra WV

    Citra WV juga menggambarkan distribusi suhu. Sebagaimana citra IR, bagian yang bersuhu

    rendah akan digambarkan lebih terang, sedangkan bagian yang suhuya lebih tinggi terlihatgelap. Untuk citra WV, absorpsi / penyerapan oleh uap air sangat dominan dan hal ini memberi

    ciri khusus bahwa tingkat kecerahan (brightness) pada citra WV berhubungan dengan

    kandungan uap air pada lapisan atmosfer tengah dan atas.

    Atmosfer standar secara umum dibagi 3 jenis lapisan, yakni lapisan atas, tengah, dan bawah.

    Dan besarnya penyerapan dan pemancaran kembali (re-emisi) dari radiasi IR secara skematik

    digambarkan pada Gambar 9. Karena di lapisan atmosfer bawah suhunya tinggi dan kandungan

    uap airnya besar, maka sejumlah besar radiasi IR diserap oleh uap air dan hanya sedikit emisi

    yang sampai ke satelit (a dan b pada Gambar).

    Dengan bertambahnya ketinggian suhu akan turun dan kandungan uap air juga menurun (c

    pada Gambar). Di lapisan atmosfer atas suhu dan kandungan uap airnya lebih rendah lagi,

    sehingga hampir seluruh re-emisi radiasi IR sampai ke satelit tanpa penyerapan oleh uap air,

    tetapi jumlah aktual radiasi yang mencapai satelit adalah kecil (d pada Gambar)

    Gambar 9. Diagram skematik emisi radiasi pada citra WV

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    17/43

    (sumber : Kishimoto, 1997)

    Pada bagian yang kandungan uap airnya rendah/kering di lapisan atas dan tengah atmosfer,

    citra terlihat gelap karena suhunya tinggi akibat kontribusi radiasi dari lapisan di bawahnya.Sedangkan pada bagian yang basah/lembap dengan kandungan uap air tinggi di lapisan

    atmosfer tengah dan atas, citra terlihat terang akibat rendahnya suhu dari kontribusi radiasi

    dari lapisan atmosfer atas dan tengah. Karakteristik ini dapat dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10. Diagram skematik citra WV berkaitan dengan fenomena atmosfer

    (2). Penggunaan citra WV

    A. Memahami aliran massa udara di lapisan atmosfer atas dan tengah

    Citra WV juga dapat menggambarkan radiasi dari kandungan uap air di lapisan atmosfer atas

    dan tengah, yaitu aliran massa udara lapisan atas dan tengah dapat divisualisasikan

    menggunakan citra WV meskipun dalam kondisi tidak berawan. Posisi trough, vortex dan jet-

    stream di lapisan atas dan tengah dapat diperkirakan dari distribusi wilayah terang dan gelap

    pada citra WV.

    2.3.4 Citra 3.7 m (IR4 / Short-Wave IR)

    (1). Karakteristik citra 3.7 m

    Besarnya radiasi yang diamati oleh satelit adalah jumlah radiasi benda hitam (blackbody) dari

    awan-awan dan permukaan bumi serta pantulan cahaya matahari. Pada wilayah panjang

    gelombang 3.7 m, pantulan cahaya matahari lebih intens daripada radiasi dari permukaan

    bumi jika dibanding pada wilayah panjang gelombang IR1 dan IR2 (Gambar 11). Sehingga citra

    pada siang hari hampir sama dengan citra VIS yakni menggambarkan distribusi pantulan sinar

    matahari. Lain halnya dengan citra pada malam hari dimana tidak ada sinar matahari yang

    dipantulkan, maka radiasi inframerah dari awan-awan dan sejenisnya yang diamati oleh sensoratau sama dengan citra IR1 atau IR2. Karena karakteristiknya yang khusus ini, maka

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    18/43

    kenampakan citra 3.7 m ini sangat berbeda antara siang dan malam hari. Hal ini penting

    diingat jika menggunakan citra 3.7 m ini. Khusus pada saat matahari terbit dan tenggelam,

    perlu diperhatikan sampai seberapa besar pengaruh sinar matahari yang sampai ke awan dan

    permukaan bumi pada saat itu.

    Gambar 11. Energi radiasi matahari yang dipantulkan (reflektan = 1.0 dan 0.1) dibandingkan

    radiasi blackbody (270 K, 300 K, 320 K) (sumber : Kodaira, 1980)

    Emisivitas awan yang mengandung butiran air (water cloud) lebih kecil pada wilayah panjanggelombang/band 3.7 m dari pada pada band IR (Gambar 12) dan pantulan sinar matahari oleh

    kristal-kristal es relatif kecil, dan karakteristik inilah yang digunakan untuk identifikasi awan.

    Gambar 12. Hubungan emisivitas awan stratocumulus (kandungan air sebesar 0.1 gm-3)

    dengan ketebalan awan (sumber : Ellrod, 1995)

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    19/43

    (2). Penggunaan citra 3.7 m

    A. Identifikasi awan rendah pada malam hari

    Awan-awan rendah pada malam hari sulit untuk diidentifikasi pada citra IR, namun identifikasi

    akan akurat dengan citra 3.7 m. Misalnya jika ada awan-awan rendah (water cloud) di atas

    laut (Gambar 13). Awan-awan rendah dapat dianggap mendekati blackbody pada panjang

    gelombang IR1. Pada wilayah panjang gelombang 3.7 m, emisivitas dari awan-awan tersebut

    (water cloud) lebih kecil dibanding pada IR1, dan transmisivitas-nya hampir nol (0) untuk

    awan-awan yang cukup tebal. Awan-awan rendah tersebut diamati pada panjang gelombang 3.7

    m tidak dapat dianggap sebagai blackbody, sehingga puncak awannya teramati lebih rendah

    pada 3.7 m daripada pada IR1. Permukaan laut dapat dianggap sebagai blackbody baik pada

    panjang gelombang 3.7 m dan 11 m, sehingga untuk awan rendah dimana merupakan awan-

    awan air (water cloud), beda suhu puncak awan dan permukaan laut lebih besar pada citra 3.7m daripada pada citra IR sehingga akan meningkatkan akurasi deteksi awan rendah. Oleh

    karena hubungan yang erat ini, jika awan yang terdeteksi pada 3.7 m merupakan awan rendah

    atau menengah dapat ditentukan dengan mengecek tinggi puncak awan dengan citra IR pada

    waktu yang sama.

    Gambar 13. Beda suhu radiasi 3.7 m dan IR1 dari awan-awan air (water cloud)

    B. Identifikasi wilayah salju/es pada siang hari

    Pada panjang gelombang 3.7 m, pantulan sinar matahari pada permukaan salju/es rendah

    seperti kristal-kristal es (Kidder dan Wu, 1984). Sulit untuk membedakan antara permukaan

    salju dan/atau es dan wilayah berawan hanya dengan citra VIS saja, karena keduanya memiliki

    reflektansi yang tinggi. Dengan menggunakan karakteristik ini memungkinkan untuk

    mengidentifikasi dengan membandingkannya dengan citra 3.7 m.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    20/43

    2.3.5. Citra diferensial 3.7 m

    (1). Karakteristik citra diferensial 3.7 m

    Citra diferensial 3.7 m adalah visualisasi selisih suhu pada panjang gelombang 3.7 m dan

    suhu pada panjang gelombang IR1 (T3.7 m TIR1). Selisih suhu bernilai positif digambarkan

    dengan warna gelap dan nilai negatif digambarkan dengan warna terang. Sebagaimana

    disebutkan sebelumnya, suhu puncak awan dari awan-awan yang mengandung air lebih besar

    pada 3.7 m daripada IR1. Namun untuk awan-awan yang mengandung kristal-kristal es, efek

    transmisi lebih besar pada 3.7 m dan suhu puncak awan teramati lebih tinggi. Visualisasi citra

    diferensial 3.7 m memberi penekanan perbedaan karakteristik antara 3.7 m dan IR1.

    Gambar 14 menunjukkan bagan klasifikasi awan dengan menggunakan citra diferensial dan IR1

    pada malam hari (Lilijas, 1989). Awan-awan tinggi dan rendah yang tipis dapat dibedakandengan menggunakan citra diferensial dan IR secara bersama-sama.

    Gambar 14. Bagan klasifikasi awan dengan suhu diferensial 3.7 m dan IR1 (Lilijas, 1989).

    Sumbu horizontal : suhu diferensial (3.7 m IR1). Sumbu vertikal : suhu IR1

    (2) Penggunaan citra diferensial 3.7 m

    A. Identifikasi awan-awan rendah di malam hari

    Awan-awan rendah memiliki beda suhu yang kecil dengan wilayah tidak berawan di sekitarnya,

    sehingga pada malam hari sulit untuk dideteksi hanya dengan citra IR saja. Suhu puncak awan

    terukur lebih rendah pada kanal panjang gelombang 3.7 m dibanding pada IR1, dan selisih

    suhunya antara 2 s/d -10 derajat. Citra diferensial 3.7 m digunakan untuk mendeteksi awan-

    awan rendah pada malam hari karena perbedaan antara daerah tak berawan dan daerah awan-awan rendah lebih terlihat jelas pada citra diferensial 3.7 m daripada pada citra IR1.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    21/43

    B. Identifikasi awan-awan tinggi

    Gelombang 3.7 m memiliki sifat yang mirip dengan gelombang VIS dan dengan mudah dapat

    menembus awan-awan tinggi dengan kristal-kristal es. Pada malam hari, radiasi dari

    permukaan bumi dengan suhu yang tinggi menembus awan-awan tinggi yang tipis sehingga

    mempengaruhi besarnya radiasi yang diterima sensor satelit dari puncak awan menjadi lebih

    tinggi, akibatnya suhu puncak awan yang diukur pada panjang gelombang 3.7 m lebih tinggi

    dari yang sebenarnya. Karena efek transmisi-nya lebih besar pada 3.7 m dibanding IR1, maka

    suhu puncak awan lebih tinggi dari suhu IR sehingga selisih suhu menjadi bernilai positif. Dalam

    hal ini maka awan-awan tinggi yang tipis dapat diidentifikasi dengan citra diferensial 3.7 m.

    Sebagai contoh, kita dapat membedakan awan Cb yang diperkirakan mendatangkan hujan dan

    anvil Cirrus yang tidak mendatangkan hujan.

    2.3.6 Citra diferensial IR

    (1). Karakteristik citra diferensial IR

    Citra diferensial IR adalah visualisasi suhu pada IR1 dikurangi suhu pada IR2 (TIR1 TIR2).

    Wilayah panjang gelombang IR1 dan IR2 ini disebut jendela atmosfer (atmospheric windows)

    dimana hanya sedikit terjadi penyerapan radiasi oleh uap air dan atmosfer. Meskipun demikian

    absorpsi oleh uap air tidak bisa selalu diabaikan. Tingkat penyerapan uap air lebih tinggi padawilayah panjang gelombang IR1 dibanding IR2 meskipun hanya sedikit berbeda. Perbedaan

    penyerapan pada IR1 dan IR2 tergantung kandungan uap air di atmosfer, dan citra diferensial

    IR divisualisasikan gelap untuk nilai selisih yang lebih besar.

    (2). Penggunaan citra diferensial IR

    A. Identifikasi awan-awan rendah(Gambar 15)

    Awan-awan rendah dianggap sebagai benda hitam (black-body) pada wilayah IR1 dan IR2, danperbedaan antara keduanya bernilai 0 (nol).Misalnya, lintasan radiasi di atas puncak awan

    kondisinya kering, radiasi pada IR1 dan IR2 pada puncak awan rendah hanya sedikit berbeda

    (a). Citra diferensial IR dihasilkan dari selisih suhu antara 2 kanal panjang gelombang ini.

    Karena secara alamiah penyerapan oleh uap air pada wilayah IR1 dan IR2 ini kecil, selisihnya

    tidak besar kecuali jika terdapat kandungan uap air cukup besar.

    Pada umumnya di lapisan bawah atmosfer kandungan uap airnya cukup besar dan di lapisan

    atas kecil. Oleh sebab itu kandungan uap air di lapisan bawah atmosfer mempengaruhi

    perbedaan nilai IR1 dan IR2. Antara wilayah tak berawan yang memiliki lapisan udara basah (b)

    dan yang lapisan udaranya kering pada daerah tak berawan (c), terdapat perbedaan besarnya

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    22/43

    penyerapan antara IR1 dan IR2. Sehingga pada citra diferensial IR, awan rendah pada atmosfer

    bawah yang basah dapat dibedakan dari wilayah tak berawan.

    Gambar 15. Bagan skematik identifikasi awan-awan rendah pada citra diferensial IR

    B. Identifikasi awan-awan tinggi yang tipis (Gambar 16)

    Penyerapan oleh partikel-partikel kristal es berbeda antara pada IR1 dan IR2. Untuk awan-

    awan yang cukup tebal (d) dan (e), hanya radiasi dari puncak awan yang teramati. Kandungan

    uap air di sepanjang lintasan radiasi rendah sehingga perbedaan antara IR1 dan IR2 juga kecil.

    Untuk awan-awan tinggi yang tipis (f), radiasi dari bagian bawah awan-awan tinggi dan dari

    puncak awan teramati. Seperti pada awan-awan tinggi yang tebal, perbedaan IR1 dan IR2 kecil

    untuk radiasi dari puncak awan. Di lain pihak, radiasi dari bagian bawah awan-awan tinggi

    mengalami penyerapan oleh partikel-partikel kristal es penyusun awan-awan tinggi ketika

    melewati awan-awan tinggi tersebut. Hal ini menyebabkan terdapat perbedaan antara IR1 dan

    IR2. Pada citra diferensial IR, pada bagian dimana terdapat awan tinggi yang tebal perbedaan

    IR1 dan IR2 kecil sehingga terlihat berwarna putih. Sedangkan perbedaan IR1 dan IR2 besar

    terdapat pada bagian dimana terdapat awan tinggi yang tipis dan digambarkan sebagai warna

    gelap/hitam.

    C. Identifikasi debu vulkanik / volcanic-ash dan badai pasir / yellow-sand (Gambar 16)

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    23/43

    Gambar 16. Bagan skematik perbedaan antara awan tinggi yang tipis dan debu vulkanik

    (volcanic-ash) pada citra diferensial IR

    Pasir kwarsa / partikel debu gunung berapi memiliki sifat yang berlawanan dengan uap air,

    dalam hal karakteristik penyerapan dan hamburannya pada wilayah panjang gelombang IR1

    dan IR2. Karena citra diferensial IR merupakan visualisasi beda suhu antara kedua panjang

    gelombang ini, bagian dimana beda suhunya positif adalah awan-awan yang mengandung

    kristal es atau butiran air, sedangkan bagian yang bernilai negatif (g) adalah material yang

    mengandung pasir kwarsa / debu vulkanik. Dari prinsip dasar meteorologis, fenomena dimana

    awan-awan dan partikel-partikel pasir / debu ini bersama-sama terdapat di atmosfer (misalnya

    debu vulkanik dan badai pasir) maka dapat dibedakan dengan citra diferensial IR ini. Dengan

    demikian sifat ini dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi debu vulkanik dan debu pasir di

    atmosfer.

    2.4 Identifikasi Awan

    2.4.1. Pengertian dasar

    Berbeda dengan pengamatan dari permukaan bumi, dimana pengamatan awan menggunakan

    mata (visual), satelit mengamati perilaku puncak awan jauh dari atas permukaan bumi. Resolusi

    sensor satelit (dengan MTSAT : sekitar 1 km pada citra VIS dan 4 km pada citra IR pada sub-

    satellite point) relatif lebih kasar dibandingkan mata manusia, dan klasifikasi bentuk awan

    sebagaimana dilakukan dengan pengamatan di permukaan bumi tidak dapat dilakukan dengan

    satelit. Sehingga harus dipahami bahwa jenis awan yang diidentifikasi oleh satelit secara

    mendasar berbeda dengan bentuk awan yang diidentifikasi oleh pengamatan permukaan. Kita

    hanya menggunakan nama tipe/jenis awan yang serupa dengan asal atau susunan/struktur

    bentuk-bentuk awan yang ditentukan dengan pengamatan permukaan. Selanjutnya kita

    menyebut klasifikasi awan dengan satelit sebagai jenis awan yang dibedakan denganidentifikasi awan dengan pengamatan visual di permukaan yang disebut bentuk awan.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    24/43

    2.4.2. Klasifikasi jenis awan

    Dalam identifikasi jenis awan berdasarkan pengamatan satelit, jenis awan digolongkan menjadi

    7 kelompok, yaitu : Ci (awan tinggi), Cm (awan menengah), St (stratus/fog), Cb (cumulonimbus),Cg (cumulus congestus), Cu (cumulus), dan Sc (stratocumulus).

    Tabel 4. Klasifikasi jenis awan dengan citra satelit

    Jenis awan yang dikelompokkan sebagai awan-awan stratiform : Ci, Cm, St; sedangkan

    kelompok awan-awan konvektif : Cb, Cg, Cu ; adapun Sc adalah bentuk peralihan keduanya yaitu

    memiliki karakteristik awan stratiform dan konvektif.

    Awan-awan stratiform memiliki bentangan horisontal yang jauh lebih lebar daripada

    bentangan/ketebalan vertikal (cloud thickness) nya. Awan-awan ini dicirikan sebagai wilayah

    awan yang membentang luas dan saling bersambung permukaan awannya rata dan halus.

    Sedangkan awan-awan konvektif lebih tebal dan cakupan wilayahnya lebih sempit

    dibandingkan awan-awan stratiform. Awan-awan ini yang mudah dikenali sebagai wilayah

    awan dengan sel-sel yang terpisah-pisah dan permukaannya yang tidak rata.

    Awan-awan yang terlihat dari satelit dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu : awan tinggi,

    awan menengah dan awan rendah. Perlu diingat bahwa klasifikasi awan dengan citra hasil

    pengamatan satelit adalah berdasarkan tinggi puncak awan ; sedangkan dasar klasifikasi awan

    dari pengamatan dari permukaan adalah berdasarkan tinggi dasar awan. Jika diklasifikasikan

    sesuai tinggi puncak awan, maka secara garis besar : awan tinggi puncak awan pada ketinggian

    400 hPa atau lebih, awan menengah antara 400 600 hPa, dan awan rendah puncak awannya

    berada pada ketinggian 600 hPa atau kurang. Di samping awan-awan tinggi (Ci) dan awan

    menengah (Cm), awan-awan rendah termasuk Cu, St dan Sc. Secara umum Cg (Cumulus

    congestus) dan Cb (Cumulonimbus) tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.

    2.4.3. Identifikasi jenis awan

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    25/43

    Untuk klasifikasi jenis awan secara visual dengan mata, citra VIS dan IR telah digunakan sejak

    permulaan pengoperasian satelit meteorologi. Sementara itu dengan menggunakan komputer

    identifikasi jenis awan di samping citra VIS dan IR digunakan juga citra WV, IR split window.

    Tokuno dan Kumabe (1996) mengembangkan algoritma program komputer yang menghasilkan

    klasifikasi jenis awan dari citra satelit.

    Algoritma ini mengidentifikasi jenis awan dari distribusi histogram dan karakteristik suhu

    diferensial yang diperoleh dari tiap citra pada domain wilayah yang dibagi grid/kotak seluas

    0.25 x 0.25 derajat lintang/bujur. Dengan bantuan komputer, klasifikasi obyektif jenis awan

    dimungkinkan, namun identifikasi dengan mempertimbangkan kondisi meteorologis dan pola

    perawanan sulit dilakukan. Sebaliknya identifikasi dengan mata manusia memiliki keuntungan

    dapat mempertimbangkan kondisi dinamika meteorologi, pola perawanan, perubahan terhadap

    waktu, dan pengetahuan meteorologi yang komprehensif. Di masa datang klasifikasi awan perlu

    menggabungkan segi-segi keuntungan menggunakan komputer dan manusia. Pada bab berikut

    dijelaskan identifikasi awan secara visual dengan menggunakan mata manusia.

    2.4.3.1. Identifikasi dengan citra visibel dan infrared

    Citra VIS menggambarkan intensitas pantulan cahaya matahari (reflektansi). Awan-awan tebal

    yang memiliki kandungan air tinggi akan memantulkan lebih banyak cahaya matahari. Awan-

    awan konvektif terlihat lebih terang dibanding awan-awan stratiform, karena mengandung

    lebih banyak butiran air dan lebih tebal. Meskipun sama-sama awan kovektif, namun awan

    konvektif tebal jika berkembang pantulannya akan lebih besar. Misalnya Cg (cumulus congestus)

    akan terlihat lebih terang dibanding Cu, dan Cb akan tampak lebih terang daripada Cg. Sehingga

    secara umum awan yang terbentuk di lapisan rendah atmosfer (awan rendah) akan terlihat

    lebih terang dibanding awan yang terbentuk di lapisan atas (awan tinggi), contohnya St (stratus)

    lebih terang dibanding Ci (cirrus). Jika terdapat awan Ci tipis bersama-sama awan-awan rendah

    dan menengah maka awan Ci akan tampak tembus pandang sehingga awan-awan rendah dan

    menengah yang berada di bawahnya tersebut juga akan terlihat. Untuk kasus demikian, karena

    pantulan dari awan-awan di bawahnya akan menambah terang kenampakan Ci, dibanding jika

    hanya awan Ci saja yang ada di sana.

    Pada citra infrared, sebuah awan dengan puncak awan tinggi terlihat terang sementara awan

    dengan puncak awan rendah terlihat lebih gelap. Untuk awan-awan jenis stratiform awan Ci

    terlihat paling terang, diikuti oleh Cm dan St jika ditinjau dari tingkat kecerahan warnanya. Pada

    awan-awan yang tipis, radiasi dari bawah awan juga teramati melalui lapisan-lapisan awan di

    samping radiasi awan itu sendiri. Hal ini menyebabkan suhu puncak awan yang tinggi daripada

    yang sebenarnya, dan dapat berakibat kekeliruan dalam penentuan puncak awan. Sebagai

    contoh, Ci seringkali terdiri dari lapisan tipis awan sehingga cenderung diinterpretasikan

    sebagai Cm jika menggunakan citra IR saja. Sebaliknya, Ci yang sangat tebal memiliki puncak

    awan yang kira-kira sama dengan Cb, sehingga seringkali sulit dibedakan dengan Cb. St yang

    memiliki puncak awan rendah suhunya yang jarang berbeda dengan dengan suhu permukaan,

    sehingga sulit mendeteksi keberadaan awan St dengan hanya menggunakan citra IR saja. Untuk

    awan-awan konvektif, tingkat perkembangannya dapat diklasifikasikan berdasarkan tinggi

    puncak awannya. Yakni, puncak awan konvektif yang berkembang untuk Cb yang paling tinggi,diikuti oleh Cg, dan yang terendah adalah Cu yang kurang berkembang.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    26/43

    Rangkuman hubungan-hubungan tersebut secara kualitatif digambarkan pada diagram

    identifikasi jenis awan dengan citra VIS dan IR sbb:

    Gambar 17. Diagram identifikasi jenis awan

    2.4.3.2 Identifikasi awan menurut bentuknya

    Suatu awan stratiform terlihat sebagai wilayah awan yang puncaknya rata dan cukup luas

    cakupannya. Sebagai contoh, karena St memiliki tinggi puncak awan yang tetap, tepi awannya

    sering diasumsikan terbentuknya di sepanjang kontur orografik. Ci menunjukkan bentuk-

    bentuk karakteristik, seperti goresan (Ci-streak), berbentuk seperti bulu-bulu halus yang keluar

    dari awan Cb (anvil cirrus), dan bentukan awan berbentuk garis yang tegak-lurus arah angin

    (transverse line).

    Awan konvektif umumnya terdapat sebagai sekumpulan awan-awan (cloud cluster) dengan

    cakupan yang lebih kecil. Jika awan-awan konvektif berkembang lebih lanjut, maka

    ketebalannya akan meningkat dan bergabung bersama-sama sehingga luasan wilayah awannya

    bertambah jika dilihat dari satelit. Urut-urutan awan konvektif tunggal mulai yang ukurannya

    paling besar hingga terkecil adalah sbb: Cb, Cg, dan Cu. Awan konvektif menunjukkan pola-pola

    karakteristik seperti bergaris-garis (linear), runcing (taper), atau berbentuk sel-sel (cellular).

    Bagian tepi awan konvektif atau awan rendah mudah dibedakan dan terlihat jelas. Bentuk tepi

    awan yang puncaknya tinggi seperti benang-benang halus yang melambai akibat pengaruh

    angin kuat di lapisan atmosfer atas, sehingga batas tepi awannya tidak terlihat jelas.

    2.4.3.3. Identifikasi awan berdasarkan teksturnya

    Dengan citra VIS, tekstur awan dapat terlihat jelas karena resolusinya yang lebih tinggi

    dibanding citra lainnya. Kondisi permukaan awan dapat dengan mudah terlihat jika terkena

    sinar matahari dari arah samping, karena bayangan awan akan tampak akibat permukaan awan

    yang tidak rata.

    Awan-awan stratiform memiliki permukaan yang halus dan rata, sementara itu awan konvektif

    permukaannya kasar dan tidak rata.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    27/43

    2. 4.3.4. Identifikasi awan berdasarkan pergerakannya

    Karena di atmosfer lapisan atas angin umumnya bertiup lebih kuat, maka awan-awan di lapisan

    atas juga bergerak lebih cepat daripada awan-awan rendah. Sehingga St, Sc, Cu dan awan-awan

    rendah lainnya bergerak lebih lambat dibanding Ci. Awan-awan tebal yang menjulang tinggi

    seperti Cb dan Cg bergerak dengan kecepatan angin rata-rata dari level-level awan, sehingga

    pergerakannya lebih lambat dibanding Ci.

    2.4.3.5. Identifikasi awan dengan perubahannya terhadap waktu

    Karena awan konvektif masa hidupnya pendek, bentuk dan tinggi puncak awannya berubah

    dalam waktu singkat. Sementara itu awan-awan stratiform terlihat hanya sedikit berubah baik

    bentuk maupun ketinggian puncak awannya. Sebagai perbandingan Cb dan Ci, maka Ci relatif

    sedikit perubahannya jika diamati bentuk dan pola awannya daripada Cb.

    2.4.4. Studi kasus identifikasi jenis awan

    Gambar 18 a dan b

    menunjukkan contoh

    identifikasi jenis awan.

    Wilayah awan A yang

    meliputi sebagian Laut

    Flores dan awan H di

    perairan L. Banda adalah Cb

    (cumulonimbus). Pada citra

    IR maupun VIS, awan-awan

    tersebut berwarna sangat

    putih yang menunjukkan

    bahwa awan Cb tersebut

    telah berada pada tahap

    matang dimana puncaknya

    mencapai troposfer atas, dan

    terlihat adanya awan Cirrus

    yang di atas puncak awanCb.

    Sedangkan awan B, baik

    pada citra IR maupun VIS

    sama-sama terlihat putihGambar 18 a. Citra IR (21 Feb 2010, jam 03 UTC)

    A

    A

    B

    C

    E

    D

    F

    G

    H

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    28/43

    terang. Berbeda dengan

    awan A dan H, dimana

    terlihat awan Ci di

    puncaknya, awan B di

    sebelah tenggara Timor

    Leste meskipun berkembang

    dan puncaknya telah

    menjulang tinggi belum

    terlihat adanya awan Ci di

    atasnya, dengan demikian

    awan konvektif ini

    digolongkan sebagai

    towering Cu / Cg (cumulus

    congestus).

    Awan C di perairan Laut

    Timur yang memanjang

    sampai ke barat daya

    daratan P. Timor sampai ke

    Kupang adalah awan Ci

    dimana terlihat berwarna

    abu-abu terang sampai putih

    pada citra IR yang

    menandakan suhunya cukup

    dingin, sementara di citra

    VIS terlihat abu-abu gelap

    dan teksturnya seragam.

    Gambar 18 b. Citra VIS (21 Feb 2010, jam 03 UTC)

    Sedangkan wilayah awan D di sekitar Kep. Cartier, Australia, pada citra IR hampir tidak terlihat

    adanya awan disana, namun bila kita lihat citra VIS terlihat tekstur awan berbintik-bintik

    berwarna terang yang menunjukkan adanya awan-awan konvektif rendah (cumulus). Karenasuhu awan-awan rendah ini hampir sama dengan daratan/laut maka pada citra IR tidak

    terdeteksi perbedaan yang jelas antara suhu awan-awan ini dengan suhu permukaan laut.

    Wilayah awan E di sebelah perairan Halmahera yang meluas hingga P. Seram dan Kepala

    Burung Papua pada citra IR terlihat berwarna abu-abu sehingga dapat diketahui suhunya tidak

    begitu dingin, dan pada citra VIS terlihat jelas bahwa awan-awan tersebut berwarna abu-abu

    terang hingga putih dan terlihat teksturnya yang agak tidak rata /seragam. Sehingga awan-

    awan ini digolongkan sebagai awan menengah campuran (Cu dan Sc).

    Wilayah awan F pada citra IR terlihat putih terang, dan pada citra VIS berwarna abu-abu rata,

    maka digolongkan sebagai awan-awan tinggi (Ci). Sedangkan awan G di dekat Manado, Sulawesi

    CB

    A

    E

    D

    F

    G

    H

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    29/43

    Utara terlihat abu-abu pada citra IR dengan kata lain suhunya relatif hangat sehingga dekat

    dengan permukaan bumi / laut. Kita dapat mengidentifikasi awan-awan tersebut sebagai awan-

    awan rendah jenis stratus (St)

    2.4.5. Jenis-jenis awan hasil identifikasi pengamatan satelit dan bentuk awan dengan

    pengamatan dari permukaan bumi

    Dalam pengamatan meteorologi permukaan, bentuk-bentuk awan dikalsifikasikan menjadi 10

    jenis berdasarkan tinggi dasar awan dan teksturnya. Sementara itu karena satelit mengamati

    awan dari jarak yang sangat jauh di atas permukaan bumi, jenis awan diidentifikasi dari suhu

    puncak awan dan tekstur-nya yang teramati pada citra IR dan tingkat intensitas pantulan

    matahari (albedo) serta tekstur awan yang teramati pada citra VIS. Oleh sebab itu karena sel-sel

    awan Cc (cirrocumulus) atau Ac (altocumulus) yang teramati dari permukaan bumi lebih kecil

    ukurannya daripada resolusi sensor satelit, maka tidak mungkin untuk membedakan antara Cc

    dan Ci serta antara Ac dan Ns (nimbostratus) pada citra satelit. Hubungan tersebut dapat dilihat

    pada Tabel 5.

    Jenis-jenis awan yang terlihat dalam citra satelit (IR dan VIS) dan bentuk awan yang

    mewakilinya sebagaimana nampak pada pengamatan permukaan, digambarkan seperti di

    bawah ini.

    Tabel 5. Jenis-jenis awan yang diidentifikasi oleh satelit dan pengamatan bentuk awan dari

    pengamatan permukaan

    2.4.5.1 Wilayah awan yang hanya terdiri dari Ci

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    30/43

    Gambar 19 a. Foto awan diambil dari permukaan bumi (kota Tottori, Jepang) tanggal 9 Juli 1984

    (08.01 LST). Hasil pengamatan permukan : High level cloud, Cirrus dan Cirrostratus (Ci dan Cs)

    C L = 0 , C M = 3 , C H = 5

    Gambar 19 b. Citra IR 9 Juli 1984 (09.00 LST). Tanda panah : kota Tottori

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    31/43

    Gambar 19 c. Citra VIS 9 Juli 1984 (09.00 LST). Tanda panah : lokasi kota Tottori

    Jika diperhatikan di wilayah kota Tottori (tanda panah). Pada citra IR goresan awan Ci meliputi

    wilayah Distrik Saiin hingga Semenanjung Noto. Hanya ujung barat dari Ci ini menutupi sekitar

    kota Tottori, dan terdapat awan lain yang diamati. Pada citra VIS, daratan dapat terlihat secara

    jelas. Pada kasus ini, baik observasi satelit maupun pengamatan permukaan keduanya

    menentukan jenis awan yang sama.

    2.4.5.2 Wilayah awan-awan Ci dan Cm bertumpuk (superimpose)

    Pada gambar 20 a terlihat foto awan yang teramati dari permukaan di kota Tottori tanggal 22

    September 1978 (jam 11.11 LST). Data pengamatan awan menunjukkan Altocumulus (Ac) : CL =

    0 ; CM = 3 ; CH = 0. Sementara itu gambar 20 b adalah citra IR dan 2-5-2 c adalah citra VIS pada

    tanggal yang sama (jam 12.00 LST).

    Gambar 20 a. Foto pengamatan awan di kota Tottori (22 Sep 1978, jam 11.11 LST)

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    32/43

    Gambar 20 b. Citra IR

    (22 Sep 1978, jam 11.11 LST)

    Gambar 20 c. Citra VIS

    (22 Sep 1978, jam 11.11 LST)

    Tanda lingkaran menunjukkan wilayah kota Tottori, Jepang dan sekitarnya

    Jika kita perhatikan di wilayah Tottori dan sekitarnya (wilayah yang dilingkari), terlihat awan-

    awan Ci (cirrus) dan Cm (middle cloud) yang menutupi dan membentang dari Laut China Timur.

    Citra VIS menunjukkan tutupan awan tidak begitu tebal, dan tidak dijumpai awan-awan rendah.

    Dalam kasus ini, awan-awan Ac sebagai lapisan awan tunggal yang menutup hampir seluruh

    langit di atas Tottori, sehingga tidak terlihat awan tinggi dari pengamatan permukaan.

    2.4.5.3 Wilayah awan Sc dan Cu bersama-sama (coexist)

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    33/43

    Gambar 21 a. Foto awan diambil di wilayah Kiyose City, Tokyo pada jam 17.40 LST, 19 Agustus

    1983.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    34/43

    Gambar 22 b. Citra IR jam 18.00 LST, tanggal 6 September 1981. (tanda panah menunjukkan

    lokasi Sendai City, Miyagi Prefecture) . Identifikasi awan dari citra satelit : hanya awan Ci

    terdapat di wilayah tersebut

    Pada citra IR tersebut, terlihat bentangan awan yang didominasi awan tinggi dan menengah

    mulai dari perairan timur Jepang hingga daerah lepas pantai Tokaido. Terlihat awan Cirrus

    bersama dengan jetstream yang bertiup di sebelah utara sabuk awan ini dan sebagian awan ini

    menutupi wilayah di atas Sendai City. Dalam kasus ini, hasil observasi menentukan jenis awan

    sebagai awan menengah, dimana berbeda dengan penentuan jenis awan dengan citra satelit.

    Kasus seperti ini dapat terjadi karena perbedaan teknik observasi antara pengamatan visual

    dan satelit, khususnya membedakan antara Ci dan Cm dengan satelit seringkali sulit dilakukan.

    2.4.5.5 Wilayah yang tertutup hanya oleh awan Sc

    Gambar 23 a. Foto awan diambil di wilayah Chiyoda-ku, Tokyo pada tanggal 12 November 1984..

    Hasil observasi : awan-awan Stratocumulus (Sc) sebagai hasil transformasi cumulus; CL = 5, CM

    = /, CH = /

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    35/43

    Gambar 23 b. Citra IR jam 12.00 LST,

    tanggal 12 Nov 1984 (tanda lingkaran

    menunjukkan wilayah Tokyo dan

    sekitarnya)

    Gambar 23 c. Citra IR jam 12.00 LST,

    tanggal 12 Nov 1984 (tanda lingkaran

    menunjukkan wilayah Tokyo dan

    sekitarnya)

    Hasil penentuan jenis awan dari citra IR dan VIS: hanya terdapat awan Sc di wilayah tsb. Pada

    citra satelit wilayah Tokyo dan sekitarnya diliputi oleh awan-awan Sc. Untuk awan-awan

    rendah, identifikasi bentuk awan dengan observasi permukaan relatif sesuai dengan identifikasi

    jenis awan dari observasi satelit.

    2.4.5.6 Wilayah awan campuran Cb, Cg dan Cu

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    36/43

    Gambar 24 a. Foto awan diambil di wilayah Kiyose City, Tokyo) pada jam 18.10 LST, 10Agustus

    1985. Hasil identifikasi : awan cumulonimbus capillaris (Cb)

    C L = 9 , C M = 0 , C H = 3

    Gambar 24 b. Citra IR jam 18.00 LST, 10 Agustus 1985. (tanda X menunjukkan wilayah Kiyose

    City, Tokyo dan sekitarnya) . Hasil identifikasi awan : campuran awan Cb, Cg dan Cu

    Citra satelit menunjukkan awan Cb terlihat di atas wilayah distrik Tokai dan Kanto, dan sebuah

    cluster Cb kecil terbentuk di bagian selatan Tochigi Prefecture (tanda X).

    Pengamatan permukaan menunjukkan bahwa awan Cb berada di sebelah timur laut Kiyose City

    ke arah Tochigi Prefecture (jaraknya sekitar 60 km). Sebuah anvil cirrus terlihat memanjang di

    atas awan Cb. Selain itu awan Cg juga terbentuk di sisi wilayah yang sama.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    37/43

    2.4.5.7 Wilayah awan campuran Cu dan Cg

    Gambar 25 a. Foto awan di wilayah Ooshima Motomachi, Tokyo pada tanggal 19 Desember1994. Hasil observasi permukaan Cumulus (Cu) CL = 2, CM = X, CH = X

    Gambar 25 b. Citra IR tanggal 19 Desember

    1994 (tanda panah : wilayah Ooshima

    Motomachi, Tokyo) . Hasil identifikasi :

    campuran awan Cu dan Cg

    Gambar 25 c. Citra VIS tanggal 19

    Desember 1994 (tanda panah Ooshima

    Motomachi, Tokyo) .

    Jika dilihat pada citra satelit tersebut, terlihat sebuah sabuk awan-awan konvektif terbentang di

    atas perairan sebelah timur Semenanjung Izu dan Ooshima. Penentuan berdasarkan tingkat

    kecerahan puncak awan konvektif ini, sabuk awan tidak hanya terdiri dari Cu tetapi juga

    terdapat Cg yang lebih berkembang daripada Cu. Hal ini berkaitan dengan terbentuknya

    tornado di laut / waterspout yang terlihat pada foto (Gambar 25 a).

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    38/43

    2.5. Analisa dan Monitoring Keadaan Atmosfer dengan Citra Satelit

    2.5.1 Analisa dan Monitoring Potensi Cuaca Signifikan

    Kegiatan monitoring yang dilakukan apabila terdapat indikasi adanya potensi cuaca signifikan

    yang dapat terjadi di wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat, atau fenomena cuaca disekitar wilayah tersebut yang diperkirakan mempunyai dampak kepada wilayah DKI Jakarta,

    Banten dan Jawa Barat. Cuaca signifikan dimaksud adalah cuaca ekstrem yang berkaitan dengan

    adanya awan konvektif khususnya Cb seperti : hujan lebat, putting beliung, badai

    guntur/thunderstorm, Inter-tropical Convergence Zone (ITCZ), badai tropis, palung, dll.

    Gambar 26. Identifikasi Enhanced-V pada kasus hujan lebat dan angin kencang di Bandung tgl 7

    Oktober 2015 dengan menggunakan Satelit Himawari-8

    Langkah Kegiatan :

    1. Mengamati perkembangan sistem liputan awan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa

    Barat dan sekitarnya dengan menganimasikan citra satelit MTSAT2, 1 sampai 12 jam

    terakhir

    2. Memeriksa citra OCAI untuk mengidentifikasi jenis awan (cloud-type) dan ketinggiannya

    (cloud-top height)

    3. Mengidentifikasi daerah pertumbuhan awan-awan konvektif padat (dense-cloud),

    convective cloud cell dan Cb-cluster yang meliputi luasan wilayah sekurang-kurangnya

    100 km ( 1 derajat lintang/bujur) dengan suhu puncak awannya (brightness

    temperature) -50C (223 K) yang persisten selama 3 jam atau lebih

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    39/43

    4. Membuat citra enhancement IR1 dan WV dengan software GMSLPW untuk

    mengidentifikasi cold cloud-tops (suhu puncak awan yang paling dingin) dengan

    enhancement-color (misalnya: EXT-1 )

    6. Mengidentifikasi apakah terdapat Enhanced-V area pada citra IR1 tersebut, yang

    mengindikasikan adanya potensi thunderstorm/badai guntur disertai angin kencang di

    wilayah tersebut

    7. Mengamati perkembangan arah dan kecepatan pergerakan wilayah sistem convective

    cloud cell atau Cb-cluster dan cold cloud-tops - nya setiap jam observasi dengan

    membuat trayektori-nya

    8. Mencatat hasil monitoring dalam Log-Book Monitoring Khusus

    2.5.2 Analisa dan Monitoring Penyebaran Asap Kebakaran Hutan

    Kegiatan monitoring penyebaran asap kebakaran hutan dibagi ke dalam 2 tahap yaitu

    identifikasi titik panas yang dianggap menjadi sumber penyebaran asap (menggunakan

    MTSAT2 atau NOAA18/19), dan pembuatan trayektori sebaran asap untuk beberapa hari ke

    depan dengan SATAID.

    Langkah Kegiatan :

    1. Identifikasi Titik Panas dengan MTSAT2

    a) Identifikasi titik api (fire-hotspot) dapat dilakukan dengan menggunakan citra IR4

    yang sensitif terhadap panas / suhu tinggi.

    b)Mendeteksi suhu (brightness temperature) pada citra IR4 satelit MTSAT, jikateridentifikasi suhu abnormal (anomali) tinggi sebesar > 320K ( > 47C) pada suatu

    piksel citra maka kemungkinan besar di titik tersebut terjadi titik panas pada wilayah

    piksel citra tersebut.

    c) Menerapkan teknik pewarnaan kombinasi citra komposit RGB (Red-Green-Blue)

    menggunakan sistem pengolah citra dengan pewarnaan citra sbb : IR4 (Rev) = Red;

    IR1-IR4 = Green ; IR1 = Blue. Jika terdapat piksel yang dengan warna kuning cerah

    pada citra komposit RGB tersebut, maka diidentifikasi sebagai lokasi titik panas (fire-

    hotspot)

    2. Identifikasi Titik Panas dengan NOAA18/19

    a) Sistem penerima satelit NOAA produk Lexical Technology Pte. Ltd. (Singapore) dapat

    digunakan untuk memroses informasi hotspot dari data satelit NOAA baik dalam

    bentuk citra maupun teks yang berisi statistik hotspot.

    b) Untuk dapat memroses informasi hotspot, maka harus tersedia citra kanal 3B dari

    satelit NOAA .

    c) Untuk citra satelit siang hari, hanya satelit data NOAA-12, NOAA-14, NOAA-16, FY-1C

    dan FY-1D yang dapat diproses menjadi citra hotspot karena terdapat data kanal 3B).

    d) Citra satelit siang hari yang diperoleh dari satelit NOAA-15 dan NOAA-17 tidak dapatdiproses menjadi citra hotspot karena data citra kanal 3B-nya tidak tersedia.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    40/43

    e) Untuk citra malam hari pada semua jenis satelit tersebut di atas ada data citra kanal

    3B- nya, sehingga dapat diproses menjadi citra dan informasi hotspot.

    f) Produk fire-hotspot dapat ditampilkan dengan mengoperasikan software Universal

    Meteorological Satellite Data Display System (untuk Lexical System), dengan

    menggunakan fasilitas pemrosesan data hotspot. Data yang diperlukan adalah

    file .ZLD yang telah diproses oleh sistem secara otomatis.

    g) Setelah dilakukan prosedur pengolahan maka akan dihasilkan secara otomatis data

    hotspot dalam format .hot yang harus disimpan di directory data hotspot.

    h) Menampilkan produk dalam bentuk citra dan teks informasi statistik jumlah hotspot

    pada layar display dengan warna yang berlainan untuk tingkat/level kepercayaan

    titik hotspot yang terdeteksi.

    i) File data hotspot dalam format teks .TXT yang berisi informasi statistik detil dimana

    lokasi hotspot ditemukan, pengelompokannya dan tingkat kepercayaan hasil

    identifikasi hotspot-nya. File ini dapat diolah kembali dengan software GIS (misalnya

    ArcView GIS) untuk dibuat Peta Titik Panas (Fire-Hotspot).

    3. Identifikasi Titik Panas dengan TERRA/AQUA

    a) Unduh data titik panas yang dideteksi oleh sensor MODIS pada satelit TERRA/AQUA

    dari website FIRMS (Fire Information for Resource Management System) pada url

    ftp://mapsftp.geog.umd.edu/untuk wilayah Asia tenggara, dimana didalam file

    tersebut berisi lokasi dan informasi lain mengenai titik panas selama 1 hari.

    b) File data hotspot dalam format teks .CSV yang berisi informasi statistik detil dimana

    lokasi hotspot ditemukan, pengelompokannya dan tingkat kepercayaan hasil

    identifikasi hotspot-nya. File ini dapat diolah kembali dengan software GIS (misalnya

    ArcView GIS) untuk dibuat Peta Titik Panas (Fire-Hotspot).

    Gambar 27. Deteksi Titik Panas dengan satelit TERRA/AQUA tanggal 8 Oktober 2015

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    41/43

    4. Pembuatan Trayektori Penyebaran Asap dengan SATAID

    a) Menampilkan data satelit MTSAT2 kanal IR4 pada jam terjadinya kebakaran hutan,

    dan data NWP GSM dari JMA

    b) Memasukkan data NWP pada lapisan 850mb dan menampilkan arah dan kecepatan

    angin pada level tersebut

    c) Menambahkan tampilan trayektori asap pada citra berdasarkan titik panas yang

    diperoleh dari citra MTSAT2 atau NOAA18/19 atau TERRA/AQUA

    Gambar 28. Trayektori Sebaran Asap berdasarkan titik panas dari pantauan satelit

    TERRA/AQUA tanggal 8 Oktober 2015

    2.5.3 Analisa dan Monitoring Debu Vulkanik dari Letusan Gunung Berapi

    Kegiatan monitoring penyebaran debu vulkanik dari letusan gunung berapi dibagi ke dalam 2

    tahap yaitu identifikasi letusan gunung berapi dengan citra MTSAT2, dan pembuatan trayektori

    sebaran debu vulkanik untuk beberapa hari ke depan dengan SATAID.

    Langkah Kegiatan :

    1. Identifikasi Titik Letusan Gunung Berapi dengan MTSAT2

    a) Jika terjadi letusan gunung berapi yang mengeluarkan material vulkanik, maka

    dilakukan identifikasi wilayah sebaran debu vulkanik dengan citra satelit MTSAT

    kanal IR1 dan IR2 serta data NWP-JMA

    b) Identifikasi debu vulkanik dilakukan dengan menampilkan data citra satelit split-

    windows IR1-IR2 dengan sistem display dan analisis data satelit.

    c) Menampilkan profil kontur perbedaan suhu puncak awan pada kanal IR1 dan IR2 di

    wilayah sekitar lokasi gunung api yang meletus tersebut. Debu vulkanik dapat

    diidentifikasi jika dijumpai kontur suhu split-windows (IR1-IR2) bernilai minus (-)

    kurang dari -0.5C.

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    42/43

    d) Melakukan pemrosesan citra dengan teknik RGB (Red-Green-Blue) dengan sistem

    display dan analisis data satelit menggunakan citra SP (IR1-IR2), S2 (IR4-IR1) dan

    IR4.

    e) Metode RGB yang diaplikasikan adalah warna Merah (RED) untuk citra SP, warna

    Hijau (GREEN) untuk citra S2 dan warna Biru (BLUE) untuk citra IR4.

    f) Debu vulkanik dapat diidentifikasi perbedaannya terhadap awan-awan lainnya,

    terlihat akan berwarna pink pada citra RGB tersebut. Sedangkan awan-awan

    lainnya seperti Convective cloud (Cu, Cg, Cb) akan berwarna Orange ~ Merah, Cold-

    top convective cloud (Cb dengan suhu puncak awan sangat dingin) berwarna

    Kuning terang dan Coklat muda menunjukkan Awan-awan rendah (St, Fog) dan

    Abu-abu muda kebiruan biasanya menunjukkan Awan-awan menengah (seperti As,

    Ac).

    2. Pembuatan Trayektori Penyebaran Debu Vulkanik dengan SATAID

    a) Menampilkan data satelit MTSAT2 kanal IR4 pada jam terjadinya letusan gunung

    berapi, dan data NWP GSM dari JMA

    b) Memasukkan data NWP pada lapisan sesuai tinggi letusan gunung berapi dan

    menampilkan arah dan kecepatan angin pada level tersebut

    c) Menambahkan tampilan trayektori asap pada citra berdasarkan titik letusan yang

    diperoleh dari citra MTSAT2

    Gambar 29. Identifikasi debu vulkanik Gunung Raung 21 Juli 2015 menggunakan metode RGB

    (SP,S2,IR4) dari satelit Himawari-8

  • 7/26/2019 Modul Satelit

    43/43

    2.5.4 Analisa dan Monitoring Kejadian Khusus

    Kegiatan monitoring kejadian khusus adalah monitoring keadaan cuaca pada saat terjadi

    peristiwa kecelakaan transportasi, baik di darat, laut atau udara dan kejadian lainnya (banjir,

    tanah longsor, dll).

    Langkah Kegiatan :

    1. Melakukan identifikasi awan dengan menggunakan citra satelit sesuai waktu kejadian,

    atau apabila tersedia juga keadaan sebelum dan sesudahnya. Identifikasi daerah yang

    berpotensi terkena dampak dari awan tersebut.

    2. Menampilkan karakteristik citra satelit pada lokasi kejadian, misalnya temperature

    brightness pada titik tersebut.

    3. Analisa data NWP berupa data angin vertikal dan horizontal untuk beberapa level,

    temperatur, dan kelembaban pada daerah kejadian, dan parameter cuaca lain untuk

    memperoleh gambaran pembentukan awan dan presipitasi di daerah tersebut.

    Gambar 30. Analisa Brightness Temperature dengan menggunakan Cross-Section pada Lintasan

    Kecelakaan Pesawat Trigana di Oksibil tanggal 16 Agustus 2015