Upload
faried
View
2.645
Download
209
Embed Size (px)
Citation preview
BAHAN KULIAH
STRUKTUR BETON BERTULANG II
Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph.D
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..... i
BAB I PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT
TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS ………….………….….... 1
A. Beban dan Pengaruhnya Terhadap Portal Terbuka ....……....... 1
B. Hubungan Antara Beban Horizontal Dengan Simpangan …...... 2
C. Klasifikasi Tingkat Daktilitas Struktur ……………………….. 4
BAB II CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY …………....…………….. 16
A. Pengertian Capacity Design Philosophy …………………....16
B. Dominasi Beban..……………..….……………………...…… 19
BAB III REDISTRIBUSI MOMEN ……...………………..……..……... 21
A. Pengertian Redistribusi Momen ….…………..……………… 21
B. Persyaratan Moment Redistribution……………..................... 23
C. Redistribusi Momen Pada Earthquake Load Dominated ……. 24
D. Redistribusi Momen Pada Gravity Load Dominated …....… 27
E. Momen Muka Kolom ……………………………...………… 28
BAB IV PROSES DESAIN MENURUT
KONSEP CAPACITY DESIGN …….…………….……….…… 31
BAB V DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP ..…….…….…..... 35
A. Teori Desain Balok Tulangan Rangkap .…………………...... 35
B. Perhitungan Tulangan Rangkap Balok …………..................... 40
ii
BAB VI MOMEN KAPASITAS BALOK ………………………..……... 53
A. Teori Momen Kapasitas ……….…………………………...... 53
B. Overstrength Factor, Ø0 …………..…..................................... 54
C. Momen Kapasitas Pada Momen Negatif …………………...... 56
D. Momen Kapasitas Pada Momen Positif …………………….. 59
E. Contoh Perhitungan Momen Kapasitas ….....……………….. 59
BAB VII GAYA GESER (SHEAR FORCES) ………....…...……..……... 67
A. Pengertian ………….…………..…………………………...... 67
B. Tegangan Pada Balok ………..……….................................... 68
C. Pola Kerusakan Balok ………….…………………..………... 70
D. Keseimbangan Gaya-gaya …………………………………… 73
E. Penyederhanaan Gaya Geser Internal ……………………...... 75
F. Macam-macam Tulangan Geser .……………........................ 76
G. Kuat Geser Oleh Beton …..… ……………………..………... 78
H. Tulangan Geser Menurut Truss Analogy ……………...…….. 79
I. Desain Tulangan Geser ………………..…………………...... 81
J. Diameter, Jarak dan Bentuk Sengkang …………..................... 82
K. Diagram Gaya Lintang …...………………………..………... 84
L. Tulangan Geser Balok ……………………………………..… 86
BAB VIII MOMEN PERLU KOLOM DAN GAYA AKSIAL KOLOM....94
A. Momen Perlu Kolom ….....…….…………………………...... 94
B. Gaya Aksial Kolom …….……...………................................ 101
BAB IX DESAIN KOLOM …………………...................………..……. 110
A. Desain Kolom Dengan Cara Numerik ……………………... 111
B. Desain Kolom Dengan Cara Grafis (Diagram Mn-Pn) …..... 127
C. Bahasan Kolom Pendek Dengan Cara Analitik ……............. 145
D. Rumus Pn Pendekatan Whitney …………..…...................... 158
iii
BAB X TULANGAN GESER KOLOM ……..……….…......…..…..... 163
A. Pengertian ……………. ………………………………….... 163
B. Gaya Geser Ultimit Kolom (Vu,k) …..….……..................... 166
C. Desain Tulangan Geser Kolom ……….................................. 167
BAB XI BEAM COLUMN JOINT …..………..…………………..…….. 173
A. Pendahuluan ……………………………………………....... 173
B. Fungsi Utama Beam Column Joints …………….………...... 174
C. Problema Yang Ada Pada Joint ………..…..……................. 175
D. Keseimbangan Gaya-gaya Pada Joint … ……....................... 176
E. Gaya Geser dan Tegangan Geser Joint ..………..….............. 178
E. Tulangan Geser Joint ………………………..……................179
BAB XII PONDASI ……………………..…………………………......… 189
A. Pendahuluan ………………………………………......….... 189
B. Jenis Pondasi …………………………..................................190
C. Tekanan Tanah Dibawah Pondasi .……….……....................191
D. Efek Tekanan Tanah Terhadap Pondasi …………….............193
1
Sendi plastis (-) diujungSendi plastis (+) ditengah
BAB I PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT
TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS
A. BEBAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PORTAL TERBUKA
1. Beban yang dominan pada bangunan
1. Beban Gravitasi → arahnya kebawah
a. Beban mati (dead load)
b. Beban berguna/hidup (live load)
2. Beban Gempa → arahnya horisontal
a. Beban Ekivalen Statik
b. Beban Dinamik
2. Pengaruh beban terhadap portal terbuka
Mengingat beban portal dapat berupa beban gravitasi dan beban gempa maka untuk
memudahkan pembahasan, analisis akibat beban-beban tersebut dipisah dahulu dan
kemudian baru digabungkan. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :
Gambar 1.1. Gravity Load Dominated
2
Sendi plastis (-) diujungSendi plastis (+)diujung
S
Δ
0.8 Si
SoSi
0.75 S
Δ Δ
brittle response
ideal response
respon sesungguhnya (daktail)
Daktailitas μΔ = Δu/Δy
3. Apabila struktur termasuk “gravity load dominated” maka momen akibat beban
gravitasi lebih dominan dari pada momen akibat beban horisontal.
4. Apabila gempa arahnya dari kiri, maka elemen-elemen sebelah kanan lah yang akan
mengalami respon (momen, gaya-lintang) yang lebih besar.
5. Apabila arah gempa dari kiri, maka momen maksimum positif balok akan bergeser ke
kiri.
Gambar 1.2. Earthquake Load Dominated
B. HUBUNGAN ANTARA BEBAN HORISONTAL DENGAN SIMPANGAN
Gambar 1.3 Grafik Hubungan Beban Horisontal Terhadap Simpangan
3
P
ΔΔ ΔΔ Δ
Diagram melengkung :
1. Leleh baja tarik belum tentu bersamaan dengan leleh baja desak.
2. Leleh balok-balok belum tentu bersamaan
3. Adanya retak-retak yang memperkecil stiffness.
Beban Monotonic Loading kurang realistik sebab :
1. Beban gravitasi bersifat konstan.
2. Beban gempa bersifat impulsif fluktuatif (non periodic non harmonic).
3. Beban angin juga bersifat non periodik non harmonik.
→ Yang mendekati hanyalah beban akibat ledakan/blasting.
Daktilitas simpangan (displacement ductility)
lelehsaat simpangan ultimitsimpangan µ =
ΔΔ
=Δyu
Simpangan Ultimit adalah simpangan yang mana kekuatan struktur Su ≥ 80% Si
Belum tentu elemen yang mempunyai simpangan ultimit Δu yang besar akan
mempunyai daktilitas yang besar.
21 uu Δ>Δ
1
11
y
u
ΔΔ
=Δμ
21 yy UU > 12
22 ΔΔ >
ΔΔ
= μμy
u
Gambar 1.4. Grafik Daktilitas Simpangan
Daktilitas Lengkung ( Curvature Ductility)
Secara matematis sesuai dengan pembahasan sebelumnya, daktilitas lengkung
dinyatakan dalam :
lelehsaat kurvatur
ultimitkurvatur ==
yu
φφμφ
4
Baik daktilitas lengkung maupun daktilitas simpangan akan menjadi parameter yang
penting pada desain bangunan tahan gempa. Daktilitas kurvatur akan berkaitan dengan
kedaktailan potongan elemen terhadap beban lentur, sedangkan daktilitas simpangan
akan berhubungan dengan kemampuan ”struktur secara keseluruhan” untuk
berdeformasi secara inelastik akibat beban horisontal/gempa.
C. KLASIFIKASI TINGKAT DAKTILITAS STRUKTUR
Istilah daktilitas dan definisinya telah disampaikan beberapa kali pada pembahasan
sebelumnya. Pada pembahasan Seismic Design Limit States terdapat beberapa level
pembebanan mulai dari Code Level kemudian Service Ability Limit State dengan batas
atas sampai terjadinya leleh pertama. Pada level beban yang lebih besar adalah damage
ability limit state yang mana elemen struktur sudah leleh secara berkelanjutan, retak-retak
beton sudah cukup lebar sehingga perlu grouting. Paulay dan Priestley (1992) menyatakan
bahwa batas atas level ini adalah sudah tidak ekonomisnya perbaikan struktur. Sedangkan
level pembebanan yang lebih besar lagi adalah Survival Limit State, yaitu beban gempa
menurut umur rencana bangunan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah berapa percepatan tanah akibat gempa
pada level-level beban tersebut diatas. Mengingat performance criteria (leleh pertama,
retak-retak lebar, bangunan sudah rusak, dll) ada yang bersifat kualitatif, maka percepatan
tanah pada level-level beban tersebut tidaklah pasti. Performance bangunan akibat beban
gempa juga dipengaruhi oleh tingkat desain kekuatan (provided strength) dan kualitas
pelaksanaan. Provided strength yang dimaksud misalnya bangunan direncanakan di
daerah gempa yang berbeda-beda sehingga kekuatan relatifnya akan berbeda.
Walaupun masih relatif terbatas, Widodo (2001) telah melakukan investigasi
terhadap percepatan tanah pada level-level beban limit states. Namun demikian studi
tersebut masih terbatas pada struktur beton di daerah gempa-4 yang dianggap terletak
diatas tanah lunak dengan beban gempa El centro, 1940 N-S Component. Untuk daerah
gempa, jenis struktur (baja, beton, open frame, braced frame, frame-walls) dan frekuensi
gempa (frekuensi rendah, menengah dan tinggi) serta tingkat daktilitas yang dipakai masih
diperlukan investigasi lebih lanjut.
5
Umumnya telah disepakati tingkatan-tingkatan daktilitas yang dikategorikan
dalam :
1. Perencanaan Elastik
2. Perencanaan dengan Daktilitas Terbatas (Limited Ductility)
3. Perencanaan dengan Daktilitas Penuh (Fully Ductile Structure)
Untuk dapat memahami level-level desain menurut tingkat daktilitas yang
diinginkan maka akan lebih baik apabila dipahami terlebih dahulu jenis-jenis daktilitas
berikut cara-cara memperolehnya serta makna daktilitas dilihat dari beberapa aspek.
1. Jenis/Macam Daktilitas
Barangkali telah disebut sebelumnya bahwa secara umum terdapat 2 macam
daktilitas yang perlu diketahui. Daktilitas-daktilitas itu adalah daktilitas lengkung
(Curvature Ductility) dan daktilitas simpangan (displacement ductility). Pada bahasan
sebelumnya telah disajikan tentang ciri-ciri elemen beton bertulang yang dapat bersifat
daktail. Hal ini terjadi karena daktilitas lengkung akan dipengaruhi oleh properti elemen
(ukuran, jumlah dan distribusi baja tulangan), kualitas bahan (tegangan desak f’c,
tegangan leleh baja fy, dan regangan desak beton εc), dan properti-properti yang lain yaitu
besaran-besaran yang ada pada balok tegangan desak beton (misalnya nilai-nilai β1 dan
k2). Sementara itu daktilitas simpangan akan dipengaruhi oleh properti struktur secara
global dan model pembebanan yang ada.
Daktilitas simpangan μΔ masih dapat dirinci lagi menjadi :
• Single displacement ductility factor (SDDF)
• Cyclic displacement ductility factor (CDDF)
• Accumulatives displacement ductility factor (ADDF)
SDDF diperoleh melalui pembebanan statik akumulatif atau push over analysis.
Sedangkan CDDF dan ADDF diperoleh melalui pembebanan siklik.
Curvature Ductility, μФ = yu
φφ
Ductility
Single Displ. Ductility
Displacement Ductility Cyclic Displ. Ductility
Accum.Displ. Ductility
(SDDF = μΔ = yu
ΔΔ )
6
S
Δ
0.8 Si
Si
Δy Δu
δ
H
Δ
P
histeretik loop asli (real)
Model
Δy Δu
δ
P
Δc
Δy
Δa
Δd
Δb
a) b) c)
Push over
Analysis
real
y
uSDDFΔΔ
= y
ymmCDDFΔ
Δ−Δ+Δ=
−+
1+Δ
Δ+Δ+Δ+Δ=
y
dcbaADDF
Gambar 1.5. Macam-macam Daktilitas
Push Over Analysis yang menghasilkan Single Displacement Ductility Factor
adalah suatu proses pembebanan satu arah, mulai dari beban yang relatif kecil kemudian
bertambah secara berangsur-angsur sampai struktur mengalami ketidak stabilan/runtuh.
Pembebanan seperti ini sebenarnya dipertanyakan oleh banyak orang, karena beban
seperti ini sangat jarang terjadi. Oleh karenanya hasil yang diperoleh (displacement
ductility) juga kurang begitu realistik.
Disamping mekanisme pembebanannya, maka pada Push Over Analysis masih
mempunyai problem yang lain yaitu pola/bentuk beban. Bentuk beban yang dimaksudkan
apakah berbangun segitiga terbalik, berbangun konstan, berbangun parabolik
cekung/cembung ataukah mempunyai bangun yang lain. Pertanyaan berikutnya adalah
dalam kondisi-kondisi seperti apa kemungkinan bangun beban-beban itu dipakai. Masalah
akan berkembang lagi apakah bangun-bangun beban itu akan sama pada jenis bahan
struktur yang berbeda (beton, baja), pada jenis struktur utama yang berbeda (Open frames,
braced frames, frame-walls) ataupun pada variabel-variabel yang lain (respon elastik,
inelastik, frekuensi sudut struktur).
Mengingat adanya banyak pertanyaan-pertanyaan itu maka Lawson dkk (1994)
mengadakan penelitian tentang Push Over Analysis. Dikatakannya bahwa pemakaian
pembebanan seperti ini tidak ada dasar teoritisnya, artinya sangat jarang atau dikatakan
tidak ada pola/mekanisme pembebanan seperti ini. Empat macam skel MRF (2, 5, 10, 15
tingkat), 3-bentang frame regular dipakai sebagai bahan penelitian. Pola beban statik
7
segitiga terbalik beban konstant dan SRSS tampaknya dipakai pada penelitian tersebut.
Respon (displacement, story ductility ratio, rotasi sendi plastis) non linier static push over
analysis kemudian dibandingkan dengan hasil inelastik time-history analysis yang
memakai 7 rekaman gempa. Hasil penelitiannya adalah :
1. Roof displacement struktur 2-tingkat (stiff. structure) push over mempunyai korelasi
yang baik dengan time history analysis. Namun demikian keduanya mempunyai
korelasi yang jelek untuk struktur 15-tingkat Higher mode effects merupakan
penyebab utama.
2. Struktur fleksibel (15-tingkat) sangat sensitif terhadap pola beban. Beban konstan
menghasilkan displacement yang underestimate, sedangkan beban SRSS
menghasilkan displacement yang overestimate terhadap displacement yang diperoleh
dari time history analysis. Beban segitiga terbalik merupakan pola beban yang
memberikan hasil paling dekat dengan hasil FHA.
3. Interstory driff bangunan 2 & 5-tingkat cukup dekat dengan hasil THA dan korelasi
yang sangat jelek antara keduanya (push over & THA) pada bangunan yang tinggi.
Higher mode effects sekali lagi dicurigai sebagai penyebab utama.
4. Rotasi sendi plastik balok untuk struktur 2 & 5-tingkat pada push over analysis agak
dekat dengan THA. Namun demikian sangat jauh pada tingkat-tingkat atas di
bangunan 10 dan 15-tingkat. Sekali lagi higher mode effects tidak dipunyai pada push
over analysis, padahal hal ini sangat besar pengaruhnya pada tingkat-tingkat atas
bangunan yang cukup fleksibel (10 & 15 tingkat).
Secara umum hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa :
1. Push over analysis masih memberikan manfaat karena adanya informasi-informasi
tambahan dibandingkan dengan analisis statik.
2. Push over analysis akan bermanfaat apabila adanya keraguan atas hasil-hasil analisis
statik, terutama saat bangunan sedang didesain.
3. Push over analysis hanya dapat memberikan informasi yang cukup dekat dengan THA
pada struktur-struktur yang didominasi mode pertama (bangunan cukup kaku).
Pengaruh higher modes sangat dominan pada bangunan-bangunan yang fleksibel.
Walaupun push over analysis yang menghasilkan SDDF mempunyai beberapa
kelemahan, namun metode ini dapat dipakai secara lebih general (struktur utuh) daripada
8
S
Δ
Δ
S οS EF
S EL
S EE
D
C
B
A
Δyf ΔyE ΔmL
Δmf Daktailitas yang sudah tdk dapat digunakan
Fully Ductile Response
Limited Ductility Response
Daerah utamanya berespon elastik
Daerah elastik idealμΔ = 1
μ= 1,5
μ = 3
μ = 8
Δc
PP
y
Non LinierLinier
yH
y K
a) b)
CDDF dan ADDF yang hanya berorientasi pada elemen struktur. Oleh karena itu sebelum
ada metode baru yang dapat memanfaatkan prinsip CDDF dan ADDF pada struktur secara
utuh, maka konsep SDDF yang berasal dari push over analysis masih dapat dipakai.
• Hubungan Gaya – Simpangan Konsep SDDF Pada Level-level Daktilitas
Simpangan
Hubungan antara gaya-simpangan secara umum pada struktur bangunan pada
level-level daktilitas menurut Paulay & Priestley (1992) adalah seperti tampak pada
gambar.
ΔyL ΔmE
Gambar 1.6. Grafik Hubungan S-∆
• Respon Elastik
Antara linier dan elastik kadang-kadang membuat bingung mahasiswa. Linier
bermakna hubungan lurus, berbangun garis lurus. Sedangkan elastik bermakna kembali ke
jalur/path semula apabila beban dihilangkan. Tentu saja hal ini berhubungan dengan
struktur yang dibebani. Antara linier dan elastik dapat digabungkan yaitu linier-elastik.
Apabila struktur mempunyai respon linier elastik berarti apabila beban bertambah besar
maka simpangan juga membesar. Rasio antara beban dan simpangan umumnya disebut
kekakuan (stiffness). Oleh karena itu struktur berperilaku linier apabila kekakuannya tetap.
Gambar 1.7. Grafik Linier dan Non Linier
9
Linier elastik apabila beban bertambah maupun berkurang, hubungan P-y akan
melewati garis lurus. Sebaliknya juga ada istilah non-linier yaitu apabila hubungan antara
p-y tidak berupa garis lurus (gambar b). Oleh karena itu mungkin juga respon struktur
masih berupa linier-elastik maupun non-linier elastik. Respon-respon tersebut akan terjadi
pada beban yang relatif kecil dibanding dengan kekuatan struktur, atau respon struktur
yang tegangan bahannya belum mencapai tegangan leleh.
Beban dinamik seperti beban gempa bumi mempunyai sifat alamiah seperti
fenomena-fenomena alam yang lain misalnya seperti hujan, angin maupun banjir.
Fenomena alam itu mempunyai periode/kala ulang tertentu, artinya kejadian dengan
intensitas tertentu akan terjadi pada periode/setiap waktu tertentu. Gejala alam
menunjukkan bahwa intensitas yang besar akan mempunyai kala ulang yang lama/panjang
dan seterusnya.
Apabila kejadian-kejadian gempa disuatu tempat dianggap independen satu sama
lain, maka menurut metode Nilai Ekstrim Gumbel, hubungan antara ukuran gempa M dan
periode ulang T dinyatakan dalam bentuk,
T = 1
1
α
β Me (tahun) ....................... a)
Sedangkan hubungan antara percepatan tanah dengan periode ulang T dinyatakan
dalam bentuk
a = 2
2 ).ln(β
αT (cm/dt2) ................. b)
Yang mana α1 ≠ α2 dan β1 ≠ β2.
Nilai-nilai α1, α2, β1 dan β2 dapat dicari dengan metode tersebut apabila data
gempa dan persamaan attenuasinya diketahui. Menurut persamaan a), apabila ukuran
gempa M semakin besar maka periode ulang T juga semakin besar. Apabila T besar maka
menurut persamaan b), percepatan tanah yang terjadi juga akan semakin besar.
Bangunan-bangunan yang sangat penting dan monumental umumnya dikehendaki
untuk dapat bertahan dalam periode waktu yang lama bahkan sangat lama (misal 500-
1000 tahun). Pada rentang waktu itu dikehendaki bangunan masih berperilaku elastik agar
bangunan tetap tegak. Apabila paling tidak terjadi 1 kali gempa pada periode
tersebut/periode ulang tersebut, maka tentu saja ukuran gempa M dan percepatan tanah a
menjadi sangat besar. Dengan percepatan tanah yang sangat besar dan bangunan masih
10
berespon elastik, maka kekuatan bangunan harus sangat besar juga. Akibatnya bangunan
menjadi sangat mahal. Hal itu tidak akan menjadi masalah apabila bangunan yang
bersangkutan memang didesain sebagai bangunan yang sangat penting dan monumental.
Oleh karena itu hanya bangunan-bangunan seperti itulah yang dikehendaki masih tetap
berespon elastik pada gempa yang sangat besar.
• Respon Daktail
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa apabila bangunan yang sangat
penting/monumental dikehendaki bertahan dalam kurun waktu yang lama, maka biaya
pembangunannya menjadi sangat mahal. Hal ini terjadi karena pada beban gempa yang
sangat besar struktur masih dikehendaki bersifat elastik. Beban gempa menjadi besar
karena dalam kurun waktu yang lama hanya dikehendaki 1 kali gempa yang
mengakibatkan respon struktur masih elastik maksimum dekat atau terjadi plastis/leleh
awal. Hal itu berarti beban gempa yang bersangkutan mempunyai periode ulang T yang
sangat lama. Secara matematis dapat dimengerti melalui pers. a) dan b).
Namun demikian tidak semua bangunan dikehendaki mempunyai kondisi seperti
di atas. Bangunan biasa umumnya mempunyai umur efektif 50-100 tahun. Hal itu berarti
bahwa bangunan biasa mempunyai/direncanakan dengan umur efektif yang jauh lebih
singkat dari pada bangunan monumental. Dengan memakai analogi yang sama dengan
sebelumnya maka beban gempa rencana untuk bangunan biasa akan jauh lebih kecil dari
pada gempa rencana bangunan monumental.
Apabila rencana untuk bangunan biasa relatif kecil, maka kekuatan yang harus
disediakan juga relatif kecil. Dengan demikian biaya pembangunannya akan lebih murah.
Namun demikian bangunan seperti itu akan mempunyai resiko apabila gempa yang terjadi
lebih besar dari pada gempa rencana. Apabila demikian maka leleh pada elemen-elemen
struktur tidak dapat dihindari.
11
• Struktur Daktail Penuh
Sebelum membahas lebih lanjut struktur daktail, ada baiknya disajikan apa yang
umumnya disebut philosophy of design yang akan disajikan dalam Tabel 1.1 berikut ini.
General Requirements
Limit states Gempa Magn Performance Criteria
Struktur harus mempunyai kekuatan dan kekakuan yang relatif seragam serta stabil
Service ability Small < 6,5 Elastik/belum rusak
Damage ability
Moderate
6,5-7,5
Rusak ringan dan dapat berfungsi sehingga diperbolehkan
Survival Large > 7.5 Boleh rusak tapi tidak runtuh
Tabel 1.1. Philosophy of Design
Agar performance criteria tersebut diatas dapat dicapai (khususnya untuk struktur
daktail) maka bangunan yang direncanakan harus memenuhi kriteria :
1. Konfigurasi Bangunan Harus Baik
a. Denah sederhana, sedapat-dapatnya simetri dalam 2-arah dan bangunan tidak
terlalu panjang.
b. Tampang melintang bangunan berbangun/dekat dengan simetri, rasio antara tinggi
bangunan terhadap lebarnya tidak terlalu besar.
c. Kekakuan struktur utama cukup seragam pada seluruh tingkat yang ada, dan tidak
ada soft story.
d. Massa tingkat cukup seragam baik distribusinya terhadap arah horisontal dan
vertikal.
e. Struktur utama terdistribusi secara merata (misalnya jarak portal dibuat
sama/seragam). Portal adalah struktur utama yang cukup baik.
Dengan adanya konfigurasi bangunan yang baik maka perilaku struktur akibat
gempa dapat diprediksi/diketahui secara baik. Pada bangunan yang konfigurasinya
tidak baik, perilaku bangunan akibat gempa kurang dapat diketahui/diprediksi/dimodel
dalam analisis secara baik.
2. Bangunan didesain dengan prinsip yang jelas, misalnya didesain dengan prinsip
Capacity Design. Di dalam prinsip tersebut prinsip strong column weak beam
12
P
y
ΕΙM
M
hc
P
sendi plastis
Mb
Mc
umumnya dipakai yang mana proses disipasi energi akan/diharapkan dapat
berlangsung secara baik.
3. Sebagai implementasi dari butir-butir di atas, bagian elemen struktur yang
sengaja/diarahkan untuk terjadi sendi plastik harus didetail secara baik (transversal
reinforcement). Detailing yang baik juga dilakukan ditempat yang sengaja tidak boleh
rusak khususnya pada joints.
4. Bangunan harus didesain dengan kekuatan (strength) yang cukup. Hal ini untuk
menghindari adanya kerusakan secara prematur. Kode yang selalu direview/diperbaiki
secara periodik (umumnya setiap ± 10 tahun) akan memungkinkan desain beban yang
lebih proporsional.
5. Spesifikasi, Mutu Bahan dan Pelaksanaan
Agar proses disipasi energi pada sendi-sendi plastik dapat berlangsung secara stabil,
maka potongan elemen harus mempunyai daktilitas kurvatur yang baik. Potongan
yang demikian telah dibahas sebelumnya yang terkait pada spesifikasi (persyaratan ρ’/
ρ misalnya) dan mutu bahan. Sesuatu hal yang tidak kalah penting adalah mutu
pelaksanaan saat bangunan dibangun.
Apabila hal-hal tersebut diatas dapat dipenuhi maka struktur daktail saat terjadinya gempa
akan dapat diwujudkan.
• Struktur Daktilitas Terbatas
Struktur yang didesain menurut daktilitas penuh adalah struktur yang sederhana
dan ideal. Struktur ini dapat memenuhi daktilitas simpangan μΔ = 3-8 (Paulay dan
Priestley 1992). Park (1992) mengatakan bahwa struktur daktail dapat melakukan
deformasi inelastik secara stabil dengan tingkat daktilitas μΔ = 5-6.
Untuk dapat membayangkan seberapa besar bangunan telah bergoyang maka akan
diberikan ilustrasi sebagai berikut.
yhEIM c 2
6= , cb MM =
Drift Ratio Dr =chy
atau chDry .=
Terjadi sendi plastis bila Dr ≥ 0,5%
Saat leleh pertama y = Dr.h = 0,05hc
Gambar 1.8. Ilustrasi Goyangan Bila hc = 400 cm y = 0,05 . 400 = 2 cm
13
a) b)
c)
d)
e)
→ Bila daktilitas μΔ = 6 = yu
ΔΔ , maka Δu = 6 . Δy = 6 . 2 = 12 cm (Δy = y)
→ Simpangan ultimit Δu =12 cm
Apabila syarat-syarat untuk terjadinya struktur daktail kurang dapat diyakini maka
struktur dapat didesain dengan “daktilitas terbatas”. Selengkapnya, daktilitas terbatas akan
dipakai apabila :
1. Konfigurasi Bangunan Kurang Baik & Bangunan Tinggi
Denah bangunan agar ruwet/tidak teratur/tidak regular
Adanya banyak struktur dinding yang kurang memungkinkan struktur bersifat
daktail penuh
Gambar 1.9. Struktur Daktilitas Terbatas
Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh struktur-struktur yang diperkirakan
sulit berperilaku daktail secara penuh seperti tampak pada gambar a, b, c dan d. Tampak
bahwa struktur tidak regular, pada gambar a kecenderungan bersifat strong beam weak
column. Sedangkan pada gambar e, untuk struktur yang langsing (T >>) dominasi beban
tidak lagi oleh beban gempa tetapi kemungkinan oleh beban angin. Perilaku struktur
kemungkinan tidak seperti akibat beban gempa. Respon inelastik struktur
berkemungkinan tidak sebesar akibat beban gempa. Karena adanya respon inelastik yang
masih terbatas (relatif kecil) itulah maka elemen-elemen struktur tidak perlu didetail
seteliti struktur daktilitas penuh. Dengan perkataan lain struktur seperti gambar e tidak
perlu didesain menurut konsep daktilitas penuh, tetapi cukup dengan daktilitas terbatas
(limited ductility).
14
2. Struktur Dengan Dominasi Beban Gravitasi
Telah disampaikan sebelumnya bahwa akibat kombinasi beban gravitasi dan beban
gempa, sistem pembebanan struktur kemungkinan didominasi oleh beban gravitasi
(Gravity Load Dominated) kemungkinan yang lain adalah dominasi beban gempa
(Earthquake Load Dominated). Kondisi struktur seperti apa yang termasuk kategori-
kategori tersebut telah dibahas di depan. Masing-masing tipe dominasi beban akan
menentukan “Policy” desain struktur yang dapat dilakukan.
Pada Gravity Load Dominated (GLD), beban gravitasi lah yang menentukan
strength demand untuk keperluan desain. Pada pembebanan tersebut kemungkinan adanya
respon inelastik tidak akan sebesar ductile structure akibat dominasi beban gempa. Oleh
karena itu menurut Paulay dan Priestly (1992) bangunan kategori GLD tidak perlu
disediakan sifat daktail secara penuh. Dengan perkataan lain, bangunan kategori GLD
dapat didesain menurut prinsip Limited Ductility atau daktilitas terbatas. Karena daktilitas
struktur relatif terbatas, maka struktur harus didesain dengan kekuatan yang lebih besar.
3. Alasan-alasan Lain Yang Sifatnya Khusus
Alasan-alasan tertentu dapat membuat keputusan struktur dapat/lebih baik didesain
dengan prinsip daktilitas terbatas. Alasan-alasan tertentu dapat digolongkan menjadi
alasan mutlak sedangkan yang lain dapat dikatakan tidak mutlak. Penggolongan alasan-
alasan itu adalah :
1.a Konfigurasi Bangunan Tidak Baik Alasan yang tidak dapat/
b. Bangunan Tinggi/Fleksibel jangan dihindari
2.a Desain bangunan daktilitas terbatas relatif ringan/mudah
b. Kurangnya skill untuk mendesain daktilitas penuh
c. Kurangnya skill dalam menjamin pelaksanaan bangunan yg baik
d. Struktur dalam kategori “Gravity Load Dominated”
Daktilitas terbatas
Kekuatan bangunan
harus lebih besar Cenderung lebih mahal
Sebagai kompensasi dari
15
Perbandingan Secara Kualitatif/Kuantitatif antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas
Terbatas (Park dkk, 1986, 1988) akan dijabarkan pada Tabel 1.2. berikut ini.
Tabel 1.2. Perbandingan Antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas Terbatas
No. Parameter Tingkat Daktilitas
Struktur Daktilitas Penuh Struktur Daktilitas Terbatas 1. Definisi Adalah struktur frame/wall
regular yang didesain menurut prinsip “Desain Kapasitas” sehingga mampu melakukan disipasi energi yang baik pada respon inelastik, minimum selama 4-kali goyangan sempurna.
Adalah struktur frame/ walls yang karena keterbatasannya diperkirakan sulit untuk berdeformasi inelastik secara baik sehingga perlu didisain dengan kekuatan yang lebih besar daripada struktur daktail (maks 4-5 tingkat)
2. Tingkat Daktilitas Simpang μΔ = 3 - 8 μΔ = 1.5 - 3 3. Koefisien Jenis Struktur k ≥ 1 k ≥ 2 4. Efektivitas Pemakaian 1. Medium Rise
Buildings (5-10 tingkat)
1. Low Rise Building (3-4-5 tingkat)
2. High Rise Building (>30 tingkat)
Dominasi Beban Gempa (Earthquake Load Dominated)
1. Dominasi Beban Gravitasi 2. Dominasi Beban Angin
5. Prinsip Desain 1.Prinsip Desain Kapasitas dengan hierarki yang tegas
2.Detailing dilakukan secara teliti / ketat
3. Lebih rumit
1. Desain kapasitas tidak diperlukan
2. Detailing lebih longgar (relax)
3. Lebih sederhana
16
BAB II CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY
A. PENGERTIAN CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY
Setelah member action (momen, gaya lintang, gaya normal) telah diperoleh,
maka langkah selanjutnya adalah menentukan design philosophy. Banyak kasus
kerusakan struktur akibat gempa bumi ternyata disebabkan oleh tidak jelasnya prinsip
desain yang dipakai. Apabila demikian maka juga tidak ada hierarki yang jelas
tentang prinsip/urutan-urutan desain.
Capacity Design Philosophy adalah filosofi desain yang dikembangkan di
New Zealand (Paulay and Priestley, 1992) sejak tahun 1970an dan banyak diadopsi
oleh banyak negara termasuk Indonesia. Dalam mengadopsi tersebut, design
philosophy umumnya diadopsi secara prinsip sedangkan prosedur umumnya
dimodifikasi sesuai dengan kondisi masing-masing negara. Di Indonesia prosedur
desain menurut prinsip ini juga telah dimodifikasi baik tata cara maupun koefisien-
koefisien yang dipakai.
Pada prinsip desain kapasitas, yang pertama adalah salah satu/elemen tertentu
penahan gaya horisontal dipilih untuk didesain secara khusus agar dapat berfungsi
untuk tujuan disipasi energi pada tingkat deformasi inelastik. Tempat kritis dimana
disengaja untuk berdeformasi secara inelastic tersebut umumnya disebut plastic
hinges atau sendi plastis. Tempat-tempat sendi plastis itu didetail secara baik untuk
keperluan deformasi inelastik sehingga tidak terjadi rusak lentur maupun rusak geser.
Detailing yang dimaksud adalah tulangan lentur dan tulangan geser didesain
sedemikan rupa sehingga terjadi sifat daktail pada sendi plastis tersebut. Tata cara
detailing yang dimaksud akan dibicarakan secara khusus.
Prinsip yang kedua adalah bahwa elemen-elemen yang lain diproteksi
sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi kerusakan. Kerusakan sudah dialokasikan
ditempat-tempat tertentu dimana sendi-sendi plastis tersebut berada. Dengan detailing
yang baik maka sendi-sendi akan berperilaku daktail. Sebagaimana pernah disinggung
sebelumnya bahwa daktail terjadi apabila suatu elemen mampu berdeformasi secara
inelastik secara berkelanjutan tanpa adanya pengurangan kekuatan yang berarti.
17
Elemen lokasi sendi plastis
δδ
Ductile / UletBrittle / Getas
hysteretic loops
- hysteretis loops luas / besar- disipasi energi besar
Apabila demikian maka akibat beban siklis luasan hysteretic loops menjadi
besar. Luasan histeretik loop menunjukkan kapasitas elemen dalam melakukan
disipasi energi. Oleh karena itu elemen yang daktail mampu melakukan disipasi
energi secara baik/berkelanjutan. Analogi dan perilaku inelastik elemen daktail pada
prinsip capacity design adalah seperti tampak pada gambar. Elemen dimana sendi
plastik berada, sengaja diperlemah, tetapi didesain secara baik agar bersifat daktail.
Karena elemen-elemen yang lain sengaja diperkuat, maka akibat beban siklis, sendi
plastis daktail akan terisolasi pada bagian yang lemah.
Gambar 2.1. Hyeteretic Loops Elemen
Secara lebih konkrit, struktur daktail akan terjadi pada struktur dengan prinsip
desain ”strong column weak beam” sedangkan prinsip ”strong beam weak column”
akan menghasilkan perilaku struktur yang brittle/getas. Analisis secara kuantitatif atas
dua prinsip desain tersebut akan dibahas secara rinci pada bahasan ”Daktilitas Portal
Terbuka Beton Bertulang Bertingkat Banyak pada Dua Mekanisme Keruntuhan yang
Berbeda”.
18
Gambar 2.2. Letak Sendi Plastis Elemen
Secara sistematik Paulay dan Pristley (1992) menyatakan bahwa
karakteristik/ciri utama capacity design adalah:
1. Letak kemungkinan terjadinya sendi plastis sudah ditentukan secara jelas. Hal ini
diperoleh dengan memilih pola penggoyangan yang tepat, yaitu ”beam sway
mechanism” yang mana kolom direncanakan lebih kuat daripada balok. Dengan
kondisi seperti itu maka sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok
dan ujung bawah kolom tingkat dasar.
2. Lokasi-lokasi dimana direncanakan sendi-sendi plastis didetail secara baik
sehingga walaupun berdeformasi secara inelastik tetapi tetap daktail. Pada kondisi
tersebut tidak akan terjadi kerusakan secara prematur. Karena elemen daktail
mampu menjaga kestabilan (tidak runtuh) pada deformasi inelastik, maka proses
disipasi energi dapat berlangsung secara baik.
3. Elemen-elemen yang berpotensi brittle dan tidak baik dalam melakukan disipasi
energi sengaja diperkuat sehingga tidak akan terjadi sendi-sendi plastis (pada
kolom). Cara memperkuat elemen tersebut adalah dengan memberikan kekuatan
yang lebih besar daripada ”over-strength” yang ada pada balok. Dengan demikian
elemen kolom senantiasa tetap elastik selama beban gempa berlangsung
(sementara balok boleh berperilaku inelastik).
4. Shear failure pada saat terjadinya deformasi inelastik harus dihindari dengan jalan
memasang lateral confinement yang cukup. Selain itu anchorage failure dan
bentuk-bentuk instabilitas yang lain (beam column joint failure) sangat dihindari
dengan detail elemen yang baik.
Sendi Plastis
STRONG COLUMN WEAK BEAMBEAM SWAY MECHANISM
STRONG BEAM WEAK COLUMNCOLUMN SWAY MECHANISM
19
B. DOMINASI BEBAN
Bidang momen (BMD) seperti dibahas di atas adalah kombinasi antara momen
akibat beban mati (DL + LL) dan momen akibat beban gempa. Rasio momen MD+L
dan momen akibat gempa ME akan mempengaruhi bentuk bidang momen. Ada dua
kemungkinan yang membuat/mempengaruhi bentuk akhir bidang momen :
1. Earthquake Load Dominated (ELD)
Earthquake Load Dominated (ELD) adalah suatu kondisi yang mana beban
gempa mendominasi sistem pembebanan. Hal ini terjadi karena ME jauh lebih besar
daripada MD+L. Kondisi seperti itu akan terjadi apabila :
a. Bentang balok relatif pendek.
Apabila demikian, maka momen oleh beban mati akan relatif kecil.
b. Bangunan bertingkat banyak.
Pada bangunan bertingkat banyak maka momen balok akibat gempa
menjadi besar, terutama pada tingkat-tingkat bawah.
c. Bangunan terletak pada daerah gempa yang besar dan terletak diatas tanah
lunak. Apabila demikian maka koefisien gempa dasar C akan menjadi
besar. Akibat yang akan terjadia adalah gaya geser dasar V akan menjadi
besar dan selanjutnya gaya horisontal tingkat menjadi besar.
Apabila ELD terjadi maka seperti tampak pada gambar :
a. Momen negatif M- jauh lebih besar dibanding dengan M+
b. Momen positif maksimum M+maks terjadi pada ujung balok
c. Sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok
d. Tidak ada gaya lintang = 0.
Gambar 2.3. Earthquake Load Dominated (ELD)
20
2. Gravity Load Dominated (GLD)
Berlawanan dengan ELD, maka GLD momen oleh beban hidup MD+L lebih besar
daripada ME. Kondisi ini akan terjadi apabila:
a. Bentang balok relatif panjang
Pada kondisi seperti ini momen oleh beban mati dan beban hidup akan
menjadi besar.
b. Bangunan tidak tinggi
Artinya hanya beberapa tingkat sehingga momen balok oleh beban gempa
masih relatif kecil.
c. Bangunan terletak di daerah gempa rendah dan diatas tanah lunak.
Pada kondisi GLD, maka seperti tampak pada gambar bahwa :
a. Momen positif M+ cukup dominan
b. Momen positif maksimum M+maks terjadi dalam bentang balok
c. Sendi-sendi plastis momen positif tidak terjadi pada ujung-ujung balok
d. Butir 2 sebagai akibat dari adanya gaya lintang sama dengan nol.
Gambar 2.4. Gravity Load Dominated (GLD)
21
BAB III REDISTRIBUSI MOMEN
A. PENGERTIAN REDISTRIBUSI MOMEN
Pada bahasan Capacity Design Philosophy telah disampaikan bahwa agar
terjadi beam sway mechanism, maka prinsip desain strong column weak beam adalah
design philosophy yang dianggap tepat. Pada prinsip desain tersebut, elemen balok
dirancang sedemikian rupa sehingga lebih lemah daripada kolom. Hierarki yang
pertama pada proses desain bangunan tahan gempa adalah desain balok.
Pada bahasan dominasi beban telah diketahui bahwa ada dua kemungkinan
dominasi beban yang mungkin akan terjadi. Pada bahasan redistribusi momen ini
maka pokok bahasan akan berkaitan dengan dominasi beban yang pertama yaitu
”earthquake load dominated”. Kombinasi/superposisi momen balok oleh beban mati
dan beban gempa adalah sebagai berikut. q
H
M-D+L
ME
M+
M-
M+D+L
M- >>M+
Redistribusi momen
Pada gambar diatas tampak jelas bahwa untuk ELD akan diperoleh nilai
momen negatif M- yang umumnya jauh lebih besar dari pada momen positif M+.
22
Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut maka ukuran balok akan
cukup besar untuk mengakomodasi M- sementara hanya diperlukan balok yang relatif
lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif M+. Agar
penghematan dapat diperoleh maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa
dimungkinkan adanya ”redistribusi momen”. Redistribusi momen yang dimaksud
adalah dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.
Secara jelas Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa tujuan
diadakannya redistribusi momen adalah untuk meningkatkan efisiensi desain elemen
dengan :
1. Mengurangi momen maksimum absolut (M-) dan mengkompensasikan ke
uncritical beam momen (M+).
Dengan cara tersebut maka distribusi beam required strength menjadi lebih baik
dan desain menjadi lebih ekonomis. Redistribusi momen ini bahkan
dimungkinkan sampai momen negatif menjadi hampir/sama dengan momen
negatif. Apabila kondisi seperti itu diperoleh maka tulangannya akan simetri
antara momen negatif dan momen positif.
2. Memberikan required strength untuk momen positif minimal 50% required
strength momen negatif elemen balok.
Hal ini dilakukan karena kebutuhan adanya sifat daktail pada lokasi sendi
plastis. Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan analisis
tampang, daktilitas potongan akan semakin besar pada pemakaian tulangan
desak yang semakin besar.
Tulangan desak pada analisis tampang tersebut tidak lain adalah tulangan
momen positif pada kondisi ELD.
3. Mengefisienkan Desain Kolom.
Apabila redistribusi momen negatif ke momen positif telah dilakukan, maka
beam required strength akan mengecil. Karena kolom merupakan partner balok,
maka apabila required strength balok menurun, required strength kolom pada
daerah kritis (M-) juga akan mengecil. Kolom menjadi lebih efisien.
4. Memakai momen balok dan kolom ditepi/ditempat muka pertemuan.
Pada cara konservatif, desain balok didasarkan atas momen di as kolom. Dengan
memakai momen pada muka kolom, maka momen efektif akan lebih kecil
secara signifikan dibanding dengan gross momen (terutama pada M-). Pada
momen positif kejadian sebaliknya dimungkinkan terjadi.
23
V j1 V j
2 V j3 V j
4
V j + 14V j + 1
3V j + 12V j + 1
1
V j + 1
V j
F j
sendi plastis
Mef = Momen efektif
Mg = Gross moment
Gambar 3.1. BMD Earthquake Load Dominated
B. PERSYARATAN MOMENT REDISTRIBUTION
Walau bagaimanapun baiknya konsep redistribusi momen, tetapi apabila tidak
terkendali, maka akan memberikan akibat yang tidak baik (buruk). Oleh karena itu
syarat-syarat dalam meredistribusi momen berikut ini harus diperhatikan.
1. Keseimbangan gaya lintang sebelum dan sesudah redistribusi harus tetap dijaga.
∑∑ ++ −−=−−i
jji
jjjj VFVVFV11
2. Jumlah momen balok sesudah redistribusi momen harus sama dengan jumlah
momen sebelum redistribusi dilakukan.
konstanMMM brbb ==Δ+ ∑∑∑
Mb adalah momen balok, ∆ Mb adalah perubahan momen karena redistribusi dan
Mbr adalah momen setelah redistribusi.
24
3. Secara praktis redistribusi momen ∆ Mb tidak boleh lebih besar dari 30% momen
aslinya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penurunan kekuatan yang sangat
signifikan. Penurunan kekuatan yang signifikan akan menyebabkan terjadinya
premature failure.
Contoh : Redistribusi Momen
Untuk dapat melakukan redistribusi momen, maka hasil analisis struktur harus
sudah ada. Agar proses redistribusi momen dapat dipahami secara baik, maka analisis
struktur akibat beban mati, beban hidup dan beban gempa sebaiknya dilakukan
dengan cara terpisah. Gaya-gaya dalam (internal forces) total yaitu momen, gaya
lintang dan gaya normal diperoleh dengan superposisi atas hasil analisis yang
dilakukan secara terpisah tersebut.
Pada pembahasan di atas telah disampaikan bahwa sebelum dan sesudah
redistribusi maka required strength harus tetap nilainya. Hal ini dapat dimengerti
secara mudah bahwa jangan sampai terdapat loss of strength pada proses redistribusi
momen. Istilah yang dipakai memang redistribusi momen, karena hanya momen lah
yang biasanya dilakukan redistribusi. Apabila tidak terjadi loss of required strength
pada saat redistribusi, maka juga tidak akan terjadi pengurangan gaya lintang.
C. REDISTRIBUSI MOMEN PADA EARTHQUAKE LOAD DOMINATED
Pada bahasan dominasi beban telah diketahui bahwa ada dua kemungkinan
dominasi beban yang mungkin akan terjadi. Pada bahasan redistribusi momen ini
maka pokok akan berkaitan dengan dominasi beban yang pertama yaitu earthquake
load dominated. Kombinasi superposisi momen balok oleh beban mati, hidup dan
gempa adalah sebagai berikut.
Gambar 3.2. BMD Akibat Beban Gravitasi dan Beban Gempa
Pada gambar di atas tampak bahwa untuk earthquake load dominated akan diperoleh
nilai momen negatif yang umumnya jauh lebih besar daripada momen positif.
25
Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut, maka ukuran balok
akan cukup besar untuk mengakomodasi momen negatif, sementara hanya diperlukan
balok yang relatif kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif.
Agar penghematan dapat dicapai, maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa
dimungkinkan adanya redistribusi momen. Redistribusi momen yang dimaksud
dilakukan dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.
Diambil dari hasil analisis struktur dari metode Muto (1975), misalnya
redistribusi momen tingkat ke-2. Pengalaman dari beberapa analisis struktur
menunjukkan bahwa momen negatif balok hasil analisis akibat beban mati dan beban
hidup nilainya hampir sama dengan momen negatif balok pada elemen jepit-jepit.
Momen positif pada struktur simple
beam adalah,
2
81 QLM =+
Momen negatif balok jepit-jepit
adalah,
2
121 QLM =−
Gambar 3.3. BMD Akibat Beban Gravitasi
Momen total adalah superposisi diantaranya (menjadi fixed end moment).
Momen hasil analisis struktur pada prakteknya hampir sama dengan momen
superposisi tersebut. Oleh karena itu momen FEM tersebut dapat dipakai untuk
keperluan redistribusi momen. Apabila intensitas beban terbagi rata Q = 3 t/m dan
bentang balok L = 8 m, maka M+ = 248.3.81 2 = tm dan M- = 168.3.
121 2 = tm.
26
a)
b)
c)
d)setelah redistribusimomen
24
16
MD+L
MD+L
9.56 12.5
9.56 47.876 12.5 50.816
Gambar 3.4. Superposisi BMD Earthquake Load Dominated
Pada gambar c) tampak bahwa momen positif maksimum M+ = 18,816 tm,
sementara M- = 50,816 tm. Perbedaan antara keduanya sangat besar, oleh karena itu
kalau tidak dilakukan redistribusi momen maka desain elemen tidak efisien. Total
required strength balok menurut gambar c) adalah,
tm M t 384,133816,50876,15876,47816,18 =+++=
Setelah dilakukan redistribusi momen, maka required strength harus tetap
nilainya, atau Mt = 133,384. Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa redistribusi
momen tidak boleh lebih dari 30%. Batas tersebut berarti bahwa momen maksimum
∆M = 30% x 50,816 = 15,245 tm. Misalnya dipakai ∆M =12,5 tm (24,6% < 30%),
sehingga
−+
−
>=×−
=
=−=
M50% tm M
tm M
376,282
)316,382(384,133316,385,12812,50
27
a)
b)
c)
d)setelah redistribusimomen
D. REDISTRIBUSI MOMEN PADA GRAVITY LOAD DOMINATED
Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa pada gravity load dominated
persoalannya berbeda dengan earthquake load dominated, khususnya dalam hal
redistribusi momen. Redistribusi momen khusus untuk gravity load dominated agak
rumit tetapi akan menghasilkan desain yang efisien. Dapat saja dipakai redistribusi
momen dengan cara biasa, tetapi hasilnya kurang efisien. Redistribusi momen pada
tingkat ke-2 dengan cara biasa dan memakai hasil ME pada daerah gempa 3 akan
menghasilkan bidang momen seperti gambar c). Apabila cara tersebut dipertahankan,
maka ada kemungkinan momen positif lapangan akan lebih besar dari pada momen
negatif.
Oleh karena itu redistribusi momen dilakukan sedemikian rupa sehingga M+lap
akan mendekati M-. Pada gambar c) tersebut M+lap = 11,52 tm. Misal diambil ± 20%
redistribusi momen ∆M = 6,5 tm, maka :
tm M t 116,68532,33526,32526,0532,1 =+++=
−+
−
<<=×−
=
=−=
M50% tm M
tm M
026,72
)032,272(116,68032,275,6532,33
Maka diambil momen positif lapangan : tm M 02,185,652,11 =+=+
24 24
16 16
Gambar 3.5. Superposisi BMD Gravity Load Dominated
28
E. MOMEN MUKA KOLOM
Setelah digambar akan tampak seperti pada gambar d). Gambar tersebut
adalah momen pada as kolom. Padahal momen yang dipakai untuk desain adalah
momen balok pada muka kolom. Oleh karena itu momen negatif M- = 38,316 tm
masih akan berkurang cukup signifikan, sedangkan momen positif M+ = 28,376 tm
tidak akan berubah banyak. Cara memperoleh momen balok ditepi muka kolom
adalah :
L
a
Gambar 3.6. BMD As Kolom
2
)(4l
alfaxi−
= )( 21' MM
laxi +=
2
)(4l
blfbxa−
= )( 21' MM
lbxa +=
Bila : m a 3,0= m l 8= tm Qlf 2481 2 ==
m b 35,0= tm M 376,281 = tm M 316,382 =
2)(..4
LaLafxi
−=
2
)(..4L
bLbfxa−
=
( )21' MMLaxi +=
( )21' MM
Lbxa +=
29
maka :
2
)(4l
alfaxi−
= = 28)3,08(3,0.24.4 − = tm 465,3
2
)(4l
blfbxa−
= = 28)35,08(35,0.24.4 − = tm 0163,4
)( 21' MM
laxi += = )316,38376,28(
83,0
+ = tm 501,2
)( 21' MM
lbxa += = )316,38376,28(
835,0
+ = tm 918,2
tm xxMM ii 4304,29465,3501,2376,28'1 =+−=+−=+
tm xxMM aa 5047,310163,4918,2316,38'2 =−−=−−=−
Maka : tm M u 5047,31=−
tm M u 4303,29=+
Apabila contoh cara Muto tersebut untuk bangunan biasa, yaitu I = 1 dan terletak di
daerah gempa 3 di atas tanah lunak, maka nilai C = 0,07
sehingga Vt = C . I . K . W = 0,07 . 1 . 1. 275,2 = 19,264 t.
Dengan cara yang sama, maka momen akibat beban gempa adalah seperti pada
Gambar 3.7.
Gambar 3.7. BMD
30
Sendi-sendi plastik ELD Sendi-sendi plastik GLD
Momen balok di tepi muka kolom :
Seperti contoh sebelumnya akan diperoleh
)( 21' MM
lbxa += = )032,27032,7(
835,0
+ = tm 490,1
2
)(4l
blfbxa−
= = 28)35,08(35,0.24.4 − = tm 0163,4
tm M 526,210163,449,1032,27 =−−=−
tm M lap 02,18=+
31
BAB IV PROSES DESAIN MENURUT KONSEP
CAPACITY DESIGN Penerapan desain kapasitas yang dimaksud dalam hal ini adalah penerapannya
pada portal terbuka (open frame). Dengan memakai prinsip desain kapasitas, maka
hierarki kerusakan struktur akan terkendali sebagaimana terjadi pada konsep “beam
say mechanism”. Disamping itu, proses disipasi energi pada sendi-sendi plastis
diujung-ujung balok akan terjadi secara baik karena tempat-tempat tersebut didetail
secara baik agar berperilaku daktail. Perlu diketahui bahwa disipasi energi pada
konsep ini hanya diperbolehkan pada ”inelastic bending deformation” akibat beban
dinamik bolak-balik.
Urutan proses desain adalah sebagai berikut (Paulay and Priestley, 1992) :
1. Desain Balok Lentur
Langkah-langkah yang telah dibahas pada redistribusi momen adalah dalam
rangka menentukan ”ultimate required beams flexure strength atau Mb,u.
Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa momen yang dipakai sebagai dasar
desain (Mu) adalah momen balok pada tepi muka kolom.
2. Desain Tulangan Geser Balok
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa disipasi energi hanya diharapkan pada
”inelastic bending deformation” pada ujung-ujung balok. Hal ini berarti bahwa
pada prinsip desain kapasitas, tidak diperbolehkan mengandalkan disipasi energi
dari ”inelastic shear deformation”. Dengan kata lain balok tidak boleh rusak oleh
gaya geser. Oleh karena itu perlindungan terhadap rusak geser menjadi sangat
penting.
32
P
δ
P
δ
Shear DominatedFlexural DominatedPinching EffectStrength Degradation
P
T
P
P
efek gaya aksial
Gambar 4.1. Histeretic Loops
Pada non strength degradation flexural dominated element, maka luasan histeretik
loop cukup besar dan tidak terjadi penurunan kekuatan. Pada kondisi ini disipasi
energi berlangsung dengan baik. Sebaliknya pada ”shear dominated element”
luasan histeretik loop relatif kecil, sehingga disipasi energi tidak dapat diandalkan
pada peristiwa ini. Hal tersebut dipertegas bahwa rusak geser umumnya terjadi
secara tiba-tiba.
3. Desain Kolom
Pada konsep desain kapasitas, desain kolom akan bersangkut secara erat dengan
kapasitas balok. Hal ini terjadi karena adanya hierarki kerusakan/kekuatan struktur
agar terjadi ”strong column weak beam”. Pada prinsip tersebut secara hierarki,
kekuatan kolom harus lebih besar dari pada kekuatan balok. Untuk itu kekuatan
maksimum balok harus diketahui terlebih dahulu. Dalam hal ini ”beam
overstrength factor Øo” dipakai sebagai faktor pengali dari ”ultimate required
strength Mu” ke ”strength capacity Mo”.
4. Desain Tulangan Geser Kolom
Pada gambar dibawah tampak bahwa gaya aksial (seperti pada kolom) cenderung
mengakibatkan struktur kurang daktail/mengakibatkan degradasai kekuatan. Pada
kolom tingkat dasar, beban aksialnya maksimum, padahal pada ”strong column
weak beam”, sendi plastis akan terjadi pada ujung bawah kolom tingkat dasar.
Oleh karena itu confinement pada tempat tersebut sangat diperlukan. Diameter
33
sengkang dan jarak sengkang s harus didesain sedemikian rupa sehingga
”buckling” tulangan memanjang tidak terjadi. Apabila demikian sifat daktail pada
sendi-sendi plastis dapat dicapai.
Gambar 4.2. Pola Sendi Plastis pada Bangunan
5. Desain Beam Column Joint
Diawal pembahasan Reinforce Concrete frame telah disampaikan bahwa sifat
”statically indeterminated structure” akan dapat dipertahankan apabila joint tetap
kaku/monolit selama terjadinya deformasi inelastik pada balok. Pada beam
column joint akan terjadi gaya geser yang besar sebagai akibat dari momen-
momen balok dan kolom. Adanya ”diagonal compression” akibat adanya
momen-momen balok dan kolom akan berusaha memecahkan joint secara
diagonal. Hal ini akan diperparah oleh adanya gaya aksial kolom. Oleh karena itu
tulangan geser horisontal pada joint akan sangat diperlukan untuk menahan gaya
geser tersebut. Sifat penahanan oleh balok kiri dan kanan joint akan berkurang
karena diujung-ujung balok tersebut telah terjadi sendi-sendi plastis.
Sendi Plastis
STRONG COLUMN WEAK BEAM”BEAM SWAY MECHANISM”
34
Gambar 4.3. Gaya yang Bekerja Pada Joint Balok Kolom
35
ε
ε
ε
BAB V DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP
A. TEORI DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP
Desain balok tulangan rangkap yang dimaksud adalah menentukan ukuran balok,
jumlah, komposisi dan penempatan tulangan sedemikian rupa sehingga mampu
menyediakan kekuatan yang lebih besar atau sama dengan kebutuhan kekuatan.
Mengingat pada beban gempa arah beban dapat bolak-balik maka komposisi tulangan
untuk menahan momen negatif dan momen positif harus diatur sedemikian rupa
sehingga memenuhi persyaratan SKSNI-1991 Pasal 13. 14. 3. 2. (2) yaitu :
“Kuat momen positif disisi muka kolom tidak boleh kurang dari
½ kuat momen disisi negatif pada tempat yang sama”.
Ketentuan tersebut adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan daktilitas yang salah
satunya adalah daktilitas suatu potongan akan tinggi apabila kandungan tulangan desak
cukup besar.
Review : Kondisi Balance
Gambar 5.1. Gaya-gaya Kopel pada Balok
36
Berdasarkan Gambar, maka akan diperoleh perbandingan,
ycc
b he∈+∈
=∈
hcyc
cb ×
∈+∈∈
=
Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal yaitu :
Cc = Ts
0.85 f’c . β1 . Cb . b = ρb . b . h . fy
ρb = 1..'85.0 β
hc
fycf b
Subtitusi nilai Cb kedalam persamaan, akan diperoleh :
h
hm yc
cb
1...1 βρ∈+∈
∈=
yc
cb m ∈+∈
∈= .1βρ ,
cffym
'.85.0=
Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal,
Cc = Ts
0.85.f’c . a . b = As . fy
0.85 f’c . a . b = ρ.b.h . fy
a = hcf
fy .'85.0
ρ
Momen yang dapat dikerahkan oleh gaya-gaya,
Mn = Ts ( h-a/2)
= ρ.b.h.fy ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
− hcf
fyh .2
.'85.0
ρ
= ρ.b.h.fy.h ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ − m.
211 ρ
= ρ.b.h2.fy ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ − m.
211 ρ
Mn = R.bh2
R = ρ.fy ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ − m.
211 ρ
37
Contoh :
Misalnya dihitung bρ untuk kombinasi f’c = 20 Mpa (205 kg/cm2) dengan mutu baja
fy = 400 Mpa (4080 kg/cm2). Nilai 1β = 0,85; dan εc = 0,003; Es = 2,1 x 106 kg/cm2.
Penyelesaian :
4146,2320585,0
4080'85,0
===xcf
fym
εy = 001943,0101,2
40806 ==
xEsfy
02203,0001943,0003,0
003,0.4146,2385,0
=+
=bρ (2,203 %)
38
Gambar 5.2. Flow chart perhitungan balok bertulangan rangkap
Mulai
Mu dari data analisis yang sudah
diredistribusi
c
y
ff
'.85,0m =
d'dhb.RMd
n
n2
+=
=
h > 2b Tidak
Ya
Rn1 = (0,3 s/d 0,8). Rn
Dari persamaan kuadrat didapat hasil aDengan
Mn1 = Rn. b. d2
( )/2d .b .0,85.Mn1 aaf'c −=
y
c
f. af' b .0,85.As1 =
φAAn s1
1 =
φ.AnA 1s1.ada =
.b0,85..A
' s1.ada
c
y
f'f
a =
2)b.(d . 0,85.'M n1 a. a'f'c −=
Mn2 = Mn – Mn1'
φAAn s2
2 =
Tulngan tarik = n1 + n2
Tulngan tekan = n2
As ada > 50% A’s.ada
Selesai
Tidak
Ya
)d'.(dMA n2
s2 −=
yf
.m) .ρ21.(1ρ.R n −= yf
dengan : f’c < 30 MPa ~ ß1 = 0,85 f’c > 30 MPa ~ ß1 = 0,85-0,008(f’c-30) > 0,65
→+
= .Eε
.Eε..β0,85.ρsc
sc1b
yy
c
fff'
yf4,1ρ
ρ 0,75.ρ
min
bmax
=
=
39
Gambar 5.3. Flow chart momen tersedia pada balok
Mulai
Tetapkan hasil perhitungan tulangan
memanjang balok
.b0,85.).A'-(A s.adas.ada
c
y
f'f
a =
Belum leleh Sudah leleh
)d'(d . .A'M)2(d b. .0,85.M
s.adan2
n1
−=−=
y
c
fa. af'
Dari persamaan kuadrat didapat hasil aDengan :
sc.Eεc
d'c' −=sf
1
cβa
=
)d'(d .' .A'M)2(d b. .0,85.M
s.adan2
n1
−=−=
s
c
fa. af'
Mn = Mn1 + Mn2
Selesai
Tidak Ya
b .0,85..Eεd'.A'.A sc1
s.adas.ada . af'a
af cy +⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=β
lelehaa ≥
yleleh f
a−
=sc
1sc
.Eεd'..Eε β
40
ε
ε
B. PERHITUNGAN TULANGAN RANGKAP BALOK
Kembali ke hasil redistribusi, misalnya yang akan didesain adalah balok tengah
dengan Mu- = 760 kNm (77,52 tm) dan Mu+ = 548 kNm (56,896 tm).
Gambar 5.4. Potongan dan Gaya-gaya Kopel pada
Balok Tulangan Rangkap
Dipakai f’c = 22,5 MPa (229,5 Kg/cm2), fy = 400 MPa = 4080 Kg/cm2
Es = 2100000 Kg/cm2, β = 0,85 , εc = 0,003
Dipakai tulangan pokok D25, Ad =41 x π x (D)2 =
41 x π x (2,5)2 = 4,908 cm2,
Tulangan sengkang P10, selimut beton = 4 cm
d = Pb + Ø tulangan sengkang + Ø tulangan pokok + ½ . jarak antar tulangan
= 4 + 1 + 2.5 + (½ x 2,5) = 8,75 cm ,
d’ = 4 + 1 + (½ x 2,5) = 6,25 cm
εy = Esfy = 0,001943.
• Mengestimasikan ukuran balok
2.. hbRMum=
φ
→ semuanya dapat dilihat di Struktur Beton I
m = cfx
fy'85,0
=5,22985,0
4080x
= 20,915
ρb = mβ x
yccεε
ε+
= 9150,2085,0 x
001943,0003,0003,0
+ = 0,0247
41
ρm = 0,75 ρb = 0,75 x 0,0247 = 0,0185
Rb = ρb x fy x (1 - (0.5 x ρb x m))
= 0,0247 x 4080 x (1 – (0,5 x 0,0247 x 20,915))
= 74,67 Kg/cm2
Rm = 0,75 x Rb = 0,75 x 74,67 = 56 Kg/cm
Mn = Rm x b x h2 ; h = 2b
8,01052,77 5x = 56 x b x b2
9690000 = 224 x b3
b = 3
2249690000 = 35,103 cm
dipakai :
b = 35 cm
h = 68,75 cm
ht = h + d = 68,75 + 8,75 = 77,50 cm
h’= ht – d’ = 77,5 – 6,25 cm
1. Komponen Tulangan Sebelah
Karena Mu+ 72% dari Mu-, maka nilai itu jauh melebihi 50% Mu-. Oleh karena
itu dipakai R1 cukup kecil.
Misal dipakai R1 = 0,2 Rb = 0,2 x 74,67 = 14,934 kg/cm2
M1 = R1.b.h2 = 14,934 x 35 x (68,75)2 = 24,7053 tm = 2470526,95 Kg cm
M1= 0,85 f’c .a .b .(h – a/2)
2470526,95 = 0,85 x 229,5 x a x 35 x (68,75 – a/2)
2470526,95 = (0,85 x 229,5 x 35 x 68,75) – (2
35 x 229,5 x 0,85 )
2470526,95 = 469399,2188 a – 3413,8125 a2
3413,8125 a2 – 469399,2188 a + 2470526,95 = 0
3413,81252470526,95 + a 8469399,218 - a2 3413,8125
a2 -137,5a + 723,6856 = 0
a = a
cabb.2
)..4()( 2 −±−
42
a = 12
)6856,72314()5,137(5,137 2
xxx−−
= 5,4817 cm
c = 1
aβ
= 0,85
5,4817 = 6,449 cm
εs = c
dc '− x εc = 449,6
25,6449,6 − x 0,003 = 9,26.10-5 < 0,001943
→ Baja desak belum leleh
Cc = 0,85 x 229,5 x 5,4817 x 35 = 37426,9919 Kg
Ts1 = Cc = As1 x fy
As1 = fy
Cc = 4080
9199.37426 = 9,1732 cm2
n1 = AdAs1 =
908.41732,9 = 1,87 ≈ dipakai 2 buah → 2 D25
As1 = 2 x 4,908 = 9,816 cm2
Ts1 = As1 x fy = 9,816 x 4080 = 40049,28 Kg
Ts1 = Cc = 0,85 f’c .a .b → a = bcf
Ts.'85,0
1 = 355,22985,0
28,40049xx
= 5,865 cm
M1 = Cc.(h-(a/2))
= 0,85 x 229,5 x 5,865 x 35 x (68,75–(5,865 /2)) = 2635897,87 Kg cm
c = a/β = 5,8657/0,85 = 6,90 cm
εs = c
dc '− x εc = 9,6
25,69,6 − x 0,003 = 0,000282 < 0,001943
→ Sekali lagi baja desak belum leleh
2. Komponen Tulangan Rangkap
M2 = Mn – M1 = (96.9 x 105) – (26.3589 x 105) = 7054110 Kg cm
Untuk sementara tulangan desak dianggap leleh dulu, yaitu untuk menentukan
jumlah tulangan rangkap.
Ts2 = Cs = '
2
dhM−
= 25,675,68
7054110−
= 112865,76 Kg
Ts2 = As2 x fy
43
6D25
8D25
penulangan rangkap
tul. rangkaptul. sebelah
62
ε
εε
As2 = fy
Ts2 = 4080
76,112865 = 27,6631 cm2
n2 = AdAs2 =
908,46631,27 = 5,6363 buah → dicoba dipakai 6 buah → 6 D25
Sehingga :
Kontrol jarak antar tulangan :
S = 11
1)(2−
−+−cobalapisn
pokoktulanganxcobalapisnsengkangPbbalokb φφ >2,5
Misal dipakai n 1 lapis = 4
S = 14
5,2.4)14(235−
−+− = 3
15 = 5 cm > 2,5 cm → Ok!
Karena tulangan desak belum leleh maka dengan susunan tulangan seperti itu
akan dianalisis, apakah dapat menyediakan kuat lentur nominal yang memenuhi
kebutuhan.
3. Kontrol Kuat Lentur Momen Negatif
Analisis Balok Tulangan Rangkap dengan Baja Desak Belum Leleh
Gambar 5.5. Desain Balok Tulangan Rangkap dan
Gaya-gaya yang Terjadi
44
Keseimbangan gaya-gaya horisontal
Ts1 + Ts2 = Cc + Cs
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . fs
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . εs . Es
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ x a
dxxa 'β x εc x Es
(8x4,908)x4080 = (0,85x229,5xax35)+(6x4,908)xa
xax 25,685,0 x0,003x2100000
160197,12 = (0,85x229,5xax35) +
axa 2100000) 003,0 x 6,25 x 0,85 x 4,908x6( 2100000) x 0,003 x 4,908x(6 −
160197,12 = 6827,625 a + a
a 75,9855874,185522 −
6827,625 a + (185522,4 - 160197,12)a – 985587,75 = 0
Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,
a2 + 3,7092 a – 144,3529 = 0
a = 12
)3529,14414()7092,3(7092,3 2
xxx++−
= 10,3023 cm
c = βa =
85,03023,10 = 12,1204 cm
εs = c
dc '− x εc = 1204,12
25,61204,12 − x 0,003 = 0,00145 < 0,001943 = ɛy
→ εs = 0,00145 < 0,001943, maka betul “Baja desak belum leleh”
fs = εs x Es = 0,00145 x 2100000 = 3051,3448 Kg/cm2
Momen nominal yang dapat dikerahkan :
M1 = 0,85 x f’c x a x b (h -2a )
= 0,85 x 229,5 x 10,3023 x 35 x (68,75–(2
10,3023 ))
= 4473558,439 kg cm
= 44,735 tm
45
M2 = As’ x fs x h–d’
= (6 x 4,908) x 3051,3448 x (68,75 – 6,25)
= 5616000,104 kg cm
= 56,16 Tm
Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2
= 44,735 + 56,16
=100,8955 tm
Mu = Ф.Mn = 0,8 x 100,8955 = 80,7164 tm > 77,52tm
→ Desain tulangan momen negatif sukses.
4. Kontrol Kuat Lentur Momen Positif
Dalam hal ini 6 D25 akan berfungsi sebagai tulangan tarik dan 8 D25 berganti
posisi menjadi tulangan desak. Kondisinya akan sama dengan diatas yaitu
analisis balok tulangan rangkap dengan tulangan desak belum leleh.
Gambar 5.6. Desain Balok Tulangan Desak Belum Leleh
Keseimbangan gaya-gaya horisontal :
Ts = Cc + Cs
As’ x fy = 0,85 f’c .a .b + As x a
dxxa β x εc x Es
(6x4,908)x4080 =(0,85x229,5xax35)+(8x4,908)x a
xax 75,885,0 x0,003x2100000
120147,84 = (0,85x229,5xax35) a +
axxxxxaxxx )2100000003,075,885,0908,48()2100000003,0908,48( −
120147,84 = 6827,625 a + a
a 8,18397632,247363 −
ε
εε
dianggap tetap 6,25 cm
Umumnya baja desak belum leleh
46
6827,625 a + (247363,2 - 120147,84) a – 1839763,8 = 0
Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,
a2 + 18,6324 a – 269,4588 = 0
a = 12
)4588,26914()6324,18(6324,18 2
xxx++−
= 9,5584 cm
c = βa =
85,05584,9 = 11,2451 cm
εs = c
dc − x εc = 2451,11
75,82451,11 − x 0,003 = 0,00066 < 0,001943 = ɛy
→ betul “Baja desak belum leleh”
fs = εs x Es = 0,00066 x 2100000 = 1397,9056 Kg/cm2
Momen nominal yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil
momen terhadap baja tarik.
M1 = 0,85 x f’c x a x b (h’-2a )
= 0,85 x 229,5 x 9,5584 x 35 x ( 71,25–(2
9,5584 ))
= 4337962,22 kg cm
= 43,38 tm
M2 = As x fs x h’–d
= (8 x 4,908) x 1397,9056 x (71,25 – 8,75)
= 3430460,34 kg cm
= 34,304 tm
Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2
= 43,38 + 34,304
= 77,684 tm
Mu = Ф x Mn = 0,8 x 77,684 = 62,1473 tm > 56,896 tm
→ Desain tulangan momen positif juga sukses!.
→ Desain balok tulangan rangkap “ SUKSES “
47
Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan
hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.
8,5 m 5,5 m 7,5 m
3 4 3 1 2 1 5 6 5
Pot-3 Pot-4 Pot-1 Pot-2 Pot-5 Pot-6
7 D25 3 D25 8 D25 4 D25 8 D25 4 D25
4 D25 3 D25 6D25 4 D25 4 D25 3 D25
48
Bending Momen Diagram (BMD) Satuan kN-m
Momen Akibat Beban Mati (MD) Momen Akibat Beban Hidup (ML)
Gambar 5.7. BMD Akibat Beban Gravitasi
49
495.0
496.5
619.9
625.4
34.0 464.5
463.6 511.2
511.742.0
621.4
621.3
546.5
547.5
50.0
368.6
370.0
432.2
432.6
37.0 348.2
347.3 376.9
377.545.0
430.1
430.1
401.0
402.1
53.0
196.2
197.5
200.6
200.7
39.0 187.9
187.1 197.2
240.747.0
199.7
199.9
207.5
208.8
55.0
267.4 243.1
730.3773.7
547.4
764.2 760.5719.4
354.2 378.6
770.1
544.8
119.71 138.4
591.88655.8
384.12
559.9 561.4 565.9
226.2 213.2
630.0
341.8
70.424.7
419.4483.8
109.9
311.4 319.4 417.8
41.9 1.7
435.4
100.2
Momen Akibat Beban Gempa Kiri (ME) Momen Akibat Beban Kombinasi
1,05 (MD+ML+ME)
Gambar 5.8. BMD Akibat Beban Gempa dan Kombinasi
50
267.4 243.1
730.3773.7
547.4
764.2 760.5719.4
354.2 378.6
770.1
544.8
337
670670 (-13.4 %)
548
760
371 371548337 174.8
320 320760 (-0.5 %)
137.9 136.3
53.4
740 (-4 %) 740
247.7230.4134.2
Hasil Redistribusi Momen Digunakan kombinasi pembebanan yang kritis, yaitu 1,05 (MD+ML+ME)
Lantai 2 Momen Awal
Momen Desain
• Untuk bentang kiri
Diambil Mu- = 670 KNm
Mu+ = ( ) ( )
267021,2434,2673,7307,773 ×−+++ = 337 KNm
• Untuk bentang tengah
Diambil Mu- = 760 KNm
Mu+ = ( ) ( )
276023,5144,5475,7602,764 ×−+++ = 548 KNm
• Untuk bentang kanan
Diambil Mu- = 740 KNm
Mu+ = ( ) ( )
274026,3782,3641,7704,719 ×−+++ = 371 KNm
51
119.71 138.4
591.88655.8
384.12
559.9 561.4 565.9
226.2 213.2
630.0
341.8
192.9
560 (-5.4%)560 (-14.6 %)
345.6
560
272.2 272.2345.6192.9 175.2
339.2 285.6560133.9 138.6
54.2
545
263.7214.0134.4
545 (-14%)
280 280
Lantai 5 Momen Awal
Momen Desain
• Untuk bentang kiri
Diambil Mu- = 560 KNm
Mu+ = ( )
256028,1505 ×−
= 192,9 KNm < 50% Mu-
Dipakai Mu+ = 280 KNm
• Untuk bentang tengah
Diambil Mu- = 560 KNm
Mu+ = ( )
256022,1811 ×−
= 341,8 KNm > 50% Mu-
• Untuk bentang kanan
Diambil Mu- = 545 KNm
Mu+ = ( )
254523,1635 ×−
= 272,2 KNm > 50% Mu-
52
70.424.7
419.4483.8
109.9
311.4 319.4 417.8
41.9 1.7
435.4
100.2
360360 (-25.5%)
140.5
280 (-12.3%) 280
140.5180180 172.6
350.4 280.22222
180 180
360 360274.5208.4
131.9127.9 138.4
57.688.488.4
Lantai 7 Momen Awal
Momen Desain
• Untuk bentang kiri
Diambil Mu- = 360 KNm
Mu+ = ( )( )
27,244,7036028,483 −−×+
= 22,0 KNm < 50% Mu-
Dipakai Mu+ = 180 KNm
• Untuk bentang tengah
Diambil Mu- = 280 KNm
Mu+ = ( )2
28029,840 ×− = 140,5 KNm > 50% Mu-
• Untuk bentang kanan
Diambil Mu- = 360 KNm
Mu+ = ( )
236024,4358,417 ×−+
= 88,4 KNm < 50% Mu-
Dipakai Mu+ = 180 KNm
53
Sendi Plastis
STORNG COLUMN WEAK BEAMBEAM SWAY MECHANISM
σ
εHASIL UJI
TEGANGAN-REGANGAN BAJA
BAB VI MOMEN KAPASITAS BALOK
A. TEORI MOMEN KAPASITAS
Pada tabel diatas beberapa kali tertulis istilah Mkap yang sebenarnya adalah
singkatan dari “Momen Kapasitas”. Momen kapasitas ini diperlukan pada desain
bangunan yang menggunakan prinsip daktilitas penuh. Pada prinsip tersebut proses
desain harus menggunakan capacity design method, yang pengertian maupun urutan-
urutan desainnya telah disampaikan sebelumnya.
Pada desain kapasitas, kekuatan elemen-elemen struktur dikehendaki menurut
hierarki tertentu. Dengan memakai pendekatan strong column weak beam, maka
kolom harus memiliki kekuatan yang lebih besar daripada balok. Pada kondisi seperti
itu maka balok akan mengalami kerusakan (terbentuknya sendi plastis) terlebih
dahulu sebelum sendi plastis pada ujung dasar kolom terbentuk. Proses disipasi energi
dengan terbentuknya sendi-sendi plastis dibalok merupakan mekanisme disipasi
energi yang dikehendaki pada struktur daktail.
Gambar 6.1. SCWB dan Diagram σ-ε Baja Tulangan
Agar kolom dapat direncanakan lebih kuat daripada balok, maka terlebih
dahulu harus diketahui kekuatan balok maksimum. Untuk itu perlu ditinjau kembali
mengenai diagram tegangan-regangan baja tulangan seperti tampak pada gambar.
Sebagaimana diketahui bahwa setelah leleh maka kekuatan baja masih dapat
54
τ
ε
300 MPa
400 MPa
500 MPa
meningkat pada peristiwa yang umumnya disebut strain hardening. Apabila tegangan
saat leleh adalah fy, maka tegangan maksimum fu akan lebih besar lagi (fu > fy).
B. OVERSTRENGTH FACTOR, Ø0
Rasio antara fu terhadap fy diatas kemudian disebut sebagai strain hardening
overstrength factor (Ø1). Selain dari strain hardening effect, maka suatu hal yang
harus diperhatikan adalah kemungkinan lebih tingginya tegangan leleh aktual
terhadap tegangan leleh baja yang dipakai pada saat mendesain (specified yield
stress). Apabila demikian, maka rasio antara keduanya biasa disebut sebagai yield
overstrength factor (Ø2). Dengan demikian overstrength factor (Ø0) adalah,
210 ØØØ +=
Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa nilai Ø1 akan bergantung pada
kualitas dan kebiasaan produk suatu negara. Dengan demikian nilai Ø1 akan bersifat
lokal negara. Nilai Ø1 kemungkinan akan berbeda antara negara yang satu dengan
yang lain.
Tipikal diagram tegangan-regangan
baja tulangan adalah seperti yang
tampak pada gambar disamping.
Semakin tinggi tegangan baja,
maka :
1. Regangan maksimum
semakin besar,
2. Panjang yield plateau
semakin pendek,
3. Nilai Ø1 semakin besar.
Oleh karena itu Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh bahwa :
Untuk fy = 275 MPa, Ø1 = 1,15
Untuk fy = 400 MPa, Ø1 = 1,25
Gambar 6.2. Diagram σ-ε Baja
55
Untuk nilai Ø2 juga akan bergantung pada kebiasaan produk suatu negara. Paulay dan
Priestley (1992) memberikan contoh bahwa nilai tersebut atau Ø2 = 1,15 adalah suatu
nilai yang cukup. Walaupun demikian belum ada penelitian yang mendalam tentang
hal itu. Untuk di Indonesia tampaknya nilai Ø2 = 1,15 akan sulit dicapai. Sesuatu yang
dijumpai di lapangan menunjukkan hasil yang cenderung berlawanan, artinya nilai
specified yield strength umumnya tidak dapat dicapai.
Hasil penelitian Rahmanto dan Sriharjo (1999) terhadap baja tulangan yang
beredar di Yogyakarta menunjukkan bahwa nilai Ø1 berkecenderungan menurun
untuk diameter tulangan yang semakin besar. Hubungannya dengan tegangan leleh
menunjukkan bahwa nilai Ø1 = 1,4 dapat dicapai. Nilai Ø1 sementara justru tidak
dipengaruhi oleh tegangan leleh fy. Hal ini tentu saja tidak sama dengan nilai-nilai
yang sama oleh Paulay dan Priestley (1992) dan juga tidak sama dengan SK-SNI
1991.
Hasil penelitian Subagio (2001) terhadap baja tulangan polos (BJTP) juga
menunjukkan hasil yang justru berlawanan dengan SK-SNI 1991. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa Ø1 justru mengecil pada tegangan leleh baja polos yang
semakin tinggi (Ø1 menurun pada fy yang semakin tinggi). Sementara hubungan
antara Ø1 dengan diameter baja tulangan yang diperoleh berbeda dengan hasil
penelitian Rahmanto dan Sriharjo (1999). Nilai Ø1 justru cenderung independen
terhadap diameter tulangan. Kesamaan dari kedua penelitian tersebut adalah bahwa Ø1
cenderung konstan dan bahkan mengecil pada nilai fy yang semakin tinggi. Hal inilah
yang berbeda dengan SK-SNI 1991 sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.
Gambar 6.3. Diagram Nilai-nilai Ø1
56
ε
ε
ε
ε
ε
C. MOMEN KAPASITAS PADA MOMEN NEGATIF
Berdasarkan data dari analisis struktur, momen negatif umumnya lebih besar
dari momen positif. Setelah didesain, misalnya dipakai komposisi tulangan adalah
seperti gambar.
Gambar 6.3. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Negatif
Kesetimbangan gaya-gaya dari gambar diatas adalah,
CcTcTs +=
bacffAsfAs kykyk ..'.85,0'.. ' += dianggap fy’ ≥ fy leleh
bcffAsAs
a ykk .'.85,0
).'( −= fyk = Ø0 . fy nilai ak
Kontrol apakah tulangan desak sudah leleh atau belum,
Esfyc
cdc
≥− ε'
Esfy
a
da
c ≥⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧ −ε
β
β
1
1'
Esfy
ada
c ≥⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ − εβ '.1
( ) afdaEs yc .'.1 ≥− εβ
( ) cyc EsdafEs εβε .'.... 1≥− dibandingkan
yc
c
fEsEsda−
≥ε
εβ.
.'..1 kriteria leleh
ss εε ≥' leleh
57
M1 = zbaf kc )....85,0( '
M2 = )').('.( ' dhfAs y −
Mkap,n = M1 + M2
kapasitas nominal
Ada cara praktis untuk
menghitung Mkap,n , tetapi cara
ini lebih pragmatis :
1. baik untuk teknisi
2. kurang baik untuk mahasiswa
Belum leleh ss εε <' atau yy ff <'
Kembali ke kesetimbangan gaya-gaya
CcTcTs +=
bafEscc
dcAsfAs cyk ...85,0.''. '+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= ε
bafEsca
daAsfAs cyk ...85,0.'.'. '1 +⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= εβ
Didapat persamaan kuadrat dalam a a diperoleh
Esca
daf s ..'.1' εβ
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= M1 = zbafc )....85,0( '
M2 = )').('.( ' dhfAs y −
Mkap,n = M1 + M2
kapasitas nominal
58
Gambar 6.4. Flow chart momen kapasitas balok
Mulai
b .0,85.).A'(A
MPa 400untuk 4,1
MPa 400untuk 2,1
s.ada0s.ada
0
0
c
y
y
y
f'f
a
f
f
−=
≥=
<=
φ
φ
φ
lelehaa ≥
0sc
1sc
.-.Eεd'..Eεφy
leleh fβa =
)d'(d . .A'M)2(d b. .0,85.M
s.adan2
n1
−=−=
y
c
fa. af'
Mkap- = Mn1 + Mn2
sc.Eεc
d'c' −=sf
)d'(d .' .A'M)2(d b. .0,85.M
s.adan2
n1
−=−=
s
c
fa. af'
Mkap- = Mn1 + Mn2
As.ada = A’s.ada
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a
)d'(d . .' .A'M)2(d b. .0,85.M
0s.adan2
n1
−=−=
φs
c
fa. af'
Mkap+ = Mn1 + Mn2
Selesai
Tidak Ya
Tetapkan hasil perhitungan tulangan Memajang balok
b .0,85..Eεd'.A'..A sc1
s.ada0s.ada . af'a
af cy +⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=βφ
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a Dengan :
1
cβa
=
b .0,85..Eεd'.A'.A sc1
s.adas.ada . af'a
af cy +⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=β
50%Mkap-<Mkap
+Tidak
Ya
Tulangan Memanjang
Balok Dirubah
59
ε
ε
ε
ε
ε
D. MOMEN KAPASITAS PADA MOMEN POSITIF
Pada perencanaan bangunan tahan gempa, terdapat suatu ketentuan bahwa
momen tersedia untuk momen positif harus lebih besar dari setengah momen negatif.
Dengan demikian kurang lebih luasan tulangan desak lebih besar dari setengah luasan
tulangan tarik (As’ ≥ 0,5 As).
Gambar 6.5. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Positif
Untuk menghitung momen kapasitas pada momen positif, dapat ditempuh cara yang
sama dengan cara menghitung momen kapasitas pada momen negatif, hanya saja
penempatan tulangannya dibalik. Namun demikian dapat dipastikan bahwa tulangan
desak belum mencapai leleh.
E. CONTOH PERHITUNGAN MOMEN KAPASITAS
1. Momen Kapasitas (Mkap) Momen Negatif
Momen kapasitas didasarkan atas tegangan tarik baja ultimit fo = fy.Øo, yang
mana Øo adalah overstrength factor. Untuk itu akan dihitung momen kapasitas balok
seperti berikut ini.
Gambar 6.6. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Negatif
60
2264,39908,48 cmxAdxnAs ===
2448,29908,46' cmxAdxnAs ===
Diasumsikan tulangan desak sudah leleh, maka berdasarkan kesetimbangan gaya-
gaya horisontal :
CcCsTs +=
baffAsfAs cyy ...85,0'..Ø. 'o +=
35..5,229.85,04080.448,294080.4,1.264,39 a+=
35.5,229.85,0)4080.448,29()4080.4,1.264,39( −
=a
cma 251,1535.5,229.85,0
84,120147968,224275=
−=
cmac 9424,171
==β
ys cc
dc εεε =>=−
=−
= 001943,0001955,0003,0.9424,17
25,69424,17''
baja desak sudah leleh
Cc = 0,85 x f’c x a x b
= 0,85x 229,5 x 15,251 x 35
= 104128,109 kg
Cs = As’ x fy
= 29,448 x x4080
= 120147,84 kg
Momen Kapasitas yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil
momen terhadap garis kerja Ts, sehingga :
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
21ahCcM
= 104128,109 )
2251,1575,68( −
= 634778,599 kg cm
= 63,6478 tm
61
ε
ε
ε
( )'2 dhCsM −=
= 120147,84 )25,675,68( −
= 7509240 kg cm
= 75,0924 tm
Mkap = M1 + M2
= 63,6478 + 75,0924
= 138,7402 tm
Momen nominal tmM n 8955,100= Mkap = MnMn
M kap 375,18955,1007402,138
==
2. Momen Kapasitas (Mkap) Momen Positif
Momen kapasitas momen positif dapat dihitung dengan cara yang sama
dengan penempatan tulangan yang dibalik, yaitu As’ = 39,264 cm2 dan As =
29,448 cm2. Hal ini terjadi karena tulangan bawah (6 D 25) berganti posisinya
menjadi tulangan tarik dan tulangan atas (8 D 25) menjadi tulangan desak. Pada
kondisi demikian, tulangan desak umumnya belum leleh.
Gambar 6.7. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Positif
62
Karena baja tarik mencapai tegangan ultimit (fu = fy.Øo), maka :
976,1682064080.4,1.448,29.Ø. o === yfAsTs kg
aabafCc c .625,682735..5,229.85,0...85,0 ' === kg
ssss Ea
daAsEAsfsAsCs ..'.'.'.'. 1 εβ
ε ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
===
2100000.003,075,8.85,0264,39 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=a
a
aa 80,183976320,247363 −
= kg
Persamaan kesetimbangan gaya-gaya horisontal,
CcCsTs +=
aa
a 625,682780,183976320,247363976,168206 +−
=
6827,625 a + (247363,20 – 168206,976) a – 1839763,8 = 0
08,1839763224,79156625,6827 2 =−+ aa
Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,
a2 + 11,5935 a – 269,4588 = 0
a = 12
)4588,26914()5935,11(5935,11 2
xxx++−
= 11,6118 cm
c = βa =
85,06118,11 = 13,661 cm
ɛs = c
dc − x εc =661,13
75,8661,13 − 0,003 = 0,001078 < < 0,001943 = ɛy
→ “Baja desak belum leleh”
fs = ɛs x Es = 0,001078 x 2100000 = 2264,78 kg/cm2
Cc = 6827,625 . a = 6827,625 x 11,6118 = 79281,7 kg
Cs = As’ x fs = 39,264 x 2264,78 = 88925,88 kg
63
Momen Kapasitas yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil
momen terhadap garis kerja Ts, sehingga :
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
2'1
ahCcM
= 79281,7 )
26118,1125,71( −
= 5188519,503 kg cm
= 51,885 tm
( )dhCsM −= '2
= 88925,88 (71,25 - 8,75)
= 5557867,5 kg cm
= 55,578 tm
Mkap = M1 + M2
= 51,885 + 55,578
= 107,463 tm
Momen nominal, Mn = 77,684 Mkap = MnMn
M kap 383,1684,77463,107
==
Demikianlah momen kapasitas dihitung dan momen kapasitas untuk tingkat yang
lain dapat dicari dengan cara yang sama. Hasil dari desain balok untuk tingkat ke-
1, 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 6.1; tingkat ke-4, 5 dan 6 dapat dilihat pada
Tabel 6.2 dan untuk hasil desain balok tingkat ke-7 dan 8 dapat dilihat pada Tabel
6.3.
64
Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan
hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.
8,5 m 5,5 m 7,5 m
3 4 3 1 2 1 5 6 5
Pot-3 Pot-4 Pot-1 Pot-2 Pot-5 Pot-6
7 D25 3 D25 8 D25 4 D25 8 D25 4 D25
4 D25 3 D25 6D25 4 D25 4 D25 3 D25
Gambar 6.8. Potongan Balok
Apabila hasil desain balok dirangkum, maka akan terlihat seperti Tabel 6.1. berikut.
Tabel 6.1. Hasil Desain Balok Tingkat ke-1, 2 dan 3
No
Balok Bentang
Ukuran
b/ht (cm)
Momen
Tulangan
Momen (tm)
Ultimit Tersedia Kapasitas
1
Kiri
5,7735
Negatif 7 D25 68,34 69,2 119,99
Positif 4 D25 34,374 40,52 79,66
Lapangan 3 D25 - - -
2
Tengah
5,7735
Negatif 8 D25 77,52 80,7164 138,7402
Positif 6 D25 56,896 62,1473 107,463
Lapangan 4 D25 - - -
3
Kanan
5,7735
Negatif 8 D25 75,48 78,5 133,91
Positif 4 D25 37,84 40,51 76,67
Lapangan 3 D25 - - -
65
Momen Negatif Ultimit
Momen Positif Momen Lapangan
Tabel 6.2. Hasil Desain Balok Tingkat ke-4, 5 dan 6
No. Balok Bentang Ukuran b/ht (cm)
Momen Tulangan Momen (tm) Ultimit Tersedia Kapasitas
1. Kiri 7030
Negatif 7 D25 57,12 60,38 103,63 Positif 4 D25 28,56 35,42 70,86
Lapangan - - - -
2. Tengah 7030
Negatif 7 D25 57,12 60,38 103,63 Positif 4 D25 35,26 35,42 70,86
Lapangan - - - -
3. Kanan 7030
Negatif 7 D25 55,59 60,38 103,63 Positif 4 D25 27,75 35,42 70,86
Lapangan - - - -
Tabel 6.3. Hasil Desain Balok Tingkat ke-7 dan 8
No. Balok Bentang Ukuran b/ht (cm)
Momen Tulangan Momen (tm) Ultimit Tersedia Kapasitas
1. Kiri 605,27
Negatif 6 D25 36,72 42,18 71,53 Positif 3 D25 18,36 22,05 45,14
Lapangan - - - -
2. Tengah 605,27
Negatif 4 D25 28,56 31,08 52,76 Positif 2 D25 14,34 16,04 27,67
Lapangan - - - -
3. Kanan 605,27
Negatif 6 D25 36,72 42,18 71,53 Positif 3 D25 18,36 22,05 45,14
Lapangan - - - -
Untuk bangunan bertingkat banyak dan bentang balok relatif pendek (± 8m) dan
terletak di daerah gempa relatif besar/tinggi, maka momen-momen maksimum
negatif dan positif umumnya terjadi ditepi-tepi atau ujung-ujung balok.
66
3 4 3 1 2 1 5 6 5
7 D 25
4 D 25
POT - 3 POT - 4
8 D 25
6 D 25
POT - 1 POT - 2
4 D 25
POT - 5POT - 6
8 D 253 D 25
3 D 25
3 D 25
3 D 25
7 D 25
4 D 25
7 D 25
4 D 25Ld Ld
Ld Ld
1/4 L1
1/3 L1 1/3 L1
4 D 25
4 D 25
8 D 25
6 D 25
8 D 25
6 D 25
4 D 25
4 D 25
1/4 L2 1/4 L2
1/3 L2 1/3 L2
4 D 25
3 D 25
1/4 L3 1/4 L3
8 D 25 8 D 25
4 D 25
3 D 254 D 25 4 D 25
1/3 L2 1/3 L2
1/4 L1
Bangunan-bangunan seperti itu adalah bangunan kategori Earthquake
Load Dominated (ELD), atau bangunan kategori ”dominasi beban
gempa”. Kondisi yang sebaliknya adalah bangunan kategori Gravity
Load Dominated (ELD) atau bangunan kategori ”dominasi beban
gravitasi”.
Proses redistribusi momen untuk kedua kategori bangunan tersebut
agak sedikit berbeda, misalnya pada bentang balok di kiri dan kanan
contoh di atas. Untuk momen lapangan umumnya yang menentukan
adalah kombinasi beban U = 1,2 D + 1,6 L.
67
Elemen langsing berdeformasi menurutflexural mode
Elemen gemuk berdeformasi menurutshear mode
BAB VII GAYA GESER BALOK
A. PENGERTIAN
Menurut mekanika, terdapat beberapa macam gaya-gaya dalam yang mungkin
terjadi pada balok. Gaya-gaya dalam (internal forces) yang dimaksud adalah gaya
lentur (flexure) yang mengakibatkan elemen menjadi melengkung/melentur,
kemudian gaya geser atau gaya lintang (shear), gaya aksial yaitu gaya yang sejajar
dengan sumbu batang dan puntir yaitu gaya yang memuntir suatu elemen.
Tidak seperti lentur yang mana suatu elemen akan terlihat melengkung atau
melentur, maka deformasi akibat gaya geser tidak begitu tampak. Oleh karena itu
rusak akibat gaya geser umumnya akan terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya tanda-
tanda atau peringatan dini sebagaimana pada rusak lentur. Mengingat sifatnya seperti
itu, maka rusak geser menjadi jenis kerusakan elemen yang menakutkan dan oleh
sebab itu rusak geser sangatlah dihindari.
Pola kerusakan balok apakah rusak lentur ataukah rusak geser, selain
dipengaruhi oleh beban yang ada juga dipengaruhi oleh kelangsingan elemen. Elemen
yang langsing umumnya akan berdeformasi menurut flexural mode atau deformasi
yang didominasi oleh lentur. Sebaliknya pada elemen yang gemuk, deformasi elemen
akan didominasi oleh shear mode atau berdeformasi menurut geser. Rusak lentur oleh
momen lentur maksimum akan terjadi pada titik yang mana gaya-lintang/gaya
gesernya sama dengan nol. Hal ini berarti bahwa rusak lentur hanya oleh tegangan
lentur, baik tegangan tarik maupun tegangan desak. Dilain pihak, rusak geser dapat
terjadi oleh tegangan geser saja maupun kombinasi antara tegangan geser dan
tegangan lentur.
Gambar 7.1. Deformation Modes
68
Q
L
Vmaks
V = 0
Mmaks
M = 0
M
V
a)
L/2
σ=0
σmaks
L/2
τmaks τ=0
b)
L/2
c)
1
2 3σmaks
τmaks
B. TEGANGAN PADA BALOK
Tegangan yang paling sering terjadi pada balok umumnya adalah tegangan
lentur dan tegangan geser. Tegangan-tegangan tersebut dapat diketahui dengan
mengambil model struktur seperti tampak pada Gambar 7.2. Gambar 7.2.a adalah
deformasi balok susun yang tidak disatukan. Kedua balok saling menggeser satu sama
lain, karena diantara keduanya tidak disatukan.
a. Balok Tidak Menyatu b. Balok menyatu
Gambar 7.2. Tegangan Geser pada Balok
Walaupun tidak terjadi tegangan geser pada balok susun, namun demikian tetap
terjadi tegangan lentur pada balok Gambar 7.2.a. Tegangan lentur σ dapat dihitung
dengan formula sederhana.
x
y
IM
=σ .................................... 7.1
Sedangkan tegangan geser pada balok Gambar 7.2.b dihitung dengan,
bIQV
x ..
=τ .................................... 7.2
Yang mana y adalah jarak dari garis netral sampai serat yang ditinjau, Ix adalah
momen inersia, Q adalah statik momen luasan yang ditinjau terhadap garis netral, b
adalah lebar balok, M adalah momen lentur dan V adalah gaya geser/lintang.
Gambar 7. 3. Gaya Geser dan Lentur
69
L
1
2 3
1 ττ
τ
τ
1'f2
f2
f1
f145°
2τ
τ
τ
τ
σ
σ 2'α
3σ
σ 3'f1
f1α = 0f = σ1
tarik
desak
Gambar 7.3.a) adalah gambar gaya lintang (V) dan bidang momen (M). Pada gambar
tersebut ketika V maksimum, maka M = 0 dan pada saat momen mencapai
maksimum, maka V = 0. Pada suatu titik tertentu terdapat V ≠ 0 dan M ≠ 0. Menurut
persamaan 7.1. ketika momen mencapai Mmaks (tengah bentang), maka ditempat
tersebut mencapai σmaks. Sedangkan menurut persamaan 7.2. pada saat gaya lintang
mencapai Vmaks (di dukungan) maka tegangan geser mencapai τmaks. Distribusi
tegangan lentur dan tegangan geser adalah seperti Gambar 7.3.b).
Apabila diambil suatu elemen seperti tampak pada Gambar 7.3.c) yang mana
bekerja pada elemen tersebut suatu tegangan lentur σ dan tegangan geser τ, maka
menurut mekanika tegangan bidang f dapat dihitung melalui persamaan,
22
42τσσ
+±=f ...................... 7.3.a.
στα 2tan2 1−= ............................. 7.3.b.
Dengan memakai rumus tersebut, maka tegangan bidang pada tiap-tiap elemen dapat
dihitung. Untuk mengetahui tegangan bidang yang terjadi dibeberapa elemen pada
balok, misalnya diambil elemen-elemen seperti tampak pada Gambar 7.4.
Gambar 7.4. Stress Trajoctories
Dengan menggunakan persamaan 7.3. maka tegangan-tegangan bidang elemen 1,2
dan 3 adalah seperti pada Gambar 7.4. Apabila secara keseluruhan digambar, maka
akan menghasilkan stress trajectories seperti tampak pada Gambar 7.4. Tulangan
70
L
Pa
h
desak (C)
gaya tarik (T)
a) Arch/ Truss Action
P
1
23
4
b) Pola Kerusakan
1. Anchorage failure2. Bearing Failure3. Bending Failure4. Arc/Truss Failure
R
diperlukan untuk menghasilkan menahan gaya tarik tersebut, sehingga idealnya
bentuk tulangan adalah seperti tensile stress trajectories, yaitu garis-garis utuh pada
Gambar 7.4.
C. POLA KERUSAKAN BALOK (BEAM MODES OF FAILURE)
Yang dimaksud dalam hal ini adalah pola/jenis kerusakan balok beton yang
utamanya tidak diperkuat oleh tulangan (plain concrete). Apabila balok yang tidak
ada tulangannya kemudian dibebani, maka akan terdapat pola-pola kerusakan yang
sifatnya khusus/spesifik yang umumnya akan bergantung pada dimensi/proporsi
ukuran balok. Untuk membahas hal itu maka diambil model-model balok sebagai
berikut.
1. Balok Tinggi (Deep Beam)
Balok tinggi adalah balok yang apabila rasio antara ha ≤ 1, yang mana a
adalah shear span dan h adalah tinggi efektif balok. Shear span adalah jarak dari
beban terpusat P sampai dengan dukungan. Letak beban terpusat umumnya
diambil standar, yaitu ditengah bentang. Balok tinggi dan pola kerusakannya
adalah seperti tampak pada Gambar 7.5. berikut ini.
Gambar 7.5. Pola Kerusakan pada Deep Beam
Wang dan Salmon (1979) mengatakan bahwa pada deep beam, tegangan
geser menjadi sangat dominan. Karena bentang L relatif pendek terhadap h, maka
momen lentur relatif kecil walaupun beban P cukup besar. Dengan beban P yang
71
P
12 3
4
a
shear compression failure
compression failure
bond failure due to crack
h
cukup besar maka gaya geser akan menjadi besar (gaya lintang besar) dan
tegangan geser akan menjadi besar pula.
Tegangan geser yang besar selanjutnya akan mengakibatkan crack arah
miring/diagonal pada masing-masing ujung balok dekat dukungan. Keseimbangan
gaya-gaya, yaitu antara gaya desak C, gaya tarik T dan reaksi dukungan R
kemudian membentuk arch/truss action. Yang pertama-tama terjadi adalah
lepasnya/slip baja tarik dengan beton diatas dukungan (1). Selanjutnya rusaknya
beton desak di daerah dukungan (2). Dilanjutkan dengan retak lentur (bending
failure) (3), dan terakhir adalah retak/rusaknya beton akibat arch/truss action.
2. Balok Pendek (Short Beam)
Short Beam atau balok pendek adalah balok dengan besaran nilai 1,0 < ha
< 2,5 (Wang dan Salmon, 1979). Balok pendek ini mempunyai perilaku/pola
kerusakan yang hampir mirip dengan deep beam. Mana kala ultimate shear
capacity sudah dilampaui oleh shear stress pada daerah diagonal dekat dukungan,
maka diagonal crack tidak dapat dihindari.
Gambar 7.6. Shear failure pada Short Beam
Kerusakan diawali dengan bond failure atau rusaknya lekatan antara baja
tulangan dengan beton di daerah dukungan (1), lalu rusak desak di daerah
dukungan (2), retak-retak lentur (3) dan rusak geser secara diagonal (shear
compression failure).
72
P
22 1
a
1,5 h
h
Shear compression failure akan terjadi secara tiba-tiba apabila disertai
dengan rusak/remuknya beton desak di bawah beban P (compression failure).
Rusak secara tiba-tiba sangat dihindari pada bangunan tahan gempa.
3. Intermediate Beam
Wang dan Salmon (1979) membuat kategori sebagai intermediate beam
apabila 2,5 < ha < 6,0. Selanjutnya dikatakan bahwa pada intermediate beam,
maka retak yang pertama kalinya adalah retak lentur (flexural crack), kemudian
baru diikuti dengan retak diagonal (inclined flexural-shear crack).
Gambar 7.7. Shear failure pada Intermediate Beam
Namun demikian Nawy (1996) mengatakan bahwa kerusakan yang terjadi
adalah flexural crack, kemudian diikuti dengan bond failure pada tulangan lentur
diatas dukungan. Selanjutnya baru diikuti dengan diagonal crack yang
kejadiannya relatif tiba-tiba.
4. Balok Panjang (Long Beam)
Balok panjang adalah balok dengan besaran nilai ha > 6,0. Pada balok
seperti ini kerusakan balok dimulai dengan lelehnya tulangan tarik dan
remuk/rusaknya beton desak pada momen maksimum. Pada balok tipe ini
tegangan yang dominan adalah tegangan lentur, sedangkan tegangan geser relatif
tidak dominan. Pada retak yang lebih lebar, maka regangan tarik baja akan
bertambah, kemudian balok mengalami lendutan yang cukup besar. Hal ini
sekaligus sebagai warning atau peringatan sebelum balok mengalami keruntuhan.
73
P
1
a
h
2
Gambar 7.8. Flexural Failure
D. KESEIMBANGAN GAYA-GAYA (EQUILIBRIUM OF FORCES)
Sebelumnya telah disampaikan bahwa pola kerusakan balok akan sangat
dipengaruhi oleh ukuran/proporsi balok. Hal tersebut juga sering disebut sebagai size
effect. Balok yang tinggi/gemuk akan berdeformasi menurut shear mode, sedangkan
balok yang panjang/langsing akan berdeformasi menurut flexural mode. Retaknya
beton baik pada shear mode maupun flexural mode akan terjadi apabila concrete
tensile strength sudah dilampaui baik oleh tegangan yang didominasi oleh geser
maupun tegangan yang didominasi oleh lentur, atau oleh kombinasi antara keduanya.
Menurut teori kombinasi tegangan, apabila retaknya beton diakibatkan oleh
dominasi tegangan lentur, maka arah retak akan tegak lurus terhadap sumbu
memanjang balok. Sebaliknya apabila retaknya beton diakibatkan oleh dominasi
tegangan geser (shear mode beam), maka arah retak akan membentuk sudut ± 45o.
Apabila suatu balok retak/rusak karena kombinasi tegangan geser dan
tegangan lentur, maka keseimbangan antara gaya-gaya dalam dan gaya-gaya luar
adalah seperti yang tampak pada Gambar 7.9. Pada gambar tersebut balok dianggap
hanya memiliki tulangan sebelah. Disamping itu gaya lintang eksternal yang bekerja
pada balok dianggap konstan.
74
Pa
h
RA
a) Pola Retak
Vd
T
C
Vci
V
b) Gaya-gaya pada Potongan
Vi
VdT
C
Vci
V
c) Model Patahan dan Gaya-gaya
Vi
Tr
1)
2)
C Vci
V
d) Free Body Diagram
Vi
1)
2)
VdT
e) Truss Analogy
V
Tr
1)
2)
Cr
Gambar 7.9. Keseimbangan Gaya-gaya
Gambar 7.9.a). adalah pola retak suatu balok yang dibebani oleh beban ke
pusat P. Dari reaksi dukungan RA sampai beban P mempunyai gaya lintang V yang
konstan, yaitu :
PRV A −= ............................. 7.4.
Gambar 7.9.b). adalah gaya-gaya yang bekerja pada elemen balok yang patah akibat
kombinasi tegangan lentur dan geser. Pada gambar tersebut T adalah gaya tarik
tulangan lentur. Vd adalah dowel effect, yaitu kemampuan tulangan lentur untuk
melawan gaya lintang. V adalah gaya lintang eksternal menurut persamaan 7.4.
C adalah kekuatan/gaya desak beton desak, Vci adalah gaya geser yang dapat
dikerahkan oleh beton pada bagian yang tidak retak dan Vi adalah gaya geser oleh
suatu ”interlock” atau ikatan/hambatan suatu material (pasir dan kerikil/kricak).
Gaya-gaya tersebut kemudian dimodelkan seperti yang tampak pada Gambar 7.9.c).
75
Gambar 7.9.d). adalah free body diagram dari gaya-gaya yang bekerja pada
model patahan (Gambar 7.9.c). Apabila diperhatikan, maka resultante antara T dengan
Vd akan menghasilkan gaya Tr. Sedangkan gaya-gaya C, Vci dan Vi akan
menghasilkan gaya Cr seperti yang tampak pada gambar tersebut. Gaya Tr akan
bekerja pada garis kerja 1), sedangkan Cr akan bekerja pada garis kerja 2),
sebagaimana disajikan oleh Park dan Paulay (1975).
Akhirnya antara gaya lintang eksternal V, gaya desak Cr dan gaya tarik Tr
akan membentuk keseimbangan sebagai truss analogy seperti yang tampak pada
Gambar 7.9.e). Gaya-gaya yang bekerja pada model patahan balok tersebut adalah
gaya-gaya secara teoritik. Dengan memperhatikan free body diagram (Gambar
7.9.d)), maka persamaan keseimbangan gaya-gaya lintang eksternal V dan gaya-gaya
dalamnya adalah,
diyci VVVV ++= ...................... 7.5.
Yang mana Viy adalah komponen vertikal dari interlock forces Vi. Nilson dan Winter
(1996) mengatakan bahwa gaya-gaya internal Vc, Viy dan Vd secara individual tidak
dapat diketahui/digeneralisasikan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan
penyederhanaan didalam memperhitungkan gaya geser internal yang dapat dikerahkan
oleh bahan beton.
E. PENYEDERHANAAN GAYA GESER INTERNAL
(INTERNAL SHEAR FORCES SIMPLIFICATION)
Telah dibahas sebelumnya bahwa gaya-gaya internal yang dapat dikerahkan
oleh bahan-bahan yaitu Vci, Viy dan Vd umumnya sulit untuk digeneralisasikan secara
pasti nilai-nilainya. Oleh karena itu ketiga kekuatan internal tersebut kemudian
disederhanakan menjadi satu yaitu menjadi Vc. Dengan demikian Vc secara
keseluruhan adalah kekuatan geser yang dapat dikerahkan oleh balok beton dan dowel
action. Selanjutnya Nilson dan Winter (1996) dan Wong dan Salmon (1979)
menyajikan hubungan antara applied shear lawan shear resistance, seperti tampak
pada Gambar 7.10.
76
She
ar re
sist
ance
Apllied shear
inclined crack forms
stirrup yield
loss of interlock effect
Vc
Vc
Vs
Viy
Vd
Vci
Vs
Vs
Gambar 7.10. Redistribusi Internal Shear Forces F
Vci adalah gaya geser pada
beton desak, Vd adalah dowel
force, Viy adalah aggregate
interlock effect, Vs adalah
gaya tarik yang dapat
dikerahkan oleh tulangan
geser dan Vc adalah gaya
geser yang dapat dikerahkan
oleh balok beton secara
praktis.
diyci VVVVc ++= …. 7.6.
Persamaan 7.6 adalah penyederhanaan gaya geser yang dapat dikerahkan oleh
balok beton dan efek dowel. Dalam desain praktis maka bukan Vci, Viy dan Vd yang
dicari, tetapi melalui uji laboratorium nilai-nilai ketiganya dijumlahkan dan diganti
dengan Vc. Hasil-hasil uji laboratorium tersebut menuju pada rumus-rumus empiris
tentang Vc. Rumus-rumus empiris tersebut telah ditulis dalam banyak publikasi
penelitian atau buku-buku referensi.
Nilson dan Winter (1996) mengatakan bahwa nilai Vc dapat diambil konstan
sebagaimana tampak pada Gambar 7.10. Namun demikian nilai Vc akan dipengaruhi
oleh rasio antara gaya lintang Vu dan momen Mu. Didalam SK-SNI 1991 dapat
dipakai nilai Vc yang konstan maupun nilai Vc yang berubah menurut Vu/Mu. Pada
Gambar 7.11. setelah inclined crack dan Vc mencapai maksimum, maka segera
diperlukan kekuatan sengkang (Vs).
F. MACAM-MACAM TULANGAN GESER
Pada pembahasan sebelumnya telah diadakan penyederhanaan gaya/kekuatan
geser internal balok hanya menjadi satu besaran yaitu Vc. Artinya tanpa tulangan
geser tambahan, sebetulnya balok beton dan tulangan lentur telah mampu
mengerahkan kekuatan geser sebesar Vc. Apabila gaya geser yang terjadi φ
Vu < Vc,
77
P
45°
90°
a) Pola Retak Balok
d) Cross Action Tulangan Miring
b) Tulangan Geser Miring α = 45 ο
c) Tulangan Geser Tegak α = 90ο
e) Cross Action Tulangan Tegak
maka secara teoritik balok tidak memerlukan tulangan geser. Namun demikian gaya
geser yang terjadi umumnya cukup besar (apalagi balok tinggi), sehingga tambahan
gaya/kekuatan geser dari baja tulangan pada umumnya tetap diperlukan.
Gambar 7.11. Macam-macam Tulangan Geser
Pada Gambar 7.11.a) pola retak balok kemudian diperbesar menjadi Gambar
7.11.b) dan Gambar 7.11.c). Gambar 7.11.b) adalah jenis tulangan geser miring,
sedangkan Gambar 7.11.c) adalah jenis tulangan geser tegak atau sengkang tegak
(stirrups). Kedua jenis tulangan geser tersebut adalah dalam rangka
melawan/memotong tegangan tarik yang mengakibatkan crack sebagaimana tampak
pada Gambar 7.11.d) dan Gambar 7.11.e).
Nawy (1996) menyampaikan bahwa fungsi utama tulangan geser adalah :
1. Menahan sebagian besar gaya geser (Vs) atas gaya geser eksternal (φ
Vu ),
2. Menahan berlanjutnya crack,
3. Memegang tulangan pokok (tulangan desak dan tarik) agar tetap pada tempatnya,
4. Membentuk sistim pengekangan confinement pada beton agar tidak terjadi retak-
retak,
5. Menahan tulangan pokok desak agar tidak buckling,
6. Meningkatkan/ memelihara daktilitas potongan.
78
G. KUAT GESER OLEH BETON (Vc)
Menyambung yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa balok beton dan
tulangan tarik balok mampu mengerahkan kekuatan geser sebesar Vc. Nilai Vc
diperoleh melalui uji laboratorium balok beton dan kemudian dirumuskan secara
empiris menjadi Vc. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa nilai Vc boleh
diambil konstan, namun demikian dapat dihitung secara lebih teliti dengan
memperhatikan rasio MuVu .
Menurut SK-SNI 1991, kuat geser Vc yang dianggap konstan dapat dihitung
dengan,
1. Untuk komponen yang dibebani oleh lentur dan geser (pasal 3.4.3.1).(1))
hbwcfVc ..'.61
= ............................... ............................. 7.7.
2. Untuk komponen yang dibebani oleh gaya aksial desak (pasal 3.4.3.1).(2))
hbwfA
NV cg
uc ..
61
1412 '
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+= ………….......................... 7.8.
Apabila kuat geser Vc tidak dianggap konstan, yaitu berubah-ubah dan dipengaruhi
oleh MuVu , maka kuat geser Vc adalah,
1. Elemen struktur yang dibebani oleh lentur dan geser (pasal 3.4.3.2).(1))
hbwfhbwM
hVfV cu
uwcc .3,0..120
71 '' ≤⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= ρ ……………….......7.9.
Dengan catatan, 1.
≤u
u
MhV
...………………………………………….........
....7.10.
2. Elemen yang dibebani gaya aksial desak (pasal 3.4.3.2).(2))
g
uc
m
uwcc A
NhbwfhbwM
hVfV 3,01.3,0..12071 '' +≤⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= ρ …........7.11.
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−=8
4 hhtNMM uum …………………………………................7.12.
Dan nilai m
u
MhV .
boleh lebih dari 1,0.
79
She
ar re
sist
ance
Shear Force
Vc
Vc
Vc
Vs
Gambar 7.12. Vc dan Vs
Ts Vs
ss
αβ
12
a b
h
h cotg β h cotg αS1
a)
β α
Cc
c
VsTs
Tbd
c
h cotg β h cotg α
b)
Setelah nilai Vc ditentukan, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung Vs. Apabila
gaya geser oleh sengkang Vs telah diperoleh,
maka langkah selanjutnya adalah
menentukan jarak sengkang (s).
H. TULANGAN GESER MENURUT TRUSS ANALOGY
Pada pola retak geser, kekuatan tulangan geser dan kekuatan tarik tulangan
lentur dapat membentuk keseimbangan terpadu. Dengan adanya keseimbangan
tersebut maka retak geser yang berkelanjutan yang dapat mengakibatkan rusak geser
dapat dicegah. Rusak geser akan sangat berbahaya karena akan terjadi secara tiba-tiba
tanpa adanya peringatan dini. Oleh karena itu penulangan geser menjadi hal yang
sangat penting.
Keseimbangan antara gaya yang membuat retak geser Cc, kekuatan tulangan
geser Ts dan kekuatan tarik tulangan lentur Tb adalah mirip dengan pola kerja rangka
atau truss. Oleh karena itu analogi pola kerja keseimbangan gaya-gaya tersebut
disebut Truss Analogy. Berdasarkan pada analogi tersebut, tulangan geser dapat
direncanakan. Untuk membahas hal ini maka diambil model truss analogy yang
terjadi pada balok seperti yang tampak pada Gambar 7.13.
had
=βcot βcot.had = ; αcot.hdb =
Gambar 7.13. Truss Analogy
80
Pada Gambar 7.13.b) akan diperoleh hubungan,
TsVs
Tscd
==
−
αsin
αsin.TsVs = ; αsin
VsTs = ................................................. ..... ....7.13.
Yang mana Ts adalah kekuatan tarik tulangan geser miring (sudut α), Vs adalah
komponen vertikal tulangan geser tersebut atau kuat tarik tulangan geser/sengkang
vertikal. Dengan cara yang sama, maka :
βsin.CcVs = ................................................. ....7.14.
Jarak −
ab pada truss analogy adalah wilayah/daerah yang mana sejumlah tulangan
geser n akan melawan/memotong gaya desak Cc atau garis retak −
ac . Apabila jarak
tulangan geser adalah s, maka :
snabS .1 == .......................................................7.15.
Menurut Gambar 7.13.b) adalah,
( )βα cotcot1 +== hSns .............................. ....7.16.
Kekuatan tulangan geser Ts adalah menempati daerah sepanjang S1, sehingga
kekuatan tulangan geser Ts per unit panjang menjadi,
ns
VnsT
ST sss
.sin1 α== ......................................... ....7.17.
Dengan mempertimbangkan persamaan 7.16 maka persamaan 7.17 akan menjadi kuat
tarik tiap sengkang,
( )βαα cotcot.sin +=
hV
nsT ss ............................ ....7.18.
Apabila dipakai tulangan geser arah vertikal atau sengkang vertikal, maka apabila luas
potongan sengkang adalah Av (luas 2 potongan/2 kaki), gaya atau kekuatan tarik
sengkang vertikal Ts sepanjang daerah S1 adalah,
ysvs fAnT ..= .................................................. ....7.19.
Yang mana Av adalah luas dua potongan sengkang dan fys adalah tegangan tarik leleh
sengkang. Dari persamaan 7.19 akan diperoleh,
ys
sv f
TAn =. ..................................................... ....7.20.
81
Dengan memperhatikan nilai Ts dari persamaan 7.18 maka persamaan 7.20 akan
menjadi,
( ) ys
sv fh
VsnAn
.cotcot.sin..
.βαα +
=
( )βαα cotcotsin..
+=s
hfAV ysv
s ............. ..........7.21.
Retak geser umumnya dapat dianggap membentuk sudut 45o atau nilai β = 45o,
sehingga persamaan 7.21 akan menjadi,
( )αα cot1sin..
+=s
hfAV ysv
s .................... ..........7.22.
Persamaan 7.22 dapat disederhanakan menjadi,
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +=
αααα
sincossinsin
..s
hfAV ysv
s
( )αα cossin..
+=s
hfAV ysv
s
( )αα cossin..
+=s
ysv
VhfA
s ...................... ..........7.23.
Persamaan 7.23 adalah persamaan jarak sengkang miring dengan sudut sebesar α.
Apabila dipakai sengkang vertikal, maka nilai α = 90o sehingga jarak sengkang
vertikal menjadi,
s
ysv
VhfA
s..
= ............................................. ..... ....7.24.
I. DESAIN TULANGAN GESER
Untuk keperluan desain, maka akan berlaku kaidah hubungan antara desain
dan analisis sebagaimana dibahas sebelumnya. Apabila Vu adalah gaya lintang ultimit
balok yang diperoleh dari analisis struktur dan Vt adalah gaya lintang tersedia oleh
beton maupun oleh sengkang, maka antara keduanya mempunyai hubungan,
ut VV > ................................................................7.25.
Persamaan 7.25 pada hakekatnya adalah hubungan antara suply dan demand, padahal
nt VV φ= dengan demikian,
un VV >φ .............................................................7.26.
82
Yang mana Vn adalah gaya lintang nominal dan Ø adalah faktor reduksi kekuatan
untuk geser.
Di depan telah disampaikan bahwa gaya geser total yang dapat dikerahkan
oleh balok adalah jumlah dari gaya geser yang dapat dikerahkan oleh beton Vc dan
gaya geser yang dapat dikerahkan oleh tulangan geser Vs. Dengan demikian
persamaan 7.26 menjadi,
( ) usc VVV ≥+φ
usc VVV ≥+φφ
φ
usc
VVV ≥+ ................................................. ....7.27.
Apabila balok hanya dibebani oleh lentur dan geser, dan gaya geser yang dapat
dikerahkan oleh beton dianggap konstan, maka dengan memperhatikan persamaan 7.7
dan persamaan 7.24, maka persamaan 7.27 menjadi,
uysv
c Vs
hfAhbf ≥+
...
61 ' φφ ........................ ..........7.28.
Persamaan 7.28 adalah apabila dipakai sengkang vertikal, sedangkan apabila
dipakai sengkang miring dengan sudut α, maka
( ) uysv
c Vs
hfAhbf ≥++ ααφφ cossin
...
61 ' .................. .....7.29
Yang mana Av adalah luas potongan tulangan geser. Apabila dipakai sengkang, maka
Av adalah luas potongan 2 kaki sengkang, fys adalah tegangan leleh sengkang, s adalah
jarak sengkang.
J. DIAMETER, JARAK DAN BENTUK SENGKANG
Tulangan geser miring umumnya dipasang degan cara membelokkan tulangan
tarik positif keatas. Dalam hal ini luas potongan tulangan cukup besar, tetapi tulangan
geser miring ini dirasa kurang atau tidak praktis sehingga sekarang ini jarang dipakai.
Apabila demikian maka tulangan geser yang dipakai adalah sengkang (stirrups)
vertikal. Diameter sengkang yang akan dipakai bergantung pada ukuran balok yang
dipakai atau gaya lintang yang ada (umumnya P8, P10 dan kalau balok besar dapat
digunakan D10, D13 bahkan D16).
Sebagaimana pada tulangan lentur, sengkang vertikal juga mempunyai batasan
jarak, terutama adalah jarak maksimum. Batasan tentang jarak maksimum sengkang
83
tersebut diatur secara jelas di Codes atau Peraturan-peraturan. Jarak sengkang
maksimum pada kolom berbeda dengan balok, sehubungan dengan adanya
kemungkinan tekuk/buckling terhadap tulangan pokok akibat adanya gaya aksial pada
kolom.
Dihindarinya buckling terhadap tulangan pokok juga harus diperhatikan pada
daerah-daerah sendi plastis (plastic hinges) pada balok. Hal ini terjadi karena tulangan
yang buckle akan menurunkan daktilitas potongan. Untuk itu perlu ada jarak
maksimum sengkang.
1. Jarak maksimum sengkang pada balok
a. Daerah sendi Plastis
Menurut pasal 3.14.3.3).(2) SK-SNI 1991, jarak sengkang (s) adalah :
4hs ≤ h : tinggi efektif balok
lds 8≤ dl : diameter tulangan lentur
sds 24≤ ds : diameter tulangan sengkang
20≤s cm
b. Daerah luar sendi Plastis
2hs ≤
2. Jarak maksimum sengkang pada Kolom
a. Daerah sendi Plastis
Menurut pasal 3.14.4.4).(2) SK-SNI 1991, jarak sengkang (s) adalah :
4cbs ≤ bc : lebar/ukuran terkecil kolom
lds 8≤
10≤s cm
b. Daerah luar sendi Plastis
Menurut pasal 3.16.10.5).(2) SK-SNI 1991
lds 16≤
sds 48≤
≤s ukuran terkecil komponen struktur tersebut
84
Kait
a) Sengkang Terbuka 2 kaki
b) Sengkang Terbuka 2 kaki (lebih baik)
c) Sengkang Tertutup 2 kaki
d) Sengkang Tertutup 2 kaki (lebih baik)
h
Vuφ
Tidak ada beban terpusat P didaerah ini
Gambar 7.15. Diagram Gaya Lintang
Selain itu secara teoritis terdapat bermacam-macam kemungkinan bentuk
sengkang vertikal. Bentuk-bentuk itu mulai dari sengkang pengikat (1 kaki), sengkang
terbuka 2 kaki dan sengkang tertutup 2 kaki. Sengkang tertutup akan berfungsi lebih
baik daripada sengkang-sengkang yang lain.
Gambar 7.14. Macam-macam Tulangan Sengkang
K. DIAGRAM GAYA LINTANG
Telah dibahas sebelumnya bahwa rusak geser yang berupa retak miring akan
terjadi pada daerah 1h-1,5h dari dukungan. Daerah diatas dukungan justru tidak
mengalami retak geser. Berdasarkan pada hal tersebut maka diagram gaya lintang
untuk menghitung jarak sengkang terdapat sedikit pengurangan di daerah sepanjang h
dari dukungan.
Pasal 3.4.1.2).(1) SK-SNI 1991 :
”Untuk komponen struktur non
pratekan, penampang yang jaraknya
kurang dari h dari muka tumpuan
boleh direncanakan terhadap gaya
geser Vu yang sama dengan yang
didapat pada titik sejarak h dari muka
kolom tersebut.”
85
Apabila arah gaya gempa dari arah kanan, maka : +
b
kapkapAAAA L
MMRRRR
+− ++=+= 121
b
kapkapABBB L
MMRRRR
+− +−=−= 121
Lb = bentang bersih balok
Dimana Lb adalah bentang bersih balok.
Gambar 7.16. Gaya Geser Balok
-
Lb =
M kap-L
M kap+M kap-
M kap+ L
M kap-L
M kap+L
RA2 RB2
R AR = -B
R AR = +B
RA1
R B1
+
-
RA1
R B1
+ - RA2RB2
2ht
Tengah Bentang
dipakai jarak sengkang maks.
gaya geser ditahan olehbeton
Gaya geser ditahan oleh sengkang
Semua gaya geser ditahan oleh sengkang
+
-
86
L. TULANGAN GESER BALOK
Pada desain bangunan tahan gempa, tulangan geser mempunyai peran yang
sangat penting, yaitu :
1. Menahan balok beton agar tidak retak/rusak geser
2. Menjaga tulangan lentur terhadap bahaya tekuk (buckling)
3. Berfungsi sebagai pengekang (confinement)
4. Secara fungsional tulangan geser mengikat tulangan-tulangan lentur.
Menurut mekanika, gaya geser terkait langsung dengan momen lentur yaitu
LMV = , yang mana V adalah gaya geser, M adalah momen dan L adalah panjang
bentang elemen. Oleh karena itu gaya geser V akan besar apabila momen M besar
atau panjang bentang elemen kecil. Apabila ditinjau balok dengan bentang L tertentu,
maka gaya geser V akan bergantung pada momen lentur M.
Pada prinsip desain kapasitas (capacity design), konsep strong column weak
beam mengisyaratkan adanya pengaruh overstrength pada balok sehingga dipakailah
momen kapasitas. Momen kapasitas seterusnya akan berpengaruh terhadap gaya-gaya
geser maupun desain momen pada kolom (Mu,k). Sebelum desain tulangan geser maka
perlu ditinjau kembali tentang prinsip-prinsip menghitung gaya geser/lintang.
Gambar 7.17. Gaya Geser Balok Akibat Beban
Gravitasi dan Beban Gempa
Pada perancangan struktur bangunan tahan gempa, betapa pentingnya
perancangan geser, baik balok maupun kolom. Pengalaman dari kerusakan struktur
akibat gempa menunjukkan bahwa rusak geser telah berakibat fatal, terutama rusak
87
geser pada kolom. Secara umum rusak geser lebih berbahaya, karena kerusakan akan
terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya peringatan/tanda secara dini. Rusak lentur
misalnya selalu diikuti dengan adanya lendutan/simpangan secara siknifikan sehingga
dapat diidentifikasi secara visual.
Kerusakan geser pada kolom akan sangat berbahaya. Hal ini terjadi karena
pada kolom terdapat gaya aksial (disamping momen). Kerusakan terhadap tulangan
geser akan mengakibatkan tekuk (buckling) pada tulangan kolom. Kalau sudah
demikian maka kerusakan kolom tidak dapat dihindarkan. Kerusakan tulangan geser
pada balok tidak sefatal pada kolom karena gaya aksial balok relatif kecil. Namun
demikian, kedua hal tersebut harus dihindari.
qD + qL
qD + qL
M1/Lb M1/LbM2/Lb M2/Lb
RA=12q.Lb+M1/Lb - M2/Lb ==> RA1
RA=12q.Lb-M1/Lb + M2/Lb ==> RB1
MKap+ MKap-
+
MKap+/L MKap+/LbMKap-/Lb MKap-/Lb( )RA2 RB2
RA=RA1-RA2=RA1-(MKap+ + MKap-)/LbRB=RB1-RB2=RB1-(MKap+ + MKap-)/Lb
RA = -
atau
RA = -
Gambar 7.18. Gaya Geser
88
Berdasarkan prinsip-prinsip analisis struktur tersebut maka secara umum gaya
geser total merupakan penjumlahan dari gaya geser akibat beban gravitasi dan gaya
geser akibat beban gempa. Dalam SK-SNI 1991 pasal 3:14.7.1.(1), maka prinsip
tersebut merujuk pada desain gaya geser ultimit balok (Vu,b) :
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +±+=
LMM
VVV akapikapLDbu
,,, 7,005,1
Dalam segala hal, desain gaya geser Vu,b tidak perlu lebih besar dari,
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++= ELDbu V
KVVV 405,1,
Yang mana VD dan VL masing-masing adalah gaya geser akibat beban mati (dead
load) dan beban hidup (live load). VE adalah gaya geser akibat beban gempa dan K
adalah faktor jenis struktur.
Untuk struktur dengan daktilitas penuh, nilai K = 1. Mkap,i dan Mkap,a adalah
momen kapasitas balok ujung kiri dan ujung kanan. Selanjutnya hubungan antara
suplai gaya geser dan kebutuhan gaya geser menurut SK-SNI 1991, pasal 3.4.1.(1) :
ut VV >
un VV >Ø
Ø
un
VV >
Yang mana Vt adalah gaya/kuat geser tersedia. Vu adalah kebutuhan gaya geser, Vn
adalah gaya/kuat geser nominal potongan balok dan Ø adalah faktor reduksi kekuatan
untuk geser.
Padahal kuat geser nominal Vn balok merupakan gabungan antara kuat geser
bahan beton Vcn dan kuat geser nominal yang dapat dikerahkan oleh tulangan geser
Vsn, sehingga, Ø
usncn
VVV >+
cnu
sn VV
V −=Ø
Pada struktur bangunan tahan gempa, ujung-ujung balok dimungkinkan terjadi
sendi plastis. Hal ini berarti bahwa beton dianggap sudah rusak dan berarti Vcn = 0.
Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.4.3.1).(1), untuk balok lentur kuat geser nominal yang
dapat dikerahkan oleh bahan beton adalah :
89
hbwcf
Vcn ..6
'⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
Yang mana Vcn dalam N, f’c dalam MPa, bw dan h adalah lebar dan tinggi efektif
balok dalam mm. Namun demikian gaya geser yang harus ditahan oleh baja tidak
boleh lebih dari :
hbwcfVsn ..'32
≤
Apabila tidak dipenuhi, maka ukuran balok harus diperbesar. Secara skematis desain
tulangan geser adalah :
Gambar 7.19. Gaya Geser Balok Yang Harus
Ditahan Oleh Sengkang dan Beton
Selanjutnya untuk sengkang vertikal, gaya geser yang dapat dikerahkan oleh sengkang
adalah (SK-SNI 1991 pasal 3.4.5.6.(2))
shfAv
V ysn
..=
Yang mana Av adalah luas potongan sengkang dan s adalah jarak sengkang vertikal.
SFD
Vcn
2ht
h gaya geser ditahan sengkang (Vsn)
Daerah jarak sengkang maksimum
Daerah sendi plastis
90
Gambar 7.20. Flow chart penulangan geser balok
Diambil Vu yang terkecilSyarat Vu > (1,2 VD + 1,6VL)
Mulai
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++=
+++
=
ELDu
LDkapkap
u
.VK4VV1,05.V
VV1,05.ln
M'M0,7.V
Vc > Vs1
Vc didalam ½ bentang
Vs1 – tengah, dipakai smaks
Dari Vs2-Vc dipakai: Vs3= Vs2 - Vc
Dari Vs2 – Vc dipakai: Vs3 = Vs2 – Vc
Dari Vc – tengah bentang, dipakai smaks
.b.d.32V makss, cf'=
Vs > Vs,maks
Pilih jumlah n kaki
sV.d.n.A
s yfφ=
Kontrol jarak sengkang s- Sepanjang 2h dari muka kolom s<d/4 s<24dp s<8D s<200 mm- Sepanjang daerah diluar 2h s<d/2 s<200 mm
Ukuran balok
diperbesar
Selesai
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ditetapkan b d h Vu f’c fy
Daerah sendi plastis (2h)
Daerah luar sendi plastis
.b.d61Vc cf'=
cu2
s2
us1
VVV
VV
−=
=
φ
φ
91
Berikut adalah contoh perhitungan tulangan geser pada balok.
Dari analisis struktur diperoleh :
VD1 = 127,38 kN VL1 = 58,05 kN
VD2 = 125,39 kN VL2 = 57,15 kN
VE = 175,15 kN
Dari hasil desain balok (balok tengah) diperoleh :
b = 35 cm
ht = 77,5 cm
h = ht-d = 77,5 – 8,75 = 68,75 cm
Mkap,a = Mkap+ = 107,463 Tm
Mkap,i = Mkap- = 138,7402 Tm
f’c = 22,5 MPa
fy = 400 MPa = 4080 kg/cm2
dimensi kolom kanan = cm7060
dimensi kolom kiri = cm80
60
L = 5,5 m = 550 cm
Ln = L – (½.kolom kanan) - (½.kolom kiri)
= 550 – (½.70) - (½.80)
= 475 cm = 4,75 m
( )LDg VVV += 05,1
( ) 7,19405,5838,12705,11 =+=gV kN
( ) 7,19115,5739,12505,12 =+=gV kN
75,47402,138463,1077,07,0 ,, +
=+
=Ln
MMV ikapakap
U
= 36,2825 Ton = 36282,5 kg
5,5
V1
V2
+
-
+
M kap,aM kap,i
92
5,3246,07,1941 ==
φgV
kN = 33099 kg ; 5,3196,07,1912 ==
φgV
KN 32589= Kg
84,604706,0
5,36282==
φUV kg
Vu,m = 1,05 (VD + VL + VEk4 )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++= 15,175.
1405,5838,12705,1,muV
= 930,33 kN = 930331,5 N = 94893,82 kg
Maka gambar SFD nya adalah :
Vu = +φ
1gVφUV = 33099 + 60470,84 = 93569,84 kg ≤ Vu,m = 94893,82 kg
Karena Vu ≤ Vu,m, maka digunakan nilai Vu.
hbwcfVcn ..'.61
= = 76,1902305,687.350.5,22.61
= N = 19403,54 kg
2ht=1,55 m Tengah Bentang
33099
60470,84
93569,84
9581,,3
1,65 m
32589
19403,54
52564,86
27881,84
71968,4
93
• Daerah Sendi Plastis
Dipakai sengkang P10, Ad = 785,01..41..
41 22 == ππ D cm2
Dipakai sengkang 2 kaki Av = 2 x Ad = 2 x 0,785 = 1,57 cm2
Besarnya nilai gaya geser yang boleh direduksi sebesar h :
xh
VLn
g=
φ1
21
x75,68
33099
475.21
=
x = 3,95815,237
33099.75,68=
kg
Vu = +φ
1gVφUV = 33099 + 60470,84 = 93569,84 kg
Vsn = Vu – x = 93569,84 – 9581,3 = 83988,54 kg
24,554,83988
75,68.4080.57,1..===
sn
yv
VhfA
s cm dipakai s = 5 cm
Pakai P10 - 50
• Daerah Luar Sendi Plastis
Dipakai sengkang P10, Ad = 785,01..41..
41 22 == ππ D cm2
Dipakai sengkang 2 kaki Av = 2 x Ad = 2 x 0,785 = 1,57 cm2
Besarnya gaya geser sejauh 2.ht :
x = 45,216015,23733099).5,77.2(
21
)..2( 1
==Ln
Vht g
φ
kg
Vs = Vu – x = 93569,84 – 21601,45 = 71968,4 kg
Besarnya gaya geser yang harus ditahan tulangan sengkang :
Vsn = Vs – Vcn = 71968,4 – 19403,54 = 52564,86 kg
38,886,52564
75,68.4080.57,1..===
sn
yv
VhfA
s cm dipakai s = 8 cm
Pakai P10 - 80
94
Mu, k
Mu, k
Mcap, i Mcap, a
EI
EI
a) b)
Mcap, i
Mcap, ahk hk'
lblb'
lblb' (Mcap, i)
lblb' (Mcap, i)
c)
Mu, kb
Mu, kb = α . Φ . lblb' (Mcap, i){ + lb
lb' (Mcap, a) }
BAB VIII MOMEN PERLU KOLOM DAN GAYA
AKSIAL KOLOM
A. MOMEN PERLU KOLOM
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hierarki kekuatan prinsip struktur
daktail adalah kolom harus lebih kuat daripada balok. Dengan dihitungnya momen
kapasitas balok berarti momen maksimum yang dapat ditahan oleh balok sudah
diperoleh. Sesuatu yang perlu diketahui bahwa momen kapasitas balok tersebut adalah
momen kapasitas balok ditepi muka kolom.
Gambar 8.1. Momen Ultimit Kolom
Pada Gambar 8.1.a), momen kapasitas balok sebelah kanan (M-) dan momen kapasitas
kiri (M+) harus dilawan oleh momen-momen kolom. Sesuai dengan prinsip mekanika,
maka jumlah momen kolom harus sama dan berlawanan arah dengan jumlah momen-
momen balok. Terdapat prinsip didalam mekanika bahwa keseimbangan gaya-gaya
95
hk,a
hk,b
EI,a
EI,b
Mb
Ma
harus selalu dipertahankan. Dengan demikian momen ultimit kolom atas Mu,ka dan
momen ultimit kolom bawah Mu,kb adalah,
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ += iMkap
lbilbiaMkap
lbalbakaMu a ,.
',.
'.., φα
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ += iMkap
lbilbiaMkap
lbalbakbMu b ,.
',.
'.., φα
Momen-momen tersebut adalah momen kolom di as balok. Momen kolom yang akan
dipakai untuk desain adalah momen kolom di tepi muka balok. Di samping itu
momen-momen kapasitas balok tersebut diperoleh dari analisis statik ekivalen.
Sebagaimana didiskusikan sebelumnya bahwa akibat beban dinamik, telah disepakati
adanya koefisien dynamic magnification factor ω pada desain kolom. Dengan
demikian momen kolom di tepi muka balok adalah,
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ += iMkap
lbilbiaMkap
lbalba
hkahkakaMu a ,.
',.
'...', φαω
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ += iMkap
lbilbiaMkap
lbalba
hkbhkbkbMu b ,.
',.
'...', φαω
ω adalah dynamic magnification factor, α adalah faktor distribusi, Ø adalah faktor
reduksi kekuatan mengingat Mkap adalah momen kapasitas balok nominal.
Terdapat perbedaan nilai α yang harus diambil, yaitu :
1. α tergantung dari kekuatan relatif kekakuan
2. α bergantung pada momen kolom hasil analisis
statik ekivalen.
Sebagai contoh akan dihitung momen ultimit kolom Mu,k untuk kolom Ba
dan kolom Bb seperti yang tampak dalam Gambar 8.2. Mengingat struktur yang tidak
simetri dan momen kapasitas balok berbeda-beda, maka Mu,k kolom tersebut akan
dihitung berdasarkan beban gempa arah kiri dan arah kanan.
96
Momen Kapasitas Balok Akibat Gempa Dari Arah Kiri
Momen Kapasitas Balok Akibat Gempa Dari Arah Kanan
Gambar 8.2. Momen Kapasitas Balok
50/50 50/50 50/50 50/5027,5/60 27,5/60 27,5/60
50/50 50/50 50/50 50/5027,5/60 27,5/60 27,5/60
45,14
71,53
27,67 45,14
52,76 71,53
I J K L
50/50 60/60 60/60 50/5030/70
50/50 60/60 60/60 50/50
70,86
103,63
70,86 70,86
103,63 103,63
E F G H
50/60 60/80 60/70 50/5535/77,5
50/60
79,66
119,99
107,463 76,67
138,74 133,91
A B C D
30/70 30/70
30/70 30/70 30/70
50/55 60/70 60/7030/70 30/70 30/70
50/50
35/77,5 35/77,5
35/77,5 35/77,5 35/77,5
35/77,5 35/77,5 35/77,550/60
60/80 60/70 50/55
60/80 60/70 50/55
8,5 5,5 7,5 8,5 5,5 7,5
71,53
27,67 45,14I' J' K' L'
45,14
71,53
a
52,76
103,63
70,86 70,86E' F' G' H'
70,86
103,63103,63
119,99
107,463 76,67A' B' C' D'
79,66
133,91138,74
a'
b b'
o
c
97
1. Berdasarkan Beban Gempa Dari Arah Kiri
Contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri
Berdasarkan rumus Mu,K kolom di atas maka,
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ += iMkap
lbilbiaMkap
lbalba
hkahkakaMu a ,.
',.
'...', φαω ,
bhEIb
ahEIa
ahEIa
a
''
'+
=α
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ += iMkap
lbilbiaMkap
lbalba
hkbhkbkbMu b ,.
',.
'...', φαω ,
bhEIb
ahEIa
bhEIb
b
''
'+
=α
hk’ = tinggi kolom bersih
lb’ = bentang balok bersih
αa = faktor distribusi momen
ke kolom atas
αb = faktor distribusi momen ke
kolom bawah
ω = dynamic magnification factor
(faktor pembesar dinamik)
Ø = faktor reduksi kekuatan
Kolom Ba dan Bb ukurannya sama 60/80 cm, tinggi kolom juga sama, maka
haEIa = hb
EIb yang mana ha dan hb adalah tinggi tingkat atas dan tinggi tingkat
bawah. Ia dan Ib adalah momen inersia kolom atas dan bawah. Dengan demikian
αa = αb = 0,5. untuk struktur portal terbuka menurut SK-SNI pasal 3.14.4.2).(2),
maka faktor pembesar dinamik ω = 1,3 , sedangkan nilai Ø = 0,70.
Tinggi bersih tingkat hk’ = ( ) ( )775,0.21775,0.2
14 −− = 3,225 m
Bentang bersih balok kiri lbi’ = ( ) ( )8,0.216,0.2
15,8 −− = 7,80 m
Bentang bersih balok kanan lba’ = ( ) ( )7,0.218,0.2
15,5 −− = 4,75 m
Dengan demikian,
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= 463,107.75,45,599,119.
8,75,8.7,0.5,0.3,1
4225,3,kaMu = 93,616 tm (kolom Bb )
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= 463,107.75,45,599,119.
8,75,8.7,0.5,0.3,1
4225,3,kbMu = 93,616 tm (kolom Ba )
98
Sementara dari hasil desain balok diperoleh :
Mu-,bi = 68,34 tm dan Mu+,ba = 56,896 tm,
ΣMu,b = Mu-,bi + Mu+,ba = 68,34 + 56,896 = 125,23 tm
ΣMu,k = Mu,ka + Mu,kb = 93,616 + 93,616 = 187,232 tm
495,123,125232,187
,,
==ΣΣ
bMukMu atau ΣMu,k = 1,495 ΣMu,b.
Inilah yang dimaknai kolom lebih kuat daripada balok atau strong column
weak beam. Kontrol Mu,k maks dari gempa kiri ,
Mu,k maks = ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ ++ EiLiDi M
KMM 405,1 =
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ ++ 562
1416,1906,4205,1
= 2424,68 KNm
= 247,32 tm > 93,616 tm
Maka yang dipakai adalah Mu,k = 93,616 tm
2. Berdasarkan Beban Gempa Dari Arah Kanan
Senada dengan cara sebelumnya, maka akan diperoleh
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= 7402,138.75,45,566,79.
8,75,8.7,0.5,0.3,1
4225,3,kaMu = 90,78 tm < 93,616 tm
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= 7402,138.75,45,566,79.
8,75,8.7,0.5,0.3,1
4225,3,kbMu = 90,78 tm < 93,616 tm
Sementara dari hasil desain balok diperoleh :
Mu-,bi = 34,374 tm dan Mu+,ba = 77,52 tm,
ΣMu,b = Mu-,bi + Mu+,ba = 34,374 + 77,52 = 111,9 tm
ΣMu,k = Mu,ka + Mu,kb = 90,78 + 90,78 = 181,56 tm
622,19,11156,181
,,
==ΣΣ
bMukMu atau ΣMu,k = 1,622 ΣMu,b.
Mu,k maks = ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ ++ EiLiDi M
KMM 405,1 =
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ ++ 3,561
1416,1906,4205,1
= 2421,74 KNm
= 247 tm > 90,78 tm
Maka yang dipakai adalah Mu,k = 90,78 tm
99
Berdasarkan hasil-hasil diatas, maka yang menentukan hitungan untuk kolom Ba dan
kolom Bb adalah apabila ada gempa dari arah kiri, dengan Mu,k = 93,616 tm.
Kolom ao dan aB (join a) hanya ditinjau gempa dari arah kiri.
Balok di kiri dan kanan join a memiliki ukuran dan momen kapasitas yang sama
dengan balok-balok di kiri dan kanan join B. Ukuran kolom ao juga sama dengan
kolom aB , demikian juga dengan tinggi kolom/tingkat. Hal ini berarti bahwa αao =
αaB. Dengan demikian,
( ) ( ) ( ) 616,93,,, === Baaoab kMukMukMu tm
Kolom bB dan bc (join b).
IbB = 380.60.121 = 2,56 . 106 cm4,
cmcm
LIbB
40010.56,2 46
= = 6400 cm3
(L = hk = tinggi tingkat)
Ibc = 370.60.121 = 1,715 . 106 cm4,
cmcm
LIbc
40010.715,1 46
= = 4287,5 cm3
64005,42875,4287
+=
+=
LI
LI
LI
bBbc
bc
bcα = 0,401
64005,42876400
+=
+=
LI
LI
LI
bBbc
bB
bBα = 0,599 αbc + αbB = 0,401 + 0,599 = 1
( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= 463,107.75,45,599,119.
8,75,8.7,0.401,0.3,1
4225,3, bckMu = 75,07 tm
( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= 463,107.75,45,599,119.
8,75,8.7,0.599,0.3,1
4225,3, bBkMu = 112,15 tm
Kolom cb dan cF (join c).
Balok di kiri dan kanan join c memiliki ukuran 30/70. Dengan demikian
( ) ( ) ( )7,0.21775,0.2
14' −−=cbhk = 3,2625 m
( ) ( )( )7,0.217,0.2
14' −=cFhk = 3,3 m
100
Icb = 370.60.121 = 1,715 . 106 cm4,
cmcm
LIcb
40010.715,1 46
= = 4287,5 cm3
IcF = 360.60.121 = 1,08 . 106 cm4,
cmcm
LIcF
40010.08,1 46
= = 2700 cm3
27005,42875,4287
+=
+=
LI
LI
LI
cFcb
cb
cbα = 0,6136
27005,42875,4287
+=
+=
LI
LI
LI
cFcb
cF
cFα = 0,3864
Karena ukuran kolom diatas dan dibawah join C berbeda, maka akan dipakai ukuran
rata-rata.
325,02625,05,8.)2
60,070,0(21)
250,055,0(2
15,8 −−=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−=ilb = 7,9125 m
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−= )2
60,070,0(21)
260,070,0(2
15,5alb = 5,5 – 0,325 – 0,325 = 4,85 m
( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= 86,70.85,45,563,103.
9125,75,8.7,0.6136,0.3,1
4225,3, cbkMu = 87,44 tm
( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+= 86,70.85,45,563,103.
9125,75,8.7,0.3864,0.3,1
4225,3, cFkMu = 54,34 tm
Kolom-kolom di atasnya dapat dikerjakan dengan cara yang sama.
Kolom tingkat dasar (kolom oa ) di join o.
Join o tidak diapit oleh balok-balok. Oleh karena itu hitungan momen ultimit kolom
tidak dapat dilakukan seperti cara diatas. Oleh karena itu momen ultimit kolom dapat
dihitung berdasarkan pada hasil analisis struktur.
Menurut hasil analisis struktur kolom tingkat dasar atau kolom oa diperoleh,
MD = 17,42 kNm ; ML = 7,94 kNm
MEi = 748,5 kNm ; MEa = 747,8 kNm
{ }ELD MMMoaMu ++= 05,1, = { }5,74894,742,1705,1 ++
= 812,55 kNm = 82,88 tm
101
M1+ M 2
- M 3+ M 4
-
M1
Li La
La
M 2 La
M1 La
M 2 La
M3 La
M 4 La
M 3 La
M 4 La
1
M1+ M 2
- M 3+ M 4
-
M1 La
M 2 La
M1 La
M 2 La
M3 La
M 4 La
M 3 La
M 4 La
2
M1+ M 2
- M 3+ M 4
-
M1 La
M 2 La
M1 La
M 2 La
M3 La
M 4 La
M 3 La
M 4 La
n
B. GAYA AKSIAL KOLOM
Setelah momen ultimit kolom Mu,k maka untuk keperluan desain kolom,
besaran yang harus diketahui berikutnya adalah gaya aksial yang bekerja pada kolom.
Terdapat dua cara untuk menentukan gaya aksial kolom, yaitu berdasarkan pada gaya
lintang balok pada kondisi kapasitas (gaya lintang balok menjadi gaya aksial kolom)
dan gaya aksial kolom hasil analisis struktur. Untuk membahas masalah ini, maka
diambil model struktur seperti pada Gambar 8.3.
Gambar 8.3 Gaya Aksial Kolom
Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.14.4.2).(3),
1. Dari Kapasitas Balok
Nu,ki = kNgl
aMkapl
iMkapRv
n
ii ai
,05,1,,
.7,0. +⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
+∑ ∑∑=
...................................1
Gaya lintang balok dari bentang kiri
Gaya lintang balok dari bentang kanan
Gaya aksial kolom akibat beban gravitasi
102
2. Dari Analisis Struktur
Namun demikian nilai tersebut tidak perlu lebih besar dari,
Nu,k ≤ 1,05 ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ + kEkg N
KN ,,
4 ..........................................................2
(Batas atas Nu,k)
NE,k adalah gaya aksial akibat beban gempa.
Rv merupakan suatu faktor untuk memperhitungkan kemungkinan tidak bersama-
samanya kejadian sendi plastis diseluruh tingkat.
Rv = 1 1 < n ≤ 4
Rv = 1,1 – 0,025 n 4 < n ≤ 20
Rv = 0,6 n > 20
n = Jumlah lantai bangunan
103
Gempa Kiri
o
a
B
b
c
F
138,7402 79,66 119,99133,9176,67 107,463
25,22
19,54
17,85
10,22
14,12
9,02
14,12
9,02
25,22
19,54
17,85
10,22
103,63 70,86 103,63103,6370,86 70,86
18,84
12,88
13,85
9,45
12,19
8,33
12,19
8,33
18,84
12,88
13,85
9,45
52,76 45,14 71,5371,5345,14 27,67
9,6
5,03
9,54
6,02
8,42
5,31
8,42
5,31
9,6
5,03
9,54
6,02
J
R
M
Gambar 8.4 Gaya Aksial Kolom Akibat Beban Gempa Kiri
104
8,5 m 5,5 m 7,5 m
Gempa Kanan
o
a
B
b
c
F
138,740279,66119,99 133,91 76,67107,463
25,22
19,54
17,85
10,22
14,12
9,02
14,12
9,02
25,22
19,54
17,85
10,22
103,6370,86103,63 103,63 70,8670,86
18,84
12,88
13,85
9,45
12,19
8,33
12,19
8,33
18,84
12,88
13,85
9,45
52,7645,1471,53 71,53 45,1427,67
9,6
5,03
9,54
6,02
8,42
5,31
8,42
5,31
9,6
5,03
9,54
6,02
J
R
M
Gambar 8.5 Gaya Aksial Kolom Akibat Beban Gempa Kanan
105
Contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri,
Dari hasil perhitungan balok didapat
Balok bentang kiri, MKap+ = 45,14 tm dan MKap- = 71,53 tm
Balok bentang kanan, MKap+ = 27,67 tm dan MKap- = 52,76 tm
Reaksi gaya aksial balok kiri, 31,55,814,45
==+
LM Kap Ton
42,85,853,71
==−
LM Kap Ton
Reaksi gaya aksial kiri, 03,55,567,27
==+
LM Kap Ton
6,95,576,52
==−
LM Kap Ton
Maka gaya aksial:
(9,6 + 5,03) – (8,42+5,31) = 0,9 Ton
Dengan cara yang sama didapat hasil seperti diatas.
21,62
100,26
21,62
78,64
21,62
57,02
11,2
35,4
11,2
24,2
11,2
13
0,9
1,8
13,73
13,73
0,9
0,9
Gaya Aksial
13,73
27,46
20,52
47,98
20,52
68,5
20,52
89,02
23,14
112,16
23,14
135,36
23,14
158,44
- 16,7
- 40,1
- 8,42 - 6,56
0,93 0,93
- 28,07
- 129,09
-23,3
- 54,42
- 15,56
- 15,56
0,93 1,86
- 8,42 - 14,98
- 8,42 - 23,4
- 16,7
- 56,8
- 16,7
- 73,5
- 15,56
- 31,12
-23,3
- 77,72
-23,3
- 101,02
- 28,07
- 157,16
- 28,07
- 185,231399,0469,2
1993,0 739,9
1866,4682,2
1274,6412,5
1226,9411,8
1740,3 645,8
1631,3596,2
1118,1362,2
1053,3353,8
1489,5 552,8
1397,0510,4
960,0311,2
878,7 295,3
1240,1459,9
1163,5425,0
800,9259,8
703,3 236,4
991,6 367,8
930,4339,8
641,1208,0
527,3 177,1
744,0 275,9
647,8254,9
480,7155,9
350,7 117,7
497,1184,7
465,8170,2
319,7103,6
173,658,1
251,393,5
233,885,5
134,950,9
PDPL
Gaya Aksial Hasil Analisis Struktur
Satuan kNm Satuan Ton
106
Berikut adalah hitungan gaya aksial untuk gempa kanan.
Jumlah lantai = 8
Rv = 1,1 – (0,025 n) = 1,1 – (0,025 x 8) = 0,9
Nu,k = kNgl
aMkapl
iMkapRv
n
ii ai
,05,1,,
.7,0. +⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
+∑ ∑∑=
Keterangan : Karena satuan gaya aksial adalah Ton, maka akan dikonversi
dengan mengalikan 9,804.
( ) { } ( ) 55,286925,6199,7391993.05,1804,9.26,100.7,0.9,0, +=++=oakNu
= 3488,8 kNm = 355,85 Ton
( ) { } ( ) 4,250572,4858,6453,1740.05,1804,9.64,78.7,0.9,0, +=++=aBkNu
= 2991,12 kNm = 305,1 Ton
( ) { } ( ) 4,2144185,3528,5525,1489.05,1804,9.02,57.7,0.9,0, +=++=BbkNu
= 2496,58 kNm = 254,65 Ton
( ) { } ( ) 178565,2189,4591,1240.05,1804,9.4,35.7,0.9,0, +=++=bckNu
= 2003,65 kNm = 204,37 Ton
( ) { } ( ) 37,14275,1498,3676,991.05,1804,9.2,24.7,0.9,0, +=++=cFkNu
= 1576,87 kNm = 160,84 Ton
( ) { } ( ) 9,10703,809,2750,744.05,1804,9.13.7,0.9,0, +=++=FJkNu
= 1151,2 kNm = 117,42 Ton
( ) { } ( ) 9,71512,117,1841,497.05,1804,9.8,1.7,0.9,0, +=++=JMkNu
= 727,01 kNm = 74,155 Ton
( ) { } ( ) 04,36255,55,933,251.05,1804,9.9,0.7,0.9,0, +=++=MRkNu
= 367,6 kNm = 37,5 Ton
107
Hitungan gaya aksial untuk gempa kiri.
( ) { } ( ) 55,286925,6199,7391993.05,1804,9.26,100.7,0.9,0, +−=++−=oakNu
= 2250,3 kNm = 229,53 Ton
( ) { } ( ) 4,250572,4858,6453,1740.05,1804,9.64,78.7,0.9,0, +−=++−=aBkNu
= 2019,68 kNm = 206 Ton
( ) { } ( ) 4,2144185,3528,5525,1489.05,1804,9.02,57.7,0.9,0, +−=++−=BbkNu
= 1792,21 kNm = 182,8 Ton
( ) { } ( ) 178565,2189,4591,1240.05,1804,9.4,35.7,0.9,0, +−=++−=bckNu
= 1566,35 kNm = 159,76 Ton
( ) { } ( ) 37,14275,1498,3676,991.05,1804,9.2,24.7,0.9,0, +−=++−=cFkNu
= 1277,87 kNm = 130,34 Ton
( ) { } ( ) 9,10703,809,2750,744.05,1804,9.13.7,0.9,0, +−=++−=FJkNu
= 990,6 kNm = 101,04 Ton
( ) { } ( ) 9,71512,117,1841,497.05,1804,9.8,1.7,0.9,0, +−=++−=JMkNu
= 704,78 kNm = 71,88 Ton
( ) { } ( ) 04,36255,55,933,251.05,1804,9.9,0.7,0.9,0, +−=++−=MRkNu
= 356,5 kNm = 36,36 Ton
Demikianlah contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri. Dengan cara yang sama
dapat dicari Mu,k dan Nu,k untuk kolom tepi kiri, kolom tengah kanan dan kolom tepi
kanan.
108
Apabila contoh hitungan yang dipakai adalah gempa kanan, lalu digambar, maka
hasilnya adalah sebagai berikut.
Mu,k Nu,k
Gambar 8.6 Hasil Hitungan Mu,k dan Nu,k
Karena hasil diatas adalah momen kolom dan gaya aksial kolom dalam bentuk ultimit,
maka akan dirubah ke nilai nominal, dengan cara membagi dengan nilai reduksi ø
yaitu 0,8 untuk Mu,k dan dan 0,65 untuk kolom bersengkang atau 0,7 untuk kolom
berspiral untuk Nu,k sesuai dengan SK-SNI 1991, pasal 3.2.3.2).
Kolom yang dihitung menggunakan sengkang, sehingga untuk Nu,k digunakan ø =
0,65.
82,88
93,616
93,616
75,07
54,34
93,616
93,616
112,15
87,44 160,84
204,37
254,65
355,85
305,1
Lantai 1
Lantai 2
Lantai 3
Lantai 4
Lantai 5
Lantai 6117,42
74,155
37,5Lantai 8
55,31
62,78 43,69
43,69
43,69
43,69
55,31
Lantai 7
109
Sehingga didapat hasil :
Mn,k Nn,k
Gambar 8.7 Hasil Hitungan Mn,k dan Nn,k
103,6
117,02
117,02
93,84
67,93
117,02
117,02
140,18
109,3 247,44
314,42
391,77
547,46
469,38
Lantai 1
Lantai 2
Lantai 3
Lantai 4
Lantai 5
Lantai 6180,65
114,08
57,7Lantai 8
69,14
78,4854,62
54,62
54,62
54,62
69,14
Lantai 7
110
BAB IX DESAIN KOLOM
Desain kolom adalah menentukan ukuran kolom dan menentukan luas dan
penempatan tulangan sehingga memenuhi kebutuhan gaya aksial Pn dan momen
lentur Mn. Pada desain balok proses desain bersifat unique, artinya proses desain
menempuh suatu rute dalam rangka hanya memenuhi kebutuhan momen lentur atau
hanya satu persyaratan. Pada desain kolom karena terdapat dua persyaratan yang
harus dipenuhi sekaligus, maka tidak ada cara langsung yang stright forward, hal
yang umumnya dilakukan adalah dengan cara coba-coba, yaitu dicoba ukuran kolom
dan jumlah tulangan, kemudian dikontrol apakah hasilnya akan memenuhi syarat.
Secara umum desain kolom dapat dilakukan dengan :
1. Cara Numerik
Yaitu menggunakan persamaan keseimbangan gaya-gaya.
2. Cara Grafis atau Diagram Interaksi Mn-Pn
3. Cara Analitik
Yaitu menggunakan rumus eksplisit (closed form formula).
Pada cara analitik walaupun agak sedikit panjang, namun nilai-nilai Pn dan
Mn yang dapat dikerahkan oleh suatu potongan kolom dapat diketahui secara
pasti/eksak. Pada cara grafis, sebaliknya proses desain dapat dilakukan dengan cepat
dan mudah tetapi harus menyiapkan diagram interaksi Mn-Pn terlebih dahulu.
Disamping itu nilai Pn dan Mn yang tersedia kalau tidak dihitung secara analitik,
nilai-nilai yang diperoleh hanya bersifat perkiraan.
Pada desain balok lentur, efisiensi desain dapat dicapai setinggi-tingginya,
artinya momen tersedia Mt nilainya dapat didekatkan sedekat-dekatnya dengan
momen perlu Mu sehingga Mt ≥ Mu. Ini adalah hasil dari sifat desain yang bersifat
unique seperti yang dikatakan sebelumnya. Pada desain kolom hal ini agak sulit
dilakukan. Pada suatu ukuran kolom dan luas tulangan tertentu mungkin gaya aksial
nominal tersedia Pn nilainya agak jauh lebih besar dari gaya aksial nominal yang
diperlukan, sementara nilai Mn tersedia hanya sedikit lebih besar daripada Mn yang
diperlukan, dan sebaliknya.
111
Mulai
Data Pu Mu b h f’c fy ec Es
φφu
nau
naM M ;P P ==
na
na
PM
=e
Menentukan Ukuran KolomPada kondisi balance (Pna = Pnb)
Pb = Cc+Cs-Ts
= 0,85.f’c.ß1.cb.b+A’s.fy-As.fy
Didapat Ag = b.ht ~ h = 0,9.ht
hεε
εcsc
cb +=
Rumus Pendekatan Pn Yang Berdasarkan Pada Patah Tarik :
( )⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−=
hhd'11m2.
h1
h1.b.h0,85.P
2
neρeeρf'c
Rumus Whitney :
0,5h.d'
.A'
1,18h
3.ht..b.htP s
2
n
++
+=
ef
ef' yc
YaCompresion Controls
(Patah Desak)Agc < Ag
TidakTension Controls
(Patah Tarik)
A
Pn > Pna
ya
Tidak
Ukuran dirubah
Agar baik Pn dan Mn yang tersedia hanya sedikit lebih besar daripada Mn dan
Pn yang diperlukan, umumnya diperlukan banyak coba-coba. Hal ini tentu saja tidak
praktis. Oleh karena itu hasil desain seperti pada kondisi yang disebut sebelumnya,
umumnya masih dapat diterima.
A. DESAIN KOLOM DENGAN CARA NUMERIK
Cara numerik yang akan dipakai adalah dengan cara memakai keseimbangan
gaya-gaya yang bekerja pada potongan kolom. Tahapan analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 9.1 dan Gambar 9.2.
Gambar 9. 1 Flow chart penulangan kolom bagian 1.
112
A
Analisis Kolom Patah Desak Analisis Kolom Patah Tarik
~ Cc = 0,85.f’c.ß1.c.b~ Ts = As.fy
~ Cs = A’s.fy
Statik Momen Terhadap Garis Kerja Pn~
Didapatkan Pers. c3, sehingga didapat nilai c~ Pn = Cc + Cs – Ts
~ Pn > Pna ~ Memenuhi Syarat
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −− eee d
2htTd'
2htC
2ht
2β1.cC ssc
~ Cc = 0,85.f’c.ß1.c.b~ Ts = As.fy
~ Cs = A’s.(fy-0,85.f’c)~ Pn = Cc + Cs – Ts
~
Didapatkan Pers c2, sehingga didapat nilai c~ Pn > Pna ~ Memenuhi Syarat
{ }d'hC2
hC2
d'dP scn −+⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −=
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+ae
Momen lentur dengan mengambil momen terhadap titik berat potongan
Mn > Mna ~ Memenuhi Syarat
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −= d
2htTd'
2htC
2a
2htCM sscn
Selesai
Pb < Pn
Asumsi KolomPatah Desak
Pb > Pn
Asumsi KolomPatah Tarik
Kontrol Status~ cb = 0,6.h~ es’ =
~ Ccb = 0,85.f’c.ab.b~ Csb = A’s.(fy-0,85.f’c)~ Tsb = As.fy
~ Pb = Ccb+Csb-Tsb
c.εc
d'c −
Gambar 9.2 Flow chart penulangan kolom bagian 2.
1. Desain Kolom Dengan Cara Numerik Patah Desak
Cara numerik yang akan dipakai adalah dengan cara memakai keseimbangan
gaya-gaya yang bekerja pada potongan kolom. Sebagai bahan kajian dipakai
momen ultimit kolom Mu dan gaya aksial kolom Pu hasil analisis sebelumnya
seperti yang tampak pada Gambar 9.3.
Gambar 9.3 Pu dan Mu kolom
Pu = 355,85
Mu = 93,616 tm
Pn
Mn Mb,Pb
113
Ec (0,003)
d'
e
Pb
Ts
Cc Cs
ca
b/2
b/2
b
ht/2ht/2
ht
Es
Es'
As As '
Mna = 02,1178,0
616,93==
φMu tm
Pna = 46,54765,085,355
==φPu ton
Eksentrisitas beban e = 21375,046,54702,117
==PnMn m = 21,375 cm
Terdapat beberapa langkah pada proses desain, yaitu :
a. Menentukan Ukuran kolom
Wang dan Salmon (1997) mengatakan bahwa untuk menentukan
ukuran kolom dapat dipakai asumsi awal, yaitu nilai Pn dianggap sementara
sama dengan Pb. Asumsi yang lain adalah pengaruh displaced concrete
diabaikan dan regangan baja desak sudah mencapai regangan leleh. Dipakai Es
= 2100000 kg/cm2 , fy = 400 MPa, f’c = 25 MPa = 255 kg/cm2.
Pada kondisi balance, maka :
cb = hhsc
c
001943,0003,0003,0
+=
+ εεε
= 0,6069 h
Pb = Cc + Cs – Ts
= 0,85.f’c.β1.cb.b + As’.fy – As.fy
= 0,85 . 255 . 0,85 . 0,6069h . b
= 111,8137 b.h
Apabila diambil asumsi h = 0,9 ht, maka :
Pb = 111,8137 . b . 0,9 ht
= 100,6323 b . ht = 100,6323 Ag
Padahal Pb = Pn = 547,46 t , maka :
Ag = =23
6323,10010.46,547 cm
kgkg 5440,2 cm2
Selanjutnya Wang dan Salmon (1977) mengatakan bahwa apabila
dipakai Agc > Ag maka kolom yang dipakai cukup besar. Akibatnya hanya
diperlukan tebal beton desak yang relatif kecil atau Pn < Pb dan masih
memenuhi kebutuhan momen Mn karena eksentrisitasnya e cukup besar
Gambar 9.4 Gaya-gaya Pada Kondisi Balance
114
Ec (0,003)
d'
e
Pb
Ts
Cc Cs
ca
b/2
b/2
45
d
70
Es <Ey
Es'
As As '
63,75
(ukuran kolom besar). Pada kondisi demikian akan terjadi tension controle dan
sebaliknya. Artinya :
1. Bila Agc > Ag, akan terjadi tension controle
2. Bila Agc > Ag, akan terjadi compression controle
Yang mana Ag adalah kebutuhan luas potongan kolom bila Pn = Pb dan Agc
adalah luas potongan yang dipakai.
Misalnya akan didesain kolom dalam kondisi compression controle,
maka artinya Agc < Ag. Misal dicoba ukuran kolom 45x70, maka Agc = 45.70
= 3150 cm2 ± 72 % Ag. Dipakai baja tulangan D25 (AØ = 4,906 cm2) dengan
jumlah tulangan sebanyak 7 buah tiap sisi, maka luas tulangan As = As’ =
9.4,906 = 44,154 cm2, d = 4 + 1 + ½.2,5 = 6,25 cm.
b. Estimasi Kuat Desak Pn
Untuk keperluan estimasi kuat desak Pn
dipakai rumus pendekatan Whitney, yaitu :
Pn = 5,0
'
'.
18,1..3..'
2 +−
++
dhe
fyAs
heht
htbcf
= 5,0
25,675,63375,21
4080.154,44
18,175,63
375,21.70.370.45.255
2 +−
++
= 8717,0
32,1801482845,2
803250+
= 351608,66 + 206663,2
= 558271,87 kg = 558,27 t
Pn = 558,27 t > Pna = 547,46 t
Estimasi ukuran dan jumlah tulangan
diperkirakan memenuhi syarat.
c. Kontrol Status Patah Desak
Pada hitungan sebelumnya diperoleh cb = 0,6069 h, maka :
cb = 0,6069 . 63,75 = 38,6898 cm ( lihat Gambar 9.4)
εs’ = ccdc ε'− = 002515,0003,0
6898,3825,66898,38
=− > 0,001943
(baja desak sudah leleh)
Gambar 9.5 Gaya-gaya Pada Kondisi Patah Desak
115
Ccb = 0,85 . f’c . ab . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 38,6898) . 45 = 320765,0 kg
Csb = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 44,154 (4080 – 0,85 . 255) = 170577,95 kg
Tsb = As . fy = 44,154 . 4080 = 180148,32 kg
Pb = Ccb + Csb - Tsb = 320765,0 + 170577,95 - 180148,32 = 311174,63 kg
= 311,174 t < Pna = 547,46 t
Betul kolom dalam keadaan patah desak (compression controle).
d. Analisis Kolom Patah Desak Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui
Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =
70 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 9D25 pada
masing-masing sisi. Akan dianalisis apakah kolom dengan penulangan
tersebut mampu mengerahkan Mna = 117,02 tm dan Pna = 547,46 t.
Lihat Gambar 9.5. Dalam hal ini e = 21,375 cm, yang akan dicari pertama kali
adalah nilai c.
Cc = 0,85 . f’c . 0,85 . c . b = 0,85 . 255 . 0,85 . c . 45
= 8290,6875 c
Patah desak umumnya baja desak sudah leleh, maka
Cs = As’ (fy – 0,85 f’c) = 44,154 (4080 – 0,85 . 255)
= 170577,95 kg
Pada kondisi patah desak baja tarik belum leleh, maka
Ts = As .fs = As . εs . Es = sc Ec
chAs .ε⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= 2100000.003,075,63154,44 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
cc = ( )
cc.2,27817025,17733350 − kg
Dalam hal ini Pn belum diketahui nilainya (yang sudah dihitung adalah Pn dari
pendekatan Withney) dan demikian juga nilai c. Dengan demikian ada dua
nilai yang belum diketahui. Untuk itu harus diadakan eliminasi, yaitu dengan
mengambil jumlah momen terhadap garis kerja Pn.
ΣM terhadap garis kerja Pn (asumsi e = eksentrisitas awal)
02
'222
.1 =⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −− edhtTsdehtCsehtcCc β
116
{ } { }( ) 0125,50.2,27817025,17733350
25,6625,1395,170577625,13.425,0.6875,8290
=−
−
−−−
cc
cc
03,7576526567,11543761863,731235425,3523 23 =−+− ccc
085,21502518,327675294,20 23 =−+− ccc
Melalui penyelesaian persamaan pangkat 3 diperoleh c = 50,2 cm
a = 40,91 cm
Dengan demikian,
Cc = 0,85 . 255 . 50,2 . 45 = 489638,25 kg
Cs = 170577,95 kg
εs = ccch ε− = 000809,0003,0
2,502,5075,63
=−
fs = εs . Es = 0,000809 . 2100000 = 1700,5 kg/cm2 < 4080 kg/cm2
Ts = As . fs = 44,154 . 1700,5 = 75083,78 kg
Pn = Cc + Cs – Ts = 489638,25 + 170577,95 - 75083,78
= 585132,42 kg = 585,13 t > 547,46 t Pn > Pna (memenuhi syarat).
Momen lentur yang dapat ditahan dapat diperoleh dengan mengambil momen
terhadap titik berat potongan.
Mn = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ − dhtTsdhtCsahtCc
2'
222
= (489638,25 . 14,545) + (170577,95 . 28,75) + (75083,78 . 28,75)
= 7121788,34 + 4904116,35 + 2158658,675
= 14184563,37 kg cm
= 141,85 tm > 117,02 tm (memenuhi syarat)
Desain kolom sukses!
Ada kemungkinan beberapa ukuran kolom yang dapat dipakai. Apabila
ukuran kolom yang dipakai lebih kecil dari ukuran diatas (45x70cm), maka
konsekuensinya akan diperlukan baja tulangan uang lebih banyak. Misalnya
dalam hal ini agak sedikit dipaksakan (ht balok diperkecil), As dan As’
bertambah, momen nominal sangat mepet, bahkan kurang sedikit) maka hasilnya
adalah seperti yang tampak pada Tabel 9.1.
117
Tabel 9.1 Beberapa Alternatif Tulangan Kolom
Ukuran Kolom (cm)
Pn (ton)
Mn (tm)
Tul D25
Berat Tulangan
Per m’ kolom (kg)
Volume Kolom (m3)
Harga (Rp.) Harga
Total (Rp.)
Keterangan
Tulangan Beton
7045 585,13 141,85 2 x 9 69,3 0,315 377685 121275 498960
D25 = 3,85 kg/m D22 = 2,98 kg/m D19 = 2,23 kg/m Beton = Rp. 385000/m Tulangan = Rp. 5450/kg
6545 595,4 140,3 2 x 11 87,4 0,292 476330 112612 588942
6045 590,2 124,6 2 x 12 92,4 0,270 503580 103950 607530
Berdasarkan tabel di atas, maka dapatlah dimengerti bahwa :
1. Ketersediaan Pn dan Mn
Pada kondisi patah desak, karena ukuran kolom relatif kecil maka diperlukan
tebal beton desak c yang relatif besar. Pada kondisi ini lengan momen
komponen Cc terhadap titik berat potongan menjadi relatif kecil. Akibatnya
momen yang dapat dikerahkan oleh komponen Cc menjadi relatif kecil atau
mengecil, padahal kontribusi komponen Cc terhadap penyediaan momen
umumnya paling besar dibandingkan dengan kontribusi Cs dan Ts. Oleh karena
itu pada kondisi compression controle pemenuhan kebutuhan momen relatif
lebih sulit daripada pemenuhan kebutuhan gaya aksial (Mn nilainya sangat
mepet terhadap Mna).
2. Harga Beton
Pada tabel di atas tampak jelas bahwa semakin kecil ukuran kolom, maka
kebutuhan tulangannya As dan As’ akan semakin besar. Juga tampak bahwa
harga tulangan dapat mencapai 3 sampai 4 kali dari harga cor beton. Semakin
kecil kolom, maka rasio tersebut akan semakin besar dan harga totalnya juga
semakin mahal. Oleh karena itu ukuran kolom yang relatif kecil secara estetika
mungkin terlihat ramping dan enak dilihat, tetapi secara finansial sebenarnya
struktur tersebut lebih mahal. Gambaran atau contoh di atas dapat dilihat secara
visual seperti yang tampak pada Gambar 9.6.
118
0
100
200
300
400
500
600
700
55 60 65 70 75
Thou
sand
s
ht kolom
Harg
a
Beton
Tulangan
Strk.Beton
Pada Gambar 9.6 tampak jelas bahwa
harga baja tulangan jauh lebih mahal
daripada harga cor beton. Desain
elemen beton dapat dikombinasikan
antara fungsional, estetika dan harga
sedemikian rupa sehingga aman,
nyaman dan ekonomis.
Untuk proses desain selanjutnya, nilai Mna dan Pna yang dihitung adalah
114,5625 tm dan 437,77 ton. Dianggap nilai-nilai tersebut bekerja pada kolom
yang didesain.
5625,114=aMn tm
77,437=aPn ton
197,26==a
a
PnMn
e cm
20,4350=Ag cm2
315070.45 ==Agc cm2 < Ag
Tulangan 2 x 7D25
34,343=Pb ton < aPn
904,463=Pn ton ~ 327,77 ton
Patah desak
Desain OK
Bila dipakai 70 x 70
490070.70 ==Agc cm2 > 4350,20 cm2
akan terjadi patah tarik, tetapi luas baja
tulangan yang diperlukan akan kecil
yaitu 96,5'== AsAs cm2.
Hanya 0,24 % <400
4,1 = 0,35 %
(batas tulangan minimum)
Hasil desain di atas sementara juga dapat disimpulkan menurut tabel berikut.
Tabel 9.2 Hasil Desain Kolom
Alternatif Ukuran Kolom Ag
(cm2) Tulangan
AgcfPu
.'.φ AgAst
=ρ
AgAgc
b h n luas 1 45 70 3150 2 x 7 68,684 0,545 2,15 % 72,4 % 2 45 65 2925 2 x 9 89,308 0,587 3,02 % 67,2 % 3 45 60 2700 2 x 11 107,932 0,636 4,00 % 62,0 %
Gambar 9.6 Perbandingan Harga
119
Di dalam mengestimasi ukuran kolom, sebenarnya juga dapat menggunakan
persamaan berikut ini,
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
12.
18,13'
2 htefy
hte
cfAgPn g
γ
ρ
ξ
hth
=ξ ; h
dh '−=γ ;
AgAsAs
g'+
=ρ
Misalnya dipakai :
15,2=gρ %, =ξ 0,9 , =γ 0,9 , 374,0179,26≈≈
hthte maka
( ) ( ){ }905,47408,98
1374,09,0
24080.0215,0
18,1374,09,03
255437770
2
+=
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛+
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= AgAg
2971313,147
437770==Ag cm2 dekat dengan ukuran 45/60 , Ag = 2925 cm2.
2. Desain Kolom Patah Tarik Dengan Baja Desak Belum Leleh
Kriteria patah tarik dan patah desak sudah dibahas dan dipakai pada contoh
sebelumnya. Pada desain kolom persoalannya sedikit berbeda, yaitu apakah kolom
akan didesain dengan ukuran tertentu sehingga masuk dalam kategori patah desak
atau patah tarik. Persoalan akan sedikit membingungkan pada masa transisi antara
keduanya.
Pada kondisi yang ekstrim patah desak (compression controle) akan dijumpai
apabila gaya aksial Pn cukup-sangat besar sedangkan momen lentur nominalnya
Mn relatif kecil. Sebaliknya pada momen nominal yang relatif besar dan gaya
aksial Pn yang relatif kecil maka umumnya akan terjadi patah tarik (tension
controle). Pada umumnya kolom-kolom tingkat bawah akan mengalami patah
desak, sedangkat tingkat-tingkat paling atas kolomnya akan mengalami patah
tarik. Antara patah desak dan patah tarik pada kondisi ekstrim bukanlah
merupakan pilihan dalam desain. Artinya pada patah desak tidak dapat atau tidak
efisien jika dipaksakan menjadi patah tarik dan sebaliknya.
120
Ec (0,003)
0,85 f'c
Es'
d'CsCc
Ts
ca
~ e ~
Pu
ht/2ht/2
h
b/2
b/2
bAs As '
Contoh : Untuk memenuhi persyaratan kondisi patah tarik, maka diambil kolom
tingkat paling atas pada analisis sebelumnya. Pada analisis tersebut,
yaitu akibat kombinasi beban gravitasi dan beban gempa kiri maka
diperoleh Mu = 82,32 tm dan Pu = 36,83 ton. Sama seperti contoh
sebelumnya dipakai f’c = 25 Mpa = 255 kg/cm2, baja tulangan dengan fy
= 400 Mpa = 4080 kg/cm2, D25 untuk tulangan pokok dengan Ad =
4,906 cm2, εc = 0,003 dan Es = 2100000 kg/cm2.
Mna = 9,1028,032,82
==φ
Mu tm
Pna = 66,5665,083,36
==φPu tm
e = 61,18166,569,102==
PnMn cm
Sebagaimana pada patah desak, kolom patah tarik ini akan melalui beberapa
tahapan berikut ini.
a. Menentukan Ukuran kolom
Terdapat dua cara yang dapat dipakai untuk menentukan ukuran
kolom. Cara yang pertama sama dengan cara yang dipakai pada patah desak
yaitu Pna dianggap sama atau disamakan dengan Pb. Pada langkah ini akan
diperoleh luas potongan kolom Ag. Sesuai dengan yang dikatakan
sebelumnya, apabila luas potongan kolom yang dipakai Agc lebih besar dari
Ag, maka akan terjadi patah tarik. Yang menjadi persoalan adalah seberapa
lebih besar Agc terhadap Ag. Oleh karena itu dapat dipakai cara kedua, yaitu
Gambar 9.7 Gaya-gaya Pada Kondisi Patah Tarik
121
melalui rumus pendekatan Pn yang berdasar pada patah tarik (dengan
anggapan baja desak sudah leleh), yaitu :
1. ( )⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−+−=
he
hdm
he
hehbcfPn '11211..'85,0
2
ρρ
Dalam hal ini :
8235,18255.85,0
4080'.85,0
===cf
fym , Asumsi 49,1=ρ %, 58,4=he ,
143,0'=
hd .
( )( )( )[ ]⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
+−−+−
+−+−=58,4143,0118235,18
0149,0.258,4158,410149,0.255.85,0566602
Ag
( ) 7,3898067,075,216
56660==Ag cm2 (kalau baja desak sudah leleh)
2. Berdasar Pn = Pb (seperti cara sebelumnya)
fyAsfyAsbCcfPn b .'....'.85,0 1 −+= β
cb = hhsc
c
001943,0003,0003,0
+=
+ εεε
= 0,6069 h ~ 0,6069.0,9ht = 0,5462 ht
htbPn ..5462,0.85,0.255.85,0=
Ag = =2
5462,0.85,0.255.85,056660 cm 562,86 cm2
Hasilnya sangat jauh dengan cara pertama.
Diambil jalan tengah : b = 45 cm Agc = 45.50 = 2250 cm2
ht = 50 cm (kira-kira 4 x 562,86 cm2)
Dipakai As = 6D25 As = As’ = 6.4,906 = 29,4375 cm2
b. Kontrol Status Patah Tarik
Pada hitungan sebelumnya diperoleh cb = 0,6069 h, maka :
cb = 0,6069 . (50-6,25) = 26,558 cm h = ht-d = 50-6.25 = 43,75 cm
εs’ = ccdc ε'− = 00229,0003,0
26,55825,626,558
=− > 0,001943
(baja desak sudah leleh)
Cc = 0,85 . f’c . a . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 26,558) . 45 = 220146,51 kg
122
Ec (0,003)
0,85 f'c
Es'
d'CsCc
Ts
ca
~ e ~
Pn
50
45As As '
Cs = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 29,4375 (4080 – 0,85 . 255) = 1137724,42 kg
Ts = As . fy = 29,4375 . 4080 = 120105 kg
Pb = Cc + Cs - Ts = 220146,51 + 1137724,42 - 120105
= 213,766 t > Pna = 56,66 t
Betul kolom dalam keadaan patah tarik (tension controle).
c. Kontrol Status Regangan Baja Desak
Ada dua jalur penjajakan, yaitu dicoba baja desak sudah leleh dan baja
desak belum leleh (dengan menggunakan program komputer). Setelah dicoba-
coba ternyata baja desak belum leleh. Hal ini terjadi karena begitu besarnya
eksentrisitas beban e yang mencapai 181,61 cm. Hal ini sekaligus dapat
dipakai sebagai justifikasi bahwa apabila eksentrisitas beban sangat besar,
maka besar kemungkinan kolom patah tarik dengan baja desak belum leleh.
d. Analisis Kolom Patah Tarik Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui
Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =
50 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 6D25 pada
masing-masing sisi.
Cc = 0,85 . f’c . 0,85 . c . b
= 0,85 . 255 . 0,85 . c . 45
= 8290,6875 c
Ts = As (fy – 0,85 f’c)
= 29,4375 (4080 – 0,85 . 255)
= 120105 kg
Cs = As’ .fs = As . εs . Es
= sc Ec
chAs .ε⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= 610.1,2.003,025,6 29,437 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
cc
= ( )c
c 1153102.3,185456 − kg
Gambar 9.8 Gaya-gaya Pada
Kondisi Patah Tarik
123
Statik momen gaya-gaya terhadap garis kerja Pn.
02
'22
.2
1 =⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −− edhtTsdhteCschteCc
β
( ) ( ){ }
( ){ } 061,18125,625120105
25,62561,1811159102.3,1854562
.85,02561,181.6875,8290
=+−−
−−−
+⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
cccc
02395329658,53913853,12987695425,3523 23 =−−+ ccc
073,67980104,1530597,368 23 =−−+ ccc
Melalui penyelesaian persamaan pangkat 3 diperoleh c = 11,5112 cm
Dengan demikian,
Cc = 8290,6875. 11,5112 = 95435,76 kg
εs = ccdc ε− = 001371,0003,0
5112,1125,65112,11
=−
fs = εs . Es = 001371,0 . 2100000 = 2879,418 kg/cm2 < 4080 kg/cm2
Betul baja desak belum leleh
Cs = 29,4375 . 2879,418 kg = 84762,876 kg
Ts = 120105 kg
Pn = Cc + Cs – Ts = 95435,76 + 84762,876 - 120105
= 60093,636 kg = 60,09 t > 56,66 t Pn > Pna (memenuhi syarat).
Momen lentur yang dapat ditahan dapat diperoleh dengan mengambil momen
terhadap titik berat potongan.
Mn = Pn . e
= 60,09 . 1,816
= 109,16 tm > 102,9 tm (memenuhi syarat)
Desain kolom patah tarik sukses!
3. Desain Kolom Patah Tarik Dengan Baja Desak Sudah Leleh
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, apabila eksentrisitas beban e demikian
besar maka ada kemungkinan kolom akan patah tarik dengan baja desak belum
leleh. Kondisi itu adalah kondisi yang mana momen lentur Mu cukup besar tetapi
gaya aksial Pu relatif kecil. Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada kolom-kolom
tingkat teratas.
124
Pada kolom-kolom tingkat di bawahnya umumnya gaya aksial Pu akan
semakin besar, namun momen lenturnya juga sedikit membesar. Pada kondisi
seperti ini maka kolom mungkin masih dalam kondisi patah tarik tetapi baja
desaknya kemungkinan sudah leleh. Dengan demikian cara patah dengan status
regangan baja desak tampaknya berhubungan dengan konfigurasi / ketinggian /
letak kolom / tingkat.
Gambar 9.9 Zona-zona Status Patah
Contoh : Untuk membahas desain kolom pada kondisi ini dipakai hasil analisis
struktur terdahulu. Misalnya kolom tingkat ke-6 akibat kombinasi beban
gravitasi dan gempa kiri diperoleh Pu = 108,2 t dan Mu = 91,38 tm
(bandingkan dengan Pu dan Mu contoh sebelumnya). Mutu beton dan
baja tulangan masih sama dengan contoh sebelumnya.
Mna = 20,1088,038,91
==φ
Mu tm
Pna = 4615,16665,0
2,108==
φPu tm
e = 619,684615,16620,108
==PnMn cm
lebih kecil daripada e pada contoh sebelumnya
zona patah tarik denganbaja desak belum leleh
zona patah tarik dengan baja desak sudah leleh
zona patah desak dengan baja tarik belum leleh dan baja desak sudah leleh
Mu relatif besarPu relatif kecil
Mu relatif membesarPu relatif besar
Mu cukup besarPu sangat besar
e sangat besar
e mengecil
e sangat kecil
125
a. Menentukan Ukuran kolom
Senada dengan cara-cara sebelumnya, pertama diasumsikan Pn = Pb
dengan catatan bahwa displaced concrete diabaikan.
fyAsfyAsbCcfPn b .'....'.85,0 1 −+= β
hbcPn b ...85,0.255.85,0=
padahal cb = hhsc
c
001943,0003,0003,0
+=
+ εεε
= 0,6069 h
dan diasumsikan h = 0,9 ht , maka
AghtbPn 6324,100.9,0..6069,0.85,0.255.85,0 ==
056,16546324,100
5,166461==Ag cm2 diperkirakan ht = 65 cm dan ρ = 0,0180
Agar patah tarik maka Agc > Ag
Berdasarkan rumus eksplisit untuk Pn
( )⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−+−=
he
hdm
he
hehtbcfPn '112119,0..'.85,0
2
ρρ
Dalam hal ini m = 8285,18'.85,0 =cffy ; 0180,0≈ρ ; 615,1≈
he , maka
( )
( )⎪⎪⎭
⎪⎪⎬
⎫
⎪⎪⎩
⎪⎪⎨
⎧
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛−−
+−+−+−=
615,175,58
'25,6118285,18
018,0.2615,11615,11018,0..9,0.255.85,05,166461
2
htb
diperoleh b . ht = 2990,89 cm2
dicoba b = 45 cm, ht = 65 cm, h = 65-6,25 = 58,75 cm
b. Kontrol Status Patah Tarik
Pertama-tama dengan ukuran estimasi b = 45 cm, ht = 65 cm dan baja
tulangan 7D25 akan dicari Pb (Pna < Pb akan terjadi patah tarik).
cb = 6575,3575,58001943,0003,0
003,0=
+=
+h
sc
c
εεε
cm
εs’ = ccdc ε'− = 002474,0003,0
6575,5325,66575,53
=− > 0,001943
(baja desak sudah leleh)
Cc = 0,85 . f’c . a . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 35,6575) . 45 = 295625,31 kg
Cs = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 34,342 (4080 – 0,85 . 255) = 136678,4 kg
126
Ec (0,003)
0,85 f'c
Es'
d'CsCc
Ts
ca
~ e ~
Pn
58,75
45As As '
Es > Ey
Ts = As . fy = 34,342. 4080 = 140125,5 kg
Pb = Cc + Cs - Ts = 295625,31 + 136678,4 - 140125,5
= 288,18 t > Pna = 166,46 t
Betul kolom dalam keadaan patah tarik (tension controle).
c. Analisis Kolom Patah Tarik Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui
Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =
65 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 7D25 pada
masing-masing sisi.
Diperkirakan baja desak sudah leleh
apabila displacesd concrete diabaikan
Pn = TsCsCc −+
Pn = fyAsfyAsbacf .'...'.85,0 −+
a = 45.255.85,05,166461
.'.85,0=
bcfPn
= 0664,17 cm
c = 0781,2085,0
0664,17
1
==βa cm
εs’ = ccdc ε− = 003,0
0781,2025,60781,20 −
= 0,002066 > 0,001943
Betul baja desak sudah leleh
Sebagaimana telah ditulis sebelumnya dengan mengambil statik momen gaya-
gaya terhadap garis kerja Cc maka,
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
2..'
2.'.
22ahfyAsdafyAsahtePn
= ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −+− '
22. daahfyAs
As = ( )'22
dhfy
ahtePn
−⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
Gambar 9.10 Keseimbangan Gaya-gaya
127
Mulai
Data (y = ht/2) fy f’c b h Ag
Mulai
Diagram Interaksi
ρ
Kondisi lentur murni (titik E)
( ) ( )ydTd'yC2
0,85cyCM
.AT .A'C .0,85c.b0,85.C
.ε.Ec
d'cf'
0TCC
sscn
ss
sss
c
css
ssc
−+−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
==
=
−=
=−+
y
c
fff'
Kondisi P max (titik A)( ){ }ststgmak .AAA0,85.0,8P yc ff' +−=
Kondisi patah tarik (titik D)
( )
( ) ( )ydTd'yC2
yCM
TCCP .fAT 0,85.f'.AC
.b.0,85.C
.ε.Ex
xdf
.ε.Ex
d'xf'
x x
sscn
sscn
sss
sss
c
css
css
b
−+−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
−+==
−==
−=
−=
<
a
f'af'
c
c
Kondisi patah desak (titik B)
( )
( ) ( )ydTd'yC2
yCM
TCCP .fAT 0,85.f'.A'C
.b.0,85.C
.ε.Ex
xdf
.ε.Ex
d'xf'
x x
sscn
sscn
sss
sss
c
css
css
b
−+−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
−+==
−==
−=
−=
>
a
f'af'
c
c
Kondisi seimbang (titik C)
( ) ( )ydTd'tC2
y.CM
TCCP 0,85.x
.dEε
.Eε x
sscn
sscn
b
sc
scb
−+−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
−+==
+=
a
a
f y
As = ( ){ }( )'25,675,584080
25,65,32619,685,166461−
−−
As = 34,70 cm2 ~ 34,342 cm2
dipakai 7D25, As = 34,342 cm2
B. DESAIN KOLOM DENGAN CARA GRAFIS (DIAGRAM Mn-Pn)
Pada desain kolom dengan cara grafis atau menggunakan diagram Mn-Pn,
tahapan analisisnya dapat dilihat pada Gambar 9.11.
Gambar 9.11 Flow chart Diagram Interaksi Mn-Pn
Mn
B
A
C
DE
Pn
128
1. Kolom Pendek Dengan Beban Sentris
Kuat desak nominal (Pno) suatu kolom pendek adalah kuat desak
nominal/teoritik suatu kolom akibat beban sentris (beban aksial tepat berada pada titik
berat potongan). Walaupun kondisi seperti ini sangat jarang terjadi, namun demikian
kondisi ini merupakan bagian dari bahasan kolom beton secara keseluruhan.
Sedangkan istilah ultimit yang dimaksud adalah kondisi yang mana tegangan bahan
baik baja tulangan maupun beton mencapai tegangan ultimit (baja tulangan mencapai
tegangan leleh, tegangan desak beton mencapai tegangan maksimum) akibat adanya
beban maksimum Pno.
Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian-penelitian
terdahulu (Richard dan Brown 1934, Hognestad, 1951) tegangan desak beton
maksimum dapat diambil sebesar 0,85 f’c. Karena beban desak bersifat sentris, maka
baik baja desak maupun baja tarik dianggap secara bersama-sama mencapai tegangan
leleh fy. Pada hitungan kolom, luasan beton yang ditempati baja tulangan (displaced
concrete) ada yang diperhitungkan (lebih teliti) namun ada juga yang
mengabaikannya.
Pada Gambar 9.12.a) potongan
suatu kolom dibebani oleh beban
titik secara sentris. Gambar
9.12.b) adalah potongan vertikal
dan letak beban. Gambar 9.12.c)
adalah tegangan-tegangan yang
terjadi. Karena beban bersifat
sentris, maka tegangan desak
beton menjadi terbagi rata.
Menurut keseimbangan gaya-
gaya vertikal, maka diperoleh :
21 CsCsCcPno ++= ........... 9.1
Gambar 9.12 Potongan Kolom
ht = 60
b = 40
Pn0
Cs1 Cc Cs2
0,85 f’c
129
Sedangkan,
htbcfCc ..'.85,0= ............. 9.2.a
( )cffyAsCs '.85,011 −= ............. 9.2.b
( )cffyAsCs '.85,0'2 −= ............. 9.2.c
Subtitusi persamaan 9.2 ke dalam persamaan 9.1 akan diperoleh,
( )( )cffyAsAshtbcfPno '.85,0..'.85,0 '21 −++= ............. 9.3
Yangmana ht adalah lebar kolom, b adalah tebal kolom, As1 dan As’2 adalah luasan
baja tulangan kiri dan kanan.
Contoh : Misalnya kolom seperti Gambar 9.12 memiliki lebar ht = 60 cm, tebal kolom
b = 40 cm. Kolom memiliki 6D25 dimasing-masing sisi dengan tegangan
leleh fy = 400 MPa. Dipakai mutu beton f’c = 25 Mpa. Akan dihitung nilai
Pno.
4524,29906,4.65,2..41.6 2'
21 ==⎟⎠⎞
⎜⎝⎛== πAsAs cm2
400=fy Mpa = 400.10,2 kg/cm2 = 4080 kg/cm2
25' =cf Mpa = 25.10,2 kg/cm2 = 255 kg/cm2
oPn = ( )( )cffyAsAshtbcf '.85,0..'.85,0 '21 −++
= ( )( )255.85,040804624,294624,2960.40.255.85,0 −++
= 9686,7477639686,2275630,520500 =+ kgf
oPn = 747,7639 tf
Di dalam gambar Pno = 747,7639 tf dan Mno = 0 (beban senttris) ditunjukkan oleh
titik A.
Latihan :
Untuk mengetahui pengaruh mutu material terhadap kuat desak nominal ultimit suatu
kolom, maka dapat diplot dalam grafik :
a. Hubungan antara f’c (variabel bebas) dengan Pno
b. Hubungan antara Ast (variabel bebas) dengan Pno
c. Hubungan antara fy teoritik lawan Pno
Diskusikan hasilnya.
130
2. Kolom Pendek Dengan Beban Eksentris Satu Arah
(eccentrically loaded short column with uniaxial bending)
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, kolom pendek dengan beban sentris
sangat jarang terjadi. Sesuatu yang sangat umum adalah kolom pendek dengan beban
eksentris, yaitu beban yang mempunyai eksentrisitas e terhadap pusat berat potongan
kolom. Letak beban eksentris itu dapat diperoleh dengan memakai hubungan M = P.e,
yangmana M adalah momen.
A r a h G e m p a
A
K o l o m
a. D e n a h
P uM u
A r a h G e m p a
P ue
e x
P u
b. B e b a n K o l o m c. B e b a n e k s e n t r i s U n i a k s i a l
Gambar 9.13 Kolom Eksentris Uniaksial
Gambar 9.13.a) adalah denah struktur bangunan. Akibat beban gravitasi dan
beban gempa. Kolom A misalnya harus mendukung gaya aksial Pu dan momen Mu
sebagaimana yang tampak pada Gambar 9.13.b). Mengingat adanya hubungan M =
P.e, maka beban aksial Pu yang bekerja secara sentris dan Mu dapat
ditransformasikan menjadi beban aksial Pu yang bekerja dengan eksentrisitas e. Hal
ini seperti yang tampak pada Gambar 9.13.c).
131
Pada Gambar 9.13.c) walaupun Pu bekerja dengan eksentrisitas sebesar ex,
namun demikian tetap uniaksial karena ey = 0. dengan perkataan lain momen hanya
bekerja pada satu arah yaitu arah x, Mx. Mengingat yang ditinjau adalah momen pada
arah sumbu x, maka letak tulangan juga hanya dikonsentrasikan ditepi-tepi luar atau
sisi-sisi luar arah x.
Analisis Kolom Persegi
Analisis kolom yang dimaksud adalah menghitung dan mendiskusikan kuat
desak nominal Pn apabila ukuran, mutu bahan dan eksentrisitas beban e diketahui.
Cara lain dalam analisis kolom adalah mencari nilai eksentrisitas e dan momen
nominal Mn apabila kuat desak nominal Pn, ukuran kolom dan kuantitas serta kualitas
bahan diketahui. Cara yang pertama agak sedikit panjang karena akan menuju
persamaan pangkat tiga yang penyelesaiannya kurang praktis. Oleh karena itu cara
yang kedua umumnya banyak dipakai karena leih sederhana, yaitu menuju pada
persamaan kwadrat.
Untuk memulai analisis, maka dipakai model potongan kolom seperti yang
tampak pada Gambar 9.14. Pada umumnya tulangan kolom merupakan tulangan
kembar atau simetri, artinya luas tulangan salah satu sisi sama banyak/luasnya dengan
tulangan disisi lain. Apabila demikian, maka titik berat potongan (plastic centroid)
akan berada di tengah-tengah.
Gambar 9.14.a) adalah kolom
persegi yang dibebani dengan beban
nominal Pn. Dengan memakai hukum-
hukum keseimbangan maka beban
nominal Pn akan mempunyai
eksentrisitas e tertentu.
Apabila e sangat kecil maka
persoalannya akan mendekati sifat kolom
pendek dengan beban sentris seperti
dibahas sebelumnya. Pada kondisi
tersebut akan terjadi rusak desak
(compression controle), karena semua
bahan mengalami tegangan desak.
Kondisi seperti ini umumnya terjadi pada Gambar 9.14 Potongan Kolom
Ec
0,85 f'c
Es'
CsCc Ts
c
a
~ e ~Pn
ht
bAs As '
E s
d’hd z z
132
beban Pn yang cukup besar sedangkan momennya relatif kecil.
Pada kondisi sebaliknya, yaitu pada eksentrisitas yang besar maka lentur
menjadi dominan. Pola kerusakan yang terjadi adalah rusak tarik (tension controle).
Kondisi seperti ini terjadi apabila momen yang terjadi cukup besar tetapi beban
desaknya relatif kecil. Diantara kedua ekstrem tersebut akan terjadi kondisi berimbang
(balance condition). Kondisi berimbang yaitu kondisi yangmana saat regangan desak
beton mencapai regangan ultimit εcu, maka pada saat yang sama baja tarik mulai leleh.
Pada compression controle umumnya tebal beton desak c pada Gambar
9.14.b) cukup besar. Pada kondisi tersebut umumnya baja desak sudah leleh dengan
tegangan leleh fy, namun demikian baja tarik belum leleh, dengan tegangan sebesar
fs. Pada kondisi tersebut berarti bahwa,
bacfCc ..'.85,0= ............. 9.4.a
( )cffyAsCs '.85,0' −= ............. 9.4.b
fsAsTs .= ............. 9.4.c
Oleh karena itu keseimbangan gaya-gaya vertikal akan menghasilkan,
TsCsCcPno −+=
( )( )cffyAsAshtbcfPno '.85,0..'.85,0 '21 −++= ............. 9.5
Yangmana nilai fs adalah,
ss Efs .ε=
sc Ec
chfs .ε⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= ............. 9.6
Dengan mengambil momen terhadap plastic centroid maka
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −= dhtTsdhtCsahtCcePn
21'
21
221. ............. 9.7
Pada kondisi tension controle umumnya Pn relatif kecil, e cukup besar
sehingga tebal beton desak c relatif kecil. Pada kondisi tersebut baja tarik pasti leleh
dengan tegangan fy, sedangkan baja desak masih ada 2 kemungkinan, mungkin sudah
leleh, mungkin belum leleh. Hal ini akan bergantung pada nilai c. Sebagaimana pada
balok, pergeseran nilai c akan berakibat pada status kerusakan (rusak desak atau rusak
tarik).
133
Pada Gambar 9.15 tampak jelas
bahwa nilai c > cb maka εs < εy dan
sebaliknya.
Pno A
Pn, maks
Pb
PT D
B(Pb,Mb)
Mo
e=0
CompressionFailure
e=eb
e= MMb
CompressionFailure
e P
cs
c c> c b , P n > P b , e < e b
ycb
c
s >c
c
y
c < c b , P n < P b , e > e b
Gambar 9.16 Kondisi-kondisi Pada Diagram Interaksi Mn-Pn
Apabila kondisi-kondisi kerusakan tersebut digambar, maka yang terjadi
adalah diagram interaksi seperti yang tampak pada Gambar 9.16. Titik A adalah titik
yang menunjukkan kuat desak nominal ultimit Pno dengan eksentrisitas e = 0 atau
beban sentris. Pada kondisi tersebut tidak terjadi momen pada kolom atau M = 0. Titik
B adalah titik yang merupakan koordinat kondisi berimbang (balance) dengan gaya
aksial dan momen masing-masing adalah Pb dan Mb. Sedangkan titik C adalah
Gambar 9.15 Diagram failure
ɛy ɛs
ɛcu
Tension Failure
Compression Failure c > cb, Pn > Pb, e < eb, ɛs < ɛy
c < cb, Pn < Pb, e > eb, ɛs > ɛy
cb
ɛs’
134
kebalikan dari titik A, yaitu tidak adanya gaya aksial atau Pn = 0 tetapi ada kuat lentur
sebesar Mo. Selanjutnya titik D adalah titik yangmana seluruh kolom dalam keadaan
tarik, sehingga PT adalah kuat tarik kolom
Daerah A-B adalah daerah compression failure atau daerah rusak desak.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, pada daerah ini gaya aksial Pn cukup besar,
sehingga memerlukan daerah beton desak c yang lebih besar. Dalam hal ini c > cb
karena Pn > Pb. Akibatnya baja tarik belum mencapai tegangan leleh εs < εy.
Sementara itu daerah B-C adalah daerah yang gaya aksial Pn relatif kecil dengan
momen yang cukup besar. Dalam hal ini Pn < Pb dan c < cb, sehingga regangan baja
tarik jelas sudah leleh atau εs > εy.
3. Kondisi Balance Pada Kolom Pendek
Perlu diingat bahwa kondisi balance adalah kondisi yangmana saat regangan
desak beton mencapai regangan ultimit εcu, maka pada saat yang sama baja tarik mulai
leleh. Untuk membahas masalah ini maka dipakai kolom dengan ukuran yang sama
dengan contoh terdahulu dengan f’c = 25 Mpa. Tegangan leleh baja tulangan fy = 400
MPa dengan modulus elastik Es = 2100000 kg/cm2. Regangan desak baja εcu = 0,003. ht = 60 cm
b =
40 c
m
As As'
h = 53,75 cmdd'
Pb
a b
c
E y cb E y
E cE s
E c
ebPb
Cc CsTs
Gambar 9.17 Kolom Pendek Kondisi Balance
135
Ad = 9087,454,2..41 2 =π cm2
25' =cf Mpa = 25.10,2 kg/cm2 = 255 kg/cm2
400=fy Mpa = 400.10,2 kg/cm2 = 4080 kg/cm2
4524,29908,4.6' === AsAs cm2
25,625,114' =++== dd cm
001943,02100000
4080==sε
Berdasarkan Gambar 9.17, maka dengan memperhatikan Δ abc :
scc
b hcεεε +
=
hc
sc
cb εε
ε+
= ........... 9.8
Dengan memperhatikan keseimbangan gaya-gaya vertikal, maka :
TsCsCcPb −+= ........... 9.9
Yangmana,
bacfCc b ..'.85,0= ............. 9.10.a
( )cffyAsCs '.85,0' −= ............ 9.10.b
fyAsTs .= ............. 9.10.c
Subtitusi persamaan 9.10 ke dalam persamaan 9.9, maka akan diperoleh :
( ) fyAscffyAsbacfP bb .'.85,0..'.85,0 −−+= ............. 9.11
Eksentrisitas eb dapat diperoleh dengan mengambil jumlah momen terhadap titik berat
potongan.
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −= dhtTsdhtCsahtCceP bb 2
1'21
221. ............. 9.12
Menurut persamaan 9.8, maka :
4691,325,53.6069,05,53001943,0003,0
003,0==
+=bc cm
598,274691,32.85,0.85,0 === bb ca cm
εs’ = ccdc ε− = 003,0
4691,3225,64691,32 − = 0,00242 > 0,001943 baja desak leleh
136
Maka menurut persamaan 9.11
( ) 4080.4524,29255.85,040804524,2940.598,27.255.85,0 −−+=bP
= 240,8485 t + 113,7819 t – 120,1679 t = 234,4647 t
Eksentrisitas beban eb dapat dicari dengan menggunakan persamaan 9.12.
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −= 0625,06,0
211679,1200625,06,0
217819,113
22759,06,0
218485,240. seP bb
= 39,0295 + 27,0232 + 28,539 = 94,5925 tm
bbb ePM .=
4034,04647,234
5925,94===
b
bb P
Me m = 40,3440 cm dari titik berat kolom.
Mb = 94,5925 tm dan Pb = 234,4647 membentuk suatu koordinat kondisi balance
yang ditunjukkan oleh titik B pada Gambar 9.16.
4. Kondisi Patah Desak Bila Eksentrisitas Beban Diketahui
Untuk menentukan jenis patah ada 3 kriteria yang dapat dipakai. Kriteria yang
dimaksud adalah beban/gaya aksial Pn, eksentrisitas beban e dan tebal beton desak c.
Untuk jenis patah desak, maka berarti bahwa :
• P > Pb
• e < eb
• c > cb
Hal tersebut sangat jelas dapat dilihat pada diagram interaksi Mn-Pn pada kolom
seperti yang tampak pada Gambar 9.16. Kriteria yang mana yang akan dipakai
bergantung pada kondisi yang diberikan. Dari kriteria-kriteria di atas maka akan
diketahui kriteria yang mana yang paling mudah dipakai. Berikut ini akan
disampaikan contoh pemakaian dari ketiganya.
Pada perhitungan kolom patah desak dengan eksentrisitas beban diketahui ini
dipakai potongan kolom, mutu bahan dan luas tulangan sama seperti contoh
sebelumnya. Misalnya dalam hal ini eksentrisitas beban aksial e = 22,5 cm.
Pada bahasan sebelumnya eb = 40,34 cm. Berarti bila e < eb, maka akan terjadi
patah desak. Pada patah desak tebal beton desak cukup besar sehingga c > cb. Hal ini
berarti baja tarik belum leleh.
Komponen-komponen gaya yang bekerja pada potongan :
bccfCc ...'.85,0 1β=
137
= 0,85.255.0,85.c.40 = 7369,5 c kg
( )cffyAsCs '.85,0' −= baja desak sudah leleh
= 29,4375 ( ) 4219,113724255.85,04080 =− kg
ss EAsfsAsTs ... ε==
= 2100000.003,075,534375,29. ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
ccE
cchAs scε
= ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
cc25,185456438,9968273 kg
h t = 6 0 c m
b =
40 c
m
A s A s '
h = 5 3 ,7 5 c mdd '
E s c
E cE s '
e
C c C s
T s
P n
5 3 ,7 5 -c
5 3 ,7 5 -c 2 2 ,5 7 ,5P n
6 ,2 5
a = ß 1 .c
Gambar 9.18 Kolom Pendek Kondisi Patah Desak
Dalam hal ini beban Pn belum diketahui dan tebal beton desak c juga belum diketahui.
Untuk itu harus ada eliminasi. Untuk tujuan eliminasi maka diambil momen terhadap
kedudukan Pn.
138
( ) ( )
( ) ( )
09548,1471981976,26936470,170563,85773515,4610326465275,14215525,552710375,3132
025,4625,185456438,996827325,1442,1137245,7425,05,7369
05,2275,2325,65,75,72.
23
23
1
=−+−
=+−−−
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−−−
=+−−−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
cccccc
cccc
TsCscCc β
Melalui penyelesaian persamaan pangkat tiga diperoleh c = 40,6033 cm,
a = 34,5128 cm.
Dengan diperolehnya c, maka :
bccfCc ...'.85,0 1β=
= 7369,5 . 40,6033 = 299266,02 kg
Cs = 4219,113724 kg
εs = 003,06033,40
6033,4075,53 − = 0,00097
839,20392100000.00091,0 ==fs kg/cm2
772,60047839,2039.4375,29. === fsAsTs kg
9026,352772,600474219,11372402,299266 =−+=−+= TsCsCcPn ton
4031,79225,0.9206,352. === ePnMn tm
Nilai Mn juga dapat diperoleh dengan menghitung momen gaya-gaya internal yang
bekerja terhadap titik berat potongan.
( ) ( ) 4031,7975,2325,63025128,3430 =−−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −= TsCsCcMn tm
Nilai Pn = 352,906 ton
Mn = 79,4031 tm
Hitungan juga dapat dilakukan bila yang diketahui adalah Pn.
Misalnya Pn = 352,906 ton > Pb, maka akan terjadi patah desak. Sama seperti contoh
sebelumnya baja tarik belum leleh. Dengan memakai gambar/diagram gaya-gaya
seperti contoh sebelumnya, maka :
bccfCc ...'.85,0 1β=
= 0,85.255.0,85.c.40 = 7369,5 c kg
( )cffyAsCs '.85,0' −=
139
= 29,4375 ( ) 4219,113724255.85,04080 =− kg
ss EAsfsAsTs ... ε==
= 2100000.003,075,534375,29. ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
ccE
cchAs scε
= ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
cc25,185456438,9968273 kg
Keseimbangan gaya-gaya vertikal maka :
TsCsCcPn −+=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−+=−+=c
ccTsCsCc 25,185456438,99682734219,1137245,73699026,352
0438,9968273328,537225,7369 2 =−− cc
0639,13522898,72 =−− cc 2
639,1352.1.42898,72898,7 2 ++=c
6033,40=c cm ; 5128,34.85,0 == ca cm
bccfCc ...'.85,0 1β=
= 7369,5 . 40,6033 = 299266,02 kg
Cs = 4219,113724 kg
εs = 003,06033,40
6033,4075,53 − = 0,00097
839,20392100000.00091,0 ==fs kg/cm2
772,60047839,2039.4375,29. === fsAsTs kg
9026,352772,600474219,11372402,299266 =−+=−+= TsCsCcPn ton
4031,79225,0.9206,352. === ePnMn tm
Bila estimasi nilai c yang dilakukan
Unttk keperluan analisis, nilai c kadang–kadang diestimasi terlebih dahulu, baru Mn,
Pn, dan e dicari. Misal diestimasikan nilai c = 40,6033 cm, maka :
bccfCc ...'.85,0 1β=
= 0,85.255.0,85.40,6033.40 = 299226,02 kg
( )cffyAsCs '.85,0' −=
= 29,4375 ( ) 4219,113724255.85,04080 =− kg
εs = 003,06033,40
6033,4075,53 − = 0,00097
140
839,20392100000.00091,0 ==fs kg/cm2
772,60047839,2039.4375,29. === fsAsTs kg
Keseimbangan gaya vertikal :
Pn = Cc + Cs – Ts
= 299226,02 + 113724,422 - 60047,7694 = 352902,6 kg
( ) ( ) 4031,7975,2325,63025128,3430 =+−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −= TsCsCcMn tm
e = Mn / Pn = 79,4031 / 352,9026 = 0,225 m = 22,5 cm
Berdasar hasil–hasil diatas ternyata diperoleh hasil bahwa :
1. Bila eksentrisitas beban e yang diketahui, maka analisis akan melalui
persamaan dalam c pangkat – tiga.
2. Bila yang diketahui / eksentrisitas adalah Pn, maka analisis akan melalui
persamaan dalam c pangkat – dua.
3. Namun apabila yang diketahui / eksentrisitas adalah c, maka tidak ada
persamaan yang harus diselesaikan.
5. Kondisi Lentur Murni (Pn=0)
Pada kondisi lentur murni, kolom yang dibahas akan berperilaku sebagaimana
lentur murni pada balok. Karena tulangan yang dipasang adalah tulangan simetri
maka baja desak jelas belum leleh. Oleh karena itu analisis sama seperti pada analisis
balok tulangan rangkap dengan tulangan desak belum leleh.
As = As’ = 29,4375 cm
b = 40 cm
h = 53,75 cm
baja tarik → leleh
baja desak → belum leleh
=== 40..255.85,0..'.85,0 abacfCc 8670a kg
1201054080.4375,29. === fyAsTs kg
Gambar 9.19 Kolom Pendek Kondisi Lentur Murni
Sama dengan cara sebelumnya
c
b
h
As
As’
ɛc ɛs’
ɛy Ts
a= β1c CcCs
141
ss EAsfsAsCs ..'. ε==
= 2100000.003,0'.4375,29.'' 1 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
adaE
cdcAs sc
βε
= ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
aa 3281,98523625,185456 kg
Keseimbangan gaya-gaya horizontal
Cc + Cs – Ts = 0
a8670 + - 120105 = 0
28670a + a25,65351 – 120105 = 0 2a + a5376,7 – 113,637 = 0
a =2
637,113.1.45376,75376,7 2 ++−
= 7,5379 cm
c = 1β
a = 8,8681 cm
εs’ = ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −8681,8
25,68681,8 .0,003 = 0,0008856 < εy = 0,001943
fs = εs . Es = 0,0008856 x 2,1.106 = 1859,9408 kg / cm2 < 4080 kg / cm2
Cc = 8670 . 7,5379 = 65353,593 kg
Ts = 29,4375 . 1859,9408 = 54752,007 kg
Mn = ( )'2
dhTsahCc −+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − = 32,6644 + 26,1072 = 58,6751 tm
Pn = 0 → e = Mn/Pn = ∞
6. Kondisi Patah Tarik (Tension Failure)
Pada kondisi ini, beban aksial yang bekerja Pn relatif kecil, tetapi dengan
eksentrisitas yang besar. Akibatnya tebal beton desak c relatif kecil dan mungkin saja
baja desak belum leleh, namun baja tarik jelas sudah leleh. Sekali lagi kondisi patah
tarik (tension failure) apabila Pn < Pb, e > eb atau c < cb.
Sebagaimana contoh sebelumnya, analisis akan lebih mudah apabila bilangan
yang diketahui adalah tebal beton desak c. Untuk itu dipakai bahasan kolom yang
sama seperti contoh sebelumnya.
aa 3281,98523625,185456 −
142
h t = 6 0 c m
b =
40 c
m
A s A s '
2 3 , 7 56 , 2 5 6 , 2 5
E s c = 2 5
E cE s '
e
C c C sT s
P n
5 3 ,7 5 - c
6 , 2 5
2 3 ,7 5
e P n
Misal ditinjau c = 25 cm, a = 21,25 cm.
εs’= ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
2525,625 .0,003 = 0,00225 > εy
Baja desak sudah leleh
εs = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
252575,53 .0,003 = 0,00345 >> εy
Baja tarik sudah leleh
40.25.85,0.255.85,0..'.85,0 == bacfCc
= 184237,5 kg
( )cffyAsCs '.85,0' −=
= 29,4375 ( )255.85,04080−
= 4219,113724 kg
1201054080.4375,29. === fyAsTs kg
Pn = Cc + Cs – Ts
= 184237,5 + 4219,113724 - 120105 = 177856,9219 kg
= 177,856 ton
Gambar 9.20 Kolom Pendek Kondisi Patah Tarik
143
( ) ( )25,63025,6302
30 −+−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −= TsCsaCcMn
= 3569601,5625 + 2700955,0201 + 2852493,75 = 9123050,3326 kg cm
= 91,230 tm
e = Mn / Pn = 91,230 / 177,856 = 0,5129 m = 51,29 cm
144
Gambar 9.21 Diagram Interaksi Mn-Pn
Diketahui : Pn = 547,46 ton
Mn = 117,02 tm
Diagram Interaksi seperti Gambar 9.21 (untuk ukuran kolom 45/70 cm, f’c = 25
kg/cm2, fy = 400 Mpa , εc = 0,003, Es = 2100000 kg/cm2)
Diminta : Baja Tulangan yang diperlukan
Penyelesaian :
1. Diperkirakan Pn = 547,46 t di sb.-y, kemudian tarik garis ke kanan
2. Diperkirakan Mn = 117,02 tm di sb-x, kemudian di tarik ke atas
3. Diperkirakan kadar tulangan Rho = As/bh dipertemuan kedua garis tsb, diperoleh
Rho = 1,35 % As = 0,0135. 45 . 68,75 = 41,765 cm2
Dipakai 9D25 As = 44,154 cm2 > 41,765 cm2
-300
-200
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Mn (tm)
Pn (t
on)
a
epsi s
Cs Cc Ts
c
Pn
epsi c
ht
b As A's
Pn = 547,46
Mn = 117,02
1,1
11,5
2,02,5
3,
145
C. BAHASAN KOLOM PENDEK DENGAN CARA ANALITIK
Bahasan kolom yang dimaksud adalah membahas hal-hal yang berkaitan
dengan persoalan kolom, misalnya penentuan luas tulangan ataupun penentuan beban
nominal Pn suatu kolom. Kolom pendek adalah kolom yang kekuatannya tidak
dipengaruhi oleh kelangsingan atau slenderness ratio. Sedangkan cara analitik yang
dimaksud adalah bahasan yang dilakukan berdasarkan simbol-simbol matematik yang
digunakan pada persoalan kolom. Cara analitik ini bersifat eksak, teliti, namun agak
sedikit kompleks.
Dengan memakai cara analitik, perhitungan-perhitungan dapat lebih straight
forward atau lebih langsung menuju hasil dibandingkan dengan cara numerik. Namun
demikian cara analitik ini mempunyai resiko/bahaya yang sangat menghawatirkan,
yaitu kemungkinan hilang/tidak diketahuinya mekanisme kerja gaya-gaya yang
bekerja pada kolom. Hal ini terjadi karena yang dipakai langsung adalah rumus jadi
atau closed form formula, tidak melalui tahapan-tahapan penyelesaian yang
berdasarkan pada kesetimbangan gaya-gaya. Oleh karena itu cara analitik ini hanya
disarankan untuk dipakai bagi yang benar-benar telah menguasai struktur beton.
Untuk tujuan belajar cara numerik lebih baik dipakai karena penyelesaian persoalan
kolom akan melalui tahapan keseimbangan gaya-gaya.
Terdapat banyak kemungkinan bahasan yang dapat dilakukan yang
berhubungan dengan persoalan kolom. Kemungkinan-kemungkinan itu adalah sebagai
berikut :
1. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak sudah leleh
2. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak belum leleh
3. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak tak berfungsi
4. Kondisi kolom patah desak dengan tulangan tarik belum leleh
5. Kondisi kolom patah desak dengan dua-duanya tulangan desak
6. Kondisi kolom patah desak dengan tulangan desak dan tarik leleh.
1. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Sudah Leleh
Sebagaimana bahasan sebelumnya, pada kolom patah tarik ini, tulangan tarik
jelas sudah leleh. Pada kondisi ini tulangan desak dianggap sudah leleh. Kondisi
seperti ini akan dicapai apabila tebal beton desak bcc > , namun nilai c masih relatif
besar.
146
h t
b
A s A s '
hd d '
E s c
E cE s '
e
C c C sT s
P n
e P n
Gambar 9.22 Kolom Pendek Patah TarikDengan Tulangan Desak Sudah Leleh
Anggapan pada kondisi ini adalah :
1. baja desak dianggap sudah leleh
2. tulangan kolom bersifat simetri, AsAs ='
Pada kondisi tersebut berarti bahwa
Cc = 0,85 f’c .a .b ....… 9.13.a
Cs = As.fy
(displaced concrete diabaikan) …. 9.13.b Ts = As . fy ...… 9.13.c
Persamaan keseimbangan :
Pn = Cc + Cs - Ts
= (0,85 f’c . a . b) + (As.fy) - (As.fy)
Pn = 0,85 f’c . a . b ....... 9.14.a
bcf Pn a
×=
'.85,0 ....... 9.14.b
Diambil momen terhadap garis kerja Cc, maka
Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
2a
nhte = As’. fy +⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ − 'd
2a As ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
2ah fy
Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
2a
nhte = As . fy ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −−+ 'd
2a
2ah
= As . fy (h -d’)
147
As = )'dh(fy2a
2htePn
−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
…………………..... 9.15
Apabila Pn, ukuran dan properti material diketahui, maka tebal beton desak ekivalen a
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 9.14.b). Selanjutnya luasan baja
tulangan yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 9.15.
2. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Belum Leleh
Pada kondisi ini nilai C relatif kecil sehingga beton desak belum leleh. Wang
dan Salmon (1979) mengatakan bahwa bila ukuran kolom terlalu besar (lebih besar
dari kebutuhan pada kondisi balance) maka kolom akan terjadi patah tarik. Oleh
karena itu kebutuhan ukuran beton pada kondisi balance menjadi referensi saat
menentukan ukuran kolom. h t
b
A s A s '
hd d '
E s c
E c uE s '< E y
e
C c C sT s
P n
e P n
Gambar 9.23 Kolom Pendek Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Belum Leleh
Anggapan yang di ambil adalah :
1. baja desak dianggap belum leleh
2. tulangan kolom bersifat simetri, AsAs ='
Senada dengan sebelumnya :
Cc = 0,85 f’c . a . b ....… 9.16.a
Ts = As . fy ....… 9.16.b
148
Cs = As . fy = As. sε .Ε s ....…9.16.c
Persamaan keseimbangan gaya-gaya :
Pn = Cc + Cs - Ts
= (0,85 f’c . a . b) + (As . cε . Ε s)- (As . fy)
= (0,85 f’c . a . b) + As . ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
a'd.a 1β
cε . Ε s - (As . fy)
Pn - 0,85 f’c . a . b = As ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −Ε−Ε
a.'... . .. 1cc afydssa βεε
As = '....).(
..'.85,0(
1cc dsafysbacfPnaβεε Ε−−Ε
− …………………….......… 9.17
Dengan mengambil momen terhadap garis kerja Cc maka akan diperoleh,
Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
2a
nhte = As . fy ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
2ah + As . ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
a'd.a 1β
cε . Ε s. ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − 'd
2a
a. Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
2a
nhte = As ⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ − '
2)'.....(
2. 1 dadEsaEsahfya cc βεε
= As ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+−+− 2
11
22
'...2
'....'...
2..
2... dEs
adEsdaEs
Esafyahfya cc
cc βε
βεε
ε
= As ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ −−−+⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ − 21
2 '...2
.'...
2.
dEsafyEs
dEshfyafyEs
cc
cc βε
εε
ε
Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
za
zhte = As { }[ ]2.'')'(2)( 2
112 dEsadEsEsdfyhafyEs cccc βεβεεε +−−+−
As = { } 211
2 '...2'...)'...(2).(22
..2
dEadEdEhfyafyE
ahtPna
scscscsc βεβεεε
ε
+−−+−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
………. 9.18
Apabila diperhatikan maka persamaan 9.17 sama dengan persamaan 9.18 maka,
{ } 21sc1scscc1scc d'...E2εa.d'..Eε).d'.Eε2(fy.hfy)a2.(ε
)2a
2ht2.a.Pn(e
.d'.β.Eεfy)a.(εc.a.b)0,85.f'a(Pn
ββ +−−+−
−+=
−−−
ss EE
……………..……… 9.19
Persamaan 9.19 mengandung pembilang dalam a baik ruas kiri dan ruas kanan
sehingga saling dapat dieliminasi. Selanjutnya persamaan tersebut akan menghasilkan
149
persamaan a dalam pangkat tiga. Koefisien a3 sekaligus sebagai pembagian bagi suku-
suku yang lain adalah (ɛcEs-fy) 0,85f’cb. Apabila koefisien tersebut diberi notasi K1
maka koefisien a3 adalah K1a3 dengan K1 = 1. Apabila koefisien a2 adalah K2, maka
berdasar persamaan 9.19 nilai K2 adalah
K2 = cbffycEs
cbfdcEscEsdfyh'85,0)(
'85,0)')'(2( 1
−−−
εβεε = ⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡−−−
)(')'(2 1
fycEsdcEscEsdfyh
εβεε …. 9.20
Apabila koefisien a adalah K3, maka berdasar persamaan 9.19 K3 adalah
K3 = cbffycEs
htcEshtePnfcbdESPndcEsPndcEsPncEsdfyh
'85,0)(
))(2
(285,0)2102('1'1)'(2
−
−−++−+−−
ε
εβεβεβεε
K3 = ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
+−
+−−−
)(2
'85,0)2(
'85,0)()'(2 2
1
fycEsdcEs
cbfhtePn
cbffycEsPncEsdfyh
εβε
εε …. 9.21
Akhirnya adalah konstanta K4 yaitu dari persamaan 9.19
K4 = bcffycEs
dcEshtPnPndcEs.'85,0)(
))(2()2( 12
1
−−−−
εβεεβε
= bcffycEs
dcEshtPnPndcEs.'85,0)(
))(2()2( 12
1
−−−−
εβεεβε
K4 = - ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+−
−)22(
'85,0)()( 1 dhte
cbfPn
fycEsdcEs
εβε …. 9.22
Dengan demikian persamaan yang dimaksud adalah
K1.a3 + K2.a2 + K3.a + K4 = 0 …. 9.23
Dari persamaan 9.23 tersebut dihitung nilai a. Setelah nilai a diperoleh maka
disubstitusikan ke persamaan.
3. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Tidak Berfungsi
Kondisi yang dimaksud adalah kondisi yang mana garis netral tepat jatuh pada
posisi tulangan desak. Pada kondisi yang demikian regangan baja desak Es’ = 0,
sehingga tegangan baja desak fs = 0. Akibatnya tulangan desak tidak dapat berfungsi
atau tidak dapat mengerahkan kekuatan. Kondisi seperti ini terjadi apabila
eksentrisitas beban C sudah sedemikian besar, sebaliknya beban nominal Pn relatif
150
kecil. Walaupun kondisi seperti ini jarang terjadi namun kebutuhan tulangan tetap
harus dihitung.
ht
b
As As'
hd d'
E s>>E yc=d'
E cuE s'<E y
e
CcTs
Pn
e Pn
Gambar 9.24 Kolom Pendek Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Tidak Berfungsi
Pada kondisi ini baja tarik mengalami regangan yang sangat besar atau Es >> ey.
Komponen-komponen gaya pada potongan
Cc = 0,85f’c.a.b. ………. 9.24.a
Ts = As.fy ………. 9.24.b
Cs = 0 ………. 9.24.c
Kesembangan gaya-gaya vertikal
Pn = Cc – Ts
= 0,85f’c a.b – As.fy
As = fy
bacfPn ..'85,0+− ………. 9.25
Dengan mengambil jumlah momen terhadap garis kerja Cc, maka
Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
za
zhte = As.fy ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
2ah
= As ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
2fyfyh
151
2 Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
za
zhte = As {2 fyh – fy.a}
As = afyfyh
ahtePn
.222
(2
−
+− ……… 9.26
Dengan memperhatikan persamaan 9.25 dan persamaan 9.26, maka
afyfyh
ahtePn
fyPnbcaf
.2
)22
(2.'85,0−
+−=
− ……… 9.27
Persamaan 9.27 akan menghasilkan persamaan kuadrat dalam a dengan
K1 = 1 adalah koefisien a2, dan K2 adalah koefisien a,
K2 = hcbffy
cbffyh 2'85,0
'85,0)2(−=
− ……… 9.28
K3 = Pn (2 e – ht + 2h) fy ……… 9.29
Persamaan kwadrat K1a2 + K2.a + K3 = 0
4. Patah Desak Dengan Baja Desak Sudah Leleh
Pada kolom patah desak, tebal beton desak cukup besar sehingga baja tarik
jelas belum leleh atau εs < εy. Pada umumnya baja desak sudah leleh atau εs’ > εy,
karena beton desak c cukup besar. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa apabila
ukuran kolom yang diambil lebih kecil daripada kebutuhan ukuran dalam kondisi
balans, maka umumnya kolom akan mengalami patah desak.
h t
b
A s A s '
hdd '
E s < E y c
E c
E s ' > E y
e
C c C s
T s
P n
eP n
6 , 2 5
Gambar 9.25 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Baja Desak Sudah Leleh
152
Angapan-angapan dalam kondisi ini
1. Displaced concrete diabaikan
2. Tulangan bersifat simetri, As = As’
3. Baja desak sudah leleh, εs’ > εy
Gaya-gaya yang bekerja adalah
Cc = 0,85 f ΄c.a.b ……….. 9.30.a
Cs = As. Fy ……….. 9.30.b
Ts = As ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
cch εs Es = As ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
aahβ1 ……….. 9.30.c
Persamaan keseimbangan statika
Pn = Cc + Cs –Ts
= 0,85 f’c.a.b + As.fy - As ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
aahβ1 εs Ec
a ( Pn – 0,85 f’c.a.b) = As {( εsEc + fy) a - εs Esβ1h}
As = hεcEsβfy)aεcEs (
c.a.b)0,85f'(Pna
1−+− ……….. 9.31
Senada dengan bahasan sebelumnya yaitu dengan mengambil jumlah momen terhadap
garis kerja Cc akan diperoleh
Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
2a
2htε = As
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − d'
2aAs.fy
2ah
aεsEcaεcEsβ1h
Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
2a
2htε = As
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛+−− ....(fyd)aa
2fya
2εcEsεcEsh)a (
2h)aεcEsβ (
hεcEsβ 22121
= As ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ ++−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ + 2
112 hεcEcβafydεcEsh
2hεcEcβ
a2
fyεcEs
Pn ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
2a
2htε = As { }21scsc1s
2sc hβEε2afyd)2hEε2hβE(afy)E( +++−+ cεε
As = 21scsc1sc
2sc hβE2ε2fyd)ahE2εhβE(εfy)aE(ε
2a
2hte2aPn
+++−+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
….. 9.32
Senada dengan bahasan sebelumnya, persamaan adalah sama dengan persamaan oleh
karena itu,
153
21scsc1sc
2sc1scsc hβE2ε2fyd)ahE2εhβE(εfy)aE(ε
2a
2hte2aPn
hβEfy)E(εc.a.b)0,85f'a(Pn
+++−+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
=+−
ε ...….. 9.33
Persamaan 9.33 tersebut akan menghasilkan persamaan pangkat-3 dalam a. Senada
dengan bahasan sebelumnya, koefisien a3 sekaligus sebagai pemukaan lagi koefisien
berikutnya adalah (εcEs + fy) 0,85f’c.a.b. Apabila koefisien tersebut diberi notasi a2
adalah K2 maka berdasar persamaan 22), nilai K2 adalah,
K2 = c.bfy)0,85f'(εεcE
c.a.b.'2fyd)0,85f2εεcEsh(εεcEs 1
+++
− = - ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+
++fy)εcEs (
2fyd)2εεcEshεcEsβ ( 1 .. 9.34
Selanjutnya apabila koefisien dari a adalah K3, maka berdasar pers. 9.33 K3 adalah
K3 = cbfy)0,85f'εcEs (
2fyh)Pn(2ε2εcEh)PnEsβ(fyεcEshεcEsβ 2 1
21
+++
++
cε
K3 = ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡++
+−
++ cb0,85f'
Pnfy)εcEs (2fyh)εcEsh (2
cb0,85f'ht)Pn(2e
fyεcEshεcEsβ 2 2
1 ...….. 9.35
Akhirnya konstanta yang dapat diperoleh dari pers 9.33 adalah
K4 = c.b0,85f'fy)εcEs (
ht)h)Pn(2eεcEsβ (h)PnεcEsβ (2h)(c.b0,85f'fy)εcEs (
ht)Pnh)(2eεcEsβ ()PnhεcEsβ (2 11112
+
−−−=
+
−−−
K4 = ( )⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+−−
+2hht2e
cb0,85f'Pn
fyεcEshεcEsβ 1 ...….. 9.36
Persamaan pangkat 3 yang dimaksud adalah
K4a3 + K2a2 + K3a + K4 = 0 ...….. 9.37
Yang mana f1=1, K2, K3 dan K4 masing-masing adalah ditunjukkan oleh persamaan
9.34, pers 9.35 dan pers 9.36. Nilai tebal beton desak a dicari dari persamaan tersebut.
Selanjutnya substitusi nilai a kedalam persamaan 9.32 selanjutnya akan diperoleh luas
tulangan AS.
5. Patah Desak Dengan Dua-duanya Tulangan Desak
Kondisi yang dimaksud adalah kondisi yang mana garis netral jatuh diluar
tulangan sebelah kiri atau tebal beton desak c meliputi seluruh potongan kolom.
Kondisi seperti ini akan terjadi apabila eksentrisitas beban c sangat / relatif kecil
dengan beban nominal Pn yang besar. Pada kondisi ini tulangan kiri dan tulangan
kanan dua-duanya berupa tulangan desak dan memang seluruh potongan kolom dalam
154
kondisi desak. Pada umumnya tulangan desak kanan sudah leleh tetapi tulangan desak
kiri belum leleh.
h t
b
A s A s '
hdd '
E s '1
c
E c
E s '2> E y
e
C c C s 2
P n
e P n
C s 1
Gambar 9.26 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Dua-duanya Tulangan Desak
Asumsi yang diambil adalah
1. Displaced concrete diabaikan
2. Tulangan bersifat simetri, As = As’
3. Baja desak kanan sudah leleh
Gaya-gaya yang bekerja pada potongan
Cc = 0,85 f’c.a.b. ……… 9.38.a
Cs2 = As. fy ……… 9.38.b
Cs1 = As.fs = As ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
chc εcEs
= As ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
aha 1β εcEs …… 9.38.c
155
Persamaan keseimbangan gaya-gaya vertical
Pn = Cc + Cs1 + Cs2
= 0,85 f’c.a.b + As ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
aha 1β εcEs + Asfy
a ( Pn – 0,85f’c.a.b) = As (εcEsa- εcEsβ1h+ fy.a)
= As { (εcEs + fy) a - εcEsβ1h)}
As = hεcEsβfy)aεcEs (
c.a.b)0,85f'a(Pn
1−+− ...….. 9.39
Dengan mengambil jumlah momen terhadap pusat kolom maka akan diperoleh
Pn (e) = Cc ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ − d
2ht
ahcEsβεcEs.aAsd
2htAsfy
2a
2ht 1ε
= 0,85f’c.a.b ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −
−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − d
2ht
ah)βεcEs(afyAs
2a
2ht 1
a [ ] { } ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−=−= d
2hth)a(cEsβhεcEsβAsa)ca.b(ht0,425f'Pn.e 11
As = { }{ } ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −−−
−−
d2htafy)(εεcEhεcEsβ
a)c.a.b(ht0,425f'Pn.ea
1
...….. 9.40
Dengan memperhatikan pers 9.39 dan pers 9.40 maka
{ }{ } ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −−−
−−=
−+−
dhtafycEshcEc
ahtbacfPnahcEsafycEs
bcafPna
2)(1
)(..'425,0.)(
).'85,0(
1 εβε
εβεε
...….. 9.41
Persamaan 9.41 berarti bahwa
Pn = a (Pn-0,85f’c.a.b) {(εcEsβ1h-(εcEs-fy)a} { } afycEsahtbacfePnadht )()(..'425,0.2
+−−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − ε
……….. 9.42
Persamaan 9.42 setelah disusun akan menghasilkan persamaan a dalam pangkat 3.
Senada dengan cara-cara sebelumnya koefisien a3 berdasarkan pers 9.42 adalah (0,425
f’c.b) (εcEs + fy) dan koefisien tersebut sebagai pembagi bagi suku yang lain oleh
karena itu koefisien a3 kemudian menjadi Ka3 dengan K1a. Apabila koefisien a2
adalah K2 maka berdasarkan persamaan 9.42 K2 adalah
156
K2 = d – εcEs-fy)(0,85f’c.b)-ht(εcEs-fy)0,425f’cb – ht (0,425f’cb)( εcEs + fy)
(0,425f’cb) (εcEs +fy) (0,425f’cb)( εcEs + fy)
(εcEsβ1h)(0,425f’cb) = (εcEs-fy)(2d-ht) – ht – (εcEsβ1h)
(0,425f’cb)(εcEs + fy) εcEs + fy (εcEs + fy)
K2 = ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+
+++
−−−
)()()2)(( 1
fycEshcEsht
fycEsdhtfycEs
εβε
εε ……….. 9.43
Selanjutnya apabila K3 adalah koefisien dari a, maka berdasarkan pers.9.42. koefisien
K3 adalah
K3 =
fy)εcEs (cb0,425f'c.bh).0,425f'εcEsβ ht(
fy)εcEs (cb0,425f'fy)dεcEs pn(
fy)εcEs cb(0,425f'2
HtfyεcEs Pn(
fy)εcEs c(0,425f'cb)d85f'εcEsβ1h.0, (
fy)εcEs cb(0,425f'cb)(0,425f'h)htεcEsβ (
fy)εcEs cb(0,425f'fy)εcEs Pn.e(
1
1
++
+−
−+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
+
+−
++
++
K3 =
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
++
−+−
+−−+
+
fyεcEsεcEsβ1ht.d
2d)(htfyεcEsfy)(εεcE
cb0,85f'Pn2d)(ht
fy)(εεcEhεcEsβ
cb0,85f'2Pn.e 1
……….. 9.44
Akhirnya apabila K4 adalah suatu konstanta, maka dari pers 9.42 akan diperoleh
K4 = - ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+−+fy)εcEs c.b(0,425f'
h)εcEsβ Pn.d(εcEsβ1h) (PnhEsβ εc Pn.e 12ht
1
K4 = - ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+−
+−2e)2d(ht
fyεcEs hεcEsβ
cb0,35f'Pn 1 ……….. 9.45
Persamaan selengkapnya menjadi K1a3 + K2a2 + K3a + K4 ……….. 9.46
Apabila nilai a telah diketahui maka As menurut persamaan 9.40 dapat dihitung
6. Patah Desak Dengan Tulangan Kiri dan Kanan Sudah Leleh
Kondisi ini adalah kondisi yang mana baik tulangan kiri maupun tulangan
kanan kedua-duanya sudah leleh. Kondisi seperti ini sangat mendekati kolom dengan
beban aksial sentris atau pada kolom dengan beban betul-betul sentris. Pada kondisi
ini garis netral jatuh diluar potongan dengan beton desak meliputi seluruh potongan
kolom.
157
h t
b
A s A s '
hdd '
E s = E y
c
E cE s '
e < <
C c C s 2
P n
C s 1
P n
Gambar 9.27 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Tulanga Kiri dan Kanan Sudah
Leleh
Mengingat eksentrisitas beban e sangat kecil maka kondisi ini dapat dianggap menjadi
kolom dengan beban sentris.
Angapan-angapan selengkapnya menjadi :
1. Displaced concrete diabaikan
2. Kedua sisi tulangan sudah leleh
3. kedua sisi tul merupakan tul simetri atau As = As’ (Ast = As + As’)
Mengingat beban kolom merupakan beban sentries maka
Po = 0,85 f’c.b.ht + Ast.fy ……… 9.47
Beban nominal Pn yang diijinkan menurut SKSNI pasal 3.3.3.5) adalah
Pn = øPo = ø 0,85f’c.b.ht + Ast (fy) ……… 9.48
Apabila displaced concrete diperhitungkan maka
Pn = ø 0,85f’cb.ht + Ast (fy – 0,85f’c) ……… 9.49
158
Persamaan 9.49. akan memberikan
Ast = c)0,85f'(fy
c.b.htΦ.0,85f'Pn−
−
As = 0,5 Ast = k)0,85f'(fy 2
c.b.htΦ.0,85f'Pn−
− ……… 9.50
D. RUMUS Pn PENDEKATAN WHITNEY
Pada bahasan didepan telah diketahui bahwa nilai Pn dapat dihitung apabila
nilai eksentrisitas e ataupun tebal beton desak c diketahui. Proses hitungan cukup
panjang terutama bila yang diketahui adalah eksentrisitas beban e, yaitu adanya
persamaan c pangkat 3. Dalam hal-hal tertentu rumus pendekatan untuk menghitung
Pn juga bermanfaat. Pendekatan yang dimaksud adalah dengan diambilnya asumsi-
asumsi pada penurunan rumus. Rumus untuk menghitung Pn pendekatan “Whitney”
adalah sebagai berikut.
1. Patah Desak Pendekatan Whitney
Sebagaimana dibahas sebelumnya patah desak berarti c>cb ,P>Pb, e<eb dan
baja desak umumnya sudah leleh. Apabila diambil momen terhadap garis kerja baja
tarik Ts, maka : Pn ( )'22
' dhCsahCcdhe −+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+ ……… 9.51
h t
b
A s A s '
hdd '
E s c
E cE s '
e
C c C s
T s
P n( h - d ' ) / 2
e P n
Gambar 9.28 Kolom Pendek Patah Desak Pendekatan Whitney
159
Asumsi pertama yang diambil oleh Whitney adalah bahwa nilai a ~ 0,54 h. Nilai ini
sebenarnya kekecilan karena patah desak c>cb. Pada kondisi balance bila fy = 400
MPa dengan Es=2,1.106 kg/cm2. nilai cb=0,0609 h, dengan a=0,85 cb. Maka a =
0,516 h. Tetapi karena patah desak c>cb, maka a akan berkemungkinan > 0,54 h. Pada
kondisi itu,
Cc=0,85fc’.a.b = 0,85 fc’.0,54 h.b = 0,459 fc’ bh ……… 9.52
Sehingga , Cc 2'..31
254,0'459,0
2bhfchhbhfcah =⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ − ……… 9.53
Cs = As . fy ……… 9.54
Substitusi persamaan 9.53 dan 9.54 kedalam persamaan 9.51 akan diperoleh ,
Pn ( )''.'..31
2' 2 dhfyAsbhfcdhe −+=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+ ……… 9.55
Selanjutnya persamaan 9.55 dapat ditrasformasikan menjadi :
Pn ( )
2''.
2'
'31 2
dhe
dhfyAsdhe
bhfc
−+
−+
−+
=
( )
21
'
'.
)'(233
' 2
+−
−+
−+=
dhe
dhfyAs
dhc
bhfc ……… 9.56
Apabila persamaan 9.56 ruas pertama dikalikan hth
hht 2
2 . maka akan menjadi,
Pn
21
'
.
)'(23.3
'
22
22
+−
+−+
=
dhe
fyAs
htdhhh
ehthhtbhfc
Pn
21
'
'.
2)'(3.3
'
22 +−
+−
+=
dhe
fyAs
hhtdh
heht
bhtfc ……… 9.57
Apabila c = 0 maka,
Pn = Po ……… 9.58.a
Pn = 0,85 fc’.b.ht+As.fy.2 ……… 9.58.b
Kalau c=0, maka persamaan 9.57 akan sama dengan pers. 9.58.b karena persamaan
9.57 akan menjadi :
160
Po = Pn Asfy
hhtdh
bhtfc 2
2)'(3
'
2
+−
= ……… 9.59
Persamaan 9.58.b sama dengan persamaan 9.59 itu berarti bahwa
0,8522
)'(31
hhtdh −=
18,185,01
2)'(3
2 ==−h
htdh ……… 9.60
Substitusi persamaan 9.60 kedalam persamaan 9.57 akan menjadi
Pn5,0
'
'.
18,12,1.3
'
+−
++
=
dhe
fyAseht
bhtfc ……… 9.61
Yangmana h adalah lebar efektif kolom, ht adalah lebar kolom total, dan e adalah
eksentrisitas beban.
2. Patah Tarik Pendekatan Whitney
Didepan telah dibahas rumus pendekatan Pn untuk patah desak. Pada patah
tarik, baja tarik jelas sudah leleh sedangkan baja desak belum tentu. Namun demikian
pada pendekatan ini baja desak dianggap sudah leleh. Hal ini adalah untuk
penyederhanaan karena tidak perlu menghitung fs (fs dianggap sama dengan fy atau fs
= fy).
h t
b
A s A s '
hd d '
E y c
E cE s ' > E y
e > e b
C c C sT s
P n
e > e b P n
A s A s '
Gambar 9.29 Kolom Pendek Patah Tarik Pendekatan Whitney
161
Karena tulangan desak dianggap sudah leleh maka :
Cs = As’ (fy-0,85fc’) ……… 9.62.a Ts = As fy ……… 9.62.b
Cc = 0,85 fc’ β1. c.b ……… 9.62.c
Keseimbangan gaya-gaya vertikal
Pn = Cc + Cs – Ts
Pn = 0,85 fc’ β1. c.b + As’ (fy-0,85fc’) – Asfy ……… 9.63
Diambil notasi notasi seperti biasanya yaitu
'85,0 fcfym = ,
bhAsyp = ,
'''
bhAsp = , maka persamaan 9.63 menjadi :
Pn'85,0'85,0...85,0.
85,0'85,0
'85,0...1 fc 0,85
fcfchfybpfc
fcfc
fcfyhbpibc −⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+= β
Pn = 0,85fc’[β1cb+p’(m-1) bh – p mbh]
= 0,85fc’[h
c1ββ1c+p’(m-1) bh – p mbh] ……… 9.64
Dengan menggunakan persamaan 9.63 dan diambil momen terhadap garis kerja
tulangan tarik maka :
Pn.e ( ) )'.('85,0'2.1.1 fc 0,85 dhfcfyAschbc −−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
ββ ……… 9.65
Senada dengan penurunan persamaan 9.64 maka persamaan 9.65 akan menjadi
Pn.e )'('85,0.''85,0
85,0'85,0
'2.1.1 fc 0,85 dhfc
fcfc
fcfybhpchbc −⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
ββ
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= )'()1('
2.1.1 fc 0,85
2
dhbhmpbhhcbhc ββ
Pn.e ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= )').(1('
2.1.1 fc 0,85
2
dhmphcc ββ ……… 9.66
Apabila persamaan 9.64 dikalikan dengan eksentrisitas e maka hasilnya adalah
momen Mn = Pn.e. Karena koefisien pengali ruas karena persamaan sama dengan
koefisien pengali ruas kanan persamaan 9.66 maka hal itu berarti bahwa :
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
−−+−=⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −−+ )')(1('
2)1(1)1('1 2
dhmphccpmmp
hce βββ ……… 9.67
162
persamaan 9.67 adalah persamaan kuadrat dalam c, sehingga kalau disubstitusi akan
menjadi,
)')(1(')1('1121 22
dhmpepmmepch
ehc
−−−−−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+ βββ
02.1
)')(1('')'(112
112
2222 =
−−−−−+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+ hdhmpepppemchec
βββ
ββ ……… 9.68
Dengan menggunakan rumus abc, maka akan diperoleh :
2
2
2 1)'(')')(1(2
11 βββppemepdhmhpehehc −++−−
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −+
−= ……… 9.69
Wang dan Salmon (1979) kemudian mentransformasi persamaan 9.69 menjadi :
2
2
1
)'(')'1)(1('2
1
1
1
1
βββ
ppmhe
hep
hdmp
he
he
hc −++−−
+⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+
−= ……… 9.70
Substitusi persamaan 9.70 kedalam persamaan 9.64 akan diperoleh,
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−++−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−−+−=
hdmppmppm
he
hepmmpebhfcPn 1)(1(')''.(21)1('
11'85,0
2
β
……… 9.71
untuk tulangan simetri yaitu p = p’ maka persamaan 9.71 menjadi :
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+−+−=
he
hdmp
he
hepbhfcPn 1)(1(211'85,0
2
……… 9.72
Persamaan 9.72 adalah rumus pendekatan karena baja desak dianggap sudah leleh,
walaupun sesungguhnya belum tentu demikian.
163
BAB X TULANGAN GESER KOLOM
A. PENGERTIAN
Setelah desain tulangan lentur kolom, maka langkah selanjutnya adalah desain
tulangan geser/sengkang kolom. Pada elemen yang selain momen lentur tetapi juga
ada gaya aksial seperti pada kolom, maka peran/fungsi tulangan geser/sengkang
sangatlah penting. Diantara fungsi-fungsi utama sengkang kolom itu adalah sebagai
berikut.
1. Sengkang Sebagai Penahan Tegangan Geser
Sebagaimana pada balok, pada kolom juga terdapat gaya geser. Kedua-duanya
hampir sama. Kalau pada balok, gaya geser terjadi akibat adanya beban gravitasi dan
momen ujung, sedangkan pada kolom gaya geser hanya terjadi akibat momen ujung
aja. MKap + q
MKap+
MKap-
MKap+/L MKap+/LbMKap-/Lb MKap-/Lb
MKap -
+-
-
-
Mk,ua
Mk,ub
Mk,ub/L Mk,ua/L
Mk,ub/L Mk,ua/L
+
a)
b)
c)
d)
e)
g)
f)
a) b) c)
Gambar 10.2 Gaya Lintang Kolom
Gambar 10.1 Gaya Lintang Balok
164
Gambar 10.1.a) adalah balok dengan beban gravitasi dengan intensitas q dan pada
ujung-ujungnya terdapat momen MKap+ dan MKap
-. Balok tersebut dapat
didekomposisi seperti Gambar 10.1.b) dan 10.1.d), yang gaya lintangnya masing-
masing adalah Gambar 10.1.c) dan 10.1.f). Superposisi atau gabungan dari keduanya
adalah Gambar 10.1.g) yang merupakan gaya lintang balok.
Gaya lintang kolom adalah seperti tampak pada Gambar 10.2.c). Tata cara
menghitungnya adalah seperti pada Gambar 10.2.b) yaitu sama seperti pada balok.
Karena pada kolom tidak terdapat beban langsung, maka bentuk gambar gaya
lintangnya merata/sama sepanjang tinggi kolom. Gaya lintang inilah yang akan
mengakibatkan tegangan geser yang harus ditahan oleh sengkang.
2. Sengkang Sebagai Confinement
Confinement yang dimaksud adalah sebagai pengekang agar akibat gaya aksial
suatu kolom tetap menyatu tidak pecah. Sebagaimana diketahui bahwa akibat gaya
aksial, kolom disatu sisi akan mengalami pemendekan tetapi disisi lain, kolom akan
mengembang kearah samping. Tugas sengkang adalah mengikat kolom agar beton
kolomnya tidak pecah.
Pu Pu
Inti/core
a) b)
c)
d)
Gambar 10.3 Confinement Pada Kolom
165
Perubahan volumetrik elemen desak adalah seperti tampak pada Gambar
10.3.a). Agar kolom tidak pecah akibat gaya desak, maka sengkang harus
mengikatnya sebagaimana tampak pada Gambar 10.3.b). Dengan demikian sengkang
akan mengalami gaya tarik atau tegangan tarik. Pada beban siklik maka kolom lama-
kelamaan akan mengalami spalling atau mengelupas selimut betonnya pada sekeliling
kolom dan bahkan dapat masuk kedalam seperti yang tampak pada Gambar 10.3.c).
Semakin jauh jarak tulangan kolom, maka akan semakin kecil luasan inti (core) yang
tersisa dan sebaliknya. Dengan demikian selain sengkang, efektivitas pengekangan
masih dipengaruhi oleh jarak tulangan kolom. Sistim pengekangan yang terbaik
adalah sengkang spiral, kemudian diikuti oleh sengkang lingkaran dan kemudian baru
sengkang persegi.
3. Sengkang Sebagai Penahan Buckling
Pada saat beton mengelupas atau spalling maka baja tulangan berkemungkinan
lepas dengan betonnya. Pada kondisi tersebut baja tulangan akan berfungsi sebagai
batang desak yang rawan terhadap bahaya tekuk (buckling). Menurut teori kestabilan,
bahaya tekuk akan dipengaruhi oleh kelangsingan.
Pada sengkang kolom,
kelangsingan tulangan pokok akan
bergantung pada :
1. Diameter tulangan pokok
2. Jarak sengkang ( s )
Dengan demikian selain diameter sengkang dan tegangan lelehnya, jarak
sengkang s memegang peran yang sangat penting. Pada desain tulangan geser
diameter, tegangan leleh dan jumlah potongan umumnya diketahui atau ditentukan
dan jarak sengakang s yang dihitung. Jarak sengkang s juga dapat dikorelasikan
dengan diameter tulangan pokok.
TekukS2
Gambar 10.4 Buckling Pada Kolom
Pu Pu
166
4. Sengkang Sebagai Pengikat Tulangan Pokok
Fungsi ini adalah fungsi teknis yang paling praktis, yaitu untuk mengikat
tulangan pokok agar tempat, jarak dan posisinya dalam kondisi yang benar. Selain
daripada itu dengan adanya pengikat dari sengkang maka pemasangan tulangan
menjadi rapi. Tempat, jarak dan posisi tulangan harus dalam kondisi benar, baik
selama pemakaian tulangan maupun selama cor beton dilakukan.
B. GAYA GESER ULTIMIT KOLOM (Vu,k)
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, gaya geser yang terjadi pada suatu
elemen akan bergantung salah satunya pada momen-momen ujung yang bekerja pada
elemen tersebut. Pada kolom, karena tidak terdapat beban langsung, maka gaya geser
kolom hanya akan dipengaruhi oleh Mu,ka dan Mu,kb. Sebagaimana tampak pada
Gambar 10.2, maka gaya geser ultimit kolom Vu,k berdasarkan SK-SNI 1991 pasal
3.14.7.1).(2) adalah
hk
kbMukaMukVu ,,, += .................................... 10.1
Persamaan 10.1 adalah gaya geser kolom yang dihitung dari momen ultimit
kolom Mu,k. Sebelumnya Mu,k dihitung dari momen kapasitas balok, yaitu suatu cara
dalam rangka memenuhi prinsip strong column weak beam. Apabila dikaitkan dengan
analisis struktur, maka gaya geser ultimit kolom tidak perlu diambil lebih besar dari
(SK-SNI 1991) pasal 3.14.7.1).(2) :
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++= KEKLKD V
KVVmakskVu ,,,
405,1, ............ 10.2
Yangmana hk adalah tinggi bersih kolom, VD,K , VL,K dan VE,K berturut-turut adalah
gaya geser kolom akibat beban mati, beban hidup dan beban gempa yang kesemuanya
diambil dari hasil analisis struktur.
Persamaan 10.1 adalah gaya geser ultimit kolom Vu,k pada tingkat ke-2
sampai tingkat teratas. Pada prinsip strong column weak beam, kolom-kolom
ditingkat-tingkat tersebut tidak direncanakan terjadinya sendi-sendi plastis. Namun
demikian akan terjadi sendi-sendi plastis pada ujung bawah kolom tingkat dasar
(tingkat ke-1). Untuk itu maka terdapat sedikit modifikasi gaya geser ultimit kolom
pada ujung bawah tingkat dasar Vu,kd berdasarkan SK-SNI 1991 pasal 3.14.7.1).(2)
yaitu, EE
VM
kapMckdVu .,7,0., ω= ................................................. 10.3
167
C. DESAIN TULANGAN GESER KOLOM
Berdasarkan nilai-nilai gaya geser ultimit kolom Vu,k seperti pada persamaan
10.1 dan persamaan 10.3 tulangan geser akan didesain. Pada kolom tingkat-tingkat
atas tidak akan terjadi sendi plastis pada ujung-ujung kolom. Dengan demikian gaya
geser yang dapat dikerahkan adalah gaya geser oleh tulangan geser dan gaya geser
oleh bahan beton Vc. Sedangkan pada sendi plastis kolom tingkat dasar, beton sudah
rusak pada saat sendi plastis terjadi. Oleh karena itu semua gaya geser akan ditahan
hanya oleh sengkang.
M u , k b
M u , k a
d i t a h a n o l e hs e n g k a n g
o l e hb e t o n
Vc
Vu, k
lo
lo
bh
a) K o l o m - k o l o m t i n g k a t a t a s
lo
lo
V c
V u , k
b) K o l o m t i n g k a t d a s a r
Gambar 10.5 Gaya Geser dan Desain Tulangan Geser
Pada Gambar 10.5.a) gaya geser sebesar φ
kVu, sebagian akan ditahan oleh
kemampuan beton dalam menahan gaya geser Vc berdasarkan SK-SNI 1991 pasal
3.4.3.1).(2) yaitu,
hbcfAg
kNuVc ..'.61
.14,1
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧+= ............................ 10.4
Dengan Ag adalah luasan bruto potongan kolom, f’c dalam MPa dan Ag
kNu, juga
dalam MPa (1 MPa = 10,2 kg/cm2).
168
Sebagaimana pada desain geser pada balok , b dan h pada persamaan 10.4
dinyatakan dalam mm dan Vc dinyatakan dalam N. Dengan demikian gaya geser yang
harus ditahan oleh sengkang Vsn adalah,
VckVuVsn −=φ, ……………............................ 10.5
dengan ø adalah faktor reduksi kekuatan untuk geser.
Pada daerah sendi plastis, yaitu diujung bawah kolom tingkat dasar seperti
tampak pada Gambar 10.5.b) seluruh gaya geser harus ditahan oleh sengkang. Dengan
demikian,
φ
kVuVsn ,= ……………............................ 10.6
Proses-proses atau tahapan desain penulangan geser kolom dapat dilihat pada
Gambar 10.6 di bawah ini.
169
Mulai
Data : b h d d’
Hitung gaya geser kolom (Vu,k) dipilih yang terkecil
Syarat Vu,k > (1,2. VD,k + 1,6VL,k)Pada ujung kolom adalah sendi plastis, maka Mu,k diganti dengan Mkap,k
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++=
+=
kE,kL,kD,ku,
n
bawahu,atasu,ku,
.VK4VV1,05V
lMM
V
Hitung gaya geser yang diterima tulangan Untuk daerah sepanjang lo
Untuk daerah diluar lo
Dengan panjang lo- lo = h kolom ; Pu,k < 0,3 Ag.f’c- lo = 1,5 h kolom ; Pu,k > 0,3 Ag.f’c
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+=
−=
=
b.d.'61
14.AP1 V
VVV
VV
g
u.kc
cu2
2s
us1
cf
φ
φ
Hitung jarak tulangan sengkang, pilih yang kecilJarak tulangan sepanjang lo : Jarak tulangan diluar lo :
s < b/4 s < 48.ds < 8.D s < 16.Ds < 100 mm s < 600 mm
s1V.d.n.A
s yfφ=s2V
.d.n.As yfφ=
Selesai
Gambar 10.6 Flow Chart Penulangan Geser Kolom
170
Contoh 1 :
Akan didesain tulangan geser untuk tingkat ke-2 dengan ukuran balok, kolom dan
Mu,ka ; Mu,kb seperti tampak pada Gambar 10.7. Kualitas bahan sama dengan contoh
sebelumnya, yaitu f’c = 25 MPa (255 kg/cm2). Dipakai tegangan leleh sengkang fsy =
400 MPa (4080 kg/cm2). Nu,k lantai 2 = 305,1 ton. Ukuran kolom 7045 cm.
225,3775,0.21775,0.
214 =−−=hn m
Menurut persamaan 10.1,
056,58225,3
616,93636,93, =+
=kVu ton
Dari hasil analisis struktur diperoleh
VD = 2,438 t, VL = 1,111 t dan
VE = 29,683 t, dengan demikian
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++= 683,294111,1438,205,1,
KmakskVu
= 128,39 ton > Vu,k
Maka dipakai Vu,k = 58,056 ton
Nu,k = 305,1 ton = 305,1 x 9804 = 2991200,4 N
hbcfAg
kNuVc ..'.61
.14,1
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧+= = 5,637.450.25.
61
700.450.144,29912001⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ +
= 1,6782 x 239062,5 =401213,03 N ( 1 N = 0,102 kg)
= 40,923 kg = 40,923 ton
Dipakai sengkang D10, As = Ad = 785,01..41..
41 22 == ππ D cm2.
Menurut persamaan 10.5, maka gaya geser yang harus ditahan oleh sengkang adalah,
VckVuVsn −=φ, = 923,40
60,0056,58
− = 55,837 ton = 55837 kg
Dicoba dipakai sengkang 3 kaki, maka jarak sengkang s adalah
cmcmkg
kgcm
VsnhfyAss 2
2
5583775,63.4080.785,0.3..
== = 10,97 cm, dipakai s = 10 cm.
Pakai 1,5 D10-100.
Gambar 10.7 GayaGeser Kolom
Nu,k = 305,1 t 93,616
93,616
35/77,5
35/77,5
45/70
171
Dicoba dipakai sengkang 4 kaki, maka jarak sengkang s adalah
cmcmkg
kgcm
VsnhfyAss 2
2
5583775,63.4080.785,0.4..
== = 14,63 cm, dipakai s = 14 cm.
Pakai 2 D10-140
Kontrol jarak sengkang (untuk sengkang 2 kaki) SK-SNI 1991, pasal 3.14.4.4).(2) :
s ≤ 8 dl = 8 . 2,5 = 20 cm
s ≤ cb.41 = 45.4
1 = 11,25 cm
s ≤ 10 cm
Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.14.4.4).(4), panjang lo yaitu panjang rentang sengkang
dengan jarak s = 10 cm harus dipasang, dengan lo adalah
lo ≥ 1,5 h = 1,5 . 70 = 105 cm
lo ≥ hn.61 = 5,322.6
1 = 53,75 cm
lo ≥ 45 cm
Diluar daerah tersebut (diantara dua lo) maka menurut SK-SNI 1991 pasal 3.4.5.4).(1)
jarak sengkang s tidak boleh diambil lebih besar dari,
s < 2d = 2
75,63 = 31,875 cm
s < 60 cm
Contoh 2 :
Pada desain kolom sebelumnya adalah desain
tingkat ke-1, ke-6 dan tingkat teratas akibat
beban gravitasi dan beban gempa kiri. Untuk
gempa kanan maka hasil desain harus
dikontrol apakah hasil desain dalam keadaan
aman. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh,
momen nominal aktual Mn, k act = 141,85 tm.
Dipakai s = 10 cm memenuhi syarat
Dipakai s = 14 cm memenuhi syarat
s = 10 cm dipasang sepanjang lo = 105 cm
diujung bawah dan ujung atas kolom
Dalam hal ini misalnya
dipakai s = 25 cm, D10-250
93,636
93,636 93,636
Mn,k act = 141,85 tm
172
Dari analisis struktur diperoleh ME = 76,34 tm, VE= 27,09 ton dan momen kapasitas
kolom Mc, kap
59,19885,141.4,1,., === actkMnkapMc oφ tm
Dengan demikian, berdasarkan persamaan 10.3,
EE
VM
kapMckdVu .,7,0., ω= = 13,6409,27.34,7659,1987,0.3,1 = tm
882,10660,013,64,
===φ
kdVuVn ton
Dipakai sengkang D10, As = Ad = 785,01..41..
41 22 == ππ D cm2.
Pakai 4 kaki sehingga,
10688275,63.4080.785,0.4..
==Vsn
hfyAss = 7,64 cm dipakai s = 7 cm
Pakai 2 D10-70 2D
10-7
0
lo=1
050
D10
-250
lo=1
125
1,5D
10-1
00
lo=1
050
1,5D
10-1
00
lo=1
050
1,5D
10-1
00
lo=1
050
D10
-250
lo=1
125
450/700
450/700
2D 10-70
1,5D 10-100
350/775
350/775
Gambar 10.8 Penempatan Sengkang Kolom
173
BAB XI BEAM COLUMN JOINT
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa prinsip desain yang dianjurkan
pada bangunan gedung adalah strong column weak beam. Prinsip desain tersebut akan
membentuk perilaku goyangan menurut beam sway mechanism. Pada pola goyangan
seperti itu sendi-sendi plastis akan diharapkan terjadi pada ujung-ujung balok
khususnya pada tipe struktur earthquake load dominated. Mekanisme goyangan
seperti itu akan mampu melakukan disipasi energi secara stabil mengingat elemen-
elemen struktur mampu berperilaku daktail. Sebagaimana dibahas sebelumnya,
kebutuhan daktilitas kurvatur (required curvature ductility) masih dapat dipenuhi
secara relatif mudah oleh potongan elemen struktur.
Pada bahasan sebelumnya telah diperoleh bahwa untuk pola goyangan yang
dimaksud diatas, kebutuhan daktilitas kurvatur untuk balok berkisar antara μφ = 15 –
20 untuk bangunan gedung 5 – 25 tingkat. Sementara itu Watson dkk (1992)
melaporkan bahwa hasil laboratorium menunjukkan adanya variasi daktailitas
kurvatur mulai μφ = 8 – 30. Hasil itu adalah hasil uji kolom untuk nilai
AgcfPu
.' ~ 0,1 – 0,50. Sementara itu kebutuhan daktilitas kurvatur untuk kolom
tingkat dasar μφ justru lebih kecil daripada balok. Pada contoh bahasan yang sama
kebutuhan daktilitas kurvatur untuk kolom tingkat dasar μφ = 10 – 18. Axial load ratio
AgcfPu
.' untuk kolom bawah bangunan bertingkat banyak dapat mencapai 0,3 –
0,50. Hasil penelitian yang lain juga disampaikan oleh Zahn dkk (1986). Hasil
penelitian yang komprehensif kemudian dituangkan dalam bentuk chart atau grafik
sebagaimana yang tampak pada Gambar 11.1. Pada gambar tersebut tampak bahwa
untuk balok (dengan AgcfPu
.' < 0,1) daktilitas kurvatur yang dapat disediakan
cukup besar (μφ > 30).
Apabila elemen balok dan kolom telah menunjukkan perilaku daktail seperti
yang diharapkan, maka perhatian akan beralih pada elemen-elemen yang lain. Elemen
yang dimaksud terutama adalah ”beam column joints” yaitu joint yang merupakan
174
pertemuan antara balok dan kolom. Sebagaimana pada balok dan kolom, maka joint
ini harus mampu berfungsi seperti yang diharapkan.
B. FUNGSI UTAMA BEAM COLUMN JOINTS
Bersama-sama dengan balok dan kolom, beam column joints merupakan
menjadi elemen yang sangat vital bagi kestabilan struktur. Sebagai mana dipakai pada
analisis struktur, joint dibolehkan terjadi rotasi tetapi joint harus tetap utuh, elastik
(tidak rusak), sehingga mampu menghubungkan balok dan kolom dalam hubungan
yang tetap siku. Dengan perkataan lain joint harus dapat berfungsi sebagai jepit elastik
yang sempurna untuk balok maupun kolom (walaupun joint mengalami rotasi).
Dengan demikian joint harus masih tetap mampu menimbulkan pengekangan terhadap
balok dan kolom.
a)
Joint yang kaku, mampu mengadakan pengekangan terhadapdeformasi lentur balok
Gempa Kiri Joints sebagaielemen jepit elastik
b)
c) d)
Sendi Plastik
Joint rusak(momen ujung balok = 0)
Sendi Plastik
e)
Gambar 11.1 Gambar Fungsi Joint
175
Gambar11.1.b) adalah pola goyangan portal akibat beban horisontal. Apabila
dibuat detail, maka goyangan tingkat, momen-momen balok dan kolom adalah seperti
yang tampak pada Gambar 11.1.c) untuk beban dari arah kiri dan Gambar 11.1.d)
untuk beban dari arah kanan. Walaupun joint mengalami rotasi, tetapi hubungan
antara balok dengan kolom tetap siku-siku atau joint masih dalam keadaan elastik.
Gambar 11.1.e) adalah apabila telah terjadi kerusakan pada joint. Momen ujung
balok menjadi nol. Redistribusi momen kearah momen positif akan segera terjadi dan
balok seolah-olah menjadi ditumpu oleh sendi-rol. Sendi plastis di momen positif
akan segera terjadi, karena kapasitas momen positif akan terlampaui oleh momen
positif dukungan sendi-rol.
Apabila joint bersifat kaku/elastik/monolit dengan balok dan kolom, maka joint
tersebut mampu mengadakan pengekangan terhadap deformasi lentur yang terjadi
pada balok ataupun kolom. Pada kondisi demikian struktur masih stabil dan proses
disipasi energi pada sendi-sendi plastis dapat berlangsung secara berkelanjutan
(karena joint tidak rusak).
C. PROBLEMA YANG ADA PADA JOINTS
Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa pada masa-masa lalu perhatian
designer terhadap joint masih memprihatinkan. Hal ini terjadi karena masa-masa yang
lalu belum ada bukti yang meyakinkan adanya keruntuhan struktur akibat beam
column joint failure. Namun demikian setelah gempa-gempa besar, misalnya gempa
Mexico (1985) dan gempa lainnya, keruntuhan struktur akibat joint failures semakin
jelas. Sekarang ini disadari betul fungsi penting joint dan selalu diusahakan agar joint
tidak menjadi weak links pada sistem struktur daktail.
Lebih lanjut Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa problem utama
yang ada pada joint adalah adanya gaya geser (shear force) dan problem lekatan
antara tulangan dengan beton (bond). Oleh karena itu dua problem tersebut perlu
dibahas secara lebih rinci. Bahasan akan dilanjutkan pada pengatasan masalah.
176
D. KESEIMBANGAN GAYA-GAYA PADA JOINT
Sebagaimana diketahui bahwa joint adalah salah satu elemen penting di dalam
sistim struktur. Secara geometris joint merupakan bagian dari kolom maupun balok.
Perilaku yang ideal suatu joint telah dibahas secara jelas sebelumnya. Sesuatu hal
lebih lanjut yang harus diketahui adalah gaya-gaya yang bekerja pada joint. Prinsip-
prinsip mekanika akan dipakai didalam menguraikan gaya-gaya yang bekerja pada
joint.
M +
M -
i n f l e c t .p o i n t
M +
M -
V -
V +
V -
V c o l
N u
V c o l
N u
i n f l e c t .p o i n t
M -
M +
V +
a )
b )
c )
d )
Gambar 11.2 Gaya-gaya Pada Joint
Momen yang tampak pada Gambar 11.2.a) adalah momen balok akibat beban
gempa. Momen-momen seperti itu akan mengakibatkan gaya lintang seperti tampak
pada Gambar 11.2.b). Apabila momen dan gaya lintang digabungkan maka akan
tampak seperti pada Gambar 11.2.c). Secara umum dapat diartikan bahwa arah gaya
lintang adalah arah yang mengakibatkan momen seperti pada pasangannya. Dengan
memakai prinsip seperti itu maka free body diagram gaya-gaya yang bekerja pada
joint dan di infection points adalah yang tampak pada Gambar 11.2.d).
h c
h cV c o l
b c
T s aT s a
C c iT s iV b
N uV c o l
z
( T s a + C c i )
( T s a + C c i - V c o l )
V c o l
V c o l
a ) b ) S F D c ) B M D
Gambar 11.3 Gambar SFD dan BMD pada Joint
177
Menurut Gambar 11.3.a),
( ) ccolcb hVbVzTs ...2 =+
( )c
cbcol h
bVzTsV
..2 +=
( )c
cbcol h
bViMkaapaMkapV
.,, ++=
Pada SK-SNI 1991 diambil kebijakan,
( )cbca
nncol
hh
iMkaaplblbaMkap
lblb
V+
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
=2
1
,,7,0
Persamaan diatas dipakai dengan mengabaikan pengaruh Vb dan momen balok
adalah momen pada as kolom. Faktor 0,7 adalah faktor reduksi kekuatan atau ø = 0,7
(geser). Sebagaimana dibahas didalam hitungan momen kapasitas bahwa momen
kapasitas yang dihitung adalah momen kapasitas nominal (Mkap,n). Oleh karena itu
required strength yang dihitung dari momen kapasitas selalu dikalikan dengan
strength reduction factor ø, misalnya :
Mu,b = ø. Mn,b
Mu,k = ø. Mn,k
Vu,b = ø. Vn,b
Dalam tingkat kapasitas,
Mkap,u = ø. Mkap,n
Faktor reduksi kekuatan ø = 0,7 oleh karenanya tampak pada Vcol diatas dan akan
selalu tampak pada required strength yang lain pada Mu,k.
178
E. GAYA GESER DAN TEGANGAN GESER JOINT
Melalui keseimbangan gaya-gaya pada joint akan dapat diketahui betapa akan
terdapat gaya geser yang sangat besar. Gaya geser tersebut dapat diketahui melalui
Gambar 11.4 berikut.
Retak/crack
Retak/crack
Diagonal Strut
Vjv
Vjh
Vcol
Ts
Cc
zi
Vcol
Vb Vb
Cc
Ts
VjvVjh
Vjh=Ts+Cc-Vcol
Gambar 11.4 Gaya Geser pada Joint
Sebagai hasil resultan dari gaya-gaya desak yang ditimbulkan oleh momen balok
dan momen kolom, maka akan terdapat gaya desak diagonal yang terjadi pada joint.
Gaya desak diagonal tersebut dapat mengakibtkan retak/pecahnya joint sebagaimana
tampak pada Gambar 11.4.a). Akibat momen lentur pada balok juga memungkinkan
retaknya balok ditepi muka kolom terutama pada daerah tarik. Karena beban bersifat
bolak-balik, maka retaknya balok ditepi muka kolom dapat terjadi pada kedua sisi
(sisi atas dan sisi bawah balok).
Pada Gambar 11.4.b), adanya gaya geser Vjh dan Vjv semakin terlihat sebagai
suatu konsekuensi dari keseimbangan gaya-gaya pada joint. Adanya gaya geser Vjh
juga terlihat pada SFD yang ditunjukkan oleh Gambar 11.4.c). Dengan cara yang
sama juga dapat diidentifikasi gaya geser Vjv. Dengan memakai keseimbangan gaya-
gaya, maka
coljh VCcTsV −+=
jhc
bjv V
hh
V ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
Yangmana hb adalah tinggi balok dan hc adalah tinggi kolom.
179
iziMkapTs ,.7,0
=
azaMkapCc ,.7,0
=
Mengapa terdapat koefisien 0,7 ? Karena sebagaimana disampaikan sebelumnya Mkap
adalah momen kapasitas nominal. Vjh dan Vjv pada persamaan di atas adalah gaya-
gaya lintang (gaya geser) yang harus dikendalikan (baik oleh kekuatan geser beton
maupun oleh tulangan geser joint). Menurut SK-SNI 1991, tegangan geser yang
terjadi pada joint harus dikendalikan melalui tegangan geser maksimum τjh,
cfbh
V
bb
jhjh '5,1
.<=τ
Apabila batas maksimum tegangan tersebut tidak dipenuhi, maka ukuran buhul joint
harus diperbesar.
F. TULANGAN GESER JOINT
Gaya geser horizontal Vjh dan gaya geser vertikal Vjv belum tentu dapat ditahan
secara aman oleh beton didalam joint. Secara teoritik beton mampu menahan
tegangan geser dengan batas tertentu. Apabila masih terdapat kelebihan tegangan
geser, maka kelebihan tegangan tersebut harus ditahan oleh tulangan geser.
Mengingat terdapat 2 arah tegangan geser, maka hal tersebut akan dibahas satu-
persatu.
1. Tulangan Geser Horisontal
Tegangan geser horisontal Vjh akan ditahan secara bersama-sama oleh beton
dan tulangan geser (kalau diperlukan). Kadang-kadang sering terdapat pertanyaan,
bukankah pada arah horisontal tersebut juga ada balok, sehingga dapat menahan
tegangan geser joint? Jawabannya adalah bahwa pada saat balok melentur mencapai
kekuatan kapasitas (Mkap), bagian tegangan tarik balok sudah retak-retak lebar.
Mengingat beban/lenturan balok bersifat bolak-balik maka balok beton ditepi muka
kolom sudah rusak. Kerusakan akan diperbesar oleh terjadinya sendi plastis balok.
180
Sh
Kekuatan geser yang dapat dikerahkan oleh beton,
• 0=chV
Bila cfAg
kNu '.1,0,<
• bcch hbcfAg
kNuV ..'.1,0,32
−=
Bila cfAg
kNu '.1,0,>
Selanjutnya kekuatan geser yang harus ditahan oleh tulangan geser Vsh adalah,
chjhsh VVV −=
Apabila sengkang mempunyai tegangan sebesar fysh maka luasan potongan sengkang
yang diperlukan sebesar,
sh
shsh fy
VA =
Apabila luasan potongan sengkang yang diperlukan Ash sudah diperoleh, maka
dengan memakai diameter sengkang dsh tertentu jarak sengkang horisontal join sh
dapat ditentukan.
Gambar 11.5 Tulangan Geser Horisontal
181
2. Tulangan Geser Vertikal
Disamping tulangan geser horisontal, maka secara teoritik pada joint juga
diperlukan tulangan geser vertikal. Sebagaimana diketahui bahwa pada joint sudah
rapat/padat dengan tulangan-tulangan, mulai dari tulangan kolom, tulangan balok
membujur dan tulangan balok melintang. Setelah itu ada tulangan geser horisontal dan
kemudian tulangan geser vertikal. Oleh karena itu pada joint sudah penuh dengan
macam-macam tulangan yang saling menyilang secara 3 dimensi. Apabila tidak
diperhatikan secara khusus hal tersebut (tulangan-tulangan) dapat mengakibatkan
mutu cor beton di joint menjadi kurang baik. Padahal menurut analisis struktur, joint
harus tetap kuat/elastik saat terjadi gempa. Oleh karena itu joint perlu memperoleh
perhatian khusus.
Intermediatebars
Gambar 11.6 Gambar Tulangan Geser Vertikal Joint
182
Kekuatan geser vertikal yang dapat dikerahkan oleh beton,
• 0=cvV untuk ujung kolom dasar
• ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+=cfAg
kNuAsAs
VVk
kjhcv '.
,6,0'
'kAs = luas tulangan desak kolom
kAs = luas tulangan tarik kolom
Kekuatan yang harus dikerahkan oleh tulangan geser vertikal,
cvjvsv VVV −=
Selanjutnya,
sv
svv fy
VAs =
Tulangan geser vertikal dapat ditahan oleh :
1. Tulangan intermediate bars bila Ask + As’k > Asv
2. Tulangan sengkang vertikal
3. Tulangan khusus
Tahapan desain atau proses perencanaan joint balok kolom (beam column joint)
ini dapat dilihat pada Gambar 11.7 di bawah ini.
183
Dengan :
Mulai
Hitung gaya geser horizontal join :
Hitung Vkolom dan dipilih yang terkecil :ka
kap.kakaka
ki
kap.kikiki
kolkakijh
Z0,7.M
TC
Z0,7.M
TC
VTCV
==
==
−+=
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++=
+
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
=
EkLkDkkolom
kika
kap.kaka
kap.kiki
kolom
Vk4VV1,05V
ll21
.Mll.M
ll0,7
V
Hitung tegangan vertikal join
jhc
bjv .V
bh
V =
cf'1,5.bh
Vτ
b.ac
jhjh <=
jhchsh VVV =+
cc
c
f'f
f'
0,1AP bila .h.b'.1,0
AP.
32V
0,1AP bila 0V
g
ukcb.a
g
u.kch
g
ukch
>⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
<⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
Denganjvcvsv VVV =+
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=
=
cf'.AP0,6
AA.VV
dasar kolom ujunguntuk 0V
g
uk
sk
ks'jhcv
cv
yfsh
shVA =
φn.AAJml sh
tul =
yfsv
svVA =
φA.nAJml sv
tul =
Selesai
Ukuran dirubah
Geser Horizontal Geser Vertikal
ya
Tidak
Data : hc bb
Gambar 11.7 Flow Chart Penulangan Beam Column Joint
184
Contoh : Akan dihitung tulangan geser joint dengan memakai hasil-hasil desain balok
sebelumnya. Misalnya momen-momen kapasitas Mkap+ dan Mkap
- yang
terjadi pada kiri dan kanan joint seperti tampak pada Gambar 11.8. Mutu
bahan yang dipakai f’c = 25 Mpa (255 kg/cm2) dan fy = 400 Mpa (4080
kg/cm2).
MKap-=120 tm
MKap+=107,463 tm
MKap-=138,7 tm
MKap+=76,7 tm
MKap-=79,9 tm
MKap+=138,7 tm
MKap-=107,463 tm
MKap+=133,9 tm
lb=8,5 mlb'=7,8 m
lb=5,5 mlb'=4,75 m
lb=7,5 mlb'=6,875 m
Gambar 11.8 Momen Kapasitas Balok
Penyelesaian :
1. Menghitung Vcol
a. Kolom dalam (kiri)
( )hbha
aMkaplblb
iMkaplblb
V a
a
i
i
col
+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+
=→
21
,,7,0 ''
= ( )
66,4444
21
463,10775,45,5120
8,75,87,0
=+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ +
t
( )30,43
4421
7,13875,45,57,79
8,75,87,0
=+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ +
=←
colV t < 44,66 t
185
b. Kolom dalam (kanan)
( )74,42
4421
7,76875,6
5,77,13875,45,57,0
=+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ +
=→
colV t
( )34,47
4421
9,133875,6
5,7463,10775,45,57,0
=+
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ +
=←
colV t > 42,74 t
• Kolom dalam kiri yang menentukan hitungan adalah bila gempa dari kiri.
• Kolom dalam kanan yang menentukan hitungan adalah bila gempa dari
kanan.
2. Menghitung Vjh dan Vjv untuk kolom dalam kiri
coljh VCcTsV −+= ; i
ii ziMkapCcTs ,.7,0
==
jhc
bjv V
hh
V ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= ;
aaa z
aMkapCcTs ,.7,0==
Karena Vcol bertanda negatif maka agar Vjh nilainya terbesar, yang menentukan
hitungan adalah apabila Vcol terkecil. Untuk kolom dalam kiri, maka yang
menentukan hitungan adalah apabila gempa berasal dari kanan (Mkap+
i =79,7 tm
dan Mkap-a =138,7 tm).
Vjv
Vjh
Vjv
Vjh
C ka
T ka
T ki
C ki
Vkol
Vkol
0,70 Mkap.ka
0,70 Mkap.ki
hc
bjZ kaZ ki
186
ziMkapCcTs ,.7,0
== , ahz .5,0−=
( ) 01,870926,0.5,06875,0
70,79.7,0=
−== ii CcTs t
( ) 84,1581525,0.5,06875,0
7,138.7,0=
−== aa CcTs t
55,2023,4384,15801,87 =−+=jhV t
Kontrol :
cfbh
V
bb
jhjh '5,1
.<=τ
= 34,7340.70
10.55,2022
3
=cmkg kg/cm2
5,7255,1'5,1 === cfmaksjhτ Mpa = 76,5 kg/cm2
τjh < τjh maks ukuran joint / kolom tidak perlu diperbesar.
Mkap- = 138,7 tm
h = 68,75 cm a = 15,25 cm
Mkap+ = 79,7 tm
h = 68,75 cm a = 9,26 cm
hc = 63,75 cm bc = 45 cm
35/77,5 45/70
35 b.ba 45
70
3577,5
Tampak Atas
187
3. Menghitung Gaya Geser oleh Beton Vc
Karena joint tetap elastik/tidak rusak maka beton masih utuh sehingga beton dapat
mengerahkan kekuatan gesernya. Pada kolom-kolom tingkat bawah AgkNu,
>0,1.f’c, misalnya dalam hal ini Nu,k = 305,1 t, bc = 45 cm dan hc = 70 cm,
dengan demikian
85,9670.45
305100,2 ==
cmkg
AgkNu kg/cm2 > 0,1.f’c = 25,5 kg/cm2
Dengan demikian berlaku,
Nu,k = 305,1 t = 305,1 x 9804 = 2991200,4 N
bcch hbcfAg
kNuV ..'.1,0,32
−= = 700.450.25.1,0700.450
2991200,432
− = 555446,8 N
= 56655,57 kg = 56,655 t47,2 t (1N = 0,102 kg)
4. Gaya Geser yang Ditahan oleh Sengkang (Vs) dan Jarak Sengkang Horisontal (sh)
655,5655,202 −=−= chjhsh VVV = 145,9 t
Jarak sengkang horisontal,
76,354080
145900 2 === cmkgkg
fyV
Ash
shsh cm2
Bila dipakai sengkang ø 12 mm, Asd = 1,1309 cm2 dan dipakai 4 kaki, maka
As = 4.1,1309 = 4,52389 cm2
Banyaknya sengkang,
89,752389,4
76,35≈===
s
sh
AA
n buah
82,818
5,75,125,77≈=
−−−
=hs cm
Intermediate bars
57,5
7,5
12,5
8 buah
188
5. Sengkang Vertikal
• Gaya geser vertikal, Vjv
jhc
bjv V
hh
V ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= = 25,22455,202
705,77
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ t
• Gaya geser yang dapat dikerahkan oleh beton
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+=cfAg
kNuAsAs
VVk
kjhcv '.
,6,0'
= 46,198255.70.45
3051006,01.55,202 =⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ + t
• Gaya geser yang harus ditahan oleh sengkang vertikal
cvjvsv VVV −= = 785,2546,19825,224 =− t
• Luasan tulangan yang diperlukan
sv
svv fy
VAs = = 32,6
408025785 2 =cm
kgkg cm2
Ada 4D25 tulangan tengah (intermediate bars) As = 4. 4,906 = 19,62 cm2
62,19=As cm2 > 32,6=vAs cm2 OK
Maka tidak diperlukan sengkang vertikal.
189
BAB XII PONDASI
A. PENDAHULUAN
Struktur bangunan gedung terletak sepenuhnya diatas tanah pendukung
melalui sistem pondasi. Dengan demikian sistem pondasi merupakan bagian yang
sangat penting dari bangunan gedung secara keseluruhan. Secara garis besar,
bangunan gedung terdiri atas dua bagian pokok, yaitu struktur atas (upperstructure /
superstucture) dan struktur bawah (substructure). Struktur atas adalah bagian
bangunan yang secara langsung menahan beban, baik beban gravitasi maupun beban
angin atau gempa. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan pada pondasi oleh
kolom-kolom dan selanjutnya oleh pondasi beban disalurkan ke dalam tanah
pendukung.
Apabila diperhatikan maka hierarki angka keamanan yang terbesar justru
harus terletak pada tujuan akhir penyaluran beban yaitu tanah pendukung. Angka
keamanan antara 2 – 3 sering dipakai pada daya dukung tanah (Bowles, 1988). Angka
keamanan yang dimaksud adalah rasio antara kuat batas atau maksimum tegangan
bahan (tanah) terhadap tegangan yang diijinkan akibat beban. Angka keamanan yang
relatif tinggi pada tanah dipakai dengan alasan-alasan (Bowles, 1988) :
1. Sulitnya sistem kontrol kondisi / kekuatan tanah setelah bangunan selesai
2. Adanya ketidaktahuan secara 100% terhadap tanah-tanah dibawahnya
3. Ketidaksempurnaan dalam menentukan properti tanah
4. Begitu kompleksnya lapisan tanah (lapisan, properti, kondisi, jenis dll)
5. Ketidakakuratannya model matematik interaksi antara tanah dan fondasi
6. Banyaknya ketidakpastian yang mungkin terjadi
7. Tanah sebagai pendukung akhir beban harus tidak boleh gagal dalam menahan
semua beban.
Setelah tanah maka hierarki kerusakan dibawahnya adalah pondasi. Dengan
demikian pondasi harus mempunyai angka keamanan yang cukup agar dapat
meneruskan beban dengan baik. Angka keamanan untuk pondasi harus lebih besar
dari pada kolom atau pun struktur atas, walaupun lebih kecil dari tanah. Sudah
menjadi kebiasaan didalam desain, bahwa penghematan atau penekanan biaya yang
190
berlebih pada pondasi umumnya tidak dianjurkan. Dengan perkataan lain biaya untuk
pondasi tidak perlu dihemat dan bahkan cenderung diamankan atau sedikit berlebih
demi keamanan.
B. JENIS PONDASI
Pondasi pada umumnya diklasifikasikan menurut jenis dimana beban harus
didukung oleh tanah, yaitu :
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundationi)
Pondasi dangkal adalah sistem pondasi sedemikian rupa sehingga beban masih
dapat ditahan oleh lapisan tanah sehingga kedalamannya (muka/level dasar
fondasi) tidak lebih dari lebar fondasi atau 1≤BD . Pada pondasi jenis ini
umumnya kondisi tanah cukup baik sehingga dapat mengerahkan daya dukung
yang cukup. Selain hal tersebut, pondasi dangkal umumnya dipakai pada kolom
yang beban vertikalnya tidak terlalu besar, misalnya pada bangunan-bangunan
bertingkat yang tidak terlalu tinggi.
2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Pondasi dalam adalah pondasi yang mana bebannya sudah tidak lagi mampu
didukung oleh lapisan atas suatu tanah. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi
tanah atau daya dukung tanah yang tidak baik ataupun beban kolom yang
demikian besar. Pengalaman menunjukan bahwa pondasi dalam jauh lebih mahal
dari pada pondasi dangkal. Mahalnya pondasi dalam tidak saja karena nilai
materialnya, tetapi juga waktu pembuatannya maupun teknologi, sistem dan alat-
alat yang dipakai.
P
D
D
,ø,c,PI
a).Pondasi Dangkal
P
b).Pondasi Dalam
Tanah lunak
Lapis Tanah keras
Gambar 12.1 Jenis Pondasi
γ
191
C. TEKANAN TANAH DIBAWAH PONDASI
Tekanan tanah dibawah pondasi dapat dikenali dengan mengambil asumsi
bahwa kaki pondasi dianggap kaku semuprna, ataupun tidak kaku sempurna. Bentuk
tekanan tanah tersebut berbeda untuk jenis tanah yang berbeda. Bentuk tekanan tanah
dibawah pondasi adalah seperti yang tampak pada Gambar 12.2.
P
T a n a h N o n - K o h e s i f
P
P
T a n a h K o h e s i f
P P
A s u m s i
a ) I n f . R i g i d F o o t i n g b ) N o n I n f . R i g i d F o o t i n g c ) P e n y e d e r h a n a a n
Gambar 12.2 Tekanan Tanah dibawah Fondasi
Pada Gambar 12.2.a) tekanan tanah dibawah pondasi tersebut adalah tekanan
tanah untuk jenis tanah non-kohesif (pasir). Sedangkan gambar 12.2.a) bawah adalah
tekanan tanah untuk jenis tanah lempung dan kedua-duanya adalah untuk footing yang
dianggap kaku sempurna (infinitely rigid). Sedangkan Gambar 12.2.b) adalah bentuk
tekanan tanah apabila footing tidak kaku sempurna.
Terhadap struktur pondasi bentuk-bentuk tekanan tanah tersebut akan
menyulitkan didalam analisis struktur. Oleh karana itu sangat lazim bentuk tekanan
tanah tersebut disederhanakan menjadi Gambar 12.2.c).
192
P
T e k . T a n a h a k i b a t P
M M
P
T e k . T a n a h a k i b a t M T e k . T a n a h
Gambar 12.3 Tekanan Tanah Akibat P dan M
Pada Gambar 12.3.a) adalah tekanan tanah akibat beban gravitasi, sedangkan
Gambar 12.3.b) adalah tekanan tanah akibat momen guling M. Kombinasi antara
beban P dan M akan mengakibatkan tekanan tanah total seperti tampak pada Gambar
12.3.c). dalam hal ini dipakai anggapan bahwa tekanan tanah yang sifatnya desak
maka tekanan tanah tersebut bertanda positif dan bertanda negatif untuk kondisi
sebaliknya. Material tanah dapat menahan tegangan desak, tetapi sebaliknya tidak
mampu menahan tegangan tarik. Apabila terdapat tegangan tarik berarti pondasi atau
salah satu kaki pondasi akan terangkat (uplift). Kondisi seperti ini pada umumnya
tidak diperbolehkan.
P
ex
B
b d
a cex
L
a)Eksentris 1 arah
B
b d
a c
ex
L
a)Eksentris 2 arah
B/6B/6
L/6 L/6
ey B
b d
a c
L
a)Eksentris diluar teras
pTeras
Gambar 12.4 Tekanan Tanah dibawah Fondasi
193
Pada Gambar 12.4.a) beban P hanya mempunyai eksentrisitas ex. Apabila
beban masih ada didalam teras potongan maka tidak ada tegangan tarik pada seluruh
ruasan pondasi. Pada kondisi tersebut, maka :
( )y
xba I
LeP
AP 2.−== σσ
( )y
xdc I
LeP
AP 2.+== σσ
Dengan A = L.B adalah luas pondasi, Iy adalah momen inersia terhadap sumbu y atau
Iy = 121 . B . L3.
Pada Gambar 12.4.b) beban P mempunyai eksentrisitas ex dan ey tetapi masih
ada didalam teras. Pada kondisi tersebut seluruh pondasi masih dalam keadaan desak.
Tegangan yang terjadi pada ujung-ujung pondasi adalah,
( ) ( )x
y
y
xa I
BeP
I
LeP
AP 2.2.
−−=σ
( ) ( )x
y
y
xb I
BeP
I
LeP
AP 2.2.
+−=σ
( ) ( )x
y
y
xc I
BeP
I
LeP
AP 2.2.
−+=σ
( ) ( )x
y
y
xd I
BeP
I
LeP
AP 2.2.
++=σ
Berdasarkan rumus-rumus diatas, maka tegangan tanah diujung pondasi a atau
σa akan menjadi tegangan terkecil dan tegangan tanah di ujung pondasi d atau σb akan
menjadi tegangan terbesar. Pada Gambar 12.4.c) beban P sudah berada diluar teras,
maka sebagian tanah akan mengalami tegangan tarik.
D. EFEK TEKAN TANAH TERHADAP PONDASI
Beban gravitasi kolom P umumnya didistribusikan secara merata pada seluruh
luasan pondasi bila letak kolom berada ditengah pondasi secara simetri. Pada kondisi
tersebut reaksi tekanan tanah secara vertikal akan menekan kaki pondasi ke atas.
Reaksi vertikal tekanan tanah yang merata tersebut akan mempunyai efek kepada
194
pondasi yaitu efek lentur dan efek geser. Peristiwa seperti ini sebenarnya mirip pada
plat kantilever dua sisi akibat beban gravitasi pada struktur atas.
efek geser
efek & tul lentur
P P
M +
M - M -
Tegangan tanah yang diijinkan qa = sF
quit , umumnya SF = 2-3
• Tegangan tanah ultimit qult berdasar data lab.
Qult = CNcSc + q Nq + 0,5 ∂ N∂.S∂ (Terzaghi) perlu properti tanah dari uji lab
∂ , φ, C, Nc, Nq, N∂ dari tabel
• Tegangan tanah ultimit dari uji lapangan (SPT, CPT)
Qult = KN- (SPT, cohessimless soil), N = No of blows count / 1 ft
Qa ~ 5030 −
qc (CPT, clay soils)
195
Contoh : Pondasi setempat (kolom paling kiri)
Dari analisis struktur diperoleh PD = 1399 kN, PL = 469,2 kN, kemudian MD
= 34,34 kNm, ML = 15,65 kNm. Setelah diadakan penyelidikan tanah
misalnya tegangan ijin iτ = 2,5 kg/cm2 dapat dipakai pada kedalaman
3,75 m. Momen akibat beban gempa ME = 643,25 kNm.
P
1,5 m
M
0,00
qt
0,75 m
1,5 m
-1,5
-2,25
-3,75
Beton Siklop
4,5 m
Perbaikan tanah
3 m0,75 m 0,75 m
21
0,75 m
2 m
0,75 m
+ 41,3
+-
39,05
Tegangan betonsiklop
2,25
43,55+
+
+-
15,73
0,571
+ 16,314,63
Tegangan tanah
P1M1
Tidak ada gempa
P2M2
Ada gempa
196
Saat tidak ada gempa
Pada saat itu beban hanya beban gravitasi,maka
P1 = 1 PD + 1 PL
= 1399 + 469,2 = 1868,2 kN
= 190,55 ton
M1 = 1 MD + 1 ML
= 34,34 + 15,65 = 49,99 kN
= 5,098 tm
• Akibat berat tanah
Qt = 1,5 . 1,8 = 2,7 t/m2
• Akibat berat footplate ( ± 0,75 m)
Qs = 0,75 . 2,4 = 1,8 t/m2
• Akibat berat sikloop
Qb = 1,5 . 2,2 = 3,3 t/m2
• Ukuran dasar beton sikloop diperkirakan 4,5 x 3,5 m dengan tebal sikloop 1,5 m
• Tegangan ijin tanah netto
tτ = 25 – 2,7 – 1,8 – 3,3 = 17,2 t/m2
• Tegangan tanah yang terjadi
τt1 = Ix
yMAP 1+ =
35,4.5,3.121
5,4.21.098,5
5,3.5,455,190
+
= 12,098 + 0,431 = 12,529 t/m2
Tegangan tanah yang terjadi didasar sikloop τt1= 12,529 t/m2 < tτ = 17,2 t/m2
berarti ukuran fondasi tersebut dapat dipakai.
τt2 = 12,098 – 0,431 = 11,667 t/m2 > 0 OK
Dengan ukuran dasar sikloop 4,5 x 3,5 m dan tebal sikloop 1,5 m, maka dengan
prinsip penyebaran beban 2 : 1 maka ukuran plat fondasi
l = 4,5 – 2 . 0,75 = 3 m, b = 3,5 – 2. 0,75 = 2 m plat fondasi 3 x 2 m.
Tegangan dimuka beton sikloop
τb1 = 457,33699,1758,313.2.12
15,1.098,5
2.355,1902
1
3
1=+=+=+
Ix
lM
AP t/m2
τb2 = 31,758 – 1,699 = 30,059 t/m2
197
1. Kalau ada gempa
Hasil dari analisis struktur didepan diperoleh
P2 = 0,9 . 0,7 (171,75) + 1,05 (1399 + 469,2) = 108,20 + 1961,6 = 2069,8 KN
P2 = 211,12 t
M2 = 1,05 (MD + ML + ME)
= 1,05 (34,34 + 15,65 + 643,25) = 727,90 KNm = 74,25 tm
τt1 = 579,26
25,2.25,745,3.5,4
12,211+
t = 13,40 + 6,28 = 19,68 t/m2 < (2 s.d 3) . 17,2 t/m2
τt2 = 13,4 – 6,28 = 7,12 t/m2 > 0
Akibat gempa tegangan tanah tidak dilampaui ~ OK
Tegangan dibawah pondasi
τb1 = 33.2.12/15,1.25,74
2.312,211
+ = 35,18 + 24,75 = 59,93 t/m2 ~ 60 t/m2
τb2 = 435,18 – 24,75 = 10,43 t/m2 > 0
P2
M2
+ 35,18
+-
10,43
24,75
60,0
0,6
1,21,2
40,17
Apabila diambil rata-rata, maka tegangan/ tekanan keatas terhadap plat fondasi
τa = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
217,4060 = 50 t/m2
untuk tiap m’ fondasi (tegak lurus gambar)
Vu = 1,2 . 50 = 70 ton
Mu = ½ . 50. 1,22 = 36 ton
198
Vn = 6,0
70=
φVu = 116,67 t
Mn = 8,0
36=
φMu = 45 ton
2. Tebal plat pondasi dan kontrol geser akibat service load
Desain didepan baru terbatas pada desain ukuran denah pondasi dan kontrol
tegangan-tegangan yang terjadi. Desain berikutnya adalah estimasi tebal pondasi dan
kontrol tegangan-tegangan geser yang terjadi pada plat pondasi.
s b = 7 c m
1 ,2h p
0 ,40 ,5 V u4 1 ,3 2 t / m 2
3 m
h c + h p
4 5 / 6 0b c + h p
h c
2
0 ,8 3 2 5
Diperkirakan tebal plat dalam 0,50 m, dan sisi luar 0,40 rata-rata 0,45 m
d = 7 + 1,25 = 8,25 cm = 0,0825 m
hp = 0,45 – 0,0825 = 0,3675 m
lebar beban one way action
u = 1,2 – h = 1,2 – 0,3675 = 0,8325 m
Vu1 = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
2758,31mt . 0,8325 . 2 = 52,877 ton
Vn1 = 6,0
877,52=
ϕVu = 88,128 ton
Tegangan geser
τ1 = 735,0128,88
2.3675,01 =
Vn = 119,902 t/m2 = 11,990 kg/cm2
199
τmaks = 2 252' =cf = 10 Mpa = 102 kg/cm2
τ1 < τmaks geser one way aman !
Geser two ways action
S1= hc + hp = 0,60 + 0,3675 = 0,9675 m
S2 = bc + hp = 0,45 + 0,3675 = 0,8175 m
a = S1 . S2 = 0,9675 . 0,8175 = 0,791 m2
K = 2 (0,9675 + 0,8175) = 3,57 m’
hp = 0,3675 m
Vu2 = ( 3.2 – a ) . 31,758 = ( 6 – 0,791 ). 31,758 = 165,427 ton
Vn2 = 6,0427,1652 =
ϕVu = 275,712 ton
τ2 = 3675,0.57,3712,275
.2 =
hpkVn = 210,150 t/m2 = 21,015 kg/cm2
τmaks,1 = 2545,0/6,0
42'2⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+=⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+ cfc
Aβ
= 25 Mpa = 255 kg/cm2
τmaks,2 = 25257,33675,0.30'2.
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+=⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ + cf
Khpsα = 25,44 Mpa = 259,5 kg/cm2
τmaks,3 = 4 254' =cf = 20 Mpa = 204 kg/cm2
τ2 = 21,015 kg/cm2 < 204 kg/cm2 geser two ways Aman
~ plat fondasi mempunyai ketebalan yang cukup aman terhadap bahaya geser.
3. Desain tulangan lentur plat
Sesuai dengan hitungan sebelumnya, untuk tiap m’ (100 cm) plat fondasi
momen lentur nominal Mn = 45 tm. Tebal efektif plat pondasi h = 36,75 cm.
Desain plat tulangan sebelah
Mn = Cc ( h – a/2 )
45.105 = 0,85 . f’c. a.100 (36,75 – a/2 )
ac Cc
Ts
M
8,25
36,75
200
= 0,85 . 255 . a. 100 (36,75 – a/2)
= 21675a (36,75 – a/2)
10837,5a2 - 796556,25a + 45.105 = 0
a2 – 73,5a + 415,225 = 0
a = 2
225,415.1.45,735,73 2 −−
a = 6,1667 cm
Cc = Ts = 0,85 . 225 . 6,1667. 100 = 133663,45 kg
As = fyTs =
408045,133663 = 32,76 cm2 dipakai tul.D25, Asd = 4,906 cm2
s = cmcmcm
AsAsd
2
2
76,32906,4.100.100
= = 13 cm
dipakai s = 12,5 cm As 5,12906,4.100 = 39,248 cm2 > 32,76 cm2
Pondasi Menerus
Ada kemungkinan pemakaian jenis-jenis pondasi yang dapat dipakai. Hal ini
akan banyak bergantung pada daya dukung tanah yang tersedia. Pada contoh
sebelumnya dipakai pondasi setempat (individual footing) dengan perbaikan tanah
yaitu dengan memakai beton sikloop. Pada contoh berikut misalnya dipakai pondasi
menerus (continous footing). Sebelum sampai pada proses desain, maka akan dibahas
terlebih dahulu tentang analisis strukturnya.
Pada contoh sebelumnya, pengaruh momen kolom pada tegangan tanah
ternyata relatif kecil, terutama pada beban gravitasi. Pengaruh momen kolom dapat
berakibat langsung pada tegangan tanah. Pada pondasi menerus, pengaruh momen
kolom terhadap tegangan tanah menjadi lebih kompleks. Akan dilihat terlebih dahulu
pada kombinasi pembebanan mana yang lebih menentukan.
a. Gaya Aksial Kolom Tingkat Dasar Akibat Beban Gravitasi
Berdasarkan analisis struktur maka, gaya-gaya aksial kolom tingkat dasar
adalalah,
Nu1= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1399 + 1,6 . 469,2 = 2429,5 kN = 247 t
201
Nu2= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1993 + 1,6 . 739,9 = 3575,4 kN = 364,7 t (kolom
dalam kiri)
Nu3= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1866,4 + 1,6 . 682,2 = 3331,2 kN = 339,8 t (kolom
dalam kanan)
Nu4= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1274,6 + 1,6 . 412,5 = 2189,6 kN = 2234 t (kolom
kanan)
Jumlah total beban kolom ke pondasi = 1175,7 t
b. Gaya Aksial Kolom Akibat Kombinasi Beban Gravitasi dan Gempa
Berdasarkan analisis struktur, maka akan diperoleh
Nu1 = 0,9 . 0,7 (171,75) + 1,05 (1399 + 469,2) = 2069,8 kN = 211,2 t
Nu2 = 0,9 . 0,7 (126,74) + 1,05 (1993 + 739,9) = 2949,4 kN = 300,8 t
Nu3 = 0,9 . 0,7 (-100,5) + 1,05 (1866,4 + 682,2) = 2612,7 kN = 266,5 t
Nu4 = 0,9 . 0,7 (-200,5) + 1,05 (1274,6 + 412,5) = 1645,2 kN = 167,8 t
Jumlah total beban kolom ke pondasi = 946,3 t < 1175,7 t
Dengan hasil tersebut maka gaya aksial akibat gravitasi lebih besar daripada gaya
aksial akibat beban kombinasi. Oleh karena itu desain pondasi akan ditentukan
oleh beban gravitasi saja, apalagi pengaruh beban gempa.
1,25 8,5 5,5 7,5 1,25
25,5
1,5
202
M
1,5 m
31,50,75 0,75
1. Tegangan tanah dibawah sikloop,
Luas dasar sikloop, A = 3 . 25,5 = 76,5 m2
Tegangan tanah tτ = 17,2 t/m2
37,155,767,1175===
ANtotaltτ t/m2 < 17,2 t/m2
2. Tegangan dibawah footing bτ
65,3224.5,1
7,1175===
ANtotalbτ t/m2
65,32=bτ t/m2 <10 MPa = 102 t/m2
3. Beban terbagi rata balok
Untuk selebar plat 1,5 m, maka beban terbagi rata balok,
qb = bτ . L = 32,65 . 1,5 = ~ 50 t/m
4. Model-model analisis
Terdapat bermacam-macam model analisis balok pondasi yang dapat dipakai.
Masing-masing model analisis didasarkan atas asumsi-asumsi dan kelebihan serta
kekurangannya masing-masing.
203
8,5 5,5 7,5 1,25
q=50 t/m
Model 1
q=50 t/mModel 3
q=50 t/m
Model 2
A B C D
A B C D
A B C D
Pada model 1, asumsinya semua dukungan dianggap sendi/rol dengan
mengabaikan peran kolom. Pada model ini momen negatif di A da D menjadi sangat
kecil dan sebaliknya momen positif bentang A-B dan C-D menjadi relatif besar.
Dalam hal ini momen negatif di A dan D akan underestimate/kekecilan dan momen
positifnya cukup aman. Proses analisis menjadi paling mudah.
Pada model 2, asumsinya peran kolom tetap diabaikan dan dukungan A dan D
dianggap jepit-jepit, dukungan yang lain dianggap rol. Yang terjadi adalah bahwa
momen negatif di A dan D akan overestimate/kebesaran. Akibatnya momen positif
bentang A-b dan C-D menjadi underestimate/kekecilan. Proses analisis hampir sama
dengan pada model 1 diatas.
Model analisis yang ketiga adalah model yang paling rasional, walaupun
kolom yang diperhitungkan hanya 1-tingkat. Pada model analisis ini peran kolom
tetap diperhitungkan (walaupun hanya 1-tingkat). Momen negatif dan positif yang
terjadi akan sesuai dengan fakta, walaupun model strukturnya juga belum sempurna.
Proses analisis lebih panjang. Oleh karena itu bagi perencana harus dapat
menempatkan pilihan serasional mungkin, walaupun untuk itu diperlukan proses
analisis struktur yang lebih panjang. Pada contoh ini dipakai 2-pendekatan yang
ektrim yaitu model 1 dan model 3. Untuk model ke-2 dapat dihitung dengan cara yang
senada.
204
8,5 5,5 7,5 1,25
q=50 t/m
+++- - -
-62,5
182,5 152,5
-242,25122,4
210,7
155,1
62,5
39,5
451,6 292,5
189,1
209 351,6
39,5Mmaks Mmaks
1,25
Mmaks 1 = 3,3165,8
65,3.25,24285,4.3965,3.50.2165,3.5,212 2 +=⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ +−− tm
Mmaks 2 = 7,2315,7
102,3.209398,4.39102,3.50.21102,3.5,187 2 +=⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ +−− tm
8 , 5 5 , 5 7 , 5 1 , 2 5
q = 5 0 t / m
+++- - -6 2 , 5
1 9 2 , 5 1 4 8 , 8
2 3 2 , 51 2 6 , 2
2 0 3 , 9
1 7 1 , 1
6 2 , 5
- 9 3
1 3 2 , 5
- 3 5
- 1 6 8 , 8
2 0 9
+ 5 6 , 6
+ 3 9 , 5
1 , 2 5
A B C D4
3 , 8 5 3 , 4 3
4 6 , 5
- 3 0 0 , 4 2 3 0 , 4
- 7 0 - 5 0 , 9
2 1 9 , 2 - 9 6 , 1
205
Mmaks 1 = 4,2955,8
85,3.4,30065,4.5,13285,3.50.2185,3.5,212 2 +=⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ +−− tm
Mmaks 2 = 6,1965,7
07,4.1,9643,3.2,21943,3.50.2143,3.5,187 2 +=⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ +−− tm
Berdasarkan hasil analisis struktur tersebut dapat diperoleh bahwa momen
negatif dititik A pada model 1, MA = 39,5 tm, sedangkan pada model 2 MA = 132,5
tm. Benar yang dikatakan sebelumnya MA model 1 akan underestimate. Sebaliknya
momen positif bentang A-B untuk model ke-1, M+ = 316,3 tm, sedangkan model ke-2,
M+ =295,4 tm.
x2=0,3
f
x1=0,35
a'
Mf '2,5
451,5
a
MfM=300,4
a = 3,715,8
)35,05,8(35,0.5,51,4.4)..(..422
11 =−
=−
lxLxf tm
a’ = 49,615,8
)3,05,8(3,0.5,51,4.4)..(..422
11 =−
=−
lxLxf tm
b = 91,6)5,1324,300(5,835,0
=− tm
b’ = 92,5)5,1324,300(5,83,0
=− tm
Mf = 300,4 - 71,3 – 6,91 = 222,2 tm
Mf’ = 132,5 – 61,49 + 5,92 = 76,93 tm
206
35,12,2224,300==
MfM tm ≈ ω
72,193,765,132'==
MfM tm > ω = 1,3
Desain momen ultimit balok pondasi Mu dapat dipakai.
Momen pada as kolom sudah 1,35 x momen tepi kolom.
Edited by R.M 123