Upload
rizkithoyibah
View
125
Download
25
Embed Size (px)
DESCRIPTION
morfologi kota Mataram
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur pertama-tama dan sudah sepatutnya kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat limpahan rahmat dan ridho-Nya lah. Tugas Mata Kuliah Morphologi Kota yang
berjudul “Bentuk Kota dan Pola Jaringan Jalan Kota Mataram” .ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengajar Mata kuliah Morphologi Kota.
Tak lupa juga kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi dalam terselesaikannya makalah ini yang tidah dapat kami sebutkan satu persatu. Penyusun
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.
Demikian beberapa kata yang penyusun tulis untuk mengantar para pembaca menjelajahi
makalah ini. Kami sebagai penyusun hanyalah manusia biasa yang tentu tak luput dari kesalahan. Kritik
dan saran sangat kami butuhkan demi tercipta yang lebih baik. Jika terdapat banyak kesalahan dalam
makalah ini, kami sebagai penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Surabaya,10 November 2014
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan dan Sasaran Penulisan...........................................................................................2
1.3 Sistematika Penulisan.......................................................................................................2
BAB II BENTUK KOTA DAN POLA JARINGAN JALAN......................................................3
2.1 Dasar Teori........................................................................................................................3
2.2 Bentuk Kota dan Pola Jalan..............................................................................................7
2.2.1 Gambaran Umum dan Perkembangan Kota..............................................................7
2.2.2 Bentuk Kota.............................................................................................................11
2.2.3 Pola Jaringan Jalan..................................................................................................14
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................17
BAB IV DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................18
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKota terbentuk dari proses timbal balik antara kondisi fisik alamiah, pertumbuhan masyarakatnya,
aktivitas, proses interaksi social, faktor ekonomi dan lain sebagainya. Kota akan selalu berkembang
sesuai perkembangan kehidupan social budaya, ekonomi dan politik yang melatar belakanginya.
Perencanaan dan perancangan kota sebagai pengendali perkembangan kota sebagai proses formal,
membawa implikasi pola morfologi kota. Dalam perjalanan sejarahnya, segala bentuk perubahan social
budaya masyarakat secara tidak langsung akan membentuk suatu pola morfologi.
Morfologi kota adalah ilmu yang mempelajari produk bentuk-bentuk fisik kota secara logis.
Morfologi kota menggambarkan kesatuan organic elemen-elemen pembentuk kota yang didalamnya
mencakup aspek detail(bangunan, sistem sirkulasi, open space, dan prasarana kota), aspek tata bentuk
kota dan aspek-aspek peraturannya. Dalam proses perwujudannya, maka morfologi kota dapat dilihat
sebagai evolusi dari sejarah kota masa lalu, perancangan kota untuk masa kini serta perencanaan kota
untuk masa depan. Di satu sisi, dalam konteks kekinian morfologi merupakan sesuatu yang kasat mata
secara fisik, namun di sisi lain, tersimpan makna sejarah yang sifatnya lebih abstrak, yang menjadi alasan
dari keberadaannya.
Kota tumbuh sepanjang waktu melalui berbagai cara dan berbagai kekuatan yang mendorong
pertumbuhan tersebut, seperti kedekatan dengan kebiasaan hidup penduduk (masyarakat petani,
peternak), kebutuhan pertahanan dan keamanan, eksplorasi sumberdaya alam untuk industry,
perkembangan transportasi, kemudahan mendapatkan sumberdaya listrik, kepentingan politik, dan yang
lain lainnya. Kebanyakan kota-kota pada masa lampau tumbuh secara alamiah, dalam pengertian,
pertumbuhannya tidak mempertimbangkan perencanaan ke depan. Para pengambil keputusan pada masa
itu mendasarkan pertumbuhan kota pada ke-segera-an kenyamanan dan kenikmatan bertempat tinggal.
Penyediaan amenities kota seperti jaringan jalan, sekolah, park, unit industri, rumah sakit dan sebagainya;
dibuat secara iregular tanpa mempertimbangkan pengembangan ke depan.
Mataram terletak di sisi barat Pulau Lombok, Mataram adalah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara
Barat dan merupakan kota terbesar di provinsi NTB. Selain sebagai ibu kota provinsi, Mataram juga
merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, ndustry dan jasa. Bangunan umum, bank,
kantor pos, rumah sakit umum, pusat perbelanjaan, dan perhotelan. Mataram sebelumnya merupakan
1
bagian dari Kabupaten Lombok Barat. Ibu kota Lombok Barat sendiri dipindahkan ke Gerung tahun
2000. Kota ini sebenarnya merupakan penggabungan dari empat kota yaitu Ampenan, Mataram,
Cakranegara dan Bertais.
Dalam penulisan makalah ini, penulis fokus untuk mengulas perkembangan kota Mataram dari
sisi morfologi bentuk kota dan pola jaringan jalannya.
1.2 Tujuan dan Sasaran PenulisanAdapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perkembangan morfologi Kota
Mataram
- Mengetahui dan memahami sejarah Kota Mataram
- Mengetahui perkembangan morfologi Kota Mataram
- Mengetahui dan memahami faktor yang paling dominan mempengaruhi bentuk Kota Mataram
1.3 Sistematika PenulisanAdapun sistematika pembahasan dalam makalah ini, antara lain:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai latar belakang penulisan makalah, tujuan dan sasaran penulisan makalah, dan
serta sistematika pembahasan perkembangan morfologi Kota Mataram.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisi inti pembahasan yang memuat tentang gambaran umum kota, sejarah kota secara singkat,
proses perkembangan kota, ciri fisik dan non fisik kota, serta aspek/faktor yang paling dominan
mempengaruhi bentuk kota.
BAB III KESIMPULAN
Bab ini berisi simpulan dari keseluruhan pembahasan mengenai perkembangan morfologi Kota Mataram.
2
BAB II
BENTUK KOTA DAN POLA JARINGAN JALAN
2.1 Dasar TeoriPerkembangan penduduk perkotaan yang senantiasa mengalami peningkatan, membuat tuntutan
akan kebutuhan kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial-budaya, politik dan teknologi juga terus
mengalami peningkatan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan akan ruang
perkotaan yang lebih besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka
meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu aka mengambil
ruang di daerah pinggiran kota. Gejala penjalaran areal kora ini disebut sebagai “invasion” dan proses
perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar disebut sebagai “urban sprawl”.
Struktur tata ruang kota dapat membantu dalam memberi pemahaman tentang perkembangan
suatu kota. Terdapat 3 teori struktur tata ruang kota yang berhubungan erat dengan perkembangan guna
lahan kota dan perkembangan kota, yaitu :
A. Teori konsentris(concentriczone concept)yang dikemukakan oleh E.W.Burkss.
Dalam teori ini, Burgess mengemukakan bahwa bentuk tata guna lahan kota membentuk
zona konsentris. Konsep Zona Konsentrik(Burgess 1923), yaitu menjelaskan bahwa pusat kota
yang letaknya di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan social,
ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam
suatu kota. Model ini diangkat dari kasus kota Chicago sbg. kota radial, berlapis-lapis)
3
Keterangan :
1. Central Bussines District
2. Zona Peralihan (Transition Zone)
3. Zona Perumahan Para Pekerja
(Zone Working Men’s Homes)
4. Zona Permukiman yang Lebih Baik
(Zone of Better Residences)
5. Zona Para Penglaju (Zone of Commuters)
Gambar 1. Model Zona Konsentris(Burgess)
B. Teori Sektor/Busur daerah (Hommer Hoyt 1939)
Dalam teori ini, Hoyt mengemukakan beberapa masukan tambahan dari bentuk tata guna
lahan kota yang berupa satu penjelasan dengan penggunaan lahan permukiman yang lebih
memfokuskan pada pusat kota dan sepanjang jalan transportasi. Teori ini merupakan modifikasi
dari model lahan konsentris dan melengkapi, serta memperbaiki konsep konsentrik, bahwa ada
area kota yang berkembang secara busur/sektor karena factor kebutuhan kedekatan antar guna
lahan yang sama). Dalam teori sektor ini terjadi proses penyaringan dari penduduk yang tinggal
pada sektor-sektor yang ada, dan proses ini hanya berjalan baik jika private housing market
berperan besar dalam proses pengadaan rumah bagi warga kota.
C. Teori Pusat Banyak(McKenzie 1933 dan Harris & Ullman 1945)
Menurut McKenzie, teori pusat banyak ini didasarkan pada pengamatan lingkungan
sekitar yang sering terdapat suatu kesamaan pusat dalam bentuk pola guna lahan kota daripada
satu titik pusat yang dikemukakan oleh teori-teori sebelumnya. Dalam teori ini, McKenzie
menerangkan bahwa kota meliputi pusat kota, kawasan kegiatan ekonomi, kawasan hunian, dan
pusat lainnya. Pada kota-kota besar sebagian besar tidak tumbuh dalam ekspresi keruangan yang
sederhana yang ditandai oleh satu pusat kegiatan saja, namun terbentuk sebagai produk
perkembangan dan integrasi yang berlanjut terus menerus dari sejumlah pusat-pusat kegiatan
yang terpisah satu sama lain dalam satu sistem kota. Lokasi zona keruangan yang terbentuk tidak
ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak dari CBD dan persebaran zona yang teratur, namun
berasosiasi dengan sejumlah faktor dan pengaruh faktor ini akan menghasilkan pola-pola
keruangan yang khas. MKenzie berpendapat bahwa kota tidak selalu berkembang dari satu pusat
kota tapi sering punya banyak pusat kota, makin besar kotanya, makin banyak pusatnya).
4
Keterangan :
1. Central Bussiness District
2. Zone of Wholesale Light
Manufacturing
3. Zona Permukiman Kelas Rendah
4. Zona Permukiman Kelas Menengah
5. Zona Permukiman Kelas Tinggi
Gambar 2. Model Zona Sektoral (Homer Hoyt)
Struktur tata ruang kota juga dapat dijelaskan berdasarkan pendekatan morfologikal. Beberapa
sumber mengemukakan bahwa tinjauan terhadap morfologi kota ditekankan pada bentuk0bentuk fisik
dari lingkungan perkotaan. Hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fisik, yang dapat tercermin
dari sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian ataupun bukan hunian, dan juga
bangunan-bangunan individual (Herbert, 1973 dalam Yunus, 199 J07). Menurut Conzen (1960) analisis
morfologi kota didasarkan pada areal yang secara fisik menunjukkan kenampakan ke-kota-an. Karena
percepatan pertumbuhan kenampakan fisik kota tidak sama untuk setiap bagian terluar kota, maka bentuk
morfologi kota sangat bervariasi.
Beberapa variasi ekspresi keruangan morfologi kota menurut berbagai ahli, adalah:
a. Bentuk Bujur Sangkar (The Square Cities)
Kota berbentuk bujur sangkar menunjukkan adanya kesempatan perluasan kota ke segala
arah yang relatif seimbang, dan kendala fisik relatif tidak begitu berarti.
b. Bentuk Empat Persegi Panjang (The Rectangular Cities)
Melihat bentuknya terlihat bahwa dimensi memanjang lebih besar dari pada dimensi
lebar. Hal ini kemingkinan timbul karena adanya hambatan fisik kota pada salah satu sisinya.
c. Bentuk Kipas (Fan Shaped Cities)
Bentuk semacam ini sebenarnya merupakan bentuk sebagian lingkaran. Dalam hal ini
perkembangan ke arah luar lingkaran kota mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang.
Oleh sebab-sebab tertentu bagian lainnya mengalami hambatan perkembangan, baik oleh
hambatan alami (perairan, pegunungan) atau hambatan artifisial (saluran buatan, ringroad,
zoning).
5
Keterangan:
1. Central Bussiness District
2. Wholesale Light Manufacturing
3. Lowclass Residential
4. Medium Class Residential
5. High Class Residential
6. Heavy Manufacturing
7. Outlying Bussiness District
8. Residential Sub-Urb
9. Industrial Sub-UrbGambar 3. Model Pusat Kegiatan Lipat Ganda
d. Bentuk Bulat (Rounded Cities)
Bentuk semacam ini merupakan bentuk paling ideal dari suatu kota, karena kesempatan
berkembang ke arah luar dapat dikatakan seimbang. Jarak dari pusat kota ke bagian luarnya sama.
Tidak ada kendala-kendala fisik yang berarti pada sisi-sisi luar kota.
e. Bentuk Pita (Ribbon Shaped Cities)
Pada bentuk ini terlihat adanya peran jalur memanjang (jalur transportasi) yang sangat
dominan dalam mempengaruhi perkembangan kota, dan terhambatnya perluasan ke arah
samping.
f. Bentuk Bintang/Gurita (Octopus/Star Shaped Cities)
Peranan jalur transportasi sangat dominan. Dalam hal ini pengaruh jalur transportasi tidak
hanya pada satu arah, tetapi ke beberapa arah ke luar kota. Hal ini dimungkinkan jika daerah
belakang dan daerah pinggirannya tidak memberikan hambatan fisik terhadap perkembangan
kota.
g. Bentuk Tidak Berpola (Unpatterned Cities)
Pola ini terbentuk pada suatu daerah dengan kondisi geografis yang khusus, dimana kota
tersebut telah menciptakan latar belakang kendala pertumbuhannya sendiri. Misalnya pada
sebuah kota pulau (island city) yang mengikuti bentuk cekungan yang ada.
h. Bentuk Terpecah (Fragmented Cities)
Kota jenis ini pada awal pertumbuhannya mempunyai bentuk yang kompak dalam skala
yang kecil. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata perluasan areal perkotaan baru tidak
langsung menyatu dengan kota induknya, tetapi membentuk enclaves di daerah pertanian
sekitarnya. Kenampakan ke-kota-an baru ini dikelilingi leh areal pertanian yang dihubungkan
dengan kota induk oleh jaringan transportasi yang memadai.
i. Bentuk Berantai (Chained Cities)
Kota ini sebenarnya juga merupakan bentuk terpecah, namun karena terjadinya hanya di
sepanjang rute tertentu, kota ini seolah-olah merupakan mata rantai yang dihubungkan oleh rute
transportasi. Dalam perkembangan selanjutnya mungkin saja pola ini berkembang menjadi ribbon
city.
j. Bentuk Terbelah (Split Cities)
Kota ini sebenarnya merupakan kota yang kompak, namun berhubung adanya jalur
sungai cukup lebar yang membelah kota, maka seolah-olah kota tersebut terdiri dari 2 bagian
yang terpisah. Dua bagian ini dihubungkan oleh jembatan atau ferry (contoh : Kota Budapest
yang dibelah Sungai Danube).
6
k. Bentuk Stellar (Stellar Cities)
Kondisi ini biasanya terdapat pada kota-kota besar yang dikelilingi kota satelit. Dalam
hal ini terjadi penggabungan antara kota besar utama dengan kota satelit di sekitarnya, sehingga
kenampakan morfologi kotanya mirip “telapak katak pohon” dimana pada ujung-ujungnya
terdapat bulatan. Proses konurbasi yang terus-menerus akan membawa bentuk ini ke arah
megapolitan.
Apabila pola jalan digunakan sebagai indicator morfologi kota, maka terdapat 3 sistem pola jalan
yang dikenal(Yunus,2000:142), yaitu:
1. Sistem pola jalan tidak teratur (Irregular)
Pada umumnya kota-kota pada awal pertumbuhannya selalu ditandai dengan bentuk ini,
tetapi pada tahap perkembangan selanjutnya menjadi lebih teratur. Terdapat ketidakteraturan
sistem jalan baik ditinjau dari arah, lebar jalan, maupun perletakan bangunannya.
Ketidakteraturan terlihat pada pola jalannya yang melingkar-lingkar, lebarnya bervariasi,
bercabang-cabang dan banyak terdapat cul-de-sac.
2. Sistem pola jalan radial konsentris (Radial Concentric System)
Bagian pusatnya merupakan daerah kegiatan utama dan sekaligus merupakan tempat
pertahanan terakhir kota (pada masa lampau). Di daerah pusat terdapat pasar, kastil, tempat
ibadah, perbentengan. Jalan besar membentuk jari-jari (asterisk shaped pattern). Secara
keseluruhan membentuk jaringan sarang laba-laba. Punya keteraturan geometris.
3. Sistem pola jala bersudut siku/grid (Rectangular or Grid System)
Polanya merupakan perpotongan garis-garis tegak lurus. Bagian kota dibagi-bagi menjadi
blok-blok empat persegi panjang dengan jalan-jalan yang berpotongan siku-siku. Jalan utama
membentang dari gerbang utama kota sapau pusat kota.
2.2 Bentuk Kota dan Pola Jalan
2.2.1 Gambaran Umum dan Perkembangan KotaKota Mataram adalah ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Selain dikenal sebagai
ibukota provinsi, Mataram juga dikenal sebagai ibukota Pemda Kota Mataram. Kota Mataram letaknya
sangat strategis dan menjadi pusat berbagai aktivitas seperti pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan
dan jasa, industri, dan pariwisata.
7
Secara geografis, wilayah Kota Mataram mempunyai luas wilayah sebesar 61,30 km2, dengan
batas-batas sebagai berikut :
- Batas Utara : Kabupaten Lombok Barat
- Batas Selatan : Kabupaten Lombok Barat
- Batas Timur : Kabupaten Lombok Barat
- Batas Barat : Selat Lombok
Kota Mataram terbagi dalam 6 kecamatan. Kecamatan terluas adalah Selaparang yaitu sebesar
10,7653 km2, disusul Kecamatan Mataram dengan luas wilayah 10,7647 km2. Sedangkan wilayah terkecil
adalah Kecamatan Ampenan dengan luas 9,4600 km2. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Mataram;
Nomor : 3 Tahun 2007, Tentang Pemekaran Kecamatan dan Kelurahan di Kota Mataram maka kecamatan
yang belumnya berjumlah 3 (tiga) kecamatan dimekarkan menjadi 6 (enam) dengan 50 ( limapuluh)
kelurahan dan 298 lingkungan.
Berikut adalah tabel luas kecamatan di Kota Mataram
Berdasarkan data BPS tahun 2012, jumlah penduduk Kota Mataram adalah 413.210 jiwa. Jumlah
penduduk perempuan lebih besar dibandingkan penduduk laki-laki. Penduduk Mataram belum menyebar
secara merata di seluruh wilayah Mataram, namun penduduk masih banyak menumpuk di Kecamatan
Ampenan. Secara rata-rata, kepadatan penduduk Mataram tercatat sebesar 6.741 jiwa setiap kilometer
persegi. Wilayah terpadat terletak pada Kecamatan Amenan dengan kepadatatn 8.486 orang di setiap
kilometer persegi.
8
Sumber : Profil Kota Mataram, 2013
No Kecamatan Ibukota Kecamatan Luas Wilayah(km2) Prosentase(%)
1 Ampenan Ampenan 9,46 15,4
2 Mataram Mataram 10,76 17,5
3 Cakranegara Cakranegara 9,67 15,8
4 Sandubaya Sandubaya 10,32 16,8
5 Sekarbela Sekarbela 10,32 16,8
6 Selaparang Selaparang 10,76 17,5
JUMLAH 61,3 100
Sejarah dan Perkembangan Kota Mataram
Pada masa pulau Lombok diperintah oleh para raja-raja, Raja Mataram pada
tahun 1842 menaklukkan Kerajaan Pagesangan. Setahun kemudian tahun 1843 menaklukkan kerajaan
Kahuripan. Kemudian ibukota Kerajaan dipidahkan ke Cakranegara dengan ukiran Kawi pada nama
Istana Raja. Raja Mataram (Lombok) selain terkenal kaya raya juga adalah raja yang ahli tata ruang kota,
melaksanakan sensus penduduk kerajaan dengan meminta semua penduduknya mengumpulkan jarum.
Penduduk laki-laki dan perempuan akan diketahui lewat ikatan warna tali pada jarum-jarum yang
diserahkan.
Setelah raja Mataram jatuh oleh pemerintah Hindia Belanda meskipun harus dibayar mahal, yaitu
dengan tewasnya Jend. P.P.H. van Ham (monumennya ada di Karang Jangkong), Cakranegara mulai
menerapkan sistem pemerintahan dwitunggal berada di bawah Afdeling Bali Lombok yang berpusat
di Singaraja, Bali. Pulau Lombok dalam pemerintahan dwitunggal terbagi menjadi 3 (tiga) onder
afdeling, dari pihak kolonial sebagai wakil disebut kontrolir dan dari wilayah disebut Kepala
Pemerintahan Setempat (KPS) sampai ke tingkat Kedistrikan. Adapun ketiga wilayah administratif masih
disebut West Lombok (Lombok Barat), Middle Lombok (Lombok Tengah) dan East Lombok(Lombok
Timur) dipimpin oleh seorang kontrolir dan Kepala Pemerintahan Setempat (KPS).
Untuk wilayah West Lombok (Lombok Barat) membawahi 7 (tujuh) wilayah administratif yang
meliputi Kedistrikan Ampenan Barat di Dasan Agung, Kedistrikan Ampenan Tmur di Narmada,
Kedistrikan Bayan di Bayan Belek, Asisten Distrik Gondang di Gondang, Kedistrikan Tanjung di
Tanjung, Kedistrikan Gerung di Gerung, dan Kepunggawaan Cakranegara di Mayura. Di bidang
peradilan, Kepala Distrik diberikan wewenang penuh untuk bertindak sebagai kehakiman dan kejaksaan
9
Gambar 4. Mataram tempo dulu
dalam memutuskan dan memenjarakan orang selama tujuh hari tanpa boleh banding, kelembangaan
hukumnya disebut “Raat Sasak” dan “Raat Kertha” untuk Hindu.
Setelah secara resmi Nusa Tenggara Barat lahir menjadi salah satu daerah Swatantra Tingkat I
dari pemekaran provinsi Sunda Kecil, selain Dati 1 Bali dan Nusa Tenggara Timur. Pada tanggal 17
Desember 1958 ditetapkanlah Mataram sebagai pusat Pemerintahan dan sekaligus sebagai ibu kotanya.
Saat itu Mataram juga menjadi ibu kota Dati II Lombok Barat. Kota Mataram sebagai sebuah ibu kota
Nusa tenggara Barat dan Lombok Barat, terdiri dari 3 bagian kota yaitu Ampenan, Mataram, dan
Cakranegara. Ampenan merupakan kota pelabuhan, Mataram menjadi pusat Pemerintahan dan
pendidikan, sedangkan Cakranegara sebagai pusat perdagangan dan perekonomian. Mataram sebagai ibu
kota dari dua buah Pemerintahan, perkembangan kota semakin bertambah maju. Kebutuhan sarana
prasarana dan fasilitas umum menjadi semakin besar. Demikian juga kebutuhan jaringan transportasi dan
tempat pemukiman menjadi lebih luas, karena itu Pemerintah Dati NTB, yang saat itu Gubernurnya
dijabat oleh Kolonel Raden Wasita Kusama, dan atas saran pertimbangan pembantu-pembantu gubernur,
diusulkan ke Pemerintah pusat. Departemen Dalam Negeri, agar kota Mataram dimekarkan menjadi kota
Administratif yang untuk sementara masih berada dalam kendali Dati II Lombok Barat. Setelah usulan
pemda tingkat II NTB disetujui oleh Departemen Dalam Negeri, maka dilakukan persiapan-persiapan
administratif untuk sementara dalam persiapan menuju Kota Administratif, ditunjukkan pejabat
Sementara Wali kota Administratif Mataram, yaitu Drs Iswarto, yang pada saat itu sedang memangku
jabatan sebagai Kepala Urusan Pegawai (UP) Sekretariat Daerah Nusa Tenggara.
Sejarah perkembangan Kota Mataram berlangsung dalam 6 periode.
1. Periode Pertama, berlangsung sebelum terbentuknya Negara Indoensia Timur dimana Lombok
merupakan bagian dari Residensi Bali-Lombok.
2. Periode Kedua, berlangsung selama berdirinya Negara Indoensia Timur, daerah otonom terbagi
dalam 3 wilayah administrasi Pemerintahan setempat. Wilayah Pemerintahan Lombok Barat sama
seperti waktu sebelum terbentuknya Negara Indonesia Timur.
3. Periode Ketiga, berlangsung ketika terbentuknya Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Barat
( 17 Desember 1959) yang terdiri dari 6 Daerah Swatanra Tingkat II, diantaranya DASWATI II
LOMBOK BARAT, terdiri dari 6 kedistrikan. (1. Kedistrikan Ampenan Barat di dasan Agung, 2.
Kedistrikan Ampenan Timur di Narmada, 3. Kedistrikan Bayan di bayan Beleq, 4. Kedistrikan
Tanjung di Tanjung, 5. Kedistrikan Gerung di Gerung, 6) Kedistrikan Gondang di Gondang)
ditambah satu Wilayah Kepunggawaan yakni Kepunggawaan Cakranegara di Mayura.
4. Periode Keempat, sejak berlakunya Undang-undang No. 18 tahun 1965, dimana Daerah Tingkat II
Lombok Barat dikembangkan menjadi beberapa kecamatan diantaraya Kecamatan Mataram, yang
merupakan pemekaran Kecamatan Ampenan dan cakranegara.
10
5. Perode Kelima, sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1978 tentang
pembentukan Kota Administratif Mataram, yang meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Ampenan,
Kecamatan Mataram dan Kecamatan Cakranegara. Sejak Tanggal 29 Agustus 1978, ketiga
kecamatan tersebut tergabung menjadi satu yaitu Kota Mataram.
6. Periode keenam, peningkatan status Kota Administratif Mataram menjadi Kotamadya Dati II
Mataram, berdasarkan Undang-Undang No. 4 Thn. 1993. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
( Moch. Yogi S Memet) meresmikan perubahan tersebut pada tanggal, 31 Agustus 1993, yang
wilayahnya meliputi Kecamatan Mataram, Ampenan dan Kecamatan Cakranegara.
2.2.2 Bentuk Kota
11
Gambar 5. Peta Administrasi Kota Mataram
Dilihat dari kondisi faktual yang ada, Mataram memiliki bentuk kota bertipe Pita (ribbon shaped
cities). Hal ini dapat dilihat dari adanya peranan jalur transportasi yang sangat dominan dalam
mempengaruhi perkembangan areal ke samping. Disini terlihat bentuk pola kota yang memanjang yang
dimulai dari Kecamatan Ampenan hingga Kecamatan Cakranegara. Perkembangan Kota Mataram
memang diawali dari jaringan jalannya. Untuk pola guna lahan kotanya sendiri termasuk dalam pola
linear dan kosentris. Guna lahan disini cenderung mengalami perkembangan. Dikatakan kosentris karena
dibeberapa titik terlihat perkembangan dari unsur perdagangan yang berada di pusat sebagai komoditas
utama dalam kegiatan masyarakat dan pola pemanfaatan ruang kota berhubungan dengan nilai ekonomis.
Selain itu, diketahui perkembangan Kota Mataram juga dipengaruhi oleh unsur kerajaan. Pola linear
dalam Kota Mataram terlihat dari pertumbuhan kotanya yang berasal dari sepanjang jalan utama yang
kemudian di pinggiran jalan tersebut digunakan untuk bangunan sektor komersial.
12
Gambar 6. Peta Kota Mataram Tempo Dulu
Dari peta perkembangan wilayah salah satu kecamatan yang ada di Kota Mataram dapat dilihat
bahwa pada mulanya perkembangan penggunaan lahan hanya sebatas untuk perumahan dan RTH,
selebihnya dibiarkan kosong begitu saja. Kemudian perkembangan awal berubah tumbuh ke arah
perdagangan dan jasa. Selanjutnya pada tahun 1999-sekarang perkembangan tumbuh semakin pesat dan
13
Gambar 7. Peta perkembangan Kelurahan Cakranegara Timur
Gambar 8. Peta perkembangan kelurahan Cakranegara Selatan
beragam. Disini dapat dilihat bahwa Mataram memiliki perkembangan yang pesat dalam meningkatkan
kualitas perekonomian wilayah dengan adanya kawasan strategis perdagangan. Perkembangan ini juga
diintegrasi dengan pembangunan infrastruktur wilayah seperti jalan dan sebagainya.
2.2.3 Pola Jaringan Jalan
Dilihat dari peta Mataram tempo dulu, pola jaringan jalan Kota Mataram membentuk
perpotongan garis-garis tegak lurus yang dibagi-bagi menjadi blok-blok empat persegi panjang dengan
jalan-jalan yang berpotongan siku-siku. Jalan utama membentang dan menghubungkan Kecamatan
Ampenan, Kecamatan Mataram, dan Kecamatan Cakranegara. Disini, pola jaringan jalan Kota Mataram
membentuk pola jalan bersiku atau grid.
14
Gambar 9. Peta Kota Mataram Tempo Dulu
15
Gambar 10. Peta Jaringan Jalan Kota Mataram Tahun 1995
Gambar 11. Peta Jaringan Jalan Kota Mataram Tahun 2001
Dilihat dari peta jaringan jalan Kota Mataram tahun 1995 dan tahun 2001 terlihat adanya
perbedaan dalam jaringan jalan yaitu terdapat penambahan jalan utama. Penambahan jalan tersebut
berada di Kecamatan Ampenan yang terhubung sepanjang kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan
Ampenan bagian selatan. Selain itu penambahan juga terdapat di wilayah Kecamatan Mataram dan
Kecamatan Cakranegara bagian utara yang melewati enam Kelurahan di wilayah tersebut.
Pola jaringan jalan di Kota Mataram cenderung dibangun dengan sistim pola grid (bersiku), yang
merupakan kota koloni dari kerajaan Karangasem yang terletak di sebelah Timur Pulau Bali. Ide dari
bentuk kota tersebut dibangun berdasarkan kota Hindu Bali.
Daerah perumahan dibagi oleh jalan-jalan dengan pola Grid. Jalan dibagi menjadi 3 tingkatan
yaitu: pertama, jalan utama (arteri primer), yang membagi kota dari Utara ke Selatan dan dari Timur ke
Barat, yang bertemu di pusat. Kedua adalah jalan tingkatan kedua yang membagi daerah perumahan
kedalam blok-blok (5x8). Setiap blok dibagi lagi menjadi empat sub. blok. Ketiga adalah jalan tingkatan
ketiga, yang membagi sub blok tersebut menjadi 20 kapling rumah. Blok perumahan dan sistim pola
jalannya direncanakan dengan seksama berdasarkan sistim yang pasti dari suatu patokan ukuran yang
baku.
16
Gambar 11. Peta Jaringan Jalan Kota Mataram
BAB III
KESIMPULAN
Kota Mataram memiliki bentuk kota bertipe Pita (ribbon shaped cities). Hal ini dapat dilihat dari
adanya peranan jalur transportasi yang sangat dominan dalam mempengaruhi perkembangan areal ke
samping. Disini terlihat bentuk pola kota yang memanjang yang dimulai dari Kecamatan Ampenan
hingga Kecamatan Cakranegara. Perkembangan Kota Mataram memang diawali dari jaringan jalannya.
Untuk pola guna lahan kotanya sendiri termasuk dalam pola linear dan kosentris. Selain itu, diketahui
perkembangan Kota Mataram juga dipengaruhi oleh unsur kerajaan. Pola linear dalam Kota Mataram
terlihat dari pertumbuhan kotanya yang berasal dari sepanjang jalan utama yang kemudian di pinggiran
jalan tersebut digunakan untuk bangunan sektor komersial.
Sedangkan untuk pola jaringan jalannya, berdasarkan pengamatan peta Kota Mataram tempo
dulu, pola jaringan jalan Kota Mataram membentuk perpotongan garis-garis tegak lurus yang dibagi-bagi
menjadi blok-blok empat persegi panjang dengan jalan-jalan yang berpotongan siku-siku.
17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
_________.http://mataramkota.go.id/gambaran-umum.html/ (diakes pada November 2014)
_________.http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Mataram/ (diakses pada November 2014)
_________.http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/timur/ntb/mataram.pdf/ (diakses pada November 2014)
_________.http://pengembanganperkotaan.wordpress.com/2011/11/09/teori-teori-perkembangan-kota/
(diakses pada November 2014)
_________.http://perencanaankota.blogspot.com/2013/10/keterkaitan-pola-jaringan-jalan-dengan.html/
(diakses pada November 2014)
18