53
2012 Mungkinkah Itu Mungkin? Cerpen Teenlit Fatihah Ibnu Fiqri J L . RAYA MAOSPATI NO 999, MAGETAN

Mungkinkah itu mungkin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mungkinkah itu mungkin

ha

SMA NEGERI 1 MAOSPATI

2012

Mungkinkah Itu

Mungkin?

Cerpen Teenlit

Fatihah Ibnu Fiqri

J L . R A Y A M A O S P A T I N O 9 9 9 , M A G E T A N

Page 2: Mungkinkah itu mungkin

2

Tak Seindah Saat Kau Bersamaku

Tet tet tet tet

Bel tanda pulang sekolah berbunyi, aku segera keluar kelas dan menuju gerbang

sekolah.

“Jessie, tungguin gue!” teriak Han sahabat karibku. Kuhentikan langkahku dan

kutoleh ke belakang, ternyata benar dia, Han sahabatku.

“Ayo cepet, tadi kemana aja?” teriakku sambil memandangi wajahnya yang

penuh keringat. Akhirnya dia mencapaiku dan berjalan di sampingku.

“Sorry, gue tadi habis ke ruang guru, ngumpulin tugas! Biasalah ketua kelas!”

ujarnya sambil mengusap keringat di dahinya dan menatap ke arahku dengan

tersenyum.

“ Ehm, gitu! Oh ya, gue hampir lupa. Tadi kata Bu Yuni, bentar lagi ada

Ulangan Akhir Semester. Gue bingung dech!” kataku sambil memalingkan wajahku

dari Han.

“ Kenapa bingung? Itu tandanya kita harus belajar lebih giat” , kata Han.

“ Masalahnya bukan itu!” kataku.

“ Terus apa?” tanya Han.

“ SPP gue udah nunggak 5 bulan, ntar kalo ditagih gimana? Ortu gue lagi gak

punya duit nich!” kataku.

“ Oh! Gampang ntar gue bilang ke Papa gue”, kata Han tersenyum.

“ Gak usah, Han! Lebih baik loe kasih gue kejaan aja! Lagian bulan lalu gue

udah loe bayarin buat LKS, itupun juga duit Papa loe!” kataku menolak dengan halus.

“ Jadi loe pengen kerja?” tanya Han.

“ He‟em! Tapi jangan sampai ortu gue tahu, kalo mereka tahu gue bisa

dimarahin” ,kataku.

“ Okey, ada kok” , kata Han.

“Apaan?” tanyaku.

“ Jadi tukang ngerjain tugas gue!” jawabnya dengan senyuman licik ala Han.

“ Ogah ah, tiap hari bukannya gue udah ngerjain tugas loe bahkan ngajarin lo

juga, nyatanya juga gak loe kasih bayaran” , kataku menolak.

Page 3: Mungkinkah itu mungkin

3

“Yang kali ini beda, loe sekalian jadi guru les privat gue! Loe kan pinter, Jes!”

kata Han membujuk.

“ Okey, gue mau!” kataku menerima tawaran Han.

“Deal”

“Deal”

******

Aku Jessie, anak SMA Garuda, disini aku sekolah sebagai anak kelas X G. Aku

bukan anak orang kaya. Aku hanya anak orang biasa, yang hidupnya pas-pasan karena

dulu waktu aku kelas satu SMP ayahku bangkrut dan sekarang cuma jadi satpam

restoran. Dan sahabatku, Hanzawa Morimoto biasa di panggil Han. Dia anak orang

kaya, ayahnya kerja di Jepang. Dia di Indonesia udah sejak lahir dan tinggal sama

ibunya. Dia udah jadi sahabatku sejak TK. Temen - temen berpikiran bahwa aku orang

yang beruntung bisa sahabat yang super kaya seperti Han. Aku pun juga bingung

kenapa dia mau berteman dengan orang biasa sepertiku. Tapi yang kutahu Han itu

temenan gak mikirin status, asalkan orang itu mau ngehargain Han, pasti udah dianggep

sahabat sendiri. Itulah sahabatku, orang Indonesia yang ayahnya orang Jepang tapi

ibunya Indonesia.

^^^^^

Hari ini hari Sabtu, gue mau bikin Sabtu ini jadi hari yang bagus supaya gue gak

berangkat kesiangan karena hari ini gue piket.

“Jessie, cepat nak! Kamu sudah di tunggu Han di depan!” teriak ibuku.

“Ya, Ma” , teriakku tak kalah keras dari ibuku. Aku segera keluar dari kamar

sambil membawa tasku dan menenteng buku- bukuku.

“ Jessie berangkat, ma! Assalamualaikum” , kataku sambil mencium tangan ibuku

dan menghampiri Han. Ya ampun kulihat dia pagi ini, dia berbeda, dia kelihatan

ganteng banget. Pantes aja, hari ini dia mau pake dasi. Aku sempat terhenti sejenak

sambil memandanginya.

“Ayo, Jes. Kita harus cepet, loe piket kan?” teriak Han. Pantes aja jam segini dah

dateng, dia naik sepeda. Aku masih terpesona padanya.

“Iya – iya” , jawabku lalu duduk di boncengan sepeda Han.

“Pamit dulu, Tante”, kata Han berpamitan dengan Ibu dan segera menggoes

sepedanya.

Page 4: Mungkinkah itu mungkin

4

“Hati-hati ya”, teriak ibuku.

“Kenapa loe pake sepeda, Han? Gak biasanya!” kataku padanya

“Untuk mengurangi pemanasan global” , jawabnya enteng.

“Halah, lagak loe, sok peduli lingkungan”, kataku sambil mencubit pinggangnya.

“Auu, sakit, Jes! Alasan sebenernya sich bukan itu!” katanya tertawa kecil.

“Apa?” tanyaku.

“Supaya kita berdua kelihatan romantis”, jawabnya sambil memegang tanganku

dan menempelkannya ke pinggangnya.

“Hah? Romantis? Loe ngomong apaan sich? Gak jelas banget”, kataku keheranan,

gak biasanya dia kayak gini. Beraninya ngomong soal romantis.

“Iya romantis, Jes”, jawabnya.

“Kayak gini kok romantis?” kataku meremehkan sambil menarik tanganku.

“Ini romantis, Jes! Soalnya waktu berduaannya lebih lama, kalo pake mobil kan

jalannya cepet jadi waktu berduaanya tuh dikit!” katanya meyakinkanku.

“Halah, pinter loe cari alasan! Emangnya gue pacar loe? Harus berduaan sama

loe?” tanyaku.

“Ich, Jes, jangan marah dong! Gue kan cuma bercanda! Lagian gue kan belum

pernah pacaran, jadi biar gak gagap”, kata Han tersenyum.

“Ich, gak banget dech loe”, kataku.

“Sorry dech, gue kan bercanda”, katanya sambil menggoes sepedanya.

^^^^^^^^

Tet tet tet tet

Time to go home. Aku segera keluar kelas dan menunggu Han. Akhirnya dia pun

keluar dan aku tak sabar ingin memberitahukan kabar gembira yang aku terima

padanya. Aku segera memanggilnya sambil berlari ke arahnya.

“Haaan”, teriakku sambil berlari, tiba-tiba aku tersandung sesuatu dan

„Bruuuuk‟.

Aku jatuh dipelukannya dan menindih tubuhnya yang atletis itu. Kemudian aku

segera bangun dan membantunya untuk berdiri. Aku malu karena banyak teman-

temanku yang menertawakanku. Kemudian Han segera menarikku pergi menuju

parkiran dengan raut muka yang muram. Kurasa ia marah padaku. Aku hanya

Page 5: Mungkinkah itu mungkin

5

menundukkan kepalaku dan tiba-tiba ia membelai rambutku dan menyandarkan

kepalaku ke bahunya. Setelah sampai di parkiran raut wajahnya berubah kemudian dia

melepaskan kepalaku dari bahunya.

“Kenapa loe? Loe gak liat di bawah loe tadi ada batu?” tanya Han tersenyum.

“Gue gak liat, Han! Soalnya tadi gue liatnya ke loe, gue mau ngasih kabar ke loe”,

jawabku.

“Kabar apa sich?” tanya Han.

“Tadi uang SPP gue udah dilunasin sama sekolah! Tapi gue gak tahu kok bisa

gitu, katanya sich karena gue layak ngedapetin itu. Gimana loe seneng gak?” tanyaku.

“Wah! Bagus dech! Gue ikut seneng”, kata Han tersenyum senang.

“Kalo gini kan ortu gue gak perlu repot. Yeeesss gue seneng banget”, kataku

sambil memeluk Han karena senangnya. Aku masih terus memeluknya dengan erat.

“Ehm, Jes, loe seneng banget yha?” tanya Han.

“Iya”, kataku sambil terus memeluk Han.

“Tapi jangan kayak gini dong, gak enak dilihat anak-anak”, kata Han. Aku pun

sadar dan segera melepaskan Han.

“Sorry, gue gak sengaja, Han”, kataku sambil menundukkan kepalaku karena

malu.

“Ya, gue tahu kok. Ayo pulang!” katanya sambil menaiki sepedanya.

“Oke”, kataku sambil menaiki sepedanya. Dia pun segera menggoes sepedanya.

“Jangan nundukin kepala gitu donk, kayak orang berduka cita aja, loe kan lagi

seneng”, kata Han sambil melirik ke arahku.

“Ehm, iya”, kataku tersenyum.

“Gitu dong!” katanya tertawa kecil.

“Oh ya, Han, gue mau ngucapin makasih buat semuanya yang pernah loe kasih

sama gue, gue nyadar selama ini gue belum pernah ngucapin makasih ke loe!” kataku.

“Kata siapa loe belum pernah bilang terimakasih sama gue?” tanyanya.

“Kata gue”, jawabku.

“Loe itu udah berterimakasih kok sama gue”, katanya.

“Kapan?”, tanyaku.

“Selama ini loe kan dah mau jadi sahabat gue, jadi itu tandanya loe udah

berterimakasih sama gue”, jawabnya tersenyum.

Page 6: Mungkinkah itu mungkin

6

“Loe emang sahabat gue yang paling baik, Han!” kataku tersenyum.

“Apalagi loe, Jes! Loe tuh yang best of the best”, katanya tertawa kecil. Akhirnya

kami pun sampai di halaman rumahku. Akupun turun.

“Makasih, Han!” kataku.

“Ya. Ehm, Jes, gue mau nanya”, katanya.

“Nanya apaan?” tanyaku.

“Gini, SPP loe kan dah lunas, apa loe tetep mau jadi guru les gue?” tanya Han.

“Han, loe gak perlu nanya kayak gitu, mau gue punya duit ato gak, mau gue butuh

duit ato gak, mau loe bayar ato gak, kalo loe dah minta tolong ma gue, gue pasti mau

kok. Loe kan sahabat gue yang selalu ada buat gue”, jawabku.

“Jadi loe tetep mau nger jain tugas gue juga?”tanyanya. Aku hanya mengagguk

dan tersenyum.

“Yesss! Makasih ya, Jes, loe emang yang best of the best. Gue gak tahu dech

gimana nasib gue di SMA ini kalo gak ada loe”, kata Han.

“Iya sama-sama”, kataku tersenyum.

“Oke kalau gitu gue balik dulu ya”, kata Han sambil menaiki sepedanya.

“Ya, hati – hati!” kataku.

“Yo‟i”, jawabnya sambil menggoes sepedanya.

^^^^^^

Sore itu amat cerah. Aku pun segera mandi dan pergi ke taman karena pasti di

sana ramai dan aku bisa melihat anak – anak bermain-main. Angin sepoi membelai

rambutku yang terurai. Jarak taman yang tak begitu jauh, membuat aku cepat sampai

walau berjalan kaki. Aku pun duduk di salah satu bangku di pinggir taman. Kebetulan

disitu tidak begitu ramai. Aku pun menikmati indahnya sore itu. Ah, indahnya andaikan

setiap hari seperti ini. Tiba-tiba ada seseorang datang ke arahku. Aku sepertinya kenal

dengan orang itu.Hidungnya yang mancung, kulit putih yang mulus, mata yang mirip

Tom Cruise dan model rambut mirip Tom itu pula. Sempurnalah dia sebagai seorang

lelaki. Dia itu anak SMA Garuda, namanya Yoghandistio Prasandi yang biasa di panggil

dengan singkatan YePe. Dia memakai kemeja putih panjang dan celana jeans. Ada apa

anak itu kemari.

“Sore, Jes!” katanya sambil duduk disampingku dan tersenyum.

“Sore juga, YePe”, balasku dengan membalas senyumnya.

Page 7: Mungkinkah itu mungkin

7

“Ehm, sendirian aja, Han mana?” tanyanya dengan senyuman pahit.

“Dia sengaja gak gue ajak, dia itu bisa ngganggu keindahan sore ini”, kataku

tertawa kecil. Tapi aku masih bingung apa maksud dan tujuan cowok yang dikenal kaya

dan cerdas ini. Tapi kalau soal watak aku tidak tahu bagaimana wataknya.

“Oh, kebetulan gue mau ngomong sesuatu sama loe, dan ini udah gue pendem

sejak gue pertama kali ketemu loe”, katanya.

“Mau ngomong apa?” tanyaku penasaran.

“Gini, gue itu sebenernya gue suka sama loe sejak pertama ketemu sama loe, gue

bener – bener sayang sama loe”, katanya. „Dheg‟. Oh my God, cowok ganteng ini suka

sama aku. Aduh, bagaimana ini? Aku hanya bisa terdiam disitu sambil menatap

matanya dengan tatapan tak percaya. Aku kenal baik dengan orang ini tapi aku belum

begitu mengenalnya. Aku masih tak percaya dengan kata -katanya. Dia pun

menggenggam tanganku.

“Loe mau gak jadi pacar gue?” tanyanya. Aduh, aku semakin bingung. Aku masih

terdiam.

“Loe ngomong apaan sich, Pe?” kataku sambil menarik tanganku.

“Gue pengen loe jadi pacar gue”, katanya dengan menggenggam tanganku lagi.

“Sorry, gue gak bisa”, jawabku.

“Kenapa, Jes? Apa gara – gara Han itu?” tanyanya.

“Enggak, YePe”, jawabku.

“Halah gak usah bo‟ong ma gue, Jes! Gue lihat dia itu suka sama loe juga dan

kelihatannya dia gak bertepuk sebelah tangan kok. maka dari itu gue nembak loe,

sebelum keduluan sama si Han itu”, katanya.

“Inget ya, Pe, gue .....”, kataku terpotong.

“Halah, loe gak usah bo‟ong, apa perlu gue bunuh si Han itu demi ngedapetin

loe?”, tanyanya sedikit membentak. Aku terkejut. Aku terdiam dan menatapnya sinis.

Aku menundukkan kepalaku.

“Sekarang temen gue udah ada di rumah Han dan siap ngakhirin hidup sahabat loe

itu kalau saat ini loe nolak gue! Gue tulus cinta sama loe dan gue rela loe tolak tapi gue

gak mau lihat loe deket sama Han itu. Hati gue sakit. Jadi, gue tanya sekali lagi. Loe

mau gak jadi pacar gue?” tanyanya dengan nada tinggi. Aku tidak menyangka, ternyata

aku salah menilai orang ini. Aku terdiam sejenak. Aku masih tak menyangka, wajahnya

Page 8: Mungkinkah itu mungkin

8

yang terlihat ramah, ternyata berhati pembunuh. Aku mulai berpikir. Memang ini saat

yang tepat untuk membalas semua kebaikan Han.

“Oke, Pe! Gue mau jadi pacar loe asal loe jangan pernah nyakitin sahabat gue”,

kataku, aku tak tahu apa yang ada di pikiranku saat itu. Tapi jika sudah menyangkut

keselamatan Han, apapun akan kulakukan.

“Itu bagus, gue seneng cewek kaya loe ternyata mau nurut juga sama gue”,

katanya dengan membusungkan dada.

“Gue mau jadi pacar loe dengan satu syarat lagi”, kataku.

“Apa? Gue pasti bisa penuhin”, katanya dengan sombongnya.

“Gue pengen hubungan kita di rahasiain, gue gak pengen semua orang tahu

tentang hubungan kita termasuk Han, terus jangan ngasih perhatian lebih ke gue saat

disekolah, bersikap biasa aja”, kataku sambil menitikkan air mata.

“Oke, itu gampang, sayang”, katanya sambil membelai rambutku. Dia tersenyum

penuh kemenangan. Dimatanya memang terlihat dia mencintaiku. Aku masih terdiam,

aku masih tidak bisa melawannya sekarang.

“Oke, sebagai pacar loe, gue loe mau anter loe pulang, mau kan?” tanyanya.

“Gak usah makasih! Gue bisa pulang sendiri”, jawabku sambil beranjak pergi

meninggalkan YePe. Tiba – tiba dia memegang tanganku.

“Tunggu”, katanya

“Mau apa lagi loe? Gak cukup loe bikin gue nangis?” tanyaku sambil melepaskan

tanganku dari genggamannya lalu akupun pulang ke rumah dan menghapus air mataku.

“Jessie”, teriaknya. Aku pun sudah tak memeperdulikannya lagi dan tanpa ragu

terus meneruskan langkahku untuk pulang ke rumah.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Tok, tok, tok.

“Permisi”, teriakku.

“Masuk, Jes!” kata Han setelah membukakan pintu.

“Oke! Mau dimana?” tanyaku sambil memasuki rumah Han.

“Diteras atas aja. Enak!” katanya sambil mengambil bukunya di atas meja ruang

tamu. Kemudian aku mengikutinya dari belakang dan ke atas. Fantastik teras atas rumah

Han yang tak beratap membuat bintang yang bertaburan terlihat jelas malam itu. Semilir

angin malam itu membuat malam semakin indah. Bulan yang bersinar terang masih

Page 9: Mungkinkah itu mungkin

9

mengintip di belakang pohon mangga dekat rumah Han. Aku segera duduk di salah

satu kursi. Han pun masih berdiri di belakangku memegang bahuku. Aku yang tak sadar

akan itu masih terus memandangi langit.

“Indah ya, Jes!” kata Han.

“Indah banget, Han”, kataku sambil memegang tangan Han dibahuku. Kemudian

Han menarik tangannya. Aku terkejut. Aku pun segera menghentikan lamunanku.

“Sebaiknya kita langsung belajar aja” kata Han.

“Oke, mau belajar apa?” tanyaku.

“Fisika dech”, kata Han.

“Oke”, jawabku. Pelajaran untuk Han pun kumulai. Kemudian aku menjelaskan

teori – teori yang ada mulai dari bab pertama. Ketika aku menjelaskan teori itu kurasa

Han tidak melihat ke halaman yang kujelaskan tetapi malah melihat kearahku dengan

asyiknya. Aku masih terus menjelaskan tetapi dia masih tetap seperti itu. Aku yang

mulai risih, menghentikan penjelasanku.

“Han, loe dengerin gue gak sich?”, tanyaku.

“Dengerin kok!”, jawabnya.

“Ulangi lagi penjelasan gue”, perintahku.

“Haduh! Gimana ya? Echm, sebenernya gue gak dengerin loe”, kata Han sambil

menundukkan kepalanya.

“Loe niat belajar ma gue gak sich?” tanyaku.

“Gue niat banget, Jes! Sorry gue tadi gak serius please jangan pulang ya”, kata

Han merengek – rengek.

“Oke! Tapi gue kan gak mau pulang Han”, kataku.

“Ya siapa tahu aja loe pulang gara – gara marah sama gue loe malah ninggalin gue

pulang”, kata Han.

“Loe itu lucu yha, oke, gue lanjutin dech! Tapi serius yach!” kataku.

“Siaap, laksanakan” jawab Han. Aku pun melanjutkan penjelasanku. Tanpa terasa

waktu menunjukkan pukul 08.00 malam. Aku segera mengakhiri pelajaranku untuk

Han.

“Oke, Han, udah jam delapan, gue balik dulu yach”, kataku sambil mengemasi

barang – barangku.

“Disini dulu napa? Loe kan gak ada kegiatan kan abis ini?” tanya Han.

Page 10: Mungkinkah itu mungkin

10

“Paling tidur” , jawabku.

“Yaaah, daripada tidur mending loe temenin gue disini”, kata Han.

“Oh ya, Han, loe pinter bikin origami kan? Ajarin gue donk!” kataku.

“Sekarang udah gak bisa, udah lupa caranya. Tapi ada kok yang mau gue ajarin ke

loe”, katanya.

“Apaan?” tanyaku.

“Cinta”, jawabnya tersenyum.

“ Halah cinta lagi cinta lagi” kataku sewot.

“Bercanda, Jess” kata Han tersenyum.

“Kalo bercandanya kayak gini mending gue pulang aja” kataku sambil berdiri dan

melangkahkan kaki. Kemudian Han menarik tanganku dengan kuat sehingga membuat

tubuhku berbalik dan jatuh dipelukannya untuk yang kesekian kalinya. Dia memelukku

dengan erat seolah tak ingin aku pergi sedetikpun dari hidupnya.

“Jess, jangan pergi dari gue”, kata Han sambil terus memelukku dengan erat. Aku

hanya terdiam sambil terus berpikir jarang sekali dia memperlakukanku seperti ini.

“Gue gak pengen loe pergi, gue sayang sama loe, gue cinta sama loe, dan gue

pengen loe selalu ada di deket gue. Echm, loe mau gak jadi pacar gue?” tanya Han.

„Dheg!!!

Sahabatku ingin jadi kekasihku? Semoga dia tidak serius, bagaimana aku

menjelaskan hubunganku dengan YePe jika dia sampai tahu. Aku masih terus diam.

Karena aku benar – benar tidak tahu apa yang dimaksud oleh Han. Lalu dia melepas

pelukan dan melihat ke wajahku yang merah padam.

“Ha ha ha”,di tertawa terbahak- bahak.

“Apaan sich maksud loe? Kenapa ngetawain gue?” tanyaku. Jelas – jelas dia

hanya bercanda.

“Muka loe lucu”, jawabnya sambil masih tertawa.

“Awas loe, Han! Gue bakal bales!” kataku.

“Bales aja”, katanya sambil membusungkan badannya seolah kataku tak dapat

kubuktikan. Kemudian kupegang telinga kirinya dan kutarik dengan kuat.

“Rasain nich! Ini buat gombalan – gombalan loe, pelukan kacrut loe, dan

pernyataan cinta kamseupay loe itu”, kataku sambil terus menarik telinganya.

“Ampun, Jess! Oke maafin gue dech!” kata Han merengek – rengek.

Page 11: Mungkinkah itu mungkin

11

“Makanya, jadi orang jangan kurang ajar sama gue”, kataku sambil melepas

telinga Han.

“Oke, gue ngaku salah”, kata Han sambil masih memegangi telinganya.

“Ehm, gue heran dech ma loe Han, loe tuch jatuh cinta ya?” tanyaku yang

membuatnya langsung tertegun. Dia sempat terdiam sejenak.

“Gue emang lagi jatuh cinta”, jawabnya dengan memandang kemataku. Itu

menunjukkan bahwa dia jujur.

"Sama siapa? Kok loe gak bilang ke gue sich?” tanyaku yang kesal padanya

karena aku hanya dijadikan pelampiasannya saja.

“Gue belum bisa ngasih tahu loe sekarang”, jawab Han.

“Kenapa? Kenapa loe gak terus terang aja ma gue sich?” tanyaku memastikan

siapa yang dia suka apakah itu seperti kata YePe tadi sore?

“Gue emang bener – bener belum bisa ngasih tahu loe”, jawabnya sekali lagi.

“Kenapa loe gak mau jujur sama gue?” tanyaku lagi.

“Gue pasti bilang kok ke loe, tapi sekali lagi, bukan sekarang waktunya, Jes”,

sambil menatap lekat mataku.

“Oke, fine, gue tunggu itu, kalau gitu gue pamit dulu ya”, kataku yang sudah

mengerti apa mau Han.

“Ya, hati-hati ya, Jess”, kata Han. Aku pun keluar dari rumah Han dan langsung

menggoes sepedaku menuju rumah. Sinar bulan yang mengintip dari dedaunan pohon

yang menghantarkanku sampai ke rumah.

^^^^^^^^^^^

Tak terasa sudah satu minggu ini aku berpacaran dengan YePe. Kurasa

hubunganku dengannya belum tercium siapapun termasuk Han. Hari ini Han tidak

memintaku untuk datang ke rumahnya. Entah mengapa, yang jelas setiap Sabtu sore aku

pasti datang ke taman. Aku yang sedang duduk di kursi taman sambil menikmati

indahnya sore itu merasa bahagia. Entah mengapa. Kulihat anak – anak bermain dengan

riangnya. Aku pun melihat ke arah kananku, aku melihat Han sedang berjalan ke arahku

sambil memandangku dan tersenyum padaku. Hari ini dia terlihat berbeda, dia memakai

kemeja dan juga topi merah. Dia terlihat seperti saat berumur 10 tahun. Aku ingat dia

memakai baju itu saat dia ingin menyatakan cintanya pada Zetsuka, teman sekelasnya

waktu di SD tapi ditolak. Tapi, apakah dia akan melakukan hal yang sama dengan baju

Page 12: Mungkinkah itu mungkin

12

yang sama tapi dengan orang yang berbeda? Aku masih bertanya – tanya. Aku

membalas senyumannya. Aku masih belum tahu apa maksud dan tujuan Han

menghampiriku kesini.

“Hei, Jess” kata Han sambil duduk di samping kiriku.

“Hei, tumben loe kesini sore – sore?” tanyaku.

“Gak apa – apa, gue mau ngomong sama loe”, jawab Han.

“Mau ngomong apa?” tanyaku.

“Gue rasa loe udah saatnya tahu siapa orang yang gue cinta”, jawab Han melihat

bunga di depannya.

“Oh ya? Emang siapa?” tanyaku berbinar. Aku memang amat penasaran.

“Dia itu cewe yang lagi duduk di samping gue”, jawab Han tersenyum sambil

masih melihat bunga di depannya. Aku pun mengernyitkan kening.

“Maksud loe?” tanyaku.

“Gue itu cinta sama loe, Jess”, jawab Han sambil memalingkan wajahnya dari

bunga itu lalu melihat kemataku. Astaga! Dia tidak main – main.

“Hah? Loe yakin?” tanyaku masih tak percaya.

“Gue yakin, Jess! Gue gak bo‟ong sama loe, lihat mata gue, gue serius, Jess! Gue

udah cinta sama loe dari dulu. Loe mau gak jadi pacar gue?”, jawab Han. Ya ampun.

Padahal yang ku tahu selama ini dia menyayangiku hanya sebagai sahabat, tetapi

keyataannya lebih dari itu. Otakku berfikir keras. Apa yang terjadi bila dia sampai

mengetahui hubunganku dengan YePe. Aku terdiam sejenak. Kemudian menghela nafas

panjang.

“Han, gue gak bisa jadi pacar loe!” jawabku sambil melihat matanya.

“Kenapa, Jess?” tanya Han.

“Gue gak mungkin jadiin loe pacar gue!” jawabku.

“Kenapa bisa gitu?” tanya Han.

“Karena kalo loe gue jadiin pacar, siapa yang mau gue jadiin sahabat yang paling

setia sama gue, Han?” jawabku. Han memandangku tajam. Kemudian dia tersenyum

manis untukku.

“Gue tahu, itu adalah jawaban loe yang gak mungkin gue sangkal lagi, Jess! Apa

loe udah punya pacar?” kata Han sambil memandangi bunga di depannya lagi. Aduh,

pertanyaan ini bisa membuatku gila. Aku tidak tahu harus berkata jujur atau tidak.

Page 13: Mungkinkah itu mungkin

13

Otakku semakin pusing dan hati ini menjadi semakin bingung. Akhirnya, aku hanya

bisa menggeleng pelan. Tak terasa air mataku hampir jatuh dan aku berusaha

menahannya. Han pun tersenyum. Dia melihat mataku dan memberikan senyuman

seakan di hatinya penuh sorak sorai kegembiraan. Tetapi senyum simpul itu seperti ada

sesuatu yang disembunyikan.

“Bisa berdiri sebentar?” tanya Han. Aku pun segera berdiri. Han pun berdiri dan

kemudian memelukku. Tinggiku yang hanya sedagunya pun bisa menyandarkan

kepalaku di dadanya. Sambil menitikkan air mata aku membalas pelukannya. Pelukan

seorang sahabat yang hangat. Aku merasa bersalah atas semua yang kulakukan tadi.

“Jess, loe nangis?” tanya Han yan baru menyadari kalau aku menangis

dipelukannya.

“Gue nangis karena bahagia, Han”, jawabku bohong. Kemudian Han membelai

rambutku.

“ Seorang sahabat akan terus tetep jadi sahabat, Jess! Tapi gue gak akan nyerah

sampai disini, gue masih terus berusaha! Gue akan terus berusaha”, kata Han. Han

masih ingin membuatku mencintainya. Tapi, sampai kapanpun, aku pasti tidak akan bisa

mencintainya. Aku menyayanginya sudah seperti saudara kandungku sendiri. Aku

hanya bisa terdiam mendengar perkataanya itu. Dia pun melepas pelukannya. Kemudian

membelai rambutku. Angin sepoi sore itu membuatku kedinginan. Han yang melihatku

kedinginan langsung merangkul bahuku. Ah, memang hangat sentuhan tangan Han di

kulitku dan hanya dia yang bisa membuatku senang. Tapi aku tidak bisa mencintainya.

Aku pun melangkah berdua dengan Han untuk pulang ke rumah, dengan perasaan yang

campur aduk jadi satu membuat air mataku terus mengalir deras. Saat sampai di pinggir

taman, Han memelukku lagi.

“ Jangan nangis terus! Gue paling bingung kalau lihat loe nangis” kata Han.

“Oke gue gak akan bikin loe bingung lagi”, jawabku.

“Gitu donk”, kata Han lalu melepas pelukannya dan masih merangkul bahuku.

Angin yang semakin terasa dingin membuatnya merangkulku semakin erat. Akhirnya

aku dan Han sampai di halaman rumahku. Kemudian dia melepas rangkulannya dan

membelai rambutku dan memandangku dengan pandangan yang berkata bahwa dia

hanya bisa menemaniku sampai disini, dia ingin pulang dan sampai jumpa besok. Aku

hanya mengangguk pelan. Kulihat dia dan kupandangi kepergiannya. Dalam hatiku aku

Page 14: Mungkinkah itu mungkin

14

merasa bersalah telah membohonginya, maafkan aku Han. Maafkan aku sekali lagi.

Angin yang bertiup semakin dingin tak membuatku goyah untuk terus memandangi Han

sampai dia tak terlihat lagi.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Senin siang udara terasa panas. Aku yang menanti bel pulang sekolah harus

bersabar, karena jam terakhir ini diisi oleh mata pelajaran yang membosankan yaitu

Matematika. Ah otakku terasa berbalik posisi jika memikirkan tentang pelajaran yang

satu ini. Yang lebih celaka lagi, gurunya killer abis.

Tet, tet, tet, tet

Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Aku segera mengemasi barang – barangku

kemudian berdoa dan pulang. Kulihat diluar, Han sudah menungguku. Aku langsung

menghampirinya dan menuju parkiran. Saat sampai di parkiran aku baru ingat kalu

buku Biologiku masih tertinggal di kelas.

“Aduh”, kataku.

“Kenapa, Jess?” tanya Han.

“Ehm, Han, buku gue ketinggalan di kelas nich, gue ambil dulu ya”, jawabku pada

Han yang sedari tadi menggandengku. Aku melepaskan tangannya.

“Jess...., gue ikut”, kata Han.

“Loe tunggu gue di pos satpam aja, gue gak bakal lama kok”, kataku tersenyum.

Han pun menghentikan langkanya. Aku segara menuju kelas. Akan sangat fatal jika

seorang siswa yang esok hari kan ulangan tapi bukunya tertinggal di sekolah. Aku

segera mencari – cari buku itu di setiap sudut kelas. Tapi tak kutemukan. Padahal

seingatku buku itu masih kutinggalkan di laci meja. Alamak, ini masalah serius.

“ Loe nyari ini, Jess?” tanya seseorang di belakangku. Aku kenal suara orang ini.

Kutoleh kebelakang, ternyata YePe dengan membawa buku Biologiku.

“He‟em!” jawabku sambil mengambil buku itu dari tangannya dan melangkah

untuk meninggalkannya. Tiba – tiba dia menghentikanku dengan berdiri di depanku.

Aku mendorongnya.

“Apa‟an sich loe?” tanyaku kesal.

“aku mau ngomong serius sama kamu, sayang! Aku cinta bangett sama kamu

sayang”, jawabnya sambil membelai rambutku. Kemudian dia mengancingkan kancing

bajunya yang nomor dua dari atas. Dia merapikan dasinya. Hmmm, baru kali ini dia

Page 15: Mungkinkah itu mungkin

15

terlihat benar – benar tampan dari hari – hari biasanya. Aku masih memperhatikannya.

Kemudian aku memalingkan wajahku. Dia memegang kedua pinggangku dan

mendekatkan wajahnya ke wajahku dan hampir mencium bibirku. Aku yang tak siap

dengan itu langsung memejamkan mata. Kemudian, ada suara orang. Aku kenal suara

itu.Bibirku dengan bibir YePe tinggal satu senti meter lagi. Huuft, kalau sampai ciuman

dengan YePe apa kata dunia? Yepe menghentikan aksinya. YePe melepaskanku.

“Oh, jadi ini sebabnya loe nolak gue?” kata seseorang itu dari belakangku. YePe

melangkah mundur. Kulihat asal suara itu. Astaga, Han. Aku langsung

menghampirinya. Berusaha menjelaskan semuanya.

“Han, gue bisa ngejelasin semuanya ke loe”, kataku dengan menggenggam erat

tangannya.

“Semua udah jelas, Jess! Ternyata bener, loe gak jujur sama gue! Loe emang gak

anggep gue sahabat sejati loe kan? Oke fine, Jess, mulai saat ini jangan anggep gue

sahabat loe lagi”, kata Han kemudian meninggalkanku.

“Haaaaann! Hanzawa Morimotoo”, teriakku sekeras mungkin.

Tapi, dia sudah tak mau lagi mendengarkan suaraku. Dia terus berjalan

meninggalkanku. Air mataku pun berjatuhan. Badanku mulai lemas. Aku makin tak

kuat untuk berdiri. Mataku terpejam. Aku merasa ada di ruang gelap dan berada di

pelukan seseorang. Pelukannya hangat seperti pelukan Han. Tapi apakah Han kembali

untuk memelukku ketika aku akan jatuh? Aku pun membuka mataku. Kulirik orang itu.

Ternyata YePe. Aku segera melepas pelukannya pelan karena aku tidak punya tenaga

untuk mendorong tubuhnya yang kekar itu. YePe menuntunku untuk duduk di salah satu

kursi di kelasku. Dia duduk di samping kananku. Kemudian dia menghela nafas

panjang.

“Maafin gue, Jess”, kata YePe. Dari suaranya dia seperti orang yang menyesal.

Aku pun meliriknya. Dia seperti orang yang benar – benar merasa bersalah. Aku pun tak

menghiraukannya, memangg orang bejatt seperti dia yang baru merasa bersalah ketika

wanita sepertiku sudah sekian lama tersakiti olehnya. Aku pun melangkah pergi

meninggalkannya. Aku sudah muak dengannya. Tapi, aku tak bisa menyalahkan dia.

Jika aku menolak cintanya, Han dalam bahaya besar dan aku akan lebih muak padaku

sendiri bila aku tak bisa melindungi sahabatku sendiri. YePe mengancamku seperti itu

karena dia mencintaiku. Aku terus melangkah tertatih untuk pergi darinya. Dia

Page 16: Mungkinkah itu mungkin

16

mengikutiku dan menghentikan langkahku. Aku pun berhenti, aku telah kalah olehnya,

aku tak bisa menghindar darinya lagi. Dia menggenggam erat tanganku, aku tak dapat

menolaknya kali ini, aku sudah kehabisan tenaga.

“ Maafin gue, Jess! Gara – gara gue loe nangis lagi!” katanya. Aku hanya terdiam.

Aku masih terdiam dan tetap memandangnya dengan tatapan sinis.

“ Gue mau jujur tentang alasan sebenarnya gue maksa loe jadi pacar gue. Itu

semua bukan karena cinta, tapi karena gue pengen menangin taruhan mobil sama Grand,

kalo salah satu dari kita bisa ngedapetin loe, kita bisa dapet mobil, Jess. Dan gue udah

dapetin mobil itu saat gue jadian sama loe. Gue minta maaf banget sama loe”, kata

YePe dengan bertekuk lutut di depanku. Tak terasa air mataku jatuh lagi. Ternyata dia

hanya ingin memenangkan taruhan. Aku hanya bisa menangis dihadapannya. Aku

semakin tak terima. Aku hanya bisa menyimpan kemarahanku dalam hati. Karena jika

aku melampiaskannya, aku pasti tak bisa berdiri lagi. YePe masih berlutut. Aku

menghapus air mataku.

“ Kenapa loe nglakuin semua ini? Loe udah bikin gue sakit, dan kali ini gue

tambah sakit, Yoghandistio Prasandi!” kataku lirih. Untunglah YePe masih bisa

mendengarnya. Dia bangkit. Dia masih menggenggam tanganku.

“ Gue udah dibutakan oleh harta, Jess. Tapi, setelah gue ngejalanin hubungan ini

sama loe dan gue liat ketegaran hati loe, gue salut, Jess. Jadi apa loe mau maafin gue”,

katanya. Aku menggeleng.

“ Kalo gitu gue janji bakal balikin Han supaya jadi sahabat loe lagi, dan agar loe

maafin gue”, katanya lantang.

“ Loe gak akan pernah bisa bawa Han balik ke gue”, kataku. Aku tahu, pasti Han

tidak mudah berubah pikiran.

“ Apa yang pantes gue terima seandainya gue bisa balikin Han ke loe?” tanyanya.

“ Loe bisa jadi sahabat gue! Tapi itu gak akan pernah bisa terjadi, karena loe gak

akan pernah bisa ngembaliin Han ke gue”, kataku lirih.

“ Oke gue bakal buktiin itu ke loe, gue bakal berusaha”, kata YePe.

“ Loe coba aja”, kataku. Dia hanya tersenyum kecut. Dia melepaskan tangannya

dariku.

“ Oke, sekarang loe gue anter pulang ya!” kata YePe.

“ Gak usah! Gue bisa pulang sendiri!” jawabku menolaknya.

Page 17: Mungkinkah itu mungkin

17

“ Loe jalan kaki aja gak kuat! Jangan dipaksain!” kata YePe.

“ Kata siapa? Gue bisa kok, loe gak liat gue jalan tadi?”, kataku sambil

melangkahkan kakiku tapi yang terjadi aku hampir jatuh. Kemudian YePe memegang

pundakku. Aku melepaskan tangannya dari pundakku.

“ Gue bisa pulang sendiri”, kataku dengan nada sinis. Dia mengernyitkan kening.

Kemudian dia pergi meninggalkanku. Aku mulai melangkahkan kakiku. Aku pun

terjatuh lagi. YePe menengok kebelakang. Dia menghampiriku lagi.

“ Tuh kan! Pulang sama gue aja!” kata YePe sambil memegang tanganku dan

kemudian dia mengangakat kakiku dan benar, dia menggendongku. Aku semakin tak

bisa menolak tawaran YePe karena tubuhku yang terasa lemah. Aku memegang

lehernya kuat – kuat. Tapi seolah dia tak keberatan sama sekali menggendongku. Aku

memandanginya dengan tatapan sinis sekaligus benci. Tapi aku memang tak bisa

menolak apa yang telah ia lakukan. Aku memandangi wajahnya yang semakin terlihat

galau. Dia terus menggendongku menuju parkiran. Sesekali ia melirikku. Aku terus

memandangi wajahnya dari gendongannya. Dia tampan. Sangat tampan. Han pun kalah.

Aku masih terus memandangi wajahnya. Mata indahnya, hidung mancungnya, bibirnya

yang tipis, pipinya yang berlesung. Ahhh, memang tampan tapi aku membencinya.

Amat membencinya. Sialnya, dia amat tampan dan susah untuk memalingkan

pandangan dari wajahnya. Dia terlalu enak untuk terus dipandangi. Angin yang bertiup

membawa rasa semakin sejuk. Sekolah yang sudah sepi, menambah suasana sunyi

disini. Aku masih terus memandanginya. Kemudian ada sebuah titik gelap di depan

penglihatanku. Titik itu semakin membesar dan akhirnya aku merasa terjebak dalam

titik itu. Aku tak melihat wajah YePe. Aku merasa amat takut. Kemudian ada seberkas

cahaya yang terlihat semakin menerangi ruang yang aku tempati. Ruang itu ternyata

ruang yang penuh dengan titik – titik hitam. Aku makin bingung. Dimanakah sekarang

aku berada? Kemudian aku melihat ada seorang wanita yang menghampiriku. Wajahnya

mirip sekali denganku. Tapi matanya mengapa berbeda? Matanya berwarna biru. Indah

sekali. Aku terdiam sejenak. Tubuhku tak bisa kugerakkan.

“ Siapa kamu?” tanyaku pada wanita itu. Dia tersenyum.

“ Aku adalah hatimu. Hati nuranimu”, jawabnya. Aku mengernyitkan kening. Aku

merasa bingung. Aku masih belum bisa bergerak. Rasanya sulit sekali untuk digerakkan

seluruh badan ini.

Page 18: Mungkinkah itu mungkin

18

“ Aku ingin menghapus semua kebencian yang ada dalam hatimu, agar kamu bisa

selalu mendengarkan aku”, katanya. aku bingung, kebencian apa?

“ Kebencian apa?” tanyaku penasaran.

“ Kebencianmu terhadap Yoghandistio Prasandi atas apa yang telah dia lakukan

padamu, dia yang telah membuat tempat ini penuh titik hitam karena kebencianmu”,

katanya. Aku makin bingung. Apa ini berarti aku harus memaafkan semau

kesalahnYePe? Aku masih belum bisa memaafkannya.

“ Aku tidak akan pernah memaafkannya”, kataku.

“ Aku akan semakin sakit bila kau tak memaafkannya”, katanya. berarti kalau dia

sakit akupun merasa semakin sakit kalau begitu. Tapi aku masih belum bisa memaafkan

YePe.

“ Aku masih belum bisa memaafkannya” kataku. Dia memegang tanganku. Aku

pun merasakan tangannya amat dingin. Aku tak tahu apa maksud wanita ini. Kemudian

dia melepaskan tanganku.

“ Aku bisa merasakan bahwa engkau amat ingin memaafkannya, tetapi itu semua

terhalang oleh kebencianmu, hilangkan kebencianmu dan maafkanlah dia, karena jika

kau bisa memaafkannya, kau pasti bisa mempercayakan padanya bahwa dia bisa

membawa sahabatmu untuk kembali”, kata wanita itu.

“ Tapi aku masih belum bisa memaafkannya, dia telah membuatku sakit, amat

sakit”, kataku.

“ Tapi aku bisa merasakan bahwa dia mempunyai tekad yang kuat untuk

membawa sahabatmu kembali agar engkau bisa memaafkannya”, katanya. Aku kaget.

Hati nuraniku bisa merasakan hal itu. Tapi mengapa aku tak sepeka itu? Apa karena

kebencian itu? Kurasa benar. Aku mulai meyakinkan hatiku.

“ Bagaimana kau bisa sepeka itu? Aku ingin sepeka dirimu!” kataku.

“ Baiklah, jika ingin seperti itu maka izinkan aku untuk menghapus kebencianmu

dan jadilah dirimu sendiri seperti hati nuranimu” katanya sambil memelukku. Aku pun

memeluknya erat. Tiba – tiba ruangan itu menjadi padang bunga yang indah dan titik –

titik hitam itu pun menghilang. Hatiku terasa seperti telah menghilangkan beban berat.

Aku pun tak merasa membenci YePe lagi. Aku bisa merasakan ketulusannya untuk

menolongku tadi. Kemudian aku merasa ada yang memegang tanganku dari belakang.

Kulihat kebelakang ternyata YePe. Aku tersenyum padanya. Dia membalas senyumku.

Page 19: Mungkinkah itu mungkin

19

Aku tak merasakan kebencian itu lagi. Dia membawa Han kembali. Aku memeluk Han

erat. Aku melepas pelukanku. Aku pun mendegar ada orang yang memanggilku. Aku

pun terbangun. Alamak, ternyata tadi itu hanya didunia mimpi. Kulihat ada selimut

yang menutupi tubuhku. Kulihat disamping kananku. YePe tertidur dan mengigau. Dia

menyebut - nyebut namaku.

“ Jessie, Jessie, Jessie maafin gue”, kata YePe mengigau. Aku tersenyum. Aku

merasa sudah tak ada kebencian lagi padanya di dalam hatiku. Aku tahu dia pasti

membawaku ke rumah sakit. Dia pasti kelelahan. Kulihat di dinding ruangan itu. Aku

melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Alamak lama sekali sepertinya aku

terbaring disini. Aku pulang tadi jam 12 lebih seperempat. Aku melihat sisi kiri ku.

Kulihat adikku terbaring di sofa dan ibuku juga tertidur. Aku melihat ada jaket ayahku.

Tapi dimana ayahku. Mungkin ayahku keluar sebentar. Aku pun melihat YePe. Aku

membelai rambutnya. Dia pun terbangun. Aku segera menjauhkan tanganku dari nya.

Dia melihatku dengan raut wajah takut. Kemudian tersenyum.

“ Akhirnya loe bangun juga! Gue bawa loe kesini karena loe tadi pingsan. Gue

takut loe kenapa – napa jadi ya akhirnya loe di sini dech” katanya. Aku membalas

senyumnya. Aku memegang tangannya. Dia gemetar. Tangannya dingin.

“ Gue bangunn buat loe, buat maafin loe. Gue ngrasa bersalah kalau gue gak

maafin loe”, jawabku.

“ Jadi gue udah loe maafin?” tanyanya tak percaya. Aku mengangguk pelan

dengan tersenyum. Aku tertawa kecil.

“ Makasih, Jess! Gue bakal nepatin janji gue buat ngembaliin Han sama loe!”

katanya bersemangat. Aku mengangguk. Ibuku terbangun.

“ Kamu sudah sadar ya, Jess? Syukurlah” kata Ibuku dengan mendekat padaku.

YePe berdiri dan memepersilahkan ibuku untuk duduk di tempatnya tadi. Ibuku

membelaiku. Kurasa belaian itu belaian yang amat lembut dan yang terlembut di dunia.

“ Maaf, ma, Jessie nyusahin orang lagi”, kataku.

“ Gak apa – apa, yang penting besok kamu sudah boleh pulang! Kata dokter tadi

kamu cuma kelelahan dan kurang tidur tapi kalau hari ini kamu pulang, katanya harus

nunggu sampai besok supaya kondisimu lebih baik lagi!” kata Ibuku.

“ Baguslah”, kataku tersenyum kecut. Jujur aku bosan bila terus ada disini.

Page 20: Mungkinkah itu mungkin

20

“ Kamu harusnya berterima kasih pada nak Yoga, dia yang tlah membawamu

kasini, ibu sudah tahu apa masalahmu, dan juga masalahmu sama nak Yoga”, kata

ibuku. Pasti YePe memberitahu ibuku. Aku hanya memalingkan wajahku ke YePe.

YePe terlihat kaget dan takut. Aku hanya tersenyum.

“ Jangan liatin gue kayak tadi lagi donk, jadi kayak hantu aja gue”, kataku tertawa

kecil. Aku bengun dan duduk. Aku menyingkapkan selimut. Lalu turun dari ranjang

kemudian berdiri didepan YePe. YePe masih terlihat takut.

“ Hemm, iya, makasih banget buat semuanya, YePe!” kataku tersenyum. Aku

memegang tangannya. Dingin. Atau badanku yang panas? Dia membalas senyumanku.

“ Sama – sama” katanya.

“ Ayo pulang! Bisa stress gue disini! Gue kan dah bisa jalan lagi”, kataku

tersenyum sambil berjalan ke pintu. Aku sudah tidak merasa lemas lagi. Aku sudah

merasa seperti biasa.

“ Kamu belum boleh pulang, Jess”, kata YePe.

“ Kenapa sich? Okelah, gue akan betah – betahin disini”, kataku kesal sambil

duduk di ranjang lagi kemudian merebahkan tubuhku lagi.

“ Kalo gak mau lebih lama, mending kamu istirahat dech, ya”, kata YePe

tersenyum.

“ Yaudah nak Yoga, ibu titip jagain jessie ya! Ibu mau pulang dulu mau bersih –

bersih rumah”, kata ibuku sambil membangunkan adikku dan menggendongnya.

“ Iya tante”, kata YePe.

“ Papa kemana, ma?” tanyaku.

“ Tadi mau keparkiran ngambil STNK katanya! yaudah mama pulang dulu, Jess!

Cepet sembuh ya sayang”, kata ibuku.

“ Iya”, kataku tersenyum. Ibuku keluar. YePe duduk ditempatnya tadi. Aku

melihat matanya. Dia menatap lekat mataku. Kemudian dia tertawa kecil.

“ Kenapa?” tanyaku.

“ Gue gak bisa bayangin betapa senengnya loe kalau Han kembali buat nemenin

loe! Seharusnya bukan gue yang ada disini buat nemenin loe, tapi Han!” kata YePe

tersenyum.

“ Loe yang nemenin gue juga gak apa – apa! Karena cuma loe yang gue punya

sekarang, meski gue ngrasa gak lengkap karena gak ada Han”, kataku.

Page 21: Mungkinkah itu mungkin

21

“ Tapi, gue ngrasa gak pantes nemenin loe disini”, kata YePe memalingkan

wajahnya. Aku kaget.

“ Kenapa loe bisa bilang kayak gitu?” tanyaku.

“ Gue udah nyakitin loe, meskipun gue harus tanggung jawab tapi gue ngrasa gak

pantes nemenin loe, Jess”, kata YePe. Aku tersenyum. Ternyata dia benar – benar

merasa bersalah. Kali ini dia tidak berbohong. Aku bisa merasakan itu.

“ Gue udah maafin loe kok, jadi gue tetep pengen loe disini, nemenin gue, ya

meskipun loe ngrasa gak pantes, tapi, loe kan yang harus tanggung jawab”, kataku.

“ Okelah, gue ngerti kok”, katanya tersenyum. Dia memandangiku. Seperti Han

memandangiku. Ah, aku jadi rindu dengan anak itu sekarang. Apakah sekarang dia

sudah tahu keadaanku atau belum ya? Mungkin dia sudah tak peduli denganku lagi. Aku

mulai menangis lagi. YePe mengernyitkan kening.

“ Kenapa? Han lagi?” tanya YePe. Aku mengangguk pelan sambil menghapus air

mataku. YePe tersenyum. Dia menggenggam tanganku.

“ Gue bakal bawa dia balik ke loe, agar loe gak nangis karena kehilangan dia”,

kata YePe dengan menatap lekat mataku.

“ Gue juga pengen ada disamping loe saat loe ketemu sama dia”, kataku. Aku

memang ingin mendampingi YePe langsung saat dia bertemu Han. Aku ingin

menjelaskan semuanya pada Han. YePe tersenyum.

“ Makanya cepet sembuh supaya loe bisa selalu ada disamping gue”, kata YePe

melepas tangannya. Aku pun memejamkan mataku. Kubuka lagi mataku. Kulihat YePe

keluar. Kemudian dia menengok kearahku.

“ Gue gak akan lama”, teriaknya lalu menutup pintu. Aku terdiam dan kemudian

duduk. Alamak, besok aku tak jadi ikut ulangan Biologi. Tak apalah, memang kondisiku

masih seperti ini. Aku menyadari akhir – akhir ini aku memang kurang tidur dan kadang

pulang sore. Aku masih terfikir oleh kejadian tadi. Aku merebahkan tubuhku di ranjang.

Aku ingin menenangkan diriku. Aku memejamkan mataku. Aku masih terbayang wajah

Han. Dan teringat kejadian tadi siang. Aku merasa rambutku dibelai dan tanganku

digenggam. Aku mendengar suara Han berbicara sayup – sayup.

“ Maafin gue, gara – gara gue loe sakit, cepet sembuh ya, Jess” kata Han sayup –

sayup. Suaranya seperti dia sehabis menangis. Nafasnya terdengar masih sesak.

Page 22: Mungkinkah itu mungkin

22

Kemudian aku mendengar suara langkah kaki. Aku pun membuka mataku. Di kamarku

tak ada orang. Alamak, mungkin aku bermimpi lagi.

“ Han, gue mau ngejelasin semua sama loe, tapi loe gak mau denger penjelasan

gue!” kataku dengan melihat jendela. Kemudian, air mataku jatuh lagi. Aku merebahkan

tubuhku lagi. Aku menghapus air mataku. Aku memejamkan mataku. Air mataku masih

terus mengalir. Aku tidak bisa tidur dengan tenang kalau situasinya masih seperti ini.

YePe kembali. Aku masih memejamkan mataku. Aku mengetahui dia datang dari

dehemannya. Aku berharap Han datang kemari untuk menjengukku. Aku pun juga ingin

menjelaskan semuanya. Aku membuka mataku. YePe duduk ditempatnya tadi.

Kemudian dia menghapus air mataku. Dia memasang muka muak dihadapanku. Kenapa

anak ini? Aku terdiam jujur aku takut pada tampangnya kalau sudah begini.

“ Mau sampai kapan loe nangis terus? Tuch air mata dah mau kering! Jadi cewek

tuch harusnya gak cengeng! Setahu gue loe gak pernah dech secengeng ini! Di wajah

loe gak ngegambarin wajah cengeng!” katanya memarahiku. Aku hanya memalingkan

wajahku. Kutahan air mata ku agar tak jatuh lagi. Aku memejamkan mataku dan ingin

tidur. Aku ngin benar – benar tidur dan ingin memperbaiki semuanya besok.

^^^^^^^^^^^

Tak terasa sudah ada tiga minggu ini aku putus hubungan dengan Han. Akhir –

akhir ini aku jarang melihatnya. Sejak aku pulang dari rumah sakit, dia sudah tak pernah

muncul di hadapanku. Disekolah pun aku tak melihatnya. Apa dia sudah tak mau

bertemu denganku lagi sehingga dia menghindar seperti ini? Aku makin bingung apa

yang sebenarya terjadi pada Han. Saat itu jam istirahat, aku memilih aku duduk sambil

membaca komik kesukaanku di kelas. Tiba – tiba Shinta, teman sekelasku datang

dengan mengagetkaku. Dia terengah – engah. Aku heran.

“Ada apa, Shin?” tanyaku penasaran.

“ Han, Jess?” jawabnya. Aku tersentak.

“ Han kenapa,Shin?” tanyaku sambil berdiri.

“ Dia berantem ma YePe di lapangan basket”, kata Shinta. Aku langsung menuju

lapangan basket dengan lari sekencang mungkin. Akhirnya, aku sampai di pinggir

lapangan. Disana ada banyak kerumunan siswa. Aku melihat Han mencengkeram kerah

baju YePe. Kemudian Han meninju pipi YePe.

Page 23: Mungkinkah itu mungkin

23

“ Han udah, cukup!” kataku. Dia tak mendengarkanku dan masih mencengkeram

kerah baju YePe.

“ Han udah!” kataku sambil sedikit mendekat. Han masih tak menggubrisku.

“ Hanzawa Morimoto, Yammeroo”, teriakku sekencang mungkin. Dia melepaskan

kerah baju YePe. Aku mendekat ke Han. Dia menatapku sinis. Aku hanya bisa

menangis.

“Apa salah YePe ke loe?” tanyaku. Dia hanya diam.

“ Jawab, Han” kataku lagi. Dia masih diam.

“ Kalo dia gak salah kenapa loe pukul dia? Apa salah dia, Han?” tanyaku.

“ Salah dia adalah ganggu hidup gue dan udah bikin sahabat gue sendiri bohongin

gue”, jawab Han lalu pergi begitu saja. Aku makin bingung apa yang terjadi pada Han.

Aku pun membantu YePe untuk bangun dan meminta teman – temanku untuk

membawanya ke UKS untuk di obati. Aku hanya bisa menangis di UKS sambil

mengompres wajahnya yang memar. Aku makin khawatir dengan keadaan YePe. Entah

mengapa, aku aku merasa bila dia sakit aku merasa semakin sakit. Kemudian YePe

memegang tanganku. Aku pun menggengam tangannya erat.

“ Maafin Han ya, Yepe” kataku sambil terus menangis.

“ Maaf juga, tadi ia udah gue bilangin soal waktu itu, tapi dia gak jawab apa –

apa”, kata Yepe. Alamak, apa mungkin Han memukulinya hanya karena dia ingin minta

maaf? Aku kaget.

“ Terus tadi kenapa loe gak nglawan dia sich?” tanyaku sambil menghapus air

mataku.

“ Kalo gue nglawan dia, ngebales dia, yang ada masalah ini tambah panjang, dia

makin gak maafin gue”, jawab YePe tersenyum bijak. Aku tertunduk. Merenung

sejenak. Benar apa yang dikatakan YePe. Aku terdiam. Tangannya masih kugenggam.

Dia menatapku lekat. Kemudian mengalihkan pandangannya. Aku masih terdiam. Dia

berdiri dari ranjang. Dia mengulurkan tangannya. Aku langsung menggapainya dan

melepaskan handuk untuk mengompresnya tadi. Dia mengajakku keluar UKS.

Sebenarnya dia mau apa. Aku hanya mengikutinya. Dia menuju taman sekolah. Teman

– temanku melihat kami berdua dengan heran. Disana ada Han. Aku langsung

mengernyitkan kening.

Page 24: Mungkinkah itu mungkin

24

“ YePe, loe nanti...” kataku tepotong. Dia memandangku dengan tatapan tenang.

Aku hanya bisa menangis lagi. Dia mendekat ke arah Han. Dia berdiri tepat di depan

Han duduk bersama CS-nya.

“ Han, plis maafin kita berdua, gue gak mau lihat dia nangis terus, dan plis loe

balik lagi jadi sahabat sama Jessie” kata YePe. Han hanya diam. Kemudian dia berdiri.

“ Gak sudi” kata Han lalu pergi meninggalkan aku dan YePe. Aku menangis lagi.

YePe pun mengikuti Han.

“ Bro, apa loe mau kehilangan sahabat kayak, Jessie untuk selamanya sampai loe

gak mau maafin dia?” teriak YePe. Han menghentikan langkahnya. Yepe pun juga. Han

membalikkan badannya. Menatap tajam YePe.

“ Maksud loe apa? Dia mau bunuh diri kalo gue gak maafin dia? Hahaha, gue gak

peduli”, jawab Han. Kemudian dia meneruskan langkahnya lagi. Kulihat Han

menundukkan kepalanya sejenak. YePe mengikutinya lagi.

“ YePe, udah! Percuma!” teriakku. Aku makin terisak.

“ Jangan dimasukin hati ya, dia gak serius kok”, kata YePe sambil menarik

tanganku dan menuju ruang BK untuk minta izin pulang. Setelah dapat surat izin, kami

langsung menuju parkiran dan pulang. Aku hanya bisa menghela nafasku. Aku

menyandarkan kepalaku di bahu YePe. Kurasa diapun juga tak bisa menggantikan

posisi Han. Aku menangis lagi. Aku makin tersiksa dengan semua ini. YePe pun

membelai rambutku. Dari gerakannya dia sekarang ragu untuk menyentuhku. Entah

mengapa, aku pun tak tahu. Aku masih duduk berdua dengan YePe siang itu di taman.

Aku ingin mampir dulu ke taman komplek. Akhirnya dia pun tak tega membiarkan aku

sendiri disini. Disinilah aku biasa menenangkan fikiran.

“ Ternyata loe emang gak bisa hidup tanpa Han ya? Tiap hari loe nangisin dia

terus! Gue sich gak keberatan loe nangis tapi apa loe gak bosen nangisin dia?”

tanyanya. Sambil terus memegangi kepalaku dan menyadarkan kepalaku di dadanya

yang atletis itu. Aku hanya diam. Kurasa dia sudah tahu jawabannya. Aku pun

menghapus air mataku. Aku pun melangkahkan kakiku untuk pulang. Ibuku pasti sudah

menungguku. Aku meninggalkan YePe begitu saja. Aku pun menoleh kebelakang dan

melihatnya memandangiku dengan pandangan prihatin. Aku pun menatapnya seolah

berkata aku mau pulang kau pulanglah. Dia pun menganggukkan kepala dan langsung

tancap gas dengan motornya. Aku sebenarnya belum ingin pulang, ya, aku ingin ke

Page 25: Mungkinkah itu mungkin

25

rumah Han saat itu juga. Matahari yang terik tak menghalangi niatku untuk langsung ke

rumah Han dan menjelaskan semuanya. Aku teringat kata – katanya tadi di sekolah.

Aku menitikkan air mata. Aku segera menghapusnya. Aku tidak boleh menangis lagi.

Aku tidak ingin YePe atau siapapun menjadi sedih karena aku sedih. Aku pun sampai di

depan rumahnya. Aku langsung masuk ke halamannya yang luas. Kulihat ada

pembantuya yang sedang menyapu halaman. Aku langsung bertanya.

“ Permisi, Buk, Han udah pulang dari sekolah?” tanyaku.

“ Udah pulang”, jawabnya.

“ Ada dirumah?” tanyaku lagi.

“ Udah berangkat ke bandara, mau ke Jepang! Oh ya, tadi Hanzawa-sama nitipin

ini, katanya kalo Jessie kesini saya disuruh ngasih ini!” katanya sambil memberikan

sepucuk surat. Aku terkejut. Apa Han akan pindah ke Jepang? Aku masih bertanya –

tanya. Kubuka surat itu.

“ Ya udah makasih, Buk! Saya pamit dulu”kataku.

“ Iya”, jawabnya. Aku keluar dari halaman rumah Han. Aku menuju taman. Surat

tadi belum kubaca meski sudah kubuka. Aku pun mulai gelisah dengan apa isi surat itu.

Akhirnya, setelah sampai di taman, aku mulai membacanya.

Jessie,

To the point aja yak

Sebenernya, sampai saat ini gue masih belum bisa maafin loe, Gue masih sakit hati

disakitin sahabat sendiri, Loe keterlaluan, bohongin gue kayak gitu, Jujur gue pun

juga sakit hati sama pacar loe itu

Akhirnya, sekarang gue putusin buat tinggal di Jepang untuk selamanya buat

nglupain pembohong kayak loe! Gue ngasih tahu loe soal ini karena gue pengen

loe juga lupa sama gue.

Pesen gue, loe gak usah nangisin gue dan inget gue lagi. Percuma, gue gak akan

balik.

So, Good bye, LIAR

Hanzawa Morimoto

Page 26: Mungkinkah itu mungkin

26

Surat itu kulipat. Aku menutup wajahku dengan tanganku. Aku menangis lagi.

Kuseka. Tapi, sepertinya kali ini akan sulit untuk terbendung. Rasa sakit Han memang

benar – benar sakit. Dia masih menyebutku pembohong. Dia juga ingin aku melupakan

sahabat sebaik dia. Ternyata aku tak menyangka akan seperti ini. Keinginanku untuk

melindungi dan membalas budinya mengakibatkan aku berpisah selamanya dengannya,

karena dia tidak mengetahui bahwa kau ingin membuatnya senang. Ini smua salahku

sendiri. Tapi aku tidak menyesali semua ini. Seburuk apapun akibatnya, niatku adalah

untuk berbuat baik. Sekarang meskipun aku sudah tak akan bertemu lagi dengan Han,

aku tetap ingin minta maaf padanya secara langsung, meskipun itu aku juga harus

sampai di Jepang. Aku akan tetap bertekad untuk bisa bertemu dengan Han. Aku tidak

mungkin bisa lupa dengan kebaikan –kebaikannya saat ia masih disini bersamaku. Aku

masih menangis. Siang itu taman amat sepi sehingga aku tak perlu malu untuk

menangis.

“ Han, maafin gue kalo cara gue nglindungin loe itu salah! Maafin gue, Han!”,

kataku lirih sambil menundukkan kepalaku karena tak kuat untuk menahan tangis. Aku

menghapus air mataku tapi tetap banjir lagi. Aku menggenggam erat surat itu.

“ Loe gak salah, Jess! Tapi dia yang salah!” kata seseorang. Aku terkejut. Aku

mengangkat wajahku. Di depanku ada YePe yang masih memakai seragam sekolah.

Tersenyum bijak tapi pandangannya prihatin padaku. Aku menghapus air mataku lagi.

“ Bukannya loe udah pulang?” tanyaku.

“ Tadi gue gak pulang, gue ngikutin loe diem –diem! Gue gak tega biarin loe

pulang sendiri, tapi ternyata loe malah pergi ke rumah Han, dan sekarang dia udah

berangkat ke Jepang!” jawabnya sambil duuk di sampingku. Aku menangis lagi.

“ Loe yang sabar ya, Jess! Mungkin ini yang terbaik buatt kaian berdua! Tapi, gue

masih pegang janji gue buat bawa dia balik jadi sahabat loe lagi!” katanya sambil

menghapus air mataku. Aku menggangguk pelan. Aku masih yakin YePe masih bisa

membawa Han kembali.

“ Ayo pulang! Loe jangan nangis lagi ya! Loe harus janji sama gue, kalo loe

nangis, Han gak bakal mau balik sama loe”, katanya tersenyum. Aku tersenyum senang

meski masih ada air mata. Dia orang pertama yang bisa membuatku tersenyum selama

tiga minggu ini. Aku berdiri. YePe masih memegangi pundakku. Aku melangkah dan

terjatuh. Aku menginjak tali sepatuku yang terlepas. Kemudian yePe membantuku

Page 27: Mungkinkah itu mungkin

27

untuk bangkit. Kemudian dia berlutut kemudian menalikan tali sepatuku. Kemudian dia

berdiri. Kulihat penampilannya berantakan. Dasinya tak rapi apa lagi kancing bajunya

yang terbuka. Aku maju sedikit. Aku mengancingkannya kemudian merapikan dasinya.

Ganteng juga meskipun masih memar di pipi kirinya. Aku tersenyum. Dia tertawa.

“ Kayak anak kecil aja! Belum bisa nali sepatu”, katanya mengejek. Aku

memalingkan wajahku.

“ Loe juga! Ngrapiin dasi sama ngancingin baju aja gak bisa”, kataku tertawa

kecil. Dia memperhatikanku sejenak.

“ Loe itu cantik, Jess”, katanya lirih. Aku mendengarnya. Aku ingin dia

mengatakannya sekali lagi. Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya.

“ Loe bilang apa?” tanyaku sambil menatapnya tajam.

“ Gue bilang, lo itu nyusahin banget, Jess”, kata YePe memalingkan wajah.

“ Perasaaan bukan itu dech!”, kataku.

“ Halah, lupain aja”, kata YePe menarik tanganku untuk segera pulang.

“ Ich, gak mau jujur!” kataku.

“ Ssssst, gak usah ngatain orang! Ayo pulang!” kata YePe.

Aku melangkahkan kaki. Langkah pertama tanpa sahabatku, Hanzawa Morimoto

dan langkah pertama untuk sahabat baruku YePe. Meski Han itu tak bisa kulupakan tapi

akan ku coba utuk bisa bahagia dan merasa lengkap tanpa sahabatku itu. Tapi kurasa

sampai kapanpun aku tak bisa merasa lengkap tanpa kehadirannya pada hari ulang

tahunku esok. Dia tadi juga tak mengucapkan selamat. Mungkin dia memang sudah

tidak peduli lagi padaku. Selamat jalan, Han. Semoga kau bisa mendapatkan sahabat

yang lebih baik dari pada aku.

^^^^^^^^^^^^^^^

2 Tahun Kemudian ...

Dua tahun ini ada banyak perubahan. Ayahku sudah diangkat jadi manager resto,

tapi sebenarnya dari dulu memang sudah jadi manager, ayahku saja yang tak mau

mengaku. Lalu adikku sudah masuk di SMP, aku tinggal di komplek perumahan yang

lebih layak dari tempat tinggalku yang dulu. Dan kurasa hari – hariku menyenangkan

bersama YePe. Sejak kejadian dua tahun lalu, aku selalu senang bila mengingatnya.

Ingin selalu memperhatikan YePe. Apa ini cinta, kurasa begitu. Tapi aku tak merasa

bahwa YePe juga mencintaiku, dulu dia menjadikaku pacarnya hanya untuk sebuah

Page 28: Mungkinkah itu mungkin

28

mobil, dan skarang dia mau menjadi sahabatku dan selalu memperhatikaku, mungkin

tak lain adalah untuk bisa sedikit menggantikan posisi Han untukku. Jadi, ku pendam

saja sambil berusaha untuk membuang rasa itu jauh - jauh. Hari ini hari yang dinantikan

setelah ujian. Saat ujian kami saling menyemangati dan bersaing untuk jadi jawara. Hari

iini aku ke sekolah karena ada pengumuman kelulusan. Tak sabar siapa yang jadi

pemenang, YePe atau aku.

“ Yess, gue lulus, Jess”, teriak YePe dari koridor sekolah.

“ Sama, gue juga!” teriakku tak kalah kencang dari YePe. YePe pun berlari

menghampiriku. Kemudian ia mengulurkan tangannya. Mengajak berjabat tangan, aku

menjabatnya.

“ Selamat ya, Jess! Loe runner up!” kata YePe tersenyum.

“ Harusnya loe ngasih selamatnya ke yang jawara donk, kok runner up sich?”,

kataku meledek.

“ Kan gue yang jawara, masak gue yang ngasih selamat ke gue sendiri?” tanyanya

balik meledek.

“ Oke, selamat dech buat loe yang jawara, YePe”, kataku tertawa kecil. Dia pun

melepas jabat tangannya. Kemudian mengambil bungkusan kecil sekecil kotak cincin

tapi di bungkus kertas kado yang rapi dari tasnya. Kemudian dia memberikannya

padaku. Aku heran. Ini dalam rangka apa?

“ Atas dasar apa loe ngasih gue ini?” tanyaku.

“ Ini kan hari ultah loe, masak loe lupa sich?” tanyanya balik dengan

mengernyitkan kening. Aku baru ingat kalau hari ini adalah ulang tahunku yang ke 17,

hmm, sudah 2 tahun anak itu meniggalkanku. Apakah dia juga sudah lulus? Aku sudah

kehilangan kabarnya sejak 2 tahun lalu. Aku terdiam sejenak. Pikiranku melayang ke

masa lalu yang kelam itu.

“ Jess, are you okay?” tanya YePe membuyarkan lamunanku.

“ Ehm, gak apa –apa, bener gue gak apa – apa”, jawabku.

“ Oh, kalo gitu hadiahnya dibuka donk!” kata YePe. Aku pun membukanya.

Kulihat isinya. Ternyata berisi sebuah cincin dan secarik kertas bertuliskan „Happy

Birthday, Jessie‟. Cincin itu berwarna putih. Tepatnya emas putih. Aku tersenyum. Aku

mengembalikannya ke tangan YePe.

“ Kenapa, Jess?” tanya heran.

Page 29: Mungkinkah itu mungkin

29

“ Gue gak layak terima itu, kemahalan”, kemudian aku melangkah pergi. YePe

menghentikanku.

“ Jess, tunggu! Gue ngasih ini ikhlas kok. gue cuma pengen bikin loe seneng di

ultah loe yang ke 17 ini! Please terima ya!” katanya memelas. Aku tersenyum. Huft,

anak ini kalau sudah memelas berarti sudah ada niat dari hati. Akhirnya, hadiah itu

kuambil dari tangannya. Dan kupakai cincin itu di jari manis tangan kiriku. Dia

tersenyum.

“ Makasih, ya, Yepe”, kataku tersenyum senang.

“ Sama – sama, oh ya, gue ada sesuatu yang lebih besar lagi buat loe, tapi loe gak

boleh liat langsung jadi mata loe harus di tutup pake ini”, katanya sambil mengambil

selembar kain hitam dari tasnya. Aku pun mengangguk. Dia pun memakaikannya. Aku

pun tak bisa melihat apapun. Kemudian YePe menuntunku untuk pergi ke suatu tempat.

“ Jangan ngintip ya”, katanya.

“ Emang hadiahnya segede apa sich kok pake di tutup segala mata gue?” tanyaku.

“ Yang jelas ini hadiah lebih gede dari Teddy Bear – nya si Han yang pernah dia

kasih sama loe! Ya bisa semacam ini thu hadiah yang paling wow!” jawab YePe. Aku

makin penasaran hadiah apa yang akan diberikan YePe padaku. Apa boneka Teddy

Bear raksasa? Hahaha, pikiran yang aneh. Tapi, karena YePe menyebut nama Han. Aku

jadi terbayang – bayang Han. Aku sedih karena dia pasti sudah lupa akan ulang

tahunku. Hmm, aku masih dituntun oleh YePe. Kemudian dia berhenti di suatu tempat.

Tempat itu sepertinya sepi, amatt sepi. Aku tak mendengar suara orang aku hanya

menengar suara kicauan burung dan suara hembusan angin.

“ Kita udah nyampe”, kata YePe.

“ Apa gue boleh buka sekarang?” tanyaku.

“ Ech, jangan! Tunggu perintah dari gue!”, jawabnya. Aku mengangguk. Dia

diam. Aku pun diam. Suasana menjadi hening sejenak. Kemudian ia menanyaiku.

“ Apa yang sekarang loe rasain?” tanyanya.

“ Gue seneng, plus sedih”, jawabku.

“ Terus, loe tahu gak di mana loe sekarang?”, tanyanya. Aku hanya

menggelengkan kepala. Mana ada tempat di sekolah yang se sesepi ini.

“ Terakhir, siapa yang ada dibenak loe sekarang?”, tanya YePe. Aku langsung

menundukkan kepala. Yang ada dibenakku memang Han. Aku pun terdiam sejenak.

Page 30: Mungkinkah itu mungkin

30

“ Han”, jawabku pelan karena aku sudah mulai menangis. YePe memelukku. Tak

biasanya. Kalau aku menagis paling dia hanya menghapus air mataku sambil memegang

pundakku. Pelukannya kali ini sehangat pelukan Han.

“ Udah gue duga, terus yang mau loe bilang ke dia apa? Anggep aja gue ini Han”,

kata YePe.

“ Han, gue mau minta maaf sama loe, karena gue udah bohongin loe! Sebenernya

gue pacaran sama YePe waktu itu buat nglindungin loe. Karena YePe ngancem kalo gue

gak mau jadi pacarnya dia loe bakal di remukin sama temen – temennya Yepe. Bahkan

dia bilang loe bakal di bunuh. Gue takut banget, Han. Gue takut kehilangan sahabat

kaya loe. Akhirnya, gue mau jadi pacarnya demi nglindungin loe karena selama itu loe

yang selalu nglindungin gue, gue mau balas budi sama loe. Sekali lagi maafin gue, kalo

cara gue nglindungin loe itu salah. Maafin gue, Han. Gue mau nglakuin apa aja asal loe

maafin gue, sekalipun gue harus nyusul loe ke Jepang”, kataku sambil terus menangis di

pelukan YePe yang hangat itu. Aku terisak.

“ Udah semuanya?”, tanya Yepe. Aku mengangguk. Dia melepas kain penutupku.

Dan menghapus air mataku. Aku masih memejamkan mata karena masih tak kuat

menahan tangis.

“ Sekarang loe udah percaya kan, Han?”, suara YePe terdengar jauh. Tidak berada

di depanku. Lalu siapa yang ku peluk dari tadi? Aku menengadahkan kepalaku.

Ternyata, Han.

“ Percaya gue”, jawab Han tersenyum sambil melihatku. Aku langsung

memeluknya lebih erat lagi sambil masih terus menangis.

“ Gue kangen sama loe, Han! Loe tega banget ninggalin gue disini!” kataku.

“ Maafin gue, Jess”, kata Han sambil membalas pelukanku yang erat.

“ Gak apa – apa kok! Itu wajar aja! Itu juga karena salah gue”, jawabku sambil

masih terisak. Aku melepas pelukanku padanya. Aku tersenyum padanya. Kemeja kotak

kotak warna putih bergaris hitam, celana hitam panjang, dan jas hitam panjang. Dan

rambut ala Keisuke Honda. Sudah seperti orang Jepang sekarang dia.

“ Loe emang sahabat terbaik gue! Loe berani berkorban perasaan demi gue, Jess!

Tapi, apa balesan gue buat loe? Gue malah ninggalin loe tanpa minta maaf terlebih

dahulu! Itu semua karena hati gue udah ke tutup sama kebencian, Jess! Gue gak akan

bisa nemuin sahabat yang sebaik loe, Jess”, katanya sambil menghapus air mataku.

Page 31: Mungkinkah itu mungkin

31

“ Gak apa – apa, anggep aja ini pelajaran buat kita untuk bisa jadi lebih dewasa”,

kataku tersenyum senang.

“ Sebenernya, gue kesini mau minta maaf sama ngajak loe balikan sahabatan

kayak dulu, jujur, Jess, waktu gue pertama kali mutusin sahabatan sama loe, gue ngrasa

itu keputusan yang bodoh, tapi gue belum bisa maafin loe. Terus waktu gue pindah ke

Jepang, gue nulis surat itu, sebenernya gue berat banget nulis surat itu. Udah ngatain loe

LIAR lah, apalah, gue nyesel, Jess, nulis itu semua, lagian gue juga tahu loe abis baca

itu pasti nangis. Oh, ya, sebenernya waktu gue pindah ke Jepang itu bukan karena gue

pengen pindah, tapi...”, katanya terpotong.

“ Kenapa? Di keluarin?” tanyaku penuh keheranan. Ia mengangguk. Aku

tertunduk.

“ Jadi gara – gara gue juga donk”, kataku.

“ Bukan begitu kok, justru karena hal itu sekarang gue bisa jadi esmud”, katanya

tersenyum. Aku mengangkat wajahku.

“ Berarti loe sekarang udah kerja donk, waw, hebat banget loe! Gak nungguin gue

lagi!” kataku sambil mencubit pinggangnya.

“ Aw, gue jadi esmud, gak sepenuhnya dari keahlian gue, tapi itu semua juga

berkat loe”, katanya. aku mengernyitkan kening.

“ Kok gue juga sich?”, tanyaku heran.

“ Loe kan yang selalu ngajarin gue, jadi pas sekollah disana gue daftar dan

langsung masuk kelas akselerasi, sekarang jadilah gue kayak gini”, jawabnya. Aku

mengangguk paham.

“ Makasih, Jess! Loe emang the best of the best”, kata Han. Aku tersenyum.

Kemudian aku menundukkan kepala. Aku tetap masih merasa bersalah.

“ Sama – sama, Han”, jawabku. Aku memandanginya. Dia sudah berubah.

Sekarang penampilannya lebih rapi, ada kumis tipis di atas bibirnya, matanya lebih sipit

dan sekarang tingginya pun juga bertambah. Dulu aku sedagunya. Sekarang aku hanya

sedadanya. Huft, padahal tinggiku juga sudah bertambah. Tapi, Han masih tetap lebih

tinggi. Hahaha, memang dia berubah tapi semoga dia menjadi lebih pemaaf lagi. Aku

tersenyum. Dia juga memandangiku. Aku tertawa kecil. Dia pun tertawa. Dia pun

menggandeng tanganku, dia mengajakku duduk di kursi. Aku melihat sekeliling.

Ternyata ini adalah taman sekolah. Hahaha, ini pasti ulah YePe, dia pasti sudah

Page 32: Mungkinkah itu mungkin

32

memasang garis Polisi disekitar sini. Dasar Yepe. Aku hanya tersenyum. Han pun

melepaskan tangannya dariku dan mengambil sebuah bingkisan kecil di saku celananya.

Sekecil punya YePe tadi. Kalau Han apa isinya.

“ Met ultah ya”, kata Han sambil memberikannya padaku.

“ Makasih, gue buka ya”, kataku tersenyum senang.

“ Silahkan”, kata Han tersenyum pula. Aku membukanya. Isinya jam tangan putih

yang cantik. aku langsung memakainya. Cocok sekali denganku. Han memang selalu

tahu apa saja seleraku dan mana yang pantas untukku.

“ Itu supaya loe selalu ingat sama gue!”, kata Han. Senyumanku menghilang. Apa

maksud Han berkata seperti itu.

“ Maksud loe apa?”, tanyaku padanya. Dia tertunduk. Kemudian dia mengangkat

wajahnya lagi.

“ Gue harus balik lagi ke Jepang buat nerusin karier gue disana, tapi...”, jawabnya.

“ tapi apa?” tanyaku penasaran.

“ Tapi gue pengen selalu ada buat loe, Jess! Jadi gue mutusin untuk nerusin karier

disini, di Indonesia”, jawabnya.

“ Loe ke Jepang lagi juga gak apa – apa kok, gue udah terbiasa kok tanpa loe”,

kataku.

“ Beneran?” tanyanya berbinar.

“ Tapi, sayangnya gak ada yang bisa gantiin loe! Apa loe juga ngrasa kayak gitu,

Han?” tanyaku.

“ Dari pertama gue kesana, gue udah ngrasa gak ada yang bisa gantiin loe”, jawab

Han. Aku mengangguk.

“ Jadi gue di Indonesia aja!”, kata Han tersenyum senang.

“ Baguslah, Oh iya, apa loe juga udah punya pacar di sana?” tanyaku tertawa

kecil.

“ Udah donk! Zetsuka, dia cewek gue sekarang”, jawab Han lantang.

“ Ciieee! Udah diterima sekarang? Dulu pas ditolak aja loe nangis di depan gue”

teriakku sambil mengacak – acak rambutnya.

“ Itu kan dulu! Terus loe sama YePe gimana? Gue denger loe cuma temenan

sekarang ma dia”, kata Han.

Page 33: Mungkinkah itu mungkin

33

“ Iya, loe pasti udah tahu kan apa tujuan dia macarin gue, jadi ya gue gak anggep

dia pacar begitu pula dia ke gue, tapi gue itu sebenernya....”, kataku terpotong. Aku

malu jika aku mengakui bahwa selama ini aku memang sayang pada YePe.

“ Kenapa? Loe suka beneran ya sama dia?” tanya Han meledek. Aku mengangguk

malu.

“ Samperin gih! Dia pasti lagi menyendiri di lapangan basket! Gak usah malu

nyatain cinta!” kata Han.

“ Oke, gue kesana ya!”, kataku lalu melangkah pergi. Aku menuju lapangan

basket. Han mengikutiku dari belakang. Setelah sampai dilapangan basket, aku melihat

YePe berdiri dengan tangan di sakunya, dia menundukkan kepala. Aku mulai ragu

untuk mendekatinya. Aku terhenti. Kemudian menoleh kebelakang. Han mengernyitkan

kening. Kemudian aku melangkahkan kaki lagi untuk menghampiri YePe. Aku berlari.

YePe membalikkan badannya. Aku langsung memeluk tangannya erat sambil

tersenyum.

“ Arigatoo, YePe-san”, kataku lirih.

“ I....I.... Itashimasite”, jawab YePe agak ragu. Aku melepas pelukanku. Dia

tersenyum kemudian duduk. Aku pun juga duduk.

“ Loe pasti seneng kan bisa ketemu Han?” tanya YePe tersenyum kecut.

“ Pastinya”, kataku tersenyum. Dimataku sekarang dia adalah seorang malaikat

penyelamat hidupku. Jadi, aku akan sangat senang apabila dia juga mencintaiku. Dia

terdiam kemudian dia menundukkan kepala dengan memaksakan senyum.

“ Ehm YePe”, kataku terputus. Aku masih belum berani mengatakannya. Aku

takut kalau benar dia selama ini memperhatikanku agar dia bisa meggantikan Han untuk

sementara waktu. Aku takut dia tidak mencintaiku.Kemudian dia mengangkat wajahnya

lagi.

“ Kenapa? Oh, ya, gue masih ada satu kejutan lagi buat loe!”, kata YePe sambil

mengambil sesuatu di tasnya. Sebuah kotak sebesar kotak kue tart. Dia memberikannya

padaku. Aku membukanya. Ternyata, sebuah gaun warna merah hati lengkap dengan

sarung tangannya. Aku tersenyum senang.

“ Loe mau gak gue ajak dinner ntar malem?” tanyanya. Aku langsung

mengangguk. Dia tertawa kecil.

“ Bener ya, ntar gue jemput loe jam 7 malem! Gue balik dulu ya Ok?” tanyanya.

Page 34: Mungkinkah itu mungkin

34

“ Okey”,kataku tersenyum senang. Kemudian dia berdiri sambil memakai tasnya.

Kemudian tersenyum padaku. Senyuman yang tidak biasa.

“ YePe, tunggu bentar!”, teriak Han. Kemudian mereka berbicara berdua. Semoga

Han tidak membocorkan rahasia itu. setelah itu YePe meniggalkan Han. Kemudian Han

menghampiriku.

“ Gimana?” tanya Han.

“ Gue masih gak berani”, jawabku.

“ Ya udah tapi ntar loe harus bilang, keburu diambil orang tuch! Jangan salah

YePe thu banyak yang naksir di luar sana”, kata Han. Benarr juga kata Han. Aku hanya

mengangguk paham.

“ Ayo pulang, Oh ya tadi YePe nitip sesuatu sama gue, tapi udah gue taruh

mobil”, kata Han.

“ Apaan?” tanyaku penasaran.

“ Ntar dech kalo loe udah nyampe rumah”, jawab Han. Aku mengangguk.

Kemudian berdiri. Kemudian menggandeng tangan Han.

“ Ayo pulang”, kataku. Dia tersenyum. Kemudian mengambil mobilnya dan

mengantarkaku pulang. Setelah sampai di depan rumahku, Han membukakan pintu

mobilnya dan menurunkan kotak titipan YePe. Aku hanya tersenyum. Dia pun

mengantarku masuk. Aku membuka pintu rumahku. Sepertinya Ibuku tidak berada di

rumah.

“ Ayo masuk, Han”, kataku. Dia pun masuk. Aku duduk di sofa sambil melepas

sepatu skulku.

“ Jadi ini rumah baru loe? Adem banget!”, kata Han tersenyum.

“ Hemt, begitulah, by the way, itu apa sich?” tanyaku sambil menunjuk kotak

yang dibawa Han. Han duduk di sampingku. Kemudian membuka kotak itu. Wah,

ternyata isinya adalah sepatu highheels warna merah hati. Aku mengambil penggaris di

tasku. Ku ukur tinggi haknya. 18 sentimeter. WOW!! Aku langsung lemas.

“ Kenapa? Loe gak suka?” tanya Han. Aku tersenyum. Kemudian menggeleng.

“ Bukannya gitu! Gue cuma takut jatuh kalau pakai itu, habis tingginya 18 senti,

pake yang sepuluh aja gue hampir jatuh”, kataku. Han tertawa keras.

“ Hahaha...hahaha! Mendingan loe pake dulu dech! Gue pegangin”, kata Han.

Aku menurutinya. Aku memakainya di kedua kakiku kemudian berdiri perlahan smabil

Page 35: Mungkinkah itu mungkin

35

memegangi tangan Han. Setelah berdiri, tinggiku sekarang hanya setinggi telinga Han.

Wow, hahaha.

“ Sekarang loe jalan!” kata Han. Aku mencoba melangkah perlahan. Han masih

memegangiku. Aku bisa berjalan tanpa jatuh sampai 20 langkah. Kemudian Han

melepas pegangannya. Aku melangkah sendiri sejauh 5 langkah. Kemudian saat

mencapai langkah ke enam Bruuk aku terjatuh. Aku melihat Han di belakangku. Dia

tersenyum. Kemudian menghampiriku. Dia mengulurkan tangannya aku menggapainya,

dia membantuku berdiri.

“ Ayo coba lagi, loe pasti bisa”, kata Han menyemangatiku. Aku pun mencoba

melangkah sendiri. Sudah mencapai 15 langkah kemudian aku terjatuh lagi. Aku

bangkit. Dan kali ini sampai 25 langkah kemudian terjatuh.

“ ayo loe pastii bisa, Jess!” teriak Han dari lantai dua sambil melihatku. Aku

segera bangkit. Saat jatuh aku bangkit lagi. Hingga aku akhirnya bisa berjalan – jalan

dan berlari. Memang aku sebelumnya sudah pernah belajar memakai sepatu highheels

jadi bisa lebih cepat menguasai. Han pun turun.

“ Good! Okey sekarang loe kan udah bisa, jadi gue balik dulu ya!” kata Han. Aku

tertunduk.

“ Kenapa loe balik sich? Gue kan masih kangen sama loe!” kataku merengek.

“ Ntar malem ketemu lagi kok, gue nanti juga ikutan acaranya YePe! YePe juga

masih punya banyak kejutan buat loe!” kata Han tersenyum.

“ Okelah! Tapi janji ya, loe ketemu gue lagi”, kataku.

“ Iya, janji! Gue nanti ngajak Takeshi, Grand, Shinta, Yamada, sama pacar gue,

Zetsuka”, kata Han tersenyum bangga.

“ Wahh, itu reunian anak kelas X F ya? Ntar gue yang G ndiri donk?” tanyaku.

“ Udah dech, ntar rame kok! tenang aja! Ya udah gue balik dulu ya! Salam buat

ortu ma adik loe ya, Jess”, kata Han sambil melangkah menuju pintu. Aku mengangguk

kemudian mengantarnya sampai ke depan rumah. Dia masuk ke mobilnya.

“ sampai nanti malem!” kata Han. Aku mengangguk tersenyum. Aku masuk

rumah dan mulai bersiap untuk nanti malam agar aku tidak mengcewakan YePe.

^^^^^^^^^^^^^^

Aku merapikan sarung tanganku. Di depan cermin, aku melihat diriku yang sudah

rapi, rambut yang di tata rapi. Kulihat jam dinding, menunjukkanpukul 06:59. Aku

Page 36: Mungkinkah itu mungkin

36

masih punya waktu untuk memakai dan belajar lagi memakai highheels itu. Aku

memakainya kemudian berdiri, kemudian melangkahkan kaki, sukses, aku berjalan

dengan lancar. Tiba - tiba Kudengar ada suara mobil yang masuk kehalaman rumahku.

Aku mendekat ke jendela. Kuintip, ternyata mobil YePe. Aku segera keluar kamar

sambil mencincing gaunku yang sampai menyentuh lantai.

“ Wah, cantik banget, kak!” kata adikku.

“ Iya, cantik banget! Ya udah samperin gih!” kata ayahku. Aku hanya

mengangguk. Aku menuju teras. Ku lihat YePe brdiri dengan memasukkan tangannya

di saku celana sambil memperhatikan mobilnya dari terasku. Aku mendekat. Sepertinya

dia tidak tahu kehadiranku. Aku pun memegang tangannya. Sambil tertawa kecil. Dia

menoleh. Kemudian aku melepaskan peganganku. Kemudian setelah dia berbalik

sempurna. Dia terdiam. Aku pun terdiam. Bagaimana tidak, dia juga memakai kemeja

warna merah hati. Dia terlihat rapi dan tampan. Tapi, dasinya, masih seperti waktu itu.

sebenarnya dia bisa memakai dasi atau tidak? Aku memajukan posisiku. Kemudian aku

merapikan dasinya. Dia masih terdiam sambil memperhatikanku. Aku tersenyum. Dia

pun tersenyum. Dia masih diam dam terus memperhatikanku. Aku mulai merasa risih.

“ YePe, udah ah”, kataku sambil mencubit pipinya. Dia hanya tersenyum,

kemudian masuk ke rumahku.

“ Om, saya berangkat ya! Saya janji bakal jagain Jessie”, kata YePe pada ayahku.

“ Oke, hati – hati ya!” kata ayahku yang mulai keluar dari rumah.

“ Siap, om”, kata YePe. Kemudian dia menggandengku sambil terus tersenyum.

Aku melambaikan tangan pada ayahku. YePe mebukakan pintu mobilnya. Aku masuk.

Kemudian dia menutupnya. Kemudian dia masuk. Menyalakan mobilnya dan tancap

gas. Aku terus memperhatikannya. Cowok ganteng, malaikat penyelamat, orang gila,

sekaligus cerdas. Aku tersenyum simpul. Dia tidak memberi komentar apa – apa tentang

penampilanku. Dia hanya diam. Aku pun juga tak berani memulai pembicaraan.

Mengapa jadi canggung begini? Wajahku memerah ketika dia tersenyum padaku. Dia

juga belum berbicara. Aku juga tak berani berbicara. Apa dia tidak suka pada

penampilanku. Kulihat dia juga masih terlihat bingung, sesekali dia melihatku dengan

tatapan bingung. Mengapa jadi begini? Kemudian dia berhenti di depan suatu gedung

mewah. YePe turun dan membukakan pintu untukku, raut wajahnya datar. Aku tidak

mengerti apa yang terjadi padanya. Kemudian aku turun dari mobilnya dan menutup

Page 37: Mungkinkah itu mungkin

37

pintu mobilnya. Dia menggandengku. Aku bingung, tempat apa ini. Keudian aku

melihat Han sedang duduk di alam gedung itu dengan Zetsuka dan CS – CS nya. YePe

menghampiri mereka. Zetsuka langsung berdiri sambil tersenyum. Kulihat yang lainnya

sepertinya tidak menyadari kehadiranku dan YePe. Mereka masih asik mengobrol. Saat

YePe mendekat ke mereka, Zetsuka lagsung menyambutku. Yepe berjabat tangan

denagn teman – tamannya itu.

“ Jessie, Ikanga desuka?” tanya Zetsuka sambil cipika cipiki.

“ Hei, Jess”, teriak Shinta juga.

“ Genki desu”, jawabku.

“ Ciiee! Pacar loe ya?” tanya Zetsuka meledek. Aku mengernyitkan kening.

Kemudian tersenyum.

“ Dia itu sahabat gue”, jawabku. Zetsuka mngangguk mengerti. YePe menarikku

lagi. Kemudian menarikkan kursi untukku. Kemudian dia duduk di depanku. Dia

meletakkan tangannya di meja. Aku memperhatikannya. Dia menatapku dengan tatapan

datar. Apa dia tidak suka dengan peampilanku. Aku kesal padanya, padahal aku belum

ngobrol dengan Han dia lansung menarikku. Aku pun juga measang raut wajah datar

sambil meliriknya. Aku melihat di sekelilingku, banyak pasangan yang datang di acara

ini. Tapi anehnya mereka pasangan yang seumuran denga ayah dan ibuku. Sebenarnya

acara apa ini? Aku tidak berani bertanya ke YePe. Kulihat dari tadi dia hanya melihat

sekelilingnya sambil sesekali melihatku dengan wajah datar. Aku makin tidak mengerti

apa maksud YePe membawaku kesini.

“ Kok YePe bawa tuch cewe kesini? Dia kan Cuma orang biasa yang pasti Cuma

numpang di acara ini! Pasti cuma pengen dapet makan gratis disini”, kata Salah seorang

wanita di dekatku. Aku meliriknya. Sepertinya dia seumuran denganku. Dia juga satu

sekolah denganku tapi aku tak tahu namanya, yang jelas dia sering mendekati YePe,

tapi YePe jarag menggubrisnya. Aku hanya diam dan makin kesal dengan YePe. Apa

dia mengajakkuu kesini hanya untuk ini. Untuk ejekan tak bermutu ini? Huuuffffftttt.

Kemudian salah seorang pembawa acara naik ke panggung. Dia memegang mic

dan mulai berbicara. YePe mengalihkan pandangannya ke arah pembawa acara itu. Dan

Han beserta Cs-nya juga menghentikan obrolan mereka. Aku pun masih memperhatikan

YePe.

Page 38: Mungkinkah itu mungkin

38

“ Selamat malam hadirin sekalian! Selamat datang di acara ini. Acara ulang tahun

Prasandi Group yang ke 15. Saya memepersilahkan anda semua untuk menikmati pesta

ini sepuas anda! Semoga Prasandi Group makin maju dan makin sukses. Baiklah, saya

penasaran kepada wanita yang di gaet Pak Yogha dari tadi!” kata Pembawa acara itu.

kemudian semua mata tertuju pada meja kami berdua. Semua bertepuk tangan. YePe

tersenyum.

“ Siapakah dia pak?” tanya pembawa acara itu sambil tersenyum.

“ Dia calon saya”, jawab YePe enteng. Semua bersorak sorai. YePe tersenyum

padaku. Aku hanya tertunduk. Wajahku memerah. Apa maksud YePe berbicara seperti

itu? aku pun tersenyum. Senyum palsu. Aku mulai kesal dengan YePe.

“ wahh, selamat untuk Pak Yogha”, kata pembawa acara itu. Kemudian YePe naik

ke atas panggung dan meninggalkanku sendiri. Dia meminjam mic yang di pegang

pembawa acara itu. Kemudian dia merapikan dasinya.

“ Oke, semuanya, maaf saya tidak bisa lama – lama disini! Saya masih ada acara

lagi, silahkan menikmati pesta ini, terima kasih atas kedatangan anda semuanya! Saya

harus pergi sekarang. Selamat malam”, kata YePe. Memangnya ada acara apa?

Kemudian YePe turun.

“ yaa, sepertinya Pak Yogha akan pergi dengan calonnya”, kata pembawa acara

itu. YePe tersenyum. Aku menundukkan kepalaku. Semua orang disitu bersorak lagi.

Kemudian YePe menggandengku. Aku segera berdiri. YePe melambaikan tangannya

pada semua orang disitu. Kemudian YePe dan aku naik ke lift. Dia ingin pergi ke lantai

paling atas. Ada apa lagi ini? Dia juga masih belum berbicara padaku. Aku hanya

memperhatikannya. Kemudian saat sampai dilantai atas. Aku melihat ada meja makan

lengkap. Tapi, belum ada makanannya. Aku melihat YePe. Dia tersenyum. Dia

mempersilakan ku duduk. Aku duduk. Dia juga duduk didepanku. Dia tersenyum. Aku

memalingkan wajahku.

“ Kenapa? Gue kurang ganteng?” tanyanya. Aku menggeleng.

“ Gue kurang rapi?” tanyanya lagi. Aku menggeleng.

“ Gue kurang ajar”, tanyanya sekali lagi. Aku mengangguk. Dia memang kurang

ajar. Beraninya dia mengajakku kesana kemari seenaknya sementara dia tak

mengajakku bicara. Aku merasa tidak dianggap. Kemudian YePe tersenyum.

Page 39: Mungkinkah itu mungkin

39

“ Kenapa? Gue baru ngajak loe bicara? Sorry dech!” kata YePe. Aku megangguk.

Kemudian menunduk.

“ Gue udah tahu kok kalo loe pasti bingung, gue bilang loe calon gue, calon istri

gue, gue emang mau nikah sama loe” kata YePe. Aku mengangkat wajahku. Apa

maksudnya?

“ Maksud loe apa?” tanyaku. Dia tertawa.

“ ich, serius banget sich? Gak kok gue cuma bercanda”, kata YePe tersenyum.

Dalam hatiku berkata „Loe beneran mau nikahin gue juga gak apa – apa, tapi kita kan

gak pacaran, sebenernya apa loe juga suka sama gue? Tapi tadi loe bilang cuma

bercanda. Jadi patah hati gue‟. Kemudian YePe berdiri. Dia menepuk tangannya.

Kemudian keluar beberapa pelayan dengan membawa makanan dan minuman. Steak

dan jus melon. Kemudian YePe duduk lagi.

“ Ayo, makan!” ajaknya. Aku hanya meminum jus melonnya. Aku sudah tak

nafsu makan. Aku kesal dengan YePe meski aku senang diajak makan malam olehnya.

Aku mulai menangis. aku sadar, orang sekaya YePe tidak akan pernah mau memiliki

pacar orang biasa seperti aku. Dan dia mengajakku kesini agar aku sadar bahwa kau

hanya orang biasa yang tak pantas menginjakkan kaki di gedung mewah ini. Aku

merasa aku sudah dipermalukan oleh YePe. Aku berdiri kemudian mencari tangga

untuk turun dan pulang. YePe pun berdiri. Aku berlari, tapi aku jatuh. Sepatuku kulepas

dan kutinggalkan sepatuku. Aku menyincingkan gaunku.

“ Jessie, loe mau kemana?” tanya YePe sambil terus mengejarku yang mulai

menuruni tangga. Aku tak menghiraukannya, aku masih terus menangis dan terus

menuruni tangga dengan nafas yang terengah – engah. Aku pun mulai lemas. Padahal

aku baru menuruni satu lantai. Kemudian YePe memegang erat lengan kiriku. Aku

mencoba melepasnya. Tapi tak bisa. Aku masih terus menangis. aku pun tak bisa

melawannya. YePe pun menarikku untuk duduk di salah satu anak tangga.

“ Loe kenapa sich?” tanya YePe dengan raut wajah heran. Aku menyeka air

mataku.

“ YePe, sebenernya apa maksud loe ngajak gue dinner? Apa loe mau permaluin

gue? Disini isinya semua orang kaya terus gue sebagai orang yang paling gak pantes

berada disini, agar gue nyadarin itu? atau loe pingin gue nyadar kalo gue gak pates

sahabatan saa loe karena gue orang biasa sementara loe orang yang jauh jauh lebih kaya

Page 40: Mungkinkah itu mungkin

40

daripada gue? Apa loe selama ini loe sahabatan sama gue karena loe ngrasa bersalah

karena loe yang udah bikin Han pergi dari gue? Atau loe sahabatan sama gue karena loe

cuma pengen memperlihatkan bahwa loe bertanggung jawab atas apa yang loe lakuin

sama gue? Atau loe sahabatan sama gue agar gue dicela abis – abisan karena gue orang

biasa yang sahabatan sama orang kaya, yang mungkin bisa gue pelorotin duitnya?

Terus, loe sahabatan sama gue karena terpaksa? Apa bagitu? Tadi gue denger ada

selentingan, kayak gitu. Apa benerr begitu, YePe” tanyaku panjang lebar. Dia hanya

menundukkan kepala. Dia hanya bisa diam.

“ Jawab, YePe!” kataku. Dia masih diam.

“ Gue pikir loe itu malaikat penyelamat gue tahu gak? Tapi ternyata apa, loe

Lucifer tau gak? Selama ini loe baik hati sama gue karena terpaksa kan? karena loe

Cuma ngrasa bersalah, gak ada niat dari hati. Gue pikir loe adalah orang yang bener –

bener tulus nolongin gue! Ternyata gue salah, loe nolongin gue karena pengen dengaer

celaan buat gue! Gue bego bangett sich, bisa bisaya percaya sama loe yang jelas – jelas

dari dulu jahat sama gue! Makasih dech buat loe karena udah ngembaliin Han buat gue,

nich gue balikin hadiah dari loe dan gue janji bakal balikin gaun ini besok” kataku

sambil melepas cincin emas putih itu dan meletakkannya di tangan YePe.

“ Udah?” tanya YePe. Aku hanya diam.

“ Pertama, gue ngajak loe kesini bukan karena hal yang loe bilang tadi, asal loe

tahu, itu hal yang paling hina yang pernah gue denger! Kedua, gue sahabatan sama loe,

karena keteguhan hati loe, kebaikan hati loe yang udah mau maafin gue walaupun loe

tahu kesalahan fatal gue! Ketiga, ggue tulus kok nolongin loe, gak ada tujuan yang lain

selain Cuma pengen liat loe seneng, itu aja!” jawab YePe sambil menatap lekatt mataku.

Aku masih tidak percaya. Tapi, hati nuraniku bisa merasakan bahwa dia berkata jujur.

Aku masih diam.

“ Apa dasar loe sampai loe berpikiran sejelek ini?” tanya YePe.

“ Karena loe udah ngajak gue kesini dengan seenaknya, dan gak ngajakin gue

ngomong yang kesannya gue Cuma nebeng loe buat dateng ke acara yang newah kayak

gini dan tadi ada temen loe yang bilang kalo gue orang biasa yang gak pantes ngijekkin

kaki di acara semewah ini!” jawabku.

“ Jessie, loe tahu gak? Loe itu orang yang punya hati termewah di dunia ini”,kata

YePe. Skakmat. Aku kalah bicara. Aku harus bilang apa? Kata – kataku sudah habis.

Page 41: Mungkinkah itu mungkin

41

Dia berbicara seperti itu karena bukan hanya orang yang berharta mewah saja yang

boleh menghadiri acara ini tapi, orang biasa yang berhati mewah pun bisa

menghadirinya. Aku hanya terdiam. Aku menunduk kemudian menangis. Dia memang

tidak ada niat seburuk itu.

“ Jadi, loe atau siapapun pantes dateng di acara ini, kenapa sich tiba – tiba jadi

berpikiran negatif kayak gini? Jujur, gue gak percaya, Jessie yang gue kenal gak pernah

punya negatif thinking sama orang lain, pas gue jujur waktu itu sama loe, siangnya aja

loe udah maafin gue! Tandanya loe itu orang pemaaf, da orang pemaaf itu kemungkinan

negatif thinkingnya kecil banget! Kenapa loe jadi kayak gini?” tanya Yepe sambil

memalingkan wajahnya. Aku menyeka air mataku.

“ Habisnya dari tadi loe thu ngediemin gue! Jadi kesannya gue kayak orang gak

penting tahu gak”, jawabku. Dia melihatku heran. Kemudian tertawa.

“ Terus gue mau bahas apa?” tanyanya.

“ Ya apa kek, penampilan gue kek, sepatu gue kek”, kataku menyinggung sedikit

tentang penampilanku. Kemudian dia tersenyum.

“ Loe itu, kalo udah dandan pasti kalo semua orang ditanya tentang penpilan loe,

pasti akan jawab NO COMMENT”, jawabnya. Aku kaget. Apa jika aku berdandan akan

makin jelek? Aku makin tertunduk. Aku makin malu. Berarti dia kecewa dengan

penampilanku.

“ Mereka pasti kecewa? Ya kan?” tanyaku memastikan.

“ Gak”, jawab YePe singkat.

“ Trus?” tanyaku makin heran.

“ Karena mereka gak akan punya alasan untuk muji loe dan mengkritik loe”,

jawabnya. Aku makin pusing dengan jawaban YePe yang makin aneh.

“ Maksudnya?” tanyaku sekali lagi.

“ Ya karena loe kalau di puji, pujian itu gak akan ada habisnya, dan kalau di

kritik, mereka pasti bingung, karena gak ada hal yang bisa dikritik dari penampilan loe”,

jawab YePe tersenyum. Aku senang. Ternyata, alsannya cukup membuat hati makin

senang.

“ Gombal”, kataku tersenyum.

“ Yeech, beneran tahu!” kata YePe.

“ Copas dari mana?” tanyaku meledek.

Page 42: Mungkinkah itu mungkin

42

“ Enak aja copas! Itu mikir !” kata YePe tak terima.

“ Percaya kok” kataku. Kemudian dia berdiri, mengulurkan tangannya. Aku

meraihnya. Kemudian aku juga berdiri.

“ Ayo, ke atas, makan!” ajak YePe. Aku mengangguk. Dia menggandengku

sambil terus tersenyum. Aku menyincingkan gaunku. Aku pun tersenyum sesekali.

Setelah sampai di atas dia langsung mengambil highheels tadi dan menentengnya. Aku

duduk di kursi meja. YePe berjongkok di samping kursiku. Kemudian dia melihat ke

arahku.

“ Sini kaki loe”, kata Yepe. Dengan sedikit ragu aku menghadap ke arah YePe.

“ Sini gue pakein, gue lihat tadi cara make loe salah! Harusnya talinya di depan

bukan dibelakang, ntar kalo talinya lepas loe bisa keserimpet, jatuh dech kayak tadi”,

katanya tersenyum sambil memakaikan highheels itu dan menalikannya. Tadi memang

aku hanya menalikannya tapi aku tak tahu kalau ternyata tali itu harus ditalikan serumit

ini. Kemudian dia berdiri.

“Selesai!” katanya sambil berjalan menuju kursinya dan kemudian duduk. kami

pun segera makan. Setelah selesai makan, para pelayan membereskan meja. YePe

belum mengajakku pulang.

“ Jessie”, kata YePe.

“ Ya”,jawabku penuh harap kalau malam ini dia akan menyatakan cinta, kalau dia

mencintaiku.

“ Gue mau ngomong sesuatu sama loe”, katanya. aku makin berharap kalau dia

juga mencintaiku dan segera menyatakan cinta.

“ Ngomong apa?” tanyaku makin penasaran.

“ Gue mau ke Jerman, nerusin kuliah disana”, jawabnya. Aku terdiam. Aku

menundukkan kepala. Dia akan pergi kuliah. Itu pasti lama.

“ Ohh, yahhh, gue ditinggalin, terus, kapan loe berangkat?” tanyaku dengan raut

wajah yang biasa tapi palsu.

“ Besok! Gue bilang ke loe sekarang karena gue yakin besok gue gak sempet

pamit ke loe, tapi...”, katanya terpotong.

“ Tapi apa?” tanyaku.

“ Gue akan berangkat kesana kalo gue gak bisa dapetin satu hal! Gue dikasih

waktu dari malam ini sampai besok pagi”, jawabnya. Satu hal? Apa?

Page 43: Mungkinkah itu mungkin

43

“ Terus kenapa loe masih disini? Kenapa loe gak cari satu hal itu? apa karena loe

pengen ke Jerman jadi loe gak nyari satu hal itu?” tanyaku.

“ Bukannya gitu! Satu hal itu gue pengen banget ngedapetin, tapi sekarang gue

gak yakin kalo gue bisa ngedapetin”, jawabnya.

“ Jangan pesimis gitu donk! Loe itu kan orang yang pinter, kaya, baik hati pula

masak loe gak bisa ngedapetin satu hal itu sich?” tanyaku tersenyum. Senyum palsu.

“ Loe gak tahu sich, Jess! sesuatu itu pernah gue ancurin dan dia masih bisa ada

buat gue tapi mungkin itu ada buat gue karena persahabatan bukan karena cinta”,

jawabnya. Jadi dia menyukai seseorang. Aduh, pasti bukan aku. aku tersenyum.

“ Jadi loe suka sama cewek ya? Kenapa gak curhat sich?” tanyaku tersenyum.

Sebenarnya hatiku menjadi semakin tak karuan. Dia tersenyum.

“ Iya”, jawabnya. Aku makin sedih. Rasanya ku ingin berteriak sekeras –kerasnya.

“ Siapa?” tanyaku denga raut wajah penasaran.

“ Udah dech, lupain aja! Ayo gue anter loe pulang”, jawabnya mengelak.

Kemudian dia berdiri dan menarikku.

“ Eeech, kasih tahu dulu”, teriakku. Dia hanya diam. Dengan raut wajah sangar.

Aku langsung terdiam dan mengikutinya saja. Dia menujuu lift dan langsung menuju

lantai dasar. Aku melihatanya dengan tatapan takut. Tapi, dia malah lebih

menampakkan wajah sangarnya. Aku makin takut. Setelah sampai di lantai dasar dia

keluar dari lift sambil menggandeng tanganku dan menempelkan tangannya yang satu di

pinggangku. Dia tersenyum pada semua tamu undangan. Semua tamu itu bersorak sorai.

Aku malu dan hanya menundukkan kepala. Saat keluar dari gedung. Dia melapaskan

tangannya dan hanya menggandeng tanganku. Dia hanya diam seperti saat membawaku

kesini. Untuk kali ini aku tahu dia diam, mungkin karena dia marah padaku karena

masalah tadi. Dia membukakan pintu mobilnya untukku. Aku masuk dan hanya diam.

Dia masuk dan menyalakan mobilnya kemudian langsung tancap gas. Di mobil aku

hanya terdiam, memikirkan bagaimana jika YePe benar pergi ke Jerman. Kemudian aku

memberanikan dirii menanyakan kebenaran hal ini padanya.

“ YePe, apa loe beneran mau pergi ke Jerman besok?” tanyaku tanpa ragu.

“ Beneran, jam 7 pagi pesawat gue udah berangkat nich tiketnya”, jawabnya

dengan wajah datar sambil menunjukkan secarik kertas di dash board mobil.

Page 44: Mungkinkah itu mungkin

44

“ Loe yakin mau ninggalin gue sendirian disini?” tanyaku lagi. Dia terdiam.

Ekspresi wajahnya berubah. Dia melihatku sejenak kemudian mengalihkan

pandangannya.

“ Gak, Jess! tapi gue yakin loe bakal seneng kok tanpa gue! Loe bakal baik – baik

aja tanpa gue! Kan ada Han!” jawabnya. Aku hanya diam mendengar jawabannya. Aku

pasti tidak akan baik – baik saja. Sekarang pun jika aku bersama Han tapi tidak ada

yePe aku masih merasa kesepian begitu sebaliknya jika tidak ada Han tapi aku bersama

YePe. Sekarang pun Han juga sudah punya Zetsuka. Dia pasti akan menghabiskan

waktunya bersama Zetsuka dan akhirnya aku akan sendiri lagi. Aku berusaha menahan

air mata. Tapi, tak bisa. Akhirnya,aku sampai di rumah. Aku segera menghapus air

mataku. YePe keluar dari mobil dan membukakan pintu untukku. Aku keluar YePe

menggandengku untuk masuk kerumah. Aku segera melepaskannya dengan halus. Dia

melihatku heran. Aku berhenti di tengah halaman rumahku. Aku ingin menyampaikan

sesuatu padanya. aku ingin jujur padanya. Tapi, aku masih belum berani.

“ YePe, kalo lo udah nyampe sana, jangan lupain gue ya!” kataku. Dia

mengangguk dan tersenyum.

“ Gue gak akan lupa sama loe kok!” jawabnya tersenyum.

“ Jujur, kalo gue loe tinggal, gue bakal ngrasa kesepian!” kataku.

“ Oh ya? Tenang aja, kan ada Han, dia kan yang paling loe kangenin?” tanyanya.

“ Iya sich!” kataku. Kemudian dia menarikku untuk terus memasuki rumah. Akuu

melepaskan gandengannya. Dia menoleh lagi dengan raut wajah heran.

“ Udah sampai sini aja! Loe harus pulang! Istirahat duluu gich buat besok!”

kataku tersenyum.

“ Ya udah kalo gitu gue pamit dulu ya, ech, satu lagi maafin kelakuan gue di pesta

tadi yang udah bikin loe nangis sama ngaku – ngaku kalo loe itu calon gue!” kata YePe.

“ Maafin gue juga karena nuduh loe yang gak – nggak”, kataku tersipu.

“ Ga papa, yau dah gue balik dulu”, kata YePe Aku mengangguk tersenyum. Aku

masih ingin menyampaikan hal ini. Aku menyayanginya. Aku harus menyampaikannya

sekarang. Tapi, aku masih takut. Tapi, harus sekarang juga. Aku membalikkan badanku.

“ YePe”, teriakku. YePe menoleh kebelakang. Kemudian membalikkan badannya.

Aku berjalan ke arahnya. Kemudian aku memegang tangannya. Kurasakan. Dingin.

Kemudian aku melepasnya dan aku memajukan posisiku sedikit. Kemudian aku

Page 45: Mungkinkah itu mungkin

45

mendekatkan wajahku ke pipi kanannya. Kemudian „ Cup‟. 2 detik, 5 detik. Aku

mencium pipinya. Kemudian aku mundur sedikit.

“ Hati – hati ya, di jalan”, kataku. Dia masih menampakkan raut wajah kaget. aku

pun membalikkan badanku dan berjalan menuju rumahku. Aku lega. Semoga dia tahu

apa yang kurasakan padanya. sadihnya ditainggalkan olehnya. Kemudian aku

menitikkan air mata sebagai orang yang mersa ditinggalkannya, sebagai orang yang

diperhatikannya dulu hingga sekarang, sebagai orang yang pernah disakitinya, sebagai

orang yang pernah menyia- nyiakannya, sebagai orang yang pernah tersenyum

bersamanya, sebagai orang yang pernah menangis bersamanya, sebagai orang yang

dilindunginya dulu, sebagai sahabatnya, sebagai orang yang menganggapnya malaikat

penyelamat dan sebagai orang yang mencintainya dengan tulus. Kulihat kebelakang,

YePe sudah melangkah pergi sambil memegangi pipi kanannya. Dia tidak mengatakan

apa – apa. Tandanya, dia tidak mencintaiku. Kemudian aku mendengar suara mobilnya

kemudian dia pergi. Kemudian saat aku di teras, aku duduk di kursi teras sambil terus

menangis. kemudian mobil Han memasuki halamanku. Kemudian dia berhenti dan

keluar dari mobilnya. Dia menuju ke arahku. Dia tersenyum kemudian terdiam. Aku

segera menghapus air mataku.

“ Ada apa, Han?” tanyaku.

“ Gue mau nepatin janji gue, tadi siang kan gue bilang ke loe kalo loe pasti

ketemu gue lagi di acaranya YePe, tapi loenya malahh di tarik duluan ma YePe, tadi loe

nangis ya? Di tolak ya?” tanya Han tersenyum meledek.

“ Gak! Tapi dia mau ke Jerman!” jawabku.

“ Apa? Jerman?” tanya Han sambil duduk di sampingku. Aku mengangguk. Aku

pun menangis lagi. Kemudian Han menyandarkan kepalaku di bahunya.

“ Gue cinta Han sama dia, tapi dia gak cinta sama gue, dia cinta sama orang lain

yang sahabatan sama dia juga! Dia pengen bannget ngedapetin cewek itu, kalo sampe

dia gak dapetin cewek itu dia bakal pergi ke Jerman. Gue gak mungkin donk, nyuruh

dia jadian sama cewe itu, meskipun dia disini nanti gue bakal tersiksa juga karena dia

milik orang lain, kalo gue ngebiarin dia pergi, gue juga bakal tersiksa, Han!” kataku

mencurahkan semua isi hatiku pada Han.

“ Loe yang sabar ya!” kata Han. Satu kata darinya sudah bisa menenangkan hati

ku. Kemudian dia menghapus air mataku.

Page 46: Mungkinkah itu mungkin

46

“ Mendingan loe masuk gich, loe tidur buat nenangin pikiran loe!” kata Han. Aku

mengangguk kemudian berdiri dan tiba – tiba tubuhku lemas. Aku hampir jatuh tapi

Han langsung memegangi lenganku dan menuntunku. Dia mengetuk pintu. Kemudian

ayahku membukakan pintu. Ayahku langsung mempersilahkanku masuk. Han

menuntunku untuk masuk dan naik ke kamarku dilantai 2. Setelah sampai di lantai 2,

aku berjalan sendiri menuju kamarku. Ayah dan Han mengikutiku. Kubuka pintu

kamarku, aku duduk di ranjangku. Ayahku menghampiriku dan Han hanya

memerhatikanku dari depan pintu kamar.

“ Kamu kenapa sayang?” tanya ayah sambil menggenggam tanganku.

“ YePe mau pergi, Yah! Mau berpisah sama Jessie”, jawabku.

“ Emang dia mau pergi kemana?” tanya ayah.

“ Ke Jerman, Yah!” jawabku sambil masih terus menangis.

“ Kan bisa ketemu lagi, suatu hari nanti”, kata ayah.

“ Tapi, Jessie cinta sama dia, Yah! Jessie pengen dia selalu ada di samping

Jessie”, kataku. Ayahku memebelai rambutku. Ibuku datang menghampiriku. Kulirik

Han hanya menundukkan kepalanya. Ibuku duduk di sampingku. Aku makin menangis

sejadi – jadinya.

“ Tinggalkan saya sendiri!” kataku. Tanpa berkata apapun semuanya langsung

keluar dari kamarku. Aku mengunci kamarku. Aku mulai membaringkan tubuhku di

ranjang. Terus mengeluarkan air mata. YePe akan pergi besok. Untunglah aku belum

mulai masuk kuliah. Kalau sudah masuk kuliah bisa – bisa aku tidak konsentrasi belajar.

Aku mulai mengingat saat aku pertama kali bertemu dengannya saat di gerbang waktu

MOS. Dia memang tampan tapi teman disampingku, Han, tak kalah tampan dengan dia.

Kemudian saat dia menyatakan cinta padaku dan saat dikelas, saat dia memegangi

kedua pinggangku dan dia ingin mencium bibirku. Ahh, aku sebenarnya juga ingin

menciumnya, tapi aku belum sepenuhnya mencintainya. Sungguh saat itu aku benar –

benar tidak ada perasaan yang kuat dengannya. Tapi, ternyata dia hanya ingin

memilikiku karena dia juga ingin memiliki mobil milik Grand. Saat dia

menggendongku ketika Han meninggalkanku. Saat dia menalikan sepatu untukku. Saat

dia memberikan cincin emas putih. Aku mulai meraba jari manis tangan kiriku. Aku

menghapus air mataku. Cincin itu tidak ada. Aku menepuk dahiku. Aku baru ingat kalau

cincin itu kukembalikan padanya. aduuh, padahal itu satu – satunya yang kumiliki

Page 47: Mungkinkah itu mungkin

47

darinya. Tapi, masih ada gaun dan sepatu ini. Arrgghhh, YePe, mata itu, hidung

mancung itu, bibir itu, pipi itu. semua aku suka. Aku sayang padamu. Tapi mengapa kau

harus pergi? Seharusnya, memang kau tahu akan perasaanku. Tapi, semoga kau tahu,

aku melakukan hal bodoh tadi untuk menyatakan perasaanku padamu. tapi, kalau dia

tidak tahu mengapa dia tidak bertanya? Aku pun yakin kalau dia pasti sudah tahu kalau

aku mencintainya. Aku memeluk Teddy Bear ku. Aku masih belum ingin melepas gaun

dan sepatu ini.

Aku masih menangis. aku berfikir, kalau dia dengan wanita lain, bagaimana

jadinya aku? dia amat sangat kucintai. Oh, betapa malang nasibku. Bagaimana saat dia

kembali dari Jerman, dia malah mengenalkan pacarnya padaku. Ahhh, aku makin

pusing. Aku merebahkan tubuhku di ranjang. Aku sudah lelah menagis. Tapi, hatiku

masih menangis. dulu saat Han meninggalkanku pun, aku tak sampai seperti ini. Aku

memang benar – benar cinta pada YePe. Aku mematikan lampu kamarku. Aku mulai

memejamkan mataku. Mencoba melupakannya. Untuk semalam ini saja. Karena aku

yakin jika aku ingin melupakannya untuk selamanya, aku tak bisa. Aku tak saggup. Aku

memejamkan mataku. Aku memang kelelahan menangis. Selamat tinggal, YePe. Aku

akan selau merindukanmu. Merindukan senyummu, tawamu, lirikanmu, tatapanmu.

Segalanya.

^^^^^^^^^^^

Aku membuka mataku. Kulihat jam dinding di kamarku. Sudah menunjukkan

pukul 6.30 pagi. Aku segera bangun. Kulihat di depan cermin, mataku masih sembab.

Aku ingin berkunjung kerumah Han hari ini. Aku masih ingin berbicara banyak hal

padanya hari ini. Aku mencoba untuk melupakan semua hal yang berhubungan dengan

YePe. Aku berjalan menuju depan rumah untuk sejenak menghirup udara segar. Aku

membuka pintu rumahku. Kemudian keluar. aku melihat adikku sudah bangun dan

bermain di luar. Karena dia masih liburan jadi dia bebas bermain. Aku melihatnya

sambil duduk di teras rumah. Dia melihatku sambil memainkan pedang – pedangannya.

Kemudian dia menghampiriku. Dan memelukku erat. Aku pun melihatnya heran.

“ Kamu kenapa, Jer?” tanyaku padanya.

“ Jerry seneng, kakak udah gak sedih lagi”, jawab adikku. Aku tersenyum.

Kemudian dia melepas pelukannya. Kemudian dia mencium keningku.

Page 48: Mungkinkah itu mungkin

48

“ Jerry sayang sama kakak! Ayo, main ke taman, kak!” kata adikku sambil

menarik tanganku.

“ Kakak belum ganti baju, Jer”, kataku menolak. Aku masih memakai gaun dan

sepatu tadi malam. Selisihnya hanya mataku masih sembab dan rambutku sedikit tidak

rapi. Aku merapikan sedikit rambutku. Banyak orang yang melihatku dengan tatapan

heran. Aku hanya menundukkan kepala. Kalau tidak karena adikku aku tidak akan

melakukan hal ini. Aku melihat jam yang ada di taman menunjukkan pukul 06.45. hufft

seharusnya aku sudah mandi. Aku masih mengikuti adikku. Kemudian dia berhenti di

tengah taman. Dan mengajakku duduk di tempat duduk dekat situ.

“ Kakak pakai baju ini masih kelihatan cantik kok!” kata adikku. Aku tersenyum.

Kemudian mengangguk. Dia masih menenteng pedang – pedangannya. Kemudian dia

berlari meninggalkanku. Aku berdiri.

“ Jerry, mau kemana?” teriakku.

“ Pipis”, teriaknya keras. Kemudian aku duduk lagi. Hari ini mendung, sebal,

mengapa pagi – pagi sudah mau hujan. Huch. Aku melihat dari kejauhan, Han sedang

berdua dengan Zetsuka, Takeshi dengan Mamori, Yamada dengan Hime, dan Grand

dengan Shinta. Tapi, disini aku dengan siapa? Aku tak berani memanggil mereka dan

sepertinya mereka juga tidak tahu kalau aku ada di taman itu. aku teringat YePe.

Biasanya dia yang berada di sampingku. Aku jadi iri dengan mereka semua. Bisa

bersama dengan orang yang mereka cintai. Aku hanya bisa menangis lagi. Aku

menundukkan kepala. YePe pasti sudah sampai di Bandara dan siap pergi ke Jerman.

Kemudian ada seorang laki – laki tua memakai jas rapi duduk di sampingku. Aku

menghapus air mataku. Dia menatapku lembut kemudian tersenyum. Kemudian dia

beranjak pergi. Siapa dia? Aku tidak mengenalnya. Aku tidak memusingkan hal itu. aku

melihat mobil mirip mobil YePe parkir di tempat parkir yang letaknya sedikit jauh dari

pusat taman, tapi itu terlihat. Mungkin itu hanya mobil milik orang lain yang mirip

milik YePe. Aku mangalihkan pandanganku. Kemudian aku teringat YePe lagi,

disinilah dulu aku bisa kenal dengan YePe. Aku hanya bisa menangis lagi. Kemudian

aku melihat YePe berjalan ke arahku. Aku menghapus air mataku dan mengucek

mataku. Apa aku salah melihat? Tidak, itu benar YePe. Dia masih memakai kemeja tadi

malam. Apa dia juga belum mandi dan belum ganti baju? Bukannya dia seharusnya

sudah ada di bandara dan menunggu pesawat untuk berangkat. Kemudian dia duduk di

Page 49: Mungkinkah itu mungkin

49

sampingku. Aku melihatnya dengan tatapan heran. Dia mengulurkan tangannya dan

meraih tanganku. Dia mengambil sesuatu di sakunya. Ternyata cincin yang tadi malam

ku serahkan padanya. kemudian dia memakaikannya di jari manis tangan kiriku. Dia

terseyum. Aku memegang tangannya.

“ Ayo, gue anter ke bandara, loe udah harus berangkat sekarang”, kataku sambil

menarik tangannya. Dalam hati aku sebenarnya tidak menginginkan dia pergi. Ini

kulakukan karena dia memang ingin pergi fikirku.

“ Jess”, katanya. aku masih menariknya.

“ Jessie”, teriaknya. Aku masih menariknya. Aku mulai menangis. Tak dapat

menahan sedih. Kemudian dia melepaskan tangannya. Kemudian menarikku dengan

kuat. Aku hampir jatuh di pelukannya. Dia memegang lenganku sehingga aku tak jatuh

dipelukannya. Dia menatapku tajam.

“ Jessie, loe apa beneran ngijinin gue buat ke Jerman?” tanyanya. Aku

melepaskan tanganku. Kemudian menatapnya dengan pandangan sinis.

“ Kalo loe mau pergi, pergi aja!” kataku. Kemudian aku melangkah pergi. Dia

menahanku. Dia memegang erat tanganku. Aku melepaskan tanganku.

“ Loe gak akan nyesel kan? Nyuruh gue pergi”, tanyanya. Aku tak bisa

menjawabnya. Aku hanya bisa menangis.

“ Jawab”, teriak YePe. Aku hanya bisa menangis. Aku masih terus menangis. Aku

tidak bisa membayangkan hal itu terjadi.

“ Kalo loe diem, berarti Iya! Oke gue pergi”, kata YePe lalu melepaskan

tanganku. Aku melihatnya, dia semakin jauh meninggalkanku. Sepertinya dia benar –

benar ingin meninggalkanku. Aku tak bisa membiarkan ini. dia yang kali ini sudah jauh,

masih bisa kukejar. Kemudian aku mengejarnya. Aku menyincingkan gaunku. Orang –

orang melihatku dengan heran. Aku tidak peduli. Aku terus mengejar YePe. Aku

hampir mencapainya. Kemudian aku meraih tangannya. Aku masih terus menangis. Dia

menoleh kebelakang.

“ Jangan pergi”, kataku masih terus menangis dan terengah – engah sambil

menatap matanya yang tajam menatapku. Kemudian aku merasa ada titik air yang jatuh

di bahuku. Hujan. YePe menarikku untuk menuju salah satu tempat berteduh di taman.

Aku mengikutinya. Kemudian dia menemukan telepon umum yang kebetulan tidak ada

yang berteduh di dalam situ. Kemudian dia membukanya dan kami pun masuk. Aku

Page 50: Mungkinkah itu mungkin

50

menggigil. Kemudian dia memelukku erat. Pelukan yang hangat. Aku menyandarkan

kepalaku di bahunya. Dia membelai rambutku yang setengah basah.

“ Jess, apa loe serius ngebolehin gue pergi?” tanyanya sambil terus memelukku.

“ Gak akan pernah”, jawwabku lantang. Aku masih menangis.

“ Kenapa?” tanyanya.

“ Loe itu malaikat gue!” jawabku. Kemudian dia melepaskan pelukannya. Dia

tersenyum dan menghapus air mataku.

“ Jess”, katanya sambil memegang tanganku dan pinggangku. Membuat posisiku

sedikit mendekat padanya. aku hanya diam. Dia mau apa?

“ Gue cinta sama loe, Jess! gue gak mau ninggalin loe! Loe mau gak jadi pacar

gue?” tanyanya. Aku menatapnya tajam.

“ Loe gak ada maksud lain kan?” tanyaku ragu.

“ Gue serius!” jawabnya.

“ Gue juga cinta sama loe! Gue mau kok jadi pacar loe!” jawabku tersenyum. Dia

tersenyum. Dia mendekatkan bibirnya ke bibirku. Aku memeluknya. Aku menghindar.

Dia pasti ingin membalas yang tadi malam. Dia membalas pelukanku.

“ gue kira loe gak bakal mau jadi pacar gue! Gue sampe gak berani nyentuh loe”,

katanya.

“ gue kira loe malah jatuh cinta sama cewek lain dan mungkin loe juga gak akan

mau punya pacar kayak gue”, kataku. Aku melepas pelukanku. aku tersenyum.

“ sejak kapan loe cinta sama gue?” tanyanya.

“ sejak loe deket sama gue! Tepatnya sejak loe pertama kali naliin tali sepatu

gue”, kataku tersenyum.

“ Kok bisa?” tanyanya.

“ Karena loe orang yang pertama kali naliin sepatu gue setelah ibu gue”, jawabku.

“ Oh githu yach?” tanyanya. Aku mengangguk.

“ Kalo loe? Sejak kapan loe jatuh cinta sama gue? Gue aja sampe gak ngrasa kalo

loe jatuh cinta sama gue”, tanyaku.

“ Sejak pertama kali gue ngeliat loe! Waktu MOS”, jawabnya enteng. Wah, udah

lama banget. Hebat banget dia bisa mendem itu semua. Sendirian.

“ wah, lama banget!” kataku.

Page 51: Mungkinkah itu mungkin

51

“ Sebenernya, gue pengen lanjut jadian sama loe, tapi gue rasa waktu itu loe gak

akan pernah cinta sama gue! Karena gue ngasih ancaman yang kejam buat loe. Jadi gue

pendem dech. Gue sempet ngrasa kalo gue tuch gak akan pernah pantes jadi pacar loe,

bahkan jadi temen loe aja gue gak pantes, Jess! gue juga gak berani nyentuh loe sejak

setelah kejadian itu. tapi karena gue ngrasa ada sesuatu yang beda dari loe, sejak loe

ngasih ciuman buat gue tadi malem, gue berniat untuk memastikann ini semua. Tapi,

gue udah yakin kok kalo ternyata loe cinta sama gue, jadi gue nembak loe”, jelasnya

penjang lebar.

“ Oh gitu yach! Gue gak nyangka kalo dulu loe udah cinta sama gue”, kataku.

“ Gimana loe ngrasa, loe kan cuma nangisin Han terus”, katanya meledek.

“ Ichh, itu karena dia sahabat terbaik gue”, jawabku. Dia tersenyum sambil

melihatku. Lama. Sampai aku merasa risih.

“ Sorry, dulu gue pernah ngancurin segalanya dan selalu bikin loe nangis”,

katanya. Aku tersenyum.

“ Gue udah maafin semuanya. Arigato, loe udah bikin gue jadi cewe yang lebih

kuat!” jawabku tersenyum. Dia mengangguk tersenyum.

“ Oh ya, loe gak tahu kan rasanya gue waktu loe cium?” tanyanya.

“ Tahu, pasti seneng!” jawabku enteng.

“ Gak, gue sebel”, jawabnya dengan muka muram.

“ Kok gitu? Sorry dech, gue emang sengaja, abisnya susah ngungkapin rasa

sayang lewat kata – kata!” kataku. Kemudian dia memperhatikanku. Serius. Dia

mendekatkan wajahnya. Dia seperti melihat sesuatu di wajahku.

“ Ada apaan?” tanyaku sambil sedikit menjauhkan wajahku. Dia mendekat lagi.

“ Ada yang mau nempel kayaknya”, jawabnya. Aku terheran. Kemudian bibirnya

sudah mendarat di keningku. Aku hanya menampakkan wajah terkejut. Kemudian dia

berlalu. Dia melihatku dengan wajah senang. Aku mengangkat tanganku. Aku

menamparnya. Dia memegangi pipinya.

“ sakit tahu”, katanya.

“ Itu karena loe gak minta izin gue dulu”, kataku.

“ tadii malem loe juga gak minta izin! Hayoo”, katanya. aku hanya memalingkan

wajahku. Kulirik dia masih memegangi pipinya. Aku memegang pipinya.

“ Sakit yach?” tanyaku merasa bersalah.

Page 52: Mungkinkah itu mungkin

52

“ Banget”, jawabnya dengan muka melas. Aku tersenyum.

“ tapi enak kok, rasa strawbery”, katanya sambil meraba bibirnya. Aku hanya

memicingkan mataku.

“ Oh ya? Kenapa loa gak ganti baju sich?” tanyanya.

“ Gue belum sempet ganti baju, udah ketiduran sampe pagi”, jawabku.

“ Kok ketiduran? Loe emang capek banget ya?” tanyanya lagi.

“ Gue sedih”, jawabku.

“ Kenapa? Nangisin gue yach?” tanyanya dengan memegang dan mencubit

pipiku. Tidak sakit. Aku mengangguk. Kemudian dia melompat dan mengangkat

tangannya.

“ Yesssss!” teriaknya.

“ Kenapa?” tanyaku yang heran melihat tingkahnya.

“ Ya gue seneng dong, di tangisin sama loe! Itu tandanya loe beneran cinta sama

gue”, jawabnya. Aku tersenyum.

“ Loe sendiri kenapa masih pake tuch baju?” tanyaku.

“ Gue juga gak sempet ganti baju! Gue mikirin loe semaleman, kenapa loe nyium

gue waktu itu, apa itu ciuman persahabatan atau ....?” tanyanya.

“ Yang jelas itu bukan ciuman persahabatan, kan gue udah bilang ke loe alasan

gue tadi!” jawabku. Dia tersenyum dan mengangguk mengerti. Kemudian dia

memegang tanganku dan menunggu hujan reda. Dia sesekali memperhatikanku dengan

tersenyum. Dia terus memegang tanganku. Aku ingin hujan ini terus deras agar aku bisa

terus disini dengan YePe. Yepe lucifer sampai jadi malaikat dan jadi kekasihku. Aku

ingin selalu bersamanya. Selamanya. Kulihat ke luar box telepon umum, di sana ada

Han dan adikku sedang memainkan air dengan selang taman seolah terjadi hujan.

Mereka tertawa – tawa.

“ Jess, loe tahu gak?” tanya YePe.

“ Apa?” tanyaku.

“ gue selalu galau kalau liat loe nagis karena Han! Gue ngrasa Han itu yang paling

spesial di hati loe! Gue ngrasa sakit! Tapi...” kata – kata Yepe terputus.

“ Tapi apa?” tanyaku.

“ tapi gue gak bisa apa – apa! Gue terlalu pengecut untuk nyatain ini semua ke

loe! Hingga akhirnya jadi begini!” kata YePe.

Page 53: Mungkinkah itu mungkin

53

“ gak usah disesalin! Ini semua udah terjadi kok!” kataku tersenyum. Kemudian

YePe memegang pinggangku.

“ Gue sayang sama loe!” kata YePe dan sekalii lagi ingin melancarkan aksinya

untuk bisa balas dendam sejak apa yang kulakukan tadi malam. Aku langsung

memeluknya. Erat. Erat sekali. Dia pun terjebak dan tak bisa bergerak.

“ Please, jangan gitu lagi!” kataku.

“ Emang ini kok yang gue mau! Setiap gue mau cium loe, gue akan selalu dapat

pelukan hangat dari loe! Dan gue seneng itu, karena gue kadinginan sekarang!” kata

YePe tertawa kecil. Aku tersenyum.

“ gue berharap loe akan selalu ada buat gue sekarang dan selamanya, YePe!”

kataku sambil mempererat pelukanku.

“ Kenapa?” tanya yePe sedikit berbisik.

“ Kerena gak ada hal indah saat loe gak ada di samping gue!” jawabku. YePe

melepas pelukanku.

“ Sama, Jess!” kata YePe.

THE END