12
Journal Reading Nasal Rhinosporidiosis pada Anak Nigeria OLEH : AISYAH, S.Ked FAULIKHA DWI KUSUMA, S.Ked MUHAMMAD MALIKI, S.Ked RIANI SRI RAHAYU, S.Ked YOHANNES B MANIK, S.Ked WITO EKA PUTRA, S.Ked PEMBIMBING : dr. ARIMAN SYUKRI, Sp.THT-KL dr. ASMAWATI ADNAN, Sp.THT-KL dr. HARIANTO, SpTHT-KL

Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ijijji

Citation preview

Page 1: Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

Journal Reading

Nasal Rhinosporidiosis pada Anak Nigeria

OLEH :

AISYAH, S.KedFAULIKHA DWI KUSUMA, S.Ked

MUHAMMAD MALIKI, S.KedRIANI SRI RAHAYU, S.Ked

YOHANNES B MANIK, S.KedWITO EKA PUTRA, S.Ked

PEMBIMBING :

dr. ARIMAN SYUKRI, Sp.THT-KLdr. ASMAWATI ADNAN, Sp.THT-KL

dr. HARIANTO, SpTHT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN THT-KL

RSUD ARIFIN ACHMADPEKANBARU

2014

Page 2: Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

Nasal Rhinosporidiosis pada Anak Nigeria : Sebuah Kasus Klinis yang Langka

ABSTRAK

Latar Belakang

Rhinosporidiosis adalah penyakit granulomatosa kronis langka yang ditandai dengan

lesi polypous dari selaput lendir yang disebabkan oleh seeberi rhinosporidium yang

secara dominan menyerang selaput lendir Naso-faring, conjunctiva dan langit-langit.

Rhinosporidiosis dapat dengan mudah didiagnosis sebagai penyakit neoplastik, dan

karenanya, perlu untuk mendidik masyarakat umum dan medis tentang keberadaan

penyakit ini diwilayah kami. Tujuan: Untuk melaporkan kasus nasal rhinosporidiosis

langkap ada pasien laki-laki 13 tahun dari Sokoto, Western Nigeria Utara. Laporan

Kasus: Seorang anak Alquran 13 tahun laki-laki dari desa Gwadabawa di Negara

Sokoto, Barat Laut Nigeria, yang orang tuanya adalah petani padi, dating keklinik

THT Rumah Sakit Pendidikan Universitas Usmanu Danfodiyo dengan riwayat

epistaksis intermiten selama 15 bulan dan massa pada hidung kiri satu bulan sebelum

datang. Dia diperiksa secara klinis dan tampak adanya massa polypoidal merah muda

yang tumbuh dari septum dan mengisi rongga hidung kiri. Kemudian dilakukan

biopsi pada massa dan pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan histokimia

khusus, yang dikonfirmasi merupakan rhinosporidiosis. Kesimpulan: Rhinospridiosis

Page 3: Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

merupakan kasus tumor hidung yang jarang di wilayah kami dan merupakan penyakit

jamur. Menurut pengetahuan kami, ini adalah kasus pertama yang dilaporkan di

wilayah kami. Lesi ini sebagian besar meniru polip hidung biasa; Oleh karena itu,

penting untuk mempertingkan beberapa diagnosis banding ketika mengevaluasi

pasien dengan tumor nasal di wilayah kami.

KATA KUNCIRhinosporidiosis; tumor nasal; jamur; anak-anak; Nigeria; Ganulomatosa

1. Pendahuluan

Rhinosporidiosis adalah gangguan granulomatosa kronis yang disebabkan oleh

sebuah patogen yang dalam klasifikasi taxonomic selalu disebut Rhinosporidium

seeberi [1,2] Hal ini biasanya menyerang selaput lender dari hidung, nasofaring dan

konjungtiva. Rhinosporidiosis terjadi pada manusia dan hewan, umumnya di daerah

iklim tropis, India dan Srilangka merupakan daerah dengan tingkat endemic yang

tinggi [1-3]. Kasus sporadic dilaporkan dari bagian lain dunia seperti Italy, argentina,

brazil, dan Afrika. Pria umumnya terkena tanpa predileksi rasial dan penyakit ini bisa

di tularkan melalui kontak langsung dengan spora melalui debu, pakaian yang

terinfeksi dan berenang di genangan air [1-3]. Meskipun beberapa kasus nasal

Rhinosporisiosis telah dilaporkan dari bagian timur Nigeria penyakit ini tetap sangat

jarang di wilayah kami. Diagnosis ditetapkan dengan mengamati penampilan

karakteristik organisme pada jaringan biopsi (gambar 1). Pengobatan terdiri dari

bedah eksisi tetapi tingkat kambuh tinggi telah dilaporkan terutama jika bedah

pemusnahan tidak dilaksanakan secara hati-hati. Dari pengetahuan penulis, ini adalah

laporan dokumentasi pertama mengenai nasal Rhinosporidiosis pada manusia dari

Nigeria utara. Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengingatkan para

otorhinolaryngologist agar memiliki kecurigaan yang tinggi akan keberadaan

penyakit ini dalam pengelolaan pasien dengan tumor nasal di wilayah kami.

Page 4: Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

(a)

(b)

Gambar 1. (a) foto mikroskopik menunjukkan sporangium besar berisi spora. (b) foto mikroskopik menunjukkan sporangia yang pecah

2. Laporan Kasus

Seorang anak laki-laki sekolah Alquran berumur 13 tahun dari Gwadabawa di Negara

Bagian Sakoto, Barat Laut Nigeria, yang orang tuanya bekerja memancing, dibawa

keklinik THT Rumah Sakit Pendidikan Universitas Usmanu Danfodiyo dengan

riwayat epistaksis intermiten selama 15 bulan dan massa pada hidung kiri satu bulan

sebelum datang. Pendarahan pada hidung spontan dan terjadi tiap bulan sejak onset

penyakit, tetapi setelah terjadi episode bersin, epistaksis terjadi setiap hari selama dua

bulan sebelum datang. Perkiraan kehilangan darah sebanyak 5 - 10 ml selama setiap

Page 5: Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

episode dan sembuh secara spontan. Terlepas dari adanya obstruksi hidung ipsilateral,

pasien mengaku tidak ada riwayat gejala konstitusional yang signifikan. Ada riwayat

berenang di kolam setempat. Tidak ada riwayat didalam keluarga dengan penyakit

serupa. Pemeriksaan menunjukkan adanya massa polipoid merah seperti stroberi yang

tumbuh dari septum saat probing dan mengisi rongga hidung kiri berhubungan

dengan rhinorrhea dengan lender bening (Gambar 2). Rongga hidung kanan,

nasofaring dan langit-langit secara klinis normal. Selainitu, evaluasi terhadap telinga,

hidung dan tenggorokan tidak dijumpai adanya kelainan.

Investigasi Hematologi menunjukkan volume selmenjadi 24% sedangkan hasil

biokimia berada dalam batas normal. Hasil screening HIV I dan II pada pasien juga

negatif. fotopolos sinus paranasal menunjukkan bayangan jaringan lunak pada rongga

hidung kiri tetapi tidak ada keterlibatan tulang maupun sinus.

Selama anastesi umum, massa pada rongga hidung kiri dieksisi seluruhnya secara

hati-hati diikuti oleh koagulasi elektro pada dasar lesi. Massa merah tersebut rapuh

dan berukuran sekitar 2 cm hingga 3 cm. Histopatologi dari spesimen menunjukkan

berbagai sporangium yang mengandung spora patognomonic rhinosporidiosis.

Operasi berjalan lancar dan tidak ada bukti adanya kekambuhan setelah satu tahun

follow up.

Gambar 2. Massa merah seperti stroberi mengisi rongga hidung kiri

Page 6: Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

3. Patologi

Foto mikroskopik pewarnaan eosin hematoxylin sediaan ditunjukkan pada gambar 1

(a) dan 1 (b). stroma sub epitel terdiri dari kelenjar hyperplasia yang diselingi oleh

banyak kista kelenjar dilapisi oleh spongarium berdinding tebal yang berisi banyak

spora. Beberapa kista kosong yang jelas. Terdapat stroma neutropilik padat dan

infiltrasi lipoplasmatik. Gambaran ini merupakan gambaran rhinosporisdiosis.

4. Diskusi

Rhinosporidiosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

rhinosporidiumseeberi, dilaporkan telah menyebabkan endemic di Asia Selatan (India

dan Srilanka). Kasus ini juga ditemukan di Amerika, Itali, Brazil, Argentina dan

Afrika. Kasus pertama dilaporkan pada beberapa abad yang lalu dari Negara

Argentina yang mengenai pasien yang berusia 19 tahun. Ada tampilan yang

bertentangan pada taxonomic dan posisi philogenetik dari agen kausatif R.Seeberi,

tetapi pada studi terbaru menggunakan teknik molekuler, biologi philogenetik

mengklasifikasikannya dengan katak dan amphibi pathogen didalam sebuah

klasifikasi baru yaitu mesomycetozoea.

Habitat alaminya tidak ditetapkan, walaupun ada beberapa bukti yang mengatakan

lokasinya didasar danau, danau buatan dan sungai. Jadi kami percaya bahwa pasien

yang beraktivitas disungai mempunyai risiko yang paling tinggi mengidap penyakit

ini. Pasien yang terkena bisanya menampilkan gejala hidung berair, gatal, dan adanya

cairan di post nasal, dan terkadang epistaksis.

Tempat predileksi umumnya dari nasal rhinosporidiosis adalah garis septum mukosa,

turburasi inferior, vestibulum, nasopharing, lantai dari nasal yang membedakannya

dari polip nasal biasa, yang biasa muncul ditengah turburasi. Itu sebabnya klinisi

melakukan evaluasi pada pasien-pasien ini.

Diagnosis defenitif dari rhinosporidiosis adalah berdasarkan gambaran histologi dari

biopsi jaringan yang menampilkan tampilan patognomonik dari penampilan penyakit

tersebut. Bedah eksisi adalah pilihan yang paling memungkinkan sebagai bagian dari

tatalaksana. Tingginya insidensi dari kekambuhan yang bersifat local umunya

Page 7: Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

dikarenakan masuknya endospora pada mukosa yang berdekatan, oleh karena itu

eksisi luas dan elektrokoagulasi didaerah dasar direkomendasikan (2-4). Terapi medis

dengan dapsone (4,4 diagseminodiphenylsulfone) merupakan satu-satunya obat yang

ditemukan dan dilaporkan yang memiliki efek anti rhinosporidal, mekanisme kerja

dari obat ini adalah menghentikan maturasi dari sporangia dan mendorong terjadinya

fibrosis di dalam stroma. Angka keberhasilan masih diobservasi dalam usaha

pencegahan dari kekambuhan dengan penggunaan dapsone.

5. Kesimpulan

Rhinosporidiosis tetap menjadi teka-teki klinis yang langka di wilayah kami yang

jarang didiagnosis secara klinis dan sering keliru dengan penyakit neoplastik.

Laporan ini menyoroti fakta bahwa penyakit ini ada di Nigeria dan harus

dipertimbangkan sebagai diagnosis banding untuk tumor nasal.

DAFTAR PUSTAKA

1. S. N. Arsecularatne, “Recent Advances in Rhinosporidi-osis and Rhinosporidium seeberi,” Indian Journal of Medical Microbiology, Vol. 20, No. 3, 2002, pp. 119-131.

2. S. Uledi and F. Ayubu, “Human Nasal Rhinosporidiosis: A Case Report from Malawi,” The Pan African Medical Journal, Vol. 9, 2011, p. 27.

3. S. N. Arseculeratne, S. Sumathipala and N. B. Eriyagama, “Patterns of Rhinosporidiosis in Sri Lanka Comparison with International Data,” The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health, Vol. 41, No. 1, 2010, pp. 175-191.

4. S. Nayak, B. Acharjya, B. Devi, A. Sahoo and N. Singh, “Disseminated Cutaneous Rhinosporidiosis,” Indian Jour- nal of Dermatology, Venereology and Leprology, Vol. 73, No. 3, 2007, pp. 185-187. http://dx.doi.org/10.4103/0378-6323.32744

5. S. N. Arseculeratne and L. Mendoza, “Rhinosporidiosis,” In: W. G. Merz and R. Hay, Eds., Topley and Wilson’s Microbiology and Microbial Infections, 10th Edition, ASM Press, Hodder Arnold, 2005, pp. 436-475.

Page 8: Nasal Rhinosporidiosis Pada Anak Nigeria

6. C. N. Pereira, I. Di Rosa, A. Fagotti, F. Simoncelli, R. Pascolini and L. Mendoza, “The Pathogen of Frogs and Amphibiocystidium ranae is a Member of the Order Der-mocystida in the Class Mesomycetozoea,” Journal of Clinical Microbiology, Vol. 43, No. 1, 2005, pp. 192-198. http://dx.doi.org/10.1128/JCM.43.1.192-198.2005

7. V. Thankamani, M. S. Lipin-Dev, “Rhinosporidium see-beri Proven as a Fungus for the First Time after a Century Since Its Discovery,” Research in Biotechnology, Vol. 3, No.1, 2012, pp. 41-46.

8. V. Thankamani and M. S. Lipin-Dev, “Demonstration of Viability and Development Stages of 10 Years old Refri-gerated Culture of Rhinosporidium seeberi (?) UMH.48 First Ever Isolated from Nasal Rhinosporidiosis Yet Another Milestone, a Tribute to Guillermo Seeber,” Jour- nal of Biotechnology and Biotherapeutics—IJPI’s Jour-nal, Vol. 1, 2011, pp. 11-21.

9. K. Kumara, S. Saranga, E. Navaratne, A. Dhammika and A. Sarath, “The Identification of the Natural Habitat of Rhinosporidium seeberi with R. seeberi-Specific in Situ Hybridization Probes,” Journal of Infectious Diseases and Antimicrobial Agents, Vol. 25, 2008, pp. 25-32.

10. B. C. Ezeanolue and M. A. C. Odike, “Nasal Rhinospori-diosis: A Case Report and Outcome of Therapy with Fluconazole,” Nigerian Journal of Otorhinolaryngology, Vol. 1, No. 1, 2004, pp. 22-24.