Upload
trandan
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
i
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP
Kerjasama
Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap
Dengan
Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Purwokerto
2016
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
ii
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP
NOMOR …… TAHUN 2016
TENTANG
PEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP
LPPM IAIN PURWOKERTO 2016
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................ 1 B. Identifikasi Masalah .................................... 9
C. Tujuan Dan Manfaat Naskah Akademik ....... 9 D. Metode Analisis Naskah Akademik .............. 10
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis ............................................ 12 B. Praktek Empiris .......................................... 17
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT .................
20
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN
YURIDIS
A. Landasan Filosofis ...................................... 46 B. Landasan Sosiologis .................................... 48
C. Landasan Yuridis ........................................ 52
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RU-ANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
A. Rumusan Akademik Berbagai Istilah dan
Frase ..........................................................
56
B. Muatan Materi Peraturan Daerah ................ 57
BAB VI PENUTUP ........................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup-an bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rak-yat Indonesia. Dalam sila kelima Pancasila dan pembukaan Un-
dang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rak-
yat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi pembangunan bangsa, sehingga setiap warga Negara Indonesia, berhak atas kesejahteraan.
Cita-cita luhur dari kemerdekan Negara Republik Indone-sia tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, tujuan
dibentuknya Pemerintah Negara Indonesiaadalah:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2. Memajukan kesejahteraan umum, 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ke-
merdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Peningkatan kesejahteraan petani sebagai bagian dari
bangsa Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pencapaian tujuan negara sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yakni
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indone-sia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup-an bangsa. Hal ini juga selaras dengan nilai-nilai Pancasila.
Mengingat bangsa Indonesia sejak dahulu telah mempunyai jati diri dengan falsafah hidup seperti tertuang dalam Pancasila,
maka dapat dikatakan bahwa norma dari paradigma nasional adalah Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional, Wawasan Nusantara se-
bagai landasan visional, Ketahanan Nasional sebagai landasan konsepsional.
Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia termasuk para petani berhak dan wajib sesuai dengan kemampuannya i-kut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan ke-
sejahteraan, khususnya di bidang Pertanian.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
2
Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, salah
satu tujuan pembangunan Pertanian diarahkan untuk mening-katkan sebesar-besar kesejahteraan Petani. Selama ini Petani
telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi perdesaan. Petani seba-gai pelaku pembangunan pertanian perlu diberi perlindungan
dan pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar Setiap Orang guna mewu-judkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahan-
an pangan secara berkelanjutan.
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sampai se-
karang sekitar 70 persen penduduk menggantungkan hidup dari sektor pertanian atau mempunyai mata pencaharian se-bagai petani, akan tetapi nasib petani dari hari ke hari kian ter-
puruk. Tingkat kesejahteraannya tidak membaik seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semestinya dinikmati bersa-
ma. Petani semakin terpuruk disertai posisi tawar mereka le-mah sehingga masalah yang dihadapi ibarat sebuah lingkaran yang tak berujung pangkal. Kebijakan pemerintah sudah ba-
nyak dilakukan namun belum mengena sasaran, belum power-ful, dan belum intensif. Akibatnya, nilai tukar produk pertanian
termasuk pangan tetap rendah.
Di dalam proses pembangunan pertanian, telah diketahui umum bahwa status petani mempunyai peran ganda. Selain
menjadi sasaran dalam pembangunan yang harus ditingkatkan kesejahteraannya, petani juga berperan sebagai pelaku utama.
Dengan kedudukan ganda seperti itu, maka pelibatan petani dalam proses pembangunan memiliki arti yang sangat strategis. Ia sebagai pelaku, mengetahui persis apa yang diperlukan dan
apa yang harus dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Peningkatan pendapatan di sektor pertanian pun terma-
suk paling lambat. Kebijakan dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang pertanian (harga minimum, harga maksi-
mum, subsidi) seolah selalu menempatkan pertanian pada po-sisi yang diperhatikan, namun dalam kenyataan membuktikan bahwa pertanian menjadi sektor yang inferior dalam pengem-
bangannya. Dampak faktor internal (dalam negeri) ditunjang faktor eksternal (liberalisasi perdagangan) adalah pada keterpu-
rukan pertanian yang pada gilirannya menurunkan kesejahte-raan petani.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
3
Dalam menyelenggarakan pembangunan Pertanian, peta-ni mempunyai peran sentral dan memberikan kontribusi besar.
Pelaku utama pembangunan Pertanian adalah para Petani, yang pada umumnya berusaha dengan skala kecil, yaitu rata-
rata luas usaha tani kurang dari 0,5 hektare, dan bahkan seba-gian dari Petani tidak memiliki sendiri lahan usaha tani atau disebut petani penggarap, bahkan juga buruh tani. Petani pada
umumnya mempunyai posisi yang lemah dalam memperoleh sarana produksi, pembiayaan usaha tani, dan akses pasar.
Pertanian dan masyarakat tani Indonesia berada pada ti-
tik nadir. Pertanian rakyat, seperti tanaman pangan misalnya, telah lama mengalami leveling-off . Pertanian dan masyarakat
tani mengalami proses pemiskinan sistemik dan masif. Berapa pun in-put diberikan, produksi padi petani tidak bertambah.
Begitu pula kenaikan harga dasar gabah dan beras tak mampu mengangkat petani dari keterpurukan. Petani-petani dengan berbagai produk pertanian lainya mengalami hal serupa.
Proses pemiskinan itu datang dari banyak sisi. Kebijakan pertanian misalnya, sering tidak berangkat dari kondisi objektif masyarakat tani dan pertanian nasional. Nasib petani semakin
dipertanyakan dalam gonjang-ganjing politik ekonomi perberas-an saat ini. Beriring dengan itu petani dihadang masalah tata-
niaga, pemasaran, termasuk distribusi dan sebagainya. Sebagi-an besar petani tampak lebih sebagai sapi perah korporasi be-sar saprotan baik pupuk, pestisida, benih, hingga perniagaan
produk-produk pertanian. Sementara kepemilikan dan pengu-sahaan lahan pertanian terus mengecil. Keadaan itu diperparah
oleh kondisi kesuburan lahan yang kian memburuk. Kemam-puan pembudidayaan terus tertinggal dibanding petani di ber-bagai negara manca. Perbankan dan stake-holder lainnya tam-
pak enggan memberikan dukungan kepada petani dan sektor pertanian.
Bersamaan dengan itu kebijakan Indonesia go Organic 2010 yang dicanangkan Departemen Pertanian dapat menjadi
salah satu entry point penguatan masyarakat tani dan per-tanian nasional. Banyak alasan yang mendasari pilihan ini. Di antaranya, gerakan pertanian organik yang terus menguat se-
bagai buah kesadaran akan dampak buruk pertanian agro-kimia (sintetik). Gerakan itu telah dimulai sejak awal tahun 80-
an, terutama dimotori oleh LSM.
Pasar produk-produk pertanian organik dalam negeri yang terus tumbuh juga menjadi alasan penting. Berbagai pem-
beritaan memperlihatkan bahwa pertumbuhan itu tidak karena
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
4
gaya hidup, melainkan kesadaran akan konsumsi sehat (heal-thy foods & beverages). Titik-masuk ini sangat berpeluang un-
tuk membangun kembali pertanian berkelanjutan.
Pertanian organik memiliki back-ward dan forward lin-kage yang besar. Keduanya akan berdampak pada penumbuh-an banyak jenis pekerjaan dan lapangan kerja. Namun disadari
bahwa perubahan dari pola tanam yang mengandalkan bahan kimia ke pertanian organik bukanlah pekerjaan mudah, sebab ia menyangkut juga perubahan pola pikir petani. Oleh karena
itu pemberdayaan petani oleh pemerintah daerah seyogyanya dilakukan dengan dengan berbasis pada kepentingan petani
mencari jalan pemecahannya.
Selain itu, petani dihadapkan pada kecenderungan ter-jadinya perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam
dan risiko usaha, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada Petani. Oleh karena
itu, diperlukan upaya untuk melindungi dan sekaligus mem-berdayakan Petani.
Permasalahan yang dihadapi petani sangat banyak dan
bervariasi. Beberapa problem yang mendasar yang dihadapi pe-tani adalah lemah dalam hal akses modal, sehingga menga-kibatkan inefesiensi sarana produksi pertanian, skala usaha
pertanian juga masih sangat terbatas. Faktor-faktor secara ti-dak langsung mengakibatkan rendahnya kualitas produksi per-
tanian dan orientasi petani tidaklah pada orientasi pasar tetapi sebatas untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga petani.
Disisi lain, pengalihan fungsi tanah pertanian, khusus-
nya di Jawa, bagaimanapun juga menyumbang pada penurun-an kemampuan penyediaan pangan nasional untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Pada kenyataannya, sejak
kemerdekaan, pertanian pangan di Jawa menyediakan lebih da-ri 50% persediaan beras di Indonesia. Pada kenyataannya sejak
tahun 70-an hingga sekarang Indonesia mengandalkan beras impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras dalam ne-geri.
Upaya pemberdayaan memiliki peran penting untuk men-capai kesejahteraan petani yang lebih baik. Pemberdayaan di-
lakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir pe-tani, meningkatkan usaha tani, serta menumbuhkan dan me-nguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berda-
ya saing tinggi dalam ber-usaha tani. Beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi petani agar lebih berdaya, antara lain, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
5
pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian; pengutamaan hasil pertanian dalam negeri un-
tuk memenuhi kebutuhan pangan nasional; konsolidasi dan ja-minan luasan lahan pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan
dan permodalan; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknolo-gi, dan informasi; dan penguatan Kelembagaan Petani.
Terdapat tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:
a) Sebuah proses pembangunan bermula dari pertumbuhan in-dividual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubah-an sosial yang lebih besar, b) Sebuah keadaan psikologis yang
ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengen-dalikan diri dan orang lain, c) Pembebasan yang dihasilkan oleh
gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh
kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih mene-kan.
Sasaran pemberdayaan petani adalah petani, terutama kepada petani penggarap paling luas 2 (dua) hektare (tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah
melakukan usaha tani); petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada luas lahan paling luas 2 (dua) hektare; petani hortikultura, pekebun, atau
peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan,
yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable”. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut
(safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini
berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman disebut sebagai
alternative development, yang menghendaki „inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality andintergenerational equaty”.
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang
dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
6
dari perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan
masyarakat. Menurut Sumodiningrat, bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan
masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.
Mubyarto menekankan bahwa terkait erat dengan
pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia, penciptaan peluang usaha yang sesuai dengan
keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan
lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Upaya pemberdayaan masyarakat ini kemudian pada pemberdayaan ekonomi rakyat dapat
terimplementasi. Logika berfikir dari teori di atas, dapat dipakai pada pemberdayaan kehutanan.
Dengan demikian, maka pemberdayaan petani diartikan sebagai suatu sistem pendidikan di luar sekolah (nonformal) untuk para petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka
tahu, mau, mampu, dan berswadaya mengatasi masalahnya secara baik dan memuaskan dan meningkat kesejahteraannya. Fokus pemberdayaan petani di samping memberikan edukasi
dan tranformasi pengetahuan kepada petani, juga penting untuk memperkuat kelembagaan pertanian.Dalam kehidupan
komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial dalam suatu komunitas petani.
Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk mengubah pola pikir ke arah yang lebih maju, peningkatan kemampuan usaha tani, penumbuhan dan penguatan
kelembagaan petani guna meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam paradigma baru, pemberdayaan bukan menempatkan
petani dan nelayan sebagai obyek tetapi lebih mengutamakan petani sebagai manusia bukan sebagai sasaran. Uphoff (1988) menyatakan bahwa manusia tidak lagi harus diidentifikasi
sebagai “kelompok sasaran”, melainkan sebagai “pemanfaat yang diharapkan” yaitu mereka yang akan diuntungkan dengan
adanya program-program tersebut. Oleh karena itu, harus lebih jelas “kepada siapa” peraih manfaatnya dan “bagaimana” program dilaksanakan harus lebih besar mencerminkan
pendekatan “proses belajar”. Pendekatan ini diharapkan akan menghasilkan partisipasi Petani secara maksimal dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Petani dan Nelayan akan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
7
merasa memperoleh manfaat untuk meningkatkan taraf kesejahteraannya.
Untuk itu, maka paradigm pemberdayaan Petani menggunakan pendekatan “farmer first”. Dalam konsep farmer first, menurut Chambers (1993), tujuan utama pemberdayaan adalah: Pertama; Petani difasilitasi oleh pihak luar dalam
menganalisis kebutuhan dan prioritas. Kedua; Alih teknologi dari pihak luar kepada petani melalui prinsip-prinsip, metode-metode dan seperangkat pilihan-pilihan.Ketiga; Petani
diberikan kesempatan untuk memilih materi yang dibutuhkannya. Keempat: Karakteristik perilaku petani
dicirikan oleh pengaplikasian prinsip-prinsip, memilih dari seperangkat pilihan-pilihan dan mencoba serta menggunakan
metode-metode, dan Kelima: Hasil utama yang ingin dicapai oleh pihak luar adalah petani mampu meningkatkan
kemampuan adaptasinya serta memberikan pilihan-pilihan yang lebih luas bagi petani. Keenam: Karakteristik model penyuluhan yang utamanya yaitu dari petani ke petani.
Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam membentuk dan merubah perilaku
masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Pembentukan dan perubahan perilaku tersebut, baik dalam
dimensi sektoral yakni dalam seluruh aspek/sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materiil hingga non materiil;
dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau
dari seluruh strata masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada
masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan
diri mereka.
Di Indonesia, perkembangan pemberdayaan petani dan
nelayan kecil dikenaldengan program penyuluhan, dimulai bersamaan dengan berdirinya Departemen Pertanian (Van Landbouw) pada tahun 1905. Pada masa itu, salah satu tugas
departemen tersebut adalah menyalurkan hasil penyelidikan pertanian kepada petani. Lalu, menjelang dan awal Pelita I,
melalui program Bimbingan Massal-Intensifikasi Massal (Bimas- Inmas), penyuluhan dilakukan besar-besaran. Walaupun demikian, praktis sejak perang kemerdekaan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
8
orientasi kegiatan penyuluhan ditujukan untuk meningkatkan produksi bahan makanan pokok rakyat Indonesia yaitu beras.
Tantangan era globalisasi dalam struktur perekonomian adalah perdagangan bebas. Dalam perdagangan bebas berarti
ada persaingan. Dalam globalisasi tersebut yang akan bersaing adalah barang sekunder, yaitu produk agroindustri. Di Indonesia bahan baku untuk industri tersedia, tetapi yang
menjadi kendala adalah penggunaan dan penguasaan teknologi modern yang memperkuat agribisnis, atau penekanan masalah yang dihadapi dalam era globalisasi adalah pada peningkatan
SDM termasuk bagi para petani.
Mendasarkan hal di atas, maka arah pengembangan
pertanian ke depan adalah agribisnis, yaitu mengembangkan pertanian dan agroindustri atau industri yang mengolah hasil pertanian/perikanan dan jasa-jasa yang menunjangnya.
Termasuk di dalam perikanan, misalnya di Indonesia ini dari sisi penawaran, kita memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km2
dan garis pantai sepanjang 90 ribu km, adalah merupakan basis kegiatan ekonomi perikanan yang sangat besar. Hal ini tentu belum termasuk potensi perikanan air tawar, baik
perairan umum (sungai dan danau), budidaya kolam, budidaya ikan karamba/jarring apung, budidaya ikan rawa dan budidaya ikan sawah yang juga masih terbuka luas.
Semakin kuatnya penetrasi dan tekanan ekonomi kapitalis ke pedesaan, dalam bentuk penerapan teknologi
modern dan sistem pasarisasi yang mengutamakan efisiensi, menyebabkan makin longgarnya norma dan nilai ikatan sosial yang terjalin dalam kelembagaan di pedesaan. Maraknya
prinsip “ekonomi uang” makin melemahkan peran lembaga tradisional di pedesaan, dimana sifatnya yang dipandang cenderung involutif karena lebih menekankan hubungan
produksi dalam bentuk pertukaran (resiprositas). Namun, masih kuatnya sentimen individu dalam kelompok dan
kemampuan merespon perkembangan teknologi menumbuhkan kemampuan beradaptasi petani dengan kemajuan
pembangunan melalui partisipasi. Makna partisipatif yang paling sederhana adalah merupakan hak setiap orang untuk
dapat ikut serta terlibat atau dilibatkan dalam segala proses pembangunan, melibatkan seluas-luasnya stake holder yang
ada dalam setiap kebijakan publik, tidak sebatas lembaga formal semata.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasakan uraian latar belakang yang telah dipaparkan
di atas, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Lemahnya keberpihakan dan dukungan (political will) pemerintah kepada petani dalam sistem distribusi pangan. Hal ini terlihat pada sedikitnya program Pemberdayaan
Petani dan lemahnya dukungan terhadap penyuluh pertanian semakin melemah. Sedangkan petani masih
belum bisa terlindungi dari tengkulak. Karena itu, rantai distribusi pangan juga menjadi panjang dan tidak efisien.
2. Lemahnya kualitas SDM petani dalam sistem distribusi
pangan. Tingkat pendidikan yang relatif rendah dari petani, ditambah dengan kurangnya sarana pendidikan dan pelatihan terkait kewirausahaan dan sistem distribusi
pangan menjadikan kualitas SDM petani sangat lemah. Kondisi ini menyulitkan pula untuk memanfaatkan teknologi
pertanian.
3. Terbatasnya infrastruktur, prasarana dan sarana untuk mendorong peran petani dalam sistem distribusi pangan.
Kondisi infrastruktur, sarana dan prasarana yang dimiliki petani dalam mendukung usaha distribusi hasil pertanian
masih sangat terbatas. Biaya distribusi menjadi tinggi. Sementara fasilitas bagi penyimpanan, pergudangan dan pengawetan hasil pertanian masih sangat terbatas.
4. Belum optimalnya kelembagaan yang menaungi dan memfasitasi kepentingan petani dalam sistem distribusi pangan. Belum optimalnya peran Koperasi Unit Desa dalam
memfasilitasi petani dalam usaha distribusi pangan. Pembinaan yang dilakukan pemerintah masih minim, tak
terkecuali bantuan dan kemudahan permodalan
Masih terbatasnya akses permodalan masyarakat petani khususnya keterlibatan dalam sistem distribusi pangan.
Permodalan masih sulit diakses oleh petani. Persyaratan perbankan yang sulit dipenuhi menyebabkan mereka tidak bankable. Sedangkan mengharapkan bantuan dari pemerintah
jauh dari harapan.
C. Tujuan Dan Manfaat Naskah Akademik
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
10
tentang Pemberdayaan Petani adalah untuk melakukan penelitian atau pengkajian terkait dengan kewajiban
Pemerintah Daerah dalam melakukan pemberdayaan petani. Oleh karena itu, tujuan pokok dari penyusunan Naskah
akademik peraturan daerah ini adalah :
1. Meningkatkan keberpihakan dan dukungan (political-will) pemerintah kepada petani dalam sistem distribusi pangan.
2. Meningkatkan kualitas SDM petani dalam sistem distribusi pangan.
3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana,dan pemanfaatan lahan pertanian untuk mendorong peran petani dalam sistem distribusi pangan.
4. Optimalisasi fungsi dan peran kelembagaan yang menaungi dan memfasitasi kepentingan petani dalam sistem distribusi pangan.
5. Memperkuat akses permodalan yang dimiliki petani dan khususnya pada keterlibatan dalam sistem distribusi
pangan.
Adapun tujuan pokok dari dibuatnya Peraturan daerah ini adalah sebagai landasan hukum bagi pemerintah daerah
dalam upaya pemberdayaan petani. Dengan demikian, naskah akademik ini diharapkan memiliki kemanfaatan
sebagai landasan, alasan, dan arahan dalam proses pemberdayaan petani baik menyangkut peningkaan kualitas SDM petaninya maupun kualitas layanan peningkatan
pemberian modal usaha tani yang secar rutin pembiayaanya bersumber dari APBD kabupaten Cilacap.
D. Metode Analisis Naskah Akademik
Metode analisis yang digunakan dalam naskah akademik
ini adalah metode sosiolegal. Artinya, kaidah-kaidah hukum, baik yang berupa perundang-undangan, maupun berbagai tradisi lokal, dijadikan sebagai bahan rumusan pasal-pasal
yang dituangkan dalam rancangan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pemberdayaan Petani.
Metode ini didasari oleh sebuah teori bahwa hukum yang baik adalah hukum yang tidak hanya berlandaskan pada
kaidah-kaidah teoritis, akan tetapi juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
11
Untuk itu, langkah-langkah dalam menerapkan metode analisis sosiolegal ini meliputi :
1. Identifikasi permasalahan terkait dengan pembangunan perdesaan,
2. inventarisasi bahan hukum yang terkait, 3. sistematisasi bahan hukum, 4. analisis bahan hukum, dan
5. perancangan dan penulisan.
-- --
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
12
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIK
A. Kajian Teoritis
Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan penerima manfaat dari proses mencari
solusi dan meraih hasil pembangunan. Dengan demikian maka masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapi. Upaya-upaya pemberdayaan
masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam memben-
tuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Pembentukan dan perubahan pe-rilaku tersebut, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam selu-
ruh aspek/sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kema-syarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materiil
hingga non materiil; dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni
dapat menjangkau dari seluruh strata masyarakat. Pember-dayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali poten-
si dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran
dan pemampuan diri mereka.
Di Indonesia, perkembangan pemberdayaan petani dengan program penyuluhan, dimulai bersamaan dengan
berdirinya Departemen Pertanian (Van Landbouw) pada tahun 1905. Pada masa itu, salah satu tugas departemen tersebut
adalah menyalurkan hasil penyelidikan pertanian kepada petani. Lalu, menjelang dan awal Pelita I, melalui program Bimbingan Massal-Intensifikasi Massal (BimasInmas),
penyuluhan dilakukan besar-besaran. Walaupun demikian, praktis sejak perang kemerdekaan orientasi kegiatan penyuluhan ditujukan untuk meningkatkan produksi bahan
makanan pokok rakyat Indonesia yaitu beras.
Puncak pengaruh langsung maupun tidak langsung
pelaksanaan penyuluhan adalah keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan, yaitu beras yang diakui secara internasional pada sidang FAO 1985 di Roma. Namun,
landasan penyuluhan yang selama ini diketahui hanya sekedar meningkatkan produksi perlu dikaji kembali. Selain itu,
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
13
kelembagaan/institusi (pendidikan/ pemerintahan/birokrasi) yang juga lebih berorientasi pada peningkatan produksi sektor
pertanian (termasuk subsektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan) juga perlu ditinjau kembali.
Menurut Karsidi (2001),visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah terwujudnya kondisi ideal adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran malapetaka
kemelaratan. Visi ideal tersebut diterima secara universal sehingga pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian secara global, termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah pengembangan sistem pertanian menuju usahatani berkelanjutan merupakan
salah satu misi utama pembangunan pertanian di Indonesia.
Menurut Korten ( 1984), masa pasca industri akan menghadapi kondisi-kondisi baru yang sama sekali berbeda
dengan kondisi di masa industri, dimana potensi-potensi baru penting dewasa ini memperkokoh kesejahteraan, keadilan, dan
kelestarian umat manusia. Titik pusat perhatian adalah pada pendekatan ke arah pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
Pasal 1 ,definisi Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani untuk melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan,
penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan,
teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani.
Konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar
berarti menempatkan masyarakat beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Menghidupkan kembali berbagai pranata
ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan. Ekonomi rakyat akan
terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada didalam masyarakat dikembangkan
kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat.
Beberapa aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pemberdayaan masyarakat petani dan
nelayan, antara lain :
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
14
a Pengembangan organisasi/kelompok masyarakat yang dikembangkan dan berfungsi dalam mendinamisir kegiatan
produktif masyarakat, misalnya berfungsinya HKTI, HNSI , dan organisasi lokal lainnya.
b Pengembangan jaringan strategis antar kelompok/organisasi masyarakat yang terbentuk dan berperan dalam pengembangan masyarakat tani dan nelayan, misalnya
asosiasi dari organisasi petani dan nelayan, baik dalam skala nasional, wilayah, maupun lokal.
c Kemampuan kelompok petani dan nelayan kecil dalam
mengakses sumber-sumber luar yang dapat mendukung pengembangan mereka, baik dalam bidang informasi pasar,
permodalan, serta teknologi dan manajemen, termasuk didalamnya kemampuan lobi ekonomi. Di sinilah maka perlunya ekonomi jaringan dipembangkan. Ekonomi
jaringan adalah suatu perekonomian yang menghimpun para pelaku ekomomi, baik dari produsen, konsumen,
service provider, equipment provider, cargo, dan sebagainya di dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronik maupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan
dinamis. Ekonomi jaringan ini harus didukung oleh jaringan telekomunikasi, jaringan pembiayaan, jaringan usaha dan perdagangan, jaringan advokasi usaha, jaringan
saling belajar, serta jaringan lainnya seperti hasil temuan riset dan teknologi/inovasi baru, jaringan pasar, infomasi
kebijakan dan pendukung lainnya yang dapat diakses oleh semua dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu.
d Pengembangan kemampuan-kemampuan teknis dan
manajerial kelompok-kelompok masyarakat, sehingga berbagai masalah teknis dan organisasi dapat dipecahkan dengan baik. Di sini, selain masyarakat sasaran (petani dan
nelayan), juga para petugas penyuluh/pendamping pemberdayaan masyarakat harus meningkatkan kompetensi
diri sebagai petugas yang mampu memberdayakan , karena banyak diantara mereka justru ketinggalan kemampuannya dengan kelompok sasarannya.
Kesejahteraan dan realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pembangunan yang memihak rakyat. Perasaan
berharga diri yang diturunkan dari keikutsertaan dalam kegiatan produksi adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi dengan keikutsertaan dalam konsumsi
produk-produknya. Keefisienan sistem produksi, karenanya haruslah tidak semata-mata dinilai berdasar produk-
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
15
produknya, melainkan juga berdasar mutu kerja sebagai sumber penghidupan yang disediakan bagi para pesertanya,
dan berdasar kemampuannya menyertakan segenap anggota masyarakat.
Salah satu perbedaan penting antara pembangunan yang memihak rakyat dan pembangunan yang mementingkan produksi ialah bahwa yang kedua itu secara terus menerus
menundukkan kebutuhan rakyat di bawah kebutuhan sistem agar sistem produksi tunduk kepada kebutuhan rakyat.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus mampu
mengembangkan teknik-teknik pendidikan tertentu yang imajinatif untuk menggugah kesadaran masyarakat. Menurut
Sikhondze (1999), orientasi pemberdayaan masyarakat haruslah membantu petani dan nelayan (sasaran) agar mampu mengembangkan diri atas dasar inovasi-inovasi yang ada,
ditetapkan secara partisipatoris, yang pendekatan metodenya berorientasi pada kebutuhan masyarakat sasaran dan hal-hal
yang bersifat praktis, baik dalam bentuk layanan individu maupun kelompok. Sedangkan peran petugas pemberdayaan masyarakat sebagai outsider people dapat dibedakan menjadi 3
bagian yaitu peran konsultan, peran pembimbingan dan peran penyampai informasi.
Beberapa pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat (Karsidi, 2001) menuju kemandirian petani dan nelayan kecil, dapat ditempuh dengan berbagai upaya sebagai
berikut :
a Memulai dengan tindakan mikro dan lokal. Proses pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan mikro
dan lokal, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro–makro harus terus menerus menjadi bagian
pembelajaran masyarakat agar berbagai pengalaman mikro dapat menjadi policy input dan policy reform sehingga memiliki dampak yang lebih luas. Petugas
pemberdayaan/pendamping masyarakat tani dan nelayan kecil seyogyanya diberikan kebebasan untuk
mengembangkan pendekatan dan cara yang sesuai dengan rumusan tuntutan kebutuhan setempat/lokal di wilayah tugasnya masing-masing.
b Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Karena masing-masing daerah
potensinya berbeda, maka kebijakan yang akan diberlakukan juga berbeda antar daerah. Pemberlakuan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
16
kebijakan secara seragam untuk semua daerah harus ditinggalkan.
c Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak
mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih
menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan
masyarakat dalam skala besar dan lebih lanjut akan memungkinkan terjadinya kerjasama antar kawasan yang
lebih produktif.
d Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya
pemberdayaan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar
diciptakan oleh masyarakat sendiri. Misalnya lumbung desa dan organisasi lokal lainnya dipersilahkan tetap hidup.
e Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis. Perlu
dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan masyarakat lokal pada input
luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. Temuan-temuan lokal oleh petani dan nelayan setempat
harus mendapatkan pengakuan sejajar dan dipersilahkan bebas berkompetisi dengan inovasi baru dari luar. Pola penyuluhan yang bersifat sentralistik, topdown dan linier
perlu diubah menjadi pendekatan yang lebih dialogis dan hadap masalah.
f Pengembangan kesadaran pelaku ekonomi. Karena peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal dengan politik ekonomi, maka tindakan yang hanya ber-
orientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Pemberdayaan yang diperlukan adalah tindakan berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari
belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Komitmen para petugas
pemberdayaan masyarakat dan lembaga-lembaga terkait pada pengembangan kemandirian petani dan nelayan kecil merupakan sesuatu yang sangat diperlukan.
g Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
17
mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang
produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan. Salah satu yang sudah waktunya dibangun adalah jaringan
infrastruktur telekomunikasi dan sistim informasi pendukungnya yang memanfaatkan seperti internet untuk membuka pintu gerbang seluas-luasnya bagi petani dan
nelayan atas informasi yang diperlukan bagi pengembangan usahanya (setidaknya melalui mediasi para petugas penyuluh/pendamping pemberdayaan masyarakat).
Kontrol kebijakan. Agar kebijakan pemerintah benar-benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, maka
kekuasaan pemerintah harus dikontrol. Sebagai contoh adalah keikutsertaan organisasi petani dan nelayan dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan pertanian dan
perikanan.
B. Kajian Empiris
Beberapa tahun terakhir, petani Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan, seperti kekeringan, kelangkaan
pupuk, hama, puso, gagal panen dan sebagainya. Baru saja petani bisa mendapatkan angin segar dengan adanya kenaikan harga gabah hasil produksinya, ijin impor beras untuk perum
bulog turun dengan dalih mendukung program beras untuk rakyat miskin (raskin). Padahal sebelumnya, Pemerintah
menegaskan akan mempertahankan kebijakan larangan impor beras karena perkiraan produksi dalam negeri yang masih di atas kebutuhan konsumsi. Kebijakan pemerintah Indonesia
untuk mengimpor beras dari negeri tetangga ini menimbulkan sebuah ironi. Impor beras akhirnya menjatuhkan harga beras local. Kebijakan impor beras menyebabkan merosotnya tingkat
pendapatan petani. Beras impor menjatuhkan harga panen petani baik harga kering giling (GKG) dan harga beras sampai
20%. Ditambah lagi akibat dari kenaikan bbm. Kesimpulannya dilihat dari segi apapun, kebijakan impor beras tersebut tidak akan menguntungkan perberasan secara nasional dan akan
semakin memperuk petani.
Apabila dilihat dari potensi sumber daya alam
seseungguhnya Kabupaten Cilacap memiliki prospek yang cukup baik sebagai pengahasil produksi hasil pertanian dan menjanjikan apabila masyarakat petaninya menyadari
sepenuhnya bahwa bidang pertanian dapat dijadikan sebagai asset untuk dapat menjanjikan masa depan mereka.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
18
Hambatan – hambatan struktural yang cukup mempengaruhi mengapa petani – petani di kabupaten cilacap belum dapat
berkembang secara intensif dari segi pertanian secara umum adalah hambatan sikap mental masyarakat yang belum
menyadari sepenuhnya bahwa lahan pertanian dapat dijadikan sebagai mata pencaharian utama. Kedua bahwa tingkat pendidikan masyarakt akan pentingnya mengembangkan
aspek kewirausahaan belum bertumbuh secara nyata, ketiga kurangnya modal sehingga dapat mengurangi animo masyarakat dalam berusaha. Keempat proses kelembagaan
desa belum dapat berjalan sebagaimana mestinya pada hal kelembagaan desa dianggap sebagai salah datu pendukung
dalam mengakses berbagai informasi termasuk pula proses pembelajaran untuk mendapatkan ide – ide baru dari masyarakat. Berbagai hambatan tersebut dianggap cukup
mempengaruhi pengembangan kehidupan petani secara keseluruhan sehinga menjadikan masyarakat petani di
kabupaten cilacap harus diberdayakan.
Usaha untuk meningkatkan pemberdayaan petani adalah usaha untuk meningkatkan pembentukan sikap mental
melalui sikap mandiri dalam berusaha. Kenyataannya memang sampai saat ini secara umum system pertanian masih dilakukan secara tradisional. Alternatif pengembangan sikap
mental petani adalah melalui peningkatan pendidikan non formal, peningkatan aktivitas melalui penyuluhan secara terus
menerus agar petani memiliki pengetahuan dan wawan yang luas dalam bidang pertanian. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa sebagian besar petani di Indonesia hidup di
bawah garis kemiskinan dan tidak mampu untuk meningkatkan taraf hidupnya dikarenakan ketidakmampuan dalam menyerap teknologi baru yang ada.
Dikatakan, pertanian merupakan tulang punggung utama dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat. Selama
ini Cilacap masuk sebagai lumbung beras di Jateng bagian selatan. Panen padi di wilayah ini mencapai lebih dari 700.000 ton/tahun. Angka ini membuat Cilacap selalu surplus beras.
Upaya menjaga prestasi ini adalah dengan konsisten membantu petani dalam menangani semua permasalahan yang
dihadapi di lapangan. Ketersediaan Pupuk Sementara itu menurut Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertanak) Cilacap, permasalahan yang dihadapi petani selama ini adalah
penanganan hama, ketersediaan air, ketersediaan pupuk, kendala teknis terkait ancaman banjir/- genangan dan permasalahan teknis lainnya.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
19
Penanganan hama, misalnya, langsung dilakukan begitu sebuah wilayah pertanian diserang hama tertentu. Bersama
dengan petani, petugas melakukan penanganan. Masalah ketersediaan air, sangat banyak hal yang sudah dilakukan.
Dari perbaikan saluran irigasi, penyiapan pompa bantuan dan langkah teknis lainnya. Demikian juga masalah ancaman adanya banjir atau genangan dari awal sudah dilakukan
termasuk dengan terus menerus melakukan perbaikan/ pembuatan saluran air.
Memasuki musim tanam awal tahun 2014 ini, petani di
desa Adipala Kabupaten Cilacap mengalami kesulitan mendapatkan pupuk urea. Jika pun ada, harga pupuk urea
sudah melambung hingga Rp 130 ribu setiap zak isi 50 kilogram. Normalnya, harga pupuk urea hanya Rp 95 ribu per zak. Tapi sekarang naik menjadi Rp 130 ribu per zak.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cilacap, yang dikonfirmasi masalah ini,
menyatakan, ketersedian pupuk urea untuk petani di Cilacap, sebenarnya masih tercukupi. Bahkan dia mengaku sudah melakukan inspeksi di gudang pupuk PT Pupuk Sriwijaya.
Meski demikian dia mengaku, kekosongan pasokan pupuk memang terjadi di sejumlah distributor. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT Pusri, hal ini disebabkan para
distributor tersebut masih belum menebus pupuk. Dari data yang ada peroleh, ada sekitar 10 distributor pupuk PT Pusri
yang belum melakukan penebusan. Pada tahun 2014 ini, kuota pupuk urea untuk Kabupaten Cilacap hanya sebesar 27 ribu ton. Kuota tersebut berkurang sebanyak 6.000 ton
dibanding kuota tahun 2013 yang mencapai 33 ribu ton. Mengantisipasi pengurangan alokasi pupuk urea, Kepala Dinpertannak Cilacap Gunawan, sedang meningkatkan
kampanye untuk menggunakan pupuk organik.
-- --
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
20
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN TERKAIT
Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tertuang
dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai negara hukum, peraturan menjadi sarana dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap hal yang menyangkut hidup orang banyak
harus mempunyai legitimasi peraturan perundang-undangannya. Legitimasi tersebut penting untuk menjamin kepastian hukum serta keadilan bagi masyarakat. Menurut Jimly, peraturan
perundang-unangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma-norma hukum yang mengikat untuk umum, baik yang
ditetapkan oleh legislator maupun regulator atau lembaga pelaksana undang-undang yang mendapatkan kewenangan delegasi dari undang-undang untuk menetapkan peraturan
berdasarkan peraturan yang berlaku.1 Peraturan perundangundangan tidak bisa dipisahkan dari sistem norma
yang merupakan suatu susunan berjenjang dan setiap norma bersumber pada norma yang berada di atasnya, yang membentuk dan menentukan validitasnya serta menjadi sumber bagi norma
yang di bawahnya.2
Perda sebagaimana peraturan perundang-undangan lainnya memiliki fungsi untuk mewujudkan kepastian hukum
(rechtszekerheid, legal certainty). Untuk berfungsinya kepastian hukum peraturan perundang-undangan harus memenuhi syarat-
syarat tertentu antara lain konsisten dalam perumusan dimana dalam peraturan perundang-undangan yang sama harus terpelihara hubungan sistematik antara kaidah-kaidahnya,
kebakuan susunan dan bahasa, dan adanya hubungan harmonisasi antara berbagai peraturan perundang-undangan.
Bersama dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan lainnya, Perda termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan yang mengikat umum (publik).
Akan tetapi dibandingkan dengan peraturan-peraturan tersebut, perda berkedudukan lebih rendah (lemah).3 Berlakunya sistem
1 Lihat: Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonsia, Jakarta, 2006, hlm 202. 2 Taufiqurrahman Syahuri, Konstitusionalitas Regulasi Pembentukan
Perundang-undang, 30 Desember 1990. 3 Sistem hirarki peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang
diatur oleh UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Lihat Pasal 7 UU tersebut.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
21
hirarki menimbulkan konsekuensi pada eksistensi perda. Perda hanya dapat dihadirkan jika ada keterhubungan dengan peraturan
perundangan lain yang lebih tinggi tersebut. Perda tidak boleh disusun dan diterbitkan dengan isi yang bertentangan dengan
peraturan perundangan yang lebih tinggi tersebut. Dengan demikian, meski berlaku khusus di daerah setempat, perda bukanlah produk hukum mandiri. Eksistensinya sangat
bergantung kepada peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi.
Berdasarkan gambaran tentang kedudukan Perda di atas,
maka untuk merumuskan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pemberdayaan Petani, maka
diperlukan analisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kewenangan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan Pemberdayaan terhadap Petani. Terutama untuk melihat
efektivitas peraturan tersebut dan menghindari tumpang tindak antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain. Adapun
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perda Pemberdayaan Petani adalah sebagai berikut:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang–Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara
Kesatuan dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan bunyi Pasal ini Pemerintah Daerah Cilacap merupakan
Kabupaten yang juga merupakan bagian dari Negara Kesaturan Republik Indonesia.
Dalam ketentuan Pasal 18 UUD 1945 antara lain
ditegaskan bahwa pemerintah daerah (baik tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota) mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Penegasan ini menjadi dasar hukum bagi seluruh pemerintahan daerah untuk dapat menjalankan roda
pemerintahan (termasuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya) secara lebih leluasa dan bebas serta sesuai
dengan kebutuhan, kondisi, dan karakteristik daerahnya masing-masing, kecuali untuk urusan pemerintahan yang dinyatakan oleh undang-undang sebagai urusan pemerintah
pusat.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
22
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dalam kaitan ini maka sistem hukum
nasional memberikan kewenangan atributif kepada daerah untuk menetapkan Perda dan peraturan daerah lainnya, dan Perda diharapkan dapat mendukung secara sinergis program-
program Pemerintah di daerah.
Namun demikian, meskipun daerah diberikan hak untuk membentuk peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
dalam rangka melaksanakan otonomi daerah (Pasal 18 ayat (6). Hal itu bukan berarti daerah boleh membuat peraturan yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip negara kesatuan. Untuk itu hak pemerintahan daerah tersebut sangat terkait erat dengan ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 yakni
mengenai perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Antara lain dengan pemahaman bahwa sumber daya daerah
adalah sumber daya nasional yang ada di daerah.
Dalam menjalankan pemerintahan daerah, berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 Kabupaten Cilacap mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan, pemerintahan daerah Kabupaten Cilacap
berhak menetapkan peraturan daerah. Jika pasal ini dikaitkan dengan Pasal 18 UUD 1945, maka sebagai bagian dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap turut bertanggung jawab dalam pemberdayaan terhadap petani. Oleh karena itu, untuk menjalankan tanggung
jawab tersebut, Kabupaten Cilacap berwenang untuk menetapkan peraturan daerah dalam rangka pemberian pemberdayaan terhadap petani.
Mengingat pengharmonisasian peraturan perundang-undangan memiliki urgensi dalam kaitan dengan asas
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga hal yang mendasar dalam penyusunan
rancangan peraturan daerah adalah kesesuaian dan kesinkronannya dengan peraturan perundang-undangan
lainnya. Oleh karena itu, maka Kabupaten Cilacap berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri tata-cara pemberian pemberdayaan terhadap petani sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
23
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950);
Sehubungan dengan perkembangan dan kemajuan dalam wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada umumnya dan wilayah Kecamatan Cilacap pada khususnya, dipandang
perlu untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan wilayah secara khusus, guna menjamin terpenuhinya tuntutan perkembangan dan kemajuan dimaksud sesuai dengan aspirasi
masyarakat di wilayah Kecamatan Cilacap. Oleh karena itu, maka perkembangan dan kemajuan diwilayah Kecamatan
Cilacap telah menunjukkan ciri dan sifat penghidupan perkotaan yang memerlukan pembinaan serta pengaturan penyelenggaraan pemerintahan secara khusus (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1982 Tentang Pembentukan Kota Administratif Cilacap).
Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) dan Pasal 75 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah,
pembentukan Kota Administratif Cilacap perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Mengingat: Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; Undang-undang Nomor 10 Tahun
1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Tengah; Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor
38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037).
Cilacap, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Cilacap. Kabupaten ini berbatasan
dengan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas di utara, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Kebumen di timur,
Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar (Jawa Barat) di sebelah Barat. Berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat, Cilacap merupakan daerah
pertemuan Budaya Jawa (Banyumasan) dengan Budaya Sunda (Priangan Timur).
Wilayah Kecamatan Cilacap adalah wilayah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Tengah. Daerah adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-undang
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
24
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3037). Wilayah Administratif adalah wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4)
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037).
Tujuan pembentukan Kota Administratif Cilacap adalah untuk meningkatkan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan secara berhasil guna dan berdaya guna serta merupakan
sarana utama bagi pembinaan wilayah serta merupakan unsur pendorong yang kuat bagi usaha peningkatan laju
pembangunan.
Pemerintah Kota Administratif Cilacap menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. meningkatkan dan menyesuaikan penyelenggaraan pemerintahan dengan perkembangan kehidupan politik,
ekonomi, sosial, dan budaya perkotaan;
b. membina dan mengarahkan pembangunan sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi serta fisik perkotaan;
c. mendukung dan merangsang secara timbal balik perkembangan wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada umumnya dan wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II Cilacap pada khususnya.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 09 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
Pasal 1 butir ke-2 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
25
Sedangkan Pasal 1 butir ke-3 meyebutkan bahwa Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom. Pasal 58 UU Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan
negara yang terdiri atas: kepastian hukum; tertib penyelenggara negara; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi;
efektivitas; dan keadilan.
Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Sementara ayat (3)
menyebutkan bahwa urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Pasal 11 ayat (1) menyebutkan Urusan konkuren dibagi atas urusan wajib dan urusan pilihan. Sedangkan Pasal 11 ayat (2) menyebutkan
bahwa urusan wajib terdiri atas urusan terkait dengan pelayanan dasar dan urusan yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1), Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar
meliputi:
a. pendidikan; b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat; dan f. sosial.
Sedangkan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:
a. tenaga kerja;
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan;
d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
26
i. perhubungan; j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian;
p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan.
Pasal 13 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis
nasional. Berdasarkan prinsip tersebut, kriteria usuran yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota adalah:
a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;
b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah
kabupaten/kota;
c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau
d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.
Pasal 236 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk
Perda. Sedangkan ayat (3) menyebutkan bahwa Perda dimaksud memuat materi muatan: (a) penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan (b) penjabaran
lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam Pasal 236 ayat (4) disebutkan bahwa selain
materi muatan tersebut, Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam membentuk peraturan daerah, Pasal 237 ayat (1) menyebutkan bahwa asas pembentukan dan materi muatan
Perda berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
27
Peraturan daerah tentang Pemberdayaan Petani yang akan dibentuk oleh Kabupaten Cilacap pada dasarnya
merupakan peraturan yang ditujukan untuk menjamin adanya pelayanan publik yang disediakan Pemerintah Daerah
Kabupten Cilacap kepada masyarakat. Melalui peraturan daerah tersebut Kabupaten Cilacap hendak menegaskan kembali jenis pelayanan publik yang disediakan, bagaimana
mendapatkan aksesnya serta kejelasan kewajiban pemerintah daerah dan hak warganya. Melalui peraturan daerah ini diatur pemberdayaan petani yang menjadi standar bagi pelayanan
publik untuk petani Cilacap.
4. Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660);
Dalam UU No. 16/2006 Pasal 4, penyuluhan pertanian berfungsi menumbuhkan kemandirian petani dan ini sejalan dengan salah satu target Kementerian Pertanian berupa
swasembada pangan. Dengan menempatkan ketahanan pangan sebagai unsur wajib, berarti upaya untuk pemenuhan pangan berasal dari impor menjadi legal, mengingat pertanian bukan
menjadi prioritas. Kelembagaan penyuluhan dinilai penting dalam mengakselerasikan kegiatan pembangunan pertanian,
karena dengan kejelasan bentuk institusi (dilihat dari manajemen seperti struktur kewenangan jaringan sistem pemerintah daerah, SDM yang sesuai dengan kompetensi,
struktur organisasi yang menopang operasional kewenangan, sistem pendanaan, dan sistem akuntabilitas), dapat dilakukan pembinaan dan pengawasan kepada penyuluh secara optimal.
Penyuluh dapat melaksanakan pendampingan dengan baik, sehingga diharapkan dapat berdampak terhadap peningkatan
kemampuan petani. Kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang didasarkan pada UU No 16 tahun 2006 dibentuk dari tingkat pusat sampai tingkat
kecamatan.
Dalam implementasinya di beberapa provinsi maupun
kabupaten tidak semua diatur oleh peraturan daerah. Pada Pasal 18 UU No. 16/2006 disebutkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penyuluhan pemerintah diatur
dengan peraturan presiden.” Perpres mengatur hal yang lebih spesifik dan lebih operasional, dibanding dengan PP yang
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
28
mencakup pengaturan lebih luas. Untuk melihat keterkaitan antara UU No. 16/2006 dengan PP No. 38/2007 dalam konteks
kegiatan penyuluhan yang mendukung swasembada pangan perlu mencermati Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra) dinas/institusi terkait. Ketahanan pangan menjadi prioritas dalam RPJMD dan Renstra.
Dalam implementasi di lapangan program yang mendukung ketahanan pangan dan swasembada pangan, keduanya dilakukan bersamaan, termasuk program/kegiatan
pemberdayaan penyuluhan pertanian. Pembedanya adalah besaran dan sumber anggaran yang dialokasikan. Program
peningkatan ketahanan pangan (yang merupakan unsur wajib) didukung dana APBD yang relatif besar, sedangkan program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman
pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan didanai APBN, melalui dana dekonsentrasi
(provinsi) dan tugas pembantuan (kabupaten).
Melalui pengawalan/pendampingan program swasembada pangan yang dilakukan penyuluh terhadap
petani/kelompok tani. Proporsi materi penyuluhan tentang penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasaran, serta nilai-nilai kewirausahaan untuk peningkatan nilai tambah
pengelolaan sumberdaya keluarga petani di pedesaan. Keorganisasian petani berbadan hukum (seperti koperasi),
menempatkan pertanian padi sawah sebagai bagian dari sistem industri pedesaan, berbasis pemilikan lahan sawah oleh petani, dijadikan materi penting dalam kegiatan penyuluhan pertanian
untuk mendukung pencapaian swasembada pangan.
Dengan adanya UU No. 16/2006 dan beberapa produk peraturan turunannya (PP, Perpres, Permentan, Perda, Pergub,
dan Perbup), diperkirakan dapat mendukung pencapaian swasembada beras di Kabupaten Cilacap, dimana program-
program yang telah dicanangkan oleh Pemda Cilacap dapat dijalankan secara sinergis dan terintegrasi (dengan dukungan anggaran yang memadai), termasuk kegiatan penyuluhan dan
pendampingan pelaksanaan dalam implementasi program-program tersebut.
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
29
UU No 32 tahun 2009 pada point 8 bagian Pertama,
mengatur :
a. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
b. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
c. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
d. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup,yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis,tata ruang,baku mutu lingkungan hidup,kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup,amdal,upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,perizinan,instrumen
ekonomi lingkungan hidup,peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup,analisis resiko lingkungan hidup,dan instrumen lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi;
e. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
f. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
h. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi,akses partisipasi,dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
i. Penegakan hukum perdata,administrasi,dan pidana secara
lebih jelas;
j. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
k. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, bahwa
pengedalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Pengendalian pecemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri dari 3 hal yaitu : pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup
dengan menerapkan berbagai instrument-instrument sebagaimana diatur dalam Pasal 14, yaitu : kajian lingkungan
hidup straegis (KLHS); tata ruang; baku mutu lingkungan hidup; kriteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup;
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
30
Amdal; UKL-UPL; perizinan; instrument ekonomi lingkungan hidup; peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan
hidup; anggaran berbasis lingkungan hidup; analisis resiko lingkungan hidup; audit lingkungan hidup, dan instrument lain
sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Dengan adanya UU No 32 Tahun 2009 ini, Pemerintah
Daerah Kabupaten Cilacap dapat menerapkan prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik, karena
dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan
Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan.
6. Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5068);
Pasal 1 angka 3 Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang dimaksud dengan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian,
ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Sedangkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sendiri diartikan sebagai sistem dan proses dalam merencanakan dan
menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi lahan pertanian pangan dan
kawasannya secara berkelanjutan.
Adapun tujuan dari perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah:
a. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
31
c. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
d. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat;
f. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;
h. mempertahankan keseimbangan ekologis;
i. mewujudkan revitalisasi pertanian
Mengingat kondisi lahan pertanian di Kabupaten Cilacap
adalah lahan yang subur, sangat disayangkan jika dikonversi untuk kegiatan non pertanian. Jika praktek konversi lahan pertanian ini tidak dikendalikan, maka akan mengganggu
ketahanan pangan. Dengan konversi lahan produksi pertanian akan berkurang dan untuk memenuhi kebutuhan pokok kita
harus memenuhinya dengan import.
Ancaman terhadap ketahanan pangan tersebut erat kaitannya dengan keadaan kemandirian pangan yang belum
terwujud. Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan
yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung
oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal (Pasal 1 angka 9 UU 41/2009).
Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang
secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pertanian
pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Selain itu, pengalihfungsian tanah dari lahan pertanian
menjadi lahan nonpertanian juga menjadi ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan pertanian ini mengakibatkan luas lahan pertanian yang
ada menjadi semakin berkurang, sehingga para petani pun menjadi tidak dapat mengusahakan lahan tersebut lagi.
Akibatnya, jumlah hasil produksi petani menurun pun kesejahteraan dari petani tersebut.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
32
Dalam rangka mengimplementasikan Undang Undang No. 41 Tahun 2009 tersebut, Kabupaten Cilacap melakukan
penataan dengan memperhatikan sebaran pengembangan dan hierarki fungsi yang terkait dengan tata guna lahan. Sejalan
dengan itu pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga mengeluarkan Peraturan Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta monitoring dan
evaluasi alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian. Untuk mendukung keberhasilan program dimaksud diperlukan adanya kepastian lahan sawah yang disebut dengan lahan
pertanian pangan berkelanjutan.
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Cilacap
adalah mewujudkan sentra agrobisnis berbasis pada pertanian, pariwisata dan industry yang mengutamakan pemanfaatan potensi lokal melalui sinergitas pembangunan perdesaan-
perkotaan, yang memperhatikan pelestarian fungsi wilayah sebagai daerah resapan air.
UU 41/2009 ini pun mempunyai aspek landreform dimana dalam Pasal 29 ayat (3) dan penjelasannya dikatakan bahwa pengambilalihan (alih fungsi) lahan nonpertanian
pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat dilakukan oleh negara untuk tanpa kompensasi dan selanjutnya dijadikan objek reforma agraria untuk
didistribusikan kepada petani tanpa lahan atau berlahan sempit, untuk keperluan pengembangan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan sebagai Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Artinya, akan ada redistribusi tanah dari tanah-tanah yang diambil oleh negara kepada para petani
tanpa lahan atau berlahan sempit. Adapun redistribusi tanah ini merupakan salah satu program landreform.
Access reform pun terdapat dalam UU 41/2009 ini.
Misalnya dalam Bab XI mengenai Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Dalam Pasal 61 UU 41/2009 dikatakan
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melindungi dan memberdayakan petani, kelompok petani, koperasi petani, serta asosiasi petani. Perlindungan petani tersebut adalah
berupa pemberian jaminan (Pasal 62 UU 41/2009):
1. Harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan;
2. Memperoleh sarana produksi dan prasaran pertanian;
3. Pemasaran hasil pertanian pangan pokok;
4. Pengutamaan hasil pertanian pangan dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan pangan nasional; dan/atau
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
33
5. Ganti rugi akibat gagal panen.
Sementara pemberdayaan petani yang dimaksud di atas
meliputi (Pasal 63 UU 41/2009):
1. Penguatan kelembagaan petani;
2. Penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia;
3. Pemberian fasilitas sumber pembiayaan/ permodalan;
4. Pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian;
5. Pembentukan Bank Bagi Petani;
6. Pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga
petani; dan/atau
7. Pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan,
teknologi, dan informasi.
Secara keseluruhan, UU 41/2009 dapat dikatakan mendukung program landreform (serta reforma agraria).
Larangan alih fungsi lahan pertanian (kecuali untuk kepentingan umum) sudah menunjukkan adanya jaminan
keberadaan lahan pertanian untuk dikuasai/dimiliki serta digunakan/dimanfaatkan. Selain itu juga terdapat perlindungan dan pemberdayaan petani, kemudian pembinaan
dan pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Adanya insentif dan disinsentif sebagai salah satu bentuk pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat
mendorong petani yang mempunyai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk terus mengusahakan tanahnya dan
meningkatkan produktivitasnya. Begitupun juga dengan redistribusi tanah, tanah-tanah yang diambil alih oleh Pemerintah dapat didistribusikan kembali kepada petani yang
tidak memiliki lahan atau yang berlahan sempit. Dengan demikian, tujuan landreform yakni pemerataan penguasaan hak atas tanah serta peningkatan produksi dapat tercapai.
7. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan
yang dilakukan pemerintah dan pemerintah daerah harus mengacu dan melaksanakan Undang-undang Nomor 12 Tahun
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
34
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terutama terkait dengan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang tertuang dalam Pasal dan Pasal 6, yaitu tentang asas formil dan asas materiil pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik.
Asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan yang bersifat formil diatur dalam Pasal 5, yaitu: kejelasan
tujuan; kelembagan atau pejabat pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan
rumusan; dan keterbukaan.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang bersifat materiil diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, yaitu: pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan;e.
kenusantaraan; Bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan
kepastian hukum; serta keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Berdasarkan Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sehingga Peraturan Daerah (khususnya Perda Kabupaten Cilacap tentang Pemberdayaan Petani) merupakan bagian dari
peraturan perundangundangan yang secara hierarki kedudukannya sebagai berikut: Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
Kewajiban Negara Indonesia atas ketahanan pangan
secara jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1 ayat 4 yang menjelaskan
kewajiban konstitusional atas pemenuhan pangan secara global. Produk hukum yang diterbitkan lembaga legislatif mencerminkan upaya penguatan produksi pangan secara
global. Tujuan masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional telah didukung dengan produk
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
35
hukum nasional melalui peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah.
Kebijakan (UU Nomor 18 Tahun 2012) tentang Pangan mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan
pangan nasional. Mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan merupakan hal mendasar yang sangat besar arti dan manfaatnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan
terkait penyelenggaraan pangan di Indonesia.
Dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,
disebutkan bahwa penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan
memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat, mewujudkan tingkat kecukupan
pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu juga untuk mempermudah atau meningkatkan akses pangan
bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi, meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri, meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat. Tujuan
penting lainnya juga meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan dan melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya
pangan nasional.
Petani mempunyai peranan penting terhadap ketahanan pangan dan perekonomian di Indonesia. Pembangunan
ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan
kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan yang menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan petani,
nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan sebagai produsen pangan.” Petani juga berhak untuk mendapatkan benih yang sesuai dengan standar mutu. Dalam rangka
pemberdayaan Petani, Pemerintah dan khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab menyediakan sarana produksi Pertanian,
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
36
misalnya: benih, bibit, bakalan ternak, pupuk, pestisida, pakan, dan obat hewan sesuai dengan standar mutu; alat dan
mesin Pertanian sesuai standar mutu dan kondisi spesifik lokasi; serta penggunaan varietas yang unggul telah menjadi
kebutuhan bagi petani untuk memperoleh hasil panen yang baik.
Poin penting lain dari UU Pangan saat ini adalah urgensi
dibentuknya lembaga yang mempunyai otoritas kuat untuk mengkoordinasikan, mengatur dan mengarahkan lintas kementerian/sektor dalam berbagai kebijakan dan program
terkait pangan. Pada Pasal 126 disebutkan, “Dalam hal mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan
ketahanan pangan nasional, dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden”. Kemudian pada Pasal
127 disebutkan, “Lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pangan”.
Beberapa hal tersebut menguatkan peran Pemerintahan Pusat dan khususnya Pemerintahan Daerah Kabupaten Cilacap
untuk bertanggung jawab agar penyelenggaraan pangan nasional dapat dilaksanakan dengan lebih terarah, berhasil guna, dan berdayaguna. Dengan demikian pelaksanaan
manajemennya dengan memberdayakan seluruh potensi stakeholder, sehingga terjadi sinergi dan potensial untuk
menghasilkan penyelenggaraan pangan secara efektif dan efisien agar mampu menghadapi persoalan serta tantangan masa kini juga masa depan.
9. Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433);
Kelembagaan Petani adalah lembaga yang
ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk Petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan Petani. Asosiasi Komoditas Pertanian adalah kumpulan dari Petani,
Kelompok Tani, dan/atau Gabungan Kelompok Tani untuk memperjuangkan kepentingan Petani (Undang–Undang Nomor
19 Tahun 2013 tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Petani Pasal 76, 77, 78).
Dewan Komoditas Pertanian Nasional adalah suatu
lembaga yang beranggotakan Asosiasi Komoditas Pertanian untuk memperjuangkan kepentingan Petani (Pasal 79 Undang–
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
37
Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani).
Badan Usaha milik Petani (Pasal 80 Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani) berasal dari Gapoktan, berbentuk koperasi atau badan usaha lain.
Kelembagaan Petani: Pasal 69: Pembentukan
kelembagaan dilaksanakan dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal Petani. Pasal 70 ayat 1 UU No 19 tahun 2013 (Revisi oleh MK) “Kelembagaan petani sebagai
dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) terdiri atas: Kelompok Tani; Gabungan Kelompok Tani; Asosiasi Komoditas Pertanian; dan
Dewan Komoditas Pertanian Nasional” (Dibatalkan). Pasal 71 ayat 1 “Petani berkewajiban bergabung dan berperan aktif dalam Kelembagaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal
70 ayat (1)”. “Petani bergabung dan berperan aktif dalam kelembagaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
ayat 1”.
Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap dapat berperan dalam Pengembangan Gapoktan untuk Kemitraan, yaitu:
penyediaan benih; penyediaan pupuk dan obat-obatan; penyediaan modal; penyediaan air irigasi; penyediaan tenaga kerja; pengolahan hasil panen; pemasaran hasil panen;
penyediaan informasi pasar; penyediaan informasi teknologi; aktivitas agribisnis dan organisasi-organisasi.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
menyatakan bahwa, pencemaran air adalah : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”. Peraturan ini menyatakan bahwa pencemaran harus ditanggulangi dan penanggulangannya adalah
merupakan kewajiban semua pihak.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
38
11. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4254);
Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan
pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan hal yang penting dan strategis, karena berdasarkan pengalaman di
banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan secara mantap
sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu. Upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumberdaya pangan lokal yang mengandung
keragaman antar daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pemasukan pangan.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka seluruh sektor harus berperan secara aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan masyarakat untuk meningkatkan strategi demi mewujudkan ketahanan pangan nasional (pasal 7).
Cadangan pangan pemerintah terdiri dari cadangan pangan Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota,
Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Pusat, yang perwujudannya memerlukan inventarisasi cadangan pangan, memperkirakan kekurangan pangan dan keadaan darurat,
sehingga penyelenggaraan pengadaan dalam pengelolaan cadangan pangan dapat berhasil dengan baik cadangan pangan pemerintah dilakukan untuk menanggulangi masalah pangan
dan disalurkan dalam bentuk mekanisme yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan rumah tangga. Namun penyaluran
tersebut dilakukan dengan tidak merugikan kepentingan masyarakat konsumen dan produsen. Peran dan tanggung jawab masyarakat dalam hal cadangan pangan dilakukan oleh
lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, swasta, koperasi dan/atau perorangan.
Pasal 2 ayat 2 huruf a. sistem produksi pangan adalah metode/tata cara dalam kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas,
mengemas kembali dan/atau mengubah bentuk pangan;
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
39
sumber daya adalah lahan pertanian produktif, iklim, kesuburan lahan, luas lahan dan/atau air.
Pasal 2 ayat 2 huruf d, sarana dan prasarana produksi pangan antara lain peralatan dan instalasi, fasilitas
pembuangan limbah, dan fasilitas lainnya yang secara langsung atau tidak langsung digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
peredaran pangan.
Pasal 2 ayat 2 huruf e, lahan produktif adalah lahan yang mendapat sumber air, terutama yang berasal dari irigasi teknis.
Pasal 5 ayat 2 huruf b, cadangan pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah persediaan pangan yang dikelola atau
dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan cadangan pangan tertentu yang bersifat pokok di tingkat nasional adalah persediaan pangan pokok tertentu misalnya beras, sedangkan
di tingkat daerah dapat berupa pangan pokok masyarakat di daerah setempat (pasal 5 ayat 3).
Pasal 17, mengingat ketahanan pangan bersifat lintas sektoral, lintas daerah dan mengikutsertakan peran serta masyarakat, maka diperlukan perumusan kebijakan, evaluasi
dan pengendalian ketahanan pangan secara terpadu yang pelaksanaannya dilakukan dengan berkoordinasi dengan Dewan Ketahanan Pangan (Dewan Ketahanan Pangan yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 132 Tahun 2001).
Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap melaksanakan kebijakan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria
yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Disamping itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap mendorong keikutsertaan masyarakat dalam ketahanan pangan dengan cara memberikan
informasi dan pendidikan, membantu kelancaran, meningkatkan motivasi masyarakat serta meningkatkan
kemandirian rumah tangga dalam meningkatkan ketahanan pangan.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
40
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah memberikan peluang yang cukup luas
bagi pemerintah daerah untuk mengatur pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di wilayah
masing-masing. Peluang ini harus dapat ditangkap oleh pemerintah daerah agar perkembangan wilayah yang terjadi tetap dapat dikendalikan. Upaya yang harus dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam mensikapi hal ini adalah dengan menerbitkan pedoman teknis yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah, sebagaimana diisyaratkan pada Pasal 24 ayat (1) PP 16/2004.
Dalam PP 16/2004 yang dimaksud dengan Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan
tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Adapun tujuan penatagunaan tanah berdasarkan Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut adalah: (a)
mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; (b) mewujudkan
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah; (c) mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah; (d)
menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.
Pasal 24 ayat (1) PP 16/2004 ini secara tegas
menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemerintah kabupaten/kota menerbitkan pedoman teknis.
Inilah yang perlu segera ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten/kota. Pedoman teknis ini berisi tentang pedoman,
standar dan kriteria teknis kegiatan penatagunaan tanah yang harus dijabarkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pedoman teknis ini diperlukan dalam penyelenggaraan penatagunaan
tanah. Dalam konteks ini penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan suatu upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk mensikapi banyak
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
41
terjadinya ketidaksesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah, baik yang terjadi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah maupun akibat adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap rencana tata ruang wilayah
yang sudah ada.
Berdasarkan Pasal 20 PP 16/2004 telah secara tegas diamanahkan bahwa penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan tanah. Penyelenggaraan penatagunaan tanah di
sini dilakukan terhadap bidang-bidang tanah yang meliputi: (a) tanah hak, baik yang sudah atau belum terdaftar; (b) tanah
negara; (c) tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan penyesuaian penyelenggaraan
penatagunaan tanah dapat dilaksanakan melalui penataan kembali (misalnya dengan konsolidasi tanah, relokasi, ataupun
tukar-menukar), upaya kemitraan, penyerahan dan pelepasan hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti hibah, jual beli ataupun tukar-menukar.
Adapun beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan penatagunaan tanah berdasarkan peraturan pemerintah tersebut meliputi: (a) pelaksanaan inventarisasi
penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; (b) penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan
penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan; (c) penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah.
Dengan demikian, kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam inventarisasi penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah adalah melakukan sinergi dengan BPN, agar data yang diperoleh dapat digunakan untuk
pengambilan kebijakan secara mantap. Ini penting dilakukan mengingat inventarisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah berbasis pada fungsi kawasan, sedangkan inventarisasi
yang dilakukan oleh BPN berbasiskan bidang-bidang tanah. Adapun pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah yang perlu dilakukan berdasarkan Pasal 23 PP 16/2004 meliputi: (a) pengumpulan dan pengolahan data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah serta data pendukung; (b) penyajian data berupa peta dan informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
42
tanah, evaluasi tanah serta data pendukung; (c) penyediaan dan pelayanan data berupa peta dan informasi penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah, serta data pendukung. Dalam hal ini
pengumpulan dan pengolahan data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah meliputi berbagai kegiatan survey dan pemetaan baik secara manual maupun komputerisasi yang
diikuti dengan kajian dan analisis data dan informasi yang sudah diperoleh.
Berdasarkan ketentuan Pasal 13 PP No. 16 Tahun 2004
ditentukan mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau
kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam RTRW. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah
bentang alam dan ekosistem alami.
Penggunaan tanah di kawasan budidaya tidak boleh
ditelantarkan, harus dipelihara dan dicegah kerusakannya. Pemanfaatan tanah di kawasan budidaya tidak saling bertentangan, tidak saling mengganggu, dan memberikan
peningkatan nilai tambah terhadap penggunan tanahnya. Ketentuan mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah ditetapkan melalui pedoman teknis penatagunaan tanah, yang
menjadi syarat menggunakan dan memanfaatkan tanah.
Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan tanah,
pemegang hak atas tanah wajib mengikuti persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Persyaratan ini antara lain pedoman teknis penatagunaan
tanah, persyaratan mendirikan bangunan, persyaratan dalam analisis mengenai dampak lingkungan, persyaratan usaha, dan ketentuan lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Salah satu sasaran yang akan dicapai dari Pemerintah
Daerah Kabupaten Cilacap dari pelaksanaan tata guna tanah adalah terjadinya penatagunaan tanah yang terdapat di perkotaan dan pedesaan, sehingga akan muncul suatu konsep
penataan tanah yang baik serta serasi dari aspek lingkungan. Konsep yang dimaksud untuk menata penggunaan tanah di
perkotaan dan pedesaan ialah Konsolidasi Tanah.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
43
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
Irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam
produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan suatu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen,menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air
dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, untuk itu diperlukan upaya demi kelestarian sarana irigasi dan asset-asetnya yang ada, hal ini diperlukan pengelolaan asset irigasi
yang optimal. Dengan terbitnya PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, maka amanat tersebut telah terpenuhi.
Pengelolaan aset irigasi pada hakekatnya merupakan proses manajemen yang terstruktur untuk perencanaan, pemeliharaan, dan pendanaan sistem irigasi guna mencapai
tingkat pelayanan yang ditetapkan dan berkelanjutan bagi pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi dengan
pengelolaan aset irigasi seefisien mungkin. Penyelenggaraan pengelolaan aset irigasi atas Daerah Irigasi Pemerintah, pada prinsipnya sesuai dengan kewenangan yang ada pada daerah
irigasi tersebut.
Kegiatan inventarisasi aset irigasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu : inventarisasi aset jaringan serta inventarisasi
aset pendukung pengelolaan aset irigasi. Agar sistem pengelolaan aset jaringan pada Daerah Irigasi Cilacap berjalan
maksimal, maka perlu adanya: Kegiatan Operasi Jaringan Irigasi yaitu usaha-usaha untuk memanfaatkan prasarana irigasi secara optimal, dalam hal ini merupakan kegiatan
pengaturan pintu-pintu bangunan air. Disamping itu, dengan melakukan Kegiatan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, adalah pekerjaan perawatan dan perbaikan pada saluran atau
bangunan yang sudah ada. Kegiatan ini diperlukan untuk mejamin berfungsinya jaringan irigasi yang efisien terus
menerus dan untuk memperpanjang usia ekonomis jaringan.
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43 tahun
2009 tentang pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan
(lembagaran negera Republik Indonesia tahun 2009 nomor 87, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5043);
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
44
UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang diatur lebih lanjut
dengan PP No. 43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan merupakan aturan hukum positif yang dilandaskan kepada anggapan dasar bahwa penyuluhan adalah sarana untuk mencerdaskan bangsa dengan cara
meningkatkan sumberdaya manusia (SDM) petani yang berkualitas, andal, berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis.
UU No. 16 Tahun 2006 dan PP No. 43 Tahun 2009 mengatur bahwa penyuluhan pertanian yang didanai oleh
Negara dan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dengan sasaran utama pelaku pertanian, menyuluhkan materi unsur pengembangan SDM
dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum dan
pelestarian lingkungan.
Implikasi kebijakan penting untuk mewujudkan target yang ditetapkan dalam revitalisasi pembangunan pertanian
tersebut adalah dukungan investasi yang cukup besar di sektor pertanian, mulai penyediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan, sarana dan prasarana pertanian, penyediaan
pembiayaan pertanian yang murah dan mudah diakses petani, penciptaan inovasi teknologi dan diseminasinya, penguatan
kelembagaan penyuluhan pertanian, sampai pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia pertanian pangan. Selain itu diperlukan upaya untuk menjalin kemitraan strategis (strategic partnership) antara Pemda Kabupaten Cilacap, swasta dan masyarakat pertanian guna meningkatkan kapasitas produksi
pangan secara berkelanjutan.
15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun
2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 48)
Perda Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2013 Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini memproteksi dari alih fungsi lahan, yaitu pemberian insentif kepada pemilik
lahan. Insentif yang diberikan diantaranya adalah dengan pemberian subsidi terhadap pajak bumi, penyediaan sarana prasarana pertanian dan pembiayaan penelitian dan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
45
pengembangan benih dan varietas unggul. Penyusunan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan ini diharapkan dapat mempertahankan ketahanan dan kemandirian pangan khususnya di Kabupaten
Cilacap serta mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, utamanya pada lahan-lahan yang subur dan sistem irigasi yang baik. Koordinasi dan dukungan dari
berbagai pihak di Kabupaten Cilacap sangat diharapkan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian.
-- --
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
46
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Terminologi pemberdayaan berasal kata dalam bahasa Inggris “empowerment” yang artinya to give power or authority to dan “empower” yang berarti to give ability to or enable. Kata
pertama dapat dipahami sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak
lain. Sedang kata kedua sering diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.
Konsep pemberdayaan (empowerment) pada dasarnya
adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, mencakup
seluruh aspek kehidupan dan komunitas masyarakat. Dengan demikian, memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam
kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep
pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial, budaya dan kearifan lokal. Konsep ini manampilkan paradigma
baru pembangunan yang lebih bersifat people-centered, participatory, empowering, and sustainable.
Ada beragam teori yang berkembang terkait dengan
pemberdayaan, di antaranya adalah:
1. Pemberdayaan merupakan upaya pembebasan,
transformasi struktural secara fundamental, dan eliminasi struktural atau sistem yang operesif. Kebebasan adalah aspek yang asasi dalam kehidupan manusia. Kemampuan
manusia untuk menalar dan berfikir adalah faktor utama pendorong mengapa manusia ingin bebas. Dengan akal yang dimiliki manusia mampu berimajinasi, berkreasi, dan
bertindak. Oleh karena itu, setiap upaya untuk mengekang dan membatasi kebebasan selalu ditentang. Kehadiran
pemberdayaan adalah untuk meningkatkan potensi nalar dan skill manusia agar mampu keluar dari sistem yang dalam banyak hal, telah membatasi serta menghegemoni
produktifitas dan kreatifitasnya.
2. Pemberdayaan merupakan upaya meningkatkan daya
sesorang atau sekelompok orang untuk dapat bersaing
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
47
dengan kelompok lain dalam suatu “pola permainan” tertentu. Potensi nalar dan pikir yang dimiliki manusia
tidaklah sama antara satu dengan yang lain, demikian pula dengan output yang dihasilkan. Dalam konteks masyarakat,
persaingan adalah konsekuensi logis dari upaya meningkatkan kualitas produk (output). Semakin baik kualitas yang dihasilkan, maka akan semakin kuat daya
penerimaannya di masyarakat. Oleh karenanya, upaya pemberdayaan berorientasi pada peningkatan kualitas, sekaligus kemampuan bersaing komunitas yang
diberdayakan.
3. Pemberdayaan merupakan upaya mengubah
diskursus serta menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial. Kehadiran sebuah diskursus sangat sulit untuk dilepaskan dari faktor-faktor di luar
diskursus itu sendiri. Dalam perspektif filsafat, sebuah diskursus umumnya dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: a)
power (kekuasaan), b) will (keinginan), c) discipline (disiplin), dan d) regime (rejim). Dengan demikian, kebenaran sebuah diskursus tidak lagi diukur dengan objektifitasnya,
melainkan dengan relasi antar subjektivitas. Penghargaan atas subjektivitas inilah yang menjadi focus garapan dari
upaya pemberdayaan.
Berbicara mengenai konsep perberdayaan dalam konteks Negara Indonesia idealnya disinergikan dengan problematika
yang dihadapi bangsa ini, khususnya disektor ekonomi. Mengapa harus ekonomi? Sebab, goal yang hendak dicapai
dalam proyek pemberdayaan adalah membangun kemandirian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat yang secara ekonomi termarginalkan dari sistem
dominan menjadi prioritas untuk diberdayakan.
Indonesia adalah Negara yang kedaulatan hidup
rakyatnya bergantung pada maksimalisasi potensi agraria, bumi, air dan ruang angkasa. Keempat hal ini adalah karunia dari Tuhan yang secara melimpah diberikan kepada bangsa
Indonesia. Eksplorasi maksimal terhadap potensi-potensi ini adalah pintu gerbang menuju masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan.
Harapan para pendiri bangsa untuk terwujudnya keadilan dan kemakmuran bagi seluruh elemen bangsa,
nampaknya masih jauh dari ideal. Kebahagiaan dan kesejahteraan seolah baru menjadi miliki sebagian kecil masyarakat dan impian bagi sebagian besarnya. Namun bagi
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
48
rakyat kecil, buruh, kaum tani dan kalangan miskin kota, indahnya cita-cita bangsa itu tidaklah dengan serta merta
diraih sejak Indonesia merdeka. Para petani misalnya, tahapan mencapai kehidupan yang sejahtera masih harus berproses dan
berproses secara terus menerus. Bahkan sekarang mereka semakin dihadapkan dengan kopleksitas persoalan yang semakin menjauhkan mereka dari impian hidup untuk bahagia
dan sejahtera.
Jika mengacu pada falsafah bangsa yang direpresentasikan oleh UUD 1945 dan Pancasila secara
konstitusional, maka peningkatan kesejahteraan petani adalah bagian tak terpisahkan dari pencapaian tujuan negara itu
sendiri, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selama ini, meskipun petani telah memberikan kontribusi yang besar dan nyata bagi pembangunan ekonomi
bangsa, namun nasib mereka dari hari ke hari tidak kunjung membaik. Tingkat kesejahteraan petani tidak meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semestinya dinikmati
bersama.
Petani semakin terpuruk disertai posisi tawar mereka lemah sehingga masalah yang dihadapi ibarat sebuah
lingkaran yang tak berujung pangkal. Kebijakan pemerintah sudah banyak dilakukan namun belum mengena sasaran,
belum powerful, dan belum intensif. Akibatnya, nilai tukar produk pertanian termasuk pangan tetap rendah. Dalam konteks inilah Perda Pemberdayaan Petani di Kabupaten
Cilacap dirumuskan, guna membantu para petani menyelesaikan masalah mereka dan sekaligus mengupayakan
peningkatan kesejahteraan bagi mereka.
B. Landasan Sosiologis
Hampir 70 % atau mungkin lebih penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan yang bekerja pada sektor pertanian sebagai mata pencarian pokok. Oleh karenanya, bertani
sebenarnya merupakan lapangan kerja yang produktif dan mampu menghasilkan pendapatan bagi masyarakat.
Pertanyaannya kemudian adalah mengapa jumlah petani di Indonesia semakin berkurang? Jawaban dari pertanyaan ini ada beberapa kemungkinan: pertama, perspektif masyarakat
yang menganggap bahwa profesi petani adalah profesi rendahan, kedua, bertani tidak lagi mampu menjanjikan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
49
kelayakan hidup, ketiga, kebijakan pemerintah kurang (tidak) tepat menyangkut pertanian, dan kemungkinan jawaban-
jawaban lain, tergantung sudut pandang yang digunakan.
Bagaimanapun, pertanian adalah sektor penting
perekonomian bangsa Indonesia. Dalam hal ini pemerintah memiliki kewenangan dan andil besar dalam merumuskan kebijakan yang dampaknya bisa memajukan petani atau
sebaliknya, membuat para petani semakin terpuruk secara sosial ekonominya.
Selama ini, kebijaksanaan pembangunan pertanian lebih berorientasi pada peningkatan produksi melalui penggunaan teknologi padat modal. Tujuan akhir yang diharapkan
pemerintah adalah meningkatnya pangan dalam negeri melalui pencapaian swasembada pangan dan mengurai ketergantungan pangan terhadap negara luar.
Untuk mencapai tujuan dari logika “pembangunan” di atas, dilakukan berbagai program yang perencanaan serta
penerapan kebijaksanaannya bersifat top down. Dalam hal ini, daerah (propinsi, kabupaten, dan seterusnya) harus mampu mengimplementasikan kebijakan pusat yang disesuaikan
dengan kondisi wilayahnya masing-masing. Selain itu, untuk mempercepat pertumbuhan pertanian dilakukan
pembangunan sub sektor dengan pendekatan yang berbeda tetapi sasaran sama.
Kelemahan logika “pembangunan” dengan model top down adalah mudahnya unsur (kepentingan) politik dan birokrasi masuk di dalamnya. Dua kepentingan ini tidak jarang
turut “bermain” dalam menentukan arah kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka menyukseskan progam-progam nasional yang dilaksanakan di daerah. Hal ini
tentunya berdampak pada rendahnya nilai tawar daerah terhadap pusat. Salah satu indikatornya adalah bahwa
konsepsi mengenai keberhasilan pencapaian kesejahteraan masyarakat diukur dari pertumbuhan ekonomi nasional (GNP), dengan mengandalkan terjadinya trickle down effect, bukan
pertumbuhan ekonomi daerah.
Idealnya, pembangunan masyarakat desa harus
mempertimbangkan aspek lokalitas. Hal ini tentunya meniscayakan adanya pendekatan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Termasuk juga indikator
peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, tidak bisa distandarkan secara nasional.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
50
Problem utama dari logika “pembangunan” adalah adanya hegemoni pendekatan yang mengacu pada paradigm
tunggal, yaitu struktural-fungsional. Biasanya teori yang dikembangkan dalam pradigma ini adalah demokrasi liberal
yang berkiblat pada masyarakat Barat. Untuk masyarakat Indonesia, memaksakan berlakunya paradigma ini adalah sebuah ketidaklogisan dan kesalahan fatal, mengingat kondisi
sosial masyarakat Indonesia yang majemuk dan belum menemukan sistem sosial-politik yang stabil.
Efek jangka panjang pembangunan masyarakat yang berparadigma tunggal adalah melahirkan ketergantungan-ketergantungan di masyarakat seperti pemberian bantuan
modal petani, baik yang berupa kredit, subsidi maupun bantuan hibah. Tujuan pemberian bantuan modal bagi petani pada umumnya untuk meningkatkan pendapatan serta
kesejahteraan petani. Realisanya bisa berupa pengembangan perkebunan rakyat, perluasan areal tanam dan lain
sebagainya. Mekanisme pemberian bantuan biasanya dalam bentuk hibah untuk tahun pertama, kemudian pada tahun-tahun berikutnya bantuan diberikan dalam bentuk kredit.
Banyak anggapan keliru yang berkembang di masyakarat bahwa pemberian bantuan kepada para petani dimaknai
sebagai bentuk pemberdayaan. Padahal jika ketergantungan adalah efek jangka panjang dari program pemberian bantuan, sementara pemberdayaan berorientasi pada kebebasan petani
dari sikap ketergantungan, maka di sini ada anomali logika yang berkembang. Pemberdayaan meniscayakan adanya orientasi-orientasi filosofis dan rancang bangun pengalaman
empiris.
Strategi yang dibangun dengan landasan filosofis-empiris
saja belum menjamin keberhasilan program pembangunan yang diharapkan. Ini masih membutuhkan sebuah perencanaan yang bersifat partisipatif (participatory planning).
Hingga saat ini, strategi pembangunan pertanian (masyarakat pedesaan) berdasarkan partisipasi luas dari masyarakat baru
sebatas wacana dan anjuran. Keberadaannya belum mampu mengejawantah dalam bentuk regulasi atau kebijakan-kebijakan strategis.
Model topdown kebijakan pembangunan nampaknya tidak lagi relevan dalam konteks sekarang ini, terlebih setelah
adanya regulasi tentang otonomi daerah yang menuntut partisipasi lebih dari masyarakat. Partisipasi lebih yang dimaksud adalah melibatkan masyarakat secara luas dalam
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
51
pengambilan keputusan, mulai dari identifikasi masalah dan sumber daya, perencanaan dan penentuan program yang
diusulkan di setiap level pemerintahan, hingga pada pelaksanaan program pembangunan serta pengawasan dan
evaluasinya.
Meskipun demikian, ini tidak serta merta menghilangkan peran controlling dari pemerintah untuk tetap menjaga agar
perencanaan pembangunan tidak melenceng dari tujuan pembangunan. Pembangunan masyarakat yang direncanakan
dari bawah (botton up) harus menyentuh seluruh masyarakat, dan bukan untuk golongan tertentu dari masyarakat.
Para petani di Indonesia sebagian besar adalah petani
kecil dengan penguasaan dan pengusahaan lahan yang relatif sempit (< 0,25 ha). Karakter lain dari petani kecil di antaranya:
a) penguasaan terhadap sumberdaya yang sangat terbatas, b) menggantungkan hidupnya pada usaha tani, c) tingkat pendidikan mereka yang relatif rendah, dan d) secara ekonomi,
mereka tergolong miskin.
Secara tipologis, kaum petani tidak bisa disebut sebagai primitif namun juga tidak bisa dikelompokkan sebagai
masyarakat modern. Komunitas mereka yang tinggal di pedesaan atau pinggiran kota serta kental dengan gaya hidup
sederhana, tradisional, dan sedikit acuh dengan hiruk pikuk perkembangan modernitas memposisikan petani berada di pertengahan jalan antara masyarakat primitif (tribe) dan
masyarakat industri. Walau bagaimanapun petani memiliki arti penting dalam proses terbentuknya kelas masyarakat. Dari
mereka inilah masyarakat industri dibangun. Dan sepertinya, keberadaan petani selalu akan dibutuhkan, bahkan hingga titik puncak industrialisasi dicapai di Indonesia.
Sebelum tahun 90-an eksistensi petani selalu berada di bawah bayang-bayang proyek pembangunan nasional.
Partisipasi keterlibatan petani lebih merupakan jargon pembangunan dan dalam bentuk realisasinya, petani hanya dijadikan kepanjang tanganan pemerintah untuk memenuhi
standar kesejahteraan ekonomi nasional. Karena itu pulalah, setelah tahun 90-an istilah partisipasi mulai ditinggalkan dan diganti dengan pemberdayaan (empowering). Di antara
alasannya adalah karena konsep partisipasi lebih bernuansa sentralistik dan kurang mampu memperbaiki makna powerless masyarakat kecil (petani). Selain itu, konsep partisipasi dianggap kehilangan arah untuk pengadvokasian power structure, yang umumnya timpang dan kurang memihak
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
52
kepentingan petani. Adapun terminologi empowering (pemberdayaan), diyakini lebih terkait dengan penguatan
terhadap ketidakberdayaan masyarakat, khususnya di bidang ekonomi. Petani diberdayakan dengan memanfaatkan
pengetahuan dan kearifan lokal (indigenous knowledge), agar mereka mampu menjadi subyek dalam pembangunan, mampu menolong dirinya sendiri, mandiri, serta mengembangkan
semangat self-reliance setempat.
Secara sosiologis, pemberdayaan petani pada dasarnya
merupakan upaya menciptakan suasana (iklim) bagi petani untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dengan cara
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki mereka. Untuk dapat melakukan hal tersebut, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki petani dengan membuka atau menciptakan aksesibilitas terhadap berbagai peluang yang menjadikannya semakin potensial dan berdaya.
Selain itu diperlukan juga tindakan perlindungan terhadap potensi yang ada sebagai bukti keberpihakan (pemerintah)
yang mencegah dan membatasi persaingan yang tidak seimbang serta cenderung eksploitatif terhadap kaum petani yang dianggap lemah melawan para tengkulak dan pengusaha
pertanian bermodal besar. Dengan model pemberdayaan seperti ini dihadapkan para petani tidak lagi bergantung pada program bantuan, melainkan berusaha dan menikmati hasil
dari usaha mereka sendiri.
C. Landasan Yuridis
Dalam amanah pembukaan UUD 1945 alenia keempat disebutkan bahwa tujuan bernegara adalah melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tujuan ini tidak hanya merupakan pernyataan dan cita-
cita para pendiri bangsa, melainkan telah menjadi kesepakatan nasional. Keberpihakan terhadap terwujudnya cita-cita tersebut adalah bentuk dari nasionalisme. Sebaliknya upaya
menghalang-halangi atau menghambatnya adalah bentuk dari penghianatan terhadap bangsa.
Jika mengacu pada bunyi alenia keempat UUD 1945 di atas, maka negara memiliki kapasitas sebagai pelindung, inisiator serta fasilitator peningkatan kesejahteraan dan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
53
kecerdasan bangsa. Masyarakat yang kondisi hidupnya membutuhkan perlindungan, taraf ekonominya belum
sejahtera, dan intelektualitasnya kurang memadai, adalah amanat negara untuk mendapatkan prioritas perhatian dari
pemerintah.
Di antara elemen masyarakat yang membutuhkan keberpihakan dari pemerintah dalam proyek peningkatan
kesejahteraan dan kecerdasan adalah para petani di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagaimana tidak, hingga saat ini berbagai regulasi telah ditetapkan menyangkut pertanian,
namun nasib sosial dan ekonomi kaum petani tidak juga segera terangkat. Padahal, jika mengacu pada UU No 5 tahun
1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian yang diperkuat dengan kepres no 169 tahun 1963 disebutkan secara tegas bahwa petani adalah tulang punggung bangsa.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan ini seharusnya petani menduduki posisi strategis dalam kebijakan
pembangunan ekonomi bangsa. Sebagai “tulang punggung” tidak seharusnya petani termarginalkan dan semakin jauh dari merasakan hasil pembangunan.
Apa yang terjadi dan dirasakan oleh petani bukan berarti diabaikan oleh pemerintah, hal ini dibuktikan dengan banyaknya peraturan perundang-undangan yang fokus
muaranya adalah meningkatkat kualitas kesejahteraan petani di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan menyebutkan bahwa produk hasil industri harus bersinergi
dengan produk hasil pertanian. Dengan sinergi ini diharapkan para petani dapat ditingkatkan taraf kesejahteraannya.
Upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam rangka
meningkatkan taraf kesejahteraan petani di antaranya adalah dengan membangun kapasitas dan kualitas petani di Indonesia
tidak hanya di bidang olah lahan, tetapi juga kewirausahaan, manajerial, dan organisasi.
Di era global, kemampuan berkompetisi adalah sebuah
keniscayaan untuk bisa meneguhkan eksistensi para petani. Untuk itu, proyek capacity and quality building harus menjadi
prioritas pemerintah terhadap petani, disamping tentunya peningkatan produksi hasil pertanian.
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
54
memberi angin segar bagi para petani untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, khususnya terkait dengan jaminan
perlindungan terhadap lahan pertanian. Bagaimanapun petani dan lahan adalah dua hal yang tidak mungkin dipisahkan.
Petani tanpa lahan sulit untuk sejahtera, sementara lahan tanpa pengolahan dari petani tidak akan mampu berproduksi.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut ditegaskan bahwa
negara berkewajiban melindungi lahan pertanian dan mendistribusikannya secara tepat sasaran agar pemerataan kemakmuran bisa tercapai. Ini adalah amanah UUD 1945 yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Sebagai negara agraris pemerintah harus menyusun
sebuah regulasi mengenai penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan yang berorientasi pada peningkatan lapangan pekerjaan dan penghidupan yang layak,
mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian.
Hak atas pangan adalah asasi bagi setiap warga negara. Oleh karenanya, negara harus mampu menjamin ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan yang bertumpu pada
sector pertanian. Fakta sosial di masyarakat yang menunjukkan adanya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian yang mengancam ketahanan, kedaulatan, dan
kemandirian pangan tersebut harus benar-benar menjadi perhatian pemerintah untuk segera diatasi dan dicarikan
solusinya.
Porsi ideal perlindungan dan pemberdayaan petani nampaknya terakomodir dalam Undang-Undang Nomor 19
tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Undang-Undang ini setidaknya berusaha memperjuangkan nasib petani hingga dapat memenuhi hak dan kebutuhan
dasarnya menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kontribusi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 bagi petani setidaknya tergambar dalam dua hal: pertama, adanya jaminan perlindungan bagi petani ketika dihadapan pada
kerugian akibat perubahan iklim, bencana alam, resiko usaha, gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak sehat.
Kedua, upaya perlindungan dan pemberdayaan yang bersifat komprehensif, sistematik, dan holistik.
Kedua hal di atas bagi petani sangat penting artinya mengingat hingga saat ini mereka selalu dihadapkan pada kompleksitas persoalan yang terus meningkat tanpa ada solusi
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
55
pemecahannya. Petani hampir selalu berada pada pihak yang dirugikan akibat kurang berpihaknya pemerintah terhadap
mereka.
Meskipun demikian, keberadaan UU Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani masih menyisakan beberapa problem bagi petani. Dalam tataran konsep misalnya, UU tersebut masih mengasumsikan bahwa petani adalah pihak yang
bodoh, kalah, lemah, miskin, dan tak berdaya sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan. UU ini sarat nuansa ekonomi-politik liberal serta banyak pasal merupakan pengulangan dari
berbagai pasal UU lain dan peraturan yang sudah ada. Konsep seperti ini tentunya kontraproduktif dalam upaya menjadikan
pertanian sebagai alternatif mata pencaharian yang menjanjikan bagi masyarakat. Konotasi pejotarif terhadap petani dengan sendirinya memposisikan petani sebagai pelaku
usaha yang tidak menarik dan sulit untuk mandiri serta sukses.
Dari sisi regulasi perundang-undangan, hingga saat ini belum ada turunan dari UU Nomor 19 tahun 2013 dalam bentuk peraturan perundang-undangan di bawahnya. Hal ini
tentunya menyulitkan para pemegang kekuasaan di daerah untuk secara leluasa membantu para petani dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup. Dalam konteks
yang demikian, kehadiran Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Petani tentunya akan sangat strategis bagi
pemerintah di daerah untuk mengimplemantasikan amanat Undang-Undang dalam bentuk kebijakan legislatif dalam upaya memandirikan petani di daerah.
-- --
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
56
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
A. Rumusan Akademik Berbagai Istilah Kunci Dalam Peraturan Daerah
Istilah-istilah yang terkait dengan peraturan ini menjadi penting untuk dirumuskan guna memberikan pengertian yang pasti dari berbagai istilah tersebut. Istilah-istilah yang
berhubungan dengan peraturan daerah tentang Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap antara lain: Daerah, Pemerintah
Daerah, Bupati, Dinas, Petani, Pemberdayaan Petani, Pertanian, Usaha Tani, Komoditas Pertanian, dan lain sebagainya yang berkaitan, langsung maupun tidak dengan
materi Peraturan Daerah Pemberdayaan Petani.
Penjelasan definitif mengenai istilah-istilah teknis di atas
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabuaten Calacap, mencakup Bupati dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
2. Petani adalah warga Kabupaten Cilacap perseorangan dan/ atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di
bidang tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan/atau peternakan.
3. Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani untuk melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui pendidikan dan
pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana, pemasaran hasil, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, dan kemudahan akses
ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani.
4. Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan Komoditas Pertanian yang
mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
5. Usaha Tani adalah kegiatan dalam bidang pertanian mulai dari pengolahan lahan, produksi, penanganan pascapanen,
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
57
sarana produksi, pemasaran hasil, dan/ atau jasa penunjang untuk mencapai kedaulatan dan kesejahteraan
yang bermartabat.
6. Komoditas Pertanian adalah hasil dari usaha tani yang
dapat diperdagangkan, disimpan dan/ atau dipertukarkan.
7. Pelaku usaha pertanian adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana produksi pertanian, pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian, serta jasa penunjang pertanian yang berkedudukan di wilayah Kabupaten Cilacap.
8. Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani guna
memperkuat dan memperjuangkan kepentingan petani. Dalam hal ini kelembagaan petani terdiri dari:
a. Kelompok Tani, yaitu lembaga yang
ditumbuhkembangkan dari, oleh dan untuk petani yang terdiri dari sejumlah petani guna memperjuangkan
kepentingan anggotanya.
b. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), yaitu gabungan lebih dari satu kelompok tani guna memperjuangkan
kepentingan anggotanya.
c. Asosiasi Petani, yaitu kumpulan dari petani, kelompok tani dan/ atau Gapoktan.
9. Kelembagaan Ekonomi Petani adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan usaha tani yang dibentuk oleh, dari,
dan untuk petani guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Kelembagaan petani bisa
berbentuk:
a. Badan Usaha Milik Petani, yaitu badan usaha berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh
petani.
b. Lembaga Pembiayaan Petani, yaitu badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal untuk memfasilitasi serta membantu petani dalam melakukan usaha.
B. Muatan Materi Peraturan Daerah
1. Maksud dibentuknya Peraturan Daerah
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
58
Keberadaan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap tidak bisa
dilepaskan dari amanah Peraturan Perundang-Undangan di atasnya dan realitas sosiologis kaum petani di wilayah
Kabupaten Cilacap. Peraturan Perundang-Undangan dimaksud adalah: Pasal 18 ayat (6) Undang–Undang Dasar Republik Indonesia 1945; Undang–Undang Nomor 16
Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan
Lingkungan Hidup; Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Petani; Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; Peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43 tahun 2009 tentang pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan
penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan; dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun
2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Provinsi Jawa Tengah.
Secara prinsipil, muara dari semua paket regulasi di
atas adalah terbentuknya masyarakat Indonseia yang sejahtera, makmur,dan berkeadilan. Kaum petani yang selama ini dirasa belum mampu meningkatkan
kesejahteraan hidupnya dan mengakses kamakmuran secara adil dan merata dipandang perlu untuk
diberdayakan agar mereka bisa mandiri, berdaulat dan memiliki ketahanan di bidang ekonomi. Keberadaan peraturan perundang-undangan di atas, tentunya sangat
bermanfaat bagi petani jika mampu diimplementasikan secara maksimal. Karenanya, dibutuhkan perangkat
regulasi yang lebih operasional agar penerapan dan pelaksanaannya bisa maksimal di masyarakat (petani).
Keberadaan Peraturan Daerah tentang
Pemberdayaan Petani dimaksudkan untuk memberikan pedoman yuridis-operatif dalam upaya memberdayakan petani di Kabupaten Cilacap sesuai dengan ketentuan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
59
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dengan Peraturan Daerah ini, Pemerintah Daerah
kabupaten Cilacap akan memiliki pedoman hukum yang kuat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani
melalui program permberdayaan yang dikembangkan.
2. Tujuan dibentuknya Peraturan Daerah
Dibentuknya Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap bertujuan untuk:
a. meningkatkan kemandirian dan kedaulatan Petani dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan,
kualitas, dan kelangsungan hidup yang lebih baik;
b. menyediakan prasarana dan sarana pertanian yang dibutuhkan oleh petani dalam mengembangkan usaha
tani;
c. menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan
pertanian yang melayani kepentingan usaha tani;
d. meningkatkan kemampuan, kapasitas, dan kelembagaan petani dalam menjalankan usaha tani
yang produktif, maju, modern, bernilai tambah, berdaya saing, mempunyai pangsa pasar dan berkelanjutan.
Tujuan di atas adalah pengembangan dari tujuan
permberdayaan petani sebagaimana dirumuskan dalam UU Nomor 19 tahun 2013 yaitu:
a. memajukan dan mengembangkan pola pikir dan pola kerja petani;
b. Meningkatkan usaha tani
c. Menumbuhkan dan menguatkan kelembagaan petani agar mempu mandiri dan berdaya saing tinggi.
3. Ruang Lingkup
Keberadaan suatu peraturan, termasuk Peraturan
Daerah, adalah untuk memberikan pedoman bagi pengguna (Pemerintah Daerah) dalam melaksanakan suatu kegiatan tertentu. Dalam hal ini, unit kegiatan dimaksud
adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan petani di daerah Cilacap yang menyangkut persoalan proses,
prasarana dan sarana, serta penyediaan modal bagi petani.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
60
Oleh karenanya, Peraturan Daerah ini disusun dengan mempertimbangkan aspek peran serta dari pemerintah dan
petani dalam sebuah proyek pemberdayaan yang meliputi:
a. Perencanaan
Untuk mendapatkan hasil maksimal, pemberdayaan Petani di kabupaten Cilacap harus dilakukan melalui perencanaan yang sistematis,
terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel, dengan memperhatikan:
1) daya dukung sumber daya alam lingkungan;
2) kebutuhan prasarana dan sarana;
3) kebutuhan teknis, ekonomis, kelembagaan, dan
budaya setempat;
4) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
5) tingkat pertumbuhan ekonomi; dan
6) jumlah petani.
Perencanaan adalah tanggung jawab pemerintah
Daerah yang di dalamnya memuat tentang strategi dan kebijakan. Untuk strategi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerinath, yaitu:
1) Pendidikan dan pelatihan
2) penyuluhan dan pendampingan;
3) pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil
pertanian;
4) pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan pangan nasional;
5) konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian;
6) penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan;
7) kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi;
8) penguatan kelembagaan petani.
Adapun dalam bentuk kebijakan, pemerintah bisa mempertimbangkan setidaknya dua hal, yaitu: pertama,
keselarasan dengan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh kementerian atau lembaga non kementerian terkait lainnya, kedua, peran
serta masyarakat atau pemangku kepentingan lainnya sebagai mitra Pemerintah Daerah.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
61
b. Pemberdayaan
Pemberdayaan petani dilakukan untuk
memajukan dan mengembangkan pola pikir petani dalam meningkatkan usaha tani, menumbuhkan dan
menguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi.
Konteks pemberdayaan petani meliputi beberapa
hal sebagai berikut:
1) Pendidikan dan Pelatihan
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
bagi petani adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah yang bisa diwujudkan dalam
bentuk: a) pengembangan program pelatihan dan pemagangan, b) pemberian beasiswa bagi petani untuk mendapatkan pendidikan di bidang
pertanian, atau c) pengembangan pelatihan kewirausahaan di bidang agribisnis.
2) Penyuluhan dan Pendampingan
Selain pendidikan dan pelatihan, petani juga harus mendapatkan fasilitas berupa penyuluhan
dan pendampingan. Tujuannya adalah agar mereka dapat melakukan setidaknya tiga (3) hal, yaitu: a) tata cara pengolahan, penanganan pasca panen,
dan pemasaran yang baik, b) analisis kelayakan usaha yang menguntungkan; dan kemitraan dengan
pelaku usaha, dan c) akses permodalan ke lembaga keuangan, perbankan atau non bank dalam rangka peningkatan usahanya.
3) Sistem dan Sarana Pemasaran Hasil Pertanian
Persoalan yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan oleh pemerintah dalam program
pemberdayaan petani adalah membangun sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian yang baik.
Tujuannya adalah untuk: a) mewujudkan pasar hasil Pertanian yang memenuhi standar keamanan pangan, sanitasi, serta memperhatikan ketertiban
umum, b) mewujudkan fasilitas pendukung pasar hasil Pertanian, c) memfasilitasi pengembangan
pasar hasil Pertanian yang dimiliki dan/ atau dikelola oleh Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, koperasi, dan/atau kelembagaan ekonomi
Petani lainnya di daerah produksi Komoditas
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
62
Pertanian, d) membatasi pasar modern yang bukan dimiliki dan/ atau tidak bekerja sama dengan
Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Koperasi, dan/ atau kelembagaan ekonomi Petani lainnya di
daerah produksi Komoditas Pertanian, e) mengembangkan pola kemitraan usaha tani yang saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan, f) mengembangkan pola kemitraan usaha tani yang saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan, g)
mengembangkan sistem pemasaran dan promosi hasil Pertanian, h) mengembangkan pasar lelang,
dan i) menyediakan informasi pasar hasil pertanian.
4) Konsolidasi dan Jaminan Luasan Lahan Pertanian
Konsolidasi luasan lahan pertanian adalah
penataan kembali penggunaaan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
untuk kepentingan lahan pertanian. Konsolidasi ini diperlukan untuk menjamin luasan lahan pertanian bagi para petani agar mereka dapat meningkatkan
taraf hidupnya.
Program konsolidasi ini bisa dilakukan dengan dua cara: mengendalikan alih fungsi lahan
pertanian atau pemanfaatan lahan pertanian terlantar yang potensial untuk lahan pertanian.
5) Fasilitas Pembiayaan dan Permodalan
Problem utama yang dihadapi mayoritas petani saat ini adalah menyangkut pembiayaan dan
permodalan. Karena itu kedua hal ini menjadi elemen penting keberhasilan program pemberdayaan petani. Dalam hal fasilitasi
pembiayaan dan permodalan, pemerintah bisa mengambil pola-pola sebagai berikut:
a) pemberian pinjaman modal untuk memiliki dan atau memperluas kepemilikan lahan pertanian.
b) pemberian bantuan penguatan modal bagi
petani
c) pemberian bantuan program pertanian; dan/
atau
d) pemanfaatan tanggung jawab sosial perusahaan serta program kemitraan dan bina lingkungan.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
63
6) Akses Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Informasi
Dalam dunia global akses terhadap ilmu
pengetahuan, teknologi dan informasi tidak lagi menjadi monopoli kelompok masyarakat tertentu.
Para petani juga memiliki hak sama untuk mendapatkannya. Karena itu, pemerintah harus memfasilitasi agar petani dapat dengan mudah
mengakses ketiganya guna menunjak peningkatan produktifitas pertanian dan peningkatan kesejahteraan mereka.
7) Penguatan Kelembagaan
Lemahnya kelembagaan petani disinyalir
menjadi salah satu penyebab kemandirian dan kedaulatan petani sulit terwujud. Melalui program pemberdayaan, petani harus diperkuat dari sisi
kelembagaan yang meliputi:
a) Kelompok Tani;
b) Gabungan Kelompok Petani; dan c) Asosiasi komoditas pertanian;
Penguatan kelembagaan petani yang
dilakukan oleh pemerintah sebaiknya menggunakan pendekatan botton up dan mempertimbangkan nilai serta kearifan lokal. Pendekatan yang cenderung
struktural dan administratif biasanya kurang bisa diterima oleh petani yang selama ini masih kental
sisi tradisional serta kekeluargaannya.
c. Pengawasan
Untuk menjamin tercapainya tujuan
pemberdayaan petani, semua komponen pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap kinerja perencanaan dan pelaksanaan. Pengawasan ini
meliputi: pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
d. Peranserta Masyarakat.
Pemberdayaan adalah model pembangunan yang menekankan sisi partisipasi masyarakat secara luas dalam hal:
a) penyusunan perencanaan; b) pemberdayaan petani;
c) pembiayaan; d) pengawasan; dan e) penyediaan informasi
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
64
Dalam bentuk kegiatan, masyarakat dapat berperan serta untuk menyelenggarakan:
a) pendidikan non formal; b) pelatihan dan pemagangan;
c) penyuluhan; d) penguatan kelembagaan petani dan kelembagaan
ekonomi petani;
e) fasilitasi sumber pembiayaan atau permodalan; dan f) pemberian fasilitas akses terhadap informasi
-- --
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
65
BAB VI
PENUTUP
Dalam sila kelima Pancasila dan pembukaan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi salah satu dasar filosofi pembangunan bangsa, sehingga setiap warga Negara
Indonesia, berhak atas kesejahteraan. Oleh karena itu, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) berhak dan wajib ikut serta dalam pengembangan usaha meningkatkan kesejahteraan bangsa
termasuk di dalamnya di bidang Pertanian.
Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, salah satu tujuan pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan sebesar-besar kesejahteraan petani.
Selama ini petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan ekonomi perdesaan. Petani merupakan salah
satu pelaku pembangunan. Oleh karena itu, pertani perlu diberi Perlindungan dan Pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar setiap orang guna
mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan.
Lahirnya Undang-undang Nomor 19 tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menjadi harapan petani untuk lebih mengambil peran-peran strategis dalam bidang
pertanian untuk kesejahteraan masyarakat. Undang-undang ini menjadi payung yuridis bagi pemerintah dalam memeberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada para petani. Pada level
pemerintah daerah, pembentukan peraturan daerah terkait dengan pemberdayaan petani merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah untuk memperhatikan nasib petani
dan masa depan pertanian.
Problem mendasar yang dihadapi para petani meliputi
banyak aspek yang memiliki keterkaitan antara satu dengan lainya. Beberapa problem yang dihadapi para petani adalah :
1. Petani dihadapkan pada kecenderungan terjadinya perubahan
iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risik ousaha, globalisasi dan gejola kekonomi global, serta sistem pasar yang
tidak berpihak kepada Petani.
2. Permasalahan yang dihadapi petani sangat banyak dan bervariasi. Beberapa problem yang mendasar yang dihadapi
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
66
petani adalah lemah dalam hal akses modal, sehingga mengakibatkan inefesiensi sarana produksi pertanian, skala
usaha pertanian juga masih sangat terbatas.
3. Berbagai problem yang dihadapi petani di atas secara tidak
langsung mengakibatkan rendahnya kualitas produksi pertanian dan orientasi petani tidaklah pada orientasi pasar tetapi sebatas untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga
petani.
Lahirnya berbagai paket regulasi baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan daerah terkait
dengan perlindungan dan pemberdayaan petani dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas SDM petani dan meningkatkan
produktifitas hasil pertanian.
Rancangan Peraturan Daerah Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap didesain sebagailan dasan hukum bagi
pemerintah daerah Cilacap dalam melakukan pembedayaan kepada petani di kabupaten Cilacap. Pemberdayaan petani
dilakuan untuk:
1. Memajukan dan mengembangkan polapikir dan pola kerja petani;
2. Meningkatkan usaha tani
3. Menumbuhkan dan menguatkan kelembagaan petani agar mempu mandiri dan berdaya saing tinggi
Dengan mendasarkan pada pemikiran di atas sangat jelas bahwa pemberdayaan petani dimaksudkan untuk mewujudkan
kedaulatan dan kemandirian petani dengan cara meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani serta kelembagaannya dalam menjalankan usaha pertaniannya.
Beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi petani agar lebih berdaya, antara lain: 1. Pendidikan dan pelatihan; 2. Penyuluhan dan pendampingan, 3. Pengembangan
sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian; 4. Pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan
nasional; 5. Konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian; 6. Penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; 7. Kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan 8.
Penguatan kelembagaan petani.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Petani
di Kabupaten Cilacap dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk masuk pada proses pemberdayaan dalam rangka mengatasi probelamtika yang dihadapi petani di kabupaten Cilacap. Lahirnya
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
67
perda ini diharapkan menjadi entry point lahirnya semangat baru dikalangan petani untuk berbenah dengan cara meningkatkan
kapasitas SDM nya maupun penggunaan teknologi pertaniannya. Dengan demikian, raperda pemberdayaan petani diharapakan
mampu menjadi jembatan bagi cita-cita lahirnya kedaulatan petanidan kedaulatan pangan.
Dengan demikian, naskah akademik peraturan daerah ini
diharapkan memiliki kemanfaatan sebagai landasan, alasan, dan arahan dalam proses pemberdayaan petani baik menyangkut
peningkatan kualitas SDM petaninya maupun kualitas layanan peningkatan pemberian modal usaha tani yang secara rutin pembiayaanya bersumber dari APBD kabupaten Cilacap
-- --
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
68
DAFTAR PUSTAKA
Bernstein, Henry dan Bachriadi, Dianto, Tantangan Kedaulatan Pangan , Bandung: ARC Books, 2014
Elizabeth, Roosgandha, “Partisipasi sebagai Strategi Pemberdayaan Petani Miskin melalui Program Integrasi Jagung dan Ternak”, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian Bdan Litbang Pertanian
Karsidi, Ravik, “Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan dalam
Pemberdayaan Masyarakat”. Dalam Pambudy dan A.K.Adhy (ed.): Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Bogor: Penerbit Pustaka Wirausaha Muda, 2001.
Karsidi, Ravik, “Pemberdayaan Masyarakat Petani dan Nelayan
Kecil”, Makalah, disampaikan dalam Semiloka Pemberdayaan Masyarakat di Jawa Tengah dalam rangka
Pelaksanan Otoda, Badan Pemberdayaan Masyarakat Jateng, di Semarang 4-6 Juni 2002
Korten, David C., Pembangunan yang Memihak Rakyat, Jakarta :
Lembaga Studi Pembangunan, 1984.
Nuryanti, Sri, “Pemberdayaan Petani dengan Model Coopeative
Farming” Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Volume. 3 Nomor. 2 Juni 2005
Raharto, Sugeng, “Srtategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani dan
Pasar Perberasan Guna Peningkatan Nilai Tukar Petani serta Ketersediaan Pangan” dalam J-SEP Vol. 4 No. 2 Juli 2010.
Rahmawati, dkk., “ Pemberdayaan Petani dalam meningkatkan Ketahanan Pangan” dalam Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vo. 2 Nomor 1.
Sasono, Adi, “Ekonomi Kerakyatan dalam Dinamika Perubahan”, Makalah Konferensi Internasional Ekonomi Jaringan, Hotel
Sangri-La, Jakarta 5-7 Desember 1999. , 1999
-------, “Bondowoso Incorporated: Membangun Ekonomi Daerah
Berbasis Paradigma Ekonomi Kerakyatan”, dalam Forum Diskusi Pemda Kabupaten Bodowoso, 21 Nopember 2000.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
69
Sikhondze, Wilson B., “The Role of Extension in Farmer Education and Information Dissemination in Swaziland”, dalam
Journal: Edult Education and Development No. 53/1999, Institute for International Cooperation of The German Adult
Education Association
Sumardjo. “Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani”, Disertasi Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor 1999.
Suradisastra, Kedi, “ Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani”,
dalam Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume. 26, nomor 2 Desember 2008
Undang-Undang Republik Indonesia No 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
70
LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
71
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : .......... TAHUN 2016
TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CILACAP,
Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur serta untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara, Pemerintah
Daerah menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;
b. bahwa sebagai daerah agraris, hasil pertani-an merupakan tumpuan bagi petani untuk
mendapatkan hidup yang layak; c. bahwa pemberdayaan petani dimaksudkan
untuk mewujudkan kedaulatan dan keman-
dirian petani dengan cara meningkatkan ke-mampuan dan kapasitas petani serta kelem-bagaannya dalam menjalankan usaha perta-
niannya. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai-
mana dimaksud pada huruf a, b, dan c, per-lu ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pemberdayaan Petani di Ka-
bupaten Cilacap;
Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang–Undang Dasar Re-
publik Indonesia 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 ten-
tang Pembentukan Daerah-daerah Kabupa-ten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950);
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (Lembaran Negara 1960–104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ten-
tang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No-mor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indo-
nesia Nomor 5587); sebagaimana telah diu-
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
72
bah dengan Undang-Undang Nomor 09 Ta-hun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Un-
dang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Re-
publik Indonesia Nomor 58, Tambahan Lem-baran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2006 ten-tang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikan-an, Dan Kehutanan (Lembaran Negara Repu-
blik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tam-bahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4660); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 ten-
tang Pengelolaan dan Perlindungan Lingku-
ngan Hidup (Lembaran Negara Republik In-donesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
7. Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2009 ten-
tang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambah-
an Lembaran Negara Republik Indonesia No-mor 5068);
8. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2011 ten-tang Pembentukan Peraturan Perundang-un-dangan (Lembaran Negara Republik Indone-
sia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lem-baran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 ten-tang Pangan (Lembaran Negara Republik In-
donesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
10. Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2013 ten-tang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Nega-ra Republik Indonesia Nomor 5433);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengen-dalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Re-
publik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153,
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
73
Tambahan Lembaran Negara Republik Indo-nesia Nomor 4161);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Nega-
ra Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4254);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Ne-gara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
45, Tambahan Lembaran Negara Republik In-donesia Nomor 4385);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no-mor 43 tahun 2009 tentang pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan penyuluhan
pertanian, perikanan, dan kehutanan (lem-baran negera Republik Indonesia tahun 2009 nomor 87, tambahan lembaran Negara Repu-
blik Indonesia nomor 5043); 16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No-
mor 2 Tahun 2013 tentang Perlindungan La-han Pertanian Pangan Berkelanjutan Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Ja-
wa Tengah Tahun 2013 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah No-mor 48);
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PEWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP Dan
BUPATI CILACAP
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDA-
YAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP
BAB I
KETENTUAN UMUM
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
74
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: d. Daerah adalah Kabupaten Cilacap
e. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cilacap. f. Bupati adalah Bupati Cilacap g. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempu-
nyai tugas pokok dan fungsi di Bidang Pertanian, pengairan serta ketahanan pangan dan pelaksana penyuluhan.
h. Petani adalah warga Kabupaten Cilacap perseorangan dan/ a-
tau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bi-dang tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan/atau
peternakan. i. Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk mening-
katkan kemampuan Petani untuk melaksanakan Usaha Tani
yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyu-luhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana,
pemasaran hasil, konsolidasi dan jaminan luasan lahan per-tanian, dan kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani.
j. Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam ha-yati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan ma-najemen untuk menghasilkan Komoditas Pertanian yang
mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan / atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
k. Usaha Tani adalah kegiatan dalam bidang pertanian mulai dari pengolahan lahan, produksi, penanganan pascapanen, sarana produksi, pemasaran hasil, dan/ atau jasa penunjang
untuk mencapai kedaulatan dan kesejahteraan yang bermar-tabat.
l. Komoditas Pertanian adalah hasil dari usaha tani yang dapat
diperdagangkan, disimpan dan/ atau dipertukarkan. m. Pelaku usaha pertanian adalah setiap orang yang melakukan
usaha sarana produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, serta jasa penunjang pertanian yang berke-dudukan di wilayah Kabupaten Cilacap.
n. Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuhkembang-kan dari, oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan mem-
perjuangkan kepentingan petani. o. Kelompok Tani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan
dari, oleh dan untuk petani yang terdiri dari sejumlah petani
guna memperjuangkan kepentingan anggotanya. p. Gabungan Kelompok Tani yang selanjutnya disingkat Ga-
poktan, adalah gabungan lebih dari satu kelompok tani guna
memperjuangkan kepentingan anggotanya.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
75
q. Asosiasi Petani adalah kumpulan dari petani, kelompok tani dan/ atau Gapoktan.
r. Kelembagaan Ekonomi Petani adalah lembaga yang melaksa-nakan kegiatan usaha tani yang dibentuk oleh, dari, dan un-
tuk petani guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi u-saha tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
s. Badan Usaha Milik Petani adalah badan usaha berbentuk ko-perasi atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh petani.
t. Lembaga Pembiayaan Petani adalah badan usaha yang mela-
kukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal untuk memfasilitasi serta membantu pe-
tani dalam melakukan usaha.
BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pemberdayaan petani berdasarkan asas :
a. kemandirian; b. kedaulatan; c. kebermanfaatan;
d. kebersamaan; e. keterpaduan;
f. keterbukaan; g. efisiensi berkeadilan; dan h. berkelanjutan.
Pasal 3
Pemberdayaan petani bertujuan untuk :
e. meningkatkan kemandirian dan kedaulatan Petani dalam rang-ka mewujudkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsung-an hidup yang lebih baik;
f. menyediakan prasarana dan sarana pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha tani;
g. menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian yang melayani kepentingan usaha tani;
h. meningkatkan kemampuan, kapasitas, dan kelembagaan petani
dalam menjalankan usaha tani yang produktif, maju, modern, bernilai tambah, berdaya saing, mempunyai pangsa pasar dan
berkelanjutan.
Pasal 4
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
76
Ruang Lingkup pemberdayaan petani meliputi:
e. perencanaan; f. pemberdayaan
g. pembiayaan; h. pengawasan; dan i. peranserta masyarakat.
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5
(1) Perencanaan pemberdayaan Petani dilakukan secara sistema-
tis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mem-perhatikan :
7) daya dukung sumber daya alam lingkungan; 8) kebutuhan prasarana dan sarana; 9) kebutuhan teknis, ekonomis, kelembagaan, dan budaya
setempat; 10) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; 11) tingkat pertumbuhan ekonomi; dan
12) jumlah petani. (3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bagian yang integral dari: a. rencana pembangunan nasional; b. rencana pembangunan daerah.
Pasal 6
Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) paling sedikit memuat strategi dan kebijakan.
Pasal 7
(1) Strategi pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
dengan memperhatikan kebijakan pemberdayaan petani. (2) Strategi pemberdayaan petani dilakukan melalui:
9) Pendidikan dan pelatihan
10) penyuluhan dan pendampingan; 11) pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil
pertanian;
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
77
12) pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional;
13) konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian; 14) penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan;
15) kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi;
16) penguatan kelembagaan petani.
Pasal 8
(1) Kebijakan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenang-
annya dengan memperhatikan asas dan tujuan pemberdayaan petani.
(2) Dalam menetapkan kebijakan pemberdayaan petani sebagaima-
na dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah mempertim-bangkan:
a. keselarasan dengan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh kementerian/lembaga non kementerian terkait lainnya; dan
b. peran serta masyarakat dan/ atau pemangku kepentingan lainnya sebagai mitra Pemerintah Daerah.
Pasal 9
(1) Perencanaan pemberdayaan petani disusun oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan petani.
(2) Perencanaan pemberdayaan Petani sebagaiamana dimaksud
pada ayat (1) disusun oleh Dinas terkait. (3) Perencanaan pemberdayaan petani ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah menjadi rencana pemberdayaan petani, baik jangka
pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
Pasal 10
Rencana pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) harus dituangkan dalam RPJP, RPJMD, RPTD Kabupaten Cilacap.
Pasal 11
(1) Rencana pemberdayaan petani Kabupaten menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan pemberdayaan petani Provinsi.
(2) Rencana pemberdayaan petani provinsi menjadi pedoman
untuk menyusun perencanaan pemberdayaan petani nasional.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
78
BAB IV
PEMBERDAYAAN PETANI
Bagian Kesatu Umum
Pasal 12
Pemberdayaan petani dilakukan untuk memajukan dan
mengembangkan pola pikir petani dalam meningkatkan usaha tani, menumbuhkan dan menguatkan kelembagaan petani agar
mampu mandiri dan berdaya saing tinggi.
Pasal 13
Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pemberdayaan petani
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 14
(1) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dengan Pemerintah
Pusat dan provinsi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pemberdayaan petani. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk melaksanakan strategi pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Bagian Kedua Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 15
(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenanganya berkewajiban memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petani.
(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain berupa : a. pengembangan program pelatihan dan pemagangan;
b. pemberian beasiswa bagi petani untuk mendapatkan pendidikan di bidang pertanian; dan
c. pengembangan pelatihan kewirausahaan di bidang
agribisnis.
Pasal 16
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
79
Petani yang telah ditingkatkan keahlian dan keterampilannya melalui pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 wajib melakukan tata cara pengolahan, penanganan pascapanen, dan pemasaran yang baik sesuai dengan petunjuk
pelaksanaannya.
Bagian Ketiga
Penyuluhan dan Pendampingan
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi penyuluhan
dan pendampingan kepada petani. (2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh penyuluh.
(3) Penyuluhan dan pendampingan antara lain agar Petani dapat melakukan:
a. tata cara pengolahan, penanganan pasca panen, dan pemasaran yang baik;
b. analisis kelayakan usaha yang menguntungkan; dan
kemitraan dengan pelaku usaha; c. akses permodalan ke lembaga keuangan, perbankan atau
non bank dalam rangka peningkatan usahanya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyuluhan dan pendampingan diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Sistem dan Sarana Pemasaran Hasil Pertanian
Pasal 18
(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajibn melakukan Pemberdayaan Petani melalui pengembangan
sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian. (2) Pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan:
a. mewujudkan pasar hasil Pertanian yang memenuhi standar keamanan pangan, sanitasi, serta memperhatikan
ketertiban umum; b. mewujudkan fasilitas pendukung pasar hasil Pertanian; c. memfasilitasi pengembangan pasar hasil Pertanian yang
dimiliki dan/ atau dikelola oleh Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, koperasi, dan/atau kelembagaan ekonomi Petani lainnya di daerah produksi Komoditas Pertanian;
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
80
d. membatasi pasar modern yang bukan dimiliki dan/ atau tidak bekerja sama dengan Kelompok Tani, Gabungan
Kelompok Tani, Koperasi, dan/ atau kelembagaan ekonomi Petani lainnya di daerah produksi Komoditas Pertanian;
e. mengembangkan pola kemitraan usaha tani yang saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan;
f. mengembangkan sistem pemasaran dan promosi hasil Pertanian;
g. mengembangkan pasar lelang; dan
h. menyediakan informasi pasar hasil pertanian.
Pasal 19
Setiap orang yang mengelola pasar modern berkewajiban
mengutamakan penjualan komoditas pertanian dalam negeri.
Pasal 20
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
menyelenggarakan promosi dan sosialisasi pentingnya mengkonsumsi komoditas pertanian dalam negeri.
Bagian Kelima Konsolidasi dan Jaminan Luasan Lahan Pertanian
Pasal 21
(1) Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan jaminan ketersediaan lahan pertanian.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui: a. Konsolidasi lahan pertanian; dan
b. Jaminan luasan lahan pertanian.
Bagian Keenam
Konsolidasi Lahan Pertanian
Pasal 22
(1) Konsolidasi lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) huruf a merupakan penataan kembali penggunaaan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah untuk kepentingan lahan pertanian.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
81
(2) Konsolidasi lahan pertanian diutamakan untuk menjamin luasan lahan pertanian untuk Petani sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (4) agar mencapai tingkat kehidupan yang layak.
(3) Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengendalian alih fungsi lahan pertanian; dan pemanfaatan lahan pertanian yang terlantar.
Pasal 23
(1) Selain konsolidasi lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pemerintah Daerah dapat melakukan
perluasan lahan pertanian melalui penetapan lahan terlantar yang potensial sebagai lahan pertanian.
(2) Perluasan lahan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 24
(1) Petani diberikan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) b untuk memanfaatkan lahan yang sedang diusahakan atau lahan kawasan pertanian.
(2) Pemberian kemudahan pemanfaatan lahan pertanian diutamakan kepada Petani setempat yang :
a. tidak memiliki lahan pertanian; b. memiliki lahan pertanian tetapi kurang dari 2 (dua) hektar.
Pasal 25
(1) Petani yang menerima kemudahan untuk memanfaatkan tanah
negara yang diperuntukkan atau ditetapkan untuk kawasan pertanian, wajib mengusahakan lahan pertanian yang
dikelolanya dengan memanfaatkan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan.
(2) Tata cara pemanfaatan tanah Negara yang diperuntukan bagi
petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 26
(1) Petani dilarang mengalihfungsikan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
82
(2) Petani dilarang mengalihkan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 kepada pihak lain tanpa seizin
Pemerintah Daerah.
Bagian Ketujuh Fasilitas Pembiayaan dan Permodalan
Pasal 27
(1) Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan fasilitasi
pembiayaan dan permodalan usaha tani. (2) Fasilitasi pembiayaan dan permodalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan : e) pemberian pinjaman modal untuk memiliki dan atau
memperluas kepemilikan lahan pertanian.
f) pemberian bantuan penguatan modal bagi petani g) pemberian bantuan program pertanian; dan/ atau
h) pemanfaatan tanggung jawab sosial perusahaan serta program kemitraan dan bina lingkungan.
Pasal 28
Untuk mendapatkan bantuan modal, petani harus memenuhi
beberapa persyaratan, yaitu: a. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
b. petani yang tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan usaha tani dengan cara menggarap/menyewa;
c. petani yang melakukan usahanya pada luas lahan paling banyak 2 (dua) hektar;
d. petani yang tidak memerlukan izin usaha.
Bagian Kedelapan
Akses Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Informasi
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan kemudahan
akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. (2) Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. kerja sama alih teknologi; dan c. penyediaan fasilitas bagi petani untuk mengakses ilmu
pengetahuan, teknologi, dan informasi.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
83
Pasal 30
(1) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (2) huruf c paling sedikit berupa : a. sarana produksi pertanian; b. harga komoditas pertanian;
c. peluang dan tantangan pasar; d. prakiraan iklim, dan ledakan organisme pengganggu
produksi pertanian;
e. pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pertanian; f. pemberian bantuan modal; dan
g. ketersediaan lahan dan alat-alat pertanian. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus akurat
serta dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh Petani.
Pasal 31
Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi penyediaan teknologi untuk mencapai standar mutu komoditas pertanian.
Bagian Kesembilan
Penguatan Kelembagaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah berkewajiban mendorong dan
memfasilitasi terbentuknya kelembagaan petani.
(2) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani.
(3) Pembentukan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memadukan antara budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal petani.
(4) Kelembagaan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
d) Kelompok Tani; e) Gabungan Kelompok Petani; dan f) Asosiasi komoditas pertanian;
(5) Kelembagaan ekonomi petani sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa badan usaha milik petani.
Pasal 33
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
84
Petani berkewajiban bergabung dan berperan aktif dalam
kelembagaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
Paragraf 2 Kelembagaan Petani
Pasal 34
(1) Kelompok Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4)
huruf a dibentuk oleh, dari, dan untuk petani sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
(2) Kelompok tani dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan, lokasi, dan komoditas yang diusahakan, untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
(3) Kelompok tani setelah terbentuk harus mendapatkan pengukuhan dari Pemerintah Daerah.
Pasal 35
1) Gapoktan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4) huruf b dibentuk oleh, dari, dan untuk kelompok tani sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
2) Gapoktan dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan, lokasi, dan komoditas yang diusahakan, untuk
meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. 3) Gapoktan setelah terbentuk harus mendapatkan pengukuhan
dari Pemerintah Daerah.
Pasal 36
Gabungan Kelompok Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4) b merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang
berkedudukan di desa dalam kecamatan yang sama atau kabupaten.
BAB VII PENGAWASAN
Pasal 35
(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberdayaan petani dilakukan pengawasan terhadap kinerja perencanaan dan pelaksanaan.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
85
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: pelaporan, pemantauan dan evaluasi.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara berjenjang oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten sesuai kewenangannya.
(4) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan pelaporan dengan memberdayakan potensi yang ada.
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 36
Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraaan pem-
berdayaan petani.
Pasal 37
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam asal 36
dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan; b. lembaga swadaya masyarakat; dan
c. Pelaku usaha (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dilakukan terhadap :
f) penyusunan perencanaan; g) pemberdayaan petani; h) pembiayaan;
i) pengawasan; dan j) penyediaan informasi
Pasal 38
Masyarakat dalam pemberdayaan petani dapat berperan serta dalam menyelenggarakan:
g) pendidikan non formal; h) pelatihan dan pemagangan; i) penyuluhan;
j) penguatan kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani;
k) fasilitasi sumber pembiayaan atau permodalan; dan
l) pemberian fasilitas akses terhadap informasi
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
86
BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 39
(1) Hak kelompok tani antara lain :
a. mendapat pembinaan langsung maupun tidak langsung dari pemerintah daerah melalui perangkat daerah/instansi terkait, dan/atau dari lembaga tani hierarki di atasnya;
b. mendapat kemudahan akses informasi dan sarana produksi pertanian;
c. menentukan sendiri secara terorganisir dalam pemanfaatan dan penggunaan hasil tani sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Kewajiban kelompok tani antara lain : a. mendaftarkan atau melaporkan pengurus dan anggotanya
kepada SKPD yang membidangi penyuluhan; b. menyusun pedoman kelembagaan terkait dengan
keanggotaan, domisili atau wilayah kerja, dan struktur
kepengurusan apabila petani tersebut tergabung dalam suatu kelompok;
c. melaporkan kegiatan secara rutin dan berkala kepada
pemerintah desa/kelurahan, kecamatan, atau instansi terkait;
d. membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan apabila mendapat bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau Pemerintah Desa.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap.
Ditetapkan di Cilacap pada tanggal 2016
BUPATI CILACAP, Ttd
TATO SUWARTO PAMUJI
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
87
Diundangkan di .............................. pada tanggal .....
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CILACAP
ttd LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN 2016 NOMOR ....
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : .......... TAHUN 2016
TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
88
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CILACAP,
I. UMUM
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila kelima Pancasila dan
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi
pembangunan bangsa, sehingga setiap warga Negara Indonesia, berhak atas kesejahteraan. Oleh karena itu, setiap warga
Negara Indonesia berhak dan wajib sesuai dengan kemampuannya ikut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan, khususnya di bidang Pertanian.
Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, salah satu tujuan pembangunan Pertanian diarahkan untuk
meningkatkan sebesar-besar kesejahteraan Petani. Selama ini Petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam
pembangunan Pertanian dan pembangunan ekonomi perdesaan. Petani sebagai pelaku pembangunan Pertanian perlu diberi Perlindungan dan Pemberdayaan untuk
mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar Setiap Orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara
berkelanjutan. Dalam menyelenggarakan pembangunan Pertanian,
Petani mempunyai peran sentral dan memberikan kontribusi besar. Pelaku utama pembangunan Pertanian adalah para Petani, yang pada umumnya berusaha dengan skala kecil,
yaitu rata-rata luas Usaha Tani kurang dari 0,5 hektare, dan bahkan sebagian dari Petani tidak memiliki sendiri lahan
Usaha Tani atau disebut Petani penggarap, bahkan juga buruh tani. Petani pada umumnya mempunyai posisi yang lemah dalam memperoleh sarana produksi, pembiayaan Usaha Tani,
dan akses pasar. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia termasuk
para petani berhak dan wajib sesuai dengan kemampuannya
ikut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
89
kesejahteraan, khususnya di bidang Pertanian. Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, salah satu tujuan pembangunan Pertanian diarahkan untuk
meningkatkan sebesar-besar kesejahteraan Petani. Selama ini Petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan Pertanian dan pembangunan ekonomi
perdesaan. Petani sebagai pelaku pembangunan Pertanian perlu diberi Perlindungan dan Pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan
hak dasar setiap orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara
berkelanjutan. Untuk melaksanakan hal tersebut Pemerintah Daerah
dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Cilacap dapat
melaksanakan kewenanganya untuk membentuk Peraturan Daerah mengenai Pemberdayaan Petani di Kabupaen Cilacap.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas
Pasal 3 Cukup Jelas
Pasal 4 Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7 Cukup Jelas
Pasal 8 Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas Pasal 10
Cukup Jelas Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12 Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
90
Pasal 14 Cukup Jelas
Pasal 15 Cukup Jelas
Pasal 16 Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas Pasal 18
Pengaturan lebih lanjut mengenai zona pendirian pasar
hasil pertanian oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a akan diatur lebih lanjut
melalui Peraturan Bupati Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20 Cukup Jelas
Pasal 21 Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24 Cukup Jelas
Pasal 25 Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 22 Cukup Jelas
Pasal 23 Yang dimaksud tanah terlantar pada ayat (3) adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas
tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Pasal 24 Cukup Jelas
Pasal 25
Ayat (1) Cukup Jelas
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
91
Yang dimaksud dengan tanah Negara pada ayat (2) adalah tanah yang tidak atau belum di haki dengan hak-
hak perorangan dan di kuasai penuh oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria.
Pasal 26 Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas Pasal 28
Cukup Jelas Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28 Cukup Jelas
Pasal 29 Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32 Cukup Jelas
Pasal 33 Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36 Cukup Jelas
Pasal 37 Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas Pasal 39
Cukup Jelas Pasal 40
Cukup Jelas
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
92
Notulasi
PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP
Kerjasama
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap
Dengan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Purwokerto
201
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
93
Kegiatan : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Cilacap Tentang Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap
Hari, Tanggal : Rabu, 17 Februari 2016
Tempat : IAIN Purwokerto
Waktu : 10.30-12.30
1. Prolog
Harun al-Rasyid (ketua Balegda)
Salam...
Terimakasih atas terselenggararanya kerjasama untuk yang kesekian kalinya antara Balegda DPRD Kabupaten Cilacap
dengan Tim Ahli LPPM IAIN Purwokerto guna penyusunan Naskah Akademik Raperda di Kabupaten Cilacap, yang untuk kali ini mengenai Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap.
Mudah-mudahan kerjasama kita kali ini bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan produk legislasi yang berguna bagi
masyarakat khususnya para petani di Kabupaten Cilacap. Untuk itu kami persilahkan kepada Tim Ahli dari LPPM IAIN Purwokerto menyampaikan gambarannya tentang Naskah
Akademik Raperda Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap.
Dr. H. Ridwan, M.Ag (Koordinator Tim Ahli)
Salam...
Terimakasih kami sampaikan atas kepercayaan yang kembali diberikan oleh Balegda Kab. Cilacap kepada LPPM IAIN
Purwokerto untuk penyusunan Naskah Akademik dan Draft Raperda Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap. Terlebih dahulu kemi perkenalkan Tim Ahli di ditunjuk oleh LPPM IAIN
Purwokerto untuk penyusunan Naskah Akademik ini, yaitu: Agus Sunaryo, M.S.I, Nurma Ali Ridwan, M.Ag, Endang Widuri,
SH, M.H, Candra Warsito, SP, M.Si, Yois Shafwa Safrani, SP, M.Si, dan saya sendiri, Dr. Ridwan, M.Ag. Keenam anggota tim ini tentunya diharapkan mampu merepresentasikan
kemampuan akademik yang relevan dengan tema raperda yang akan disusun. Oleh karenanya beberapa di antara mereka ada orang-orang baru yang dalam tim raperda sebelumnya tidak
tercantum.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
94
Terkait dengan gambaran umum tentang Naskah Akademik dan Draft Raperda Pemberdayaan Petani, di hadapan
bapak-bapak sekalian sudah kami copy-kan materi dari kami untuk selanjutnya silahkan dicermati dan diberi koreksi atau
masukan.
2. Diskusi
a. Ridwan (Koordinator Tim Ahli)
- Untuk mengawali pembahasan, kami akan sampaikan bahwa tema draft raperda ini agak menarik karena tidak mencantumkan perlindungan di dalam redaksinya.
Padahal jika mengacu pada undang-undang di atasnya dan perda di daerah lain tema pemberdayaan tidak
dipisahkan dari perlindungan. Untuk itu kami minta penjelasan mengenai tema yang sebenarnya dari Tim Balegda itu apa? Apakah “perlindungan” memang tidak
masuk dalam tema raperda ini?
b. Agus Sunaryo (Tim Ahli)
- Kedua terminology ini (perberdayaan dan perlindungan) memiliki perbedaan mendasar dari sisi makna dan
implikasinya bagi masyarakat. Jika pemberdayaan lebih berorientasi pada penguatan Sumber Daya manusia (Capacity Building), sementara Perlindungan lebih pada
sisi yuridis formalnya. Kekhawatiran kami, jika pasal perlindungan tidak dicantumkan, maka perda ini
nantinya (jika disahkan) akan terkesan tumpul. Jika memungkinkan ada perubahan tema dengan menambah kata perlindungan, maka ini akan menjadi lebih baik.
c. Harun (ketua balegda)
- Untuk mengganti tema sepertinya sulit dilaksanakan,
paling kemungkinannya adalah akan diusulkan adanya reperda lain yang khusus mengatur masalah
perlindungan petani. Atau jika memungkinkan, bagaimana reperda ini membahas mengenai pemberdayaan, tetapi nuansa perlindungan secara
implisit bisa masuk di dalamnya.
- Dalam konteks ruang lingkup petani, apakah peternak
dan penderes bisa dimasukkan? Sebab di Kabupaten Cilacap jumlah mereka yang butuh diberdayakan cukup dignifikan.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
95
- Bisa tidak reperda ini memasukkan pasal mengenai asuransi bagi petani?
d. Rohim (PKB)
- Bisa tidak, raperda ini mengatur tentang jaminan hasil produk?
- Persoalan mengenai perluasan lahan pertanian,
hendaknya tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
e. Ridwan (Koordinator Tim Ahli)
- Dalam pasal ketentuan umum sudah jelas mengenai
siapa saja yang termasuk petani. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
- Jika alternative merubah judul rapeda tidak memungkinkan, maka kami akan mencoba alternative
kedua, yaitu memasukkan unsure-unsur perlindungan secara impliiit yang tidak menyalahi konsep perlindungan. Sebab, walau bagaimanapun, kedua istilah
ini memiliki makna yang berbeda.
f. Agus (Tim Ahli)
- Persoalan konsolidasi dan jaminan sudah kami masukkan dalam draft ini. Silahkan di cermati bagian 5.
Adapun mengenai perluasan lahan pertanian dan RTRW, silahkan dicermati pasal 22.
g. Heri (Gerindra)
- Saya kira perda ini harus memasukkan pasal mengenai dukungan kongkrit dari pemerintah dalam hal sarana-
prasarana pertanian dan teknologi pertaniah yang mutakhir sehingga benar-benar bisa meningkatkan
produktivitas petani. Selain itu, perda ini juga tidak terkesan mengambang dan setengah hati.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
96
Kegiatan : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang
Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Kamis, 18 Februari 2016
Tempat : IAIN Purwokerto
Waktu : 10.30-12.30
3. Prolog
Harun al-Rasyid (ketua Balegda)
Salam...
Menindak lanjuti pertemuan selanjutnya, untuk kali ini
rapat saya serahkan langsung kepada Tim Ahli untuk mengambil alih jalannya pembahasan terkait dengan penyusunan Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani
di Kabupaten Cilacap.
4. Ridwan (Tim Ahli)
- Menindak lanjuti usulan pada pertemuan sebelumnya, kami
mencoba mencari jalan keluar bagaimana agar raperda ini
tidak tumpul dan bisa member manfaat lebih kepada para petani, yaitu dengan sedikit menyisipkan hal-hal yang bersifat melindungi meskipun masih dalam skala dasar.
Untuk selanjutnya, silahkan tim Balegda mencermati draft yang kami berikan.
5. Heri (Gerindra)
- Sebelum kita lanjutkan ke pasal berikutnya, saya ingin minta kejelasan mengenai yang dimaksud petani dalam arti ruang lingkupnya, apakah mencakup seluruh petani yang
ada di Indonesia, atau hanya petani di wilayah Kabupaten Cilacap.
Ridwan (Tim Ahli)
- Jika mengacu pada Undang-undang dan PP, maka yang dimaksud petani adalah seluruh petani yang ada di
Indonesia.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
97
Romlan (PPP)
- Saya setuju dengan Bpk. Ridwan bahwa yang dimaksud petani adalah seluruh petani yang ada di Indonesia.
Agus (Tim Ahli)
- Memang benar jika melihat UU dan PP bahwa yang dimaksud petani adalah seluruh petani di Indonesia. Hanya saja kita harus tahu bahwa yang kita susun adalah perda
dimana ruang lingkup keberlakuan dibatasi pada daerah-daerah tertentu. Oleh karenanya saya lebih sepakat jika
petani yang dimaksud dalam ketentuan umum Raperda ini adalah petani di wilayah Kabupaten Cilacap.
Harun (Ketua Balegda)
- Saya setuju dengan Bpk. Agus bahwa kita perlu membatasi ruang lingkup petani hanya pada petani di wilayah hukum Kabupaten Cilacap. Sebab jika tidak, maka kita akan
terganjal pada pasal-pasal berikutnya yang secara jelas menyebut Cilacap sebagai fokus wilayah raperda ini.
6. Harun (Ketua Balegda)
- Mohon penjelasan mengenai “asosiasi petani”?
Ridwan (Tim Ahli)
- Asosiasi petani adalah lembaga (organisasi) petani yang
keanggotaannya merupakan gabungan dari kelompok tani
(poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan)
Harun (Ketua Balegda) - Jika demikian, apa item ini lebih baik tidak dimasukkan
saja, sebab di Kabupaten Cilacap setahu saya belum ada?
Agus (Tim Ahli) - Belum itu bukan berarti tidak aka nada, bisa jadi suatu saat
nanti asosiasi petani akan ada di Kabupaten Cilacap. Jika demikian, maka akan lebih baik item ini tidak perlu dibuang. Selain di UU dan PP lembaga petani memang
menyebut salah satunya adalah asosiasi petani, juga untuk
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
98
mengantisipasi apabila di masa mendatang Cilacap memiliki asosiasi petani.
7. Heri (Gerindra)
- Mohon dijelaskan apa perbedaan antara kelembagaan petani
dengan kelompok tani.
Agus (Tim Ahli) - Penjelasan mengenai kelembagaan petani dan kelompok tani
silahkan bpk. Heri cermati pasal 31 poin 4. Disitu jelas sekali perbedaan antara keduanya.
8. Romlan (PPP)
- Mengapa harus ada pembiayaan? Tolong dijelaskan?
Agus (Tim Ahli)
- Masuknyanya pasal pembiayaan adalah sebagai wujud dari perlindungan kepada petani. Lebih jelasnya silahkan dilihat pasal 47.
- Sekali kami tegaskan, meskipun secara eksplisit tidak dimuat ketentuan mengenai perlindungan, tetapi kami mencoba memberi rasa perlindungan dalam raperda ini.
9. Didi (PKB)
- Kalau konteksnya seperti itu, apa tidak seharusnya
dimasukkan saja kententuan mengenai perlindungan secara
eksplisit?
10. Romlan (PPP)
- Saya lebih setuju dengan Tim Ahli bahwa memasukkan
secara ekplisit ketentuan mengenai perlindungan adalah tidak mungkin. Sebab ini berdampak pada perubahan tema. Sementara perubahan tema atau judul bukan wewenang
kita. Bahkan menurut saya ke depan bisa diusulkan lagi raperda khusus mengenai perlindungan.
Harun (Ketua Balegda)
- Saya kira soal perlindungan dan hubungannya dengan tema/ judul raperda nanti kita bahas di Pansus.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
99
Kegiatan : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang
Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Rabu, 24 Februari 2016
Tempat : IAIN Purwokerto
Waktu : 10.30-13.30
1. Harun al-Rasyid (Ketua Balegda)
Prolog (Mempersilahkan kepada tim Balegda DPRD Kabupaten
Cilacap untuk melanjutkan pembahasan pasal-pasal dalam draf Raperda Pemberdayaan Petani. Selanjutnya Tim Ahli dari IAIN Purwokerto memberikan tanggapan atas masukan-
masukan dari Balegda)
2. Toni Osmon
- Mohon penjelasan mengenai kata magang dalam pasal 15, apakah yang dimaksud dalam pasal tersebut petaninya atau
anak/ keluarga petani (misalnya anak petani yang sedang menempuh pendidikan di SLTA kemudian melakukan praktik magang? ?
- Bagaimanakah bentuk pemagangan dalam pasal tersebut?
Agus (Tim Ahli)
- Konteks pasal 15 semuanya yang dimaksud adalah petani (bukan anak/ keluarga petani).
- Adapun bentuk program magang bisa berupa belajar (dalam bentuk praktik bertani) secara langsung ke sentra-sentra
pertanian lain yang memiliki program pertanian unggul, baik hasil maupun prosesnya.
3. Ismail (PKB)
- Mohon redaksi pada pasal 15 dicermati lagi, karena menurut saya agak sulit dipahami.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
100
Ridwan (Tim Ahli)
- Terimakasih pak Ismail atas koreksinya, memang ada
beberapa kalimat yang salah ketik dan disebut secara berulang. Segera akan kami perbaiki, termasuk pada pasal-
pasal lain yang memungkinkan terdapat kesalahan serupa.
4. Toni Osmon
- Apa yang dimaksud dengan “pemerintah wajib memberikan kemudahan akses informasi harga pertanian”, sebagaimana dimaksud pada pasal 30?
Agus Sunaryo (Tim Ahli)
- Yang dimaksud oleh pasal 30 mengenai “pemerintah wajib
memberikan akses informasi harga pertanian” adalah bahwa pemerintah harus mampu mengakses informasi harga komoditas pertanian, termasuk peralatan dan pupuk, di
daerah-daerah lain yang kemudian informasi tersebut di share ke pada petani di wilayah Kabupaten Cilacap.
5. Ramlan (PPP)
- Tolong dijelaskan apakah semua petani bisa mendapatkan bantuan modal dan mengikuti pendidikan atau pelatihan?
Agus (Tim Ahli)
- Terimakasih pak Ramlan atas pertanyaannya. Untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan, semua petani memiliki
kesempatan yang sama. Tetapi untuk masalah permodalan (bantual modal) tidak semua petani bisa memperolehnya.
Hanya petani yang memenuhi persyaratan sesuai UU perlindungan dan pemberdayaan petani saja yang dapat memperolehnya, yaitu:
a. petani yang tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan usaha tani dengan cara menggarap/menyewa;
b. petani yang melakukan usahanya pada luas lahan paling banyak 2 (dua) hektar;
c. petani yang tidak memerlukan izin usaha.
Namun demikian dalam draft raperda kami menambahkan syarat untuk mendapatkan bantuan permodalan yaitu
“petani tersebut harus telah mengikuti pendidikan dan pelatihan”
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
101
Kegiatan : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang
Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Jum’at, 26 Februari 2016
Tempat : IAIN Purwokerto
Waktu : 10.00-12.00
6. Harun al-Rasyid (Ketua Balegda)
- Sesuai hasil pembahasan kita sebelumnya, mohon diberi
penjelasan menganai dimensi perlindungan yang dimaksukkan secara implicit dalam raperda ini, sehingga meskipun raperda permberdayaan, tetapi memiliki rasa
perlindungan.
- Apakah perbedaan antara kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani?
Ridwan (Tim Ahli)
- Menganai unsure-unsur perlindungan, silahkan bpk Harus
melihat misalnya pada pasal mengenai syarat-syarat seorang petani akan mendapatkan bantuan permodalan (pasal 15). Jika mengacu pada UU dan PP ketentuan ini
sebenarnya masuk dalam pasal perlindungan.
- Perbedaan antara kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani sudah jelas kami paparkan dalam
ketentuan umum raperda ini. Silahkan dibaca dan dicermati.
7. Toni Osmon
- Pasal 27 ayat 1, tentang fasilitasi dan permodalan, harus
ada penjelasan mengenai keduanya.
- Pembentukan kelembagaan petani harus juga
memperhatikan unsure gender. Karena dalam UU juga bicara tentang keterlibatan petani perempuan
Agus (Tim Ahli)
- Terkait dengan pasal 27, sudah ada penjelasan mengenai perbedaan antara fasilitasi dan permodalan. Silahkan anda
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
102
lihat pada pasal ketentuan umum. Sehingga tidak perlu lagi dijelaskan dalam pasal 27.
8. Romlan (PPP)
- Fasilitasi untuk petani lebih diperjelas, sehingga perlu dipisah tersendiri. Maka harus ada pasal tersendiri yang menjelaskan tentang syarat-syarat permodalan.
- Bagian persoalan pasal 15, lebih baik tentang persyaratan permodalan itu kalo untuk syarat-syarat lebih masuk ke pasal 27
- Pasal 28 bisa dipersingkat tanpa harus ada dua ayat dan poinnya ditambah menjadi 4 point.
- Berdasarkan diskusi kami, ada sedikit perubahan mengenai sistematika pebahasan dalam draft raperda ini, yaitu:
a. Ada cluster yang berbeda antara persyaratan permodalan
dengan pendidikan dan pelatihan, sehingga Pasal 28 dapat kami persingkat dengan menambahkan satu syarat
lagi, sehingga ada 4 syarat.
b. Pasal 27 akan berubah mengenai penjelasannya, begitu pula pada pasal 15 ayat 3 juga dibuang karena sudah
ada di pasal 28.
Terkait dengan hal tersebut kami sepakat dengan usulan dari Bpk. Romlan
9. Parsian (Golkar)
- Apakah kata ahli pada pasal 17 itu tepat digunakan? Sebab, menurut saya “ahli” itu menunjuk standar kompetensi dan keilmuan yang tinggi.
Agus (Tim Ahli)
- Menurut kami kata ahli sangat layak digunakan. Sebab, pada pasal 12 dijelaskan mengenai adanya kemampuan
analisis yang dimiliki oleh petani untuk meningkatkan kualitas pertaniannya. Oleh karenanya penggunaan kata
“ahli” dalam pasal 17 sama sekali tidak mengurangi makna dari kata tersebut.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
103
10. Parsian (Golkar)
- Dalam definisi harus dijelaskan tentang definisi lahan dan
yang kedua tentang pemindahan itu harus ditambahkan kata fungsi sehingga ada persamaan dengan penjelasan
pasal yang lain.
- Kata dapat dalam pasal 27 diganti dengan berkewajiban.
- Filosofis perda ini sebetulnya tujuannya pada perlindungan
petani dengan semua kategorinya dan statusnya. Sehingga perlu diperjelas bahwa terkait dengan lahan itu tetap ada. Jadi seorang petani yang memiliki lahan kan bebas mau
digunakan untuk apa.
- Pada pasal 30, point d, penjelasan kalo untuk masuknya
kategori petani dan peternak sehingga perlu ditambahkan supaya peternak juga masuk.
- Pasal 34, untuk ketentuan batas minimal jumlah anggota
dalam kelompok tani, bahwa dalam perda ada jumlah batasan minimal dalam sebuah kelompok tani, sehingga
lebih baik ditambahkan pada ayat 1 sesuai dengan perundang undangan yang berlaku dan memiliki legalitas.
Ridwan (Tim Ahli)
- Usulan dari bapak-bapak sekalian akan kami tampung terlebih dahulu untuk kami bahas di forum tim ahli.
Insyallah pada pertemuan selanjutnya akan kami berikan perubahan (jika ada) beserta alasan akademisnya.
11. Rohim (PKB)
- Definisi petani sudah jelas, tapi yang belum jelas adalah
peternak. Sehingga perlu diperjelas terkait dengan batasan wilayah pengerjaannnya, karena kalo petani sudah jelas ada luas lahan maksimal, yaitu di bawah 2 hektar. Sedangkan
untuk peternak belum ada ukurannya, misalnya berapa jumlah ternak yang dimiliki.
- Petani siapa saja yang dapat menerima pendidkan dan pelatihan, juga perlu diperjelas.
Agus (Tim Ahli)
- Untuk pertanyaan pertama, akan kami tindak lanjuti dalam
pembahasan Tim ahli. Sementara untuk pertanyaan yang
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
104
kedua sudah jelas bahwa yang dapat menerima pendidikan dan pelatihan adalah semua petani. Sedangkan untuk
mendapatkan permodalan, hanya petani tertentu yang persyaratannya sudah kami masukkan dalam raperda ini.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
105
Kegiatan : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang
Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Jum’at, 18 Maret 2016
Tempat : IAIN Purwokerto
Waktu : 13.00-15.00
12. Ridwan (Tim Ahli)
Menindaklanjuti beberapa pertanyaan dari anggota Balegda
pada pertemuan yang lalu tentang dimensi perlindungan dalam raperda pemberdayaan ini, maka kami telah membuat rincian penjelasan sebagai berikut:
a. Bagian keempat raperda mengenai sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian berikut pasal-pasalnya sangat kental nuansa perlindungan (meskipun secara implisit).
b. Bagian kelima raperda mengenai konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian berikut pasal-pasalnya juga
mencerminkan rasa perlindungan.
c. Bagian ketujuh mengenai fasilitasi pembiayaan dan permodalan berikut pasal-pasalnya juga bisa dikategorikan
sebagai perlindungan bagi petani.
Dengan demikian, kami berpandangan bahwa meskipun raperda ini berbicara mengenai pemberdayaan petani, tetapi
rasa dan nilai perlindungannya telah kami sertakan.
13. Harun (ketua Balegda)
Jika memang demikian penjelasan dari tim ahli saya sepakat dan sekaligus mengucapkan terimakasih. Yang pasti bahwa materi perlindungan ini nantinya kami harapkan bisa
dijelaskan kepada para petani yang hadir dalam agenda public hearing draft raperda. Harapannya, para petani bisa menerima
dan tidak banyak tambahan masukan setelah acara public hearing.
14. Heri (F Gerindra)
Pertanyaan saya kemudian adalah apakah dimensi perlindungan yang ada dalam draft raperda ini tidak menyalahi
peraturan perundang-undangan di atasnya, yang kata tim ahli
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
106
sebelumnya sudah memuat numenklatur yang jelas berbeda antara “pemberdayaan” dan “perlindungan”?
15. Rokhim (F PKB)
Apakah untuk mendapatkan bantuan permodalan petani harus tergabung dalam lembaga atau organisasi petani, atau bisa melalui perorangan langsung?
Agus (Tim Ahli)
- Untuk pertanyaan Pak Heri, kami berpandangan bahwa
dimensi perlindungan yang disisipkan dalam raperda pemberdayaan petani ini tidak menyalahi aturan di atasnya.
Sebab, selain sifatnya yang kami sebut implisit, dalam peraturan perundang-undangan diatasnya hal-hal yang disebutkan di atas sebenarnya sudah diatur dalam bagian
pemberdayaan. Kami hanya menyesuaikan kembali redaksinya sehingga member rasa perlindungan di
dalamnya. Dalam konteks ini kami tentunya tidak akan memasukkan pasal misalnya mengenai asuransi petani atau penanganan “bencana” pertanian dalam raperda
pemberdayaan petani. Sebab kedua persoalan ini secara tegas sudah masuk dalam wilayah perlindungan.
- Adapun untuk pertanyaan pak Rokhim, bantuan petani
memang secara aturan harus disalurkan kepada organisasi atau lembaga petani. Hanya saja mengenai lembaga yang
dibentuk apakah yang berbadan hukum atau tidak, dibentuk oleh pemerintah atau swadaya petani, kami memang tidak secara tegas menjelaskannya. Hal ini
tentunya akan mempertimbangkan suara petani dalam agenda public hearing mendatang.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
107
Kegiatan : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang
Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Kamis 7 April 2016
Tempat : IAIN Purwokerto
Waktu : 13.00-16.30
16. Harun (ketua Balegda)
- Alhamdulillah agenda public hearing telah bisa kita
laksanakan dengan baik. Tentunya banyak masukan yang bisa kita serap guna perbaikan Naskah Akademik dan draft Raperda Pemberdayaan Petani. Untuk itu kami persilahkan
kepada tim ahli untuk memberikan penjelasn mengenai masukan-masukan pada saat public hearing dan tindak
lanjutnya dalam perbaikan raperda.
Agus (Tim Ahli)
- Salah satu persoalan yang muncul dan menjadi “krusial” diminta oleh petani untuk dimasukkan dalam draft raperda
ini adalah asuransi bagi petani. Sesuai dengan penjelasan kami sebelumnya, bahwa ketika kami harus memasukkan pasal mengenai asuransi atau jaminan ketika terjadi
musibah atau bencana menyangkut produksi pertanian, maka kami meminta kepada Balegda untuk menyepakati adanya perubahan judul raperda. Jika hal tersebut tidak
dilakukan, tentunya ini akan menyalahi terminology perlindungan dan pemberdayaan yang keduanya telah
termuat dalam UU Nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani.
- Atau sebagai jalan keluarnya, kami coba tawarkan opsi
adanya draft raperda bayangan, dimana draft bayangan ini akan memuat aturan mengenai perlindungan di dalamnya.
Jika nantinya pansus menyetujui adanya pergantian judul raperda, maka draft bayangan inilah yang diajukan. Namun jika tidak, maka harapan petani agar asuransi dimasukkan
bisa dijadikan pertimbangan untuk menginisiasi adanya perda khusus mengenai perlindungan petani.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
108
17. Harun
- Saya kira ini tawaran yang sangat baik dari tim ahli untuk membuat semacam raperda bayangan. Dan kami dari
balegda mengucapkan terimakan atas upaya tersebut.
18. Romlan (F PPP)
- Seingat saya dalam public hearing ada koreksi terkait dengan konsideran yaitu mengenai UU tentang pemerintah
daerah. Apakah dari tim ahli sudah memperbaiki sesuai masukan tersebut?
Agus (Tim Ahli)
- Alhamdulillah kami sudah memperbaikinya. Untuk lebih jelasnya bapak silahkan cek pada lembaran draft raperda yang kami bagikan, tepatnya konsideran angka ketiga. Hasil
perbaikan kami berbunyi:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 09 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
Dari sebelumnya:
Undang-Undang Nomor 32 tahuh 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah Diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
19. Heri (F Gerinda)
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
109
- Apakah selain koreksi mengenai konsideran, hal-hal lain yang muncul pada saat public hearing sudah ditindak
lanjuti oleh tim ahli? Sebab, seingat saya ada banyak persoalan yang ditanyakan pada waktu itu.
Agus (Tim Ahli)
- Memang banyak persoalan yang ditanyakan pada saat
public hearing, namun kare sifatnya yang hanya minta kejelasan, maka pertanyaan tersebut kami jadikan pertimbangan untuk dimasukkan dalam pasal-pasal
penjelas raperda ini. Selain yang sifatnya meminta penjelasan, sudah kami tindak lanjuti semua dalam draft
yang kami bagikan kepada bapak-bapak sekalian.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
110
Kegiatan : Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang
Pemberdayaan Petani di Kabupaten Cilacap
Hari,
Tanggal
: Kamis, 31 Maret 2016
Tempat : DPRD Kabupaten Cilacap
Waktu : 09.00-12.30
20. Harun (ketua Balegda)
Prolog
Terimakasih kami sampaikan kepada bapak/ibu sekalian yang telah hadir memenuhi undangan dari Balegda DPRD Kabupaten Cilacap dalam acara public hearing pembahasa draft
raperda Pemberdayaan Petani. Saya kira elemen atau unsur yang terkait dengan perda ini sudah mewakili, yaitu petani,
SKPD terkait pertanian, Balegda, dan Tim Ahli. Oleh kare itu selanjutnya kami persilahkan kepada Bapak/ Ibu untuk member masukan, sarat, atau kritik terhadap draft raperda
yang sudah kami bagikan.
21. Sarda S (Gapoktan Sri Basuki Kalisude)
- Kami pada prinsipnya setuju dengan draft raperda ini. Hanya perda ini menurut kami belum mampu memenuhi
dan menjamin hajat hidup petani. Sebab, kami belum menemukan adanya pasal yang mengatur pengenai perlindungan bagi petani, misalnya asuransi atau yang
lainnya yang bisa memenuhi dan menjamin hajat hidup petani.
22. Solikhin (Gapoktan Jeruk Legi)
- Kaum petani hendaknya dilindungi, tidak hanya
diberdayakan. Selama ini para petani cenderung sulit untuk menikmati hasil dari pertaniannya secara maksimal. Sebab, pada umumnya harga produk pertanian, khususnya padi,
cenderung tidak baik pada saat panen. Kalau ini terjadi terus menerus maka jangan disalahkan jika dikemudian
hari profesi menjadi petani tidak diminati oleh masyarakat.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
111
23. Jarno (Staf BPPKP)
- Pada pasal 1 tentang ketentuan umum tidak ada penjelasan mengenai peternak, sementara pada pasal 16 perlu
diperjelas mengenai pengolahan tanah.
- Perlu diperjelas juga mengenai petani atau kelompok tani yang diberdayakan. Hal ini nantinya akan sangat terkait
dengan bantuan pembiayaan atau permodalan dari pemerintah. Jika mekanisme bantuannya dalam bentuk hibah misalnya, apakah nantinya lembaga atau organisasi
petani tersebut harus juga berbadan hukum seperti lembaga/ organisasi lainnya?
24. Dinas Pertanian
- Pada prinsipnya kami sangat mengapresiasi dan menyambut
baik keberadaan draft raperda ini. Disamping karena ini sangat berhubungan dengan kewenangan dan kompetensi
kerja dinas kami, raperda ini nantinya juga akan sangat membantu kami dalam mengambil kebijakan-kebijakan strategis dalam rangka meningkatkan kualitas petani di
Kabupaten Cilacap.
- Terkait dengan apakah lembaga atau organisasi petani harus berbadan hukum atau tidak, kami akan segara
menindak lanjuti peraturan dari menteri dalam nageri yang merubah peraturan dan ketentuan mengenai Hibah dan
DAK (Dana Alokasi Khusus). Termasuk dalam DAK ini adalah POKTAN dan GAPOKTAN. Dengan peraturan kemendagri ini, maka bisa dipastikan bahwa syarat untuk
berbadan hukum bagi POKTAN/ GAPOKTAN tidak diberlakukan. Ini tentunya akan sangat membantu para patani yang umumnya sudah berusia lanjut dan sedikit tabu
jika mendengar istilah hukum, apalagi berurusan dengan hukum.
25. Bina Marga
- Kami akan membackup penuh upaya Kabupaten Cilacap
dalam meningkatkan produktifitas dan kualitas hasil pertanian. Tentunya ini yang menyangkut dengan tugas dan
wewenang kami di bina marga. Jika mengacu pada draft raperda ini, nampaknya hal yang mungkin kami lakukan adalah memperbaiki sarana prasarana pertanian, seperti
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
112
irigasi dan kondisi jalan. Untuk itu kami akan berpedoman pada UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah Daerah.
Sebab ini sangat terkait dengan zonasi mana yang menjadi kewenangan kami, pemerintah provinsi, dan pemerintah
pusat.
26. Bagian Hukum Pemda Cilacap
- Kami sependapat dengan raperda ini, di mana meskipun judulnya adalah pemberdayaan, namun pesan mengenai perlindungan sudah tertangkap di dalamnya.
- Pasal 25 dan beberapa pasal lainnya banyak menyebut tanah Negara, padahal ini konteksnya perda. Apa tidak
sebaiknya diganti dengan tanah daerah. Sebab, ada beda peruntukan dan pengelolaan antara tanah Negara dan tanah daerah.
- Pasal mengenai pinjaman modal (pasal 27) perlu dicarikan dasar hukumnya yang kuat.
Ridwan (Tim Ahli)
- Naskah akademik raperda pemberdayaan petani adalah
hasil pembahasan dari seluruh anggota tim ahli, termasuk mengenai numenklatur pemberdayaan dan perlindungan. Kami juga sudah mengkaji argumen mengenai alasan
pengajuan judul yang diberikan oleh tim balegda. Dari hasil diskusi panjang kami, diputuskan bahwa raperda ini hanya
memberi rasa perlindungan tetapi tidak mengatur secara eksplisit dalam pasal-pasal khusus.
- Raperda ini tidak mangatur keharusan lembaga petani
harus berbadan huku. Hanya saja legalitas lembaga harus diakui oleh pemerintah. Masalah bentuk legalitas itu seperti apa, menjadi wewenang perbup untuk mengaturnya.
- Untuk beberapa masukan yang sifatnya meminta kejelasan, kami akan menindaklanjuti dalam ketentuan penjelas
raperda.
Naskah Akademik Raperda Pemberdayaan Petani Kabupaten Cilacap
113