Upload
ngodat
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE
RULA DAN PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA
FINISHING BATIK
(Studi Kasus Pada UKM Pembuatan Batik Printing di Desa Pilang,
Masaran, Sragen)
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh:
BUDI TRIYANTO
D 600 070 024
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
ANALISIS POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE
RULA DAN PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA
FINISHING BATIK
1Budi Triyanto
2Etika Muslimah,
3Ratnanto Fitriadi
1Mahasiswa Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Jl. Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura 57102 Telp 0271 717417 2,3
Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Jl. Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura 57102 Telp 0271 717417
Email: [email protected]
ABSTRAKSI
Pada stasiun kerja finishing batik di desa Pilang, Masaran, Sragen terdapat posisi dan
postur kerja yang tidak alamiah. Hal tersebut akibat dari perencanaan dan perancangan fasilitas
yang tidak memperhatikan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Sehingga pekerja dapat
mengalami gangguan/cidera otot dan penyakit tulang belakang (Low Back Pain). Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi postur kerja yang tidak aman dan untuk
mengetahui bagaimana pengaruh tempat kerja terhadap postur kerja pekerja di stasiun kerja
finishing batik.
Pengumpulan data dengan melakukan studi lapangan dan wawancara terhadap pekerja
untuk mendapatkan data yang diinginkan. Data tersebut adalah berupa gambar/foto yang
ditunjukan oleh pekerja pada saat melakukan pekerjaannya. Data postur kerja meliputi sudut yang
dibentuk oleh lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, punggung dan kaki. Proses
selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb
Assessment (RULA). Output yang didapat berupa kategori action level yang menunjukkan apakah
postur kerja yang dilakukan pekerja sudah aman.
Pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat diketahui nilai action level yang
dapat memberikan rekomendasi perbaikan pada masing-masing postur kerja. Pada stasiun kerja
finshing batik terdapat 11,43% postur memerlukan pemeriksaan lanjutan dan diperlukan
perubahan-perubahan, 22,86% postur memerlukan pemeriksaan dan perubahan perlu segera
dilakukan sedangkan 65,71% postur berbahaya dan harus dilakukan perbaikan saat itu juga. Agar
pekerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman maka diperlukan perbaikan postur kerja dengan
cara memberikan usulan rancangan perbaikan layout yang telah disesuaikan dengan data
antropometri pekerja. Didalam melakukan pembangunan rancangan usulan ini hanya
memerlukan biaya yang sedikit tetapi dengan dampak yang besar dan menguntungkan bagi
pekerja maupun pemilik usaha.
Kata kunci: Antropometri, Low Back Pain, Perencanan dan Perancangan Fasilitas, Postur
Kerja, RULA.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan tenaga manusia dalam dunia industri di Indonesia, khususnya industri
kecil, masih sangat dominan. Fleksibilitas gerakan merupakan alasan kuat penggunaan
tenaga manusia, terutama untuk kegiatan penaganan material secara manual (Manual
Material Handling). Akan tetapi aktivitas MMH diidentifikasi beresiko besar sebagai
penyebab penyakit tulang belakang (Low Back Pain).
Dibagian stasiun kerja finishing batik terdapat sikap kerja yang tidak alamiah pada
aktivitas MMH yaitu pada pekerja yang melakukan aktivitas pembilasan dengan posisi
tubuh berdiri, membungkuk, dan melakukan gerakan memutar secara berulang-ulang.
Pada penelitian ini analisis postur kerja yang digunakan adalah metode RULA (Rapid
Upper Limb Assessment) yang merupakan suatu metode penelitian postur kerja untuk
menginvestigasi gangguan pada anggota tubuh bagian atas.
1.2. Tujuan Penelitian
1. Menganalisa postur kerja pekerja manual material handling (MMH) dan
mempelajarinya untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang menimbulkan
ketidak nyamanan.
2. Memberikan rekomendasi perbaikan kerja terhadap proses kerja yang memiliki postur
kerja yang paling berbahaya berdasarkan penilaian metode RULA.
3. Memberikan perancangan ulang stasiun kerja finishing yang disesuaikan dengan data
antropometri pekerja dan memberikan gambaran secara umum biaya yang
dikeluarkan untuk mengerjakan rancangan tersebut.
2. DASAR TEORI
2.1. Ergonomi
Istilah “Ergonomi” mulai dicetuskan pada tahun 1949. Istilah ergonomi berasal dari
bahasa latin yaitu “Ergon” dan “Nomos“ yaitu aturan, prinsip/kaidah atau dapat pula
didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang
ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, managemen dan desain atau
perancangan (Tarwaka, 2004).
2.2. Postur dan Pergerakan Kerja
Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda
akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur
dilakuakan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cidera
muskuloskeletal (Tayyari, 1997).
2.3. Cumulative Trauma Disorders (CTD)
Cumulative Trauma Disorders (dapat juga disebut sebagai Repetitive Motion Injuries atau
Musculoskeletal Disorders) adalah cidera pada sistem kerangka otot yang semakin
bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma kecil yang terus menerus yang
disebabkan oleh desain yang buruk yaitu desain alat sistem kerja yang membutuhkan
gerakan tubuh dalam posisi yang tidak normal serta penggunaan perkakas handtools atau
alat lainnya yang terlalu sering (Tayyari, 1997).
2.4. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)
Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi
yang menginvestigasikan dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh tubuh bagian atas.
Peralatan ini tidak melakukan piranti khusus dalam memberikan pengukuran postur leher,
punggung, dan tubuh bagian atas sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang
ditopang oleh tubuh (Lueder, 1996).
2.5. Nordic Body Map (NBM)
Nordic Body Map (NBM) merupakan metode yang dilakukan dengan menganalisis peta
tubuh (NBM) yang ditunjukkan pada tiap bagian tubuh. Melalui NBM dapat diketahui
bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak
nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Tarwaka, 2002).
2.6. Antropometri
Antropometri berasal dari kata “anthro” yang artinya manusia dan “metri” yang berarti
ukuran. Jadi antropometri diartikan sebagai ilmu secara khusus berkaitan dengan
pengukuran tubuh manusia yang digunakan untuk menentukan perbedaan pada individu,
kelompok dan sebagainya. Antropometri adalah suatu komponen data numerik yang
berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta
penerapan dari suatu data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto, 1996).
2.7. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas
Pengertian perencanaan fasilitas dapat dikemukakan sebagai proses perancangan fasilitas,
termasuk di dalamnya analisis, perencanaan, desain dan susunan fasilitas, peralatan
phisik, dan manusia yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan sistem
pelayanan. Perencanaan fasilitas merupakan rancangan dari fasilitas-fasilitas industri yang
akan didirikan atau dibangun (Purnomo, 2004).
2.8. Google SketchUp
Google SketchUp merupakan software untuk membuat, memodifikasi, dan
mempertukarkan model 3 dimensi. Program ini sangat mudah dipelajari, lebih mudah dari
program 3D modeling lain yang selama ini banyak dikenal dan digunakan di komputer
desktop. Google SketchUp mulai banyak digunakan orang karena kecepatan dan
kemudahan pemakaiannya. SketchUp dilengkapi tool-tool yang disederhanakan, disertai
sistem penggambaran terpandu, dan tampilan yang tidak rumit (http://cahaya-
firdha.blogspot.com/2011/12/google-sketchup.html).
3. METODOLOGI
3.1. Obyek Penelitian
Penelitian dilakukan pada pekerja yang bekerja dibagian stasiun kerja finishing Batik
Printing di UKM milik Bapak H. Hadi Marjuki Desa Pilang, Masaran, Sragen.
3.2. Metode Pengumpulan Data
1. Studi Lapangan (observasi)
Metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung pada obyek
yang diteliti. Observasi dilakukan guna mendapatkan data postur kerja pekerja dengan
merekam ataupun pengambilan foto dibagian stasiun kerja finishing batik.
2. Wawancara (interview)
Pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab dengan nara sumber yang
terkait dengan penelitian yang dilakukan, wawancara dilakukan pada pekerja dibagian
stasiun kerja finishing batik.
3. Studi Kepustakaan
Metode pengumpulan data yang bersumber pada buku atau literatur-literatur yang
mendukung jalannya penelitian.
3.3. Identifikasi Data
a. Data Primer
Data yang diperoleh dari sumber-sumber yang diamati dan dicatat pertama kali atau
diperoleh langsung dari pimpinan ataupun karyawan (pekerja) perusahaan yang
bersangkutan. Data yang diambil diantaranya:
1. Data postur kerja pekerja dibagian stasiun finishing secara aktual yaitu berupa foto
atau hasil rekaman video sewaktu bekerja.
2. Data berat beban dan penggunaan otot dalam bekerja.
3. Data dari keluhan pekerja (Nordic Body Map).
4. Data pengukuran di stasiun kerja finishing.
5. Data antropometri pekerja yang digunakan untuk perancangan ulang stasiun kerja
finishing.
b. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari luar perusahaan yang ada hubungannya dengan
materi penelitian yang meliputi studi pustaka dan disiplin keilmuan yang mendukung
serta mempunyai hubungan dengan kasus yang diteliti.
3.4. Metode Pemecahan Masalah Dan Analisa Data
3.4.1. Pengolahan Data Dengan Metode RULA
Pengolahan data postur kerja dengan metode RULA (Rapid Upper Limb
Assessment) dengan melalui 3 tahap yaitu:
1. Tahap 1: Pengembangan metode untuk pencatatan postur kerja.
Untuk menghasilkan suatu metode yang cepat digunakan, tubuh dibagi menjadi
dua bagian, yaitu grup A dan grup B. Grup A meliputi lengan atas dan lengan
bawah serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung
dan kaki.
Kisaran lengan atas diukur dan diskor dengan dasar penemuan dari studi yang
dilakukan oleh Tichauer, Caffin, Herbert et al, Hagbeg, Schuld dan Harms-
Ringdahl dan Shuldt. Skor-skor tersebut adalah:
1 untuk 20° extension hingga 20° flexion
2 untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion
3 untuk 45° - 90° flexion
4 untuk 90° flexion atau lebih
Keterangan:
+1 jika pundak/bahu ditinggikan
+1 jika lengan atas abdusted
-1 jika operator bersandar atau bobot lengan ditopang
Gambar 1 Range pergerakan lengan atas, (a) postur alamiah, (b) postur
extension dan flexion, (c) postur lengan atas flexion
Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitin Granjean dan
Tichauer. Skor tersebut adalah:
1 untuk 60° - 100° flexion
2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion
Keterangan:
+1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi
Gambar 2 Range pergerakan lengan bawah, (a) postur alamiah, (b) postur
flexion 60° - 100° dan (c) postur 100° +
Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and
Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:
1 untuk berada pada posisi netral
2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension
3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension
Keterangan:
+1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar
Gambar 3 Range pergerakan pergelangan tangan, (a) postur alamiah, (b)
postur flexion 15° +, (c) postur 0 - 15° flexion maupun extension, (d) postur
extension 15° +
Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh
Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor
tersebut adalah:
+1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran
+2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang
putaran
Gambar 4 Range pergerakan putaran pergelagan tangan, (a) postur
alamiah dan (b) postur putaran pergelangan tangan 0°
Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan
oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah:
1 untuk 0 - 10° flexion
2 untuk 10 - 20° flexion
3 untuk 20° atau lebih flexion
4 jika dalam extention
Gambar 5 Range pergerakan leher, (a) postur alamiah, (b) postur 10 - 20°
flexion, (c) postur 20° atau lebih flexion (d) postur extention
Apabila leher diputar atau dibengkokkan,
Keterangan:
+1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.
Gambar 6 Range pergerakan leher yang diputar atau dibengkokkan, (a)
postur alamiah, (b) postur leher diputar, (c) postur leher dibengkokkan
Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et
al:
+1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut pada tubuh 90° atau
lebih
+2 untuk 0 - 20° flexion
+3 untuk 20° - 60° flexion
+4 untuk 60° atau lebih flexion
Gambar 7 Range pergerakan punggung, (a) postur 20° - 60° flexion, (b)
postur alamiah, (c) postur 0° - 20° flexion, (d) postur 60° atau lebih flexion
Punggung diputar atau dibengkokkan,
Keterangan:
+1 jika tubuh diputar
+1 jika tubuh miring kesamping
Gambar 8 Range pergerakan punggung yang diputar atau dibengkokkan,
(a) postur alamiah, (b) postur punggung diputar, (c) postur punggung
dibengkokkan
Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:
+1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata
+1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat
ruang untuk berubah posisi
+2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata
Gambar 9 Range pergerakan kaki, (a) kaki tertopang, bobot tersebar
merata, (b) kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata
2. Tahap 2: Perkembangan sistem untuk pengelompokan skor postur bagian tubuh.
Dengan cara menentukan skor untuk masing-masing postur A dan B. Kemudian
skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A dan tabel B
untuk memperoleh skor B.
Tabel 1 Skor Postur Kelompok A
Lengan Lengan Pergelangan Tangan
1 2 3 4
Atas Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1
1 1 2 2 2 2 2 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3 3 4 4
2
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 3 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
3
1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
4
1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 4 5 6 6
5
1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 6 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6
1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 9 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Tabel 2 Skor Postur Kelompok B
Leher
Punggung
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 3 4 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Skor untuk penggunaan otot:
+1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan
postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit
Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-
Anderson dan Stevenson dan Baaida, yaitu sebagai berikut:
0 jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 kg dan ditahan
+1 jika beban sesekali 2-10 kg
+2 jika beban 2-10 kg bersifat berulang
+2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 kg
+3 jika beban atau tenaga lebih dari 10 kg dialami secara berulang
+4 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B
diukur dan dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan
dengan skor yang berasal dari tabel A dan B, yaitu sebagai berikut:
1. Skor A + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A =
skor C
2. Skor B + skor pengguanaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok B =
skor D.
3. Tahap 3: Pengembangan Grand Score dan Daftar Tindakan.
Penentuan grand score untuk memperoleh nilai action level dan tindakan yang
harus dilakukan.
Tabel 3 Grand Score
Grand Score
Skor D = Skor B + Otot + Tenaga
Skor 1 2 3 4 5 6 7+
C*
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 3 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
C* = Skor A + Otot + Tenaga
Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level
tindakan (action level) sebagai berikut:
1. Action level 1
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini bisa diterima jika tidak
dipertahankan atau tidak berulang dalam periode yang lama.
2. Action level 2
Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga
diperlukan perubahan-perubahan.
3. Action level 3
Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaaan dan perubahan perlu segera
dilakukan.
4. Action level 4
Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan
perubahan diperlukan dengan segera (saat itu juga).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengumpulan Data
Penelitian diawali dengan memberi penjelasan kepada pekerja mengenai maksud,
tujuan dan cara melakukan pengambilan data, dimana pekerja yang diamati dalam
penelitian ini ditugaskan untuk melakukan pekerjaan secara normal (berdasarkan
pekerjaan yang biasanya dilakukan). Peneliti merekam aktivitas kerja di bagian stasiun
kerja finishing menggunakan kamera digital ketika pekerja melakukan aktivitas
penanganan material secara manual pada pekerjaannya.
Setelah mendapatkan gambar/foto hasil rekaman kemudian dilakukan pengukuran
sudut yang dibentuk oleh leher, punggung, lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan
tangan dilakukan dengan bantuan software visio. Kemudian dari hasil pengukuran sudut-
sudut yang terbentuk dari postur kerja yang ada dapat dilanjutkan untuk pengolahan data
selanjutnya yaitu menggunakan metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment).
4.1.1. Pengumpulan Data Postur Kerja Pada Stasiun Finishing Batik
Tabel 4 Data Postur Kerja Pekerja Pada Stasiun Kerja Finishing
4.1.2. Pengumpulan Data Berat Beban Pada Stasiun Kerja Finishing
Tabel 5 Data Berat Beban Pada Stasiun Finishing
No Jumlah Berat Keterangan
1 50 buah 60 kg Batik basah (pengangkatan dari mesin hand roller press)
2 1 buah 1,2 kg Batik basah (pembilasan tahap pertama, ke dua, ke tiga
3 1 buah 1,2 kg dan pengangkatan dari tungku ke bak air)
4 1 ember 7 kg Pemberian cairan lasem ke tungku
5 15 buah 18 kg Batik basah (pengangkatan dari lantai ke tungku)
6 5 buah 6 kg Batik basah (pembilasan tahap ke empat)
7 1 buah 0,4 kg Tongkat pengaduk
8 15 buah 18 kg Batik basah (pengangkatan dari kayu ke gerobak)
4.2. Hasil dan Pembahasan
4.2.1. Rekapitulasi Grand Score Pada Stasiun Finsihing Batik Pada Tangan Kanan
Tabel 6 Rekapitulasi grand score pada stasiun finishing batik pada tangan kanan
4.2.2. Rekapitulasi Grand Score Pada Stasiun Finsihing Batik Pada Tangan Kiri
Tabel 7 Rekapitulasi grand score pada stasiun finishing batik pada tangan kiri
4.2.3. Analisa Data
Didalam setiap aktivitas yang dikerjakan oleh pekerja di stasiun finishing
batik terdapat 3 gerakan yang terjadi antara lain mengambil, mengangkat dan
meletakkan kecuali pada aktivitas pengambilan malam dari sisa perebusan di
tungku hanya terdapat 2 gerakan yaitu mengambil dan meletakkan. Jadi total
gerakan dari 12 aktivitas yang dikerjakan adalah 35 gerakan. Dilihat dari tabel 6
rekapitulasi grand score pada stasiun finishing batik pada tangan kanan hanya
terdapat 5 gerakan yang mempunyai action level 2, 7 gerakan mempunyai action
level 3 dan 23 gerakan mempunyai action level 4. Sedangkan pada tabel 7
rekapitulasi grand score pada stasiun finishing batik pada tangan kiri hanya
terdapat 6 gerakan yang mempunyai action level 2, 8 gerakan mempunyai action
level 3 dan 21 gerakan mempunyai action level 4.
Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang dikerjakan oleh pekerja di
stasiun finshing batik mempunyai 4 postur kerja mempunyai nilai action level 2
bahwa postur memerlukan pemeriksaan lanjutan dan diperlukan perubahan-
perubahan, 8 postur kerja mempunyai nilai action level 3 bahwa postur
memerlukan pemeriksaan dan perubahan perlu segera dilakukan dan 23 postur
kerja nilai action level 4 bahwa postur berbahaya dan harus dilakukan perbaikan
saat itu juga. Dengan demikian perlu adanya perbaikan postur dan tempat kerja
agar pekerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman.
4.2.4. Pengukuran dan Rancangan Layout Pada Stasiun Finishing Batik
Gambar 10 Bangunan di stasiun finishing batik
Adapun ukuran bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bak air (tempat pembilasan) ada tiga (pembilasan tahap pertama, ke dua, dan ke
tiga) dengan ketinggian 50 cm.
2. Tempat perebusan dengan ketinggian 100 cm.
3. Pijakan kaki yang digunakan untuk mengambil batik dari tempat perebusan
dengan ketinggian 40 cm.
4. Ember yang diletakkan dilantai untuk pembilasan tahap ke empat.
5. Kayu penyangga untuk meletakan batik setelah pembilasan tahap ke empat
dengan ketinggian 60 cm.
4.2.5. Rancangan dan Analisa Layout
3,5m
4,5
m
0,5m
1,4
m
1,4m
1,5
m
1,4m
0,8
m
0,6m
1,0m
1,4m
1,0
m
1,4m1,6m
1,1
m
1,3
m
1,3
m
Pembilasan 1
Pembilasan 2
Pembilasan 3
Perebusan
Penguncian Warna
Pembilasan 4
1,4m
5
1
7
8
9
1011
12
4
3
6
2
Gambar 11 Layout di Stasiun Finishing Batik
Dari penjabaran diatas terdapat 12 aktivitas secara manual, menurut hasil
pengamatan yang dilakukan terdapat aktivitas yang tidak efisien. Adapun aktivitas
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas mengangkat batik dari dinding bak air ke lantai (Setelah pembilasan
tahap pertama) kemudian baru diangkat ke tungku perebusan, seharusnya tidak
perlu meletakkan batik ke lantai karena dapat langsung dimasukan kedalam
tungku perebusan (aktivitas 3 pada gambar 11 dapat dihilangkan).
2. Aktivitas mengangkat batik dari dalam bak air ke atas kayu penyangga dan
memasukannya kedalam ember untuk pembilasan tahap ke empat kemudian
kembali lagi ke kayu penyangga setelah itu baru diangkat ke gerobak. Hal itu
mengakibatkan pengulangan pekerjaan, sebaiknya aktivitas mengangkat batik
dari dalam ember langsung diangkat ke gerobak (aktivitas 11 pada gambar 11
dapat dihilangkan).
Tata letak fasilitas yang ada pada gambar 11 dapat dilihat bahwa jarak
tempuh dari aktivitas yang satu ke lainnya terlalu jauh misalnya pada aktivitas 1
yaitu mengangkat batik dari mesin hand roller press kedalam bak air (pembilasan
tahap pertama), aktivitas 4 yaitu memberikan cairan lasem kedalam tungku
perebusan, aktivitas 5 yaitu mengangkat batik dari lantai kedalam tungku
perebusan, dan aktivitas 12 yaitu mengangkat batik dari kayu penyangga ke
gerobak. Hal itu mengakibatkan kelelahan pada pekerja sehingga dapat
menurunkan efisiensi produksi.
4.2.6. Data Antropometri Pekerja
Tabel 8 Data Antropometri Pekerja
No Data yang diukur Pekerja 1 Pekerja 2
(cm) (cm) (cm)
1 Tinggi Badan 163 165 164
2 Tinggi bahu dalam posisi berdiri 145 147 146
3 Panjang jangkauan tangan 76 78 77
4 Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak 101 103 102
Antropometri adalah suatu komponen data numerik yang berhubungan
dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk, dan kekuatan serta
penerapan dari suatu data tersebut untuk penanganan masalah desain. Data
antropometri sangat penting bagi perancangan suatu alat bantu dan layout kerja
pada penelitian ini guna mendapatkan ukuran yang sesuai dan kenyamanan bagi
para pekerja, sehingga dapat mengurangi kecelakaan atau cedera pada saat bekerja.
Adapun dalam penentuan persentil diambil nilai rata–rata atau persentil 50 dari
data antropometri pekerja.
4.2.7. Perancangan Layout Usulan Untuk Stasiun Finishing Batik
4.2.7.1. Rancangan dan Analisa Layout Usulan
1,0m
1,6m
1,1m
4,5m
3,5m
1,1m
1,5m
0,5m
1,3m
1,0m
1,1m
1,3m
1,0m
0,6m
0,6m
0,8m
1,3m
0,6m
67
8
1
4
10
Pembilasan 1
Pembilasan 2
Pembilasan 3
Pembilasan 4
Perebusan
Penguncian Warna
3
2
5
1,5m1,0m
9
Gambar 12 Rancangan Layout Usulan
Tata letak dan konfigurasi bangunan (ukuran, bentuk, letak pintu
dan lebar gang, letak departemen) yang sebelumnya dapat dilihat pada
gambar 11 kemudian mengalami perbaikan pada gambar 12. Dari
perubahan tersebut dapat mengurangi aktivitas pada stasiun finishing
batik yang semula terdapat 12 aktivitas menjadi 10 aktivitas.
Didalam perencanaan aliran material juga menjadi pokok
permasalahan karena masalah aliran muncul dari adanya kebutuhan untuk
memindahkan bahan, komponen, orang dari permulaan proses sampai
pada akhir proses untuk mencapai lintasan yang paling efisien. Kemudian
bandingkan gambar 11 dengan gambar 12, perbedaan yang ada yaitu pada
gambar 11 aliran material yang dimulai dari departemen yang satu ke
lainnya terlalu jauh dan lebih rumit apabila dibandingkan dengan gambar
12 dapat dilihat aliran materialnya lebih sederhana dan urutanya logis,
mengurangi jarak jalan kaki, dan dapat memanfaatkan ruangan lebih
efisien.
4.2.7.2. Dimensi Rancangan Bangunan Usulan
Gambar 13 Dimensi ukuran bangunan usulan
Gambar diatas menunjukan ukuran tinggi bangunan dari rancangan
usulan perbaikan layout dan yang digunakan untuk perbaikan postur
kerja. Bangunan tersebut telah disesuaikan dengan data antropometri
pekerja agar pekerja dapat bekerja dengan nyaman dan aman. Adapun
ukuran bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bak air (tempat pembilasan) ada empat (pembilasan tahap pertama, ke
dua, ke tiga, dan ke empat) dengan ketinggian 80 cm.
2. Tempat perebusan dengan ketinggian 100 cm.
3. Pijakan kaki yang digunakan untuk mengambil batik dari tempat
perebusan dengan ketinggian 30 cm.
4. Tempat yang digunakan untuk meletakan ember yang berisi cairan
lasem dengan ketinggian 50 cm.
4.2.8. Rekomendasi Perbaikan Postur Kerja
Rekomendasi perbaikan postur kerja pekerja di stasiun kerja finishing batik yaitu
dengan cara merubah posisi yang menurut perhitungan RULA berbahaya dengan
posisi yang aman.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pengolahan data pada analisis postur
kerja menggunakan metode RULA dan perancangan ulang stasiun kerja finishing batik
adalah sebagai berikut:
1. Dari 12 aktivitas yang dikerjakan oleh pekerja di stasiun kerja finshing batik terdapat
35 postur kerja. Dimana terdapat 4 postur kerja yang mempunyai nilai action level 2
dengan persentase 11,43% bahwa postur memerlukan pemeriksaan lanjutan dan
diperlukan perubahan-perubahan, 8 postur kerja mempunyai nilai action level 3
dengan persentase 22,86% bahwa postur memerlukan pemeriksaan dan perubahan
perlu segera dilakukan dan 23 postur kerja mempunyai nilai action level 4 dengan
persentase 65,71% bahwa postur berbahaya dan harus dilakukan perbaikan saat itu
juga.
2. Rekomendasi perbaikan postur kerja pekerja di stasiun kerja finishing batik yaitu
dengan cara merubah posisi yang menurut perhitungan RULA berbahaya dengan
posisi yang aman. Misalnya pada aktivitas pengambilan batik dari mesin hand roller
press yaitu dengan posisi membungkuk dirubah dengan posisi jongkok dengan
punggung lurus. Sehingga dapat mengurangi keluhan gangguan musculoskeletal yang
dialami oleh pekerja.
3. Rancangan ulang stasiun kerja finishing batik mengalami banyak perubahan yaitu
pada tata letak dan konfigurasi bangunan (ukuran, bentuk, letak departemen, letak
pintu dan lebar gang). Pada bak air yang digunakan untuk tempat pembilasan tahap 1,
2, dan 3 yang semula dengan ketinggian 50 cm dan pada tempat pembilasan tahap 4
yang semula letaknya di lantai pada ember dirubah dengan cara membangun bak air
dengan ketinggian yang sama yaitu 80 cm, dimana dalam pembangunannya telah
disesuaikan dengan data antropometri pekerja. Kemudian jarak dari tiap-tiap
departemen yang semula berjauhan dan urutan pekerjaan yang rumit dirubah dengan
cara membangun departemen sesuai dengan urutan pekerjaannya sehingga urutan
pekerjaan menjadi logis dan dapat mengurangi jarak jalan kaki. Selain itu, juga dapat
mengurangi aktivitas kerja yang semula terdapat 12 aktivitas kerja menjadi 10
aktivitas kerja. Sedangkan gambaran secara umum biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan pembangunan rancangan usulan ini adalah sebesar Rp. 1.785.000,-.
5.2. Saran
1. Pemilik usaha diharapkan untuk merealisasikan rancangan usulan perbaikan layout ini
sebab biaya yang dikeluarkan hanya sedikit akan tetapi dapat menimbulkan dampak
yang besar dan menguntungkan bagi pekerja dan pemilik usaha sendiri. Karena hal
tersebut dapat mengurangi cidera yang dialami pekerja dan secara otomatis juga dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
2. Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan perlu adanya penelitian mengenai
dampak yang ditimbulkan akibat berinteraksi langsung dengan bahan-bahan kimia
yang digunakan pada pembuatan batik.
DAFTAR PUSTAKA
Grandjean, E., 1993, Fitting the Task to the Man, 4th ed, Taylor & Francis Inc, London.
Lueder, R., 1996, A Proposed RULA for Computer Users, Procceding of the Ergonomic Summer
Workshop, San Francisco.
Mardiyanto, 2008, Analisis Postur Kerja Menggunakan Metode Rapid Upper Limb Assesment
(RULA), Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
McAtamney, L. and Corlett, E.N., 1993, “RULA : A Survey Based Method for the Investigation of
Work Related Upper Limb Disorders“, Applied Ergonomics, 24(2).91-99.
Niebel, B.W and Freivald, A., 1999, Methods Standards & Work Design, 10th edition,
International Edition.
Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya. Surabaya.
Purnomo, H., 2004, Perencanaan & Perancangan Fasilitas, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Pujadi, T., Harisno., dan Sugiarto, E., 2009, Aplikassi Sistem Informasi K3Dengan Menggunakan
Metode RULA Dan NIOSH, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi
2009(SNATI 2009) ISSN: 1907-5022, Yogyakarta.
Sutalaksana, I., Z., Anggawisastra, R., Tjakraatmja, John H., 1979, Tata Cara Kerja, Lab
Ergonomi Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Tarwaka, Sudiajeng, L., dan Bakri, S.H.A., 2004, Ergonomi Untuk Kesehatan dan Keselamatan
Kerja dan Produktivitas, UNIBA Press. Surakarta.
Varmazyar, S., Varyani, A., S., Zeidi, I., M., and Hashemi, H., J., 2009, Evaluation Working
Posture and Musculoskeletal Disorders Prevalence in Pharmacy Packaging Workers,
European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.29 No.1 (2009), pp.82-
88.
Wigjosoebroto, S., 1995, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, PT. Guna Widya, Jakarta.
http://cahaya-firdha.blogspot.com/2011/12/google-sketchup.html
http://selembarkertas27.blogspot.com/2012/03/apa-itu-google-sketchup.html