46
GANGGUAN LEUKOSIT (NEUTROPENIA & AGRANULOSITOSIS) A. NEUTROPENIA Neutropenia adalah kelainan pada darah yang diidentifikasi dengan jumlah sel neutrofil (salah satu tipe sel darah putih) yang rendah. Sel-sel neutrofil adalah bagian dari sel darah putih atau leukosit (sekitar 50-70% dari total sel darah putih) yang berada dalam sirkulasi, dan sel neutrofil ini berperan sebagai penangkal infeksi dengan membunuh bakteri yang berada dalam darah. Oleh karena itu, pasien yang mengalami neutropenia menjadi lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan hal ini dapat secara langsung mengancam kehidupan mereka bila tidak segera ditangani. Neutropenia dapat berlangsung akut atau kronis, yaitu tergantung dari lama terjadinya penyakit. Pasien dinyatakan menderita neutropenia kronis bilamana ia mengalaminya selama lebih dari 3 bulan. Efek dari neutropenia, penurunan neutrofil sistemik, pada rongga mulut mulai dicatat pada awal abad ke-20. Literatur terdahulu menjelaskan sejumlah manifestasi berkurangnya PMN yang beredar meliputi infeksi kulit, infeksi pernafasan bagian atas, otitis media, stomatitis, eksfoliasi dini dari gigi, dan gingivitis berat dengan ulserasi. Sebagian besar kasus ditemukan pada anak-anak, dan kelainan PMN yang berat seringkali memberi dampak yang fatal. Penyebab neutropenia sangatlah banyak dan meliputi obat-obatan (berhubungan dengan 1

Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

neutropenia agranuliositosisartherosklerosis

Citation preview

Page 1: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

GANGGUAN LEUKOSIT

(NEUTROPENIA & AGRANULOSITOSIS)

A. NEUTROPENIA

Neutropenia adalah kelainan pada darah yang diidentifikasi dengan jumlah sel

neutrofil (salah satu tipe sel darah putih) yang rendah. Sel-sel neutrofil adalah bagian dari sel

darah putih atau leukosit (sekitar 50-70% dari total sel darah putih) yang berada dalam

sirkulasi, dan sel neutrofil ini berperan sebagai penangkal infeksi dengan membunuh bakteri

yang berada dalam darah. Oleh karena itu, pasien yang mengalami neutropenia menjadi lebih

rentan terhadap infeksi bakteri dan hal ini dapat secara langsung mengancam kehidupan

mereka bila tidak segera ditangani. Neutropenia dapat berlangsung akut atau kronis, yaitu

tergantung dari lama terjadinya penyakit. Pasien dinyatakan menderita neutropenia kronis

bilamana ia mengalaminya selama lebih dari 3 bulan.

Efek dari neutropenia, penurunan neutrofil sistemik, pada rongga mulut mulai dicatat

pada awal abad ke-20. Literatur terdahulu menjelaskan sejumlah manifestasi berkurangnya

PMN yang beredar meliputi infeksi kulit, infeksi pernafasan bagian atas, otitis media,

stomatitis, eksfoliasi dini dari gigi, dan gingivitis berat dengan ulserasi. Sebagian besar kasus

ditemukan pada anak-anak, dan kelainan PMN yang berat seringkali memberi dampak yang

fatal. Penyebab neutropenia sangatlah banyak dan meliputi obat-obatan (berhubungan dengan

obat antithyroid, phenothiazine, quinidine, penicillin, sulfonamide, dan antibiotik lain),

radiasi, penyakit (diabetes mellitus; Down syndrome; Felty syndrome; tuberculosis;

leukemia; aplastic anemia; dan infeksi virus, bakteri, rickettsia, serta protozoa lain), dan

kondisi autoimun. Sebagian besar neutropenia sistemik tampak idiopatik, tetap faktor genetik

dapat berperan penting.

Chronic idiopathic neutropenia memiliki rentang keparahan mulai dari ringan (1.000

hingga 2.000 PMN/mm3) hingga berat (< 500 PMN/mm3), dengan derajat suppresi neutrofil

sesuai dengan perluasan dan keparahan gejala sistemik. Manifestasi oral dari neutropenia

kronis meliputi gingivitis, aggresive periodontitis, dan ulserasi dalam rongga mulut.

Cyclic neutropenia, pertama kali ditemukan oleh Leale pada tahun 1910, adalah kondisi

langka yang menunjukkan episode neutropenic selama 1 minggu setiap 3 minggu. Meski

penyebabnya tidak diketahui, gangguan regulasi di dalam hematopoietic stem cell dianggap

1

Page 2: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

sebagai penyebabnya. Gejala dental meliputi gingiva yang meradang, aphthous ulcer, dan

kerusakan periodonal early-onset.

DISFUNGSI NEUTROFIL

Respon normal neutrofil terhadap invasi mikrobial adalah migrasi ke lokasi infeksi,

kemudian diikuti oleh fagositosis dan membunuh mikroorganisme. Agar hal ini dapat terjadi,

kejadian berikut ini harus terjadi:

1. Stem cell dari sumsum tulang berdiferensiasi menjadi PMN

2. Neutrofil yang telah matang dilepaskan dari sumsum tulang ke aliran darah

3. PMN menepi dan melekat pada endothelium pembuluh darah

4. Neutrofil bergerak dari pembuluh darah ke jaringan ikat

5. Neutrofil bergerak melalui jaringan ikat ke lokasi infeksi

6. PMN mengidentifikasi, melekat, dan menelan benda asing (bakteri)

7. Bakteri dibunuh dan dicerna oleh neutrofil

Respon yang tepat dari PMN terhadap invasi bakteri membutuhkan sejumlah proses

biologis neutrofil yang berjalan tanpa adanya gangguan. Proses ini meliputi (1) adherensi,

perlekatan PMN ke sel endothelial melalui molekul perlekatan khusus pada permukaan PMN;

(2) chemotaxis, migrasi sel ke arah gradien molekul chemotactic, seperti produk pembelahan

komplemen (C5a) atau peptida bakteri (peptida formylmethionyl); (3) fagositosis, penelanan

benda asing ke dalam phagolysosome melalui invaginasi membran sel yang kemudian diiktui

dengan pengenalan molekul host spesifik yang terikat ke permukaan bakteri (opsonin,

misalnya immunoglobulin G dan C3b); dan (4) pembunuhan bakteri, penghancuran

mikroorganisme dengan pelepasan konstituen lysosome ke dalam phagoliysosome.

Gambar 1. Ilustrasi skematik dari perjalanan oposinization dan fagositosis.

2

Page 3: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Berbagai teknik telah dikembangkan agar dapat melakukan pengukuran in vitro atas

proses biologis PMN ini. Dengan menggunakan cara ini, kerusakan dalam fungsi PMN

manusia dapat ditentukan.

KLASIFIKASI NEUTROPENIA

Klasifikasi neutropenia berdasarkan perhitungan absolute neutrophil count (ANC)

yang mengukur sel-sel neutrofil per mikroliter adalah sebagai berikut:

• Neutropenia ringan (1000<ANC<1500) – dihubungkan dengan resiko infeksi yang minimal

• Neutropenia sedang (500<ANC<1000) – dihubungkan dengan resiko infeksi yang sedang

• Neutropenia berat (ANC<500) – dihubungkan dengan resiko infeksi yang tinggi

Salah satu tipe Neutropenia yang berbahaya adalah Drug-induced neutropenia (akibat

obat-obatan tertentu) — Beberapa obat-obatan menyebabkan agranulositosis (tidak adanya

sel darah putih sama sekali) dan neutropenia. Banyak obat-obatan anti-neoplastic

menyebabkan agranulositosis dan neutropenia melalui penekanan sumsum tulang. Sekitar

75% dari kasus-kasus neutropenia di Amerika Serikat berhubungan erat dengan pengobatan.

Proses kemoterapi yang dijalani seorang pasien bekerja dengan membunuh sel-sel kanker

yang ada di tubuh. Sayangnya, proses pengobatan ini umumnya tidak bisa mengenali

perbedaan antara sel kanker dengan sel sehat. Akibatnya, kemoterapi menghancurkan juga

sel-sel sehat pada rambut, kulit, tulang, darah dan lainnya. Karena kemoterapi juga

mempengaruhi darah, salah satu sel yang dapat dipengaruhinya adalah sel darah putih. Oleh

karena itu, Neutropenia menjadi salah satu efek samping yang kerap terjadi. Efek neutropenia

pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi:

• Efek langsung pada pasien:– Meningkatnya kerentanan terhadap terjadinya infeksi

• Resiko infeksi berhubungan dengan:

– Derajat neutropenia (makin berat derajatnya maka makin besar resikonya)

– Durasi neutropenia (makin lama waktunya maka makin besar resikonya)

• Efek pada dosis & jadwal kemoterapi sang pasien:

– Terjadinya penurunan dosis kemoterapi

– Terjadinya penundaan jadwal kemoterapi

Suatu keadaan dimana terjadi neutropenia grade 3 atau 4 disertai meningkatnya suhu

tubuh (demam) > 38.5 °C dikenal dengan istilah Febrile Neutropenia.

Neutropenia dapat bersifat genetik, familial, idiopatik atau sekunder terhadap infeksi virus,

bakteri, atau protozoa atau penyakit sistemik. Semua bentuk neutropenia dapat

mempengaruhi kesehatan periodontal. Neutropenia utama antara lain:

3

Page 4: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Cyclic neutropenia

chronic benign neutropenia

familial neutropenia

chronic idiopathic neutropenia

Cyclic neutropenia

Ini adalah kondisi autosomal dominant yang diturunkan. Ia menyebabkan depresi

siklik terhadap PMN di dalam darah perifer dengan interval yang bervariasi antara 15-55 hari

dengan periode neutropenia yang lebih panjang antara 1-2 bulan (Page dan Good, 1957).

Manifestasi klinis utamanya adalah pyrexia, ulserasi di dalam mulit dan infeksi kulit.

Kondisi-kondisi ini muncul akibat adanya kerusakan stem cell di dalam sumsum tulang yang

berhubungan dengan kerusakan kontrol haemopoietik feedback (Zucker-Franklin dkk, 1977).

Gambaran rongga mulut dan periodontitis utama dari kondisi ini adalah ulserasi oral,

gingivitis berat, dan kerusakan periodontal secara cepat serta hilangnya tulang alveolar. Pada

gigi permanen, kerusakan tulang paling jelas terlihat disekitar gigi yang erupsi dahulu, yaitu

molar pertama dan insisivus bawah (Rylander dan Ericsson, 1981; Spencer dan Fleming,

1985). Pasien dengan kondisi ini memerlukan pemeliharaan periodontal secara rutin dan

harus diberikan scaling supra dan subgingiva secara seksama. Terapi antibiotik diperlukan

untuk mengendalikan episode akut dan obat kumur antiseptik dapat membantu apabila

ditemukan adanya ulserasi.

4

Page 5: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Gambar 1. Manifestasi periodontal pada gangguan fungsi neutrofil A dan B, penampilan

klinis pasien dengan cyclic neutropenia : suatu kondisi yang melibatkan pengurangan jumlah

dalam sirkulasi neutrofil (tingkat neutrofil darah 1.500 / rnm. A, anak 5 tahun dengan cyclic

neutropenia. Perhatikan peradangan agresif dan luas dalam jaringan gingiva. B, Seorang anak

7 tahun dengan cyclic neutropenia menunjukkan inflamasi gingiva akut dan luas dan

kehilangan attachment dengan resesi yang jelas. C dan D, penampilan klinis dan radiografi

pasien dengan defisiensi adhesi leukosit (LAD tipe 1). Gangguan ini melibatkan cacat dalam

migrasi transendothelial neutrofil, mengakibatkan kurangnya neutrofil ekstravaskuler pada

lesi periodontal. Namun, infiltrat padat leukosit mononuklear ditemukan di periodontal

lesions.170 Perhatikan peradangan jaringan jelas secara klinis (C) dan kehilangan tulang yang

luas terlihat pada pasien tersebut (D, panah) (Carranza, dkk.,2006 )

Chronic benign neutropenia pada anak-anak

Onset dari kondisi ini biasanya antara 6 hingga 20 bulan. Ada neutropenia sedang dengan

lymphocytosis absolut dan monocytosis. Sumsum tulang tampak normal dan neutropenia

dapat disebabkan oleh peningkatan kerusakan perifer.

Infeksi pyogenic pada kulit dan membran mukosa adalah ciri khas dari kondisi ini. Namun,

peningkatan jumlah monosit dalam kondisi ini dapat mengimbangi neutropenia dan dapat

memberikan daya tahan yang cukup terhadap infeksi.

Beberapa laporan kasus mengenai ciri rongga mulut dan periodontal dari kondisi ini telah

dibuat dan sebagian besar berhubungan dengan laki-laki usia 4-12 tahun. Terdapat gingivitis

5

Page 6: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

berwarna merah terang, hiperplastik, dan oedematous yang mengenai free dan attached

gingiva sehingga gingiva mudah berdarah. Hal ini dapat mengakibatkan premature loss gigi

sulung akibat hilangnya tulang. Beberapa anak yang lebih tua menunjukkan rapidly

progressive periodontitis pada gigi-geligi permanen dengan generalized bone loss. Pada

sebagian besar kasus, usaha yang dlakukan untuk mengendalikan kondisi dengan perawatan

periodontal dinyatakan gagal dan early loss gigi sulung dan permanen tampaknya sulit untuk

dicegah.

Benign familial neutropenia

Benign familial neutropenia adalah kondisi autosomal dominant yang diturunkan. Terdapat

neutropenia sedang dan disertai monositosis. Sumsum tulang tampak normal dan kondisi

dapat diakibatkan oleh anomali dalam mekanisme pelepasan sumsum.

Laporan kasus pertama mengenai kondisi ini menggambarkan perubahan oral dan periodontal

pada laki-laki usia 14 tahun dengan kondisi ini gingivitis berwarna merah terang,

hiperplastik, oedematous, dan jaringan yang mudah berdarah. Ditemukan juga kehilangan

tulang disekitar molar pertama yang menunjukkan adanya rapidly progressive periodontitis.

Perawatan yang dilakukan adalah kontrol plak, scaling, dan obat kumur antiseptik tetap tidak

6

Page 7: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

ada perawatan lanjutan jangka panjang yang dilaporkan. Laporan kasus lain mengenai 34

kasus dan 11 kontrol memberikan deskripsi serupa mengenai gambaran klinis dan juga

menunjukkan bahwa meski perawatan umum dan kebersihan mulut yang baik dapat

membantu mengendalikan kondisi periodontal tetapi tetap tidak dapat mencegah

perkembangannya.

Severe familial neutropenia

Ini adalah kondisi yang lebih berat dibanding bentuk benign dan diturunkan dalam bentuk

autosomal dominant. Terdapat neutropenia yang lebih jelas dan beberapa monositosis. Anak-

anak rentan terhadap infeksi berulang. Perubahan oral dan periodontal mirip dengan yang

dijelaskan diatas tetapi lebih berat dan prognosisnya lebih jelek.

Chronic idiopathic neutropenia

Chronic idiopathic neutropenia terjadi lebih banyak pada wanita. Ini adalah neutropenia

persisten dari lahir yang tidak bersifat siklik dan tidak tergantung pada riwayat keluarga.

Terdapat infeksi rekuren yang persistent selama hidup dari penderita. Penyebab dari kondisi

ini tidak dapat dipastikan tetapi mungkin dapat berupa abnormalitas maturasi dari granulosit

di dalam sumsum tulang yang dapat berhubungan dengan kelainan autoimmune.

Gambaran periodontal telah dilaporkan dalam dua laporan kasus Terdapat gingivitis yang

berat, oedematous, dan hiperplastik dengan kehilangan tulang dan kondisi yang tidak

berespon baik terhadap perawatan.

Abnormalitas Neutrofil

Telah tersedia banyak bukti yang memastikan bahwa penyebab gingivitis inflamatori dan

periodontitis adalah bakteri. Namun, banyak faktor dapat merubah respon host terhadap

infeksi mikrobial dan mempengaruhi konversi gingivitis menjadi periodontitis, demikian juga

dengan perkembangan penyakit periodontal. Tentu saja sistem pertahanan host memiliki efek

utama terhadap mikroflora oral dan menbentuk keseimbangan antara bakteri patogenik dari

plak gigi dan host selama proses pembentukan penyakit. Keseimbangan ini dapat berubah

oleh beberapa faktor seperti perubahan dalam flora dan/atau perubahan sistem pertahanan

host, perkembangan penyakit akan terus terjadi hingga keseimbangan dapat terbentuk

kembali.

Pemeran utama dalam mekanisme pertahan host adalah polymorphonuclear neutrophil

(PMN), yang ditunjuk sebagai baris pertama pertahanan host untuk memerangi infeksi

bakterial akut. Gambaran morfologis khas dari semua tahap gingivitis dan periodontitis

adalah akumulasi PMN di dalam jaringan ikat gingiva, junctional epithelium, dan gingival

crevice atau poket periodontal. Dengan adanya hubungan yang kuat antara PMN dan

7

Page 8: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

mikroflora periodontal, tidaklah mengejutkan bahwa penurunan fungsi neutrofil dapat

menyebabkan peningkatan tingkat keparahan kerusakan periodontal. Bagian ini akan

membahas hubungan antara abnormalitas neutrofil dan penyakit periodontal.

TANDA DAN GEJALA NEUTROPENIA

Neutropenia akut dapat mengembangkan gejala selama beberapa hari atau bahkan jam.

Neutropenia penderita kronis dapat mengembangkan penyakit ini secara bertahap, tetapi

terpengaruh selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Neutropenia kronis akan sering

tidak menunjukkan gejala sampai infeksi terjadi. Neutropenia kronis akan sering tidak

menunjukkan gejala sampai infeksi set in Infeksi ini biasanya muncul di mulut, tenggorokan,

sinus, paru-paru, dan kulit. Beberapa gejala umum neutropenia diantaranya:

• Demam

• Sariawan

• Diare

• Rasa terbakar saat kencing

• Adanya pembengkakan dan/atau rasa sakit yang tidak lazim saat luka atau berlebihan

• Serak di tenggorokan

• Rasa sakir dan kemerahan pada luka

• Nafas yang tersengal-sengal

• Rasa dingin yang menggigil

• Infeksi telinga dan infeksi gusi, tonsilitis, abses kulit, dan bahkan penyakit periodontal.

Dalam beberapa kasus, infeksi yang mengancam jiwa atau sepsis dapat mengatur, harus

dirawat inap dan intravena antibiotik.

8

Page 9: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Gambar 2. Tanda dan gejala klinis serta gambaran histologis pasien dengan neutropenia

DIAGNOSA & EVALUASI PASIEN DENGAN NEUTROPENIA

Evaluasi dimulai dengan memastikan adanya neutropenia sesuai dengan standar

hitung neutrofil berdasarkan usia. Biasanya dibutuhkan perhitungan berulang untuk

menghilangkan kemungkinan adanya reduksi transien yang berhubungan dengan penyakit

virus akut, khususnya pada anak kecil. Apabila pasien ditemukan neutropenik, maka

perhitungan diferensial manual harus dilakukan dengan pemeriksaan sel darah secara

seksama, yang dapat menguatkan diagnosa. Penemuan yang signifikan seperti myeloblast

(menunjukkan adanya leukemia), sel darah merah yang berenukleasi (pergantian sumsum),

hypersegmented neutrophil (defisiensi B12 atau folat), nukleus yang sangat pycnotic di dalam

neutrofil (myelokathexis), atau granul yang sangat besar (Chediak-Higashi syndrome).

Penelaahan riwayat lengkap dapat menentukan onset neutropenia; jenis, frekuensi, dan

tingkat keparahan infeksi; konsumsi obat dan pemaparan bahan toksik; serta riwayat keluarga

akan adanya infeksi rekuren termasuk kematian anak.

Pemeriksaan fisik harus mencatat pertumbuhan dan perkembangan, kelainan fenotipe,

dan pola infeksi bakteri terutama keterlibatan membran mukosa, gingiva, kulit, membran

timpani, dan daerah perianal. Limfadenopati, hepatosplenimegali, dan abnormalitas lain juga

harus diperhatikan secara seksama. Keberadaan petechiae dan purpura yang menunjukkan

adanya thrombositopenia juga harus dipertimbangkan, yang dapat menunjukkan proses

perkembangan penyakit yang lebih luas.

9

Page 10: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Tingkat keparahan dan durasi neutropenia akan menentukan luasnya evaluasi

laboratorium. Apabila pasien ditemukan neutropenia pada saat atau sesaat setelah infeksi

virus, maka hitung sel darah lengkap harus diperloleh dalam waktu 2 hingga 4 minggu

setelahnya sehingga pemulihan ANC dapat dicatat. Pemeriksaan sumsum tulang biasanya

tidak diperlukan pada pasien yang memiliki neutropenia dengan onset akur dan tidak

mengalami infeksi dengan frekuensi yang tidak wajar. Sebaliknya, pasien yang memiliki

riwayat klinis infeksi rekuren sekunder terhadap neutropenia perlu diperiksa lebih dalam.

Hitung sel darah lengkap harus diperoleh dua kali seminggu selama 6 minggu untuk

menentukan apakah terdapat siklus 21 ± 4 hari yang membedakan cyclic neutropenia dari

congenital neutropenia berat. Pada kasus tertentu, neutrofil kurang dari 0.2 x 109/L pada titik

terendah dari siklus. Aspirasi sumsum tulang dan sitogenetik dari sumsum tulang diperlukan

untuk mengevaluasi elodysplasia / acute myelogenous leukemia, dan juga untuk menilai

morfologi seluler dan perluasan maturasi sel mieloid. Anak-anak dengan riwayat malabsorpsi

pada neutropenia harus diperiksa mengenai Shwachman-Diamond syndrome. Pasien-pasien

ini membutuhkan studi yang mengevaluasi enzim pankreatik dan evaluasi skeletal untuk

menilai kemungkinan adanya metaphyscal chrondrodysplasia. Semua anak-anak yang

mengalami neutropenia kronis dengan infeksi rekuren harus memiliki kurva pertumbuhan

yang diatur untuk mengenvaluasi efek infeksi rekuren terhadap pertumbuhan dan

perkembangan. Determinasi antibodi antinuclear, folat sel darah merah, dan serum B12

ditemukan pada pasien yang dicurigai mengalami penyakit vaskular kolagen atau defisiensi

nutrisi. Pemeriksaan immunologis yang lebih luas harus dilakukan apabila dicurigai adanya

immunidefisiensi, biasanya ditandai oleh adanya infeksi virus dan bakteri yang rekuren.

Pasien yang menunjukkan pancytopenia biasanya membutuhkan aspirasi sumsum tulang dan

biopsi. Studi sumsum tambahan termasuk pemeriksaan sitogenetik, analisa flow, dan

pewarnaan khusus untuk mendeteksi leukemia dan kelainan malignant lain diperlukan untuk

beberapa kasus tertentu. Pemilihan uji laboratorium akan ditentukan oleh durasi dan tingkat

keparahan neutropenia dan oleh penemuan yang diperoleh dari pemeriksaan fisik.

B. AGRANULOSITOSIS

Agranuositosis adalah neutropenia akut berat yang ditandai dengan menghilangnya

prekursor neutrofil di sumsum tulang dan penurunan hebat hitung granulosit di darah perifer.

Hitung jenis leukosit memperlihatkan tidak adanya neutrofil atau jumlah atau sel granulositik

kurang dari 500 hal ini dapat terjadi mendadak pada orang yang tampak normal , dan

terutama terjadi sebagai suatu reaksi obat idiosinkratik. Keadaan ini juga terjadi berkaitan

10

Page 11: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

dengan proses autoimun atau infeksi-infeksi tertentu. Obat kadang-kadang mempengaruhi

kadar granulosit tanpa mempengaruhi unsur sumsum tulang yang lain, tetapi umumnya

jumlah sel darah merah dan/atau tromobosit juga berkurangAgranulocytosis ditandai dengan

reduksi jumlah granulosit yang beredar dan menyebabkan infeksi berat, meliputi lesi

ulcerative necrotizing pada mukosa mulut, kulit, dan gastrointestinal serta saluran

genitourinary. Bentuk yang lebih ringan dari penyakit ini disebut neutropenia atau

granulocytopenia.

Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius ditandai dengan jumlah leukosit

yang endah dan tidak adanya neutrofil.1 Agranilositosis ini merupakan gangguan langka yang

mengancam jiwa didefinisikan sebagai neutrofil mutlak yang kurang dari 0.56109/l. Laporan

tingkat kematian kasus adalah 5 - 16%. Lebih dari 70% kasus berkaitan dengan drugs.

Namun, sangat sedikit data yang tersedia tentang fitur klinis dan hematologi dari kondisi ini

Obat adalah penyebab paling umum dari agranulocytosis tetapi dalam beberapa kasus

penyebabnya tidak dapat dijelaskan. Agranulocytosis telah dilaporkan setelah administrasi

obat-obatan seperti aminopyrine, barbiturat dan derivatnya, derivat cincin benzene,

sulfonamid, gold salt, atau obat-obat yang mengandung arsen. Ini biasanya terjadi dalam

bentuk penyakit akut. Tetapi juga dapat dalam bentuk kronis atau periodik dengan siklus

neutropenic berulang (misalnya neutropenia siklik).

Onset penyakit disertai dengan demam, malaise, lemah, dan sakit tenggorokan.

Ulserasi pada rongga mulut, orofaring, dan tenggorokan adalah ciri khasnya. Mukosa

menunjukkan bercak-bercak nekrotik berwarna hitam dan abu-abu dan memiliki batas yang

tegas dari daerah sekitarnya. Tidak adanya reaksi inflamatori yang jelas karena kurangnya

granulosit adalah sifat yang khas. Batas gingiva dapat terlibat ataupun tidak. Perdarahan

gingiva, nekrosis, peningkatan salivasi, dan fetid odor adalah gambaran klinis yang

menyertai. Pada neutropenia siklik, perubahan gingiva terjadi kembali dengan eksaserbasi

rekuren penyakit. Terjadinya periodontitis agresif (yang dahulu disebut “rapidly

progressive”) telah tampak dalam neutropenia siklik.

Karena infeksi adalah sifat umum dari agranulocytosis, diagnosa banding melibatkan

pertimbangan atas kondisi-kondisi seperti acute necrotizing ulcerative gingivitis, diphtheria,

noma, dan acute necrotizing inflamation pada tonsil. Diagnosa definitif tergantung pada

penemuan hematologis dari leukopenia dan hampir tidak adanya neutrofil.

ETIOLOGI

11

Page 12: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Infeksi virus dan sepsis bakterial yang berlebihan dapat menyebabkan leukopenia. Penyebab

tersering adalah keracunan obat seperti fenotiazin (yang paling sering), begitu juga clozapine

yang merupakan suatu neuroleptika atipikal. Obat antitiroid, sulfonamide, fenilbutazon, dan

chloramphenicol juga dapat menyebabkan leukopenia. Selain itu, radiasi berlebihan terhadap

sinar X dan γ juga dapat menyebabkan terjadinya leukopenia.

Penyebab dari agranulositosis adalah penyinaran tubuh oleh sinar gamma yang disebabkan

oleh ledakan nuklir atau terpapar obat-obatan (sulfonamida, kloramphenikol, antibiotik

betalaktam, Penicillin, ampicillin, tiourasil). Obat-obat yang sering dikaitkan adalah agen-

agen kemoterapi mielosupresif (menekan sumsum tulang) untuk pengobatan keganasan

hematologi atau untuk keganasan lainnya, analgetik dan antihistamin jika sering serta makin

banyak digunakan dan diketahui mampu menebabkan neutropenia atau agranulositosis berat.

PATOGENESIS

Agranulositosis dapat secara luas dibagi menjadi:

Penyakit herediter karena mutasi genetik .Banyak dari gangguan ini disebabkan oleh

mutasi pada gen pengkode neutrofil elastase, atau ELA2. Beberapa alel yang terlibat

yang paling umum adalah substitusi intronic yang menonaktifkan sambatan situs

dalam intron 4. Gen selain ELA2 juga terlibat. Sebuah sejarah yang kuat terhadap

infeksi berulang, biasanya dimulai di masa kecil, sangat mengindikasikan dari cacat

genetik.

Acquired disease ,Acquired disease mungkin juga disebabkan karena obat-obatan,

bahan kimia, autoiminutas, agen infeksi, dan penyebab lainnya.

Lima jenis leukosit yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah neutrofil (50- 75%),

eusinofil (1 – 2%), basofil (0,5 – 1%), monosit (6%), limfosit (25-33%). Sel mengalami

proliferasi mitotik, diikuti fase pematangan memerlukan waktu bervariasi dari 9 hari untuk

eusinofil sampai 12 hari untuk neutrofil. Proses ini akan mengalami percepatan bila ada

infeksi. Sumsum tulang memiliki tempat penyimpanan cadangan 10 kali jumlah neutrofil

yang dihasilkan per hari. Bila infeksi cadangan ini dimobilisasi dan dilepaskan ke dalam

sirkulasi. Neutrofil merupakan sistem pertahanan priemer tubuh dengan metode fagositosis.

Eusinofil mempunyai fagositosis lemah dan berfungsi pada reaksi antigen antibodi. Basofil

membawa faktor pengaktifan histamin. Monosit meninggalkan sikulasi menjadi makrofag

jaringan. Limfosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit T bergantung pada timus, berumur

panjang dibentuk dalam timus, bertanggung jawab atas respon kekebalan seluler melalui

12

Page 13: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

pembentukan sel yang reaktif antigen. Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang

menghasilkan imunoglobulin, sel ini bertanggung jawab terhadap kekebalan humoral

Sumsum tulang dan darah perifer adalah sistem organ yang terkena. Kondisi ini ditandai oleh

produksi neutrofil yang tidak memadai, penghancuran neutrofil yang berlebihan, atau

keduanya. Infeksi yang dihasilkan cenderung melibatkan rongga mulut, lendir membran, dan

kulit. Systemic life-threatening sepsis mungkin terjadi. Organisme paling umum menginfeksi

adalah staphylococci, streptococci, gram negatif organisme, dan anaerob. Jamur juga sering

terlibat sebagai agen infeksi sekunder

DIAGNOSIS

Gejala Klinis agranulositosis :

a. Pasien tidak menunjukkan gejala sampai terjadi infeksi.

b. Demam dengan ulserasi merupakan keluhan yang tersering.

c. Rasa malaise umum ( rasa tidak enak, pusing)

d. Tukak pada membran mukosa

e. Takikardi

f. Disfagia

Pemeriksaan laboratorium

1. Menunjukkan CBC, termasuk pembagian manual, berhati-hati pada evaluasi smear

darah tepi yang menyediakan informasi tentang RBC, dan morfologi platelet.

2. Pemeriksaan smear tulang belakang dan sampel biopsi dengan teknik flow sitometri.

3. Kultur mikrobiologi dari darah, dahak dan cairan tubuh yang mengindikasikan febris

pasien.

4. Test antineutrofil antibodi

5. Pada neutropenia kongenital dan siklik neutropenia, analisis genetik diperlukan untuk

klasifikasi kondisi tersebut

Pemeriksaan radiologi

1. Tidak terdapat gambaran spesifik, yang dapat menentukan diagnosis agranilositosis.

2. Merupakan bagian dari penetuan lokalisasi infeksi, berdasarkan radiografi (foto thoraks).

3. Studi pencitraan lain ditentukan oleh spesifik keadaan dari setiap kasus.

Bone marrow aspiration and biopsy

Biopsi sumsum tulang untuk menilai cacat sumsum intrinsik, penangkapan pematangan,

neutropenia bawaan, infeksi jamur, dan kekurangan vitamin B-12 atau folat. Ini membantu

13

Page 14: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

untuk menyingkirkan karsinoma metastasis, limfoma, infeksi granulomatosa, dan

myelofibrosis. Jika infeksi mikobakteri atau jamur dicurigai, aspirat dapat dibudidayakan.

Periksa sumsum tulang smear dan biopsi sampel dengan teknik termasuk sitometri. Sumsum

tulang mungkin menunjukkan myeloid hypoplasia atau tidak adanya myeloid prekursor.

Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan penangkapan pematangan pada tahap

pita promyelocyte, mielosit, atau bahkan neutrofil pematangan. Temuan yang terakhir ini

sering terjadi pada neutropenias imbas obat dan kekebalan tubuh, sebagai kehancuran

mungkin selektif dari neutrofil lebih matang saja. Pada kesempatan, sumsum mungkin

hypercellular.

Penemuan histologi

1. Pada smear gambaran darah tepi tidak didapatkan adanya neutrofil

2. Sumsum tulang mungkin menunjukkan myeloid hypoplasia atau hilangnya precusor

myeloid.

3. Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan pematangan suatu menangkap pada

tahap promyelocyte.

4. Pada kesempatan, sumsum mungkin hypercellular

PENATALAKSANAAN

Cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi penyebabnya

(simptomatik). Belum ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah

sel darah putih. Setiap obat yang dicurigai harus dihentikan. Apabila granulosit sangat rendah

pasien harus dilindungi oleh setiap sumber infeksi. Kultur dari semua orifisium (misal:

hidung, mulut) juga darah sangat penting. Dan jika demam harus ditangani dengan antibiotik

sprektrum luas sampai organisme dapat ditemukan. Higiene mulut juga harus dijaga. Irigasi

tenggorokan dengan salin panas dapat dilakukan untuk menjaga agar tetap bersih dari eksudat

nekrotik. Tujuan penanganan, selain pemusnahan infeksi adalah menghilangkan penyebab

depresi sumsum tulang. Fungsi sumsum tulang akan kembali normal secara spontan (kecuali

pada penyakit neoplasma) dalam 2 atau 3 minggu, bila kematian akibat infeksi dapat dicegah.

C. ARTHEROSKLEROSIS

DEFINISI

Atherosklerosis berasal dari kata athero yang dalam bahasa Yunani (athera) suatu

bentuk gabung yang menunjukan degenerasi lemak atau hubungan dengan atheroma.

14

Page 15: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Sedangkan sklerosis dalam bahasa Yunani berarti indurasi dan pengerasan; seperti

pengerasan sebagian peradangan, pembentukan jaringan ikat meningkat atau penyakit zat

intersisial. Aterosklerosis adalah bentuk spesifik dari ateriosklerosis. Meskipun kedua istilah

tersebut dalam aplikasinya dapat saling menggantikan. Aterosklerosis merupakan pengerasan

pembuluh darah arteri yang disebabkan karena penumpukkan simpanan lemak (plak) dan

substansi lainnyaAterosklerosis adalah kondisi suatu penebalan dinding arteri sebagai suatu

hasil dari akumulasi bahan-bahan lemak seperti kolesterol

Arteri adalah pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi dari jantung ke

anggota, tubuh yang lain. Ciri-ciri arteri yang sehat yaitu fleksibel, kuat dan elastis. Lapisan

permukaan dalamnya licin sehingga darah dapat mengalir tanpa batasan. Tetapi, suatu waktu,

terlalu banyak tekanan pada arteri dapat menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi tebal

dan kaku, akhirnya akan membatasi darah yang mengalir ke organ dan jaringan. Proses ini

disebut arteriosclerosis atau pengerasan pembuluh arteri.Aterosklerosis dapat mempengaruhi

arteri pada tubuh, termasuk arteri di jantung, otak, tangan, kaki, dan panggul. Akibatnya,

penyakit yang berbeda dapat berkembang berdasarkan arteri yang terkena.Aterosklerosis

adalah perubahan dinding arteri yang ditandai akumulasi lipid ekstrasel, recruitment dan

akumulasi lekosit, pembentukan sel busa, migrasi dan proliferasi miosit, deposit matriks

ekstrasel, akibat pemicuan patomekanisme multifaktor yang bersifat kronik progresif, fokal

atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan

arteri. Aterosklerosis disebabkan faktor genetik serta intensitas dan lama paparan faktor

lingkungan (hemodinamik, metabolik, kimiawi eksogen, infeksi virus dan bakteri, faktor

imunitas dan faktor mekanis), dan atau interaksi berbagai faktor tersebut.

Pada individu yang lebih tua, perubahan arteriosclerosis yang ditandai dengan

penebalan intimal, penyempitan lumen, penebalan media, dan hialinisasi media dan adventia,

dengan atau tanpa kalsifikasi, banyak ditemukan pada pembuluh darah di daerah rahang dan

juga pada daerah inflamasi periodontal. Atherosclerosis adalah penebalan setempat dari

intima arterial, lapisan paling dalam dari lumen pembuluh darah, dan media arterial, lapisan

tebal dibawah intima yang terdiri dari otot polos, kolagen, dan serat elastik. Pada awal

pembentukan plak atherosclerotik, monosit yang beredar melekat pada endothelium vaskular.

Perlekatan ini dimediasi oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endothelial,

termasuk intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), endhothelial leukocyte adhesion

molecule-1 (ELAM-1), dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Molekul adhesi ini

dibentuk oleh sejumlah faktor seperti LPS bakterial, prostaglandin, proinflammatory

cytokines. Setelah berikatan dengan lapisan sel endothelial, monosit akan masuk ke

15

Page 16: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

endothelium dan bergerak dibawah intima arterial. Monosit mengedarkan low-density

liporpotein (LDL) dalam bentuk yang teroksidasi dan menjadi besar, membentuk sifat foam

cell dari plak atheromatous.

Saat berada di dalam media arterial, monosit juga dapat berubah menjadi makrofag.

Host dari proinflammatory cytokines seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor alpha

(TNF-α) dan prostaglandin E2 (PGE2) akan kemudian dihasilkan, yang dapat memperbanyak

lesi atheromatous. Faktor mitogenik seperti faktor pertumbuhan fibroblas dan faktor

pertumbuhan yang diperoleh dari platelet akan menstimulasi proliferasi otot polos dan

kolagen di dalam media, sehingga menebalkan dinding arteri. Pembentukan plak

atheromatous dan penebalan dinding pembuluh darah mempersempit lumen sehingga dapat

menurunkan aliran darah secara dramatis. Arterial thrombosis seringkali terjadi setelah

adanya kebocoran plak atheromatous. Pecahnya plak menyebabkan terjadinya paparan darah

yang beredar terhadap kolagen arterial dan faktor jaringan dari monosit / makrofag yang

mengaktifkan platelet dan jalur koagulasi. Akumulasi platelet dan fibrin membentuk

thrombus yang dapat menyumbat pembuluh darah, menyebabkan kondisi iskemia seperti

angina atau MI. Thrombus dapat terpisah dari dinding pembuluh darah dan membentuk

embolus, yang juga dapat menyumbat pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan kondisi

akut seperti MI atau cerebral infarction (stroke).

ETIOLOGI ARTHEROSCLEROSIS

Aterosklerosis disebabkan faktor genetik serta intensitas dan lama paparan faktor

lingkungan (hemodinamik, metabolik, kimiawi eksogen, infeksi virus dan bakteri, faktor

imunitas dan faktor mekanis), dan atau interaksi berbagai faktor. Aterogenesis dimulai ketika

terjadi jejas pada endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel.

Paparan jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme molekuler dan seluler yang

menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik.

Kadar kolesterol LDL yang tinggi merupakan penjejas utama endotel dan miosit.

Kemampuan LDL-oks dalam memulai terjadinya aterosklerosis menunjukkan bahwa LDL-

oks sangat mudah menimbulkan terbentuknya sel busa. Kolesterol HDL cenderung membawa

kolesterol menjauhi arteri dan kembali ke hati, menyingkirkan kolesterol yang berlebihan di

plak ateroma dan menghambat perkembangan plak ateroma. Hipertensi menginisiasi

disfungsi endotel dalam proses aterogenesis. Stres oksidatif dapat mempromosi aktivasi atau

disfungsi endotel, serta menginduksi ekspresi molekul adesi, sehingga memacu migrasi

monosit. Pola pemahaman ekspresi gen bisa membantu menjelaskan perbedaan kerentanan

16

Page 17: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

terhadap agen penyebab aterosklerosis. Aterosklerosis jelas bukan hanya merupakan akibat

sederhana dari akumulasi lipid, namun juga akibat respon inflamasi, namun bila komponen

inflamasi berbahaya bagi arteri secara selektif dapat dimodifikasi dengan mempertahankan

keutuhan aspek protektifnya, maka bisa tercipta pandangan baru dalam diagnosis dan

manajemen penyakit pada 50 persen pasien kardiovaskuler yang tidak mengalami

hiperkolesterolemia.

TIPE LESI ARTHEROSKLESOSIS

Lesi aterosklerotik, terutama terjadi pada arteri elastis berukuran sedang dan besar

serta arteri muskularis, dapat menimbulkan iskemi jantung, otak atau ekstremitas yang

menyebabkan terjadinya infark. The American Heart Association Committee on Vascular

Lesions menentukan klasifikasi baru perkembangan lesi aterosklerotik menjadi 6 (enam) fase.

Sistem klasifikasi ini mengkaitkan fase klinik evolusi plak dengan tipe lesi yang tampak

secara patologis.

Lesi aterosklerotik tipe I

Lesi aterosklerotik tipe I atau lesi inisial memperlihatkan perubahan paling dini yang

pertamakali bisa terdeteksi secara mikroskopik dan kimiawi. Secara seluler ditandai dengan

penambahan sejumlah sel busa di tunika intima arteri dan penebalan adaptif tunika intima,

terutama di regio yang mudah terkena.4)

Gambar 1 Disfungsi endotel ( lesi inisial ) pada aterosklerosis

Lesi aterosklerotik tipe II

Lesi tipe II (garis lemak) berupa garis-garis, bercak atau bintik berwarna kuning di

permukaan intima arteri. Gambaran mikroskopis lesi aterosklerotik tipe II terdiri atas; sel

17

Page 18: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

busa berlapis, miosit berisi butiran lemak, sejumlah besar makrofag tanpa butiran lemak, sel

limfosit T dan sel mast di tunika intima, disertai butiran heterogen lipid ekstrasel. Garis

lemak mulanya terdiri atas makrofag, monosit, dan limfosit T yang mengandung sel busa

yang bergabung dengan sejumlah sel miosit. Tahapan pembentukan garis lemak meliputi; 1)

migrasi miosit yang distimulasi oleh PDGF, FGF 2 dan TGF-, 2) aktivasi sel T yang

diperantarai oleh TNF-, IL-2 dan GMCSF, 3) pembentukan sel busa yang diperantarai oleh

LDL-oks, MCSF, TNF-, IL-1, 4) aderensi dan agregasi platelet yang dirangsang oleh

integrin, P-selektin, fibrin, tromboksan A2, faktor jaringan dan faktor lain yang

bertanggungjawab terhadap aderensi dan migrasi lekosit.

Gambar 2. Pembentukan garis lemak pada aterosklerosis

Lesi aterosklerotik tipe III

Lesi tipe III (intermedia, transisional, preateroma) merupakan jembatan morfologis dan

kimiawi antara lesi tipe II dan lesi tipe lanjut (tipe IV). Gambaran histopatologinya khas,

ditandai timbunan butiran dan partikel lipid ekstrasel yang identik dengan lesi tipe II, di

sekitar lapisan miosit di era tertentu yang mengalami penebalan adaptif tunika intimanya.

Timbunan lipid yang lebih banyak dan tebal terletak tepat di bawah lapisan makrofag dan sel

busa, menggantikan matriks dan serabut proteoglikan intersel, serta mendorong dan

memisahkan miosit

Lesi aterosklerotik tipe lanjut (IV, V dan VI)

Pada lesi lanjut yang terbagi menjadi tipe IV, V dan VI, terdapat deposit lipid ekstrasel yang

cukup besar untuk merusak intima, juga terjadi mekanisme trombotik yang lebih menonjol

dalam mempercepat terjadinya aterosklerosis. Sedangkan pada stadiun yang amat lanjut,

deposit lipid memodifikasi tunika media dan adventitia di bawahnya. Lesi fase ini (Gambar

18

Page 19: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

2.15) cenderung membentuk sumbat fibrosa yang memisahkan lesi dengan lumen arteri.

Sumbat fibrosa menutupi campuran lekosit, lipid dan debris yang membentuk inti nekrotik.

Pinggiran lesi meluas akibat adesi dan masuknya lekosit yang terus berlangsung. Faktor

utama yang berhubungan dengan akumulasi makrofag meliputi; MCSF, MCP-1 dan LDL-

oks. Inti nekrotik merupakan akibat terjadinya apoptosis dan nekrosis, peningkatan aktivitas

proteolitik dan akumulasi lipid. Sumbat fibrosa terbentuk akibat meningkatnya aktivitas

PDGF, TGF-, IL-1, TNF- dan osteopontin, serta berkurangnya degradasi jaringan ikat

Gambar 3. Pembentukan lesi lanjut pada aterosklerosis

Gambar 4. Sumbatn Fibrosa yang tidak stabil dalam artherosklerosis

MEKANISME TERJADINYA ARTHEROSKELOROSIS

Atherogenesis adalah proses pembentukan dari plak-plak atheroma. Hal tersebut

ditandai dengan remodeling dari arteri yang bersamaan dengan akumulasi sel (terutama

leukosit seperti monosit yang merupakan turunan makrophage) dan dimodifikasi oleh

19

Page 20: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

lipoprotein. Selanjutnya radang memacu, ke arah pembentukan plak artheroma di dalam

arteri intima, suatu daerah pada dinding sel yang terletak antara endothelium, media dan

adventitia. Bagian utama dari lesi ini terdiri atas kelebihan lemak, sel, kolagen dan elastin.23)

GAMBARAN KLINIS ARTHEROSKLEROSIS

Tanda dan gejala atherosklerosis biasanya berkembang secara bertingkat. Pertama,

gejala muncul setelah adanya upaya yang kuat , ketika arteri tidak dapat menyuplai cukup

oksigen dan nutrisi kepada otot.

Aspek klinis. Gejala-gejala dari aterosklerosis umumnya bervariasi. Penderita aterosklerosis

ringan dapat mengalami gejala infark myocard dan pasien yang menderita aterosklerosis

tingkat lanjut dapat tidak mengalami gejala-gejala yang berarti. Jadi tidak ada perbedaan

gejalagejala klinis antara aterosklerosis yang ringan ataupun yang telah parah. Aterosklerosis

dapat menjadi kronik dengan menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang meningkat sebanding

dengan umur (penyakit degeneratif) dan lamanya menderita aterosklerosis. Meskipun

merupakan sebuah penyakit sistemik yang mengglobal tetapi aterosklerosis dapat pula hanya

menyerang salah satu organ tubuh dimana hal ini bervariasi untuk masing-masing penderita

Berikut ini disajikan beberapa efek klinis kelainan yang terjadi akibat aterosklerosis : 21)

Adanya penyempitan diameter pembuluh darah akibat penumpukan jaringan fibrous (plaque)

yang makin lama makin besar. Penyempitan dapat mencapai hingga nilai 50-70% dari

diameter pembuluh awal. Hal ini berakibat terganggunya sirkulasi darah kepada organ yang

membutuhkan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi sel terganggu. Contoh penyakit yang

berhubungan dengan masalah ini adalah angina pectoris, mesenterik angina, dan lain

sebagainya.

Plaque yang telah terbentuk dapat pecah dan mengalir mengikuti pembuluh darah menjadi

trombus dan emboli. Trombus ini dapat menyumbat arteri-arteri penting tubuh yang penting.

Jika menyumbat arteri koroner maka dapat mengakibatkan otot jantung mengalami iskemia

(kekurangan nutrisi) dan selanjutnya dapat memicu terjadinya infark myocard dan stroke.

Emboli ini dapat juga terjadi secara tanpa sengaja pada peristiwa pembedahan aorta,

angiograf, dan terapi trombolitik pada pasien aterosklerosis.

Angina pectoris ditunjukkan dengan perasaan tidak nyaman pada daerah retrosternal dan

menyebar ke daerah lengan kanan yang kadang-kadang disalah artikan sebagai gejala

dyspnea. Angina pectoris timbul setelah melakukan kerja berat dan diobati dengan

beristirahat atau terapi nitrat. Jika angina pectoris berlanjut dan terjadi berulang-ulang dapat

berlanjut kepada infark myocard (serangan jantung).

20

Page 21: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Stroke merupakan kelanjutan dari adanya sumbatan pada pembuluh darah otak. Akibatnya

sel-sel otak mengalami iskemia dan mangalami gangguan dalam hal fungsinya.

Penyakit vaskuler perifer meliputi perasaan pegal, impotensi, luka yang tak kunjung sembuh

dan infeksi pada daerah ekstremitas. Perasaan pegal ini meningkat setelah berolahraga dan

sembuh ketika beristirahat. Perasaan ini dapat diikuti dengan kulit kepucatan atau kesemutan.

Iskemia pada organ-organ visceral berakibat pada kerusakan susunan dan fungsi dari organ

yang terkena.

Mesenterik angina ditandai dengan sakit pada epigastrium atau periumbilikal setelah makan

dan dianalogkan dengan henatemesis, diare, defisiensi nutrisi, atau berkurangnya berat badan.

Aneurisme pada aorta abdominalis dimana aorta abdominalis mengalami kerusakan sehingga

membesar menimbulkan sebuah benjolan pada dinding luar aorta abdominalis.

Emboli arteri sering timbul bersamaan dengan nekrosis pada jari-jari, pendarahan saluran

pencernaan, infark myocard, iskemia pada retina, infark serebral, dan gagal ginjal.

Aspek Fisik Tanda-tanda fisik dari aterosklerosis meliputi adanya penimbunan lemak,

pelebaran dan kakunya arteri muskular yang besar, dan iskemia atau infark dari beberapa

organ tertentu. Berikut ini disajikan tanda fisik dari aterosklerosis :

Hiperlipidemia adalah adalah meningkatnya kadar lemak di dalam darah. Lemak ini dapat

memicu ter adanya penimbunan plaque pada dinding pembuluh darah.

Penyakit pada arteri koroner . Ditandai dengan adanya bunyi jantung keempat yang semakin

jelas, takikardi, hipotensi, atau hipertensi.

Penyakit serebrovaskuler . Ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi pada arteri karotis

dan kemunduran dari fungsi otak

Penyakit vaskuler perifer. Ditandai dengan penurunan denyut nadi perifer, sumbatan pada

erteri perifer, sianosis perifer, gangrene, atau luka yang sukar sembuh

Aneurisme pada aorta abdominalis. Ditandai dengan timbulnya benjolan pada arteri

abdominalis atau kolapsnya sistem sirkulasi

Emboli pada arteri. Ditandai dengan gangrene, sianosis, munculnya "pedal pulses" yang

dikaitkan adanya penyakit mokrovaskular dan emboli kolesterol.

HUBUNGAN PENYAKIT PERIODONTAL DENGAN ATEROSKLEROSIS

Penyakit periodontal dan arteriosclerosis meningkat seiring bertambahnya usia, dan

telah disimpulkan bahwa kerusakan sirkulasi disebabkan oleh perubahan vaskular yang dapat

meningkatkan kerentanan pasien terhadap penyakit periodontal. Pada hewan percobaan,

iskemia parsial yang lebih dari 10 jam menyebabkan terjadinya oklusi arteriolar,

21

Page 22: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

menyebabkan perubahan dalam enzim oksidatif dan aktivitas asam fosfat serta dalam

kandungan glikogen dan lemak dari epitelium gingiva. Nekrosis setempat, yang diikuti oleh

ulserasi, terjadi pada epitelium dengan junctional epithelium sebagai bagian yang paling

sedikit terkena. Duplikasi DNA ditekan. Tidak terjadi perubahan yang khas dari penyakit

periodontal. Iskemia diikuti oleh hiperemia, disertai perubahan metabolik dan peningkatan

sintesis DNA di dalam epitelium serta proliferasi dan penebalan epithelial – semua dianggap

sebagai bagian dari respon gingiva terhadap oklusi arteriolar.

Peran infeksi pada aterosklerosis telah dibicarakan selama bertahun-tahun. Baru-baru ini, dari

bukti yang telah dikumpulkan bahwa beberapa infeksi rongga mulut biasa memainkan peran

penting dalam aterosklerosis. Lesi aterosklerosis dapat terjadi pada arteri elastis berukuran

besar dan menengah dan arteri otot. Hal ini dapat menyebabkan lesi iskemik pada otak,

jantung, atau anggota gerak dan dapat mengakibatkan thrombosis dan infark yang merusak

pembuluh darah, yang menimbulkan kematian.

Proses, didukung oleh cukup banyak bukti, bahwa aterosklerosis adalah penyakit

inflamasi. Konsep ini, juga disebut The Ross response-to-injury hypothesis of atherosclerosis,

mengusulkan bahwa permulaan lesi adalah hasil dari cedera pada endothelium dan petunjuk

menuju proses peradangan kronis di artery. Hal ini mengakibatkan migrasi monosit melalui

endothelium ke dalam jaringan dasar dan proliferasi sel otot polos. Pengaktifan monosit

( makrofag ) di dalam pembuluh darah menyebabkan pelepasan enzim hidrolitik, sitokin,

kemokin dan faktor pertumbuhan, yang menyebabkan kerusakan lebih lanjut, mengakibatkan

nekrosis fokal. Akumulasi lipid merupakan ciri utama dari proses ini, dan secara bertahap

kemudian plak atheromatous dapat ditutup dengan serat penutup mengelilingi area nekrotik

fokal. Pada titik tertentu, tutup fibrosa dapat menjadi terkikis dan pecah, yang menyebabkan

pembentukan thrombus dan kemacetan dalam arteri, menghasilkan suatu infark

Infeksi periodontal mempengaruhi terjadinya aterosklerosis dan penyakit

kardiovaskuler, periodontitis dan aterosklerosis keduanya mempunyai faktor etiologi yang

komplek. Aterosklerosis adalah penebalan pembuluh darah arteri, terjadi pada lapisan dalam

pembuluh darah, penebalan dibawah lapisan intima yang terdiri dari otot polos, kolagen dan

serat elastik

22

Page 23: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Gambar 5. Patogénesis aterosklerosis.

1. Monosit/makrofag menempel pada endotel

2. Monosit/makrofag berpenetrasi ke dalam arteri, menghasilkan sitokin dan faktor pertumbuhan

3. Pembesaran monosit

4. Proliferasi otot dan penebalan dinding pembuluh darah ( Caraanza, 2006 )

Pembentukan aterosclerosis diawali dengan sirkulasi monosit menempel pada endotel,

penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel

endotel, yaitu intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1), endotelial leucocyte adhesion

molecule (ECAM-1) dan vaskular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1).1,7 Molekul adhesi

ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan

sitokin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi kelapisan lebih

dalam dibawah lapisan intima, terjadi pembesaran monosit dan terbentuk atheromatous

plaque. Pembentukan atheromatous plaque dan penebalan dinding pembuluh darah

menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah, akibatnya terjadi berkurangnya aliran

darah. Trombosis sering terjadi setelah pecahnya plaque atheromatous, terjadi pengaktifan

platelet dan jalur koagulasi. Kumpulan platelet dan fibrin dapat menutupi pembuluh darah

menyebabkan iskemi seperi angina atau myocardial infarction

Efek Infeksi Periodontal. Infeksi periodontal dapat mempengaruhi onset atau perkembangan

atherosclerosis dan penyakit jantung koroner melalui mekanisme tertentu. Periodontitis dan

atherosclerosis keduanya memiliki faktor etiologi yang kompleks, yang menggabungkan

23

Page 24: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

pengaruh genetika dan lingkungan. Penyakit ini memiliki banyak faktor resiko dan hanya

memiliki sedikit kesamaan dalam mekanisme patogenesis dasar.

Gambar 6. Infeksi periodontal menyebabkan artherosklerosis (Reddy.s, 2008)

Dalam sebuah penelitian pada hewan, bakteri gram negatif dan lipopolisakarida

menyebabkan infiltrasi sel-sel inflamasi ke dalam dinding arteri, proliferasi otot polos arteri

dan koagulasi intravaskular. Perubahan ini identik dengan kejadian yang dapat diamati pada

atheromatosis. Penyakit periodontal menyebabkan infeksi sistemik kronis, keadaan

bakteriemi mengawali respon tubuh dengan mempengaruhi koagulasi, endotel dan integritas

dinding pembuluh darah, fungsi platelet, ini menyebabkan perubahan atherogenic dan

terjadinya thromboembolic

Gambar 7. Hubungan infeksi periodontal dan aterosklerosis pada penyakit kardiovaskuler

24

Page 25: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

Dalam kombinasi dengan faktor risiko lain, fenotip MO ' berpredisposisi kepada

aterosklerosis dan periodontitis .Produk bakteri dan mediator inflamasi yang terkait dengan

periodontitis mempengaruhi vascular endothelium, monosit / makrofag, trombosit, dan otot

halus dan dapat meningkatkan kemampuan koagulasi darah. Hal ini semakin dapat

meningkatkan aterosklerosis dan mengakibatkan tromboemboli dan kejadian iskemik.

Penyakit kardiovaskuler dan periodontal merupakan suatu keadaan inflamasi yang umum

pada manusia. Dalam aterogenesis, inflamasi memainkan suatu peran terus menerus terhadap

munculnya sel endothelial pada molekul adhesi dalam perkembangan lapisan lemak,

pembentukan plak, dan terakhir robeknya plak. Munculnya infeksi seperti penyakit

periodontal dinyatakan mengekalkan terjadinya inflamasi dalam aterosklerosis. Studi

observasi terkini dan analisa meta terus memperlihatkan suatu peningkatan resiko ringan

tetapi signifikan pada penyakit kardiovaskuler di antara orang yang tekena penyakit

periodontal. Percobaan dengan model binatang lebih jauh menunjukkan bahwa infeksi

periodontal dapat meningkatkan aterosklerosis dengan ada atau tidak adanya

hiperskolesterolemia.

Mikrobial dapat mencederai sel endotel pembuluh darah secara langsung, memulai

respon inflamatory yang merupakan proses awal dari aterosklerosis. Mikrobial tersebut

menstimulasi sitokin proinflamatory dan faktor pertumbuhan jaringan pada dinding arteri

seperti peningkatan akumulasi lemak ( low density lipoprotein atau LDL ) dengan

menstimulasi reseptor makrofag atau reseptor LDL. Mikrobial juga secara tidak langsung

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan aterosklerosis dengan efek sistemik

tanpa secara langsung menyerang endotel pembuluh darah yaitu dengan pembebasan

endotoksin dan lipopolisakarida ke dalam sirkulasi yang dapat secara tidak langsung merusak

arteri endotel pembuluh darah atau respon imunnya dan menghasilkan bentuk lipid abnormal

yang mempengaruhi terjadinya aterosklerosis atau dapat mempengaruhi lingkungan arteri

menjadi tingkat prokoagulan yang dihasilkan pada trombus akut diatas plak pembuluh darah

yang mudah terkena luka dan dapat menyebabkan iskemia akut.

Hubungan klinis antara penyakit periodontal dan aterosklerosis telah dievaluasi

dengan menggunakan angiogram koroner. Dalam satu studi, ada hubungan yang signifikan

antara tingkat keparahan penyakit periodontal yang dinilai radiografi dan derajat

atheromatosis koroner. Dalam studi lain, tingkat dan keparahan periodontitis secara

signifikan lebih besar pada orang dengan stenosis dari satu atau lebih epicardial arteri

dibandingkan dengan orang tanpa stenosis arteri. Namun, bila data disesuaikan untuk

memperhitungkan pengaruh dari usia dan merokok, faktor umum baik penyakit periodontal

25

Page 26: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

dan penyakit jantung, hubungan antara penyakit itu tidak lagi signifikan secara statistik.

Penelitian ini berfungsi untuk menunjukkan faktor penting yang harus dipertimbangkan

ketika memeriksa bukti-bukti penyakit periodontal yang berhubungan dengan kondisi

sistemik lainnya, yaitu pengganggu yang mungkin terjadi saat faktor risiko bersama oleh

berbagai penyakit. Misalnya, merokok dan diabetes adalah faktor risiko untuk periodontitis

dan CHD. Dalam menentukan hubungan antara periodontitis dan CHD, penting untuk

memahami status merokok dan status diabetes subjek yang diperiksa dalam berbagai

penelitian untuk memastikan bahwa hubungan berada di antara dua penyakit dan bukan

diantara faktor risiko bagi penyakit. Hal ini umumnya dilakukan melalui analisa data statistik,

menggunakan tes yang dapat menjelaskan faktor pembaur tersebut dan dapat memberikan

dukungan yang merupakan faktor risiko pemberian (seperti penyakit periodontal) adalah

independen dari faktor-faktor risiko yang dikenal (seperti merokok).

CHD dan kondisi yang berhubungan dengan CHD adalah penyebab utama kematian.

Infark miokard telah dinyatakan berhubungan dengan infeksi bakteri dan virus sistemik akut

dan infark terkadang didahului dengan gejala seperti influenza. Apakah mungkin bahwa

infeksi oral berhubungan dengan infark miokard?

Faktor resiko tradisional seperti merokok, dislipidemia, hipertensi dan diabetes mellitus tidak

menjelaskan keberadaan atherosclerosis koroner pada sejumlah besar pasien. Infeksi lokal

yang menyebabkan reaksi inflamatori kronis dikatakan sebagai mekanisme yang terjadi

sebelum penyakit jantung koroner ditemukan pada individu-individu ini. Aterosklerosis

umum terjadi pada pasien periodontitis sehingga diperkirakan penyakit periodontal dan

penyakit jantung koroner mempunyai jalur penyebab yang sama.

Pada studi cross-sectional pasien dengan infark miokard akut atau CHD dibandingkan

dengan usia dan jenis kelamin yang sesuai, pasien infark miokard memiliki kesehatan mulut

yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hubungan antara kondisi

gigi yang buruk dan infark miokard tidak tergantung pada faktor resiko untuk penyakit

jantung seperti usia, tingkat kolesterol, hipertensi, diabetes, dan merokok karena

artherosclerosis adalah faktor determinan utama dari kondisi yang berhubungan dengan

CHD, kesehatan gigi juga dikatakan berhubungan dengan atheromatosus koroner.

Penyakit Jantung Iskemik. Penyakit jantung iskemik berhubungan dengan proses

atherogenesis dan thrombogenesis. Peningkatan viskositas pada darah dapat meningkatkan

penyakit jantung iskemik mayor dan stroke melalui peningkatan formasi thrombus.

Pemeriksaan radiografik oral dan pemeriksaan angiografik koroner diagnostik pada

pria dengan CHD, terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat keparahan penyakit gigi

26

Page 27: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

dan derajat atheromatosis koroner. Hubungan ini tetap signifikan setelah memperhitungkan

faktor resiko lain yang diketahui untuk penyakit arteri koroner. Studi cross-sectional

menyatakan adanya hubungan antara kesehatan mulut dan penyakit jantung koroner.

Namun, studi seperti itu tidak dapat menentukan kausalitas dalam hubungan ini.

Namun, penyakit gigi dapat menjadi indikator praktik kesehatan umum misalnya penyakit

periodontal dan CHD keduanya berhubungan dengan gaya hidup dan menunjukkan sejumlah

faktor resiko seperti merokok, diabetes, dan status sosioekonomi yang rendah. Infeksi

bakterial memiliki efek yang signifikan pada sel endothelial, koagulasi darah, metabolisme

lemak, dan makrofag monosit. Penelitian yang dilakukan oleh Mattila dan rekan

menunjukkan bahwa infeksi gigi adalah satu-satunya faktor diluar faktor resiko koroner yang

sudah dikenal selama ini, yang tidak tergantung pada tingkat keparahan arteriosclerosis

koroner.

Studi ini dan studi lainnya dimana kondisi periodontal diketahui mendahului kondisi

yang berhubungan dengan CHD mendukung konsep bahwa penyakit periodontal adalah

faktor resiko untuk CHD, tidak tergantung pada faktor resiko klasik lainnya.

Peningkatan plasma fibrinogen adalah faktor resiko untuk kondisi cardiovascular dan

penyakit vaskular perifer. Dan juga peningkatan jumlah sel darah putih serta faktor koagulasi

VIII telah dinyatakan berhubungan dengan resiko penyakit jantung iskemik.

Thrombogenesis. Agregasi platelet memainkan peranan utama dalam thrombogenesis, dan

pada sebagian besar kasus infark miokard akut disebabkan oleh thromboembolisme.

Organisme oral dapat terlibat dalam thrombogenesis koroner karena platelet dapat secara

selektif terikat pada beberapa strain Streptococcus sangius, yang merupakan komponen

umum pada plak supragingiva dan Porphyromonas gingivalis, patogen yang berkaitan erat

dengan periodontitis.

Aktivitas sehari-hari: Aktivitas rutin sehari-hari seperti mastikasi dan prosedur

kebersihan mulut seringkali menyebabkan bakterimia dengan organisme oral. Waktu

pemaparan terhadap bakterimia dari pengunyahan sehari-hari dan penyikatan gigi jauh lebih

besar terhadap prosedur perawatan gigi. Penyakit periodontal dapat meningkatkan resiko

pasien terhadap insidensi bakteremia. Telah diperkirakan bahwa sekitar 8 persen dari semua

kasus endocarditis infektif berhubungan dengan penyakit periodontal atau dental tanpa

adanya prosedur perawatan gigi.

Infeksi Periodontal dan Stroke. Infark cerebral iskemik atau stroke seringkali diawali oleh

infeksi bakteri atau virus sistemik. Dalam sebuah studi, pasien dengan iskemia cerebral

memiliki resiko lima kali lebih besar dalam mengalami infeksi sistemik dalam waktu 1

27

Page 28: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

minggu sebelum kondisi iskemik dibanding subjek kontrol yang non-iskemik. Infeksi terkini

adalah faktor resiko yang signifikan untuk iskemia cerebral dan tidak tergantung pada faktor

resiko lain seperti hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes, merokok, dan penyakit

jantung koroner.

Pada studi case-control, kesehatan gigi yang rendah merupakan faktor resiko yang

signifikan untuk iskemia cerebrovascular. Pada salah satu studi, perdarahan pada saat

probing, supurasi, kalkulus subgingiva dan jumlah lesi periodontal serta periapikal jauh lebih

besar pada pasien stroke dibandingkan pasien kontrol.

Gambar 8. Alur hubungan artherosklerosis dengan penyakit periodontal

28

Page 29: Neutropenia, agranulositosis, artherosklerosis.docx

DAFTAR PUSTAKA

Ross, R. Atherosclerosis and inflammatory disease. New Engl J Med 1999 January

14; Volume 340 Number 2;115-26

Fonseca, M.A dan Fontes, F. 2000. Early tooth loss due to cyclic neutropenia: long-

term follow-up of one patient. SCD Special Care In Dentistry, Vol20 No 5 :187-190

Kurago, Z. B, Kerr A. R., dan Narayana, N. Clinical Pathologic Conference Case 5:

Agranulocytosis. Head Neck Pathol. 2011 September; 5(3): 286–291.

Carraza FA .2006. Carranza's clinical periodontology 10th ed.. Philadelphia: W.B

Saunder Company.

Wilson TG, Kornman KS. 2003: Fundamentals of Periodontics, Second Edition.

HongKong: Quintesence Publishing Co Inc, 491-3.

Eley BM, Manson JD. Periodontics, fifth edition. Philadelphia: Elsivier, 2004:

328-31.

Reddy, S. 2008. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics.Second

Edition. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers

29